Anda di halaman 1dari 61

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG TERPASANG ALAT

MONITORING

KELAS A3 (A2014)
ANGGOTA KELOMPOK 2:
Irsa Alfiani
Natalia Haris Krisprimada
Aviati Faradhika
Diana Rachmawati
Titin Paramida
Elvanda Vandina Romanda
Faizah Maulidiyah
Emha Rafi Pratama
Shanti Indah Lestari
Intan Rulinita Sari
Santi Dwi Lestari
Sacharisa Agape
Elisa Maria Wahyuni

131411131003
131411131021
131411131039
131411131060
131411131099
131411133013
131411133019
131411131018
131411131036
131411131075
131411131090
131411133004
131411133028

Fasilitator :
Harmayetty, S.Kp.,M.Kes.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Neurobehaviour I.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan serta
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Harmayetty, S.Kp. M.Kes.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi kami pada khususnya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima dengan
senang hati.

Penulis,

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran
untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007). Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Angka kejadian
cedera kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan perempuan. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).
Cedera kepala karena trauma akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih
kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini
disebabkan karena struktur anatomikdan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang
majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak,
jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008). Risiko utama
pasien yang mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intra cranial (PTIK).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi
atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Klien dengan cedera otak sekunder
akan memakan alat monitoring. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera
fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang kemudian meninges
juga cairan serebrospinalis. Tanpa perlindungan ini otak akan sangat mudah

mengalami iritasi, goncangan dan cidera. Sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki
lagi. Pada keadaan emergensi dan kritis dapat terjadi kegagalan autoregulasi
pembuluh darah serebral yang sangat tergantung pada CPP (Cerebral Perfusion
Pressure). CPP itu sendiri dipengaruhi oleh MAP (Mean Arterial Pressure) dan TIK
(Tekanan Intrakranial). Peningkatan TIK kerap terjadi pada kondisi kritis.
Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak
(80%), darah (10%), dan cairan serebrospinal (10%). Ketiga komponen tersebut
memberikan kontribusi terhadap tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan volume
komponen

intrakranial

yang

progresif

dapat

menyebabkan

peningkatan

TIK/hipertensi intrakranial. Peningkatan TIK akan menurunkan CPP sehingga


menyebabkan CBF (Cerebral Blood Flow) menurun sehingga terjadi iskemik pada
otak (suplai O2 < O2 demand) yang selanjutnya akan terjadi edema serebri dan
akhirnya semakin meningkatkan TIK itu sendiri.
Pemanta
uan TIK sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase
dekompensasi. Pemantauan TIK dapat dilakukan dengan bantuan alat monitor,
pencitraan, pengukuran non invasif (TCD), monitoring lanjutan dengan beberapa
modalitas. Dengan adanya pemantauan TIK maka penatalaksanaan akan menjadi
lebih optimal. Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi tatalaksana umum dan
khusus.
1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
yang terpasang alat monitoring.

1.2.2

Tujuan Khusus
1) Mengetahui dan memahami managemen PTIK.
2) Mengetahui dan memahami monitoring cairan dan elektrolit.

3) Mengetahui dan memahami monitoring pemakaian obat pada pasien


yang mengalami gangguan system persarafan.
1.3 Manfaat
1) Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien yang terpasang alat monitoring.
2) Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada pasien yang
terpasang alat monitoring.
3) Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang asuhan
keperawatan pada pasien yang terpasang alat monitoring.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aliran Darah Otak
2.1.1 Aliran Darah Sereberal dan Autoregulasi
Aliran darah serebral sebanding dengan permintaan untuk kebutuhan
metabolisme dari otak. Meskipun hanya 2% dari berat badan,
memerlukan 15-20% kardiak output dalam keadaan istirahat dan 15%
kebutuhan oksigen tubuh. Dahulu diyakini bahwa aliran darah sereberal
tergantung pada tekanan arterial secara pasif. Bagaimana pun otak secara
normal mempunyai suatu kapasitas kompleks untuk mempertahankan
secara konstan aliran darah meskipun berbeda jauh dari tekanan arteri
adalah suatu efek dari suatu autoregulasi. Tekanan arteri rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) 50-150 mmHg tidak merubah aliran darah
menuju serebral pada saat mata autoregulasi. Diluar batas atau regulasi,
aliran darah serebral adalah kondisi akibat asidosis, alkalosis dan
perubahan dalam kecepatan metabolik. Kondisi penyebab alkalosis
(hipokapnia) menyebabkan kontraksi pembuluh darah serebral. Suatu
penurunan kecepatan metabolisme (misalnya hipotermia atau karbiturat)
menurunkan aliran darah serebral dan meningkatnya

kecepatan

metabolisme menyebabnya peningkatan aliran darah serebral.


2.1.2

Tekanan Perfusi Serebral


Sangat sulit mengukur aliran darah serebral didalam klinik. Tekanan
perfusi serebral adalah suatu tekanan taksiran, dimana merupakan gradien
tekanan darah yang melintasi otak dan dihitung sebagai perbedaan antara
tekanan arteri rata-rata/mean arterial pressure (MAP) yang masuk dengan
tekanan intrakranial/intrakranial pressure (TIK) pada arteri. CCP pada
orang dewasa sekitar 80-100 mm Hg, dengan range antara 80-150 mm
Hg. CCP dapat dipertahankan mendekati 60 mm Hg untuk memberikan
kebutuhan darah ke otak secara adekuat. Jika tekanan perfusi serebral

menurun nilainya maka akan terjadi iskhemia. Tekanan perfusi 30 mm Hg


atau dibawahnya akan menyebabkan hipoksia neuronal atau kematian sel.
2.2 Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan

intrakranial

(TIK)

adalah

istilah

yang

digunakan

untuk

menggambarkan tekanan cairan supratentorial serebrospinal (CSF) dalam


tempurung kepala. Hipertensi intrakranial didefinisikan sebagai nilai TIK sama
atau lebih besar dari 20 mmHg. Jika volume intrakranial meningkat dari lesi
berkembang, hiperemia, perdarahan, edema otak, abses, infeksi, atau ventrikel
yang membesar, otak dikompresi terhadap batas tulang tengkorak. Peningkatan
TIK dapat mengakibatkan cedera permanen pada sistem saraf pusat (SSP),
akhirnya membahayakan aliran darah dalam otak dan menyebabkan kematian.
Tulang tengkorak merupakan suatu struktur yang rigid dan berisi tiga
komponen utama yang terdiri dari; otak (mencakup elemen neuroglia dan cairan
interstitiel) 80% dari volume total intrakranial, darah (arteri dan vena) 10% dari
volume total intrakranial dan cairan serebrospinal yang merupakan 10% dari
volume total intrakranial. Perubahan TIK dipengaruhi oleh perubahan volume
satu atau lebih unsur-unsur yang ada dalam kranium. TIK dipertahankan secara
dinamis melalui produksi dan absorpsi CSF. Tekanan CSF dipengaruhi oleh
perubahan tekanan intratorakal dan intra abdominal secara tiba-tiba, misalnya
ketika seseorang batuk ataupun pada manuver valsava. Satuan TIK diukur dalam
millimeter air raksa (mmHg). Saat istirahat dengan posisi supinasi, nilai TIK
pada orang dewasa normal berkisar antara 415 mmHg (50200 mmH2O) dan
menjadi lebih negatif pada posisi vertikal.
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui sehubungan dengan tekanan
intrakranial yaitu komplians dan elastan. Komplians adalah nilai perubahan
volume akibat adanya perubahan tekanan. Nilai ini menggambarkan potensi
akomodasi dari rongga intrakranial. Nilai komplians disebut tinggi bila kavitas
kranium dapat mengakomodasi suatu tambahan massa yang besar hanya dengan
sedikit perubahan tekanan saja. Elastan adalah kebalikan dari komplians. Elastan
merupakan nilai perubahan tekanan akibat adanya perubahan volume. Elastan
7

menggambarkan resistensi terhadap adanya suatu massa intrakranial. Elastan


dapat diukur dengan menyuntikan 1 cc larutan salin steril ke dalam kateter
ventrikel dalam satu detik dan kemudian dipantau perubahan tekanan yang
terjadi. Peningkatan kurang dari 2 mmHg menandakan elastan yang rendah dan
komplians yang tinggi (Satyanegara, 1998).

2.2.1

Konsep Tekanan Intrakranial


2.2.1.1 Hipotesis Monro-Kellie
Di ruang intrakranial terdapat 3 komponen yaitu: jaringan
otak (80%), cairan serebrospinal (10%). Pada saat kondisi
normal tekanan intra kranial (TIK) dipertahankan tekanannya
dibawah 15 mmHg. Sebagai dasar untuk memahami tentang
fisiologi TIK adalah dengan hipotesis monrokellie. Maksud dari
hipotesis ini bahwa suatu peningkatan volume dari suatu
komponen intrakranial harus dikompensasi dengan suatu
penurunan satu atau lebih dari komponen yang lain sehingga
volume total tetap dipertahankan. Kompensasi ini dapat
dilakukan namun mempunyai batas, yaitu dengan cara
pemindahan cairan serebrospinal dari ruang intrakranial menuju
ruang lumbal, meningkatan absorbsi cairan serebrospinal dan
menekan agar tekanan sistem lebih rendah.
2.2.1.2 Lengkung Volume-Tekanan
Pada otak menunjukkan adanya peningkatan volume
intrakranial dapat ditolereasi tanpa harus meningkatkan tekanan
intranial. Namun bagaimanapun juga kemampuan pengembang
intrakranial ada batasnya sekali pun ini dibatasi, suatu keadaan
dekompensasi

dilakukan

pada

saat

meningkatnya

TIK.

Hubungan antara volume dengan perubahan tekanan intraktranial


dan peningkatan kecil.
2.3 Peningkatan Tekanan Intra Kranial (PTIK)
8

2.3.1

2.3.2

Penyebab Peningkatan Tekanan Intrakranial


1. Space occupying yang meningkatkan volume jaringan
a. Kontusio serebri
b. Hematoma
c. Infark
d. Abses
e. Tumor intracranial
2. Masalah serebral
a. Peningkatan produksi cairan serebrospinal
b. Bendungan sistem ventrikular
c. Menurunnya absorbsi cairan serebrospinal
3. Edema serebral
a. Penggunaan zat kontras yang merubah homestatis otak
b. Hidrasi yang berlebihan dengan menggunakan larutan hipertonik
c. Pengaruh trauma kepala
Faktor yang dapat Meningkatkan Tekanan Intrakranial
1. Hiperkapnia dan hipoksemia.
2. Obat-obatan vasodilasi yang meningkatkan aliran darah ke otak
(misalnya asam nikotinik, histamin, dan nidroklorida).
3. Valsava manuver (mengejan pada saat buang air besar dan turun
dari tempat tidur).
4. Posisi tubuh seperti kepala lebih rendah, tengkurap, fleksi, ekstrim
panggul dan fleksi leher.
5. Kontraksi otot isometrik, gerakan kaki mendorong papan kaki atau
mendorong tempat tidur dengan satu tanggan.
6. Rapid eye movement (REM) sleep yang terjadi dengan mimpi.
7. Keadaan yang merangsang emosional klien (merasa sedih dengan
penyakitnya ketidakberdayaan).
8. Rangsangan berbahaya, misalnya tertekuknya selang kateter, nyeri
saat tindakan medis).

2.4 Patofisiologi Peninggian Tekanan Intrakranial


Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan
cairan serebrospinal ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap
meningkatnya

tekanan

tanpa

peningkatan

TIK

dinamakan

compliance.

Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah mekanisme


kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi

peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika komplians otak
berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk
mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika
volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60%
darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah
metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia
(Black&Hawks, 2005).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan
otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke
dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan
kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen
intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari
atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan
oleh falx serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan
serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak dalam semua
kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan
mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah (Black&Hawks,
2005).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh
darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana
perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya 3 TIK. Peningkatan
volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke batas normal
(Black&Hawks, 2005).
2.5 Manifestasi Klinis Peninggian Tekanan Intrakranial
1. Penurunan tingkat kesadaran.
Penurunan derajat kesadaran dikarenakan:

10

a. Sebagian besar otak terbentuk dari sel-sel tubuh yang sangat khusus, tetapi
sensitif terhadap perubahan kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak
mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan
daya nalar (kognisi).
b. Fluktuasi TIK akibat perubahan fisik pembuluh darah terminal. Oleh
karena itu, gejala awal dari penurunan derajad kesadaran adalah somnolen,
delirium, dan letargi.
2. Perubahan pupil.
Pada awalnya akan konstriksi kemudian secara progresif akan
mengalami dilatasi dan tidak beraksi terhadap cahaya.
3. Perubahan tanda-tanda vital.
Pada awalnya tekanan darah akan meningkat sebagai respon terhadap
iskemik dari pusat motor di otak, kemudian akan menurun. Denyut nadi akan
cepat dan irregular, temperatur biasanya normal, kecuali infeksi.
4. Disfungsi motorik dan sensorik.
Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanan
traktus piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap selanjutnya
hemiplegia, dekortikasi, dan deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral.
Pada tahap akhir (terminal menjelangmati) penderita menjadi flasid bilateral.
Secara klinis sering terjadi keracunan dengan respon primitif perkembangan
manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple fleksion). Trifleklsi
terjadi akibat aktivasi motoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi otototot fleksor menjauhi rangsang nyeri (otot-otot fleksor dipergelangan lutut,
kaki, dan panggul mengkontraksikan keempat anggota badan kearah badan).
Trirefleks ini merupakan bentuk primitif refleks spinal.
Tanda fokal motor neuron dan sensoris yaitu, hemipareses dan
hemiplegi. Tanda Babinski, Hiperefleksia, rigiditas

tanda penurunan fungsi

motor. Kejang dapat terjadi. Herniasi di atas batang otak yaitu, deserebrasi
dan dekortikasi.
5. Kelainan pengelihatan,

berupa

menurunya ketajaman

penglihatan,

penglihatan kabur, dan diplopia.


6. Sakit kepala.
Nyeri kepala terjadi akibat peregangan struktur intrakranial yang peka
nyeri (duramater, pembuluh darah besar basis kranji, sinus nervus dan
11

bridging veins). Nyeri terjadi akibat penekanan langsung akibat pelebaran


pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering
dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi
hari. Hal ini dikarenakan secara normal terjadi peningkatan aktivitas
metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari, dimana pada saat tidur
menjelang bangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme dan produksi
CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.
7. Muntah tanpa nausea dan proyektil.
Muntah Projectile vomiting akibat peningkatan TIK. Muntah akibat
PTIK tidak selalu sering dijumpai pada orang dewasa. Muntah disebabkan
adanya kelainan di infratentorial atau akibat penekanan langsung pada pusat
muntah. Muntah dapat didahului oleh mual/ dispepsia atau tidak. Seandainya
didahului oleh perasaan mual/ dispepesia, berarti terjadi aktivasi saraf-saraf
ke otot.
8. Perubahan tekanan darah dan denyut nadi.
Karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah.
Penekanan ke batang otak menyebabkan susana iskemik di pusat vasomotorik
di batang otak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks respon Chusing
teraktivasi agar tetap menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap
lebih tinggi daripada TIK.
Dengan meningginya tekanan darah, curah jantungpun bertambah
dengan meningkatnya kegiatan pompa jantung yang tercermin dengan
semakin memburuknya kondisi penderita akan terjadi penurunan tekanan
darah. Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan semakin
meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun kearah 60 kali
permenit sebagai usaha kompensasi. Menurunnya denyut nadi dan isi
denyut terjadi sebagai upaya jatung untuk memompa akan ireguler, cepat,
halus dan akhirnya menghilang.
9. Perubahan pola pernafasan.
Respirasi karena herniasi otak sering menyebabkan disaritmia pada
respirasi. Cheyne-Stokes, hiperventilasi, apneustic, cluster breathing, ataxic
breathing, gasping breathing, depressed breathing.
10. Perubahan suhu badan.
12

Peningkatan suhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi


hipothalamus. Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas
normal. Pada fase dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat
cepat dan sangat tinggi. Melonjaknya suhu badan dapat juga terjadi akibat
infeksi sekunder, tetapi jarang yang mencapai sangat tinggi sebagaimana
halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus. Hipertermia akibat gagal pusat
termoregulasi.
11. Hilangnya refleks refleks batang otak.
Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat
hilangnya atau disfungsi refleks-refleks batang otak. Refleks-refleks ini
diantaranya Refleks kornea, Oukosefalik, dan Aukulovestibuler. Prognosis
penderita akan menjadi buruk bila terjadi refleks-refleks tersebut.
12. Papiledema.
Tergantung keadaan yang ada, pailoedema dapat terjadi akibat PTIK,
atau memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan
terjadi seandainya belum menjadi tingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu
diingat bahwa tak adanya papiloedema tak berarti tak ada PTIK. Pada
beberapa
Papiledema

orang

dapat

ada

jika

perbesaran blindspot

PTIK

terjadi

secara

bertahap.

ketajaman penglihatan turun.

2.6 Komplikasi Peninggian Tekanan Intrakranial

13

Komplikasi dari Peningkatan Tekanan Intrakranial, yaitu :


1. Herniasi batang otak.
2. Diabetes Insipidus akibat

penurunan

sekresi

ADH, kelebihan

urin,

penurunan osmolaritas urin, serum hiperosmolaritas dengan terapi: cairan,


elektrolit, vasopresin.
3. Sindrome of Inappropriate

Antidiuretic

Hormone

(SIADH) akibat

peningkatan sekresi ADH kebalikan Diabetes insipidus. Terapi: batasi cairan,


3%

hipertonic

myelolysis

saline

tetraplegia

solution,

dengan

defisit

hati-hati
nerves

central
kranial.

pontine

Terapi

lain

SIADH yaitu, lithium karbonat/demeclocycline blok aksi ADH.


2.7

Manajemen Peningkatan Tekakan Intra Kranial


Menurut Mattar, 2011, dalam jurnal yang berjudul Using the Roper, Logan
and Tierney Model in the Management of Traumatic Brain Injury in a Critical
Care Setting, maka manajemen penanganan untuk pasien dengan brain injury di
antaranya adalah:

1. Breathing
2. Circulation and comfort

14

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Maintaining a safe environment


Eating and drinking
Elimination
Controlling body temperature
Resting and sleeping
Mobilisation

2.7.1

Tatalaksana Umum
Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak
meningkat antara lain:
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 30, dengan tujuan
memperbaiki venous return.
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal. Tekanan darah yang
sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan
darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya
juga akan menyebabkan edema dan peninggian TIK.
3. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit: Hiponatremia akan
menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi
edema.

2.7.2 Tatalaksana Khusus


1. Mengurangi Efek Masa
Pada kasus tertentu seperti hematoma epidural, subdural, maupun
perdarahan intraserebral spontan maupun traumatika serta tumor
maupun abses tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan
segala konsekuensinya. Sebagian dari keadaan tersebut memerlukan
tindakan pembedahan untuk mengurangi efek masa.
2.

Mengurangi Volume Cairan Serebrospinal (CSS)


Mengurangi CSS biasanya dilakukan apabila

didapatkan

hidrosefalus yang menjadi penyebab peninggian TIK seperti halnya


pada infeksi kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam
hal ini yaitu: memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi atau
memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung
dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya masa intrakranial.
15

Pengaliran CSS dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila


diyakini

pada

pemeriksaan

imaging

tidak

didapatkan

massa

intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter


silastik 16G pada intradural daerah lumbal. Dengan kateter ini
disamping dapat mengeluarkan CSS, dapat juga dipakai untuk
mengukur TIK. Keuntungan lain adalah teknik yang tidak terlalu sulit
dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
3.

Mengurangi Volume Darah Intravaskular


Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratori akut, dan
perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan
vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan
menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam
beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang
paling efektif dalam menangani krisis peninggian TIK namun akan
menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan
dalam keadaan emergensi saja dan dalam jangka pendek. Hemodilusi
dan anemia mempunyai efek menguntungkan terhadap CBF dan
deliveri oksigenasi serebral. Hematokrit sekitar 30% (visikositas darah
yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding
terhadap kapasitas oksigen (CaO), sehingga akan terjadi vasokonstriksi
dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun bila hematokrit turun
dibawah 30% akan berakibat menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini
akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meninggi.
Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK
adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun sampai dibawah
30%. Manitol atau cairan osmotik lain juga mempunyai efek
vasokonstriksi pembuluh darah piamater dan arteri basilar, sehingga
akan mengurangi CBF. Pemakaian barbiturat atau obat anestesi akan
menekan metabolisme otak, dan menurunkan Cerebral Metabolism

16

Rate of Oxygen (CMRO2). Penurunan CMRO2 akan menurunkan CBF,


dan akhirnya mengurangi CBV dan TIK. Pemberian barbiturat sendiri
telah terbukti akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
serebral.
4.

Mengurangi edema dan volume cairan interstisial


Manitol akan mengurangi cairan otak dengan cepat, dan manitol
akan diekskresikan melewati ginjal dengan cepat pula. Satu hal yang
perlu diperhatikan adalah efek diuresis dari manitol sehingga dapat
berakibat dehidrasi. Kekurangan cairan intravaskular tentunya akan
menyebabkan penurunan tekanan darah, dan akan terjadi vasodilatasi
sebagai mekanisme autoregulasi dan akibat lanjutnya adalah kenaikan
CBV dan TIK. Pemberian manitol jangan melebihi 3 hari dan hindari
drip kontinyu. Tidak ada hubungan besarnya dosis dengan efek yang
diharapkan. Selain dari manitol, dapat juga dipakai cairan salin
hipertonis. Glukokortikoid seperti deksametason dapat digunakan
untuk menangani edema serebri vasogenik. Obat ini efektif dalam
menanggulangi edema yang menyertai tumor, meningitis dan lesi otak
lain. Dosis awal yang biasa digunakan adalah 10 mg Dexamethason i.v
diikuti 4 mg tiap 6 jam.

2.8 Monitor Tekanan Intra Kranial


1. Monitoring TIK merupakan rangkaian tatalaksana cedera otak traumatik
dalam menurunkan mortalitas. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk
mendiagnosis peningkatan intrakranial adalah dengan mengukurnya secara
langsung. Hal ini dapat dikerjakan dengan melakukan punksi lumbal, tetapi
tidak

dibenarkan

untuk monitoring TIK

kontinu.

Selain

itu,

harus

dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan pada pasien dengan
lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline shift yang signifikan, atau
pada pasien dengan perdarahan ventrikel.
2. Pencitraan (imaging)

17

CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa dengan


melihat adanya :
a.
b.
c.
d.
e.

Sulci dan gyri yang menghilang,


Ventrikel otak menyempit atau menghilang,
Sisterna basalis yang menghilang,
Penggeseran garis tengah (midline shift),
Edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.
CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam

menentukan peningkatan TIK. Sepuluh hingga lima belas persen pasien


dengan trauma kepala yang koma mengalami peningkatan TIK namun dari
pemeriksaan CT scan kepala normal.
3. Pengukuran non-invasif
Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan rata-rata)
yang diukur dengan alat transkranial Doppler dapat menjadi suatu
penanda/marker peningkatan TIK, walaupun sensitivitas dan spesifisitas
indeks pulsatility suboptimal.
4. Monitoring lanjutan
Teknologi mikrodialisis, menggunakan tampilan kromatografi cairan
untuk mengukur level laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring
oksigen jaringan otak menunjukkan ukuran rata-rata dari tekanan oksigen
kapiler dan interstisial otak. Hal ini penting untuk memahami keterbatasan
otak tersebut dengan monitoring. PbO2 tidak ekuivalen dengan fraksi ekstraksi
oksigen atau oksigen yang sampai ke jaringan otak, tetapi cukup mewakili
tekanan parsial oksigen otak, atau oksigen yang terkandung di otak. Nilai
PbO2

lebih

mewakili

oksigen

difusi

daripada

oksigen delivery atau

metabolisme oksigen.
Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen
jaringan otak, TIK, dan monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan
elektroensefalogram

(EEG)

kontinus,

dikenal

sebagai

monitoring

multimodalitas.

18

Berikut ini nilai ambang normal dan abnormal pada monitoring


multimodalitas :
Tabel 1. Nilai ambang batas normal dan abnormal pada monitoring multimodalitas

Mikrodialisis
Normal
Abnormal

Glukosa > 2 mmol/L


Glutamat < 15 mmol/L
Laktat/piruvat 15-25 mmol/L
Glukosa < 2 mmol/L
Glutamat > 15 mmol/L
Laktat/piruvat > 25-40 mmol/L

Brain tissue O2
Normal
PbO2 20-40 mmHg
Abnormal
PbO2 < 10-15 mmHg iskemik/ inadekuat O2 delivery atau kebutuhan
berlebihan (excessive demand)
PbO2 > 50 mmHg hiperemia, peningkatan FlO2 atau
ketidakmampuan mengambil/mengikat oksigen
PET
Normal
CMRO2 3,0 ml/100gr/min
CMRglukosa 25mol/100 gr/min
CBF 50 ml/100 gr/min
CBV 4 ml/100 ml
OEF 30-40%
Abnormal
CMRO2 <1,25 ml/100 gr/min
CMRglukosa < 25 mol/100gr/min
CBF < 20 ml/100gr/min iskemik
< 10 ml/100 gr/min infark
CBV < 3 ml/100 ml
OEF > 40% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
< 20% metabolik downregulasi
SjvO2
Normal
60-80%
Abnormal
< 60% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
>80% hiperemia, atau ketidakmampuan untuk mengikat O2.
2.8.1

Tipe Monitor Tekanan Intra Kranial


Ada

beberapa

intraparenkimal,
intraventrikular

tipe

monitor

yaitu

subarakhnoid/subdural,
merupakan gold

monitor
dan

standard dan

intraventrikular,
epidural.
dapat

Tipe

mengukur

peningkatan tekanan intrakranial global.

19

Tipe Monitor
Intraventrikular

Keuntungan
Kerugian
Gold
standard, Angka infeksi tinggi
pengukuran TIK global, (5%
digunakan

Intraparenkimal

sampai

20%,

untuk risiko perdarahan 2%

diagnosis dan terapi


Angka
infeksi
dan Mengukur

TIK

perdarahan rendah (1%), regional, tidak dapat


penempatan mudah

dikalibrasi
setelah

ditempatkan,

penyimpangan
mmHg)
dan Pengukuran

infeksi

ulang

Subarakhnoid/sub

Angka

dural

perdarahan rendah

Epidural

digunakan
Risiko perdarahan lebih Pengukuran

(3
tidak

dapat percaya, jarang


tidak

rendah jika dibandingkan dapat dipercaya


dengan

monitor

intraventrikular

dan

intraparenkimal, kadang
dipakai

pada

pasien

dengan koagulopati
Pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi
dengan menempatkan kateter pada frontal horn ventrikel lateral dengan
memperkirakan titik Kocher, dan disambungkan ke monitor TIK.
2.8.2

Indikasi, Kontraindikasi dan Komplikasi Pemasangan Monitoring


TIK
Indikasi pemasangan monitoring TIK:
1. Kriteria neurologis: cedera kepala berat (GCS 8 setelah resusitasi
kardiopulmoner) dengan:
a. Abnormal CT scan kepala saat masuk atau
20

b. Normal CT scan kepala tetapi dengan 2 faktor risiko berikut: a)


umur > 40 tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c)
2.
3.
4.
5.

deserebrasi atau dekortikasi.


Perdarahan intracranial
Edema serebri
Post kraniotomi
Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural,
tumor, abses, atau aneurisma yang menutup jalan aliran cairan

serebrospinal.
6. Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.
7. Meningitis/ensefalitis yang mengakibatkan malabsorpsi cairan
serebrospinal
Kontraindikasi (relative):
1. Pasien sadar: monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat
2.
3.
4.
5.

mengevaluasi neurologisnya.
Koagulopati atau terapi antikoagulan
Infeksi sistem saraf pusat
Infeksi SCALP
Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah:


1.
2.
3.
4.
5.
6.

Infeksi intracranial
Perdarahan intraserebral
Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarachnoid
Kebocoran cairan serebrospinal
Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi
Hilang pemantauan atau kemampuan drainase karena oklusi kateter

dengan jaringan otak atau darah


7. Terapi yang tidak tepat karena kesalahan dalam pembacaan TIK
disebabkan bentuk gelombang yang kecil, kegagalan elektromekanis,
atau kesalahan operator.

2.9 Monitoring Cairan dan Elektrolit


2.9.1 Osmoterapi

21

Osmoterapi dasar adalah konsep tekanan osmotik dan osmoregulasi.


Tekanan Osmotik adalah besarnya tekanan yang harus diberikan kepada
suatu larutan untuk mencegah mengalirnya molekul-molekul pelarut ke
dalam larutan melalui membran semi permiabel. Cairan berpindah dari
2.9.2

daerah rendah osmolaritas ke daerah tinggi osmolaritas.


Manitol
Manitol (20%25% larutan) adalah agen osmotik yang disukai
karena memiliki efek yang cepat pada TIK. Manitol

memiliki efek

puncaknya untuk menurunkan TIK dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ini


mengurangi kekentalan darah dan berlangsung sekitar 26 jam. Hal ini
diberikan secara intravena dalam dosis mulai dari 0,5 asmpai 2,0
gram/kg, dan dosis yang lebih kecil mungkin sama efektif dan kurang
berpengaruh pada serum osmolalitas. Sebuah serum osmolalitas (tekanan
osmotik larutan dinyatakan dalam milimol/kilogram air) melebihi 310
320 mOsm telah terbukti berbahaya dan dapat menyebabkan koma
hiperosmolar. Osmolalitas serum dapat diukur dengan laboratorium atau
dihitung oleh perawat dengan rumus:
2 Na+

BUN Glukosa
+
=Osmolalitas serum
3
18

Pasien yang menerima agen osmotik harus dipantau untuk output


urin minimal 30 sampai 50 ml/jam sebelum administrasi. Setelah
administrasi, diuresis cepat dapat diharapkan. Asupan ketat dan output
harus diukur untuk merekam status cairan dan memantau overload, edema
paru, dan gagal jantung kongrstif (CHF). Efek samping langsung dari
manitol termasuk hipotensi, takikardia, hemokonsentrasi, dan efek
rebound. Efek rebound terjadi ketika air bergerak dari jaringan otak yang
sehat, meninggalkan jaringan yang terluka untuk bertindak sebagai spons,
menarik cairan ke dalam sel. Tindakan ini lebih meningkatkan
pembengkakan dan sebagai hasilnya meningkatkan TIK. Mengurangi

22

volume otak di otak dengan perdarahan intrakranial yang berperan dalam


2.9.3

hemorage baru.
Furosemid
Furosemid merupakan obat yang digunakan untuk membuang cairan
berlebih di dalam tubuh. Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh
dapat menyebabkan sesak napas, lelah, kaki dan pergelangan kaki
membengkak. Kondisi ini juga dikenal dengan sebutan edema dan bisa
disebabkan oleh penyakit gagal jantung, penyakit hati dan penyakit ginjal.
Furosemid efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti, edema
karena gangguan jantung, edema yang berhubungan dengan ganguan
ginjal dan sirosis hati, supportive measures pada edema otak, edema yang
disebabkan luka bakar, untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang,
pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
Furosemid adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai
diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat penyerapan

2.9.4

kembali natrium oleh sel tubuli ginjal.


Terapi barbiturat
Tujuan dari terapi barbiturat adalah untuk mengurangi TIK dan
memelihara tekanan antara 15 sampai 20mmHg. Mekanisme aksi terapi
barbiturat adalah dengan menghasilkan penurunan aktivitas kortikal,
mengurangi metabolisme serebral, konstiksi pembuluh darah serebral,
menurunkan

formasi edema iskemik, dan mengurangi glukosa dan

permintaan oksigen. Efek samping meliputi hipotensi, hipotermia,


2.9.5

asidosis laktat, hiperosmolaritas, dan penurunan cardiac output.


Steroid
Steroid merupakan obat ampuh dalam mengatasi peradangan dan
meredakan nyeri, selain itu steroid yang langsung bekarja pada kimiawi
otak juga bermanfaat untuk meningkatkan mood. Steroid mungkin dapat
meningkatkan pemenuhan intrakranial. Efek samping steroid harus
diprttimbangkan dengan efek terapinya.

23

2.10
2.10.1

Monitoring Obat pada Pasien dengan Gangguan Sistem Persyarafan


Obat-obat Sistem Saraf Pusat
1. Analgesik
2.11 Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.Obat ini digunakan untuk membantu
meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit
gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.
2.12
2.17
n

Obat
Morfi

2.13
2.18

Dosis 2.14
Kegunaan 2.15 Monitoring pemakaian 2.16
Efek samping
IM, IV: 5-15 2.19 Narkotik kuat 2.20
Dapat menimbulkan 2.21 SSP : sedasi, konfusi, sakit

mg, setiap 4

untuk

nyeri

depresi pernapasan,

kepala, euforia, perasaat

jam, PRN

yang

berat

ketergantungan fisik,

mengambang, mimpi yang tidak

hipotensi ortostatik, dan

biasa, halusinasi, disforia,

diberikan untuk

konstipasi. Dapat

meredakan

menyebabkan mual dan

pusing.
2.22 Mata dan THT: miosis,

nyeri

muntah akibat

Morfin

akibat

IV

jantung
infark

miokardium

bertambahnya kepekaan
vestibular

diplopia, pengelihatan kabur.


2.23
Respiratori: depresi
pernapasan.
2.24 KV : hipotensi, bradikardia
2.25
GI : mual, muntah,
konstipasi
2.26
GU : retensi urin
2.27
Derm : berkeringat,
kemerahan
24

2.28

Kodei

2.29

15-60 mg,

2.30 Efektif untuk

2.31Dapat dipakai bersamaan

setiap 4-6 jam,

nyeri yang

nonnarkotik

kepala, euforia, perasaat

PRN

ringan sampai

(asetaminofen) untuk

mengambang, mimpi yang tidak

sedang

meredakan nyeri.

biasa, halusinasi, disforia


2.33 KV : hipotensi, bradikardia
2.34 Mata dan THT : miosis,

Mempunyai efek antitusif.


Dapat memperlambat
pernapasan, dan
ketergantungan fisik serta
konstipasi

2.40

Propo

ksifen

2.32 SSP : sedasi, konfusi, sakit

2.41

65 mg

(berbeda-beda)

2.42

Untuk nyeri

yang ringan

2.43

Analgesik lemah.

diplopia, pengelihatan kabur.


2.35 Resp : depresi pernapasan.
2.36 KV : hipotensi, bradikardia
2.37
GI : mual, muntah,
konstipasi
2.38
GU : retensi urin
2.39
Derm : berkeringat,
kemerahan
2.44
SSP : pusing, kunang-

Senyawa darvon

kunang, sakit kepala,

mengandung aspirin, dan

kelemahan, sedasi, mengantuk,

Darvocet-N mengandung

insomnia, euforia, disforia,

asetaminofen. Tidak

eksitasi paradoksal
2.45
Mata dan THT :

menimbulkan konstipasi;
sedikit efeknya
menimbulkan

pengelihatan kabur
2.46
KV : Hipotensi
2.47 GI : mual, muntah, nyeri

25

ketergantungan fisik
2.49

Aseta

minofen

2.50

Analgesik

lemah. Senyawa
darvon
mengandung
aspirin, dan
Darvocet-N
mengandung
asetaminofen.
Tidak
menimbulkan
konstipasi;

2.51

Nyeri ringan

sampai sedang

2.52 Batas terapeutik serum

abdomen, konstipasi
2.48
Derm : ruam
2.55
GI : nekrosis hepatik

20 mikrogram/ml.
2.53 Aman untuk dipakai jika

(overdosis)
2.56
Derm : ruam, urtikaria

ada gejala flu.


2.54 Tidak menyebabkan rasa
tidak enak pada lambung
atau mengganggu
agregrasi platelet.
Pemakaian jangka lama,
dosis tinggi dapat
menyebabkan
hepatotoksisitas hati.

sedikit efeknya
menimbulkan
ketergantungan
fisik
2.57

26

2. Anastesi
2.58
2.63

Obat
Halot

an

2.59
Dosis 2.60
2.64 Dosis induksi 2- 2.65

Kegunaan 2.61 Monitoring Pemakaian 2.62


Dapat 2.66
Pemulihan cepat. 2.67

Efek Samping
Kontraindikasi pada

4% dan

menurunkan

Mempunyai efek

obstetri. Vasodilatasi

pemeliharaan

tekanan darah.,

bronkodilator.

serebral, meningkakan aliran

0,5-2%.

induksi

darah ke otak yang sulit

laringoskopi

dikendalikan dengan teknik

intubasi

anestesia hiperventilasi,
sehingga tidak dianjurkan

2.68

Metok 2.69

sifluran

2.73
an

Enflur

2.70

Dapat

2.71

untuk pembedahan otak


2.72
Kontraindikasi pada

menyebabkan

gangguan ginjal, mengurangi

hipotensi

kontraksi jantung, merusak

2.74 Dosis induksi 2- 2.75

Dapat

2.76 Induksi dengan enfluran

hati.
2.77

Kontraindikasi pada

4,5%

menyebabkan

cepat dan lancar. Obat ini

gangguan ginjal. Depresi

dikombinasi

hipotensi

jarang menimbulkan mual

pernapasan, mengigil karena

dengan O2 atau

dan muntah serta masa

hipotermi, gelisah , delirium,

campuran N2-

pemulihannya cepat.

mual dan muntah.

O2. Dosis
rumatan 0,5-3 %
27

2.78

Isoflu

ran

volume
2.79 Dosis induksi 3- 2.80

Dapat

2.81

Mempunyai efek yang

2.82

depresi kardiak minimal,

3,5% dalam O2

menimbulkan

minimal pada

curah jantung dijaga dengan

atau kombinasi

distres

kardiovaskular.

peningkatan frekuensi nadi,

N2-O2. Dosis

pemapasan.

aliran darah otot,

rumatan 0,5-3%.

menurunkan resistensi
vaskular sistemik,dan
menurunkan tekanan darah
arteri, depresi napas dan
menekan respons ventilasi
terhadap
hipoksia,meningkatkan TIK,
namun menurunkan

2.83

Nitrou 2.84 Titrasi hingga

s oksida

mencapai efek
analgesia, induks
atau
pemeliharaan
anastesia

2.85

2.86
2.87

Pemulihan cepat
Mempunyai efek yang

minimal pada
kardiovaskular.Harus
diberikan bersama-sama

kebutuhan oksigen
2.88
mendepresikan
kontraktilitas otot jantung,
takipnea, peningkatan
tekanan intrakranial (TIK),
penurunan aliran darah renal

oksigen. Potensi rendah.

2.89
28

3. Penekan Sistem Saraf Pusat


2.90 Obat-obat penekan SSP menimbulkan depresi (penurunan aktivitas fungsional) dalam berbagai
tingkat pada sistem saraf pusat. Tingkat depresi terutama tergantung dari jenis dan jumlah obat yang dipakai.
Bentuk yang aling ringan dari penekan SSP adalah sedasi, dimana penekan SSP tertentu dalam dosis yang
lebih rendah dapat menghilangkan respons fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran.
2.91
2.96

Obat
Barbit

urat

2.92
2.97

Dosis 2.93
Kegunaan 2.94 Monitoring Pemakaian 2.95
Efek Samping
S: 20-30 mg, 2.99 Untuk sedatif 2.100
Mulai kerja 15-30 a. Hangover adalah rasa ngantuk

t.i.d.
2.98 H: 100 mg, PO,
h.s., 150-200 mg,
IM

dan tidur..

menit; lama kerja 3-6

yang tersisa yang

jam. Dapat dipakai untuk

mengakibatkan kerusakan

menimbulkan anestesi
umum.

waktu reaksi.
b. Overdosis tidak sengaja pada
lansia dan ibu hamil, biasanya
dengan gejala kelesuan,
kesulitan berfikir, kelambatan
bicara, mengantuk, napas
pendek, kehilangan
keseimbangan, koma dan
kematian.
c. Ketergantungan obat.
d. Kesulitan bernapas pada bayi
waktu lahir jika ibu konsumsi

29

barbiturat.
e. Memabukkan dengan gejala
depresi pernapasan, TD turun,
kelelahan, demam, iritabilitas,
pusing, konsentrasi
turun,bingung, gangguan
2.101 Sekob

2.102 S: 30-50 mg,

arbital

t.i.d.
2.103
H: 100 mg,

2.105 Untuk sedasi


dan tidur.

PO, h.s., 150-200


mg, IM
2.104 A: 3-5 mg/kg,

2.106

Mulai kerja 15-30 a.


b.
menit; lama kerja 3-6
c.
jam. Juga untuk sedasi d.
e.
preanestetik.
f.

koordinasi.
TIO turun
TD dan CO turun
Depresi pernapasan
Alergi
Reaksi anafilaksis
Iritasi vena dan kerusakan
jaringan sebagai pemicu nyeri.

tidak lebih 100


2.107 Aprob
arbital

2.112 Butab
arbital

mg
2.108 S: 40 mg, t.i.d. 2.110 Untuk sedasi
2.109 H: 40-1600
dan tidur.
mg, h.s.
2.113 S: 15-30 mg,

2.116 Untuk sedasi

t.i.d.
2.114

dan tidur.
2.117

A: 6

2.111 Mengatur penggunaan a.


b.
neurotransmitter NE dan
c.
serotonin di otak.
d.

Depresi pernapasan
Alergi
Reaksi anafilaksis
Iritasi vena dan kerusakan

2.118Menghambat beta yang a.


b.
bekerja di otot polos.
c.
d.

jaringan sebagai pemicu nyeri.


Kebingungan
Perhatian yang buruk
Disorientasi
Masalah memori jangka pendek
30

mg/kg/hari atau
180 mg/m2
dalam dosis
terbagi 3
2.115 H: 50-150 mg,
2.119 Fluraz
epam

h.s.
2.120 H: 5-30 mg,
h.s.

2.124 Temaz 2.125


epam

Untuk

insomnia.

H: 5-30 mg,

h.s.

2.128 Triazo 2.129 H: 0,125-0,5


lam

2.121

mg, h.s.

2.126

Untuk

insomnia.

2.130

Untuk

insomnia.

2.122 Mula kerja cepat, lama a.


b.
kerja panjang. Waktu
c.
paruh (t) panjang.
d.
e.
2.127

Mimpi buruk
Mulut kering dan pahit
Sakit kepala ringan
Vertigo, mual, muntah, diare
Cemas, mudah tersinggung
2.123
Waktu paruh 10 jam. a. Berkurangnya koordinasi otot

Untuk orang lanjut usia:


b.
15 mg.
c.
d.
e.
f.
2.131
(t) pendek. Untuk a.
b.
orang lanjut usia:
c.
2.132
0,125-0,25 mg.

dan motorik
Mulut kering dan pahit
Sakit kepala ringan
Vertigo, mual, muntah, diare
Cemas, mudah tersinggung
Euphoria, halusinasi
Kelelahan
Mengantuk
Hati-hati pada pasien dengan
PPOK

2.133
2.134

31

2.135
2.136
2.137
4. Perangsang Sistem Saraf Pusat
2.138 Banyak obat-obat yang dapat merangsang ssp, tetapi yang pemakaiannnya disetujui secara medis
terbatas hanya pada pengobatan narkolepsi, gangguan penurunan perhatian (GPP) pada anak-anak, obesitas,
dan pemulihan distres pernapasan. Kelompok utama dari perangsang SSP adalah amfetamin dan kafein yang
merangsang korteks serebri dari otak, analeptik dan kafein yang bekerja pada batang otak dan medulla untuk
merangsang pernapasan, dan obat-obat yang menimbulkan anoreksia yang bekerja pada tingkat tertentu pada
korteks serebri dan hipotalamus untuk menekan napsu makan.
2.139

Obat 2.140

Dosis 2.141

2.144 Amfetam 2.145 D : 5-20 mg,


in

q.d sampai t.i.d


2.146 A > 6 thn :
2,5-5 mg,

2.147

2.142

Monitoring

Narkolepsi 2.148

Pemakaian
Dosis harus minimal

Kegunaan

untuk mengendalikan
gejala GPP.
2.149
Toksisitas SSP dan

sehari untuk

jantung mungkin saja

gangguan

terjadi.

2.143

Efek Samping

2.150

SSP : gelisah, tremor,

hiperaktif, insomnia, iritabilitas,


pusing, sakit kepala
KV :takikardia, palpitasi,
hipertensi, hipotensi.
GI : mual, muntah, anoraksia,

penurunan

32

perhatian

mulut kering, kram, diare,

(GPP), naikkan

konstipasi, rasa logam.

dosis jika perlu.

2.151

GU :

impontensia,peningkatan
libido.
Derm : urtikaria
Lain-lainnya :
2.152 Benzfeta 2.15325-50 mg, q.d 2.154
min

2.157

sampai t.i.d

Dietil

propion

2.162

2.158 25 mg, t.i.d;

Mirip

Amfetamin.

2.159

Tidak

2.155

Kategori kehamilan

adalah X (tidak boleh

secara prgresif, sebagai

diminum selama

penunjang untuk

kehamilan). Potensial

menurunkan masukan kalori

untuk disalahgunakan.

dan program olahraga yang

2.160 Harus diminum 1 jam

75 mg kapsul

mengubah

sebelum makan. Kategori

yang dilepas

denyut jantung

kehamilan

lambat, 1/hari
Kafein 2.163 Bayi dan A :

dan tekanan
2.164
Dipakai

ketergantungan psikologis
2.156 Berkurangnya berat badan

2.165

Diberikan melalui

5-10 mg/kg

untuk bayi baru

selang nasogastric ,

pada hari

lahir dengan

intramuscular atau

teratur
2.161 Gugup, gelisah, insomnia,
palpitasi jantung, hipertensi

2.166 SSP : gugup, iritabilitas,


insomnia.
2.167 KV :takikardia, palpitas.

33

pertama;

apnea untuk

intravena

GI : nyeri ulung hati, distres

kemudian 2,5

merangsang

epigastrik.

mg/hari

pernafasan;

2.168

meningkatkan
denyut jantung
dan tekanan
darah.
2.169
2.169.1 Obat-obat Sistem Saraf Perifer
1. Adrenergik
2.170 Obat adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf adrenergik. Oleh karena
itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu noradrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini
bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik & reseptor adrenergik .
2.171

Obat 2.172

2.176 Epinefrin 2.177

Dosis 2.173
1

Berbeda-beda
1

2.178
, 2 ;
D: IV, IM, SK:

Kegunaan

2.179 Untuk pasien

2.174

Monitoring

Pemakaian
2.180Pada pasien

2.175

Efek Samping

2.183 Efek samping dan reaksi

syok

hipovolemia, metabolic

yang merugikan yang

nonhipovolemi

acidosis dan hipoxia atau

ditimbulkan yaitu tremor,

k, henti

hipercapnia harus

aritmia, hipertansi,

jantung,

ditangani terlebih dahulu

takikardia, jantung berdebar,


34

0,2-1 mL dari

anafilaksis

1:1000

akut, asma akut

sebelum pemberian

disritmia, dan angina

dilakukan.
2.181
Hindari pada pasien
dengan
pheochromocytoma.
2.182 Gunakna dengan hatihati pada pasien yang
menderita arrhythmias
atau tachycardia,
Printzmetal's angina,
gangguan
thromboembolic, pasien
dengan riwayat occlusive
vascular disease,
hipertensi, pada pasien
yang lebih tua dan pasien

2.184 Norepine 2.185 1 , 1 ;


frin
D: IV: 4 mg,
dalam 250-500

2.186 Untuk pasien

pengidap DM.
2.187 Pemberian obat harus

dalam keadaan

dihentikan secara lambat,

denyut jantung yang lambat

syok.

penghentian pemakaian

tetapi kuat, dan nyeri kepala

Merupakan

yang mendadak dapat

selintas. Dosis berlebih atau

2.188rasa kuatir, sukar bernafas,

35

mL dalam

vasokontriktor

menyebabkan hipotensi

dosis biasa pada pasien yang

dekstrose 5%

kuat,

yang berat

hiper-reaktif ( misalnya

atau normal

meningkatkan

pasien hipertiroid )

salin, 2-12

tekanan darah

menyebabkan hipertensi

/menit

dan curah

berat dengan nyeri kepala

jantung

yang hebat, fotofobia, nyeri


dada, pucat, berkeringat

2.189 Dopamin 2.190


; D: IV: 2.191 Untuk pasien
e
dalam keadaan
mula-mula 1-5
hipotensi.
/kg/menit;
(tidak
naikkan secara
menurunkan
bertahap; tidak
fungsi ginjal
melebihi 50
dalam dosis <5
/kg/menit
g/kg/menit)

2.192

Dalam memberikan

banyak, dan muntah


2.193 mual, muntah, takikardia,

efek dopamin harus pakai

aritmia, nyeri dada, nyeri

dosis efetif terendah.

kepala, hipertensi, dan

Untuk menghentikan

peningkatan tekanan

pengobatan dopamin

diastolik

harus dilakukan secara


bertahap; penghentian
pemakaian yang
mendadak dapat
menimbulkan hipotensi

2.194 Pseudoef 2.195 1 , 1 ;

2.196 Untuk pasien

berat
2.197 Dapat menyebabkan

2.198

gelisah, mual, muntah,

36

edrin

Obat bebas

kongesti hidung

(beberapa)

2.199 Dobutam 2.200 1 ; D: IV: 2.201 Untuk pasien


in
dalam keadaan
mula-mula 2,5obesitas
10 /kg/menit;

peningkatan konsentrasi

kelemahan, sakit kepala,

lipoprotein, trigliserida,

gugup, pusing, sulit tidur,

kalium, dan asam urat

sakit perut, kesulitan

serum
2.202

bernapas, aritmia.
Efeknya dapat

menyebabkan
peningkatan kekuatan

naikkan secara

kontraksi miokardium
2.203 (efek inotropik positif)

bertahap; tidak

dan meningkatkan denyut

melebihi 40

jantung (efek kronotropik

/kg/menit
2.206 Isoprotel 2.207 1 , 2 ; 2.208 Untuk pasien
enol
dalam keadaan
Inhal: 2-3
dekompensasi
semprotan, Iv:
jantung, payah
5 /menit
kongesti
sampai 20
(meningkatkan
/menit
aliran darah

2.204mual muntah, sakit kepala,


palpitasi, angina, aritmia,
takikardi, hipertensi.
2.205

positif)
2.209
Nonselektif 2.211 palpitasi, takikardi, nyeri
2.210 Efeknya menyebabkan
kepala dan muka merah.
denyut jantung meningkat
Kadang kadang terjadi
aritmia dan serangan angina,
terutama pada pasien dengan
penyakit arteri koroner.
Inhalasi isoproterenol dosis

miokardium

berlebih dapat menimbulkan

dan curah

aritmia ventrikel yang fatal.


37

2.212Albuterol 2.213 2 ; inhal:


1-2 semprotan,
q 4-6 h
2.214PO: 2,5-5 mg,

jantung)
2.216 Untuk pasien

2.217

Efeknya yang ringan,

2.218

tremor, pusing, gugup,

dalam keadaan

pada mula bekerja lambat

gelisah, diare, muntah,

bronkospasme

(15 menit); masa kerja

insomnia, gelisah, mual,

panjang (3-6 jam)

hipokalemia, hipertensi,
kesulitan bernapas, irama

t.i.d. atau q8h


2.215
IV : 10

jantung tidak teratur

g/menit,
naikkan secara
bertahap; tidak
melebihi 80
/menit
2.219
2. Penghambat Adrenergik
2.220 Obat penghambat adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat kerja atau
efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat juga disebut dengan Adrenolitik.
Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga
disebut dengan Blocker. Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.
2.221

Obat 2.222

Dosis 2.223

Kegunaan

2.226 Tolazolin 2.227 ; D: IM: IV: 2.229 Untuk pasien

2.224

Monitoring
Pemakaian

2.230

2.225

Efek Samping

2.231 CV : Aritmia, takikardia,


38

25 mg, q.i.d.
2.228 bayi baru
lahir: 1-2 mg/kg
selama 10 menit

dalam kondisi

angina

gangguan

2.232GI : Nausea, muntah, nyeri

pembuluh

abdomen, diare, kambuh ulkus

darah tepi,

peptikum

hipertensi
2.233 Prazozin 2.234 ; D: PO: 1- 2.235 Untuk pasien

2.236

2.237

pusing, sakit kepala,

5 mg, t.i.d.;

dalam kondisi

ngantuk, palpitasi, mual,

tidak melebihi

hipertensi

edema perifer.

20 mg/hari
2.238 Propanol 2.239 1 , 2 ;
ol
2.240 D: PO:

2.242 Untuk pasien

2.243

2.244

Bradikardia, hipotensi,

dalam kondisi

depresi, letih, mengantuk,

10-20 mg, t.i.d.

hipertensi,

sesak, mual, muntah, diare,

atau q.i.d.; dosis

aritmia, angina

Aritmia, flushing, hipotensi

dapat berbeda-

pectoris, pasca

beda
2.241 D: IV: 1-3

infark
miokardium

mg, dapat
diulang jika
perlu
2.245 Metoprol 2.246 1 ; D: PO: 2.247 Untuk pasien
ol
dalam kondisi

2.248

2.249 CNS : Kelelahan, depresi,


pusing, kebingungan, gangguan

39

100-450 mg,

hipertensi,

q.i.d.; q rata-

angina, pasca

rata 50 mg

infark

b.i.d.

miokardium

tidur.
2.250

CV : Gagal jantung,

hipotermia, impotensi)
2.251
Efek berturut-turut :
Bronkospasme.
2.252
GI : Diare, konstipasi.
2.253
metabolik : Bisa
memproduksi hiper- atau
hipoglikemia, perubahan pada
serum kolestrol & trigliserid.
2.254 Reaksi yang merugikan :
trombositopenia, edema,

2.255 Atenolol 2.256

; D: PO: 2.257 Untuk pasien


dalam kondisi
50-100 mg/hari
hipertensi,
angina

2.258

laringospasme
2.259CV : Bradikardi, hipotensi,
mempercepat parahnya gagal
jantung, akral dingin, hipotensi
2.260SSP: Pusing, letih, depresi,
lesu, mengantuk, mimpi yang
tidak biasa, dan vertigo, sakit
kepala dan halusinasi.
2.261 GI : Diare, mual, mulut
kering.

40

2.262

Efek samping lain :

Gangguan penglihatan,
disorientasi, gangguan memori
jangka pendek, emosi yang
labil, psikosis.
2.263 Reaksi yang merugikan :
trombositopenia, edema, paru
paru, laringospasme.
2.264
3. Kolinergik
2.265

Obat kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan

efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis
kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik.
2.266

Dosis 2.268

Kegunaan

2.271 Betanek 2.272 D : PO : 10- 2.273

Untuk

ol

Obat 2.267

2.269

Monitoring

2.274

Pemakaian
Obat ini merangsang

2.270

Efek Samping

2.275

Menimbulkan stimulasi

50 mg b.i.d

meningkatkan

reseptor kolinergik

umum kolinergik, berupa

sampai q.i.d

berkemih,

muskarinik untuk

banyak keringat, salivasi,

dapat

meningkatkan keluaran

kemerahan, penurunan

merangsang

urin. Klien mengeluarkan

tekanan darah, mual, nyeri

motilitas

urin kira-kira 30 menit

abdomen, diare dan

41

lambung

sampai 1,5jam setelah

bronkospasme.

minum 1 dosis betanekol,


obat ini juga
meningkatkan peristaltik
dari saluran
2.276 Fisostig 2.277
min

2.278

gastroinsteltinal
2.279

2.281 Pridostig 2.282

2.283

2.284

min

2.280
Memperlambat denyut
jantung dan peningkatan
bisisng usus.
2.285 Gangguan gastrointestinal
yaitu mual, muntah, diare,
kejang abdomen),
bertambahnya saliva dan air
mata, miosis( kontraksi pupil
mata), dan mungkin

2.286

Takrin 2.287

2.288

2.289

hipertensi.
2.290 Lemah dan menjadi toksik
bagi hati, keluhan GIT,
bradikardi, hipotensi, nyeri
kepala dan vertigo.

2.291

42

4. Penghambat Kolinergik
2.292 Obat penghambat berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara
definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik.
Istilah lain dari antagonis kolinergik ini yaitu Kolinolitik. Obat golongan ini aksinya yaitu mengeblok kanal ion,
sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor muskarinik, dan sebagai inhibittor pada reseptor nikotinik dan
muskarinik.
2.293
2.294

Obat 2.295

2.299 Atropin 2.300

Dosis 2.296
D :IM: 0,4

mg
2.301 D : IV: 0,5-2
mg

2.302

Kegunaan

2.297

Monitoring

Pemakaian
Pre bedah 2.303 Mengurangi saliva dan

2.298

Efek Samping

2.304 Dapat menyebabkan mulut

sekresi bronchial.

kering, penglihatan kabur,

Meningkatkan denyut

mata rasa berpasir (sandy

jantung dengan dosis >

eyes), takikardi dan

0,5 mg.

konstipasi. ESO pada SSP


berupa rasa capek, bingung,
halusinasi, delirium yang
berlanjut menjadi depresi,
kolaps sirkulasi, depresi
napas, dan kematian.
2.305
Pada individu tua,
menimbulkan midriasis dan
43

sikloplegia, sehingga
menimbulkan serangan
glaukoma berulang setelah
2.306 Disiklom 2.307D :PO :10-20
in

mg, t.i.d atau

2.308

bowel syndrom

q.i.d
2.311Glikopiro 2.312D: PO:1-2 mg 2.314
lat

Irritable

kondisi penderita tenang.


2.309 Sebagai antispasmodik 2.310 Mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi,

mengantuk.
Prabedah 2.315 Mengurangi sekresi dan 2.316 Perubahan proses berpikir

b.i.d atau q.i.d


2.313 IM :0,1 mg

untuk tukak peptic

konfusi mental,mengantuk,

(prabedah)
2.317 Skopola 2.318 D: PO: 0,5-1
min

mg, t.i.d atau


q.i.d
2.319 D: IM: 0,30,6 mg

ditandai dengan adanya

2.320

Untuk oat

2.321

pusing, kelemahan,.
2.322 Mulut kering, lebih jarang

praanestesi,

rasa kantuk, gangguan

Irritable bowel

penglihatan, obstipasi, iritasi

syndrome,

kulit, dan sampai 3 hari

mabuk

setelah penggunaan juga

perjalanan

timbul mul dan muntah,


nyeri kepala, dan gangguan
keseimbangan.

2.323
2.324

44

2.325 Peran Perawat dalam Pengobatan


2.326 Adapun peran perawat dalam pengobatan yaitu:
1. Melaksanakan pemberian obat kepada pasien sesuai program terapi
dengan menerapkan prinsip 6 benar (klien, obat, dosis, cara, waktu dan
dokumentasi).
2. Mengelola penempatan, penyimpanan dan pemeliharaan dan administrasi
obat di ruangan agar selalu tersedia, siap pakai, tidak rusak, mudah
ditemukan dan tidak kadaluarsa.
3. Memberikan penyuluhan berkaitan dengan obat yang digunakan meliputi
khasiat obat, makanan yang boleh selama terapi, ESO dan cara mengatasi
kepatuhan obat, dampak ketidakpatuhan dan penghentian obat.
4. Mengamati dan mencatat efek samping, efek terapi, efek toksis dari
pengalaman klinis beberapa pasien selama menggunakan obat untuk
5.
6.
7.
8.

bahan masukan dan laporan.


Memastikan bahwa obat yang diberikan adalah benar.
Memastikan obat dikonsumsi oleh pasien.
Memahami respon pasien terhadap konsumsi obat.
Memiliki pengetahuan tentang interaksi obat, efek samping lama kerja

dan program dari dokter.


9. Mengembalikan obat ke bagian farmasi jika obat tidak terbaca jelas.
10. Mendokumentasikan tindakan pemberian obat setelah tindakan dilakukan
Beberapa peran perawat dalam memberikan obat yaitu peran dalam
mendukung keefektifan obat, mengobservasi efek samping obat,
menyiapkan menyimpan dan administrasi obat, melakukan pendidikan
kesehatan tentang obat.
2.327
2.328
2.329
2.330

45

2.331 BAB III


2.332 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN YANG TERPASANG ALAT
MONITORING
2.333
3.1 Pengkajian
1. Riwayat terkait dengan penyebab peningkatan tekanan intrakranial,
seperti

trauma

kepala, tumor

otak, abses, hipoksia, peradangan

selaput/otak, mendapat terapi cairan hipertonik, dan kelebihan cairan


serebrospinal.
2. Pengkajian fisik yang meliputi:
a. Tingkat kesadaran. Pasien

dikaji

sebagai

dasar

dalam

mengidentifikasi Kriteria Skala Koma Glasgow. Pasien dengan


peningkatan TIK memperlihatkan perubahan lain yang dapat
mengarah pada peningkatan TIK berat. Hal ini termasuk perubahan
yang tidak terlihat, perubahan tanda vital, sakit kepala, perubahan
pupil, dan muntah.
b. Pemeriksaan GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum
dan terdapat tiga komponen pemeriksaan, yaitu membuka mata,
respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai
terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien
diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak &tertutup,
tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan
mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali
menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil
pemeriksaan

selanjutnya

untuk

melihat

indikasi

keparahan.

Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan


injuri yang serius (Black & Hawks, 2005).
c. Perubahan pupil dan ocular. Peningkatan tekanan atau menyebarnya
bekuan darah pada otak dapat mendesak otak pada saraf
okulomotorius dan optikal, yang menimbulkan perubahan pupil.

46

d. Perubahan motorik dan sensorik


e. Perubahan tanda vital mungkin tanda akhir dari peningkatan TIK.
Pada peningkatan TIK, frekuensi nadi dan pernapasan menurun dan
tekanan darah serta suhu meningkat. Tanda-tanda spesifik yang
diobservasi termasuk adanya tekanan tinggi pada arteri, bradikardia
dan respirasi tidak teratur serta adanya tanda lain yang memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut. Pernapasan tidak teratur termasuk
pernapasan cheyne stokes (frekuensi dan kedalaman pernapasan
bergantian dengan periode singkat apnea) dan pernapasan ataksia
(pernapasan tidak teratur dengan urutan kedalaman yang acak dan
pernapasan dangkal). Tanda vital pasien berkompensasi selama
sirkulasi otak dipertahankan. Sebagai akibat dari kompresi, sirkulasi
utama mulai gagal, nadi dan pernapasan mulai cepat dan suhu
biasanya meningkat tetapi tidak diikuti pola yang konsisten. Tekanan
nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic) melebar,
keadaan ini berkembang serius. Perubahan cepat pada respons klinik
sebelumnya selalu berada pada periode di mana fluktuasi nadi
menjadi cepat, dengan kecepatan yang bervariasi dari lambat sampai
cepat. Intervensi pembedahan adalah penting untuk mencegah
kematian. Tanda

vital

tidak

selalu

berubah,

pada

keadaan

peningkatan TIK. Pasien dikaji terhadap perubahan tingkat


responsivitas dan adanya syok, manifestasi ini membantu dalam
evaluasi.
f. Keluhan Sakit kepala. Sakit kepala konstan, yang meningkat
intensitasnya, dan diperberat oleh gerakan atau mengejan.
g. Muntah. Muntah berulang dapat terjadi pada peningkatan tekanan
pada pusat refleks muntah di medulla.
2.334
3. Psikososial yang meliputi:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Strategi koping dan penerimaan terhadap kondisi.
2.335

47

4. Pengkajian

pengetahuan : etiologi,

pengobatan,

tanda

dan

gejala

peningkatan tekanan intracranial, tingkat pengetahuan dan kemampuan


membaca.
5. Skala ROM
a. Skala 1
2.336

Jika otot ditekan masih terasa ada kontraksi atau

kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
b. Skala 2
2.337
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok
tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
c. Skala 3
2.338
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan telapak tangan dan jari
d. Skala4
2.339
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang
ringan.
e. Skala 5
2.340

Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang

setimpal.
2.341

Skala diatas pada umumnya dipakai untuk memeriksa

penderita yang mengalami kelumpuhan selain mendiagnosa status


kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada kemajuan yang
diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya apakah terjadi
perburukan pada seseorang penderita.
2.342
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Jaringan tidak efektif berhubungan dengan aliran arteri dan atau
vena terputus.
2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat tindakan
operasi ditandai dengan pasien mengeluh nyeri, tampak meringis dan
berhati-hati saat bergerak.
3. Defisit perawatan diri b.d dengan kelelahan, nyeri.
4. Peningkatan tekan-an intrakranial b.d proses desak ruang akibat
penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)
2.343
3.3 Intervensi
48

1. Perfusi jaringan tak efektif (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau
vena terputus.
Batasan karakteristik:
- Perubahan respon motorik
- Perubahan status mental
- Perubahan respon pupil
- Amnesia retrograde (gangguan memori)
Tujuan dan kriteria hasil:
2.344 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
klien mampu mencapai :
a. Status sirkulasi dengan indikator:
Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam rentang yang
diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tanda PTIK
b. Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
Klien mampu berkomunikasi dengan jelas dan sesuai

kemampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi
Klien mampu memproses informasi
Klien mampu membuat keputusan dengan benar
Tingkat kesadaran klien membaik

2.345 Intervensi
2.347 Monitor Tekanan Intra
Kranial
1. Catat perubahan respon klien
terhadap stimulus / rangsangan
2.348
2.349
2. Monitor TIK klien dan respon
neurologis terhadap aktivitas
2.350
3. Monitor intake dan output
2.351

2.346 Rasional
2.376
1. Dengan mengetahui respon klien
terhadap rangsangan,akan
membantu perawat untuk
mengetahui perfusi jaringan serebral
2. Respon neurologis klien akan
membantu perawat dalam minilai
keefektifan perfusi jaringan
3. Intake dan output klien akan
meningkatkan status sirkulasi dan
perfusi jaringan
4. Suhu akan berpengaruh terhadap

49

2.352
4. Monitor suhu dan angka leukosit
2.353
5. Berikan posisi dengan kepala
elevasi 30-40O dengan leher dalam
posisi netral
6. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK dalam batas
spesifik
2.354
2.355
2.356 Monitoring Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran, kesimetrisan,

status sirkulasi
5. Posisi ini akan mempertahankan
tekanan intracranial otak
6. Obat-obatan akan membantu
mempertahankan TIK klien dalam
batas normal
2.377
2.378
2.379
2.380
1. Pupil adalah indikasi neurologis
klien
2. Kesadaran klien yang baik akan
memperbaiki perfusi jaringan

reaksi dan bentuk pupil


2. Monitor tingkat kesadaran klien
2.357

serebral
3. Tanda-tanda vital klien berpengaruh

2.358

terhadap neurologis klien


4. Nyeri kepala, mual dan muntal

3. Monitor tanda-tanda vital


2.359
4. Monitor keluhan nyeri kepala,
mual, dan muntah
2.360
5. Monitor respon klien terhadap
pengobatan
2.361
6. Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7. Observasi kondisi fisik klien
2.362
2.363
2.364
2.365 Terapi Oksigen (3320)

menandakan adanya gangguan pada


neurologis klien
5. Respon klien terhadap pengobatan,
dapat memberitahu perawat akan
alergi klien terhadap obat
6. Jika TIK meningkat maka akan
berdampak terhadap kesehatan klien
7. Kondisi fisik klien dapat meningkat
seiring dengan normalnya status
sirkulasi dan perfusi jaringan
serebral
2.381
1. Pembersihan jalan napas dapat
meningkatkan penyerapan oksigen,
sehingga perfusi jaringan serebral

50

1. Bersihkan jalan nafas dari sekret


2.366
2.367

meningkat
2. Jalan napas yg efektif akan
mengefektifkan oksigen yang masuk

2.368
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif

sehingga perfusi jaringan serebral


akan normal
3. Pemberian oksigen diperlukan untuk

2.369

meningkatkan perfusi jaringan dan

2.370

status sirkulasi jika oksigen tidak

3. Berikan oksigen sesuai instruksi


2.371
2.372
2.373

memenuhi syarat
4. Aliran oksigen akan meningkatkan
terapi oksigen yang diberikan
5. Penjelasan tersebut akan

4. Monitor aliran oksigen, kanul

memberitahu klien tentang

oksigen, dan humidifier


5. Beri penjelasan kepada klien

pentingnya pemberian oksigen untuk

tentang pentingnya pemberian


oksigen

membantu oksigenasi klien


6. Status oksigenasi klien akan
mengefektifkan perfusi jaringan

2.374
6. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen

serebral
7. Oksigen akan dilepas jika ada
instruksi dari dokter, karena
oksigenasi sangat diperluan dalam

2.375
7. Anjurkan klien untuk tetap

perfusi jaringan serebral

memakai oksigen selama aktivitas


dan tidur
2.382
2. Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik
Batasan karakeristik:
- Laporan nyeri ke-pala secara verbal atau non verbal
- Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
- Tingkah laku ekspresif (gelisah, menangis, merintih)
- Fakta dari observasi: gangguan tidur (mata sayu, menyeringai,

dll).
Tujuan dan kriteria hasil:

51

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 224 jam, klien


dapat:
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator:
Mengenal faktor-faktor penyebab
Mengenal onset nyeri
Tindakan pertolongan non farmakologi
Menggunakan anal-getik
Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim kesehatan.
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri
Lamanya episode nyeri
Ekspresi nyeri; wajah
Perubahan respirasi rate
Perubahan tekanan darah
Kehilangan nafsu makan
3. Tingkat kenyamanan, dengan indikator :
Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi

2.383 Intervensi
2.385 Manajemen nyeri (1400)
1. Kaji

keluhan

karakteristik,

nyeri,

lokasi,

onset/durasi,

frekuensi, kualitas, dan beratnya


nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan

2.384 Rasional
2.390
1. Hal ini dapat membantu dalam
proses pengontrolan nyeri
2.391
2. Respon tersebut akan berpengaruh
terhadap tingkat nyeri klien

secara verbal dan non verbal.


2.392
3. Pastikan klien menerima perawatan
3. Analgesik dapat mengurangi nyeri
analgetik dg tepat.
yang dirasakan klien
4. Gunakan strategi komunikasi yang
4. Dengan komunikasi yang efektif,
efektif untuk mengetahui respon
perawat dapat mengetahui tingkat
penerimaan klien terhadap nyeri.
nyeri yang dirasakan klien.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan
5. Evaluasi
ditujukan
untuk
kontrol nyeri
mengetahui
keefektifan
2.386
2.387
pengontrolan nyeri yang telah

52

6. Monitoring perubahan nyeri baik


aktual maupun potensial.
2.388
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.
2.389
.
8. Ajarkan
penggunaan
teknik
relaksasi sebelum atau sesudah nyeri

dilakukan.
6. Perubahan

nyeri

mempengaruhi

akan
keefektifan

pengontrolan nyeri tersebut


7. Dengan lingkungan yang nyaman
makan nyeri akan terkontrol
8. Teknik relaksasi dapat mengontrol

berlangsung.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan

nyeri yang dirasakan klien


2.393
lain untuk memilih tindakan selain 9. Penanganan medis juga diperlukan

obat untuk meringankan nyeri.


10. Tingkatkan istirahat yang adekuat
untuk meringankan nyeri.

untuk mengurangi nyeri


2.394
10. Istirahat

diperlukan

klien

untuk

mengontrol nyeri yang dialami


2.395
3. Defisit perawatan diri b.d dengan kelelahan, nyeri.
Tujuan dan kriteria hasil:
- Setelah diberi motivasi perawatan selama 2x24 jam, mengerti cara
memenuhi ADL secara bertahap sesuai kemampuan, dengan kriteria :
Mengerti secara sederhana cara mandi, makan, toileting, dan

berpakaian serta mau mencoba secara aman tanpa cemas


Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan
dalam memenuhi ADL

2.396 Intervensi
2.398 Membantu perawatan diri klien 2.417
Mandi dan toiletting
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat

2.397 Rasional

1. Agar pasien mampu dengan mudah


melakukan personal hygiene

yang mudah dikenali dan mudah 2.418


dijangkau klien
2.419
2. Libatkan klien dan damping
2. Agar pasien merasa bnyak dukungan
2.399
3. Berikan bantuan selama klien masih
yang diberikan kepadanya.
3. Perawat tetap memantau setiap apa
mampu mengerjakan sendiri
yang dikerjakan pasien,sehingga
53

2.400

perawat

2.401

perkembangan pasien sampai sejauh

2.402

mana.
2.420
1. Agar pasien dapat memakai pakaian

2.403 ADL Berpakaian


1. Informasikan

pada

klien

dalam

secara

dapat

mengetahui

mudah,anjurkan

untuk

memilih pakaian selama perawatan.


memakai pakaian yang ada kancing
2.404
2.405
didepannya.
2. Sediakan pakaian di tempat yang 2. Agar pasien dapat mengambil pakaian
mudah dijangkau.
2.406
3. Bantu berpakaian yang sesuai
2.407
2.408
2.409
4. Jaga privasi klien
2.410
5. Berikan pakaian pribadi yg digemari
dan sesuai
2.411 ADL Makan
1. Anjurkan duduk dan berdoa bersama
teman
2.412
2.413
2. Dampingi saat makan
2.414
2.415
3. Bantu jika klien belum mampu dan
beri contoh

dengan

mudah

dan

dapat

melakukannya sendiri.
3. Agar pasien tidak memakai pakaian
yang ketat atau terlalu terbuka, agar
sirkulasi darah pada tubuh pasien dapt
mengalir dengan lancar.
4. Perawat dapat menghormati privasi
klien
5. Perasaan

pasien

menjadi senang
2.421
2.422
1. Kebutuhan rohani

dapat

pasien

berubah

dapat

terpenuhi, mengajarkan pasien agar


setiap melakukan aktivitas berdoa
terlebih dahulu
2. Perawat dapat mengetahui sampai
sejauh mana pasien dapat melakukan
aktivitas makan sendiri.
3. Agar pasien tidak mengalami risiko
jatuh.
4. Agar pasien dapat menghabiskan

2.416

makanannya dan status gizinya dapat

4. Beri rasa nyaman saat makan


2.423

terpenuhi

54

4. Peningkatan tekan-an intrakranial b.d proses desak ruang akibat penumpukan


cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)
Batasan karakteristik:
Penurunan kesadaran (gelisah, disorientasi)
Perubahan motorik dan persepsi sensasi
Perubahan tanda vital (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
Pupil melebar, reflek pupil menurun
Muntah
Klien mengeluh mual
Klien mengeluh pandangan kabur dan diplopia
Tujuan dan kriteria hasil:
2.424 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 324 jam dapat
mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan
kriteria:
-

Kesadaran stabil (orientasi baik)


Pupil isokor, diameter 1 mm
Reflek baik
Tidak mual
Tidak muntah

2.425 Intervensi
2.426 Rasional
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan 1. Untuk mengetahui adanya perubahan
TIK
2.427
2.428
2.429
2.430
2.431
2. Kaji respon membuka mata, respon
motorik, dan verbal, (GCS)
2.432
2.433
2.434
2.435
2.436
2.437
2.438
2.439
2.440

tingkat

kesadaran

peningkatn

TIK

dan

potensial

adalah

sangat

berguna dalam menentukan lokasi,


penyebaran/luasnya
perkembangan

dan

dari

kerusakan

serebral.
2. Refleks membuka mata menentukan
pemulihan

tingkat

Respon

kesadaran.

motorik

kemampuan

menentukan

berespon

stimulus

eksternal

keadaan

kesadaran

terhadap

dan
yang

indikasi
baik.

Reaksi pupil digerakan oleh saraf

55

2.441
2.442

kranial oculus motorius dan untuk


menentukan

refleks

batang

otak.

3. Kaji perubahan tanda-tanda vital


Pergerakan
mata
membantu
2.443
menentukan area cedera dan tanda
2.444
2.445
awal peningkatan tekanan intracranial
2.446
adalah terganggunya abduksi mata.
2.447
3. Peningkatan sistolik dan penurunan
2.448
2.449
diastolik serta penurunan tingkat
2.450
kesadaran
dan
tanda-tanda
2.451
4. Kaji respon pupil
peningkatan tekanan intrakranial.
2.452
Adanya pernapasan yang irreguler
5. Catat gejala dan tanda-tanda:
indikasi terhadap adanya peningkatan
muntah, sakit kepala, lethargi,
metabolisme sebagai reaksi terhadap
gelisah, nafas keras, gerakan tak
infeksi. Untuk mengetahui tandabertujuan, perubahan mental
6. Tinggikan kepala 30-40 jika tidak
tanda
keadaan
syok
akibat
ada kontra indikasi
2.453
2.454
2.455
7. Hindarkan situasi atau manuver

perdarahan.
4. Untuk mengobservasi respon mata
pasien
5. Agar perawat dan dokter dapat segera
melakukan tindakan dengan cepat

sebagai berikut:
2.459
Masase karotis
2.460
Fleksi dan rotasi leher berlebihan
6. Perubahan kepala pada satu sisi dapat
Stimulasi anal dengan jari,
menimbulkan penekanan pada vena
menahan nafas, dan mengejan
8. Perubahan posisi yang cepat
jugularis dan menghambat aliran
-

2.456
9. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
perubahan posisi
10. Konsultasi dengan dokter untuk
pemberian pelunak feses, jika perlu
11. Pertahankan lingkungan yang tenang
2.457

darah

otak

sehingga

dapat

meningkatkan TIK.
7. Agar peredaran darah pada pasien
yang mengalir menuju ke otak tidak
mengalami

perlambatan

atau

penyumbatan.

56

2.458

2.461

12. Hindarkan

pelaksanaan

urutan 2.462

aktivitas yang dapat meningkatkan 8. Perawat dapat mengetahui perubahan


TIK (misal: batuk, penghisapan,
pengubahan posisi, memandikan)
13. Batasi waktu penghisapan pada tiap
waktu hingga 10 detik
14. Konsultasi dengan dokter tentang
pemberian

lidokain

sebelum penghisapan
15. Pertahankan
ventilasi

yang dirasakan pasien.


9. Agar kebutuhan udara pasien tidak
terganggu
10. Memudahkan proses defekasi
2.463

profilaktik 11. Untuk

mengontrol

dan

tingkat

kecemasan pasien,agar pasien tetap


optimal

rileks
melalui posisi yang sesuai dan 12. Dapat

penghisapan yang teratur


16. Jika diindikasikan, lakukan protokol
atau kolaborasi dengan dokter untuk
terapi obat yang mungkin termasuk
-

sebagai berikut:
Sedasi, barbiturat (menurunkan

laju meta-bolisme serebral)


Antikonvulsan (mencegah kejang)
Diuretik osmotik (menurunkan

edema serebral)
Diuretik
non

osmotik

mengakibatkan

respon

otomatik peningkatan intracranial


2.464
2.465
13.

Agar perawat dapat mengetahui

reaksi pasien.
14. Karena jenis obat lidokain profilatik
merupakan

anestesi

lokal

untuk

mengurangi rasa nyeri pada pasien


15. Agar kebutuhan udara pasien tidak
terganggu

(mengurangi edema serebral)


2.466
Steroid (menurunkan permeabilitas
16. Analgetik memblok lintasan nyeri,
kapiler, membatasi edema serebral)
sehingga nyeri akan berkurang.
17. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan
2.467
masuk dan keluar)
2.468
2.469
2.470
2.471
2.472
2.473
2.474
2.475
-

57

2.476
2.477
17. Menjaga intake cairan eloktrolit yang
keluar dan yang masuk pada pasien.
2.478
2.479
2.480

58

2.481 BAB IV
2.482 PENUTUP
2.483
3.1 Kesimpulan
2.484

Peningkatan tekanan intrakranial atau hipertensi intrakranial

adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan tekanan intrakranial


sebesar > 15 mmHg atau > 250 mmH2O.
2.485
Peningkatan
intrakranial

terjadi

disebabkan

karena

faktor space occupying yang meningkatkan volume jaringan, masalah


serebral, dan edema serebral. Adapun tanda dan gejala dari peningkatan TIK
yaitu penurunan tingkat kesadaran, perubahan pupil, perubahan tanda-tanda
vital, disfungsi motorik dan sensorik, kelainan pengelihatan, sakit kepala,
muntah tanpa nausea dan proyektil, perubahan tekanan darah dan denyut nadi,
perubahan pola pernafasan, perubahan suhu badan, hilangnya refleks batang
otak, serta papiledema.
2.486
Bila peningkatan TIK ini tidak segera diatasi maka dapat
menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya herniasi batang otak dan
diabetes insipidus, sindrom Inappropriate Antidiuretic Hormone.
2.487
Klien dengan PTIK membutuhkan monitoring terhadap cairan
dan elektrolit seperti, manitol, furosemide, terapi barbiturate, dan steroid yang
termasuk kedalam osmo-therapi. Medikasi atau obat-obatan juga diperlukan
untuk mempertahankan tekanan intrakranial dan merupakan salah satu
intervensi yang dilakukan perawat.
2.488
3.2 Saran
2.489

Pemahaman patofisiologi penekanan tekanan intrakranial

membantu perawat melakukan pengamatan penting. Karena otak letaknya


terkurung dalam kerangka yang kaku, penekanan tekanan dalam rongga
tengkorak dapat menghambat aliran darah otak yang bisa berakibat gangguan
fungsi otak yang permanen. Penyebab penekanan tekanan intrakranial
bervariasi, namun bila perawat tidak mendapatkan tanda peringatan pada

59

waktunya, hasil akhir akan berupa pupil yang melebar serta henti napas, yang
biasanya irreversibel akibat penekanan tekanan intrakranial.
2.490
2.491

DAFTAR PUSTAKA
2.492

2.493 Saunders. 2009. AACN Advanced Critical Care Nursing. St. Louis: Elvesier
2.494 Barker, Ellen. 1994. Neurosience Nursing. USA: Mosby
2.495 Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:
EGC
2.496 Mumenthaler, Mark. 1995. Neurology. Jakarta: Bina Rupa Aksara
2.497 Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Trans Info Media
2.498 Smeltzer, susanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
2.499 Corwin, Elizasabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
2.500 Carpenito, Lynda Juall & Moyet. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
edisi 13. Jakarta. EGC.
2.501 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
2.502 Aucker, Lilley. 1999. Pharmacology and Nursing Process second edition.
Mosby.
2.503 Deglin, Judith Hopfer. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat Edisi 4. Jakarta:
EGC
2.504 G.E.,Morgan; Mikhail M.S. Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Jakarta:
EGC
2.505 Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R.1996. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC

60

2.506 Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan
Cedera Kepala dan Stroke. Yogyakarta: Ardana Media.
2.507 Schmitz, Gery. 2003. Farmakologi Dan Toksikologi Edisi 3. Jakarta : EGC
2.508

Townsend, Mary C. 2004. Buku Saku :Pedoman Obat dalam

Keperawatan Psikiatri. Jakarta: EGC

61

Anda mungkin juga menyukai