Anda di halaman 1dari 19

10 PEMIKIRAN BESAR

DARI
SEJARAH GEREJA
PANDUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG
AKAN MENENTUKAN ARAH GEREJA ANDA

MARK SHAW

Penerbit Momentum
2003

Copyright momentum.or.id

10 Pemikiran Besar dari Sejarah Gereja


(10 Great Ideas from Church History)
Oleh: Mark Shaw
Penerjemah
Editor
Tata Letak
Desain Sampul
Editor Umum

: The Boen Giok


: Thomy J. Matakupan dan Solomon Yo
: Djeffry
: Bing Fei
: Solomon Yo

Originally published by InterVarsity Press as


10 Great Ideas from Church History by Mark Shaw.
1997 by Mark Shaw
Translated and printed by permission of InterVarsity Press,
P.O. Box 1400, Downers Grove, IL 60515, USA
All rights reserved
Hak cipta terbitan bahasa Indonesia pada
Penerbit Momentum (Momentum Christian Literature)
Andhika Plaza C/5-7, Jl. Simpang Dukuh 38-40, Surabaya 60275, Indonesia.
Copyright 2000
Telp.: +62-31-5472422; Faks.: +62-31-5459275
e-mail: momentum@sby.centrin.net.id

Perpustakaan LRII: Katalog dalam Terbitan (KDT)


Shaw, Mark,
10 pemikiran besar dari sejarah gereja/Mark Shaw,
terj. oleh The Boen Giok cet. 1 Surabaya: Momentum, 2003.
viii + 320 hlm.; 14 cm.
ISBN 979-8131-00-2
1. Teologi Pastoral
2003

2. Sejarah Gereja
253dc21

Cetakan pertama: April 2003


Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Dilarang mengutip, menerbitkan kembali, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun dan dengan cara apa pun untuk tujuan
komersial tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali kutipan untuk keperluan akademis, resensi, publikasi,
atau kebutuhan nonkomersial dengan jumlah tidak sampai satu bab.

Copyright momentum.or.id

Daftar Isi

PRAKATA PENERBIT
PENDAHULUAN

VII

1. SUATU VISI BAGI KEBENARAN


Teologi Salib dari Martin Luther

11

2. SUATU VISI BAGI SPIRITUALITAS KRISTEN


Pandangan John Calvin Mengenai Kehidupan Kristen

45

3. SUATU VISI BAGI KESATUAN


Jeremiah Burroughs dan Teori Denominasional Gereja

75

4. SUATU VISI BAGI KEYAKINAN


Model Pertobatan dan Keyakinan dari William Perkins

93

5. SUATU VISI BAGI IBADAH


Petunjuk-petunjuk Richard Baxter untuk Bersuka
di dalam Allah

Copyright momentum.or.id

117

vi

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

6. SUATU VISI BAGI KEBANGUNAN


Teologi Kebangunan dari Jonathan Edwards

143

7. SUATU VISI BAGI PERTUMBUHAN


Konsep Pemuridan dari John Wesley

177

8. SUATU VISI BAGI KAUM YANG TERHILANG


Model Misi dari William Carey

201

9. SUATU VISI BAGI KEADILAN


Model Aksi Sosial Kristen dari William Wilberforce

229

10. SUATU VISI BAGI KEBERSAMAAN

Prinsip-prinsip Komunitas Kristen dari Dietrich Boenhoeffer 255

KESIMPULAN
Dari Visi Menuju Aksi

287

CATATAN

303

Copyright momentum.or.id

PENDAHULUAN

i bagian selatan kota Boston, Massachusetts, terdapat sebuah kota bernama Quincy. Terletak di antara lautan dan
daerah urban kota Boston, kota Quincy terkenal dengan dua orang
presidennya, yaitu John Adams dan John Quincy Adams, yang dilahirkan sekaligus dikebumikan di sana. Seperti kebanyakan kota
di New England, kota Quincy dipenuhi dengan gereja-gereja bersejarah. Salah satu di antaranya adalah Gereja First Presbyterian,
yang didirikan pada akhir abad kesembilan belas tepat terbentuknya standar-standar New England. Gereja tersebut didirikan pada
tahun 1884 oleh para imigran dari Skotlandia.
Dalam kurun waktu lima puluh tahun pertama, First Pres
menikmati pertumbuhan yang mantap dan stabil. Pada tahun 1950an, keturunan rohani dari anggota charter [para imigran yang menandatangani perjanjian] yang berjumlah 62 orang telah bertumbuh
menjadi tujuh ratus orang. Yang menjadi gembala jemaat dalam
dekade Ozzie and Harriet dan I like Ike ini adalah Pendeta Roy
Schoaf. Di bawah penggembalaannya, gereja tersebut menjadi
Kristen nominal, tidak menampakkan ciri semangat fundamental
ekstrem maupun semangat Injili; atau berbagai jenis liberalisme
yang telah melanda gereja-gereja arus utama.1

Copyright momentum.or.id

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

Pada tahun 1961, semua ini berubah dengan pensiunnya


Schoaf dan dimulainya pelayanan Pendeta David Muir. Muir seorang yang peka dalam menyikapi perubahan yang sedang terjadi
di Amerika. Hak-hak sipil dan revolusi kebudayaan telah mengesampingkan dunia Ike dan Ozzie. Namun, khotbah-khotbah konfrontatif dan antusiasme Muir terhadap keadilan sosial itu belum
juga berhasil memobilisasi gerejanya untuk melakukan sesuatu.
Justru yang membuat Muir sangat terkejut ialah pelayanan penggembalaannya itu ternyata menghasilkan pengaruh sebaliknya dari
yang ia harapkan. Jemaat mulai mengalami penyusutan dalam jumlah yang besar, mereka mengeluhkan terjadinya pelanggaran terhadap nilai-nilai tradisional. Penyusutan jumlah jemaat tersebut segera mengakibatkan krisis finansial yang mempercepat perginya
Muir pada tahun 1964.
Pada tahun 1967, Steve Brown menjadi pendeta baru Gereja
First Presbyterian. Ia mendapati suatu jemaat yang terpecah-belah
dan rapuh secara finansial. Brown memilih gaya penggembalaan
yang sama sekali berbeda dengan kedua pendahulunya. Khotbahkhotbahnya lebih banyak diisi dengan janji dan pengharapan daripada konfrontasi dan kritisisme. Ia mengurangi bahasan mengenai
masalah-masalah politik dan lebih menekankan kebenaran Injil dari
Alkitab. Terciptalah sebuah atmosfer komunitas baru, dan jumlah
anggota jemaat pun perlahan-lahan meningkat kembali.
Dalam laporan tahunannya pada tahun 1967, Brown menyusun
sebuah rencana bagi gerejanya: Setiap gereja, pada saat-saat tertentu, berada di persimpangan jalan dalam kehidupan bergerejanya.
Jalan yang satu menuntun pada mediokritas, keputusasaan, dan kegagalan; sedangkan jalan yang lain memimpin pada keagungan,
pengucapan syukur, dan kemajuan Kerajaan Allah. Saya percaya,
sekaranglah saatnya untuk membuat keputusan.2 Brown menyusun sebuah kerangka jalan keagungan, menekankan pada nilai-nilai
Kristen klasik seperti mempercayai kebenaran Injil (krygma), melayani sesama (diakonia), dan membangun komunitas/persekutuan
(koinnia).

Copyright momentum.or.id

Pendahuluan

Sepeninggal Brown dari gereja itu, gereja tersebut kembali


berada di sebuah persimpangan jalan yang lain. Tidak semua orang
menyukai teologi konservatif Brown. Namun daripada harus memutar haluan, para pemimpin gereja memilih untuk melanjutkan
pelajaran yang telah dimulai oleh Brown. Roger Kvam menjadi
pendeta pada tahun 1974. Selama masa penggembalaannya yang
panjang, Kvam telah memprakarsai program penginjilan yang
agresif dan membawa gereja menjadi suatu arus utama kaum Injili,
tanpa menimbulkan perpecahan antara cahaya lama (anggota
jemaat pada masa sebelum Brown) dan cahaya baru (anggota
jemaat pada masa sesudah Brown). Sepanjang tahun 1980 dan
memasuki tahun 1990-an, Gereja First Persbyterian di kota Quincy
ini mengikuti jalan lama yang meliputi krygma, diakonia, dan
koinnia, dan semua ini terpenuhi. Orang-orang yang mengambil
keputusan untuk mengikuti jalan keagungan ini telah menjadikan
gereja bertumbuh, baik secara kuantitas maupun kualitas.
JALAN YANG LAMA
Ini adalah sebuah buku mengenai mengikuti jalan yang lama sejumlah pemikiran yang agung dalam sejarah gereja untuk menemukan jalan keagungan bagi gereja Anda hari ini. Tujuannya adalah untuk menolong Anda membuat keputusan-keputusan yang
lebih baik, sekaligus menjadi seorang pengambil keputusan yang
lebih baik pula. Salah satu asumsi buku ini adalah bahwa sejarah
gereja dapat menjernihkan visi Anda dan membantu Anda untuk
melihat ke mana Anda akan melangkah.
Pernahkah Anda mendengar pepatah Rusia yang berbunyi,
Orang yang berkubang dalam masa lalunya akan kehilangan sebelah matanya, tetapi orang yang melupakan masa lalunya akan kehilangan kedua belah matanya? Saya sendiri akan berusaha mempertahankan kedua mata saya, dan mungkin Anda pun berpikiran
demikian. Akan sulit bagi Anda untuk melihat ke mana Anda akan
melangkah, bila penglihatan Anda terganggu.

Copyright momentum.or.id

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

Setiap orang Kristen yang menjadi pengambil keputusan perlu


menjaga kedua belah matanya tetap dalam kondisi yang baik. Saya
percaya bahwa keputusan-keputusan yang dihasilkan melalui penglihatan dengan kedua belah mata adalah lebih baik daripada yang
lain. Di halaman-halaman berikut ini, saya akan menjelaskan bahwa kita dapat membuat keputusan dengan lebih baik bila kita
menghindari proses pengambilan keputusan yang membabi-buta
seperti yang dilakukan oleh mereka yang mengabaikan sejarah sebagai hal yang tidak relevan dan yang mengambil keputusan dengan sebelah mata karena terikat oleh tradisi lama, yaitu orangorang yang menjadi tawanan masa lalu dan buta terhadap berbagai
kesempatan dan kebutuhan masa kini.
Para pengambil keputusan dari kalangan manakah yang akan
memperoleh manfaat dari buku semacam ini? Mereka yang ada
dalam pikiran saya khususnya adalah para pemimpin gereja lokal
(seperti para pendeta, para penatua, maupun para diaken), selain itu
juga para pemimpin organisasi Kristen. Oleh karena itulah, contohcontoh pengambilan keputusan yang diberikan pada akhir setiap
bab cenderung berorientasi pada gereja lokal.
Tetapi mungkin ada orang yang akan bertanya, Bagaimana
dengan melihat sejumlah kasus dan pemikiran klasik di masa lalu
dapat menolong saya membuat keputusan yang lebih baik? Pertanyaan ini cukup beralasan. Saya sendiri mempertanyakan hal yang
sama selama tahun-tahun pergumulan saya untuk menjadi seorang
pengambil keputusan yang baik. Dalam usaha menemukan
jawaban dari pertanyaan tersebut, saya menemukan sejumlah hal.
Dalam bab-bab berikut ini, saya akan membagikan penemuanpenemuan tersebut pemikiran-pemikiran agung dari para tokoh
penting pengambil keputusan di masa lampau. Anda dapat mempelajari bagaimana ...
teologi salib dari Martin Luther akan memperkokoh iman jemaat Anda.
teladan kekudusan dari John Calvin akan meruntuhkan Kekristenan yang egosentris.

Copyright momentum.or.id

Pendahuluan

teori denominasional gereja dari Jeremiah Burroughs akan


menjadi kekuatan dahsyat dalam mempersatukan jemaat di gereja Anda.
Pemikiran William Perkins tentang keyakinan (assurance) melalui suatu pertobatan sejati akan mengatasi sikap apatis maupun kekhawatiran yang berlebihan di dalam gereja Anda.
petunjuk Richard Baxter untuk bersuka di dalam Allah (delighting in God) akan menghidupkan kembali ibadah jemaat
Anda.
visi kebangunan dari Jonathan Edwards akan membentengi gereja dari serangan-serangan sekularisme.
strategi kelompok kecil dari John Wesley akan mengubah para
pengunjung gereja yang malas-malasan menjadi murid-murid
yang saleh.
model misi dari William Carey akan mendorong generasi kita
untuk menggenapi Amanat Agung.
paradigma aksi sosial Injili dari William Wilberforce akan
mengarahkan umat Kristen menentang kejahatan yang terjadi
di zaman mereka.
visi komunitas Kristen dari Dietrich Bonhoeffer akan memimpin jemaat Anda ke dalam kebersamaan, dan mengatasi semangat kesukuan dan individualisme radikal dari alam kehidupan postmodern.
Mungkin ada di antara Anda yang mempertanyakan apakah
mempelajari masa lalu itu benar-benar bermanfaat bagi kita. Saya
hanya akan menjawab bahwa bukankah kita harus mengais di antara beberapa sekop limbah akademis, sebelum dapat memperoleh
satu sendok hikmat dari dalamnya? Kenyataannya, banyak kelompok perusahaan nongerejawi seperti pemerintah federal Amerika
Serikat, universitas-universitas terkemuka, maupun lima ratus perusahaan pilihan majalah Fortune membelanjakan sejumlah besar
uang mereka setiap tahunnya untuk dapat menemukan harta karun
masa lalu tersebut. Saya akan memberi Anda beberapa contoh.

Copyright momentum.or.id

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

Beberapa tahun yang lalu Richard Neustadt dan Ernest May


dari Kennedy School of Government di Harvard University, memprakarsai suatu kursus mengenai penggunaan sejarah dalam pengambilan keputusan politik. Segera saja, ruang pertemuan mereka
dipadati oleh para senator, para birokrat, para kolonel, para jenderal, para duta besar, dan orang-orang dari kalangan sejenis.3
Demikian juga, Chicago University telah memulai suatu program
kebijakan publik yang menunjukkan kepada para pemimpin untuk
melibatkan sejarah dalam upaya meningkatkan efektivitas dalam
pengambilan keputusan. Para pemimpin pun berbondong-bondong
menghadirinya. Berangkat dari arus kepentingan yang sama inilah
signifikansi suatu studi historis dalam proses pengambilan keputusan Carnegie-Mellons School of Urban and Public Affairs
menawarkan sebuah program yang diberi nama Perspektif
Historis terhadap Masalah-masalah Perkotaan. Kemudian, The
Harriman School of Urban and Public Affairs (bagian dari the State
University of New York) juga menawarkan program serupa.
Sejarah berbicara dan para pemimpin pemerintahan mendengarkannya.
Dunia bisnis juga mulai menyadari nilai sejarah bagi seorang
pengambil keputusan. The Rand Corporations Graduate Institute
di California menawarkan sebuah program pemanfaatan sejarah
bagi para kandidat Ph.D. yang bekerja paruh waktu di proyek-proyek Rand. Sekolah-sekolah bisnis telah memahami fenomena tersebut. Program Master of Business Administration dalam the
Graduate School of Business Administration di University of North
Carolina di Chapel Hill mencantumkan suatu program yang
melibatkan sejarah dalam proses pengambilan keputusan.
Sayang sekali, banyak pemimpin Kristen yang belum memahami nilai sejarah dalam proses pengambilan keputusan. Selama
bertahun-tahun, baik di perguruan tinggi maupun seminari, saya telah mengajar mata kuliah tentang pemanfaatan sejarah gereja dalam proses pengambilan keputusan. Para mahasiswa saya, yang kebanyakan adalah para pemimpin gereja, menaruh minat yang sa-

Copyright momentum.or.id

Pendahuluan

ngat besar terhadap nilai sejarah gereja dan mempertanyakan mengapa gereja dan organisasi Kristen (termasuk gereja atau organisasi mereka) gagal untuk mempertimbangkan sejarah dalam membuat keputusan. Mahasiswa ini umumnya sudah terbiasa dengan
cara pengambilan keputusan gereja yang pada dasarnya merupakan
suatu reaksi pragmatis terhadap krisis dari suatu peristiwa ataupun
tekanan-tekanan dari arus bawah. Pengambilan keputusan yang
berdasarkan prinsip atau visi yang jelas secara relatif sangat jarang
terjadi.
KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG BERDASAR
Para pakar ilmu manajemen seperti George Barna (The Power of
Vision) dan Stephen Covey (The Seven Habits of Highly Effective
People) menekankan manfaat jangka panjang (maupun jangka pendek) yang dapat diperoleh dengan selalu mendasarkan keputusan
kita pada prinsip dan konsep. Barna menganjurkan para pengambil
keputusan untuk menggunakan visi dan bukannya menganut pragmatisme yang tak berdasar sebagai landasan melakukan pemilihan:
Para pendeta yang secara aktif berusaha untuk menggenapi visi
Allah bagi pelayanan mereka adalah harta tak ternilai bagi gereja.
Mereka bukanlah pemimpin yang digerakkan oleh keinginan akan
kebesaran diri mereka atau kepuasan diri sendiri, tetapi sematamata oleh kerinduan yang menyala-nyala untuk melihat penggenapan kehendak Allah.... Gereja mereka akan mencapai sesuatu
yang unik, berarti, dan istimewa, karena Roh Kudus akan memampukan mereka untuk menangkap suatu gambaran tentang
masa depan dan untuk merencanakan serangkaian tindakan untuk
mencapai tujuan tersebut.4

Bagaimanapun, sosok pemimpin visioner yang digambarkan oleh


Barna tersebut tampaknya lebih berorientasi pada masa depan, dan
bukan pada masa lalu. Apakah sejarah gereja itu relevan dalam
suatu pengambilan keputusan yang visioner? Barna menjawab pertanyaan ini dengan lugas:

Copyright momentum.or.id

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

Tradisi pada hakikatnya merupakan refleksi dari masa lalu. Visi


selalu merupakan refleksi dari masa depan. Adakah peluang bagi
keduanya untuk bersatu? Tentu saja! Sebab, Allah yang menciptakan dan menguasai masa lalu, juga berkuasa memanfaatkan sejarah agar mendatangkan berkat dalam kehidupan dan pelayanan
Anda.... Ia akan memanfaatkan masa lalu tersebut untuk meningkatkan masa depan Anda.5

Allah dapat memanfaatkan sejarah untuk meningkatkan masa depan Anda. Sesungguhnya, kuasa Allah dalam memanfaatkan masa
lalu untuk membentuk suatu masa depan yang signifikan melalui
proses pengambilan keputusan di masa kini menjadi premis dari
buku ini.
Dalam bab-bab selanjutnya, kita akan membahas sejumlah pemikiran agung dari lima abad terakhir dalam sejarah gereja. Sekalipun dapat memilih pemikiran-pemikiran dari abad-abad yang lebih
awal, saya meyakini bahwa kesepuluh pemikiran yang saya pilih
ini merupakan yang paling signifikan bagi para pemimpin gereja
masa kini. Saya bukan hanya akan memperlihatkan bagaimana
masing-masing pemikiran tersebut dapat membangun visi kita,
namun juga akan menyarankan sejumlah keputusan yang bersumber dari visi tersebut. Kesepuluh pemikiran tersebut dipilih dari
kehidupan dan tulisan para reformator (Luther dan Calvin), tokoh
kebangunan rohani (Wesley dan Edwards), aktivis sosial
(Wilberforce dan Bonhoeffer), pendeta dan pionir (Baxter, Perkins,
Burroughs, dan Carey). Dua macam ujian telah digunakan untuk
menyeleksi pemikiran-pemikiran yang dapat meningkatkan pengambilan keputusan Anda: (1) Apakah pemikiran atau model tersebut berakar kuat dalam kebenaran Alkitab? (2) Apakah model atau
pemikiran tersebut memiliki catatan keberhasilan dalam membangun orang-orang Kristen dan gereja secara lebih efektif?
Masing-masing bab tersebut akan memberikan gambaran tentang sang tokoh dan situasi yang ia hadapi. Selanjutnya akan
mengeksplorasi ide-ide utama yang ditemukan atau yang dikemukakan oleh tokoh tersebut. Saya akan memberikan sejumlah saran

Copyright momentum.or.id

Pendahuluan

sehubungan dengan cara pengaplikasian pemikiran tersebut pada


gereja masa kini, selain sejumlah keputusan yang bersumber dari
pemikiran tersebut. Beberapa pertanyaan sebagai sarana refleksi
dan diskusi diberikan pada akhir setiap bab untuk menolong Anda
merenungkan pemikiran tersebut dan mengambil langkah-langkah
untuk menerapkannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Sebelum memulai studi kita ini, izinkan saya mengungkapkan rasa
terima kasih kepada mereka yang telah memberikan banyak kontribusi bagi penyelesaian proyek ini. Saya berhutang budi kepada
para mahasiswa yang telah merelakan diri mereka menjadi kelinci
percobaan, baik untuk pemikiran maupun pendekatan dalam buku
ini. Saya juga ingin berterima kasih kepada para mahasiswa
Gordon-Cornwell Theological Seminary, Conservative Baptist
Seminary of the East, Nairobi Evangelical Graduate School of
Theology, dan Scott Theological College. Terima kasih juga untuk
teman-teman yang terkasih, Karl dan Debbie Dortzbach, yang telah
membantu mewujudkan buku ini dengan mengundang Lois dan
saya untuk mengadakan suatu retret penulisan di rumah mereka.
Cindy Bunch-Hotaling dari IVP telah menjadi editor dari dua buku
saya, dan saya telah menjadi sedemikian bergantung pada saran
dan pertimbangannya yang bijaksana itu. Dua profesor dari
Wheaton College, Timothy Beougher dan Mark Noll, telah memberi saya dorongan dengan kesediaan mereka untuk membaca babbab tertentu. Tiga teman baik, yang juga adalah pendeta yang hebat, telah membaca dan mengkritik naskah buku ini. Terima kasih
juga saya tujukan kepada Pendeta Irfon Hughes, Tom Kenney, dan
Ron Sylvester, yang memberi umpan balik yang jujur dan yang
sangat membantu saya.
Pelukan hangat saya tujukan bagi Lois, istri yang telah mendampingi saya selama 26 tahun ini, yang percaya akan kepentingan
proyek ini sejak awal, adakalanya bahkan melebihi keyakinan saya

Copyright momentum.or.id

10

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

sendiri. Dan saya tidak dapat melanjutkan tanpa mengingat dua


anak terbaik dalam sejarah gereja, Anne Bradstreet Shaw dan
Jonathan Edwards Shaw, yang dengan karunia mereka untuk menciptakan tawa riang di rumah kami telah berhasil mencegah ayah
mereka yang adakalanya begitu membosankan itu untuk tidak menjadi terlalu serius. Terakhir, saya juga berhutang budi kepada pria
yang nama mereka telah disebutkan di dalam persembahan
dalam buku ini.
Cukup sekian pendahuluan saya. Sesungguhnya, cara terbaik
untuk memperlihatkan kepada Anda bagaimana cara kerja pengambilan keputusan semacam ini adalah dengan langsung masuk ke
dalam salah satu dari pemikiran-pemikiran agung yang ada dan
memeras keluar potensi yang terkandung di dalamnya. Kita akan
mu

Copyright momentum.or.id

1
SUATU VISI BAGI KEBENARAN
Teologi Salib dari Martin Luther

ois dan saya merupakan pendatang baru di kota maupun di


gereja, sebuah gereja Injili konservatif yang telah dikenal
baik oleh masyarakat di tempat itu. Pada dua minggu pertama,
kami menemukan suasana ibadah yang penuh sukacita dan kehangatan, yang membawa kami kembali hadir di sana. Suasana ibadah tersebut terasa begitu menggairahkan sehingga kami pun berharap banyak terhadap program kelas Sekolah Minggu Dewasa
yang diadakan di sana.
Kelas tersebut dimulai dengan baik. Guru kami seorang yang
sangat ramah. Kami duduk di samping George dan Jane, anggota
jemaat yang aktif mengikuti program penjangkauan orang baru
bagi Injil. Mereka berdua pun sangat ramah. Guru kami mengawali
diskusi dengan sejumlah studi kasus. Cerita yang disampaikannya
benar-benar berhasil memicu diskusi sehingga kami tidak sempat
masuk ke bagian Alkitab yang diperuntukkan untuk dibahas pagi
itu. Para peserta mulai saling berbagi dan berinteraksi, dan mereka
terlihat benar-benar membutuhkan kesempatan untuk menceritakan
persoalan-persoalan mereka.
Ketika kami menghadiri kelas tersebut Minggu berikutnya, hal
serupa terulang kembali. Banyak waktu diberikan untuk saling berbagi dan melontarkan pendapat pribadi. Tak ada waktu untuk pem-

Copyright momentum.or.id

12

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

bacaan Alkitab. Sepuluh menit menjelang kelas bubar, barulah


guru kami membacakan satu bagian Alkitab dari kitab 1 Korintus,
dan meminta pendapat kami mengenai bagian Alkitab tersebut.
Jane mengemukakan pendapatnya, Saya tidak setuju dengan
bagian ini. Saya kira Rasul Paulus sedang payah ketika menulis ini.
Saya juga tidak akan membiarkan anak saya membaca bagian ini.
Keheningan meliputi seluruh kelas ketika kata-kata Jane itu semakin menghilang. Guru kami pun tidak berkomentar apa-apa.
Sekalipun saya seorang peserta baru, saya merasa perlu ada
yang mengomentari pernyataan Jane tersebut. Dengan selembut
yang dapat saya lakukan, saya pun melontarkan pendapat saya berkenaan dengan inspirasi, otoritas, dan kemutlakan Kitab Suci. Para
peserta lain hanya saling berpandangan dan akhirnya, pendapat
saya itu pun tidak memperoleh tanggapan apa-apa.
Kelas pun berakhir, dan kami sempat sejenak berbicara dengan
George dan Jane sementara kelas bubar. Terus terang, saya sangat
terperanjat mendengar perkataan Jane itu, karena secara langsung
membeberkan seperti apa reputasi gereja tersebut. Saya mulai
mempertanyakan apakah saya sudah berada di tempat yang benar.
Para anggota jemaat membawa Alkitab mereka ke gereja, namun
setidaknya sebagian dari mereka meninggalkan teologi mereka di
rumah masing-masing. Saya tidak berani membayangkan apa yang
akan terjadi pada hari Minggu berikutnya.
DIBUTUHKAN: SUATU KESADARAN TEOLOGIS
Jelas bagi saya sekarang bahwa Jane bukanlah satu-satunya orang
Kristen demikian. Di berbagai gereja Injili di seluruh pelosok
negeri, kesadaran teologis maupun pemahaman doktrinal merosot
tajam melebihi kecepatan terjun seorang bungee jumper. Sebuah
laporan Barna pada tahun 1994 mencatat adanya kemerosotan
dalam kepercayaan-kepercayaan Injili. Barna menemukan bahwa
jumlah orang yang meyakini inerransi [ketidakbersalahan] Alkitab,
kedaulatan Allah, dan pentingnya kelahiran baru melalui iman di

Copyright momentum.or.id

Suatu Visi bagi Kebenaran

13

dalam Yesus Kristus menurun dari sekitar 12% dari total penduduk
Amerika pada tahun 1992 menjadi hanya sekitar 7% pada tahun
1994. Barna memberikan menyimpulkan, Perubahan data tersebut
menunjukkan bahwa mungkin kita masih akan melihat kemerosotan yang terus berlanjut dalam ranking Injili dalam waktu dekat,
berkurangnya pencurahan kuasa Roh Kudus atas masyarakat negeri
ini.1
Kepada mereka yang menunjuk perdebatan kaum Injili mengenai Alkitab pada tahun 1970-an dan 1980-an sebagai bukti
masih adanya kepedulian masyarakat Amerika terhadap kebenaran
Alkitab, David Wells memberikan sanggahannya dengan menyodorkan sebuah ironi yang mengejutkan. Ia menyatakan, Sementara natur Alkitab masih diperdebatkan, Alkitab itu sendiri sudah
tidak dipakai lagi di dalam gereja.2 Pola pikir konsumerisme telah
merasuk bukan hanya pada gereja kita, tetapi juga pada teologi
kita. Suatu paham Kekristenan terapeutik yang menolong saya
dalam mendidik anak-anak saya, memperbarui kehidupan seks
saya, dan yang dapat menjadi apa saja bagi saya telah menggantikan Kekristenan doktrinal dan teologis klasik yang membahas
hal-hal mengenai Allah, dosa, keselamatan, dan salib. Sebagaimana asumsi sebuah judul buku terbitan tahun 1990-an, gereja
tampaknya semakin tidak memiliki tempat bagi kebenaran [No
Place for Truth oleh David Wells ed].
Dari mana kita harus memulai pencarian kita akan suatu pembaruan teologis dalam gereja? Sejarawan Mark Noll menyatakan,
Pada hakikatnya, pengharapan terbesar bagi pemikiran Injili terletak pada inti berita Injil mengenai salib Kristus.3 Para pengambil
keputusan yang rindu melihat kemajuan gereja perlu kembali
memahami berita salib itu. Kita akui bahwa perhatian gereja masa
kini mengenai pertumbuhan gereja, aksi sosial Injili, misi-misi
global, dan kebangunan dalam ibadah adalah hal yang bermanfaat;
namun lorong sempit yang harus kita lalui untuk membawa
kemajuan jangka panjang bagi gereja terletak pada suatu hubungan
yang baru dengan berita salib.

Copyright momentum.or.id

14

10 PEMIKIRAN BESAR DARI SEJARAH GEREJA

Hal ini tampak seperti suatu kebodohan. Mengatakan bahwa


visi mengenai salib itu lebih memiliki kuasa pembaruan dibandingkan dengan aksi penginjilan atau suatu strategi pemasaran merupakan semacam skandal yang digambarkan oleh Paulus dalam 1
Korintus 1:27, Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk
memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi
dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat. G.K.
Chesterton suatu kali menyatakan bahwa diagram mengenai pemikiran Kristen itu hendaknya tidak digambarkan sebagai sebuah
lingkaran yang mencakup segala sesuatu dalam suatu sistem; tetapi
seperti sebuah salib, yang berawal dari sebuah paradoks di bagian
pusatnya, bergerak ke segala arah untuk memancarkan cahaya di
setiap aspek realitas. Sesungguhnya, salib merupakan dasar dari
semua pengambilan keputusan klasik yang akan kita bicarakan
dalam buku ini.
Melepaskan kuasa dan signifikansi salib untuk masuk ke semua aspek kehidupan merupakan kunci bagi dinamika dan keutuhan jangka panjang gereja Kristen. Menyingkapkan signifikansi salib secara tuntas merupakan keputusan terpenting yang dapat dibuat oleh seorang pemimpin gereja.
Tidak ada tokoh di dalam sejarah yang memahami kuasa salib
lebih mendalam daripada Martin Luther, seorang reformator abad
ke-16. Terobosan teologis Luther itu sering kali diringkas dalam
ungkapan pembenaran oleh iman hanya di dalam Kristus. Namun jarang sekali orang memahami dengan apresiasi bahwa pemahaman Luther tentang salib itu melampaui kuasanya untuk menyelamatkan, tetapi juga mencakup kuasanya dalam menolong kita
untuk melihat. Teolog Oxford, Alister McGrath menyebut teologi
salib Luther ini sebagai salah satu pemahaman tentang natur
teologi Kristen yang paling radikal dan berpengaruh dalam sejarah
gereja.4
Bila kehidupan dan pelayanan Anda terlihat bagaikan sebuah
teka-teki, salib dapat memberi jawabannya. Salib kuno yang penuh
teka-teki itu sanggup mengatasi teka-teki baru keberadaan kita

Copyright momentum.or.id

Suatu Visi bagi Kebenaran

15

yang terpecah-pecah di dunia modern ini. Teologi salib Luther


mengarahkan kita, seperti jarum kompas, menuju lorong kemajuan
yang tanpa itu, mungkin akan terlewatkan atau terabaikan oleh
kita.
Tetapi, bagaimana kematian Kristus dapat memberi solusi
kepada orang-orang Kristen dan para pemimpin Kristen yang berada dalam keadaan yang kacau balau? Apakah yang dimaksud
Luther dengan teologi salib? Bagaimana para pengambil keputusan mengaplikasikan visi tersebut hari ini? Sekarang giliran pertanyaan ini yang akan kita bahas.
KEHIDUPAN LUTHER
Martin Luther (1483-1546) lahir ke dunia pada saat kerinduan akan
kebenaran sedang memudar dan kejenuhan terhadap Injil semakin
menjadi-jadi. Kekristenan di Eropa sedang berada dalam kesulitan.
Tiga di antara permasalahan-permasalahan yang paling serius adalah orang-orang Kristen yang diliputi oleh kekhawatiran, gerejagereja yang sekuler, dan reformator-reformator moralis.
Timothy George menyebutkan abad keenam belas sebagai
abad kekhawatiran (age of anxiety). Kekhawatiran tersebut memiliki tiga aspek. Kekhawatiran terhadap penyakit dan kematian
mengakibatkan timbulnya kekhawatiran fisik yang menghanyutkan.
Kekhawatiran terhadap kesalahan dan penghukuman, serta jawaban gereja yang kurang memadai atas teror-teror tersebut, telah
mengakibatkan timbulnya kekhawatiran moral yang melumpuhkan. Kekhawatiran terhadap hilangnya makna dan tujuan hidup
telah mengakibatkan timbulnya kekhawatiran eksistensial yang
hebat. Pada abad keenam belas dan akhir Abad Pertengahan, terdapat obsesi yang abnormal terhadap kematian. Adanya kemungkinan untuk dihukum di dalam api purgatori dan neraka meningkatkan kesadaran akan rasa bersalah dan ketakutan terhadap penghakiman. Ketakutan terhadap adanya anarki dan kekacauan, bersamaan dengan ketakutan terhadap segera tibanya hari kiamat telah

Copyright momentum.or.id

Anda mungkin juga menyukai