HUKUM INTERNASIONAL
HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL DAN HAK HAK ORGANISASI
INTERNASIONAL
Dosen Pengampu: Guntarto Widodo SH., MH.
Puji syukur diucapkan kehadirat Tuhan YME. atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa tidak ada satu negara pun di dunia
yang dapat hidup sendiri dalam hubungannya dengan negara lain. Fungsi sosial dari
suatu negara terhadap negara lain sangatlah besar dan oleh karena itu maka eksistensi
dari suatu organisasi sangatlah diperlukan. Organisasi ini berfungsi sebagai wadah
negara negara dalam menyalurkan aspirasi, kepentingan, dan pengaruh mereka.
Secara umum sumber hukum diartikan sebagai pendukung atau pemilik hak dan
kewajiban. Demikian pula menurut Soejono, Yaitu orang yang mempunyai hak,
manusia pribadi atau badan hukum yang berhak, berkehendak melakukan perbuatan
hukum. Pada awal kehadiran hukum internasional, hanya negara lah yang dipandang
sebagai subjek hukum internasional, akan tetapi karena perkembangannya, subjek
hukum internasional tidak terbatas pada negara saja, melainkan pada sukit lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa Organisasi Internasional dibutuhkan?
2. Achievement apa yang ingin diwujudkan?
C. Tujuan
1. Mengatur perilaku-perilaku negara-negara dalam aktivitas perdamaian, konflik,
dan kerjasama
2. N
BAB II
PEMBAHASAN
Dari Sisi filsafat ilmu hukum ada beberapa teori atau aliran yang muncul
dalam beberapa periode atau tahapan, yang mencoba menjawab pertanyaan di atas
sebagai berikut. Pada tahapan ancient and primitive international law, Yaitu abad
Romawi kuno sampai abad pertengahan misalnya di mana aliran hukum alam
mendominasi pemikiran para pakar ilmu pengetahuan saat itu dikatakan bahwa
masyarakat internasional Taat pada hukum internasional karena hukum internasional
bagian dari hukum alam. Hukum alam adalah aliran pemikiran semi teologis, selalu
merujuk pada hukum yang lebih tinggi yang datangnya dari Tuhan.
Dari yang dikemukakan oleh aliran hukum positif, dasar kekuatan mengikat
hukum internasional adalah kehendak negara. Meskipun lebih kongkrit dibandingkan
apa yang dikemukakan aliran hukum alam namun apa yang dikemukakan oleh aliran
ini pun memiliki kelemahan yakni bahwa tidak semua hukum internasional
memperoleh kekuatan mengikat karena kehendak negara. Banyak sekali aturan
hukum internasional yang berstatus hukum kebiasaan internasional ataupun prinsip
hukum umum yang sudah ada sebelum lahirnya suatu negara. Tanpa pernah
memberikan pernyataan kehendaknya setuju atau tidak setuju terhadap aturan
tersebut, negara negara yang baru lahir tersebut akan terikat pada aturan internasional
itu.
Beberapa argumen lain yang dikemukakan oleh aliran sosiologis di antara lain
menyangkut efektivitas suatu instrumen hukum, termasuk di dalamnya hukum
internasional maka harus diketahui lebih dahulu sejauh mana instrumen hukum itu
ditaati. Ada tiga macam ketaatan menurut H.C Kelman:
- Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika subyek hukum menaati suatu
aturan, hanya karena takut akan sanksi. Kelemahan jenis ketaatan ini
adalah diperlukannya pengawasan secara ketat dan terus menerus.
- Ketaatan yang besifat indentification yaitu jika Subyek hukum Mentaati
suatu aturan karena kehawatiran hubungan bakarnya dengan pihak lain
akan rusak atau terganggu jika ia tidak menaati peraturan tersebut.
- Ketaatan yang bersifat internalization yaitu jika subyek hukum Mentaati
suatu aturan benar benar karena ia merasa bahwa aturan itu sesuai dengan
nilai nilai yang dianut.
Di dalam praktek subjek hukum mentaati aturan bisa hanya karena salah satu
alasan saja akan tetapi bisa terjadi ketaatan itu meliputi tiga macam yang tersebut di
atas. Jadi subyek hukum mentaati aturan tidak hanya karena takut akan sanksi tapi
juga takut hubungan baik nya dengan pihak lain akan terganggu sekaligus memang
kesadaran bahwa subjek hukum membutuhkan aturan itu dan cocok dengan nilai nilai
yang dianut.
Menilai ketaatan subyek hukum terhadap suatu aturan hukum tentu tidak
cukup hanya melihat dari Sisi jumlah yang mentaati akan tetapi juga untuk lebih
menekankan pada kualitas ke efektif kan perlu dilihat alasan ketaatan tersebut.
Ketaatan yang bersifat compliance kualitasnya kebih rendah ketimbang dengan yang
bersifat identification,terlebih lagi jika di bandingkan dengan yang bersifat
internalization.
Menurut J. G. Starke, dalam Piagam PBB juga tidak memuat ketentuan yang
tegas tentang kepribadian hukum itu mungkin karena perumus dan pembentuk Piagam
berpendapat bahwa hal itu telah tersirat dalam konteks Piagam dengan jelas, bahwa
organisasi ini akan menikmati di dalam wilayah masing masing anggotanya
kemampuan hukum yang demikian, sekedar gasnya dan pemenuhan tujuan
tujuannya. Jadi walaupun Piagam PBB tidak dengan tegas mengatur hal tersebut, akan
tetapi ia gagal menunjukkan adanya kepribadian hukum sekurang-kurangnya dalam
lapangan hukum internasional.
Menurut Michael Akehust, penegasan pasal 104 Piagam PBB tersebut tidak
lain berarti bahwa PBB sebagai organisasi internasional dengan demikian menikmati
kepribadian hukum menurut hukum nasional di wilayah setiap negara anggotanya.
PBB dengan demikian dan menurut kenyataannya dapat mempunyai milik,
mengadakan kontrak dan lain lain. Oleh karena nya dapat dimengerti mengapa pada
bulan Februari 1946 majelis umum PBB menyutujui “convention on the privlieges
and immunities of the united nation”, Di mana dalam pasal satu dinyatakan bahwa
PBB akan memiliki kepribadian hukum dan mempunyai kemampuan untuk
mengadakan kontrak, memperoleh dan meminda tangankan barang barang bergerak
maupun tidak bergerak, serta menjalankan acara acara hukum.
Badan badan internasional seperti PBB beserta semua badan badan khusus
PBB seperti ILO, who dan organisasi internasional lainnya yang sejenis adalah contoh
contoh jelas tentang organisasi internasional yang berkedudukan sebagai subyek
hukum internasional, yang berarti bahwa mereka mempunyai hak dan kewajiban
menurut hukum internasional khusus, sebagaimana ditetapkan dalam konvensi
konvensi internasional, konstitusi, Piagam ataupun pasal pasal persetujuan yang telah
dilahirkan.
Hongju,Harold Koh, “Why do Nations Obey International Law” 1997 , Yale Law
Journal , 106 Yale L.J. 2599,
H.C Kelman, 1966, hlm 144-146, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Ali, Menguak
TeorIi Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (judicial prudence) termasuk
interpretasi undang-undang (legisprudence), Vol I, Pemahaman Awal,
Prenadamedia Group, 2009,
http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/
123456789/12152/06bab2_Mukhsan_10040012187_skr_2015.pdf?
sequence=6&isAllowed=y