Anda di halaman 1dari 85

MAPPING HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL

(HUKUM PERSERIKATAN BANGSA BANGSA)


Pengarang : Prof. Dr. Sumaryo Suryokusumo, S.H., LL.M

Di Susun Oleh :
Nadia Ayu Pratiwi

E1A114072

Suci Linggawati

E1A114074

Febriansyah

E1A114076

Nadia Chossy Ulul Azzmy

E1A114078

Fahmi Nur Wicaksono

E1A114080

Bela Dini Hapsari

E1A114082

Muhammad Bayu Dewantoro

E1A114084

Rizka Siwi Dwi Saputri

E1A114086

Tiara Nadhira

E1A114088

Agus Wahyu

E1A114090
KELAS E

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM

IB
T
P
E
A
B
N
U
N
T
B
JS
R
S
D
A
T
U
S
R
A
E
T
H
A
E
U
N
N
B
M
U
J
L
A
E
D
H
G
N
A
U
O
A
T
N
I
N
P
(
S
O
R
T
E
P
U
IK
B
O
N
T
B
Y
K
S
)
IE
A
N
K
P
G
D
H
U
A
M
A
K
L
U
A
R
K
M
A
IS
P
IN
B
T
A
G
E
S
R
A
N
M
A
R
A
S
P
IP
B
O
B
B
N
A
L

BAB I
PENDAHULUAN
A. Batasan Hukum Organisasi Internasional (PBB)
Hukum PBB ini utamanya didasarkan instrumen pokoknya (constituent
instrument) yang disebut piagam (charter) yang terdiri dari seperangkat norma-norma
hukum yang mengatur tentang prinsip-prinsip dan tujuan, keanggotaan, tugas dan
kekuasaan badan-badan utamanya, termaksud pengambilan keputusan masingmasing, sanksi-sanksi bagi negara anggota yang melakukan pelanggaran dan
ancaman perdamaian serta tindakan agresi. Hukum organisasi internasional PBB ini
hanya menyangkut organisasi-organisasi internasional tingkat pemerintahan, oleh
karena itu organisasi internasional PBB ini dapat disebut sebagai organisasi
internasional publik.
Ketentuan-ketentuan mengenai hak penentuan nasib sendiri (the right to self
determination) bagi bangsa dan wilayah yang termuat didalam Piagam PBB sangatlah
dijiwai oleh ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Covenant Liga Bangsa-Bangsa.
Demikian juga pada waktu Covenant itu dirumuskan melalui Konferensi Perdamaian
di Paris 1919-1920, ketentuan-ketentuan mengenai hal yang sama banyak
dipengaruhi oleh usul-usul pokok yang dicetuskan oleh Woodrow Wilson yang pada
waktu itu yang kedudukannya sebagai Presiden Amerika Serikat.
B. PBB Merupakan Subek Hukum Internasional Yang Mempunyai Personalitas
Hukum
Yang dimaksud dengan subyek dari suatu sistem hukum adalah semua yang
menurut ketentuan hukum diakui mempunyai kemampuan untuk bertindak. Di dalam
hukum internasional subyek-subyek tersebut meliputi negara dan organisasi
internasional seperti PBB serta kesatuan-kesatuan lainnya. Dengan demikian setiap
organisasi internasional seperti PBB mempunyai personalitas hukum (legal

personality) dalam hukum internasional. Tanpa personalitas hukum maka PBB tidak
akan mampu untuk melakukan tindakan yang bersifat hukum. PBB sebagai subyek
hukum internasional sudah dapat diterima secara luas oleh banyak wewenang hukum
antara lain Mahkamah Internasional dalam kasus Reparation for Injuries Suffered in
the Service of the United Nation Case in 1949.
PBB memiliki suatu personalitas hukum di dalam hukum internasional.
Personalitas hukum ini mutlak penting guna memungkinkan PBB berfungsi dalam
hubungan internasional, khususnya kepastiannya untuk melaksanakan fungsi hukum
seperti membuat kontrak, perjanjian-perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan
tuntutan dengan negara lainnya. Walaupun personalitas hukum bagi sesuatu
organisasi internasional itu tidak dicantumkan dalam instrumen pokoknya, sebagai
subyek hukum internasional, organisasi internasional tersebut tidak perlu kehilangan
personalitas hukum, karena organisasi internasional tersebut akan mempunyai
kapasitas untuk melakukan prestasi hukum sesuai dengan aturan dan prinsip-prinsip
hukum internasional. Dengan adanya personalitas hukum itu maka organisasi
internasional akan dapat mengembangkan dan memperluas fungsinya dalam eangka
mencapai tujuan-tujuan utamanya.
C. Instrument Pokok (Constituent Instrument)
Piagam PBB yang merupakan instrumen pokok dari badan tersebut dirumuskan
oleh 50 negara dalam Konferensi PBB mengenai Organisasi Internasional di San
Francisco yang diadakan dari tanggal 25 April sampai 26 Juni 1945, piagam itu
ditanda tangani pada tanggal 26 Juni 1945 oleh wakil-wakil dari 50 negara tersebut.
Piagam PBB tersebut kemudian telah diberlakukan pada tanggal 24 Oktober 1945
dimana negara-negara peserta konferensi tersebut telah meratifikasinya. Sesuai
dengan ketentuan dalam Piagam PBB semua negara anggota PBB yang telah
meratifikasi Piagam PBB dengan sendirinya (ipso facto) menjadi pihak pada statuta

Mahkamah Internasional. Dengan demikian Piagam dan Statuta, keduanya


merupakan satu kesatuan instrumen.
Dalam perkembangannya sejak PBB berdiri tanggal 24 Oktober 1945, piagam
telah mengalami perubahan melalui beberapa amandemen yang telah disetujui
bersama oleh semua negara anggotanya dalam persidangan Majelis Umum PBB.
Walaupun terdapat perubahan-perubahan yang mendasar yang menyangkut
ketentuan-ketentuan dalam piagam PBB yang akan berpengaruh terhadap perlunya
amandemen-amandemen terhadap Piagam tersebut dalam kenyataannya hingga kini
belum dilakukan.
D. Tujuan dan Prinsip Yang Diatur Dalam Piagam PBB
Tujuan pembentukan organisasi PBB adalah:
1. Untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
2. Untuk mengembangkan hubungan bersahabat diantara semua Negara yang
didasarkan atas hak persamaan.
3. Untuk mencapai kerjasama internasional dalam menyelesaikan masalahmasalah ekonomi, social, budaya atau perikemanusiaan serta untuk
meningkatkan dan mendorong dihormatinya hak azasi manusia serta
kebebasan yang mendasar untuk semuanya tanpa membedakan ras, suku,
bahasa maupun agama.
4. Menjadi pusat penyelarasan tindakan-tindakan yang akan diambiloleh semua
Negara dalam mencapai tujuan bersama.
PBB dan anggotanya akan bertindak sesuai dengan prinsio-prinsip berikut ini:
1. Prinsip persamaan kedaulatan (sovereign equality) bagi semua anggotanya.
2. Untuk menjamin hak-hak semua Negara anggota PBB termasuk keuntungan
yang diperoleh dari keanggotaan mereka di organisasi tersebut.
3. Semua Negara anggota PBB juga harus menyelesaikan pertikaian
internasional mereka dengan cara damai.
4. Penggunaan kekerasan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik
suatu Negara ataupun dengan cara apapun juga yang bertentangan dengan
tujuan-tujuan PBB.
4

5. Sebaliknya tidak diperbolehkan untuk memberikan bantuan kepada sesuatu


Negara, dimana PBB sedang melakukan tindakan pencegahan atau
mengenakan sanksi.
6. PBB akan menjamin bahwa Negara-negara yang bukan anggota PBB juga
akan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip PBB, sejauh hal itu diangap
perlu dalam rangka pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
7. PBB tidak mempunyai kewenangan atau untuk meminta Negara-negara
anggota PBB untuk menyampaikan masalah semacam itu.
E. Persetujuan Mengenai Markan Besar PBB (U.N. Headquarters Agreement)
Untuk keperluan melaksanakan tugasnya dan mewujudkan tujuan-tujuannya
Sekretaris Jendral PBB telah membuat persetujuan dengan mentri luar negri amerika
serikat untuk mendirikan markas besar PBB di new york pada tanggal 26 Juni 1947
yang dikenal sebagai Headquarter agreement dan kemudian disahkan oleh Majelis
Umum PBB pada tanggal 31 Oktober 1947. Dalam pasal V Headquarters Agreement
1947 telah merinci siapa saja yang dapat dikelompokan sebagai Resident
Representatives to the United Nations, seperti mereka yang berpangkat duta besar
atau menteri berkuasa penuh. Persetujuan- persetujuan mengenai markas besar PBB
juga telah dibuat dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang terdapat di
dalam pasal 104 dan 105 Piagam PBB, termasuk beberapa persetujuan mengenai
pemberian keistimewaan dan kekebalan di negara bukan anggota PBB.

APFTM
EIK
NET.UAX
J
G
PURM
TK
DA
K
EURLBPISQ
LS
RATUENO
SPELI
NTUAM
ID
ASBTYEK
LNATSUIERB
IEU
NATLVG
SRTNUEILAFM
ATSNUF
EM
,M
IG
TSAUH
UIN
JCG
TO
NSFP
K
ILEAG
NULRSAB
LB
SIAM
G
ISDTG
P
ADEIM
UENAFR
M
AJ
RNG
M
NE
JUSFK
IUFEL
M
LDNUTI
NSI
PAG
SBNG
ISUB
G
PAIEM
NCDUB
BAM
IR
ANP
BI
DSB
TA
R
M
A
IS
I

S
EA
K
O
PBM
W
T
O
U
D
IEX
R
A
J
M
BD
IPV
TG
ER
K
U
EIH
K
A
SO
TK
SO
R
U
LIN
EG
C
ITO
A
M
D
IU
SR
C
PEA
TP
U
O
EBY
JA
N
R
PBTLU
SO
ER
M
O
BEY
ITD
SLA
U
R
SM
N
O
IA
M
G
E-O
STPA
D
SID
N
EA
P
D
EN
LR
M
U
I
R
BESD
M
IESB
N
A
U
LA
D
G
H
M
S
K
A
IP
H
W
M
A
N
O
BPG
C
SR
BA
IK
N
IB
D
A
O
N
D
G
N
I
G
E
G
S
R
O
U
P
S

P
M
H
K
R
A
E
J
P
S
N
G
IE
U
O
T
L
A
I
U
J
U
S
I
A
U
N
M
S
U
M
E
S
P
U
A
B
B
T
U
M
A
S
A
L
A
H
O
L
E
H
S
E
S
U
A
T
U
N
E
G
A
R
A

BAB II
MAJELIS UMUM
PERSERIKATAN BANGSA BANGSA
Majelis Umum PBB merupakan salah satu Badan Utama PBB diantara lima
Badan Utama lainnya yaitu Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial
(ECOSOC), Mahkamah Internasional, Dewan Perwalian dan Sekretariat. Majelis
Umum juga merupakan Badan Utama PBB yang paling besar dan penting
dibandingkan dengan Badan-Badan Utama lainnya, karena bukan saja sebagai satusatunya badan yang diwakili oleh semua anggota PBB, tetapi juga sebagai badan
paripurna (plenary body) bagi sistim PBB secara keseluruhan, karena Majelis Umum
akan menerima laporan dari Kelima Badan dibawahnya.
Majelis Umum terdiri dari semua Negara anggota PBB, beberapa Negara yang
bukan anggota PBB dan organisasi inteeernasional dan regional bisa hadir sebagai
peninjau (observers) untuk menghadiri Sidang Majelis Umum hanya sebagai tamu.
Majelis Umum akan menyelenggarakan sidang umumnya setiap tahun dimulai pada
hari Selasaketiga dalam bulan September dan di dalam permulaan sidangnya akan
menetapkan tanggal penutupan sidangnya atas rekomendasi Komite Umum (General
Committee) yang merupakan salah satu dari Komite Prosedural Majelis Umum PBB.
A. Tugas dan Fungsi Majelis Umum PBB
Majelis Umum PBB mempunyai kewenangan yang sifatnya sangat umum dan
bukan bersifat khusus. Tugas dan fungsi Majelis Umum PBB sebagaimana
dituangkan di dalam ketentuan-ketentuan Pasal 10-17 Piagam PBB dapat
digolongkan dalam beberapa kategori :
1. Fungsi Deliberatif (Deliberative Function)

Tugas Majelis Umum PBB mempunyai lingkup yang luas karena badan
tersebut membicarakan semua masalah seperti masalah-masalah politik,
keamanan, ekonomi, sosial, peri-kemanusiaan, masalah dekolonisasi, administrasi
dan anggaran PBB, masalah hukum dan lain-lain. Fungsi deliberatif ini
menyangkut tugas untuk memperoleh fakta-fakta dan keterangan yang diperlukan
untuk perdebatan di Majelis Umum PBB dan perdebatan itu bisa saja keluar dari
yang dibicarakan demi tercapainya rekomendasi. Rekomendasi tersebut juga
untuk memajukan kerjasama internasional di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan,
pendidikan kesehatan dan membantu pelaksanaan hak-hak azasi manusia dan
kebebasan yang mendasar bagi semua manusia tanpa membedakan ras, jenis
kelamin, bahasa atau agama.
2. Fungsi Elektif (Elective Function)
Dalam rangka fungsi elektif ini, Majelis Umum PBB akan mengadakan
pemilihan keanggotaan dari berbagai badan seperti keanggotaan tidak tetap
Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi dan Sosial, Dewan Perwalian dan masuknya
negara baru PBB.
3. Fungsi Konstitutif (Constitutional Function)
Majelis Umum PBB juga mempunyai wewenang untuk mengadakan
perubahan-perubahan Piagam dimana keputusan untuk itu diperlukan duapertiga
mayoritas suara dari anggotanya dan ratifikasi dari duapertiga anggota PBB
termasuk dari anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Disamping itu Majelis
Umum PBB juga mempunyai hak untuk menetapkan sendiri aturan tata cara nya
(Rules of Procedure of the General Assembly). Dalam sidangnya yang pertama
Majelis Umum PBB untuk pertama kalinya telah menetapkannya berdasarkan
suatu rancangan yang termuat dalam laporan Komite Persiapan PBB. Kemudian
dalam sidangnya yang sama Majelis Umum PBB juga telah membentuk
Committee on Procedure and Organization yang terdiri dari 15 anggota untuk
10

merumuskan aturan tata cara Majelis Umum PBB yang kemudian telah disetujui
oleh Majelis Umum PBB dalam tahun 1947 dan Rules of Procedure tersebut telah
diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1948.

4. Fungsi Keuangan, Anggaran dan Administrasi (Finacial, Budgetary and


Administrative Functions)
Semua pembiayaan PBB akan ditanggung oleh semua anggotanya dan
ditetapkan oleh Majelis Umum PBB. Majelis Umum PBB juga akan
membicarakan dan menyetujui setiap pengaturan tentang keuangan dan anggaran
PBB dan jumlah kontribusi yang harus dibayar oleh anggotanya, termasuk setiap
pengaturan keuangan dan anggaran dengan Badan-Badan Khusus PBB (United
Nations Specialized Agencies). Disamping itu Majelis Umum PBB juga akan
mempelajari anggaran administrasi Badan-Badan Khusus tersebut agar dapat
memberikan rekomendasi kepada Badan-Badan Khusus yang bersangkutan.
Majelis Umum PBB juga mempunyai tugas untuk mengawasi pekerjaan
sekretariat PBB dan menentukan cara-cara kerja, termasuk peraturan-peraturan
bagi Sekretaris Jenderal PBB dalan mengangkat para staff.
5. Fungsi Quasi Legislatif (Quasi Legislative Function)
Resolusi yang disetujui oelh Majelis Umum PBB dapat pula berisi
rekomendasi kepada seluruh anggotanya untuk menjadi pihak dari sesuatu
Konvensi misalnya seperti Genocide Convention 1948 dan Convention Relating
to the Status of Refugees 1951, Implementation by States of the Provisions of the
Vienna Convention on Diplomatic Realtions dan lain-lain.
6. Fungsi Supervisi (Supervisory Function)

11

Majelis Umum PBB akan menerima dan membahas laporan-laporan baik dari
Dewa Keamanan maupun dari Badan-Badan Utama PBB lainnya. Majelis Umum
juga membahas Laporan Tahunan Dewan Keamanan yang diterimanya termasuk
Laporan Khusus yang membuat tindakan-tindakan yang telah diputuskan atau
telah

diambil

dalam

rangka

pemeliharaan

perdamaian

dan

keamanan

internasional. Disamping itu Majelis Umum juga membahas laporan-laporan dari


Badan-Badan Utama PBB lainnya seperti Dewan Ekonomi dan Sosial
(ECOSOC), Mahkamah Internasional dan Dewan Perwalian termasuk Laporan
Tahunan Sekretaris Jenderal PBB.
7. Fungsi Penyelesaian Sengketa Secara Damai (Peaceful Settlement of Dispute
Function)
Majelis Umum PBB dapat membicarakan setiap persoalan atau masalah dan
membuat rekomendasi baik kepada anggotanya maupun Dewan Keamanan PBB
mengenai tindakan yang perlu diambil.
8. Fungsi Institusional (Institutional Function)
Majelis Umum PBB mempunyai kewenangan untuk membentuk badan-badan
subsider yang dianggap perlu guna melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam tahun
1947 misalnya, Majelis Umum telah membentuk Komisi Hukum Internasional
(International Law Commission) dalam rangka mendorong perkembangan hukum
internasional dan kodifikasinya atas dasar Pasal 13(1)(a) Piagam PBB.
9. Fungsi Pembuat Hukum (Law-Making Function)
Tujuan pembentukan Komisi Hukum Internasional bukan saja untuk
meningkatkan perkembangan kemajuan (progressive development) hukum
internasional tetapi juga untuk membuat kodifikasinya. Yang dimaksudkan
dengan

perkembangan

kemajuan

hukum

internasional

adalah

untuk

mempersiapkan rancangan konvensi, perjanjian atau instrumen internasional


12

lainnya yang berkaitan dengan masalah-masalah yang harus diatur oleh hukum
internasional atau mengenai hukum yang belum cukup berkembang dalam
praktek negara-negara.
B. Pembatasan Tugas Dan Fungsi Majelis Umum PBB
(i)

Pasal 2 ayat (7) menyatakan bahwa dalam Piagam PBB tidak ada
ketentuan yang dapat memberikan otorisasi kepada PBB untuk
mencampuri masalah-masalah yang pada dasarnya ada di dalam yurisdiksi
nasional sesuatu negara atau untuk meminta negara-negara anggota
menyampaikan masalah-masalah tersebut untuk diselesaikan menurut
piagam ini PBB, tetapi azas ini tidak akan mengurangi kemungkinannya
dalam hal penerapan tindakan-tindakan pemaksaan yang dilakukan dalam
rangka Bab VII Piagam.

(ii)

Pasal 12 ayat (1); pada waktu Dewan Keamanan PBB menjalaskan


tugasnya dalam hal terjadinya situasi dan perselisihan tugasnya yang
ditetapkan oleh Piagam PBB, Majelis Umum PBB tidak bisa memberikan
sesuatu rekomendasi yang berkenaan dengan situasi dan perselisihan
tersebut, kecuali apabila Dewan Keamanan menghendakinya.

C. Perluasan Tugas Dan Fungsi Majelis Umum PBB (Expanding Role)


Fungsi ekstra Majelis Umum PBB ini pada hakekatnya merupakan perkembangan
baru yang terjadi diluar piagam sejak tahun 1950 dimana Majelis Umum PBB telah
menyetujui suatu resolusi yang disebut Uniting for Peace Resolution (secara
residual, ultra vires mengenai wewenang yang menyangkut pemeliharaan perdamaian
dan keamanan internasional yang menurut Pasal 24 Piagam PBB sebenarnya
merupakan tanggung jawab utama, (primary responsibility) Dewan Keamanan.
Fungsi tambahan tersebut antara lain meminta agar dalam waktu 24 jam Majelis
Umum membicarakan situasi atau konflik yang mengancam perdamaian dan

13

keamanan internasional apabila Dewan Keamanan gagal dalam mengambil keputusan


karena ada salah satu atau lebih negara anggota dewan keamanan menolaknya (veto).
Fungsi tambahan bagi kewenangan Majelis Umum PBB ini dapat dianggap sebagai
tanggung jawab secara residual (residual responsibility) terhadap usaha-usaha
pemeliharaan dan perdamaian internasional dalam hal Dewan Keamanan gagal dalam
mengambil keputusan terhadap situasi dan konflik yang memang mengancam
perdamaian dan keamanan internasional.
D. Aturan Dan Tata Cara Persidangan Majelis Umum PBB (Rules of Procedure
of the General Assembly)
Majelis Umum PBB juga mempunyai apa yang disebut sebagai Aturan-Aturan
Tata Cara Majelis Umum PBB (Rules of Procedure of the General Assembly).
Dalam persidangan-persidangan Majelis Umum PBB disamping ketentuan didalam
piagam yang dianggap sebagai sumber hukum, juga digunakan Rules of Procedure
tersebut yang lebih rinci dalam mengatur berbagai permasalahan seperti cara-cara
penyelenggaraan persidangan, cara-cara pemilihan baik keanggotaan maupun
jabatan-jabatan dalam berbagai badan, pemungutan suara, pengajuan amandemen
terhadap rancangan resolusi dan lain-lain. Status rules of procedure semacam ini bisa
dianggap sebagai hukum acara yang akan digunakan dalam persidangan-persidangan
Majelis Umum PBB termasuk badan-badan subsidernya.
E. Keputusan Majelis Umuim PBB
Keputusan Majelis Umum sesuai dengan Piagam PBB dapat digolongkan dalam
dua kategori, yang menyangkut masalah-masalah penting (important questions) dan
masalah-masalah lainnya termasuk penentuan kategori-kategori tambahan:
1. Mayoritas suara simple majority (1/2 + 1) termasuk usaha untuk menjadikan suatu
masalah biasa menjadi masalah penting (Pasal 18 ayat 3 Piagam PBB)

14

2. Mayoritas absolut (absolute majority) (2/3) mengenai masalah-masalah penting


yang diatur di dalam Pasal 18 ayat 2 Piagam PBB.
Keputusan Majelis Umum PBB juga dapat dilakukan tanpa melalui pemungutan
suara (without vote) dalam hal masalah tersebut bisa diambil melalui Konsensus,
Unanimity, Acclamation. overwhelming majority sebutan bagi keputusan yang
sudah dilakukan melalui pemungutan suara yang dimana hampir seluruhnya
menyetujuinya.
F. Kekuatan Resolusi Majelis Umum PBB
Resolusi Majelis umum tidak mempunyai kekuatan mengikat, melainkan hanya
bersifat rekomendasi, resolusi ini berhubungan dengan hal-hal diluar (external
setting). External corporis, namun ada beberapa pengecualian yang sifatnya bisa
mengikat. Dilain pihak resolusi-resolusi Majelis Umum PBB yang ada kaitannya
kedalam interna coporis, bersifat mengikat (binding).
1. Internal setting / Interna Corporis (binding, non recommendatory):
a. Resolusi yang menyetujui pemasukan mata-mata acara`(items) yang diusulkan
oleh negara-negara anggotanya kedalam agenda Majelis Umum PBB (Plcaing
item on the agenda);
b. Resolusi-resolusi yang berkaitan dengan pemilihan baik untuk keanggotaan
maupun jabatan-jabatan dalam badan-badan PBB termasuk perubahan Piagam
serta yang berkaitan dengan masalah-masalahg administrasi dan anggaran
PBB (constituent, elective, institutional and administrative functions) seperti :
-

Masuknya negara anggota baru PBB.

Pengangkatan Sekjen PBB.

Pemilihan keanggotaan dari berbagai badan/lembaga.

15

Pemilihan anggota tidak tetap Dewan Keamanan.

Penetapan anggaran, indeks di dalam scale of assessment.

Amandemen terhadap piagam PBB.

Pemilihan jabatan di dalam Badan-badan (chairman, Vice Chairman,


Repporteus dll).

2. External Setting / Externa Corporis (moral and political force);


Disamping resolusi-resolusi yang sifatnya recommendatory, juga ada yang
bersifat non-recommendatory. Namun demikian dalam hal-hal tertentu juga bisa
bersifat mengikat secara hukum (legally binding) seperti :
a. Resolusi terentu yang mencontohkan adanya fakta-fakta dan situasi hukum
yang konkrit (kenyataan hukum dan fakta-fakta dari situasi tertentu seperti
Resolusi 1542 (XV) yang menyatakan bahwa :
-

Wilayah-wilayah Portugal di Afrika yang merupakan Non-Self Governing


Territories dalam arti Bab XI Piagam PBB dan bukan wilayah
metropolitan.

Portugal memiliki kewajiban hukum untuk melaporkan tentang wilayahwilayah tersebut kepada Sekjen PBB (Psaal 73 [e] Piagam PBB)

b. Resolusi-resolusi tertentu meskipun tidak membentuk Hukum Internasional


tetapi

menegaskan

kembali

adanya

aturan-aturan

hukum

kebiasaan

internasional dan menyatakan prinsip-prinsip hukum secara umum yang dapat


menjadi sumber hukum internasional.
c. Resolusi-resolusi tertentu mengenai perdamaian dan keamanan internasional
seperti Resolusi Majelis Umum PBB 377a(V) mengenai Uniting for Peace
Resolution.
16

d. Resolusi-resolusi tertentu yang menyatakan adanya persetujuan dari kalangan


anggotanya (multilateral executive agreement).
e. Resolusi-resolusi yang memuat tentang kekuatan mengikatnya instrumeninstrumen lainnya diluar Piagam PBB.
G. Struktur Organisasi Majelis Umum PBB
Majelis Umum PBB terdiri dari Sidang Pleno, Komite-komite Utama yang
berjumlah sekarang ada enam, Komite Prosedural yang terdiri dari Komite Umum
dan Komite Surat-Surat Kepercayaan serta Komite tetap yang terdiri dari Komite
Kontribusi dan Komite Penasihat mengenai Masalah-masalah Anggaran dan
Administrasi.
1. Sidang Pleno
Dihadiri oleh semua negara anggotanya yang kini sudah mencapai 193 negara
dan akan diadakan setiap tahunnya dimulai dari hari Selasa ketiga bulan
September. Berdasarkan rekomendasi Komite Umum yang merupakan salah satu
bagian dari Majelis Umum PBB, akan mengumumkan tanggal penutupannya pada
permulaan sidangnya. Sidang pleno tersebut biasanya akan berlangsung selama
100 hari dimana dalam permulaan sidangnya selama kurang lebih 2 minggu akan
digunakan untuk menyampaikan pidato umum dari pada ketua Delegasi anggotaanggota PBB.
Forum sidang pleno ini akan merupakan pembahasan terakhir untuk
mengesahkan semua hasil pembahasan dari sidang-sidang yang diadakan oleh
badan-badan lainnya yang menjadi bagian dari Majelis Umum PBB. Disamping
itu di sidang pleno ini pula Majelis Umum PBB juga akan mengesahkan laporanlaporan yang disampaikan oleh Badan-Badan Utama PBB lainnya, termasuk
laporan dari Sekretaris Jenderal PBB mengenai organisasi kerja PBB.
2. Komite-komite Utama

17

Semua komite-komite utama berjumlah tujuh, kemudian dirubah menjadi


enam Komite, karena adanya penggabungan Komite Politik Khusus dengan
Komite IV Dekolonisasi. Komite-komite Utama ini dihadiri oleh semua anggota
PBB, tetapi dalam tingkat lebih rendah dibandingkan partisipasi keanggotaan
dalam sidang Pleno Majelis Umum PBB yang mempunyai tingkat partisipasi
lebih tinggi. Setiap Komite-komite Utama akan dipimpin oleh seorang Ketua
yang berasal dari Negara-negara dari kelompok regional yang diatur sebagai
berikut:
a. Kelompok Negara-Negara Afrika memperoleh 2 Ketua;
b. Kelompok Negara-Negara Asia memperoleh 1 Ketua;
c. Kelompok Negara-Negara Eropa Barat dan Lain-lain, mendapat 1 Ketua;
d. Kelompok Negara-Negara Eropa Timur memperoleh 1 Ketua;
e. Kelompok Negara-Negara Amerika Latin dan Karibia mendapat 1 Ketua.
Komite Utama terdiri dari Komite I, Komite II, Komite III, Komite IV
(Gabungan Komite Politik Khusus dan Dekolonisasi) Komite V dan Komite VI.
a. Komite I
Komite ini menangani masalah-masalah politik dan keamanan, termasuk
pengaturan persenjataan yang meliputi antara lain sesudah tahun 1948 Komite
ini secara khusus membahas masalah-masalah yang menyangkut perlucutan
senjata, masalah-masalah yang bukan mengenai perlucutan persenjataan
dialihkan kepada Komite Politik Khusus.
b. Komite II
Komite ini menangani masalah-masalah ekonomi dan keuangan termasuk
bantuan tehnik dan pekerjaan dari Badan-Badan Khusus PBB.
18

c. Komite III
Komite ini mengadakan tinjauan mengenai masalah-masalah sosial,
kebudayaan, dan Hak Azazi Manusia, termasuk pula pekerjaan dari BadanBadan Khusus yang menyangkut bidang yang sama.
d. Komite IV
Komite ini membahas masalah tentang pemberian kemerdekaan bagi wilayahwilayah perwalian dan jajahan atau lazim disebut masalah dekolonisasi.
Dalam perkembangannya komite ini kemudian digabungkan dengan Komite
Politik Khusus karena hampir tidak ada lagi masalah-masalah dekolonisasi
dibicarakan oleh komite tersebut. Pada mulanya Komite Politik Khusus ini
dibentuk pada tahun 1948 sebagai Komite Ad Hoc dengan partisipasi seluruh
anggotanya untuk membahas masalah Palestina yang kemudian dipertahankan
sebagai tambahan Komite Utama untuk membantu Komite I yang banyak
menangani masalah-masalah politik.
e. Komite V
Komite ini mengurus masalah-masalah administrasi dan anggaran dari PBB.
f. Komite VI
Komite ini membicarakan masalah-masalah hukum termasuk perkembangan
kemajuan hukum internasional beserta kodifikasinya.
Tujuh Komite Utama tersebut masing-masing akan memiliki anggota bironya
yang terdiri dari seorang Ketua, dua orang Wakil Ketua dan seorang Rapporteur
menurut sistem perwakilan geografis secara berimbang. Jabatan-jabatan tersebut
tidak dapat dipegang oleh dua orang yang mempunyai satu kewarganegaraan

19

Di dalam melakukan tugasnya apabila dianggap perlu maka komite utama


dapat membentuk kelompok Kerja Ad Hoc atau Panitia Perumus untuk
menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi oleh Komite dan rapat-rapat
kelompok kerja atau panita perumus terbuka untuk semua anggota.Komite
Prosedural
Terdiri dari dua Komite yaitu Komite Umum dan Komite Surat-Surat
Kepercayaan:
a. Komite Umum :

Presiden Majelis Umum PBB

21 Wakil Presiden MU-PBB :

6 wakil dari Kelompok Negara-negara Afrika;

5 wakil dari Kelompok Negara-negara Asia;

1 wakil dari sebuah negara di Eropa Timur;

3 Wakil dari Kelompok Negara-negara Amerika Latin dan Karibia;

2 wakil dari Kelompok Negara-negara Eropa barat & lain-lain;

Wakil dari Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB.

b. Komite Surat-Surat Kepercayaan


Terdiri dari 9 Anggota yang akan ditunjuk oleh Majelis Umum atas usul
Presiden Majelis Umum pada permulaan sidang. Surat-surat Kepercayaan
tersebut memuat Daftar nama Delegasi Negara-Negara anggota PBB yang
sudah harus disampaikan kepada Sekretaris Jenderal PBB.
3. Komite Tetap

20

Terdiri dari dua Komite yaitu Komite Kontribusi dan Komite Penasihat Tentang
Masalah-masalah Anggaran dan Administrasi, yang keduanya merupakan badan
subsider yang bersifat permanen yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB untuk
urusan administrasi dan anggaran.
a. Komite Kontribusi
Dibentuk oleh Majelis Umum PBB yang bertugas memberikan nasehat atau
saran kepada Majelis Umum PBB mengenai pembiayaan PBB dan
pembagiannya diantara negara-negara anggotanya, termasuk penilaian
terhadap anggota baru. Juga memiliki wewenang untuk merekomendasi atau
memberi saran mengenai skala kontribusi kepada Badan-badan Khusus PBB
jika diminta.
b. Komite Penasihat Tentang Masalah-masalah Anggaran dan Administrasi
Dibentuk oleh Majelis Umum PBB dan bertanggung jawab terhadap
penelitiaan anggaran PBB yang dilakukan oleh expert termasuk anggaran
administrasi

dari

Badan-badan

Khusus.

Beranggotakan 16 anggota yang juga dipilih oleh Majelis Umum PBB untuk
masa 3 tahun.
H. Badan-Badan Subsider Majelis Umum PBB.
1. Subsidiary and Ad Hoc Bodies :
a. Ad Hoc Committee on the Indian Ocean.
b. Ad Hoc Committee on a Comprehensive and Integral International
Convention on the Protection and Promotion of the Rights and Dignity of
Persons with Disability.

21

c. Ad Hoc Working Group of the General Assembly on the Integrated and


Coordinated Implementations of Follow Up to Major United Nations
Conferences and Summits in the Economis and Social in the Economic
and Social Fields.
d. Committee on Conferences.
e. Committee on Informations.
f. Committee on Relations with the Host Country.
g. Committee on the Exercise of the Inalienable Rights of the Palestinian
People.
h. Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (COPUOS).
i. Conference on Disarmament (CD).
j. Special Committee on Peacekeeping Operations.
2. Ad Hoc Open-Ended Working Groups:
a. High level Open-Ended Working Group on the Financial Situations of the
United Nations.
b. Open-Ended

Working

Group

on

the

Questions

of

Equitable

Representations And Increase in the Membership of the Security Council.


c. Open-Ended AD Hoc Working Group in the Causes of Conflict and the
Promotion of Durable Peace dan Sustainable Development in Africa.
3. Advisory Bodies:
a. Advisory Board on Disarmament Matters.

22

b. Advisory Committee of the United Nations Programme of Assistance in


the Teaching, Study, Dissemination and Wider Aprreciation of
International Law.
4. Expert Bodies:
a. Board of Auditors.
b. ICSC
c. ILC
d. Investment Committee.
e. JIU
f. Fanel of External Auditors.
g. United Nations Administrative Tribunal.
h. UNCITRAL.
i. United Nations Joint State Pension Fund.
j. United Nations Human Settlements Programme (U.N.HABITAT).
I. Keikutsertaan dalam Sidang Majelis Umum PBB
Setiap negara anggota PBB mempunyai hak suara, namun apabila sesuatu negara
anggota menunggak pembayaran kontribusinya berturut-turut selama dua tahun, maka
negara tersebut tidak dipekenankan untuk ikut pemungutan suata (voting) kecuali jika
kelalaian pembayaran kontribusi itu benar-benar di luar dari harapannya. Para
peninjau (observer) baik negara maupun organisasi Internasional dapat menghadiri
persidangan, tetapi tidak mempunyai hak suara (voting).

23

Dalam tahu

1974 Majelis Umum PBB telah mengeluarkan Resolusi 3310

(XXIX) tanggal 14 oktober 1974 dimana Majelis Umum PBB untuk pertama kalinya
memperbolehkan partisipasi suatu Gerakan Pembebasan Nasional (National
Liberation Movement) seperti Palestine Liberation Organization (PLO). Namun
demikian, seperti pernah terjadi pada tanggal 16 juni 1974, Majelis Umum PBB juga
telah menyetujui partisipasi wakil dari Cyprus keturunan turki hanya di dalam satu
Komite Utama Majelis Umum PBB yaitu Komite Politik Khusus (Special Political
Committee).
J. Organisasi Persidangan Majelis Umum PBB
Sidang Majelis Umum yang sifatnya reguler tersebut biasanya diadakan di
Markas Besar PBB di New York.Namun dapat pula di adakan di luar New York atas
permintaan anggotanya.Permintaan di ajukan oleh setiap anggotanya sekurangkurangnya 120 hari sebelum sidang reguler itu di tetapkan untuk di buka.
Menanggapi usul untuk mengadakan sidang di luar New York sekertaris jendral PBB
segera memberitahukan kepada seluruh anggotanya, dan apabila dalam waktu 30 hari
mayoritas negara anggota menyetujui usul tsb maka sidang itu bisa dilakukan di luar
New York. Pemberitahuan untuk itu sudah harus diberitahukan oleh Sekeretaris
Jendral PBB, setidaknya 60 hari sebelumnya.Dengan demikian para anggotanya
sudah mulai dapat menyusun komposisi delegasinya termasuk kedudukan dan namanamanya.
Selama Sidang Majelis Umum tersebut belum mempunyai agenda yang resmi,
sementara itu Komite Umum PBB telah mengadakan sidangnya dalam rangka
menentukan (i) Organisasi Persidangan, (ii) Penentuan Agenda dan (iii) Alokasi
semua mata acara pada Komite-Komite Utama Majelis Umum. Agenda sementara
(provisionalagenda) sidang Majelis Umum PBB disiapkan oleh Sekertaris Jendral
PBB dan kemudian disampaikan keseluruh anggota PBB, 60 hari sebelum
pembubaran siding tersebut. Dalam menyusun Agenda Sementara tersebut, Sekertaris

24

Jendral PBB telah memasukan semua mata acara menurut penggolongan sebagai
berikut:
1) Laporan Sekjen PBB mengenai Organisasi kerja PBB.
2) Laporan dari berbagai Badan Utama seperti Dewan Keamanan, Dewan Ekonomi
dan Sosial, Dewan Perwalian dan Mahkamah Internasional.
3) Semua mata acara yang pencantumannya atas dasar keputusan Sidang Majelis
Umum PBB sebelumnya.
4) Semua mata acara yang diusulkan oleh Badan-Badan Utama PBB lainnya.
5) Semua mata acara yang diusulkan anggota PBB.
6) Semua mata acara yang menyangkut anggaran untuk tahun keuangan yang akan
datang serta laporan keuangan mengenai tahun keuangan yang lalu.
7) Semua mata acara yang oleh Sekertaris Jendral PBB dipandang penting untuk
dibicarakan di Majelis Umum PBB.
8) Semua mata acara yang di usulkan atas dasar pasal 35 ayat 2 Piagam yang
diusulkan oleh Negara-Negara yang bukan Anggota PBB, jika ada.
Mata acara yang telah disusun oleh Sekertaris Jendral PBB dalam Agenda
Sementara tersebut, tidaklah berarti final, karna tidsak menutup kemungkinan bagi
Negara anggotanya untuk megajukan mata-mata acara lainnya seperti:
1. Mata Acara Pelengkap (Supplementary Items)
Dalam rangka Mata Acara Pelengkap ini, setiap anggota maupun Badan Utama
PBB termasuk Sekertaris Jendral PBB, sekurang-kurangnya 30 hari sebelum
pembukaan Sidang Reguler dapat mengajukan usut mencantumkan. Mata Acara
Pelengkap ini. Usul tersebut harus disertai sran mengenai alokasinya di dalam

25

Komite Utama Majelis PBB, data acara tersebut kemudian akan disampaikan di
dalam daftar pelengkap yang akan disampaikan juga kepada semua anggota PBB
sekurang-kurangnya 20 hari sebelum pembukaan siding.
2. Mata Acara Tambahan (Additional Items)
Mata acara ini sifatnya penting dab urgent.Karna itu usul untuk mencantumkan di
dalam Agenda Sidang Reguler Majelis Umum PBB dapat dilakukan kurang dari
30 hari sebelum pembukaan. Dan bahkan bias diajukan selama Persidangan
Majelis Umum, atas keputusan Majelis Umum dengan suara terbanyak dari
Majelis Umum PBB. Namun demikian Mata Acara Tambahan tidak dapat
dipertimbangkan secara satu minggu sejak Mata Acara itu dicantumkan dalam
agenda

dan

suatu

Komite

telah

melaporkan

tentang

masalah

yang

bersangkutan.Kecuali, Majelis Umum PBB memutuskan suara mayoritas 2/3 dari


anggota yang hadir.
K. Biro Majelis Umum PBB
Merupakan pengurus yang terdiri dari Presiden dan 21Wakil Presiden yang setiap
kali dapat mengadakan rapat bersama atau konsultasi dengan berbagai Ketua
Kelompok Regional untuk membicarakan masalah-masalah bersama dalam rangka
memperlancar Majelis Umum PBB.Biro ini juga didalam rapat-rapatnya sering
dihadiri oleh Sekertaris Jendral PBB atau wakil-wakilnya.
1) Presiden Majelis Umum PBB
Di dalam pembukaan Sidang Majelis Umum PBB apabila Presiden yang lama
tidak dapat hadir maka pembukaan tersebut dapat dilakukan oleh ketua delegasi
dari Negara dimana Presiden itu berasal, sampai ada keputusan Majelis Umum
PBB untuk memilih Presiden yang baru. Presiden Majelis Umum PBB yang akan
dipilih oleh Majelis Umum PBB akan memangku jabatan sampai penutupan
siding. Apabila Presiden Majelis PBB karna sesuatu hal tidak dapat memimpin
26

siding maka ia dapat menunjukan salah satu dari 21 Wakil Presiden yang ada
untuk memimpin persidangan. Jika Presiden Majelis PBB tiak dapat menunaikan
tugasnya (karna meninggal dunia) Majelis Umum PBB akan memilih Presiden
lagi sampai pada sia masa jabatan yang tinggal.
2) Wakil Presiden Majelis Umum PBB
Semua Wakil Presiden Majelis Umum PBB yang berjumlah 21 orang akan di pilih
oleh Majelis Umum PBB sampai akhir persidangan. Pemilihan ini akan dilakukan
setelah pemilihan para Ketua dari 7 Komite Utama dengan cara sedemikian rupa
agar dapat menjamin keterwakilannya dalam Komite Umum. Apabila ia
memimpin Sidang Majelis Umum PBB dalam hal Presiden berhalan, ia akan
mempunyai kewajiban dan kekuasaan sebagai Presiden. Sebagaimana juga
Presiden, para Wakil Presiden juga tidak akan ikut dalam pemungutan suara. Pada
umumnya para Wakil Presiden Majelis Umum PBB selama persidangan
berlangsung kurang lebih tiga bulan masing-masing akan memperoleh giliran
untuk memimpin Sidang Majelis Umum PBB.
L. Hasil-Hasil Majelis Umum PBB
Hasil-Hasil yang dicapai dalam persidangan Majelis Umum PBB dapat berupa
keputusan atau resolusi yang di putuskan melalui aklamasi atau pemungutan suara.
a. Keputusan
Pembahasan Mata Acara di Komite-Komite Utama Majelis Umum PBB
dalam hal tidak adanya tanggapan yang luas dari kalangan anggota terhadap mata
acara yang di usulkan sehingga tidak dikeluarkan resolusi apapun kecuali
keputusan yang di keluarkan oleh Ketua Komite Umum setelah berkonsultasi
dengan para anggotanya, sehingga keputusan ini di ambil secara consensus tanpa
pemungutan suara.

27

Keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Komite-Komite Utama termasuk


dari sidang paripurna (pleno) Majelis Umum PBB sendiri masih harus disetujui
yang terakhir oleh Sidang Majelis Umum PBB. Keputusan-keputusan itu kebih
banyak mengikat antara lain keputusan untuk menunda pembahasan mata acara,
untuk memilih presiden dan wakil presiden, dan juga lain sebagainya.
b. Resolusi
Resolusi ini akan terdiri dari duat bagian. Bagian pertama, merupakan
Paragraf Mukadimah (Preambular Paragraphs) sedangkan bagian kedua adalah
Paragraf Operasional (Operative Paragraph). Bagian Mukadimah memuat
beberapa paragraf yang merupakan pertimbangan (konsideran) dalan menelurkan
paragraf-paragraf yang bersifat operasional atau keputusan (diktum). Di dalam
paragraf ini dapat memuat berbagai unsur seperti permintaan, himbauan, seruan,
rekomendasi, keputusan lain dari Majelis Umum PBB baik yang ditujukan kepada
suatu negara, Kelompok Negara, semua Negara, Badan-Badan PBB lainnya
termasuk organisasi internasional lainnya mengenai hal-hal yang menjadi
perhatian banyak Negara Anggota, terutama menjadi perhatian banyak Negara
Anggota, terutama setelah resolusi itu disetujui secara mayoritas.
a. Pengambilan Keputusan Secara Aklamasi
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara aklamasi atau konsesus ini
dikenal dalam sistem PBB sebagai kebiasaan dalam praktek-praktek
persodangan selama ini.Keputusan diambil terhadap persoalan yang bersifat
unum dan menjadi perhatian bersama negara anggota sehingga tidak perlu
diputuskan dengan pemungutan suara. Pengambilan keputusan dengan cara
tersebut tetap diakui sebagai prinsip kebiasaan walaupun hal itu tidak
tercantum baik di dalam Piagam PBB maupun dalam Aturan Tata Cara
Majelis Umum PBB (Rules of Procedure of the General Assembly)
b. Pengambilan keputusan dengan pemungutan suara

28

Pengambilan keputusan yang didasarkan atas pemungutan suara tercermin


didalam pasal 18 Piagam PBB, yang kemudian diperinci didalam Aturan Tata
Cara Majelis (Rule 82-85) dan untuk Komite Utama (Rule 124-133).Didalam
pelaksanaan pemungutan suara dapat dibedakan antara keputusan mayoritas
(simple majority) dan pemungutan rahasia (secret majority).
c. Pemungutan suara secara rahasia (Secret Ballot)
Pemungutan suara secara rahasia dilakukan terhadap pemilihan berbagai
jabatan atau badan didalam hal tidak terdapay calon tunggal atau berbagai
calon yang harus dipilih menurut suara terbanyak yang di tentukan. Hal ini
kerap kali terjadi apabila jabatan atau keanggotaan PBB dialokasikan atau
menjadi jatah dari suatu wilayah regional, tidak dicapai persetujuan untuk
menentukan calon tunggal dari wilayah itu, karena para calon tetap untuk
mempertahankan sikap masing-masing.
M. Pengajuan Sesuatu Masalah Oleh Sesuatu Negara Anggota Untuk
Dibicarakan di Majelis Umum PBB
Suatu negara PBB mempunyai hak untuk mengajukan suatu permasalahan ke
Majelis Umum PBB untuk di bicarakan. Sehubungan dengan maksud tersebut,
Negara yang bersangkutan harus mengirim surat kepada Sekretaris Jendral PBB dan
memintanya untuk masalah tersebut ke dalam Agenda Sementara (Provisional
Agenda). Majelis umum PBB baik sebagai mata acara pelengkap (Supplementary
Item) maupun sebgai mata acara tambahan (Additional Item), tergantung apakah
pengajuan masalah tersebutdilakukan 30 hari sebelum tanggal persidangan regular
atau terlebih dahulu. Jika permintaan itu dilakukan tujuh hari sesudah dimulainya
persidangan Majelis Umum PBB maka akan di putuskan denga 2/3 suara karna halhal itu dianggap sifatnya sangat penting (urgent).
Pada waktu mengajukan permintaan untuk itu, negara tersebut harus
menyertainya dengan suatu ''memorandum penjelasan" (Explanatory Memorandum)
yang merupakan alasan dasar ataupun pandangan mengenai pengajuan masalah yang
diajukan tersebut.Selain itu, dilampirkan rancangan resolusi (Draft resolution)
29

ataupun dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut. Sesuai


dengan pasal 35(2) Piagam PBB negara anggota PBB juga dapat mengajukan
permasalahan untuk dimasukkan sebagai naga acara dalam Agenda Sidang Majelis
Umum PBB. Tetapi sebelumnya negara tersebut harus menyatakan bersedia
menerima kewajiban-kewajiban sebagai akibat penyelesaian secara damai terhadap
permasalahan yang diajukan.
Dalam tahap berikutnya, Komite Umum (General Committee) Majelis Umum
PBB membicarakan agen sementara yang diajukan oleh Sekretaris Jendral PBB dan
sesuai tugasnya Komite Umum akan memutuskan apakah pengajuan mata acara
agenda tersebut bisa direkomendasikan untuk dimasukkan kedalam Agenda
Sementara Majelis Umum PBb atau tidak. Jika permasalahannya sudah disetujui
sebagai mata acara Agenda Majelis umum PBB maka mata acara itu dialokasikan
kepada salah satu Komite Uttana (Main Committee) menurut jenis masalahnya dan
dibahas untuk menghasilkan suatu rancangan. Pada umumnya jika didalam Komite
Umum ramcangan resolusi tersebut telah memperoleh kesepakatan maka Majelis
Umum PBB hanga mengesahkan saja tanpa perdebatan lagi secara substansial.

30

SM
PDUAO
K
AEPBCYULR
IEA
SNCO
UAINLERS
SRFLPATIG
K
NISTFG
T-A
H
IO
YPK
AERNYTSK
YTIU
NAH
RELIFS
ANO
K
FNLI
ERK
AV
IECDO
M
BPE
ITO
M
K
LTR
W
M
ABH
BS
K
IH
LNAEM
A
ILEG
NLAR
DIG
IEDTN
T
AI"G
NRK
PA
O
DIETG
ARINES
O
EST
NIAO
E
LSCAK
NG
EA
SDG
AN
IO
ANTSFL
E
PG
ASO
SAETVBG
K
BO
H
EINM
ABENT
A
PLG
DYS"AB
BAEN
RCS
IUTP
ABR
PITB
BTE
BYS
C
O
U
N
C
I
L

31

P
Y
A
R
K
EFU
A
N
G
PR
A
G
IO
U
N
N
SU
BK
G
S
LA
G
O
G
IA
U
R
SV
TK
EIH
A
LN
C
A
N
IA
T
N
P
EH
A
D
B
G
N
A
N
K
BA
ER
D
A
JR
U
A
BN
A
K
TH
E
A
IN
M
ES
T
N
EJI
G
M
A
E
D
A
IW
R
A
A
R
N
C
C

32

BAB III
KEANGGOTAAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
Dalam Konferensi PBB mengenai Organisasi Internasional (UNCIO) di San
Francisco pada tahun 1945, diadakan perundingan mengenai siapa yang menjadi
anggota utama (original members) dan perumusan pasal-pasal piagam mengenai
keanggotaan PBB. Dalam rangka itu pula kemudian ditetapkan ketentuan-ketentuan
dan pensyaratan tentang masuknya Negara-negara baru (admission of new members),
pembekuan

(suspension)

dan

pengusiran

(expulsion)nsesuatu

Negara

dari

keanggotaannya di PBB. Piagam PBB telah memberikan pensyaratan-pensyaratan


bagi masuknya Negara baru yang memenuhi lima syarat :
1. Negara itu haruslah cinta damai (peace-loving state)
2. Menerima kewajiban-kewajiban sebagaimana dalam piagam
3. Bersedia melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut
4. Memperoleh rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB
5. Pengesahan sebagai anggota baru oleh Majelis Umum PBB melalui dua-pertiga
suara.
A. Prinsip Universalitas Keanggotaan PBB
Pada umumnya memusatkan pada masalah-masalah global, baik mengenai
program yang luas dan kompleks seperti dalam LIga Bangsa-Bangsa (LBB) atau
dalam PBB maupun dalam lingkungan yang terbatas seperti halnya yang terjadi
dalam Badan-Badan Khusus PBB (United Nations Specialized Agencies).
B. Klasifikasi Keanggotaan PBB
1. Kualitatif

33

Piagam PBB memberikan status khusus kepada Negara-negara tertentu


sebagai anggota utama (original members) seperti Negara-negara yang
termasuk di dalam kekuatan sekutu, dan Negara-negara yang pada tanggal 1
maret 1945 telah menyatakan perang dengan salah satukekuatan poros besar.
Negara-negara yang ikut serta dalam Konferensi San Francisco, setelah
menandatangani piagam PBB dan kemudian meratifikasinya bisa digolongkan
sebagai anggota utama. Dalam perundingan di Dumberton Oaks pada waktu
itu ada 9 Negara yang mendatangi Deklarasi tersebut, memutuskan hubungan
dengan kekuatan poros (Axis) dan membantu kepentingan Sekutu, sehingga
atas usul Amerika Serikat mereka kemudian dianggap sebagai associated
states diantara anggota-anggota utama.
2. Kwantitatif
Keputusan mengenai keanggotaan Negara-negara lainnya diluar Negara
anggota utama, baik dalam LBB akan diambil oleh organisasi-organisasi itu
sendiri dengan ketentuan bahwa Negara-negara itu harus memenuhi
pensyaratan dalam instrument pokok masing-masing. Namun pensyaratan
tersebut dalam Convenant LBB berbeda dengan ketentuan yang ada dalam
piagam PBB. Jika Convenant tidak dibatasi pada Negara, melainkan wilayahwilayah yang mempunyai status dominion atau koloni, maka piagam PBB
keanggotaan lainnya itu hanya terbatas pada Negara.
C. Syarat-syarat Keanggota PBB
1. Open to all other peace-loving states
Istilah peace-loving diambil dari pengalaman dan pemikiran tatkala
terjadinya Perang Dunia II. Peace-loving states hakekatnya ditujukan terhadap
Negara-negara yang tidak ikut perang melawan kekuatan poros atau setidaktidaknya anti atau bukan fasis.

34

2. Accept the oblitagations contained in the present Charter


Telah dinyatakan di dalam Rules of Procedure baik dari dewan Keamanan
maupun dari Majelis Umum PBB, permintaan untuk menjadi anggota PBB
haruslah berisi suatu pernyataan resmi (declaration) bahwa Negara itu
menerima kewajiban-kewajiban yang telah digariskan.
3. Ability and willingness to carry out Charter obligations.
Didalam Konferensi San Fransisco masalah ini telah dibahas secara khusus
mengenai

adanya

kemungkinan

bagi

Negara-negara

yang

masih

berstatusnetral untuk menjadianggota PBB, ada dua kasus yang perlu


dikemukakan :
a. Permintaan Bangladesh untuk menjadi anggota PBB yang diajukan
sebelumnya dalam tahun 1972 tidak memperoleh rekomendasi dari Dewan
Keamanan karena veto Cina dengan alasan Bangladesh belum
melaksanakankewajibannya sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Piagam PBB.
b. Permintaan keanggotaan Angola untuk menjadi anggota PBB yang juga
diajukan dalam tahun 1972 yang kemudian juga tidak memperoleh
rekomendasi dari Dewan Keamanan PBB karena veto Amerika Serikat
dengan alasan masih ada campur tangan pasukan Cuba di Negara tersebut
sehingga Angola masih dianggap belum memenuhi kewajibannya sesuai
dengan pasal 4 piagam PBB.
4. Upon the recommendation of the Security Council
Dewan Keamanan memberikan rekomendasi kepada Majelis Umum PBB
untuk menerimanya, dengan syarat apabila disetujui sedikitnya 9 suara
afirmatif dari anggota Dewan Keamanan termasuk persetujuan dari
kelimaanggota tetap Dewan Kamanan. Dalam hal Dewan Keamanan menolak

35

permintaan tersebut, yang disebabkan baik karena tidak terpercayainya 9


suara alternative termasuk kelima anggota tetap Dewan maupun karena
adanya salah satu atau lebih dari kelima anggota Dewan yang menentangnya
(veto), maka degan demikian Dewan Keamanan tidak dapat memberikan
rekomendasi tentang penerimaan keanggotaan Negara tersebut kepada Majelis
Umum PBB. Berbeda dalam covenant LBB dimana penerimaan keanggotaan
baru hanya ditetapkan oleh majelis LBB sendiri.
5. Decision of the General Assembly on the admission of new members shall be
made by a two thirds majority of the members present and voting.
Kelengkapan ini disampaikan kepada Majelis Umum PBB selambatlambatnya 25 hari sebelum dimulainya Sidang Umum Tahunan Majelis
Umum PBB atau 4 hari sebelum diadakannya siding Khusus Majelis Umum
PBB. Keputusan terakhir mengenai penerimaan keanggotaan baru itu akan
diambil oleh Majelis Umum PBB dengan dua pertiga mayoritas suara.
D. Penafsiran Mahkamah Internasional Tentang Keanggotaan PBB
Majelis Umum PBB telah menyetujui satu resolusi pada tangal 22 Nopember
1948 yang isinya sebagai berikut :
The General Assembly
Keeping in mind the discussion concerning the admiddion of new Members in the Ad
Hoc Political Committee at its fourth regular session, Request the International
Court of Justice to give an advisory opinion on the following quentions : Can the
admission of a State to membership in the Untined Nations, pursuant to Article 4
paragraph 2 of the Charter, be effected by a decision of the General Assembly when
the Security Council has made no recommendation for admission by reason of the
candidate ro obtain the requisite majority or of the negative vote of a permanent
member upon a resulation so to recommend.

36

Permintaan untuk mendapatkan advisory opinion dari Mahkamah Internasional pada


hakekatnya adalah untuk menafsirkan pasal 4 ayat 2 Piagam PBB, namun Mahkamah
Internasional haruslah mempertimbangkan dahulu keberatan-keberatan terhadap
penafsiran yang dilakukannya :
1. Apakah penafsiran terhadap ketentuan Piagam itu merupakan wewenang
Mahkamah Internasional, ataukah atas dasar sifat pertanyaan itu yang bersifat
politis. Mahkamah Internasional dapat menunjuk kepada pendapat sebelumnya
yang menyangkut penafsiran pasal 4 ayat 2 yang menyatakan bahwa sesuai
dengan pasal 96 piagam PBB dan pasal 65 Statuta Mahkamah Internasional,
Mahkamah Internasional memberikan pendapat mengenai setiap masalah hokum.
Dan bahwa tidak terdapat ketentuan yang melarang Mahkamah Internasional
untuk melakukannya, seperti halnya terhadap pasal 4 Piagam, perjanjian
multilateral dan membuat tafsiran, semuanya itu adalah tindakan normal yang
merupakan

salah

satu

unsur

kekuasaan

(judicial

powers)

Mahkamah

Internasional.
2. Mahkamah Internasional mengetahui bahwa Majelis Umum PBB telah meminta
Mahkamah internasional untuk memberi penafsiran secara hokum mengenai pasal
4 ayat 2 Piagam PBB. Mahkamah Internasional menyatakan tetap pada
pendapatnya bahwa Mahkamah Internasional tidak dapat mengkaitkan sifat politis
bagi sesuatu pertanyaan, yang dianggap dalam batas-batas abstrak, meminta
Mahkamah untuk mengusahakan suatu tugas yudisial yangpanting seperti
penafsiran terhadap ketentuan dalam suatu perjanjian.
Oleh karena itu Mahkamah Internasional hanya diminta member pendapat
bilamana Majelis Umum PBB dapat mengambil suatu keputusan untuk menerima
sesuatu Negara jika Dewan Keamanan untuk menyampaikan rekomendasi kepada
Majelis Umum PBB. Ketentuan Pasal 4 ayat 2 Piagam PBB menyatakan bahwa
permintaan sesuatu Negara untuk menjadi anggota PBB dapat dicapi melalui

37

keputusan Majelis Umum atas rekomendasi Dewan Keamanan PBB. Ada dua syarat
yang harus dipengaruhi agar dapat diterima menjadi anggota, yaitu rekomendasi
Dewan Keamanan dan keputusan dari majelis Umum PBB. Kedua

syarat

tersebut

bagaimanapun juga merupakan bahan pertimbangan bagi PBB sebagaimana dalam


pasal 4 ayat 2 piagam PBB. Jika diartikan bunyi pasal tersebut, Majelis Umum PBB
hanya dapat memutuskan untuk menerima keanggotaan suatu Negara atas
rekomendasi Dewan Keamanan. Pasal tersebut juga menentukan bahwa peranan
masing-masing badan utama tersebut sangat penting sebelum keanggotaan itu
dinyatakan efektif, atau dengan kata lain rekomendasi Dewan Keamanan merupakan
syarat sebelum keputusan Majelis Umum PBB untuk menerima keanggotaan sesuatu
Negara diambil.
Pasal 24 Piagam PBB memberikan keistimewaan pada Dewan Keamanan dalam
hal tanggung jawab utama terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional dan Piagam PBB juga memberikan kekuasaan tertentu kepada Dewan
Keamanan untuk mengambil keputusan berkenaan dengan tanggung jawab tersebut.
Pasal 4, 5 dan 6 Piagam PBB menyatakan bahwa Dewan Keamanan bekerja sama
dengan Majelis Umum PBB dalam menyelesaikan masalah-masalah penerimaan
anggota baru, pembekuan hak-hak umum dan istimewa para anggota serta pengusiran
anggota dari Organisasi PBB. Dewan Keamanan mempunyai kekuatan untuk
memulihkan kembali hak-hak umum dan istimewa anggota yang telah dibekukan
tanpa persetujuan dari majelis Umum PBB. Rule 138 dari Rules of Procedure Majelis
Umum PBB selanjutnya menyatakan secara jelas bahwa jika Dewan Keamanan tidak
dapat memberikan rekomendasi bagi masuknya suatu Negara, Majelis Umum PBB
dapat mengirimkan kembali kepada Dewan Keamanan untuk dibicarakan kembali.
Mahkamah Internasional

telah membuat keputusan dan melakukan pemungutan

suata pada tanggal 3 januari 1950 dengan isi keputusan tersebut menyatakan :
The Court,

38

By tweve vortes to two ,


Is of the opinion that the admission of a State to membership in the United Nations,
pursuant to paragraph 2 of article 4 of General Assembly when the Security Council
has made no recommendation for admission, by reason of the candidate failing to
abtain the requisite majority or of the negative vote of a permanent member upon a
resolution so to recommend.
Dengan keputusan tersebut, maka masuknya sesuatu Negara untuk menjadi anggota
PBB, sebagaimana juga disebutkan dalam ketentuan pasal4 ayat 2 piagam PBB
tersebut, bagaimanapun juga keputusan yang diambil oleh Majelis Umum
rekomendasi tentang masuknya Negara tersebut, dengan alasan bahwa Negara calon
anggota tersebut telah gagal untuk memperoleh 9 suara afirmatif yang diperlukan
karena adanya suara negative dari suatu Anggota Tetap Dewan Keamanan tentang
resolusi yang akan direkomendasikan itu.
E. Penarikan Kembali Keanggotaan
Berbeda dengan covenant LBB, Piagam PBB, piagam PBB tidak memuat
ketentuan mengenai penarikan kembali keanggotaan sesuatu Negara. Penarikan
kembali pada hakekatnya bersifat sukarela karena tindakan ini semata-mata dilakukan
sendiri oleh Negara yang telah menjadi anggota suatu organisasi internasional.
Alasannya tidak dicantumkannya ketentuan mengenai penarikan diri keanggotaan
adalah sebagai berikut :
1. Hal itu bertentangan dengan pengertia azas universaltas yang merupakan
pengertian secara luas sebagai cita-cita atau tujuan;
2. Penarikan diri tersebut akan memungkinkan para Negara bersikeras untuk
melindungi konsesi dari PBB dengan mengancam akan keluar dari organisasi
tersebut;

39

3. Penarikan diri tersebut juga bisa merupakan sarana untuk menghindari kewajiban,
yaitu dengan meninggalkan organisasi tersebut.
F. Kasus Penarikan Diri Keanggotaan Indonesia dari PBB
Pada tanggal 20 januari 1965, wakil perdana Menteri/menteri Luar Negeri
Indonesia yang waktu itu dijabat oleh Subandrio mengirimkan surat kepada
Sekretaris Jenderal PBB yang menyatakan : pada tanggal 31 Desember 1964, wakil
tetap R.I pada PBB di New York menyampaikan kepada yang Mulia isi pidato
Presiden Sukarno pada tanggal yang sama, bahwa Indonesia akan menarik diri dari
PBB jika neokolonialis Malaysia duduk dalam dewan keamanan. Berkenaan dengan
isi pidato saya berkewajiban untuk memberitahukan kepada yang Mulia bahwa
tanggal 7 januari 1965, setelah duduknya Malaysia sebagai anggota Dewan
Keamanan, setelah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, pemerintah
Indonesia telah mengambil keputusan untuk menarik diri dari PBB. Pemilihan
;Malaysia di Dewan Keamanan merupakan :ejekan bagi Dewan Keamanan sendiri
mengingat bahwa sesuai dengan pasal 23 piagam pemilihan anggota tidak tetap,
Dewan Keamanan harus didasarkan atas pentingnya dan sumbangan dari Negara
calon itu terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Sehubungan dengan masalah tersebut Majelis Umum didalam sidangnya tangggal 21
Desember 1965 telah menyetujui suatu revolusi.
Sehubungan dengan masalah tersebut Majelis Umum dalam sidangnya tanggal 21
Desember 1965 telah menyetujui suatu resolusi yang tidak mencantumkan lagi nama
Indonesia ketika Majelis Umum menetapkan skala kontribusi bagi Negara-negara
anggotanya untuk tahun anggaran 1965, 1966 dan 1967. Di bidang administratip
Sekretaris Jenderal PBB juga telah mengambil langkah-langkah seperti pemindahan
papan nama dan bendera Indonesia termasuk tidak lagi dicantumkannya nama
Indonesia dalam daftar keanggotaan PBB baik dalam Badan-Badan Utama maupun di
dalam badan-badan subside dimana Indonesia telah menjadi anggota didalammnya.

40

G. Masuknya Kembali Keanggotaan Indonesia di PBB


Dalam perkembangan politik yabg terjadi kemudian di Indonesia, atas intruksi
Presiden R.I., Duta Besar RI untuk Amerika Serikat

di Washington telah

mengirimkan telegram kepada sekretaris Jenderal PBB pada tanggal 19 September


1966 yang menyatakan Atas instruksi pemerintah, saya dengansegala hormat
bersama ini memberitahukan Kepada Yang Mulia behwa Pemerintah Indonesia telah
memutuskan untuk memulihkankembali kerjasama sepenuhnya dengan PBB dan
merintis kembali keikutsertaan dalam semua kegiatan yang dimulai dengan siding
Majelis Umum PBB yang ke-XXI. Kasus penarikan diri dan masuknya kembali
keanggotaan Indonesia di PBB tersebut menimbulkan berbagai komentar, antara lain
di Inggris . disamping itu Schwelb yang menulisnya dalam American Journal of
International Law dan Kirgis dalam Inrenational Organizations in Their Legal Setting.
H. Penangguhan

Hak-hak

dan

Keistimewaan

Sesuatu

Negara

dari

Keanggotaanya di PBB (Suspension)


Penangguhan akan dilakukan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan
Keamanan. Namun demikian penangguhan tersebut bisa dipulihkan kembali oleh
Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan. Hal itu sesuai dengan
ketentuan Piagam PBB.
a Member of the United Nations against which preventive or enforment actions has
been taken by the Security Council may be suspended from the exercise of the rights
and privileges of membership by the General Assembly upon the recommendation of
the security Council. The exercise of thise rights and privileges may be restored by
the Security Council.
Hak-hak dan kewajiban Negara yang ditangguhkan hak-hak keistimewaan dari PBB
adalah sebagai berikut :
1. Negara tersebut akan kehilangan haknya untuk mewakili dalam siding-sidang
Majelis Umum PBB yang mengakibatkan hilangnya hak suara
41

2. Negara tersebut juga tidak dapat dipilih sebagai anggota dalam badan-badan
lainnya di PBB
3. Jika sudah menjadi anggota pada salah satu badan PBB, Negara tersebut tidak
dapat meneruskannya
4. Statusnya hamper seperti non-member
5. Negara tersebut akan kehilangan haknya untuk membawa permasalahannya di
majelis Umum PBB atau Dewan Keamanan, seperti setiap pertikaian apalagi
untuk ikut serta dalam pembahasan tentang pertikaian
6. Namun demikian Negara tersebut tetap mempunyai akses ke Mahkamah
Internasional dalam hal adanya perselisihan dengan sesuatu Negara yang akan
diajikan ke Mahkamah Internasional
7. Tetap terkait oleh kewajiban-kewajiban internasional sesuai dengan pasal 2 (6)
Piagam PBB.
I. Pengusiran Negara Dari Keangotaannya di PBB (Expulsion)
1) Kasus Yugoslavia
Terjadi pencerahan sehingga menimbulkan

disintegrasi Negara tersebut

menjadi beberapa Negara seperti Croatia, Slovenia, Macedonia , Boznia dan


Herzegonia. Dalam situasi perpecahan semacam itu Yugoslavia telah berusaha
mempertahankan keutuhan wilayahnya sehingga menimbulkan konflik senjata
yang mengakibatkan pelanggaran terhadap hak azazi manusia dan hokum
humaniter.

Dalam

perkembangan

selanjutnya

Yugoslavia

kemudian

mengajukan lagi keanggotaanya di PBB pada tanggal 4 pebruari 2003 dengan


nama Serbia dan Montenegro.
2) Kasus Afrika Selatan

42

Timbul pada waktu masalah apartheid dibicrakan di Majelis Umum PBB


dimana dalam tahun 1974, surat-surat kepercayaan (credentials) dari wakil
Afrika Selaatan ditolak sehingga pada waktu itu negaranya tidak terwakili di
Majelis Umum PBB walaupun tetap sebagai anggota PBB. Setelah dibahas di
Dewan Keamanan PBB ternyata telahdiveto oleh tiga Negara Anggota Tetap
Dewan Keamanan (Amerika Serikat, Inggris dan Perancis) sehingga Majelis
Umum PBB gagal untuk memutuskan karena tidak adanya rekomendasi dari
Dewan Keamanan.
3) Penggantian Keanggotaan Republik Cina di PBB Oleh Republik Rakyat Cina
(RRC)
Sejak berdirinya PBB dalam tahun 1945 keterwakilan Cina di PBB diduduki
oleh Republuk Cina termasuk kedudukan Negara tersebut sebagai salah satu
dari kelima Anggota tetap Dewan keamanan sebagai termuat didalam
Piagam PBB. Dalam perkembangannya kemudian beberapa Negara yang
diprakarsai oleh Albania telah mengajukan rancangan resolusi di Majelis
Umum PBB tentang Restoration of the Lawful Rights of the Peoples
Republic of China in the United Nations. Resolusi Albania yang disponsori
oleh 22 negara mengenai pengembalian semua hak RCC dan mengakui wakil
pemerintahannya sebagai satu-satunya wakil yang sah di PBB, serta segera
mengeluarkan wakil Chang Kai Shek dari tempatnya yang diduduki dengan
cara tidak sah di PBB serta badan-badan di PBB lainnya telah disetujui oleh
Majelis Umum PBB dengan Perbandingan suara 76 setuju, 35 menolak dan 17
negara bersikap abstain.
J. Keanggotaan dan Jabatan Negara Dalam Badan-Badan PBB
Untuk mengatur alokasi keanggotaan maka Majelis Umum PBB menetapkan
pengelompokan yang didasarkan atas wilayah regional sebagai berikut :

43

a. Kelompok Afrika

: 52 Negara

b. Kelompok Asia

: 47 Negara

c. Kelompok Eropa Timur

: 21 Negara

d. Kelompok Amerika Latin & Karibia

: 34 Negara

e. Kelompok Eropa Barat & Lainnya

: 26 Negara

Kelompok Eropa Barat dan lainnya terdiri bukan saja dari Negara-negra Eropa, tetepi
juga Amerika Serikat, Canada, Australia, Selandia Baru dan sejak 31 maret 1994
Slovenia, Israel, Estonia dan Uzbezkistan. Sedangkan mengenai jabatan-jabatan
Negara dalam badan-badan PBB, karena jumblahnya lebih terbatas lagi seperti
Presiden dan wakil persiden dalam susunan biro Majelis Umum PBB yang
jumblahnya ada 6 komite Utama, maka pemilihan para anggota biro badan-badan
tersebut harus diatur dengan azas yang disebut Pembagian secara Geografis yang
seimbang (Equitable Geographic Distribution) serta bergantian (Retation). Kedua
asas ini

digunakan untuk pemilihan keanggotaan dalam badan-badan PBB agar

keadilan bisa dijamin. Pada mulanya sistim dan azas tersebut mulai diperkenalkan
oleh PBB melalui suatu gentelmens agreement yang disepakati dalam bulan
nopember 1945 oleh Negara-negara besar pada waktu mengadakan siding Komisi
Persiapan PBB di London untuk menetapkan alokasi kursi bagi Anggota Tidak tetap
Dewan Keamanan yang dipilih secara keterwakilan wilayah. Pembagian kursi
menurut alokasi wilayah secara proposional semacam itu kemudian disahkan oleh
Majelis Umum PBB tanggal 15 November 1947.

44

FTS
K
PR
D
E.A
O
U
W
FA
R
N
U
A
PD
N
SO
BG
R
ESN
G
IR
LA
LIU
N
G
D
EM
K
IN
Y
BO
A
G
EBD
STK
IN
V
IA
SELG
JM
N
SER
TA
S
K
N
O
A
W
TK
A
IESN
TIEN
A
D
K
B
FK
A
IO
EN
B
U
N
D
G
PW
G
U
A
LS
K
O
TN
G
I
TEA
U
M
TN
A
SK
P
N
EG
A
TK
A
IN
ED
A
M
H
PTE
A
W
A
N
K
A
N
Y
A
N
K
E
G
A
BM
EA
R
N
SA
E
N
N
G
K
E
T
A

45

ESD
PM
K
A
TEIK
W
LO
N
IM
R
IN
A
BG
K
U
SK
TO
N
A
U
I
EM
TSG
K
R
IG
SA
U
D
ESU
R
E
H
A
R
D
M
W
A
TN
N
EA
TSN
A
W
EK
N
A
SEK
R
N
ED
A
U
H
N
A
K
M
TG
ELD
G
U
A
N
PO
M
TA
N
SEA
N
N
IG
A
A
D
N
S
R
K
A
EN
SA
IS
G
U
D
A
T
R
IU
K
N
E
G
A
A
N
G
R
A
G
O
T
A
N
D
I
P
B
B

46

BAB IV
DEWAN KEAMANAN
Dewan keamanan PBB merupakan salah satu dari enam Badan Utama PBB.
Walaupun anggotanya hanya berjumlah lima belas negara namun kekuasaanya dinilai
sangat besar karena dapat menjatuhkan sanksi ekonomimaupun militer bagi
anggotanya yang melakukan pelanggaran dan ancaman terhadap perdamaian serta
melakukan tindakan agresi. Dalam hal ini kekuasaan mutlak untuk menjatuhkan saksi
dimiliki oleh kelima dari limabelas anggotanya yang mempunyai hak veto yaitu
cina,perancis,rusia,amerika

serikat

dan

inggris

yang

merupakan

anggota

tetap(permanent members) sedangkan kesepuluh anggota lainya hanya merupakan


anggota tidak tetap saja yang masa waktunya terbatas hanya dua tahun saja. Karena
keanggotaan badan tersebut sangat terbatas hanya lima belas negara, berakibat pada
kecilnya kesempatan negara anggota PBB untuk menduduki posisi tersebut dimana
sekarang keanggotaan PBB telah mencapai 193 negara oleh karena itu posisi tersebut
dianggap sangat bergengsi(prestigious) dimana semua negara baik anggota maupun
bukan harus menerima harus menerima keputusan keputusan Dewan Keamanan
sesuai dengan piagam PBB.
A. Tanggung Jawab Utama (Primary Responsibiility)
Kekuasaan Dewan Keamanan yang menyangkut persengketaan dan situasi yang
dapat mengancam terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional
merupakan konsekuensi yang diemban oleh Dewan Keamanan sebagaimana
tercantum dalam pasal 24 piagam PBB. Dalam hal ini seluruh anggota PBB secara
tidak langsung telah melimpahkan tanggung jawab utama kepada Dewan Keamanan
mengenai masalah yang menyangkut pemeliharaan perdamaian , keamanan
internasional dan menyetujui bahwa dalam menjalankan kewajiban atas tanggung
jawabnya Dewan Keamanan bertindak atas nama mereka semua negara juga secara

47

tidak langsung menyetujui untuk menerima dan melaksanakan keputusan keputusan


Dewan Keamanan. Tanggung jawab itu tercermin dalam :
1. Meskipun jumlahnya hanya 15 negara saja tindakan yang dilakukan adalah atas
nama para negara anggota PBB
2. Dewan Keamanan mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang
mengikat secara hukum baik bagi negara anggota PBB maupun di dalam beberapa
hal bahkan mengikat negara bukan anggota PBB
3. Hak Dewan Keamanan untuk memutuskan sesuatu situasi dan konflik yang
mengancam keamanan internasional dibatasi oleh aturan untuk kebulatan suara
(veto)
4. Dewan Keamanan harus berfungsi setiap waktu
5. Piagam memberikan hak kepada Dewan Keamanan untuk dapat menentukan
senndiri aturan dan tata caranya
Dalam mencapai tujuanya untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional
Dewan Keamanan menempuh dua pendekatan yaitu
1. Usaha penyelesaian sengketa secara damai
2. Tindakan adanya ancaman perdamaian, pelangaran perdamaian dan tindakan
agresi
Wewenang khusus Dewan Keamanan tersebut sebagaimana tercermin di dalam Bab
VI dan VII Piagam PBB.
B. Fungsi dan Kekuasaan Dewan Keamanan
Berkaitan dengan fungsi dan kekuasaan Dewan Keamanan sesuai dengan
mandatnya yang telah diberikan oleh piagam PBB, menggadakan pembicaraan
mengenai situasi dan konflik yang terjadi antara negara dalam persidanganpersidangan yang diadakan atas anggotanya sendiri maupun anggota PBB lainya,serta
melakukan penyelidikan terhadap situasi dan konflik tersebut sampai sejauh mana
dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hal ini fungsi
dan kekuasaan tersebut dapat di golongkan dalam 4 kategori meliputi :

48

1. Fungsi Deliberatif (Deliberative function)


2. Fungsi untuk penyelesaian sengketa (Dispute settlement function)
3. Fungsi Pemaksaan(Enforcement function)
4. Fungsi Organisatoris(Organizational function)
C. Keanggotaan Dewan Keamanan
Berkaitan dengan melaksanakan tugasnya Dewan Keamanan guna mempercepat
dan memperlancar tindakan tindakanya termasuk untuk mengambil keputusanya
dalam hal ini telah ditetapkan sewaktu rancangan pembahasan piagam di konferensi
San Fransisco yang di batasi dalam jumlah kecil.dimana pada mulanya anggota
dewan keamanan hanya berjumlah 11 negara dimana 5 negaa merupan anggota tetap
dan 6 negara merupakan anggota tidak tetap. Dimana sebelumnya dalam konferensi
San Fransisco pernah disebut hanya ada 3 negara anggota tetap yaitu amerika serikat ,
inggris dan uni soviet.
Tetapi dalam perkembanganya telah disetujui untuk memasukan perncis dan cina
untuk menjadi anggota tetap Dewan Keamanan, sedangkan untuk anggota tidak tetap
sendiri dipilih oleh majelis Umum PBB dengan duapertiga mayoritas suara dengan
jangka waktu dua tahun dan tidak dapat segera mencalonkan diri kembali.
1. Keanggotaan Tidak Tetap Dewan Keamanan
Majelis Umum PBB telah menyetujui amandeman pada tahun 1965 dimana
memperluas keanggotaan tidak tetap dari 6 menjadi 10 negara yang di berlakukan
pada 31 agustus 1965. Dimana pada pemilihan anggota tidak tetap yang pertama
dua dari empat anggota tambahanya akan dipilih untuk jangka waktu dua tahun.
Sedangkan untuk anggota yang baru saja selesai masa keanggotaanya tidak dapat
segera dipilih kembali. Dalam pemilihan anggota tidak tetap setidaknya dilakukan
dengan persetujuan mayoritas duapertiga suara majelis umum PBB. Syarat
syarat untuk menjadi anggota dewan keamanan sendiri meliputi :

49

1. Negara tersebut telah memberikan kontribusinya dalam pemeliharaan


perdamaian dan keamanan internasional
2. Negara tersebut harus memberikan kontribusinya dalam rangka prinsip dan
tujuan PBB sebagaimana di sebut dalam piagam PBB
3. Pemilihan tersebut harus didasarkan atas asas pembagian wilayah geografis
secara seimbang( equitable geographic distribution)
4. Setelah terpilih menjadi anggota tidak tetap selama dua tahun tidak bisa
mencalonkan lagi untuk pemilihan yang kedua
Berkaitan dengan pengalokasian kursi bagi anggota tidak tetap yang akan
dipilih secara keterwakilan geografis, jumlah enam kursi anggota tidak tetap
Dewan Keamanan waktu itu telah ditetapkan menurut pembagian perwilayahanya
sebagai berikut :
1 kursi untuk wilayah eropa timur
1 kursi untuk wilayah eropa barat
2 kursi untuk negara persemakmuran inggris
2 kursi untuk negara anggota PBB dari wilayah amerika latin
Dalam perkembanganya pada saat Majelis Umum PBB memperluas
keanggotaan tidak tetap dewan keamanan dari 6 menjadi 10 negara,majelis juga
telah menetapkan bahwa 10 anggota tidak tetap tersebut akan dipilih menurut
pembagian wiayah sebagai berikut :
5 kursi untuk negara negara asia afrika
1 kursi untuk negara negara eropa timur
1 kursi untuk negara negara eropa latin
2 kursi untuk negara negara eropa barat dan lain-lain
2. Reformasi Keanggotaan Dewan Keamanan
Pada saat PBB didirikan pada tahun 1945 dimana anggotanya hanya mencapai
51 negara , anggota dewan keamanan hanya berjumlah 11 negara yaitu 5 negara
anggota tetap dan 6 negara lagi adalah anggota tidak tetap . tatkala peningatan
50

anggota PBB yang cukup signifikan pada tahun 1963 dimana telah menjadi 113
negara ditambah pesatnya pertumbuhan negara baru dengan demikian Majelis
Umum PBB telah menyetujui perluasan keanggotaan dari 6 menjadi 10 negara,
sehingga keanggotaan Dewan Keamanan berubah menjadi 15 negara yang di
berlakukan pada tahun 1965 setelah diadakan perubahan pada pasal 23 dan 26
piagam PBB.
Dalam tahun 2005 masyarakat internasional melihat adanya momentum yang
baik bagi terciptanya peacebuilding,peacekeeping dan peacemaking. Sehubungan
dengan hal itu KTT Dunia yang diadakan di New York pada bulan september
2005 bertepatan dengan sidang Majelis Umum yang ke 60 . KTT Dunia tersebut
membahas tentang persoalan persoalan seperti usaha untuk mencapai tujuan
pembangunan milenium dalam tahun 2015, strategi memerangi terorisme
,meningkatkan peranan sekretaris Jenderal PBB

dalam hal mediasi dan

mengunakan jasa baiknya dll,. Sedangkan untuk permasalahan reformasi PBB


yang

telah

disetujui

adalah

menyangkut

adalah

perubahan

dan

juga

penyempurnaan piagam PBB dimana adanya penghapusan salah satu badan utam
PBB yaitu Dewan Perwalian.
D. Persidangan Dewan Keamanan
Sidang Dewan Keamanan biasanya diadakan di markas besar PBB di New
York,namun berdasarkan ketentuan pasal 28(3) piagam PBB dan Rule 5 Provisional
rules of procedure Dewan Keamanan dapat melaksanakan sidangnya dimana saja
dalam hal itu dapat mendukung tugasnya. Berkaitan dengan sidang mengenai Dewan
Keamanan , seorang presiden dapat menyelengarakanya dengan atas permintaan dari
suatu dewan keamanan atau jika Majelis Umum memintanya agar Dewan membahas
sesuatu situasi atau konflik ataupun jika sekertaris jenderal PBB meminta perhatian
Dewan terhadap sesuatu atau konflik yang menurut pendapatnya dapat mengancam
perdamaian dan keamanan internasional.

51

Persidangan Sewan Keamanan sendiri hanya akan di ikuti anggotanya saja,


sedangkan anggota PBB lainya yang bukan merupakan anggota dari Dewan
Keamanan dapat mengajukan permintaan untuk berpartisipasi, dengan pengertian
bahwa pembahasan sesuatu masalah yang diajukan ke dewan keamanan, dianggap
oleh Dewan merupakan kepentingan Negara tersebut yang secara khusus
berpengaruh. Sedangkan untuk negara yang bukan negara aggota PBB,apabila negara
tersebut merupakan pihak dalam persengketaan yang sedang dibicarakan oleh Dewan
Keamanan, Negara tersebut dapat diundang untuk ikut serta dalam persidangan
anpahak suara. Sedangkan untuk partisipasi badan-badan atau perorangan dalam
persidangan Dewan Keamanan,hal tersebut di mungkinkan :
The Security may invite members of the secretariat or other persons, whom it
considers competent for the purpose,to supply it with information or to give other
assistance in examining matters within its competence.
Dalam hal ini jika di perhatikan pada Rule 37 Dewan Keamanan telah memperluas
ketentuan yang ada di dalam pasal 31 Piagam PBB dimana bukan saja setiap negara
anggota PBB yang bukan menjadi anggota Dewan Keamanan dapat di undang untuk
dapat berpartisipasi tanpa hak suara dalam setiap pembahasan setiap masalah selama
negara tersebut memiliki kaitan atau secara khusus berpengaruh.
E. Pengambilan Keputusan Dewan Keamanan
Ketentuan yang menyatakan bahwaa Dewan Keamanan dalam mengambil
keputusan yang sifatnya Non-Prosedural ditentukan melalui 9 suara afirmatif
termasuk kesepakatan dari setiap anggota tetap Dewan Keamanan, namun jika 9
suara afirmatif tersebut telah tercapai sedangkan ada anggota tetap Dewan Keamanan
ada yang menolak kesepakatan itu gagal untuk diambil. Penolakan anggota tetap
Dewan Keamanan yang seperti itu disebut sebagai veto. Dalam hal berkaitan dengan
veto sendiri telah di sepakati dalam konferensi san fransisco dengan alasan :

52

1. Kepentingan tetap anggota Dewan Keamanan dalam hal pemeliharaan


perdamaian dan keamanan internasional serta sumbangan mereka dalam
organisasi PBB membenarkan perlunya bagi mereka memberikan perhatian
terhadap setiap keputusan yang sifatnya substasial.
2. Perlunya bagi mereka guna adanya kesepakatan bersama untuk memberikan
jaminan tidak adanya konflik satu sama lain yang membahayakan organisasi
PBB.
Dalam hal jika dewan keamanan gagal untuk mengambil keputusan karena
adanya veto dari satu atau lebih anggota tetap Dewan Keamanan ,sedangkan
dirasakan bahwa situasi dan konflik yang terjadi tetap akan membahayakan
perdamaian dan keamanan Dunia, maka negara anggota Dewan Keamanan lainya
dapat mengajukan usul prosedural terkait masalah tersebut kepada Majelis Umum
PBB untuk segera mengadakan sidang darurat istimewa untuk membahas masalah
tersebut atas dasar Uniting for peaceresolution. Hal ini pernah terjadi padatahun
1950 dalam kasus korea. Pelimpahan masalah yang menyangkut perdamaian dan
keamanan internasioanal ke Majelis Umum PBB seperti itu melalui sidang istimewa
merupakan tanggung jawab residual yang diberikan oleh Dewan Keamanan kepada
majelis umum PBB di bidang pemeliharaan dan perdamaian internasional.
1. Double Veto
Double Veto merupakan dua penolakan dari sesuatu negara anggota tetap Dewan
Keamanan, yang kemudian masalah tersebut berkembang. Pada umumnya terdapat
persoalan yang timbul adalah adanya usul agar sebelum mengambil keputusan
terhadap masalahnya,sehingga perlu dibentuk suatu Komisi Penyelidik yang bertugas
untuk melakukan penyelidikan terhadap masalahnya sebelum mengambil keputusan.
Dalam mengambil keputusan mengenai pembentukan Komisi semacam itu biasanya
dipermasalahkan apakah usul pembentukan Komisi tersebut sifatnya sensitif karena
akan menyangkut veto, ada 2 sifat yang menyangkut apakah dikenakan veto atau
tidak yaitu :

53

a. Sifatnya procedural, maka tidak dapat dikenakan veto


b. Sifatnya non-prosedural atau subtantif maka hal itu bisa dikenakan veto jika
dikehendaki oleh suatu anggota tetap Dewan Keamanan.
Meskipun pada saat ini double veto tidak dilakukan lagi oleh sesuatu negara
anggota tetap Dewan Keamanan, namun dalam masa-masa sebelumnya sejak
berdirinya PBB tahun 1945, pernah juga terjadi antara lain mengenai kasus pertikaian
antara Ukraina dengan Yunani yang kemudian masalah tersebut diajukan ke Dewan
Keamanan. Pada saat itu wakil Amerika Serikat di Dewan Keamanan mengajukan
usul untuk membentuk suatu komisi untuk melakukan peyelidikan dimana dewan
keamanan bisa saja melakukan penyelidikan terhadap pertikaian atau setiap keadaan
yang menimbulkan pertentangan internasional atau menimbulkan suatu pertikaian,
sehingga Dewan Keamanan bisa membentuk suatu badan subside seperti Komisi
Penyelidik.
Pada waktu itu bahwa usul Amerika Serikat merupakan masalah substansi dan
akhirnya Amerika menyetujuinya, tetapi meminta agar usulnya tersebut dipungut
suara. Setelah dipungut Uni Soviet menolaknya dan ini merupakan vote pertama.
Kemudia stelah usul Amerika Serikat ditolak, maka pemungutan suara berikutnya
dilakukan terhadap rancangan resolusi pertama yang telah diajukan dan wakil Uni
Soviet mengenakan vetonya yang keduakali.
2. Suara Abstain Bagi Pihak yang Bersengketa ( A Party to a Dispute)
Dalam Piagam PBB Dewan Keamanan dalam memutus masalah ditetapkan
dengan 9 suara alternative termasuk persetujuan dari anggota tetap Dewan
Keamanan, dengan pengertian bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut Bab VI
Piagam PBB mengenai penyelesaian sengketa secara damai dan Pasal 52(3)
penyelesaian sengketa melalui pengaturan regional pihak yang bersengketa harus
memberikan suara abstain yang dimaksud masalh-masalah lainnya adalah masalah
yang sifatnya non procedural yaitu masalah masalah yang berhubungan dengan

54

pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional yang merupakan tanggung


jawab utama Dewan Keamanan.
K
M
N
P
D
a
o
e
s
n
m
w
a
e
a
m
lP
n
a
a
ir
n
o
h
a
n
s
a
K
e
r
e
d
a
I
u
a
n
m
r
tn
a
e
ln
K
r
a
e
n
n
d
a
a
s
i
L
m
a
o
i
n
n
a
ln
y
a

Dalam piagam PBB sendiri maupun Rule of Procedure tidak memuat ketentuan
tentang menentukan siapa pihak yag bersengketa secara eksplisit yang memberi
batasan tentang pengaruh yang timbul dari suara abstain. Dalam Yalta Formula
dinyatakan bahwa jika sesuatu negara adalah pihak yang bersengketa maka negara
itu harus memberikan suara abstain dalam keputusan-keputusan Dewan Keamanan
sesuai dengan Bab VI Piagam PBB. Keharusan untuk abstain dalam hal anggota tetap
Dewan Keamanan yang merupakan pihak yang bersengketa, jelas tidak
berpengaruh terhadap keharusan negara anggota tetap lainnya untuk menyetujui
dalam keputusan.
Hal itu juga jelas bahwa keharusan untuk memberikan suara abstain yang tersirat
didalam Pasal 27(3) Piagam PBB tersebut bukannlah dimasukkan untuk semua
masalah yang timbul dari Pasal 35(1). Oleh karena itu apabila negara terdapat
kepentingan yang bersufat umum dari negara sebagai anggota PBB, dimana
masalahnya dianggap dapat membahayakn perdamaian dan keamanan internasional,

55

keharusan untuk memberikan suara abstain semacam itu tidak akan diterapkan
terhadap sesuatu anggota dalam setiap keputusan Dewan Keamanan
Dalam kasus mengenai Pelarangan kapal-kapal melaui Terusan Suez yang
dilakukan Mesir tahun 1951 telah dibawa negara-negara anggota PBB yaitu Prancis,
Belanda, Inggris, Amerika Serikat, dan Turki. Mesir yang waktu itu bukan anggota
Dewan Keamanan ikut dalam pembahasan dan menyatak bahwa kelima negara
tersebut dalam peungutusan suara rancangan resolusi yang diajukan harus abstain.
Karena kelima negara mempunyai kepentingan dan ikut dalam masalah tersebut.
Sebelum rancangan resolusi itu dipungut suara Mesir mengajukan rancangan resolusi
agar Dewan Keamanan memintakan advisory opinion, tentang keharusan abstain
bagi kelima negara kepada Mahkamah Internasional.
Karena pada saat itu mesir bukan anggota Dewan Keamanan dan tidak ada negara
yang mau mnejadi sponsor rancangan resolusinya maka rancangan resolusinya tidak
dapat dipungut suara, sehingga kembali pada rancangan resolusi pertama yaitu
mengehentikan pelarangan pelayaran kapal-kapal dagang internasional dan barangbarang melaui terusan Suez yang diamana setelah dipungut suara Dewan Keamanan
dapat menyetujui dengan perbandingan 8 menyetujui termasuk kelima negara tersebut
dan tidak ada yang menolak serta 3 abstain
F. Sanksi Dewan Keamanan
Sesuai dengan Piagam PBB sanksi Dewan Keamanan dapat dikenakan kepada
negara anggotanya dalam negara tersebut melakukan tindakan yang dapat
mengancam perdamaian dan keamanan internasional, tetapi apabila tindakan Dewan
kemanan menurut pasal 34 untuk menjaga perdamaian maka tidak dikenakan sanksi.
Sedangkan negara yang melanggar prinsip-prinsip PBB maka dapat dikenakan sanksi
ekonomi yang dapat diikuti sanksi militer. Dewan Keamanan juga dapat memberikan
rekomendasi Majelis umum PBB untuk mengenakan sanksi. Terdapat beberapa
sanksi.

56

1) Sanksi Ekonomi
Sanksi yang dilakukan tanpa menggunakan kekerasan militer tujuannya agar
keputusan-keputusan Dewan Keamanan dapat dipatuhi. Dewan Keamanan dapat
menentukan langkah-langkah menurut pasal 41 Piagam PBB kepada anggota PBB
yaitu : pemutusan hubungan ekonomi, komunikasi udara, laut, kereta api, pos
telegram dan telepon, radio dan komunikasi lainnya yang dapat memutus
hubungan diplomatik.
Bagi negara yang merasa dirugikan terhadap sanksi ekonomi sehingga
menimbulkan dampak ekonomi maka mereka mempunyai hak berkonsultasi
dengan Dewan Keamanan dan juga mempunyai kemungkinan secara realistis
untuk memperoleh kompensasi.
2) Sanksi Militer
Sanksi militer menurut pasal 42 Piagam PBB telah dirinci sebagai berikut :
Dewan Keamanan dapat melakukan tindakan militer melalui udara, laut maupun
darat., mengadakan demonstrasi, blockade, operasi operasi militer baik melalui
udara, darat, laut. Pelaksanaan sanksi militer harus melalui tahap-tahap :
a.

57

Dewan Keamanan harus mengadakan persetujuan khsusus dengan negaranegara anggota mengenai penyediaan pasukan dalam rangka melakukan
operasi-operasi militer. Persetujuan tersebut harus dratifikasi dahulu oleh
negara anggota melalui proses konstitusi nasional masing-masing. Tanpa
adanya persetujuan khusus maka tersebut tidak mungkin operasi milter bisa
dilakukan.
b. Pembentukan Komite Staf Militer yang terdiri dari kepala-kepala staf
angkatan perang dari kelima negara anggota Dewan Keamanan tetap yang
tugasnya untuk meberi saran kepada Dewan Keamanan terhadap tindakan aksi
militer. Aksi militer tersebut tidak dapat dilakukan oleh Dewan Keamanan
sendiri tanpa adanya rekomendasi dari Komite Staf Militer.
c. Guna menetapkan anggaran tambahan diluar anggaran PBB untuk aksi militer,
Dewan Keamanan dapat meminta kepada Majelis Umum PBB untuk
mengadakan siding khusus darurat apabila Majelis Umum PBB tidak didalam
waktu persidangannya. Biaya tersebut akan datanggung bersama oleh semua
negara anggota PBB.
3) Sanksi Penangguhan Keanggotaan Sesuatu Negara Untuk Melaksanakan
Hak-hak dan keistimewaan dari Keanggotaannya di PBB
Keanggotaan sesuatu negara PBB bisa saja ditangguhkan hak-hak dan
keistimewaannya dari keanggotaan di PBB. Penangguhan semacam itu akan
dilakukan oleh majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan. Namun
demikian penangguhan tersebut bisa dipulihkan kembali oleh Majelis Umum
PBB, juga atas rekomendasi Dewan Keamanan, hal ini sesuai piagam PBB.
Penagguhan hak-hak dan keistimewaan negara dilakukan sebagai langkah
untuk menghindarkan anggota untuk merintangi tindakan pencegahan dan
pemaksaan yang dikenakan Dewan Kemanan. Penangguhan ini merupakan
kerjasama antara Dewan Keamanan dan Majelis Umum PBB, dimana
rekomendasi Dewan Keamanan ditetapkan dengan 9 suara afirmatif termasuk
persetujuan dari ke Lima anggota tetap Dewan Keamanan dan Keputusan
58

Majelis Umum PBB dengan mayoritas suara dan pemulihan kembali hak-hak dan
keistimewaan tergantung dari Dewan Keamanan.
4) Saksi Pengusiran Sesuatu Negara dari Keanggotaannya di PBB
Suatu anggota PBB dapat diusir menurut Piagam PBB apabila terus menerus
melakukan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB oleh Majelis
Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan. Disini Majelis Umum PBB
tidak dapat memutuskan sendiri kecuali ada rekomendasi dari Dewan Keamanan.
Pengusiran semacam itu dilakukan sebagai langkah terhadap negara yang
sedang membangkang.Bagi PBB sendiri sebenarnya akan lebih memperoleh
kesulitan karena dengan pengusiran itu dapat menutup pintu untuk rujuk di
kemudian hari. Pengusiran bukanlah suatu tindakan yang otomatis tetapi suatu
tindakan yang diputuskan oleh dua badan utama PBB seperti Majelis Umum PBB
dan Dewan Keamanan. Tindakan pengusiran tersebut sesuai dengan pembicaraan
di Konferensi San Fransisco harus diprakarsai oleh Dewan Keamanan bukan dari
Majelis Umum PBB.
5) Pembatasan-Pembatasan Terhadap Sanksi
PBB bukanlah merupakan organisasi negara atau supra nasioanl, ini tercemin
di dalam pasal yang menyatakan bahwa organisasi ini didasarkan atas prinsip
persamaan kedaulatan bagi semua negara anggotanya. Organisasi tersebut
bukanlah berdaulat tidak seperti negara. Walaupun dikatan Dewan Keamanan
mempunyai kekuasaan yang berlebihan tetapi sebenarnya Dewan Keamanan
memiliki batasan hukum yaitu didalam Pasal 24 (2) dan Pasal 1(1) Piagam PBB.
a. Dewan Keamanan didalam melakukan tindakan-tindakannya haruslah
didasarkan atas prinsip-prinsip dan tujuan PBB
b. Dewan Keamanan haruslah berdasarkan atas prinsip-prinsip keadilan dan
hukum internasioanl sesuai dengan ketentuan pasal 1(1) Piagam PBB.
G. Keikutsertaan Dalam Sidang Dewan Keamanan

59

Sidang-sidang Dewan Keamanan hanya diikuti oleh anggotanya yang berjumlah


hanya 15 negara, sedangkan anggota PBB yang bukan anggota Dewan dapat
mengajukan permintaan untuk berpartisipasi tanpa ada hak suara. Negara anggota
Dewam Keamanan baik anggota tetap maupun tidak tetap Dewan Keamanan yang
merupakan pihak dalam perselisihan yang sedang dibicarakan, sedangkan negara
anggota PBB yang bukan menjadi anggota Dewan Keamanan, apabila merupakan
pihak dalam pertikaian negara tersebut dapat diundang untuk ikut serta tanpa ada hak
suara. Untuk keperluan itu Dewan Keamanan akan menetapkan syarat-syarat yang
dianggap adil untuk keikutsertaan negara tersebut harus mendapat persetujuan
terlebuh dahulu dari segenap anggotanya.
H. Struktur Dewan Keamanan
Struktur Dewan Keamanan terdiri dari
1. Komite-Komite Tetap
2. Kelompok-Kelompok Kerja yang bersifat sementara
3. Komite Staf Militer
4. Komite Anti Terorisme
5. Komite-komite sanksi
6. Operas-operasi untuk menjaga perdamaian
7. Komisi-komisi
8. Mahkamah-mahkamah Internasional
9. Organisasi lainnya
Disini Dewan Kamanan mempuyai hak untuk membentuk badan-badan subside
sesuai Piagam PBB.
1. Standing Committees

60

Standing Committees terdiri dari Komite Ahli mengenai Aturan Tata cara Dewan
Keamanan. Komite ini telah melahirkan aturan tata cara Sementara Dewan
Keamanan yang kini masih bersifat sementara tetapi tetap dipertahankan hingga
sekarang dan tidak pernah diadakan perubahan-perubahan; Disamping itu pernah
juga dibentuk Committee on Council Meeting dan Komite mengenai Masuknya
Negara Baru yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil negara anggota Dewan
Keamanan
2. Ad Hoc Working Groups
Seperti Informal Working Group on Council Documentaions and other Procedural
Questions

(1993),

Informal

Working

Group

to

Develop

General

Recommendations on how to improve the Effectiveness of U.N Sanction


(2000);Demikian juga Working Group on General Issue of Sanctions (2000).
Disamping itu juga ada Ad Hoc Working Group on Conflict Prevention and
Resolutions in Africa (2002
3. Military Staf Committee
Komite Staf Militer dibentuk atas dasar Pasal 47 Piagam PBB yang anggotanya
terdiri dari para Kepala Staf negara anggota tetap Dewan Keamanan yang
tugasnya adalah untuk memberi nasihat dan bantuan kepada dewan keamanan
terhadap semua permasalahan yang menyangkut keperluan-keperluan militer
dalam rangka pemeliharaan perdamaian dan keamanan. Tugas Komite Staf
Militer dalam memberikan bantuan kepada Dewan Keamanan tersebut juga
diperluka untuk merumuskan rencana-rencana mengatur persenjataan sesuai
dengan Pasal 26 Piagam PBB.
4. Counter Terrorism Committee
Dibentuk atas dasar Resolusi Dewan Keamanan yang tugasnya adalah mengambil
langkah-langkah dalam menghadapai ancaman-ancaman yang bisa mengancam
perdamaian dan keamanan internasional yang disebabkan oleh tindakan-tindakan
terorisme.
5. Sanctions Committee
61

Komite mengenai sanksi.

62

FD
SPH
K
TEU
O
RABNW
M
A
IUSNG
N
IG
SK
ITDG
E
UAO
FRNTDK
U
AO
EG
AD
O
NG
IRNEO
G
S
M
NK
G
O
INAEG
ANCK
O
NUD
LIO
AS
BSN
LAO
CRAS
DAS
IG
ANO
NSE
CIE
CA
SK
O
LS
O
AH
SU
O
CISO
CU
NS
O
PN
B
PB
E
M
E
R
I
N
T
A
H
A
N

63

BAB V
DEWAN EKONOMI DAN SOSIAL
Majelis umum PBB dan dewan ekonomi dan sosial (Economic and Social
Council, ECOSOC), keduanya merupakan badan utama PBB. ECOSOC mempunyai
tugas untuk meningkatkan bidang ekonomi dan sosial yang tujuannya antara lain
untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih tinggi. Disamping itu juga harus
menyelesaikan masalah-masalah ekonomi, sosial, kesehatan internasioanal dan
masalah-masalah yang berkaitan lainnya. ECOSOC juga harus mengupayakan agar
semua negara menghormati dan melaksanakan secara universal HAM.
A. Fungsi dan Kekuasaan ECOSOC
Piagam PBB memberikan wewenang kepada ECOSOC untuk:
1. Membuat atau memprakarsai penyelidikan-penyelidikan yang berkaitan dan
memberi rekomendasi tentanh setiap masalah kepada majelis umum PBB
2. Memberikan rekomendasi dengan tujuan agar semua negara lebih
meningkatkan lagi dalam menghormati, mempersiapkan rancangan-rancangan
konvensi untuk disampaikan kepada majelis umum PBB
3. Menyelenggarakan konferensi-konferensi internasional tentang masalahmasalah yang ada.
B. Hubungan Dengan Badan-Badan Khusus PBB
Badan khusus yang dibentuk dengan persetujuan antara pemerintahan dan
mempunyai tanggung yang luas sebagaimana dinyatakan did qalam instrumen pokok
masing-masing baik di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan, kesehatan
dan bidang-bidang lainnya yang terkait akan dihubungkan dengan PBB.
Dengan persetujuan majelis umum PBB, ECOSOC dapat memberikan
pelayanan-pelayanan atas permintaan baik anggota-anggota PBB maupun badanbadan khusus PBB. Ada sekitar tujuh belas Badan Khusus yang terdaftar dan setiap
tahun memberikan laporan kepada ECOSOC:

64

1) International Labor Organization (ILO)


2) Food and Agriculture Organization (FAO)
3) United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)
4) World Health Organization (WHO)
5) International Bank of Reconstruction and Development (World Bank, IBRD)
6) International Finance Corporation (JFC)
7) International Development Association (IDA)
8) International Monetary Fund (Fund, IMD)
9) International Civil Aviation Organization (ICAO)
10) Universal Postal Union (UPU)
11) International Telecommunication Union (ITU)
12) World Meteorological Organization (WMO)
13) Inter-Govermental Maritime Consultative Organization (IMCO)
14) World Intellectual Property (WIP)
15) International Fund for Agriculture Development (IFAD)
16) International Atomic Energy Agency (IAEA)
17) General Agrement on Tariffs and Trade (GATT)
C. Hubungan dengan Organisasi Non-Pemerintahan
Dalam ketentuan piagam PBB dinyatakan bahwa ECOSOC dapat membuat
pengaturan-pengaturan yang lanyak untuk melakukan konsultasi dengan organisasi
non-pemerintahan (non-govermental organization, NGO) yang ada hubungannya
dengan masalah-masalah yang berada dibawah wewenangnya. Agar organisasiorganisasi non-pemerintahan (NGO) itu dapat ikut serta dalam persidanganpersidangan yang diadakan oleh badan-badan subsider ECOSOC yang membahas
sesuatu masalah yang menjadi perhatian NGO-NGO tersebut, maka mereka harus
memperoleh status konsulfatif (consultative status) dari ECOSOC terlebih dahulu
melalui seleksi tersendiri.
D. Keanggotaan ECOSOC
Pada mulanya menurut ketentuan alam piagam PBB anggota ECOSOC telah
ditetapkan sejumlah 18 negara, tetapi setelah diamandemen pasal 61 piagam PBB

65

yang diberlakukan pada tanggan 31 agustus 1965, maka keanggotaan ECOSOC


tersebut telah diperluas menjadi 27 negara.
1)
2)
3)
4)
5)

Kelompok Afrika
Kelompok Asia
Kelompok Eropa Timur
Kelompok Amerika Latin dan Karibia
Kelompok Eropa Barat dan lain-lain

24 kursi
11 kursi
6 kursi
10 kursi
13 kursi

Meskipun Anggota Tetap Dewan Keamanan tidak diberikan kedudukan istimewa di


dalam ECOSOC, tetapi telah menjadi kebiasaan untuk selalu memasukkan kelima
Anggota Tetap Dewan Keamanan tersebut dalam keanggotaan ECOSOC.
E. Persidangan-Persidangan ECOSOC
Persidangan-persidangan ECOSOC dapat digolongkan dalam dua kategori:
1. Sidang regular yang setiap tahun akan diadakan dua kali, yaitu masing-masing
pada hari selasa kedua pada bulan April dan hari Rabu pertama bulan Juli
selama empat minggu untuk membicarakan masalah-masalah ekonomi, social,
kebudayaan, pendidikan, kesehatan internasional, HAM serta masalahmasalah lain.
2. Sidang yang sifatnya organisasional diadakan hanya satu kali untuk
membicarakan program kerja tahunan yaitu hari Selasa Kedua dalam bulan
Januari.
Sesuai dengan ketentuan dalam piagam PBB, ECOSOC dari waktu ke waktu
dapat

menyelenggarakan

konferensi-konferensi

internasional

yang

membicarakan masalah-masalah khusus dunia yang ada dibawah lingkungan dan


wewenangnya.
F. Struktur Organisasi ECOSOC
A. Komisi-Komisi Regional (Regional Commissions)
a. Economic Commissions for Africa (ECA)
b. Economic and Social Commissions for Asia and the Pasific (ESCAP)
c. Economic Commission for Europe (ECE)
66

d. Economic Commission for Latin Amerika And The Carribean (ECLAC)


e. Economic And Social Commission for Western Asia (ESCWA)
B. Komisi-Komisi Fungsional (Functional Commissions)
a. Komisi untuk Pembangunan Sosial (Commission for Social Development)
b. Komisi mengenai Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Kejahatan
(Commission on Crime Prevention dan Criminal Justice) CCPCJ
c. Komisi Hak Azasi Manusia (Commission on Human Rights) CHR
d. Sub-Commission on the Promotion and Protction of Human Rights
e. Commission on Narcotic dan Drugs (CBD)

67

SDK
TW
EUI
LSW
AG
NAT
SYEN
G
AM
G
P
DH
O
E
TAPM
ANPER
AERNW
DA
NFRW
AL
UW
NALTI
LIA
G
SIALN
IANB
NB
L
B
B
68

BAB VI
DEWAN PERWALIAN
Dewan perwalian atau Trusteeship Council merupakan salah satu badan utama
PBB yang bertanggungjawab untuk mengawasi pemerintahan di wilayah wilayah
yang ditempatkan pada Sistem Perwalian PBB. Tujuan dari sistem ini adalah untuk
meningkatkan perkembangan kemajuan penduduk di wilayah tersebut kearah
pemerintahan sendiri atau kemerdekaan bagi mereka. Sesuai dengan Piagam PBB,
Dewan Perwalian harus mengawasi jalannya pemerintahan di wilayah tersebut serta
membantu Majelis Umum PBB dalam melaksanakan tugas yang berhubungan dengan
persetujuan mengenai perwalian yang dibuat antara PBB dan Negara Negara yang
diserahi untuk menjalankan pemerintahan di wilayah tersebut.
A. Sistem Mandat LBB
Setelah Perang Dunia ke I berakhir, telah diadakan suatu usaha bersama dalam
waktu singkat untuk menyelesaikan masalah koloni koloni yang dikuasai oleh
Negara Negara sentral yang kalah. Negara Negara sekutu kemudian memutuskan
wilayah koloni tersebut berada dalam pengawasan LBB. Wilayah tersebut dibagi
dalam tiga kategori, yang kemudian diserahkan kepada Negara penerima mandate,
yaitu :
1. Jenis A, dimana Negara tersebut sudah siap untuk menerima kemerdekaan dalam
waktu singkat, diantaranya adalah :

a) Irak, Palestina, Transjordania

(dimandatkan pada Kerajaan Inggris ) dan b) Lebanon, Syria (dimandatkan pada


Republik Prancis )
2. Jenis B, dimana Negara tersebut akan diberikan kemerdekaannya dalam jangka
waktu lama, yaitu : a) Kamerun dan Togoland (dimandatkan pada Kerajaan
Inggris dan Republik Prancis) b) Tanganyika (dimandatkan pada Kerajaan
Inggris) c) Rwanda Urundi (dimandatkan pada Belgia)

69

3. Jenis C, dimana Negara tersebut tidak ada prospek untuk diberikan kemerdekaan
maupun pemerintahan sendiri, diantaranya : a) Afrika Barat Daya (dimandatkan
pada Uni Afrika Selatan) b) New Guinea (dimandatkan pada Australia) c) Samoa
Barat (dimandatkan pada Selandia Baru) d) Nauru (dimandatkan pada Australia,
kemudian dialihkan pada Kerajaan Inggris) e) Kepulauan kepulauan kecil di
Pasifik (bekas koloni Jerman, dimandatkan pada Kekaisaran Jepang)
LBB memberikan komitmennya bahwa rakyat di wilayah tersebut harus diberi
hak untuk merdeka apabila kelak wilayah tersebut telah dianggap layak untuk
memperolehnya, namun hal ini tidak dinyatakan secara khusus dalam ketentuan
Convenant-nya ataupun instrument tersendiri mengenai hal tersebut. Wilayah ini
kemudia setelah Perang Dunia Kedua, diserahkan pada PBB dalam sistem perwalian
PBB.
B. Sistem Perwalian PBB
PBB sesuai dengan kewenangannya membentuk suatu sistem perwalian guna
melaksanakan pemerintahan dan pengawasan di wilayah perwalian menurut
persetujuan tersendiri yang akan dibuat kemudian. Sistem ini bertujuan utama
sebagaimana dalam Pasal 1 Piagam PBB, diantaranya adalah

1) memajukan

perdamaian dan keamanan internasional 2) meningkatkan kemajuan dalam bidang


bidang public (pendidikan, ekonomi, sosial, dsb) dari wilayah tersebut serta
mengembangkannya kearah tercapainya kemerdekaan untuk wilayah tersebut seperti
dinyatakan dalam ketentuan dalam persetujuan perwalian masing masing 3)
menodorong dihormatinya HAM dan kemerdekaan yang mendasar bagi seluruhnya
tanpa ada perbedaan dan mendorong pengakuan bangsa di seluruh dunia 4) menjamin
perlakuan yang sama dalam masalah masalah komersil (ekonomi, perdagangan,
sosial) untuk semua anggota dan perlakuan adil bagi semuanya.
Sistem ini diterapkan pada wilayah wilayah sesuai kategorinya masing
masing. Diantaranya adalah kategori pertama yang wilayah tersebut sudah ada
70

dibawah mandate, kedua yang wilayah tersebut dipisahkan dari Negara musuh
sebagai akibat perang, dan ketiga yang wilayah tersebut secara sukarela ditempatkan
di bawah sistem oleh Negara yang bertanggungjawab terhadap urusan pemerintahan
di wilayah tersebut. Sistem tidak dapat ataupun bisa bagi wilayah yang telah menjadi
anggota PBB, yang dimana hubungannya didasari pada penghormatan terhadap azas
persamaan kedaulatan.
C. Wilayah Perwalian
Sesuai dengan perumusan Piagam PBB di San Francisco, disetujui bahwa
penolakan hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri dapat berakibat pada timbulnya
konflik. Bahkan piagam tersebut pula menegaskan tujuan pokok dari sistem ini yang
menggantika sistem perwalian LBB, meningat pentingnya sistem tersebut sebagai
instrument untuk perdamaian, maka Pasal 76 Piagam PBB menjelaskan kerangka
kerja tentang kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi oleh Negara yang
memerintah wilayah yang di bawah mandate PBB menuju tercapainya kemerdekaan
wilayah itu.
Sebagai contoh, dapat dilihat bagaimana kepulauan kepulauan pasifik setelah
Perang Dunia Pertama usai. Sebagai wilayah dengan kategori C, disangkutkan pula
dalam

Piagam

PBB

wilayah

tersebut

sebagai

wilayah

strategis

yang

pemerintahannya akan dilaksanakan oleh Amerika Serikat atas dasar perwalian yang
mengalami perubahan. Berdasarkan pada persetujuan yang telah dicapai oleh Majelis
Umum PBB, terdapat sebelas wilayah yang ditempatkan dalam sistem perwalian,
sementara itu

terdapat tujuh Negara lainnya yang telah diserahi kekuasaan

pemerintahan untuk wilayah tersebut (dimana tak termasuk bekas koloni Jerman di
Afrika Barat Daya yang berada dibawah Uni Afrika Selatan yang menolak wilayah
tersebut dalam perwalian PBB). Wilayah wilayah yang mengalami perubahan
diantaranya persis seperti wilayah yang dimandatkan setelah Perang Dunia Pertama,
tetapi terdapat tambahan diantarnya adalah Somaliland (dimandat dan bawah

71

perintahkan pada Italia), Mariana, Marshall, dan Carolines (yang dimandatkan pada
Amerika Serikat). Hingga Desember 1975, telah ada sepuluh Negara bekas perwalian
yang telah merdeka dan menentukan nasib sendiri, Kepulauan Pasifik menjadi satu
satunya wilayah perwalian yang tersisa.
D. Tugas dan Fungsi Dewan Perwalian
Tugas dan fungsi yang dimiliki oleh dewan perwalian, meskipun berperan penting
dalam menjaga perdamaian, tidaklah seperti badan badan lainnya. Kedua hal
tersebut sangat dibatasi dalam tindakan tindakannya. Hal ini terlihat dalam
ketentuan dalam Piagam PBB yang menjadikan dewan ini hanya memiliki
kemampuan eksekutif dalam mengawasi wilayah wilayah tersebut. Intinya adalah
dewan ini hanya bertugas untuk mengawasi pelaksanaan sistem perwalian dan
menjamin agar penguasa administrasi dalam melaksanakan kewajibannya sesuai
dengan persetujuan tentang perwalian yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan tugas
ini, Dewan perwalian diberikan mandat untuk membahas laporan laporan yang
disampaikan oleh penguasa setempat, termasuk pula menerima petisi dan
mempelajarinya dengan berkonsultasi dengan penguasa setempat , dewan juga
melakukan kunjungan berkala dengan waktu yang telah disepakati dengan penguasa
setempat serta mempertanyakan dan melihat situasi perkembangan wilayah tersebut
kepada penguasa pemerintah setempat.
E. Keanggotaan Dewan Perwalian
Menurut pada ketentuan Piagam PBB, keanggotaan dari Dewan Perwalian terdiri
dari tiga kelompok yaitu Negara yang melaksanakan pemerintahan di wilayah
perwalian tersebut, lalu Negara anggota tetap dewan keamanan yang tidak melakukan
pemerintahan di wilayah perwalian dan sejumlah Negara anggota PBB lainnya yang
dipilih dalam jangka waktu tiga tahun oleh Majelis Umum PBB. Hingga tahun 1960,
tercatat anggota Dewan Perwalian sebanyak 14 negara dengan tujuh diantaranya
adalah Negara yang memerintah wilayah perwalian, dua Negara anggota tetap dewan
72

keamanan bukan penguasa wilayah perwalian dan lima Negara lainnya yang dipilih
dengan jangka waktu tiga tahun. Di tahun 1968, Majelis Umum PBB memutuskan
bahwa keanggotaan Dewan Perwalian hanya terdiri dari Negara yang memerintah
wilayah perwalian dan Negara anggota tetap Dewan Keamanan yang bukan penguasa
wilayah perwalian. Hal ini dapat terlihat ketika Papua New Guinea memperoleh
kemerdekaan pada tahun 1975, di tahun yang sama pula Australia menyatakan
berhenti dari keanggotaannya pada Dewan Perwalian. Dengan demikian, hanya
tersisa beberapa Negara dimana Amerika Serikat tetap memegang penguasa
pemerintahan di beberapa kepulauan di Pasifik.

73

FS
PM
UEA
NK
RSM
R
USAIG
NYLSE
AJIT
NRAH
ABDR
TANIO
RATN
NAST
G
A
NEK
EP
NJK
B
IARK
BEUS
AT
STA
ARI
NIA
SN
SE
EJ
K
E
RK
RNE
TED
ATR
AR
IRL
AI
SPT
B
JB
E
N
D
E
R
A
L
P
B
B

74

BAB VII
SEKRETARIAT PERSERIKATAN BANGSA BANGSA
Dalam sejarah pembentukan sekretariat atau sekretariat tetap dari suatu organisasi
internasional secara efektif sudah dimulai sejaka didirikannya LBB dan ILO setelah
Perang Dunia Pertama, namun sekretariat pada organisasi tersebut tidaklah efektif.
Sekretartiat organisasi internasional pada umumnya mempunyai tugas untuk
mempersiapkan pelayanan baik yang sifatnya administratif secara umum maupun
sekretariat pada badan badan yang ada di bawahnya. Sesuai dengan Pasal 7 Piagam
PBB, sekretariat merupakan salah satu dari enam badan utama, yang terdiri dari
Sekretaris Jenderal dan staf sekretariat. Sekretaris Jenderal diangkat oleh Majelis
Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan dan merupakan Kepala
Administrasi dari organisasi PBB tersebut. Sementara stafnya sendiri diangkat oleh
Sekretaris Jenderal PBB yang ditetapkan berdasarkan azas perwilayahan yang seluas
mungkin dengan suatu quota yang didasarkan atas kontribusi para Negara anggota
sesuai dengan penilaian skala masing masing.
Nantinya, anggota ini akan disebar pada seluruh organ organ, badan badan
yang bernaung di bawah PBB dengan pertimbangan utama dalam memperkerjakan
staf tersebut dann dalam menentukan kondisi jabatannya merupakan hal yang penting
guna menjamin standar mengenai efisiensi, kemampuan atau ingeritasnya. Tugas
mereka (Sekjend berserta staf) haruslah netral, tidak menerima perintah dari negara
manapun diluar organisasi PBB, serta menghormati sifat internasional yang
khususnya mengenai tanggung jawab para staf dan tidak untuk memengaruhi mereka
dalam menajalankan tanggung jawabnya. Sekretaris Jenderal dibantu oleh beberapa
staf seperti Deputi Sekjen, serta staf stfa lainnya.
A. Fungsi dan Kekuasaan Sekretaris Jenderal PBB

75

1. Sekjen akan menghadiri persidangan yang diadakan oleh Majelis Umum,


Dewan

Keamanan,

ECOSOC,

Dewan

Perwalian

sesuai

dengan

kedudukannya. Sekjen merupakan coordinator persidangan dalam sistem


PBB.
2. Sekjen PBB memiliki tanggung jawab tersendiri sebagai tambahan dari
tanggung jawab utama Dewan Keamanan dan tanggung jawab residual dari
Majelis Umum PBB. Contohnya adalah Sekjen meminta perhatian D.K.
dalam pembebasan tahanan Kedubes AS di Teheran selama Revolusi 1979
terjadi.
3. Sekjen PBB pun mempunyai tanggung jawab politik secara eksplisit sebagai
mediator, informal advisor, good offices dalam penyelesaian pertikaian secara
damai tanapa rekomendasi Dewan Keamanan dan atas permintaan Negara
anggota serta harmonisasi dalam tindakan berbagai Negara.
4. Sekjen PBB, atas permintaan Dewan Keamanan, dapat memberikan jasa
jasa baiknnya dalam rangka mencari penyelesaian sengketa secara damai,
sebagai contoh adalah kasus Perang Teluk I (Irak Iran) yang dilakukan
sendiri sesuai permintaan Dewan Keamanan
5. Sekjen PBB, atas rekomendasi Dewan Keamanan, dapat menunjuk Wakil
khusus dalam usaha untuk mencapai penyelesaian pertikaina seperti dalam
masalah Perang Enam Hari tahun 1967
6. Sekjen PBB dapat berperan depositor, menerima registrasi perjanjian maupun
persetujuan yang dibuat oleh anggota PBB.
7. Sesuai Pasal 67 Statuta Mahkamah Internasional, Sekjen PBB akan
memebrikan keterangan tentang instrument hukum yang mengikat Negara
anggota.

76

B. Pemilihan Sekretaris Jenderal PBB


Sesuai dengan ketentuan dalam Piagam PBB, Sekjen PBB akan dipilih oleh
Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan. Setelah direkomendasikan,
akan diadakan suatu pemilihan secara rahasia di Majelis Umum dalam pertemuan
khusus untuk penetapannya. Pengangkatan Sekjen PBB tersebut hanyalah segelintir
dari peranan Dewan Keamanan yang kemudian setelah diangkat, anggota tetap
haruslah bertanggung jawab secara moral pada Sekjen PBB tersebut walaupun Sekjen
PBB tidak akan mengikutcampurkan masalah yang berkaitan tersebut dalam
laporannya. Selain itu, menurut Pasal 99 Piagam PBB, Sekjen PBB dapat meminta
perhatian Dewan Keamanan mengenai situasi yang sekiranya mengancam
perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini menjadikan hak insiatif Sekjen PBB yang
jarang bahkan tidak pernah dilakukan dengan pertimbangan sama yaitu tidak
merongrong kewibawaan Dewan Keamanan.
1. Masa Jabatan Sekretaris Jenderal PBB
Intinya adalah masa jabatan berlaku selama lima tahun, dan dapat diangkat
kembali

untuk

periode

berikutnya

mengingat

pada

kinerja

maupun

pengalamannya, Setelah pensiun, mantan Sekjen PBB tidak diperkenankan


menjabat dalam struktur organisasi pemerintahan.
2. Penyaratan untuk Jabatan Sekretaris Jenderal PBB
Syarat syarat sebagai Sekretaris Jenderal hanya didasarkan pada hukum tak
tertulis, dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bukan warga Negara anggota tetap Dewan Keamanan
b. Negara calon Sekjen PBB mempunyai jasa dalam memberikan sumbangsih
untuk perdamaian dan keamanan internasioanl
c. Tidak terikat oleh kewajiban hukum
77

d. Negara yang mewakili melaksanakan kewajiban internasional sesuai


ketentuan Piagam PBB
C. Susunan Organisasi Sekretariat
Seperti telah diketahui dalam pendahuluan bab ini, bahwasanya Sekjen PBB
memiliki sejumlah staf staf. Dalam hal ini, adalah wakil maupun pejabat pejabat
lainnya yang mempunyai tugas tersendiri seperti Direktur Tingkat I, Direktur Tingkat
II, serta pejabat pejabat professional yang bertingkat I sampai V. Guna membantu
tugas dan pekerjaan yang sifatnya umum, sekretariat memperkerjakan Staf Umum
dengan tingkatannya sendiri. Pengangkatan daripada staf staf tersebut didasarkan
pada quota yang bergantung pada besarnya kontribusi masing masing terhadapn
organisasi PBB. Semakin besar kontribusinya, akan semakin banyak pula quota yang
didapat sehingga akan terbuka pula peluang jabatan tinggi dalam organisasi PBB.
Terdapat tiga kantor yang berada langsung dibawah Sekretaris Jenderal PBB, yaitu :
a) Kantor Eksekutif Sekjen PBB yang diantaranya ada empat pejabat senior seperti
Assitant Secretary General (untuk hubungan luar negeri), Chief de Cabinet, Special
Adviser to Secretary General, Kepala Protokol. Serta kantor Office of Oversight
Services yang dipimpin Under Secretary General, lalu Office of Legal Affairs yang
dibantu oleh Assitant Secretary General. b) Departemen depatemen yang
mengurusi berbagai masalah baik itu bidang bidang umum, operasional, maupun
komunikasi dan koordinasi yang semuanya dipimpin oleh Under Secretary General
dan dibantu Assitant Secretary General.

78

M
TK
SO
A
JPY
EA
K
R
U
D
JH
A
TM
G
SK
R
O
D
V
BK
N
A
ER
D
IG
A
K
LG
SEN
U
M
M
N
G
TIC
D
EK
O
TLB
O
SH
A
IK
N
R
BH
U
A
ER
K
TM
Y
B
K
SIN
A
O
G
A
IM
H
N
TH
A
PK
T
N
SH
W
Y
IA
E
K
U
A
M
N
PR
JK
N
IA
O
EN
M
IA
G
H
K
A
BR
N
S
Y
A
IBEH
I
ELM
N
ILO
A
TR
E
H
SN
ITSA
R
L
FEIA
N
I
N
R
A
A
STN
I
EN
A
SR
O
IS
A
N
E
O
R
A
S
N
LA
IG
A
N
L
K
O
E
N
T
A
LA
I
N
T
E
R
N
A
S
I
O
N
A
L

79

BAB VIII

MAHKAMAH INTERNASIONAL
A. PERKEMBANGAN PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
-

Pada zaman Yunani kuno bila terjadi sengketa internasional diselesaikan oleh
satu badan yang tidak memihak, disebut impartial authority. Yang
keputusannya dilakukan berdasarkan hukum yang ada.

Abad ke-18 dibentuk international arbitration (Inggris & AS) melalui Treaty
of Amity Commerce and Navigation (Jay Treaty) 19 November 1794.
Penyelesaian Sengketa Internasional dibentuk komisi campuran, masingmasing menunjuk anggota dengan jumlah yang sama dan juga menunjuk
seorang sebagai ketua (umpire).

Perkembangan selanjutnya beberapa negara memikirkan dibentuknya badan


arbitrase permanen. Gagasan ini mendorong diadakanya konferensi
Perdamaian I di Den Haag, dihadiri 26 negara tahun 1899 dan dibentuklah
Permanent Court of Arbitration (PCA).

1. Perkembangan sejak liga bangsa-bangsa


-

Pada tahun 1920 Liga Bangsa Bangsa membentuk Permanent Court of


International Justice (PCIJ) yang merupakan peradilan judisial internasional.

Tahun 1946 Liga Bangsa Bangsa bubar, sisa kasus sengketa internasional
diserahkan ke PBB

2. Pembentukan Mahkamah Internasional


-

Pada Tahun 1945 telah dibentuk Mahkamah Internasional melalui konferensi


PBB mengenai Organisasi Internasional (UNCIO) di San Fransisco.

80

Setiap Anggota PBB terikat pada keputusan Mahkamah Internasional

Bila salah satu pihak melanggar, pihak lain bisa mengajukan ke Dewan
Keamanan PBB

B. KEANGGOTAAN MAHKAMAH INTERNASIONAL


-

Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim yg independen, tidak boleh ada


2 hakim berasal dari warga negara yg sama dalam satu masa jabatan.

Hakim Mahkamah Internasional memiliki hak kekebalan dan keistimewaan


diplomatik.

C. PEMILIHAN HAKIM MAHKAMAH INTERNASIONAL


-

Para hakim dipilih oleh Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB dari
daftar orang-orang yang ditunjuk oleh kelompok kelompok nasional dalam
Mahkamah Tetap Arbitrase

Kelompok kelompok Nasional tidak boleh mengajukan lebih dari 4 calon

Hakim dipilih dipilih untuk waktu 9 tahun dan bisa dipilih kembali

Setiap 3 tahun diadakan pemilihan untuk 5 hakim baru

Setiap 3 tahun Mahkamah Internasional memilih Presiden dan Wakil


Presiden dari para anggotanya

D. TATA CARA MAHKAMAH INTERNASIONAL


-

Pada umumnya sidang Mahkamah Internasional dihadiri oleh 15 hakim, tapi


9 Hakim yg hadir bisa membentuk suatu quorum

Mahkamah dapat membentuk 3 persidangan majelis (Chamber)

81

Majelis terdiri dari 3 hakim ataub lebih untuk mendengarkan kasus tertentu
(ex: perburuhan, transit dan komunikasi)

E. ORGANISASI MAHKAMAH INTERNASIONAL


-

Sidang Mahkamah Internasional memilih presiden dan wakil presiden untuk


masa waktu 3 tahun

Dalam menerima kasus bisa mengundang Assessors, asssessors dipillih oleh


Mahkamah

Mahkamah juga dapat mengundang perorangan atau organisasi sebagai


expert untuk memberikan pendapat ahli.

Para pihak jg dapat memilih Hakim Ad Hoc, tidak permanen

F. SEKRETARIAT MAHKAMAH INTERNASIONAL


-

Skretariat Mahkamah Internasional (Registry) adalah semacam panitera


diketuai oleh seorang Registrar dan dibantu oleh seorang Deputy Registrar.

Keduanya dipilih untuk masa jabatan 7 tahun dan bisa dipilih kembali

Tugas Register antara lain :


a. Mempersiapkan dan up dating daftar kasus-kasus masalah yang diterima
oleh Mahkamah
b. Bertanggung jawab untuk mengeluarkan himpunan keputusan-keputusan
(judgments) dan pendapat saran (advisory opinion) yang dikeluarkan oleh
Mahkamah serta dokumen-dokumen lainnya.
c. Bertanggung jawab terhadap arsip dan menyiapkan anggaran Mahkamah.

G. AKSES MAHKAMAH INTERNASIONAL

82

Hanya Negara-negara pihak dalam persengketaan yang mengajukan


masalahnya ke mahkamah.

Ada 3 kategori Negara yg bisa punya akses utk mengajukan kasus


persengketaan kepada Mahkamah yaitu:
a. Mahkamah adalah terbuka bagi semua Negara anggota PBB yg dengan
sendirinya merupakan pihak dari Statuta Mahkamah
b. Di lain pihak Mahkamah terbuka untuk suatu Negara tertentu yang bukan
merupakan anggota PBB, tetapi yang sudah menjadi pihak dalam Statuta
Mahkamah Internasional.
c. Mahkamah Internasional juga terbuka bagi Negara-negara yang bukan
dari statuta dengan syarat yang telah ditetapkan oleh Dewan Keamanan
melalui resolusi tgl 15 Oktober 1946.

H. YURISDIKSI MAHKAMAH INTERNASIONAL


-

Negaara tidak berarti harus menyampaikan perselisihan kepada Mahkamah


Internasional.

Yursidiksi Mahkamah untuk menyelesaikan perselisihan tergantung daripada


kesepakatan Negara-Negara.

Yurisdiksi Mahkamah pd pokoknya dibagi dlm 3 kategori:

Yurisdiksi Sukarela (Voluntary Jurisdiction)

Yurisdiksi Wajib (Compulsory Jurisdiction)

Yurisdiksi Yang Bersifat Saran (Advisory Jurisdiction)

I. PRODUK MAHKAMAH INTERNASIONAL

83

1. Judgment
-

Judgment merupakan putusan final yang tidak bisa dimintakan banding.

Mengikat secara hukum hanya bagi para pihak sengketa yang mengajukan
masalahnya ke Mahkamah Internasional.

Judgment diberikan harus disertai alasan sebagai dasar hukum

Judgment ditandatangani oleh Presiden Mahkamah dan Registrar dan akan


dibacakan dalam sidang terbuka.

2. Advisory Opinion
-

Advisory opinion adalah suatu pandangan terhadap masalah-masalah hukum


atas permintaan Majelis Umum PBB, Dewan Keamanan atau badan-badan
lainnya yang mendapat otorisasi.

Pada prinsipnya

Advisory opinion

hanya sebagai saran dan tidak

mempunyai kekuatan hukum.

84

Anda mungkin juga menyukai