Oleh :
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Sistem Hukum dan Peradilan Internasional ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah PPKn yang berjudul Makalah Sistem Hukum dan Peradilan
Internasional ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan
sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Sistem
Hukum dan Peradilan Internasional ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Sistem Hukum dan Peradilan Internasional ini
dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
A. Latar Belakang
Terciptanya suatu keadilan merupakan tujuan yang hendak dicapai oleh sebuah bangsa
termasuk bangsa Indonesia. Keadilan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia bukan
keadilan yang diperuntukkan oleh sekelompok orang saja atau penguasa, namun keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilan yang menjadi dambaan seluruh umat manusia
diharapkan mampu memberi jaminan keadilan bagi seluruh warga negara. Jaminan keadilan
yang diberikan oleh pemerintah berupa dasar negara, undang-undang dasar, dan peraturan
perundang-undangan. Seperti jaminan keadilan yang terkandung dalam Pancasila sila ke-5,
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Berpedoman pada sila tersebut, bangsa
Indonesia ingin mewujudkan keadilan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia di seluruh
wilayah nusantara.
Keadilan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia bukan hanya pada bidang tertentu
saja, akan tetapi seluruh bidang yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial dan
budaya, serta pertahanan dan keamanan. Keadilan sosial dapat diwujudkan melalui
pembangunan di segala bidang. Keadilan akan tampak apabila hasil pembangunan dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Artinya bahwa pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah harus dapat dirasakan hasilnya oleh seluruh masyarakat Indonesia dan
mampu menjamin kesejahteraan bersama sesuai dengan tujuan nasional bangsa Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem hukum ?
2. Bagaimana sistem peradilan Internasional?
BAB II
PEMBAHASAN
Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri-sendiri itu lalu terikat dalam satu
susunan kesatuan disebabkan karena mereka itu bersumber pada satu induk penilaian tertentu.
Sudikno Mertokusumo (1991) menyatakan hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum
itu merupakan tatanan, merupakan satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian
atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.
Dengan perkataan lain sistem hukum adalah satu kesatuan yang terdiri dari unsur-
unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis
seperti peraturan hukum, asas hukum dan pengertian hukum.
Masing-masing bagian harus dilihat dalam kaitannnya dengan bagian-bagian lain dan
dengan keseluruhannya seperti gambar mozaik; suatu gambar yang dipotong-potong menjadi
bagian kecil-kecil untuk kemudian dihubungkan lagi sehingga tampak utuh kembali gambar
semula. Masing-masing bagian tidak bediri sendiri lepas hubungannya dengan yang lain,
tetapi kait-mengkait dengan bagian-bagian lainnya. Tiap bagian tidak mempunyai arti di luar
kesatuan. Di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan atau
kontradiksi antara bagian-bagian. Kalau sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan
oleh dan di dalam sistem itu sendiri dan tidak dibiarkan berlarut-larut. Selanjutnya, Sudikno
Mertokusumo menyatakan: keseluruhan tata hukum nasional dapat disebut sistem hukum
nasional. Kemudian masih dikenal sistem hukum perdata, sistem hukum pidana, sistem
hukum administrasi. Di dalam hukum perdata sendiri terdapat sistem hukum kelurga, sistem
hukum benda, sistem hukum harta kekayaan dan sebagainya.
Sementara itu, Soerjono Soekanto (1988) menyatakan bahwa hukum yang ada dalam
masyarakat terhimpun dalam suatu sistem yang disusun dengan sengaja, yang sesuai dengan
pembidangannya. Misalnya di Indonesia, hukum yang mengatur perdagangan terhimpun
dalam kitab undang-undang hukum dagang, hukum yang mengatur kegiatan-kegiatan agraris
dalam masyarakat, terhimpun dalam UUPA beserta peraturan pelaksanaannya, hukum yang
mengatur masalah pidana sebagian terbesar terhimpun dalam kitab undang-undang hukum
pidana dan seterusnya. Sistem hukum tersebut biasanya menurut Soekanto, biasanya
mencakup hukum substantif dan hukum ajektifnya yang mengatur hubungan antar manusia,
antar kelompok manusia, dan hubungan antar manusia dengan kelompoknya.
2.Asas Kebangsaan
Asas ini berdasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya. Menurut
asas ini, setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan
hukum dari negaranya. Asas ini mempunyai kekuatan ekstritorial, artinya hukum
negara tersebut tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di
negara asing.
Dalam sumber hukum formal tersebut, ada 4 sumber hukum Internasional yang
digunakan oleh Mahkamah Internasional untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya,
yaitu:
Sumber-sumber formal hukum internasional adalah sumber-sumber yang
dipergunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan
internasional yang tercantum dalam Piagam Mahkamah Internasional Pasal 38 dalam 4 butir
berikut.
1) Perjanjian-perjanjian Internasional
2) Kebiasaan-kebiasaan Internasional
3) Asas-asas atau prinsip-prinsip hukum umum yang telah diterima sebagai
hukum
4) Keputusan Pengadilan dan ajaran-ajaran para ahli hukum yang paling
terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan dalam menetapkan
kaidah-kaidah hukum.
Sumber hukum sebagaimana tertulis dalam butir 1,2, dan 3 tersebut di atas
merupakan sumber hukum utama atau primer dalam Hukum Internasional.
Sedangkan, butir ke-4 adalah sumber hukum tambahan atau subsider.
a. Negara
Sejak lahirnya hukum Internasional, negara sudah diakui sebagai subjek hukum
Internasional. Bahkan, hingga sekarang pun masih ada anggapan bahwa hukum Internasional
pada hakikatnya adalah hukum antar negara.
b. Takhta Suci
Lambang PMI
d. Organisasi Internasional
G. Peradilan Internasional
Sistem peradilan nasional, sistem kaitanya dengan peradilan internasionl yaitu
unsur-unsur atau komponen-komponen lembaga pengadilan internasional yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk atau kesatuan dalam mencapai keadilan internasional.
Komponen-komponen tersebut yaitu :
a) Mahkamah internasional ( the internasional court justice)
b) Mahkamah pidana internasional ( the internasional criminal court)
c) Panel khusus dan special pidana internasional ( the internasional criminal
tribunals and special courts )
Susunan Mahkamah adalah sebagai berikut: Presiden Shi Jiuyong (Cina); Wakil
Presiden Raymond Ranjeva (Madagaskar); Hakim Gilbert Guillaume (Prancis); Abdul G.
Koroma (Sirra Leone); Vladlen S.Vereshchetin (Federasi Rusia) ; Rosalyn Higgins (Inggris),
Gonzalo Parra-Aranguren (Venezuela), Pieter H. Kooijmans (Belanda), Francisco Rezek
(Brazil); Shawkat Al-Khasawneh AWN (Jordan); Thomas Burgenthal (Amerika Serikat);
Elaraby Nabil (Mesir); Hisashi Owada (Jepang); Bruno Simma (Jerman) dan Peter Tomka
(Slovakia).
Yurisdiksi adalah kewenangan yang dimiliki oleh MI yang bersumber pada hukum
Internasional untuk menentukan dan menegakan sebuah aturan hukum, yuridiksi ini meliputi
kewenangan untuk:
1) memutuskan perkara – perkara pertikaian (contentiouscase)
2)Memberikan opini yang bersifat nasehat (advisory opinion)
Selain itu para phak yang beracara di MI harus menerima yurisdiksi MI. ada
beberapa cara penerimaan tersebut :
Perjanjian khusus, dalam hal ini Negara yang beracara di MI harus membuat
perjanjian khusus yang berisi subyek persengketaan. Contoh kasus yaitu pulau
lugtan dan sipadan antara Indonesia dan Malaysia.
Penundukan diri dalam perjanjian Internasional, para pihak yang menundukan
diri pad yurisdiksi MI sebagaimana terdapat dalam isi perjanjian internasional
diantara mereka.dan tentu saja tunduk kepada yurisdiksi masih tetap harus
dilakukan.
Pernyataan penundukan diri Negara peserta statute MI, tetap anggota stauta
mempunyai kewajibn untuk tunduk kepada MI. tapi bedanya mereka tidak perlu
Keputusan MI mengenai yurisdiksinya,manakala ada sengketa pada yurisdiksi
tersebut maka di selesaikan oleh MI.para pihak dapt mengajukan keberatan awal
terhadap yuridiksi MI..
Penafsiran putusan, MI harus menafsirkan putusan jika diminta oleh salah satu
pihak bahkan kedua belah pihak, menurut statute pasal 26.
Perbaikan putusan, pengajuan permintaaan dilakukan untuk menundukan diri
pada yurisdiksi. syarat pengajuan tersebut yaitu adanya fakta baru (novum) yang
belum diketahui oleh MI ketika putusan itu dibuat. Pada menerima permintaan,
Pengadilan memutuskan Negara dan organisasi yang mungkin memberikan
informasi yang bermanfaat dan memberikan mereka kesempatan untuk
menyajikan laporan tertulis atau lisan.
2. yurisdiksi MPI
Kewenangan yang dimiliki MPI untuk menegakan aturan hokum internasional adalh
memutus perkara terbatas terhadap pelaku kejahatan berat oleh warga Negara dari Negara
yang telah meratifikasi statute MI.
A. Kesimpulan
Achmad Ali. 2002. Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan solusinya). Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Adolf, Huala. 1990. Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta: Raja
Grafindo
Ardhiwisastra, Yudha Bhakti. 2003. Hukum Internasional, Bunga Rampai. Bandung: Alumni.