MONITORING
KELAS A3 (A2014)
ANGGOTA KELOMPOK 2:
Irsa Alfiani
Natalia Haris Krisprimada
Aviati Faradhika
Diana Rachmawati
Titin Paramida
Elvanda Vandina Romanda
Faizah Maulidiyah
Emha Rafi Pratama
Shanti Indah Lestari
Intan Rulinita Sari
Santi Dwi Lestari
Sacharisa Agape
Elisa Maria Wahyuni
131411131003
131411131021
131411131039
131411131060
131411131099
131411133013
131411133019
131411131018
131411131036
131411131075
131411131090
131411133004
131411133028
Fasilitator :
Harmayetty, S.Kp.,M.Kes.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini tepat pada waktunya.Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Neurobehaviour I.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan serta
bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Harmayetty, S.Kp. M.Kes.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan bagi kami pada khususnya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun akan kami terima dengan
senang hati.
Penulis,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada pengguna
kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran
untuk menjaga keselamatan di jalan raya (Baheram, 2007). Lebih dari 50% kematian
disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan bermotor. Angka kejadian
cedera kepala pada laki-laki 58% lebih banyak dibandingkan perempuan. Setiap
tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya
meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).
Cedera kepala karena trauma akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih
kompleks bila dibandingkan dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Hal ini
disebabkan karena struktur anatomikdan fisiologik dari isi ruang tengkorak yang
majemuk, dengan konsistensi cair, lunak dan padat yaitu cairan otak, selaput otak,
jaringan syaraf, pembuluh darah dan tulang (Retnaningsih, 2008). Risiko utama
pasien yang mengalami trauma kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intra cranial (PTIK).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi
atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Klien dengan cedera otak sekunder
akan memakan alat monitoring. Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera
fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang kemudian meninges
juga cairan serebrospinalis. Tanpa perlindungan ini otak akan sangat mudah
mengalami iritasi, goncangan dan cidera. Sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki
lagi. Pada keadaan emergensi dan kritis dapat terjadi kegagalan autoregulasi
pembuluh darah serebral yang sangat tergantung pada CPP (Cerebral Perfusion
Pressure). CPP itu sendiri dipengaruhi oleh MAP (Mean Arterial Pressure) dan TIK
(Tekanan Intrakranial). Peningkatan TIK kerap terjadi pada kondisi kritis.
Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak
(80%), darah (10%), dan cairan serebrospinal (10%). Ketiga komponen tersebut
memberikan kontribusi terhadap tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan volume
komponen
intrakranial
yang
progresif
dapat
menyebabkan
peningkatan
Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien
yang terpasang alat monitoring.
1.2.2
Tujuan Khusus
1) Mengetahui dan memahami managemen PTIK.
2) Mengetahui dan memahami monitoring cairan dan elektrolit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aliran Darah Otak
2.1.1 Aliran Darah Sereberal dan Autoregulasi
Aliran darah serebral sebanding dengan permintaan untuk kebutuhan
metabolisme dari otak. Meskipun hanya 2% dari berat badan,
memerlukan 15-20% kardiak output dalam keadaan istirahat dan 15%
kebutuhan oksigen tubuh. Dahulu diyakini bahwa aliran darah sereberal
tergantung pada tekanan arterial secara pasif. Bagaimana pun otak secara
normal mempunyai suatu kapasitas kompleks untuk mempertahankan
secara konstan aliran darah meskipun berbeda jauh dari tekanan arteri
adalah suatu efek dari suatu autoregulasi. Tekanan arteri rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) 50-150 mmHg tidak merubah aliran darah
menuju serebral pada saat mata autoregulasi. Diluar batas atau regulasi,
aliran darah serebral adalah kondisi akibat asidosis, alkalosis dan
perubahan dalam kecepatan metabolik. Kondisi penyebab alkalosis
(hipokapnia) menyebabkan kontraksi pembuluh darah serebral. Suatu
penurunan kecepatan metabolisme (misalnya hipotermia atau karbiturat)
menurunkan aliran darah serebral dan meningkatnya
kecepatan
intrakranial
(TIK)
adalah
istilah
yang
digunakan
untuk
2.2.1
dilakukan
pada
saat
meningkatnya
TIK.
2.3.1
2.3.2
tekanan
tanpa
peningkatan
TIK
dinamakan
compliance.
peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika komplians otak
berlebihan, TIK meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk
mengurangi tekananpun dimulai (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika
volume darah diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60%
darah otak hilang, gambaran EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah
metabolisme otak, sering mengarah pada hipoksia jaringan otak dan iskemia
(Black&Hawks, 2005).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan
otak melintasi tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke
dalam kanal spinal. Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan
kematian dari kompresi batang otak. Otak disokong dalam berbagai kompartemen
intrakranial. Kompartemen supratentorial berisi semua jaringan otak mulai dari
atas otak tengah ke bawah. Bagian ini terbagi dua, kiri dan kanan yang dipisahkan
oleh falx serebri. Supratentorial dan infratentorial (berisi batang otak dan
serebellum) oleh tentorium serebri. Otak dapat bergerak dalam semua
kompartemen itu. Tekanan yang meningkat pada satu kompartemen akan
mempengaruhi area sekeliling yang tekanannya lebih rendah (Black&Hawks,
2005).
Autoregulasi juga bentuk kompensasi berupa perubahan diameter pembuluh
darah intrakranial dalam mepertahankan aliran darah selama perubahan tekana
perfusi serebral. Autoregulasi hilang dengan meningkatnya 3 TIK. Peningkatan
volume otak sedikit saja dapat menyebabkan kenaikan TIK yang drastis dan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk kembali ke batas normal
(Black&Hawks, 2005).
2.5 Manifestasi Klinis Peninggian Tekanan Intrakranial
1. Penurunan tingkat kesadaran.
Penurunan derajat kesadaran dikarenakan:
10
a. Sebagian besar otak terbentuk dari sel-sel tubuh yang sangat khusus, tetapi
sensitif terhadap perubahan kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak
mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan
daya nalar (kognisi).
b. Fluktuasi TIK akibat perubahan fisik pembuluh darah terminal. Oleh
karena itu, gejala awal dari penurunan derajad kesadaran adalah somnolen,
delirium, dan letargi.
2. Perubahan pupil.
Pada awalnya akan konstriksi kemudian secara progresif akan
mengalami dilatasi dan tidak beraksi terhadap cahaya.
3. Perubahan tanda-tanda vital.
Pada awalnya tekanan darah akan meningkat sebagai respon terhadap
iskemik dari pusat motor di otak, kemudian akan menurun. Denyut nadi akan
cepat dan irregular, temperatur biasanya normal, kecuali infeksi.
4. Disfungsi motorik dan sensorik.
Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanan
traktus piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap selanjutnya
hemiplegia, dekortikasi, dan deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral.
Pada tahap akhir (terminal menjelangmati) penderita menjadi flasid bilateral.
Secara klinis sering terjadi keracunan dengan respon primitif perkembangan
manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple fleksion). Trifleklsi
terjadi akibat aktivasi motoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi otototot fleksor menjauhi rangsang nyeri (otot-otot fleksor dipergelangan lutut,
kaki, dan panggul mengkontraksikan keempat anggota badan kearah badan).
Trirefleks ini merupakan bentuk primitif refleks spinal.
Tanda fokal motor neuron dan sensoris yaitu, hemipareses dan
hemiplegi. Tanda Babinski, Hiperefleksia, rigiditas
motor. Kejang dapat terjadi. Herniasi di atas batang otak yaitu, deserebrasi
dan dekortikasi.
5. Kelainan pengelihatan,
berupa
menurunya ketajaman
penglihatan,
orang
dapat
ada
jika
perbesaran blindspot
PTIK
terjadi
secara
bertahap.
13
penurunan
sekresi
ADH, kelebihan
urin,
Antidiuretic
Hormone
(SIADH) akibat
hipertonic
myelolysis
saline
tetraplegia
solution,
dengan
defisit
hati-hati
nerves
central
kranial.
pontine
Terapi
lain
1. Breathing
2. Circulation and comfort
14
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.7.1
Tatalaksana Umum
Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak
meningkat antara lain:
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi 15 30, dengan tujuan
memperbaiki venous return.
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal. Tekanan darah yang
sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan
darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya
juga akan menyebabkan edema dan peninggian TIK.
3. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit: Hiponatremia akan
menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi
edema.
didapatkan
pada
pemeriksaan
imaging
tidak
didapatkan
massa
16
dibenarkan
kontinu.
Selain
itu,
harus
dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan pada pasien dengan
lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline shift yang signifikan, atau
pada pasien dengan perdarahan ventrikel.
2. Pencitraan (imaging)
17
lebih
mewakili
oksigen
difusi
daripada
metabolisme oksigen.
Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen
jaringan otak, TIK, dan monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan
elektroensefalogram
(EEG)
kontinus,
dikenal
sebagai
monitoring
multimodalitas.
18
Mikrodialisis
Normal
Abnormal
Brain tissue O2
Normal
PbO2 20-40 mmHg
Abnormal
PbO2 < 10-15 mmHg iskemik/ inadekuat O2 delivery atau kebutuhan
berlebihan (excessive demand)
PbO2 > 50 mmHg hiperemia, peningkatan FlO2 atau
ketidakmampuan mengambil/mengikat oksigen
PET
Normal
CMRO2 3,0 ml/100gr/min
CMRglukosa 25mol/100 gr/min
CBF 50 ml/100 gr/min
CBV 4 ml/100 ml
OEF 30-40%
Abnormal
CMRO2 <1,25 ml/100 gr/min
CMRglukosa < 25 mol/100gr/min
CBF < 20 ml/100gr/min iskemik
< 10 ml/100 gr/min infark
CBV < 3 ml/100 ml
OEF > 40% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
< 20% metabolik downregulasi
SjvO2
Normal
60-80%
Abnormal
< 60% inadekuat O2 delivery atau kebutuhan meningkat
>80% hiperemia, atau ketidakmampuan untuk mengikat O2.
2.8.1
beberapa
intraparenkimal,
intraventrikular
tipe
monitor
yaitu
subarakhnoid/subdural,
merupakan gold
monitor
dan
standard dan
intraventrikular,
epidural.
dapat
Tipe
mengukur
19
Tipe Monitor
Intraventrikular
Keuntungan
Kerugian
Gold
standard, Angka infeksi tinggi
pengukuran TIK global, (5%
digunakan
Intraparenkimal
sampai
20%,
TIK
dikalibrasi
setelah
ditempatkan,
penyimpangan
mmHg)
dan Pengukuran
infeksi
ulang
Subarakhnoid/sub
Angka
dural
perdarahan rendah
Epidural
digunakan
Risiko perdarahan lebih Pengukuran
(3
tidak
monitor
intraventrikular
dan
intraparenkimal, kadang
dipakai
pada
pasien
dengan koagulopati
Pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi
dengan menempatkan kateter pada frontal horn ventrikel lateral dengan
memperkirakan titik Kocher, dan disambungkan ke monitor TIK.
2.8.2
serebrospinal.
6. Ensefalopati misal karena hipertensi krisis.
7. Meningitis/ensefalitis yang mengakibatkan malabsorpsi cairan
serebrospinal
Kontraindikasi (relative):
1. Pasien sadar: monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat
2.
3.
4.
5.
mengevaluasi neurologisnya.
Koagulopati atau terapi antikoagulan
Infeksi sistem saraf pusat
Infeksi SCALP
Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel
Infeksi intracranial
Perdarahan intraserebral
Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarachnoid
Kebocoran cairan serebrospinal
Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi
Hilang pemantauan atau kemampuan drainase karena oklusi kateter
21
memiliki efek
BUN Glukosa
+
=Osmolalitas serum
3
18
22
hemorage baru.
Furosemid
Furosemid merupakan obat yang digunakan untuk membuang cairan
berlebih di dalam tubuh. Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh
dapat menyebabkan sesak napas, lelah, kaki dan pergelangan kaki
membengkak. Kondisi ini juga dikenal dengan sebutan edema dan bisa
disebabkan oleh penyakit gagal jantung, penyakit hati dan penyakit ginjal.
Furosemid efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti, edema
karena gangguan jantung, edema yang berhubungan dengan ganguan
ginjal dan sirosis hati, supportive measures pada edema otak, edema yang
disebabkan luka bakar, untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang,
pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan.
Furosemid adalah suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai
diuretik. Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat penyerapan
2.9.4
23
2.10
2.10.1
Obat
Morfi
2.13
2.18
Dosis 2.14
Kegunaan 2.15 Monitoring pemakaian 2.16
Efek samping
IM, IV: 5-15 2.19 Narkotik kuat 2.20
Dapat menimbulkan 2.21 SSP : sedasi, konfusi, sakit
mg, setiap 4
untuk
nyeri
depresi pernapasan,
jam, PRN
yang
berat
ketergantungan fisik,
diberikan untuk
konstipasi. Dapat
meredakan
pusing.
2.22 Mata dan THT: miosis,
nyeri
muntah akibat
Morfin
akibat
IV
jantung
infark
miokardium
bertambahnya kepekaan
vestibular
2.28
Kodei
2.29
15-60 mg,
nyeri yang
nonnarkotik
PRN
ringan sampai
(asetaminofen) untuk
sedang
meredakan nyeri.
2.40
Propo
ksifen
2.41
65 mg
(berbeda-beda)
2.42
Untuk nyeri
yang ringan
2.43
Analgesik lemah.
Senyawa darvon
Darvocet-N mengandung
asetaminofen. Tidak
eksitasi paradoksal
2.45
Mata dan THT :
menimbulkan konstipasi;
sedikit efeknya
menimbulkan
pengelihatan kabur
2.46
KV : Hipotensi
2.47 GI : mual, muntah, nyeri
25
ketergantungan fisik
2.49
Aseta
minofen
2.50
Analgesik
lemah. Senyawa
darvon
mengandung
aspirin, dan
Darvocet-N
mengandung
asetaminofen.
Tidak
menimbulkan
konstipasi;
2.51
Nyeri ringan
sampai sedang
abdomen, konstipasi
2.48
Derm : ruam
2.55
GI : nekrosis hepatik
20 mikrogram/ml.
2.53 Aman untuk dipakai jika
(overdosis)
2.56
Derm : ruam, urtikaria
sedikit efeknya
menimbulkan
ketergantungan
fisik
2.57
26
2. Anastesi
2.58
2.63
Obat
Halot
an
2.59
Dosis 2.60
2.64 Dosis induksi 2- 2.65
Efek Samping
Kontraindikasi pada
4% dan
menurunkan
Mempunyai efek
obstetri. Vasodilatasi
pemeliharaan
tekanan darah.,
bronkodilator.
0,5-2%.
induksi
laringoskopi
intubasi
anestesia hiperventilasi,
sehingga tidak dianjurkan
2.68
Metok 2.69
sifluran
2.73
an
Enflur
2.70
Dapat
2.71
menyebabkan
hipotensi
Dapat
hati.
2.77
Kontraindikasi pada
4,5%
menyebabkan
dikombinasi
hipotensi
dengan O2 atau
campuran N2-
pemulihannya cepat.
O2. Dosis
rumatan 0,5-3 %
27
2.78
Isoflu
ran
volume
2.79 Dosis induksi 3- 2.80
Dapat
2.81
2.82
3,5% dalam O2
menimbulkan
minimal pada
atau kombinasi
distres
kardiovaskular.
N2-O2. Dosis
pemapasan.
rumatan 0,5-3%.
menurunkan resistensi
vaskular sistemik,dan
menurunkan tekanan darah
arteri, depresi napas dan
menekan respons ventilasi
terhadap
hipoksia,meningkatkan TIK,
namun menurunkan
2.83
s oksida
mencapai efek
analgesia, induks
atau
pemeliharaan
anastesia
2.85
2.86
2.87
Pemulihan cepat
Mempunyai efek yang
minimal pada
kardiovaskular.Harus
diberikan bersama-sama
kebutuhan oksigen
2.88
mendepresikan
kontraktilitas otot jantung,
takipnea, peningkatan
tekanan intrakranial (TIK),
penurunan aliran darah renal
2.89
28
Obat
Barbit
urat
2.92
2.97
Dosis 2.93
Kegunaan 2.94 Monitoring Pemakaian 2.95
Efek Samping
S: 20-30 mg, 2.99 Untuk sedatif 2.100
Mulai kerja 15-30 a. Hangover adalah rasa ngantuk
t.i.d.
2.98 H: 100 mg, PO,
h.s., 150-200 mg,
IM
dan tidur..
mengakibatkan kerusakan
menimbulkan anestesi
umum.
waktu reaksi.
b. Overdosis tidak sengaja pada
lansia dan ibu hamil, biasanya
dengan gejala kelesuan,
kesulitan berfikir, kelambatan
bicara, mengantuk, napas
pendek, kehilangan
keseimbangan, koma dan
kematian.
c. Ketergantungan obat.
d. Kesulitan bernapas pada bayi
waktu lahir jika ibu konsumsi
29
barbiturat.
e. Memabukkan dengan gejala
depresi pernapasan, TD turun,
kelelahan, demam, iritabilitas,
pusing, konsentrasi
turun,bingung, gangguan
2.101 Sekob
arbital
t.i.d.
2.103
H: 100 mg,
2.106
koordinasi.
TIO turun
TD dan CO turun
Depresi pernapasan
Alergi
Reaksi anafilaksis
Iritasi vena dan kerusakan
jaringan sebagai pemicu nyeri.
2.112 Butab
arbital
mg
2.108 S: 40 mg, t.i.d. 2.110 Untuk sedasi
2.109 H: 40-1600
dan tidur.
mg, h.s.
2.113 S: 15-30 mg,
t.i.d.
2.114
dan tidur.
2.117
A: 6
Depresi pernapasan
Alergi
Reaksi anafilaksis
Iritasi vena dan kerusakan
mg/kg/hari atau
180 mg/m2
dalam dosis
terbagi 3
2.115 H: 50-150 mg,
2.119 Fluraz
epam
h.s.
2.120 H: 5-30 mg,
h.s.
Untuk
insomnia.
H: 5-30 mg,
h.s.
2.121
mg, h.s.
2.126
Untuk
insomnia.
2.130
Untuk
insomnia.
Mimpi buruk
Mulut kering dan pahit
Sakit kepala ringan
Vertigo, mual, muntah, diare
Cemas, mudah tersinggung
2.123
Waktu paruh 10 jam. a. Berkurangnya koordinasi otot
dan motorik
Mulut kering dan pahit
Sakit kepala ringan
Vertigo, mual, muntah, diare
Cemas, mudah tersinggung
Euphoria, halusinasi
Kelelahan
Mengantuk
Hati-hati pada pasien dengan
PPOK
2.133
2.134
31
2.135
2.136
2.137
4. Perangsang Sistem Saraf Pusat
2.138 Banyak obat-obat yang dapat merangsang ssp, tetapi yang pemakaiannnya disetujui secara medis
terbatas hanya pada pengobatan narkolepsi, gangguan penurunan perhatian (GPP) pada anak-anak, obesitas,
dan pemulihan distres pernapasan. Kelompok utama dari perangsang SSP adalah amfetamin dan kafein yang
merangsang korteks serebri dari otak, analeptik dan kafein yang bekerja pada batang otak dan medulla untuk
merangsang pernapasan, dan obat-obat yang menimbulkan anoreksia yang bekerja pada tingkat tertentu pada
korteks serebri dan hipotalamus untuk menekan napsu makan.
2.139
Obat 2.140
Dosis 2.141
2.147
2.142
Monitoring
Narkolepsi 2.148
Pemakaian
Dosis harus minimal
Kegunaan
untuk mengendalikan
gejala GPP.
2.149
Toksisitas SSP dan
sehari untuk
gangguan
terjadi.
2.143
Efek Samping
2.150
penurunan
32
perhatian
(GPP), naikkan
2.151
GU :
impontensia,peningkatan
libido.
Derm : urtikaria
Lain-lainnya :
2.152 Benzfeta 2.15325-50 mg, q.d 2.154
min
2.157
sampai t.i.d
Dietil
propion
2.162
Mirip
Amfetamin.
2.159
Tidak
2.155
Kategori kehamilan
diminum selama
penunjang untuk
kehamilan). Potensial
untuk disalahgunakan.
75 mg kapsul
mengubah
yang dilepas
denyut jantung
kehamilan
lambat, 1/hari
Kafein 2.163 Bayi dan A :
dan tekanan
2.164
Dipakai
ketergantungan psikologis
2.156 Berkurangnya berat badan
2.165
Diberikan melalui
5-10 mg/kg
selang nasogastric ,
pada hari
lahir dengan
intramuscular atau
teratur
2.161 Gugup, gelisah, insomnia,
palpitasi jantung, hipertensi
33
pertama;
apnea untuk
intravena
kemudian 2,5
merangsang
epigastrik.
mg/hari
pernafasan;
2.168
meningkatkan
denyut jantung
dan tekanan
darah.
2.169
2.169.1 Obat-obat Sistem Saraf Perifer
1. Adrenergik
2.170 Obat adrenergik merupakan obat yang memacu atau meningkatkan syaraf adrenergik. Oleh karena
itu obat-obat yang bekerja secara agonis adrenergik ini beraksi menyerupai neurotransmitternya, yaitu noradrenalin. Agonis adrenergik juga dinamakan dengan Adrenomimetik. Obat-obat yang bekerja dengan cara ini
bereaksi dengan reseptor adrenergik, yaitu reseptor adrenergik & reseptor adrenergik .
2.171
Obat 2.172
Dosis 2.173
1
Berbeda-beda
1
2.178
, 2 ;
D: IV, IM, SK:
Kegunaan
2.174
Monitoring
Pemakaian
2.180Pada pasien
2.175
Efek Samping
syok
hipovolemia, metabolic
nonhipovolemi
k, henti
hipercapnia harus
aritmia, hipertansi,
jantung,
0,2-1 mL dari
anafilaksis
1:1000
sebelum pemberian
dilakukan.
2.181
Hindari pada pasien
dengan
pheochromocytoma.
2.182 Gunakna dengan hatihati pada pasien yang
menderita arrhythmias
atau tachycardia,
Printzmetal's angina,
gangguan
thromboembolic, pasien
dengan riwayat occlusive
vascular disease,
hipertensi, pada pasien
yang lebih tua dan pasien
pengidap DM.
2.187 Pemberian obat harus
dalam keadaan
syok.
penghentian pemakaian
Merupakan
35
mL dalam
vasokontriktor
menyebabkan hipotensi
dekstrose 5%
kuat,
yang berat
hiper-reaktif ( misalnya
atau normal
meningkatkan
pasien hipertiroid )
salin, 2-12
tekanan darah
menyebabkan hipertensi
/menit
dan curah
jantung
2.192
Dalam memberikan
Untuk menghentikan
peningkatan tekanan
pengobatan dopamin
diastolik
berat
2.197 Dapat menyebabkan
2.198
36
edrin
Obat bebas
kongesti hidung
(beberapa)
peningkatan konsentrasi
lipoprotein, trigliserida,
serum
2.202
bernapas, aritmia.
Efeknya dapat
menyebabkan
peningkatan kekuatan
naikkan secara
kontraksi miokardium
2.203 (efek inotropik positif)
bertahap; tidak
melebihi 40
/kg/menit
2.206 Isoprotel 2.207 1 , 2 ; 2.208 Untuk pasien
enol
dalam keadaan
Inhal: 2-3
dekompensasi
semprotan, Iv:
jantung, payah
5 /menit
kongesti
sampai 20
(meningkatkan
/menit
aliran darah
positif)
2.209
Nonselektif 2.211 palpitasi, takikardi, nyeri
2.210 Efeknya menyebabkan
kepala dan muka merah.
denyut jantung meningkat
Kadang kadang terjadi
aritmia dan serangan angina,
terutama pada pasien dengan
penyakit arteri koroner.
Inhalasi isoproterenol dosis
miokardium
dan curah
jantung)
2.216 Untuk pasien
2.217
2.218
dalam keadaan
bronkospasme
hipokalemia, hipertensi,
kesulitan bernapas, irama
g/menit,
naikkan secara
bertahap; tidak
melebihi 80
/menit
2.219
2. Penghambat Adrenergik
2.220 Obat penghambat adrenergik merupakan obat-obat yang kerjanya yaitu menghambat kerja atau
efek dari neurotransmitter utama yaitu nor-epinefrin. Obat golongan ini dapat juga disebut dengan Adrenolitik.
Penghambatan efek dari obat-obat ini kebanyakan dengan cara mengeblok reseptor adrenergik, maka dapat juga
disebut dengan Blocker. Obat-obatannya dapat dibagi berdasarkan kerja terhadap reseptornya.
2.221
Obat 2.222
Dosis 2.223
Kegunaan
2.224
Monitoring
Pemakaian
2.230
2.225
Efek Samping
25 mg, q.i.d.
2.228 bayi baru
lahir: 1-2 mg/kg
selama 10 menit
dalam kondisi
angina
gangguan
pembuluh
darah tepi,
peptikum
hipertensi
2.233 Prazozin 2.234 ; D: PO: 1- 2.235 Untuk pasien
2.236
2.237
5 mg, t.i.d.;
dalam kondisi
tidak melebihi
hipertensi
edema perifer.
20 mg/hari
2.238 Propanol 2.239 1 , 2 ;
ol
2.240 D: PO:
2.243
2.244
Bradikardia, hipotensi,
dalam kondisi
hipertensi,
aritmia, angina
dapat berbeda-
pectoris, pasca
beda
2.241 D: IV: 1-3
infark
miokardium
mg, dapat
diulang jika
perlu
2.245 Metoprol 2.246 1 ; D: PO: 2.247 Untuk pasien
ol
dalam kondisi
2.248
39
100-450 mg,
hipertensi,
q.i.d.; q rata-
angina, pasca
rata 50 mg
infark
b.i.d.
miokardium
tidur.
2.250
CV : Gagal jantung,
hipotermia, impotensi)
2.251
Efek berturut-turut :
Bronkospasme.
2.252
GI : Diare, konstipasi.
2.253
metabolik : Bisa
memproduksi hiper- atau
hipoglikemia, perubahan pada
serum kolestrol & trigliserid.
2.254 Reaksi yang merugikan :
trombositopenia, edema,
2.258
laringospasme
2.259CV : Bradikardi, hipotensi,
mempercepat parahnya gagal
jantung, akral dingin, hipotensi
2.260SSP: Pusing, letih, depresi,
lesu, mengantuk, mimpi yang
tidak biasa, dan vertigo, sakit
kepala dan halusinasi.
2.261 GI : Diare, mual, mulut
kering.
40
2.262
Gangguan penglihatan,
disorientasi, gangguan memori
jangka pendek, emosi yang
labil, psikosis.
2.263 Reaksi yang merugikan :
trombositopenia, edema, paru
paru, laringospasme.
2.264
3. Kolinergik
2.265
Obat kolinergik berarti obat-obat tersebut dapat berikatan dengan reseptor dan dapat menimbulkan
efek. Obat-obatan disini berarti aksinya menyerupai neurotransmitter utama yaitu asetilkolin. Istilah agonis
kolinegik ini juga dapat disebut dengan kolinomimetik atau parasimpatomimetik.
2.266
Dosis 2.268
Kegunaan
Untuk
ol
Obat 2.267
2.269
Monitoring
2.274
Pemakaian
Obat ini merangsang
2.270
Efek Samping
2.275
Menimbulkan stimulasi
50 mg b.i.d
meningkatkan
reseptor kolinergik
sampai q.i.d
berkemih,
muskarinik untuk
dapat
meningkatkan keluaran
kemerahan, penurunan
merangsang
motilitas
41
lambung
bronkospasme.
2.278
gastroinsteltinal
2.279
2.283
2.284
min
2.280
Memperlambat denyut
jantung dan peningkatan
bisisng usus.
2.285 Gangguan gastrointestinal
yaitu mual, muntah, diare,
kejang abdomen),
bertambahnya saliva dan air
mata, miosis( kontraksi pupil
mata), dan mungkin
2.286
Takrin 2.287
2.288
2.289
hipertensi.
2.290 Lemah dan menjadi toksik
bagi hati, keluhan GIT,
bradikardi, hipotensi, nyeri
kepala dan vertigo.
2.291
42
4. Penghambat Kolinergik
2.292 Obat penghambat berarti melawan, yaitu melawan dari aksi neurotransmitter : asetilkolin. Secara
definitif berarti obat yang menghambat atau mengurangi aktifitas dari asetilkolin atau persyarafan kolinergik.
Istilah lain dari antagonis kolinergik ini yaitu Kolinolitik. Obat golongan ini aksinya yaitu mengeblok kanal ion,
sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor muskarinik, dan sebagai inhibittor pada reseptor nikotinik dan
muskarinik.
2.293
2.294
Obat 2.295
Dosis 2.296
D :IM: 0,4
mg
2.301 D : IV: 0,5-2
mg
2.302
Kegunaan
2.297
Monitoring
Pemakaian
Pre bedah 2.303 Mengurangi saliva dan
2.298
Efek Samping
sekresi bronchial.
Meningkatkan denyut
0,5 mg.
sikloplegia, sehingga
menimbulkan serangan
glaukoma berulang setelah
2.306 Disiklom 2.307D :PO :10-20
in
2.308
bowel syndrom
q.i.d
2.311Glikopiro 2.312D: PO:1-2 mg 2.314
lat
Irritable
mengantuk.
Prabedah 2.315 Mengurangi sekresi dan 2.316 Perubahan proses berpikir
konfusi mental,mengantuk,
(prabedah)
2.317 Skopola 2.318 D: PO: 0,5-1
min
2.320
Untuk oat
2.321
pusing, kelemahan,.
2.322 Mulut kering, lebih jarang
praanestesi,
Irritable bowel
syndrome,
mabuk
perjalanan
2.323
2.324
44
45
trauma
kepala, tumor
dikaji
sebagai
dasar
dalam
selanjutnya
untuk
melihat
indikasi
keparahan.
46
vital
tidak
selalu
berubah,
pada
keadaan
47
4. Pengkajian
pengetahuan : etiologi,
pengobatan,
tanda
dan
gejala
kekenyalan ini berarti otot masih belum atrofi atau belum layu.
b. Skala 2
2.337
Dapat mengerakkan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus bengkok
tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak
c. Skala 3
2.338
Dapat menggerakkan otot dengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakkan telapak tangan dan jari
d. Skala4
2.339
Dapat bergerak dan dapat melawan hambatan yang
ringan.
e. Skala 5
2.340
setimpal.
2.341
1. Perfusi jaringan tak efektif (spesifik serebral) b.d aliran arteri dan atau
vena terputus.
Batasan karakteristik:
- Perubahan respon motorik
- Perubahan status mental
- Perubahan respon pupil
- Amnesia retrograde (gangguan memori)
Tujuan dan kriteria hasil:
2.344 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
klien mampu mencapai :
a. Status sirkulasi dengan indikator:
Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam rentang yang
diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tanda PTIK
b. Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
Klien mampu berkomunikasi dengan jelas dan sesuai
kemampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi
Klien mampu memproses informasi
Klien mampu membuat keputusan dengan benar
Tingkat kesadaran klien membaik
2.345 Intervensi
2.347 Monitor Tekanan Intra
Kranial
1. Catat perubahan respon klien
terhadap stimulus / rangsangan
2.348
2.349
2. Monitor TIK klien dan respon
neurologis terhadap aktivitas
2.350
3. Monitor intake dan output
2.351
2.346 Rasional
2.376
1. Dengan mengetahui respon klien
terhadap rangsangan,akan
membantu perawat untuk
mengetahui perfusi jaringan serebral
2. Respon neurologis klien akan
membantu perawat dalam minilai
keefektifan perfusi jaringan
3. Intake dan output klien akan
meningkatkan status sirkulasi dan
perfusi jaringan
4. Suhu akan berpengaruh terhadap
49
2.352
4. Monitor suhu dan angka leukosit
2.353
5. Berikan posisi dengan kepala
elevasi 30-40O dengan leher dalam
posisi netral
6. Kelola obat obat untuk
mempertahankan TIK dalam batas
spesifik
2.354
2.355
2.356 Monitoring Neurologis (2620)
1. Monitor ukuran, kesimetrisan,
status sirkulasi
5. Posisi ini akan mempertahankan
tekanan intracranial otak
6. Obat-obatan akan membantu
mempertahankan TIK klien dalam
batas normal
2.377
2.378
2.379
2.380
1. Pupil adalah indikasi neurologis
klien
2. Kesadaran klien yang baik akan
memperbaiki perfusi jaringan
serebral
3. Tanda-tanda vital klien berpengaruh
2.358
50
meningkat
2. Jalan napas yg efektif akan
mengefektifkan oksigen yang masuk
2.368
2. Pertahankan jalan nafas tetap
efektif
2.369
2.370
memenuhi syarat
4. Aliran oksigen akan meningkatkan
terapi oksigen yang diberikan
5. Penjelasan tersebut akan
2.374
6. Monitor respon klien terhadap
pemberian oksigen
serebral
7. Oksigen akan dilepas jika ada
instruksi dari dokter, karena
oksigenasi sangat diperluan dalam
2.375
7. Anjurkan klien untuk tetap
dll).
Tujuan dan kriteria hasil:
51
2.383 Intervensi
2.385 Manajemen nyeri (1400)
1. Kaji
keluhan
karakteristik,
nyeri,
lokasi,
onset/durasi,
2.384 Rasional
2.390
1. Hal ini dapat membantu dalam
proses pengontrolan nyeri
2.391
2. Respon tersebut akan berpengaruh
terhadap tingkat nyeri klien
52
dilakukan.
6. Perubahan
nyeri
mempengaruhi
akan
keefektifan
berlangsung.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan
diperlukan
klien
untuk
2.396 Intervensi
2.398 Membantu perawatan diri klien 2.417
Mandi dan toiletting
1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat
2.397 Rasional
2.400
perawat
2.401
2.402
mana.
2.420
1. Agar pasien dapat memakai pakaian
pada
klien
dalam
secara
dapat
mengetahui
mudah,anjurkan
untuk
dengan
mudah
dan
dapat
melakukannya sendiri.
3. Agar pasien tidak memakai pakaian
yang ketat atau terlalu terbuka, agar
sirkulasi darah pada tubuh pasien dapt
mengalir dengan lancar.
4. Perawat dapat menghormati privasi
klien
5. Perasaan
pasien
menjadi senang
2.421
2.422
1. Kebutuhan rohani
dapat
pasien
berubah
dapat
2.416
terpenuhi
54
2.425 Intervensi
2.426 Rasional
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan 1. Untuk mengetahui adanya perubahan
TIK
2.427
2.428
2.429
2.430
2.431
2. Kaji respon membuka mata, respon
motorik, dan verbal, (GCS)
2.432
2.433
2.434
2.435
2.436
2.437
2.438
2.439
2.440
tingkat
kesadaran
peningkatn
TIK
dan
potensial
adalah
sangat
dan
dari
kerusakan
serebral.
2. Refleks membuka mata menentukan
pemulihan
tingkat
Respon
kesadaran.
motorik
kemampuan
menentukan
berespon
stimulus
eksternal
keadaan
kesadaran
terhadap
dan
yang
indikasi
baik.
55
2.441
2.442
refleks
batang
otak.
perdarahan.
4. Untuk mengobservasi respon mata
pasien
5. Agar perawat dan dokter dapat segera
melakukan tindakan dengan cepat
sebagai berikut:
2.459
Masase karotis
2.460
Fleksi dan rotasi leher berlebihan
6. Perubahan kepala pada satu sisi dapat
Stimulasi anal dengan jari,
menimbulkan penekanan pada vena
menahan nafas, dan mengejan
8. Perubahan posisi yang cepat
jugularis dan menghambat aliran
-
2.456
9. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
perubahan posisi
10. Konsultasi dengan dokter untuk
pemberian pelunak feses, jika perlu
11. Pertahankan lingkungan yang tenang
2.457
darah
otak
sehingga
dapat
meningkatkan TIK.
7. Agar peredaran darah pada pasien
yang mengalir menuju ke otak tidak
mengalami
perlambatan
atau
penyumbatan.
56
2.458
2.461
12. Hindarkan
pelaksanaan
urutan 2.462
lidokain
sebelum penghisapan
15. Pertahankan
ventilasi
mengontrol
dan
tingkat
rileks
melalui posisi yang sesuai dan 12. Dapat
sebagai berikut:
Sedasi, barbiturat (menurunkan
edema serebral)
Diuretik
non
osmotik
mengakibatkan
respon
reaksi pasien.
14. Karena jenis obat lidokain profilatik
merupakan
anestesi
lokal
untuk
57
2.476
2.477
17. Menjaga intake cairan eloktrolit yang
keluar dan yang masuk pada pasien.
2.478
2.479
2.480
58
2.481 BAB IV
2.482 PENUTUP
2.483
3.1 Kesimpulan
2.484
terjadi
disebabkan
karena
59
waktunya, hasil akhir akan berupa pupil yang melebar serta henti napas, yang
biasanya irreversibel akibat penekanan tekanan intrakranial.
2.490
2.491
DAFTAR PUSTAKA
2.492
2.493 Saunders. 2009. AACN Advanced Critical Care Nursing. St. Louis: Elvesier
2.494 Barker, Ellen. 1994. Neurosience Nursing. USA: Mosby
2.495 Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:
EGC
2.496 Mumenthaler, Mark. 1995. Neurology. Jakarta: Bina Rupa Aksara
2.497 Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Trans Info Media
2.498 Smeltzer, susanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
2.499 Corwin, Elizasabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
2.500 Carpenito, Lynda Juall & Moyet. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
edisi 13. Jakarta. EGC.
2.501 Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definition & Classification, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
2.502 Aucker, Lilley. 1999. Pharmacology and Nursing Process second edition.
Mosby.
2.503 Deglin, Judith Hopfer. 2005. Pedoman Obat untuk Perawat Edisi 4. Jakarta:
EGC
2.504 G.E.,Morgan; Mikhail M.S. Penuntun Praktis Anestesi. cetakan I. Jakarta:
EGC
2.505 Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R.1996. Farmakologi Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC
60
2.506 Rosjidi, Cholik Harun dan Saiful Nurhidayat. 2009. Buku Ajar Perawatan
Cedera Kepala dan Stroke. Yogyakarta: Ardana Media.
2.507 Schmitz, Gery. 2003. Farmakologi Dan Toksikologi Edisi 3. Jakarta : EGC
2.508
61