Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM INTERNASIONAL
HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL DAN HAK HAK ORGANISASI
INTERNASIONAL
Dosen Pengampu: Guntarto Widodo SH., MH.

Disusun Oleh: Kelompok 3


03HUKP014/V.351
1. Assyfa Putri Permana (221010201087)
2. Celia Margaretha Tarihoran (221010200633)
3. Eva Amelia (211010200206)
4. Marcel Franskie Moreno (221010201137)
5. Mohamad Thoriq Alhafizh (221010200657)

PROGRAM STUDI S1 HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG 2023
Jl. Raya Puspitek No.46, Buaran, Serpong Kec. Pamulang, Kota Tangerang Selatan
Banten 15310
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan YME. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Tangerang Selatan, 29 September 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia
yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari
suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi
dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah
negara negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka.
Secara umum sumber hukum diartikan sebagai pendukung atau pemilik hak dan
kewajiban. Demikian pula menurut Soejono, Yaitu orang yang mempunyai hak,
manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak melakukan perbuatan
hukum. Pada awal kehadiran hukum internasional, hanya negara lah yang dipandang
sebagai subjek hukum internasional, akan tetapi karena perkembangannya, subjek
hukum internasional tidak terbatas pada negara saja, melainkan pada sukit lainnya.

Menurut I Wayan Parthiana subyek hukum pada umumnya diartikan sebagai


pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai
pemegang dan hak kewajiban tersebut berarti adanya kemampuan untuk mengadakan
hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Dengan kata lain dapat
diuraikan bahwa subyek hukum internasional adalah pihak pihak pemegang hak dan
kewajiban hukum dalam Pergaulan internasional. Pendapat lain juga dikemukakan
oleh F. Sugeng Istanto yang menyatakan bahwa subyek hukum internasional adalah
negara, organisasi internasional dan individu. Subjek hukum tersebut masing masing
mempunyai hak dan kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain.

Organisasi internasional sebagai salah satu subyek hukum internasional


merupakan wadah yang menghimpun negara-negara untuk melakukan kerjasama
internasional. Perkembangan kemajuan organ kedua puluh satu ini dirasakan sangat
cepat baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini dirasakan oleh masyarakat
internasional dewasa ini bukan saja karena naiknya kepentingan negara negara di
dunia dalam semua bidang, akan tetapi juga untuk menciptakan suasana yang lebih
aman dan damai di lingkungan Pergaulan internasional. Oleh karena itu pembentukan
organisasi internasional dianggap sangatlah penting bagi semua negara dalam rangka
mencapai tujuan yang menjadi kepentingan semua negara, di mana kepentingan
tersebut menyangkut bidang kehidupan internasional yang sangat luas.

Bidang bidang tersebut mencangkup kepentingan banyak negara, maka perlu


diatur melalui peraturan internasional agar kepentingan masing masing negara dapat
terjamin. Hukum organisasi internasional merupakan jawaban yang tepat karena
menyangkut lebih banyak prinsip dan norma norma hukum yang di rumuskan oleh
organisasi internasional yang dibentuk.

Hukum internasional tersebut pada hakikatnya merupakan norma norma


hukum internasional yang terhimpun dalam suatu instrumen pokok yang mengatur
mengenai segala aspek yang berkenaan dengan organisasi internasional tersebut,
seperti prinsip prinsip dan tujuan pembentukan organisasi tersebut yang diperlukan
untuk menerima keanggotaannya, dan kewajiban para anggotanya, cara cara
organisasi tersebut dalam mengambil keputusan, personalitas hukum dan hukum
lainnya yang berkaitan dengan organisasi internasional tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Mengapa Organisasi Internasional dibutuhkan?
2. Achievement apa yang ingin diwujudkan?

C. Tujuan
1. Mengatur perilaku-perilaku negara-negara dalam aktivitas perdamaian, konflik,
dan kerjasama
2. N
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakekat Hukum Internasional


Menurut Austin hukum internasional bukanlah hukum yang sesungguhnya
karena untuk dikatakan sebagai hukum menurut Austin harus memenuhi dua unsur
yaitu ada badan legislatif pembentuk aturan serta bahwa aturan tersebut dapat
dipaksakan. Austin tidak menemukan kedua unsur ini dalam diri hukum internasional
sehingga ia berkesimpulan bahwa hukum internasional belum dapat dikatakan sebagai
hukum, baru sekedar positif morality saja. Mencermati pendapat Austin nampak
bahwa Austin melihat hukum dari kacamata yang sangat sempit. Menurut Austin
hukum identik dengan undang-undang, perintah dari penguasa (badan legislatif).
Dalam analisis modern pendapat Austin ini tidak tepat lagi sebab akan menghilangkan
fungsi pengadilan sebagai salah satu badan pembentuk hukum. Di samping itu Austin
juga mengabaikan bila dalam masyarakat ada hukum yang hidup, yang
keberadaannya tidak ditentukan oleh adanya badan yang berwenang (badan legislatif)
atau penguasa seperti hukum adat atau hukum kebiasaan.

Berbeda pendapat dengan Austin, Oppenheim pakar hukum yang lain


mengemukakan bahwa hukum internasional adalah hukum yang sesungguhnya
(reallylaw). Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk dikatakan sebagai hukum
menurut Oppenheim. Ketiga syarat yang dimaksud adalah adanya aturan hukum,
adanya masyarakat, serta adanya jaminan pelaksanaan dari luar (external power) atas
aturantersebut. Syarat pertama dapat dengan mudah ditemukan yaitu dengan
banyaknya aturan hukum internasional dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti
Konvensi Hukum Laut PBB 1982, Perjanjian internaional tentang bulan dan benda-
benda langit lainnya (Space Treaty 1967), Konvensi mengenai hubungan diplomatik
dan konsuler, berbagai konvensi internasional tentang HAM, tentang perdagangan
internasional, tentang lingkungan internasional, tentang perang, dan lain-lain. Dapat
dikatakan sulit kita menemukan aspek kehidupan yang belum diatur oleh Hukum
internasional.
Syarat kedua adanya masyarakat internasional juga terpenuhi menurut Oppenheim.
Masyarakat internasional tersebut adalah negara negara dalam lingkup bilateral,
trilateral, regional maupun universal. Adapun syarat ketiganya adalah adanya jaminan
pelaksanaan juga terpenuhinya menurut Oppenheim. Jaminan pelaksanaan dapat
berupa sanksi yang dapat datang dari negara lain, organisasi internasional maupun
pengadilan internasional. Sanksi tersebut dapat berwujud tuntutan permintaan maaf,
gantirugi, serta pemulihan keadaan pada kondisi semula. Disamping itu ada pula
sanksi yang wujudnya kekerasan seperti pemutusan hubungan diplomatik, embargo,
pembalasan, sampai ke perang.

Meskipun menyatakan bahwa hukum internasional adalah hukum yang


sesungguhnya bukan hanya sekedar moral, Oppenheim mengakui bahwa hukum
internasionalHukum yang lemah. Hukum internasional lemah dalam hal penegakan
hukumnya bukan validitas nya. Hukum internasional terkadang sangat Primitif dan
tebang pilih. Hukum dan sanksi hanya dikenakan terhadap negara negara kecil yang
tidak atau kurang memiliki power juga pengaruh di lingkungan masyarakat
internasional. Ketika Irak main invasi Kuwait pada tahun 1990 sampai 1991 hukum
internasional sangatlah keras terhadap nya. Masyarakat internasional menyatakan
bahwa tindakan tersebut unlawfull.Berbagai sanksi dijatuhkan kepada Irak, bahkan
penjatuhan sanksi itu justru yang melanggar hukum internasional karena tidak ada
kejelasan sampai kapan sanksi akan berlangsung. Lebih dari itu sanksi sangat
mencampuri urusan dalam negeri Irak dan mencabut hak untuk mengembangkan diri.
Demikian halnya dengan Iran, meskipun belum ada bukti bahwa Iran
mengembangkan senjata pemusnah massal dan menurut Iran apa yang dilakukannya
hanya untuk tujuan damai dan pengembangan ilmu pengetahuan tetapi berbagai
macam sanksi sudah diterapkan terhadap Iran.

Senada dengan oppenheim,Para pakar hukum internasional modern


menyatakan bahwa hukum internasional adalah hukum yang sesungguhnya bukan
hanya sekedar moral. Mayoritas masyarakat internasional mengakui adanya aturan
hukum yang mengikat mereka. Ketika Irak menginvasi Kuwait tahun 1990
masyarakat internasional menyatakan bahwa tindakan tersebut Unlawfull.

B. Dasar Kekuatan Mengikat Hukum Internasional


Sebagaimana dikemukakan diatas dalam hukum internasional tidak ada badan
Supra nasional yang memiliki otoritas membuat dan memaksakan suatu aturan
internasional, Tidak ada aparat penegak hukum yang berwenang menindak langsung
negara yang melanggar hukum internasional, serta hubungannya dilandasi hubungan
koordinatif bukan sub Ordinaltif. Namun demikian ternyata di dalam praktek
masyarakat internasional mau menerima hukum internasional sebagai hukum yang
sesungguhnya bukan hanya sebagai moral positif saja. Hakikat hukum internasional
adalah sebagai hukum yang sesungguhnya. Jumlah pelanggaran yang terjadi jauh
lebih kecil daripada ketaatan yang ada. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan lebih
lanjut apa yang menjadikan masyarakat internasional mau menerima hukum
internasional sebagai hukum.

Dari Sisi filsafat ilmu hukum ada beberapa teori atau aliran yang muncul
dalam beberapa periode atau tahapan, yang mencoba menjawab pertanyaan di atas
sebagai berikut. Pada tahapan ancient and primitive international law, Yaitu abad
Romawi kuno sampai abad pertengahan misalnya di mana aliran hukum alam
mendominasi pemikiran para pakar ilmu pengetahuan saat itu dikatakan bahwa
masyarakat internasional Taat pada hukum internasional karena hukum internasional
bagian dari hukum alam. Hukum alam adalah aliran pemikiran semi teologis, selalu
merujuk pada hukum yang lebih tinggi yang datangnya dari Tuhan.

Dari yang dikemukakan oleh aliran hukum positif, dasar kekuatan mengikat
hukum internasional adalah kehendak negara. Meskipun lebih kongkrit dibandingkan
apa yang dikemukakan aliran hukum alam namun apa yang dikemukakan oleh aliran
ini pun memiliki kelemahan yakni bahwa tidak semua hukum internasional
memperoleh kekuatan mengikat karena kehendak negara. Banyak sekali aturan
hukum internasional yang berstatus hukum kebiasaan internasional ataupun prinsip
hukum umum yang sudah ada sebelum lahirnya suatu negara. Tanpa pernah
memberikan pernyataan kehendaknya setuju atau tidak setuju terhadap aturan
tersebut, negara negara yang baru lahir tersebut akan terikat pada aturan internasional
itu.

Pasca perang dunia pemikiran ketaatan kepada hukum internasional semakin


berkembang. James Brierly ahli hukum internasional menyatakan mengapa negara
Taat pada hukum internasional adalah untuk menjaga reputasi masing masing di
tingkat internasional serta tumbuhnya solidaritas untuk terciptanya ketertiban dan
perdamaian dunia. Pasca perang dunia kedua organisasi internasional tumbuh
bagaikan Cendawan di musim hujan. Keberadaan mereka sedikit banyak
mempengaruhi ketaatan negara pada hukum internasional.

Kedaulatan tidak bisa lagi diartikan sebagai kebebasan untuk melakukan


apapun se kehendaknya sesuai kepentingan nya sendiri, tetapi sebagai anggota
masyarakat bangsa bangsa. Dewasa ini satu-satunya cara di mana mayoritas negara
dapat menyadari dan mengekspresikan kedaulatannya adalah melalui partisipasi
dalam berbagai rezim yang mengatur tata tertib internasional. Tidak ada negara yang
membabi buta, sepenuhnya mengabaikan hukum internasional karena terlalu banyak
pihak asing dan Domestik, terlalu banyak hubungan yang hadir Dan potensial, terlalu
banyak rangkaian pada isu isu atau masalah lain yang tidak dapat diabaikan begitu
saja.
Menurut aliran sosiologis, masyarakat bangsa bangsa selaku makhluk sosial selalu
membutuhkan interaksi satu dengan yang lainnya untuk memenuhi kebutuhannya.
Seberapa maju apapun suatu negara tidak akan dapat hidup sendiri. Dalam ber
interaksi tersebut masyarakat internasional membutuhkan aturan hukum untuk
memberi kepastian hukum pada apa yang mereka akan lakukan.

Pada akhirnya dari aturan tersebut masyarakat internasional akan merasakan


ketertiban, keteraturan, keadilan,dan kedamaian. Demikianlah menurut aliran ini dasar
kekuatan mengikat nya hukum internasional adalah kepentingan dan kebutuhan
bersama akan ketertiban dan kepastian hukum dalam melaksanakan hubungan
internasional. Kekuatan ini menjadi kan masyarakat internasional mau tunduk dan
mengikat kan diri pada hukum internasional. Faktor kebutuhan lebih penting daripada
faktor ada tidaknya aparat penegak hukum, ada tidaknya lembaga lembaga formal
serta ada tidaknya sanksi. Sebagai contoh dapat dikemukakan pula mengapa di
perempatan jalan yang tidak diawasi polisi mayoritas pemakai jalan mau menunju
menundukkan diri pada aturan yang ada, berhenti ketika lampu menunjukkan warna
merah? Jawabannya adalah karena mereka membutuhkan aturan lalulintas tersebut
demi keselamatan sendiri.

Beberapa argumen lain yang dikemukakan oleh aliran sosiologis di antara lain
menyangkut efektivitas suatu instrumen hukum, termasuk di dalamnya hukum
internasional maka harus diketahui lebih dahulu sejauh mana instrumen hukum itu
ditaati. Ada tiga macam ketaatan menurut H.C Kelman:
- Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika subyek hukum menaati suatu
aturan, hanya karena takut akan sanksi. Kelemahan jenis ketaatan ini
adalah diperlukannya pengawasan secara ketat dan terus menerus.
- Ketaatan yang besifat indentification yaitu jika Subyek hukum Mentaati
suatu aturan karena kehawatiran hubungan bakarnya dengan pihak lain
akan rusak atau terganggu jika ia tidak menaati peraturan tersebut.
- Ketaatan yang bersifat internalization yaitu jika subyek hukum Mentaati
suatu aturan benar benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan
nilai nilai yang dianut.

Di dalam praktek subjek hukum mentaati aturan bisa hanya karena salah satu
alasan saja akan tetapi bisa terjadi ketaatan itu meliputi tiga macam yang tersebut di
atas. Jadi subyek hukum mentaati aturan tidak hanya karena takut akan sanksi tapi
juga takut hubungan baik nya dengan pihak lain akan terganggu sekaligus memang
kesadaran bahwa subjek hukum membutuhkan aturan itu dan cocok dengan nilai nilai
yang dianut.

Menilai ketaatan subyek hukum terhadap suatu aturan hukum tentu tidak
cukup hanya melihat dari Sisi jumlah yang mentaati akan tetapi juga untuk lebih
menekankan pada kualitas ke efektif kan perlu dilihat alasan ketaatan tersebut.
Ketaatan yang bersifat compliance kualitasnya kebih rendah ketimbang dengan yang
bersifat identification,terlebih lagi jika di bandingkan dengan yang bersifat
internalization.

C. Kedudukan HukumOrganisasi Internasional


Mengenai kedudukan organisasi internasional sebagai subyek hukum nasional,
tentang hal ini terdapat berbagai pendapat yang telah berkembang hingga saat ini.
Namun yang terpenting adalah untuk saat ini bahwa telah ada anggapan umum di
antara para cerdik pandai bahwa suatu organisasi internasional yang jelas adalah
hukum nasional, artinya memiliki kepribadian hukum di tingkat nasional.
Dapat diketahui bahwa dari praktek selama ini walaupun Piagam LBB (the
convenant of the league of nation) tidak mengatur dengan tegas ketentuan tentang
kepribadian hukum itu, namun terdapat anggapan umum bahwa LBB memiliki baik
kepribadian hukum internasional maupun kepribadian hukum nasional. Hal itu
berdasarkan jalan pemikiran bahwa dengan adanya kepribadian hukum yang demikian
adalah perlu diadakan pelaksanaan yang efisien dari tugas tugas liga dan sebagian
karena adanya praktik yang berkali-kali di jalankan liga sebagai badan hukum,
misalnya dengan mengadakan perjanjian dengan pemerintah Swiss, menerima dan
memindah tangankan harta milik, memperoleh dana dan sebagainya.

Menurut J. G. Starke, dalam Piagam PBB juga tidak memuat ketentuan yang
tegas tentang kepribadian hukum itu mungkin karena perumus dan pembentuk Piagam
berpendapat bahwa hal itu telah tersirat dalam konteks Piagam dengan jelas, bahwa
organisasi ini akan menikmati di dalam wilayah masing masing anggotanya
kemampuan hukum yang demikian, sekedar gasnya dan pemenuhan tujuan
tujuannya. Jadi walaupun Piagam PBB tidak dengan tegas mengatur hal tersebut, akan
tetapi ia gagal menunjukkan adanya kepribadian hukum sekurang-kurangnya dalam
lapangan hukum internasional.

Menurut Michael Akehust, penegasan pasal 104 Piagam PBB tersebut tidak
lain berarti bahwa PBB sebagai organisasi internasional dengan demikian menikmati
kepribadian hukum menurut hukum nasional di wilayah setiap negara anggotanya.
PBB dengan demikian dan menurut kenyataannya dapat mempunyai milik,
mengadakan kontrak dan lain lain. Oleh karena nya dapat dimengerti mengapa pada
bulan Februari 1946 majelis umum PBB menyutujui “convention on the privlieges
and immunities of the united nation”, Di mana dalam pasal satu dinyatakan bahwa
PBB akan memiliki kepribadian hukum dan mempunyai kemampuan untuk
mengadakan kontrak, memperoleh dan meminda tangankan barang barang bergerak
maupun tidak bergerak, serta menjalankan acara acara hukum.

Berkaitan dengan kedudukan organisasi internasional sebagai subyek hukum


internasional dapat dilihat pada tahap perkembangan hukum internasional yang amat
pesat, terutama setelah meletusnya perang dunia kedua menunjukkan dengan jelas
bahwa kedudukan organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional pada
dewasa ini tidak dapat diragukan lagi.Kedudukan organisasi internasional yang
memiliki kemampuan hukum untuk mendukung hak dan kewajiban berarti juga
adalah pribadi hukum internasional dan demikian merupakan subyek hukum
internasional. Subyek hukum internasional iyalah pemegang hak dan kewajiban
menurut hukum internasional. Negara negara yang berdaulat adalah subjek hukum
internasional yang utama karena mengemban hak dan kewajiban menurut hukum
internasional.

Badan badan internasional seperti PBB beserta semua badan badan khusus
PBB seperti ILO, who dan organisasi internasional lainnya yang sejenis adalah contoh
contoh jelas tentang organisasi internasional yang berkedudukan sebagai subyek
hukum internasional, yang berarti bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban
menurut hukum internasional khusus, sebagaimana ditetapkan dalam konvensi
konvensi internasional, konstitusi, Piagam ataupun pasal pasal persetujuan yang telah
dilahirkan.

D. Fungsi Hukum Organisasi Internasional

Kedudukan hukum suatu organisasi internasional mesti ada hubungannya


dengan fungsi fungsi hukum ataupun fungsi fungsi Konstitusi Yang harus dijalankan
nya. Dengan kata lain fungsi fungsi dari organisasi organisasi internasional adalah
fungsi fungsi legal ataupun Konstitusional yang memberikan kepada organisasi
internasional yang bersangkutan berkedudukan sebagai legal person baik dalam
lapangan hukum nasional maupun hukum internasional.

Menurut J.G.Starke, masing masing organisasi internasional dibatasi


berdasarkan fungsi-fungsi dan tanggung jawab yang hukumnyadengan masing-
masing memiliki lapangan sendiri yang terbatas. Oleh karena itu dalam konstitusinya
biasanya diatur dalam klausa-klausa khusus mengenai purpose, object, and power
yang memang mempunyai pertalian yang erat satu sama lainnya . Misalnya Piagam
PBB merumuskan tujuan-tujuannya (purposes) yang terdiri dari 4 hal pokok sesuai
pasal 1 sebagai berikut:
• ayat 1: mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional secara usaha
bersama-sama dalam menyelesaikan p-erselisihan-perselisihan yang mungkin
membahayakan perdamaian dunia.
• ayat 2: mempererat pertalian persahabatan antara bangsa-bangsa yang didasarkan
pada hal-hal yang sama dan hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri.
• ayat.3: mencapai kerjasama dalam menyelesaikan soal-soal internasional dilapangan
ekonomi, kebudayaan, kemanusiaan dan menyempurnakan penharapan atas hak-hak
manusia dan kebebasan-kebebasan asasi dengan tidak memandang perbedaan bangsa,
jenis kelamin, bahasa dan agama.
• Ayat 4: menjadikan PBB sebagai pusat segala usaha yang mewujudkan citacita
tersebut.

E. Kekuasan Hukum Organisasi Internasional


Telah diketahui bahwa kedudukan hukum suatu organisasi internasional
ditentukan oleh dan tergantung dari fungsi hukum serta kekuasaan hukum organisasi
internasional tersebut. Ynag dimaksud dengan kekuasaan hukum ialah kekuasaan
konstitusi yaitu kekuasaan yang dimiliki organisasi internasional yang bersangkutan
berdasarkan konstitusinya.
Jadi kedudukan organisasi-organisasi internasional ditentukan oleh kekuasaan-
kekuasaan kontitusionalnya. Dengan demikian mereka secara umum sangat berbeda
dengan negara-negara sebagai subjek hukum internasional, misalnya masalah-masalah
yang menyangkut kedulatan atau yiridiksi negara-negara tidaklah mungkin dialami
organisasi-organisasi internasional atau setidaknya tidak dapat muncul dengan cara
yang sama.
Menurut hukum internasional hampir setiap kegiatan prima facie (pada
dasarnya) berada dalam jangkauan kompetisi suatu negara, sedangkan bagi organisasi
internasional berlaku prinsip yang sebaliknya, yaitu bahwa setiap fungsi yang tidak
berada pada rumus-rumusan tegas tegas konstitusinya, prima facie berada pada luar
kekuasaanya.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007.

Haryomataram, Pengantar Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


2005.

I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990.

Perwita, Anak Agung Banyu, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung:


Rosdakarya, 2011.

Istanto,F.Sugeng, Pengantar Hukum Internasional, Tatanusa, Jakarta, 1998.

Kusumaatmadja, Mocthar dan Etty R.Agoes, Pengantar Hukum Internasional,


Bandung, Alumni, 2003.

Hongju,Harold Koh, “Why do Nations Obey International Law” 1997 , Yale Law
Journal , 106 Yale L.J. 2599,

H.C Kelman, 1966, hlm 144-146, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ali, Menguak
TeorIi Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (judicial prudence) termasuk
interpretasi undang-undang (legisprudence), Vol I, Pemahaman Awal,
Prenadamedia Group, 2009,

http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/
123456789/12152/06bab2_Mukhsan_10040012187_skr_2015.pdf?
sequence=6&isAllowed=y

Anda mungkin juga menyukai