Anda di halaman 1dari 68

74

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berpikir bukan merupakan sebuah proses statis berpikir dapat berubah
setiap hari atau setiap jam.karena berpikir sangat dinamis (berubah secara
konstan) dan karena semua tindakan keperawatan memerlukan pemikiran,
maka penting untuk memahami brpikir secara umum. Penting juga untuk
memahami gaya dan pola unik seseorang serta mengidentifikasi tentang apa
yang membantu seseorang untuk dapat berpikir dengan lebih baik.
Setiap pilihan memerlukan model berpikir yang berbeda dan mungkin
bergantung pada kebiasaan masa lalu atau situasi belajar di lihat sebagai
suatu masalah yang harus diselesaikan. Dan kemungkinan besar
memutuskan untuk melakukan suatu hal baru atau berbeda, seperti
membaca sembari mengayuh sepeda statis dan mendengarkan musik. Semua
tindakan yang dilakukan memerlukan pemikiran, tetapi tidak semua
pemikiran sama.
Mengeksplorasi pemikiran seseorang mungkin bukan merupakan
bagian pembelajaran yang diharapkan dalam keperawatan suatu profesi
yang sering kali dihubungkan dengan banyak melakukan sesuatu.
Namun,semua hal yang dilakukan perawat memerlukan pemikiran tingkat
tinggi; tidak ada tindakan yang dilakukan tanpa berpikir kritis.Fokus
berpikir kritis memberikan penekanan yang tepat pada proses keperawatan
dan memungkin kan penggunaan keterampilan intelektual,interpersonal,dan
teknik agar berhasil dalam keperawatan.
Berpikir kritis dalam keperawatan memberikan awal yang baik bagi
perawat yang harus belajar bagaimana bertindak dan bagaimana berpikir
dalam dunia pelayanan kesehatan yang kompleks saat ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan konsep berfikir kritis ?
a. Apa yang dimaksud dengan kritis ?
b. Apa yang dimaksud dengan pasien kritis ?
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

c. Apa yang dimaksud dengan keadaan atau situasi kritis ?


d. Apa yang dimaksud dengan keperawatan kritis ?
e. Bagaimana cara berfikir kritis dalam keperawatan ?
2. Bagaimana proses asuhan keperawatan kritis dalam penerapan praktek
kilinik ?
a. Bagaimana cara anamnesis dalam keperawatan kritis ?
b. Apa saja yang dilakukan pada saat pemeriksaan fisik dalam
proses asuhan keperawatan kritis ?
c. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat memperkuat
diagnosa pada keperawatan kritis ?
d. Apa saja alat bantu yang dapat digunakan untuk membantu
keperawatan kritis ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum pada modul ini yaitu agar mahasiswa
mampu mengetahui tentang konsep berfikir kritis dalam keperawatan,
serta dapat menerapkan proses asuhan keperawatan kritis dalam
2.

praktek klinik.
Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep berfikir kritis
dalam keperawatan serta menjelaskan bagaimana penerapan
dalam praktek klinik.
1) Menjelaskan tentang kritis dalam keperawatan
2) Menjelaskan tentang pasien kritis
3) Menjelaskan tentang keadaan atau situasi kritis dalam

b.

keperawatan
4) Menjelaskan tentang keperawatan kritis
5) Menjelaskan tentang berfikir kritis
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang

proses

asuhan

keperawatan kritis serta menjelaskan bagaimana penerapan


dalam praktek klinik.
1) Menjelaskan tentang anamnesa dalam proses asuhan
keperawatan kritis
2) Menjelaskan tentang pemeriksaan fisik dalam proses
asuhan keperawatan kritis
3) Menjelaskan tentang pemeriksaan

penunjang

yang

memperkuat diagnosa pada keperawatan kritis


4) Menjelaskan tentang alat bantu yang dapat digunakan
dalam keperawatan kritis

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

D. Manfaat Penulisan
1.
Bagi Institusi Pendidikan
a. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang konsep berfikir

2.

3.

kritis
b. Terciptanya landasan teori konsep berfikir kritis
Bagi Profesi Keperawatan
a. Terciptanya tenaga kesehatan yang professional
b. Terciptanya rasa nyaman pada setiap pasien yang di rawat
c. Terciptanya SDM yang berintelektual tinggi
Bagi Mahasiswa
a. Bisa memahami konsep berfikir krtis
b. Lebih mengetahui keterampilan dan pengetahuan untuk
menganalisis informasi yang belum di ketahui
c. Bisa memahami model berfikir kritis dalam keperawatan
d. Bisa memahami tingkat berfikir kritis dalam keperawatan

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kritis
1. Pasien kritis
Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi
yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan
kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU)
dan biasanya membutuhkan berbagai macam alat kedokteran yang
berguna untuk memantau kondisi dan juga untuk menjaga
kelangsungan hidup pasien tersebut, misalnya ventilator, alat dialisis,
dan masih banyak lainnya. Pengunaan alat-alat ini akan menyebabkan
adanya pengurangan aktivitas dan mobilitas pasien secara signifikan
yang dapat menimbulkan komplikasi seperti trombosis vena dalam
(TVD) (DH Kartadi, 2013).
Pasien kritis erat kaitannya dengan dengan perawatan intensif
karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan
monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis
yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh
lainnya. Unit perawatan intensif (Intensive Care Unit) merupakan
salah satu ruang perawatan yang tepat untuk pasien kritis tersebut
karena dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat
dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat
memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ
ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan
kritis yang dapat menyebabkan kematian (Rab, 2007).
Hal ini sesuai dengan Comprehensive Critical Care Department
of Health-Inggris yang merekomendasikan untuk memberikan
perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical
care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di
manapun pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit
(Jevon dan Ewens, 2009).
2. Berfikir kritis

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Berpikir kritis merupakan sebuah komponen esensial yang


memperlihatkan kebiasaan berpikir seperti : percaya diri, perspektif
kontekstual, kreativitas, fleksibilitas, rasa ingin tahu, integritas
intelektual, intuisi, berpikiran terbuka, tekun dan refleksi. Para
pemikir kritis melatih keterampilan kognitif dalam menganalisis,
menerapkan standar, membedakan, mencari informasi, memberi
alasan logis, memperkirakan, dan mengubah pengetahuan (Rubenfeld
& Scheffer, 2006).
Berpikir kritis
memungkinkan

siswa

adalah
untuk

sebuah

proses

merumuskan

sistematis
dan

yang

mengevaluasi

keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis adalah sebuah


proses terorganisasi yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti,
asumsi, logika dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain.
Berpikir

kritis

juga

merupakan

berpikir

dengan

baik,

dan

merenungkan tentang proses berpikir merupakan bagian dari berpikir


dengan baik (Maulana, 2010).
Berpikir kritis adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menjelaskan suatu proses kognitif yang mengarahkan pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan, dimana merupakan proses
perbaikan dari pikiran yang mengubah metode proses berpikir untuk
meyakinkan bahwa kesimpulan yang diambil telah tepat, beralasan
dan teliti (Black & Hawk, 2009).
LeMone & Burke (2008) mengartikan berpikir krtis sebagai
keterampilan

berpikir

divergent

(berbeda)

untuk

menimbang

pentingnya suatu informasi yang diperoleh untuk mengeksplorasi


alternatif-alternatif dan menarik kesimpulan dari data relevan yang
telah dikumpulkan. Perawat harus mampu membedakan fakta dan
non-fakta sehingga keputusan yang dibuat sistematis dan logis untuk
memecahkan masalah. Kemampuan perawat untuk menjelaskan
persamaan dan perbedaan dari informasi yang tidak relevan, juga akan
membantu perawat fokus pada situasi yang sedang dihadapinya saat
ini.
a. Sikap Berpikir Kritis

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Menurut Facionate (2006), individu menunjukkan berpikir


kritisnya dikombinasikan dengan kemampuan kognitif dan
kecenderungan (disposition) afektif untuk berpikir kritis.
Kecenderungan afektif pada seorang pemikir kritis meliputi rasa
ingintahu, sistematis, bijaksana, mencari kebenaran, analitis,
berpikiran terbuka, percaya diri dalam menyampaikan alasan
dan penilaian (Scheffer & Rubenfeld, 2000; Simpson &
Courtney, 2002). Berpikir kritis terjadi ketika individu dengan
kecenderungannya diperhadapkan dengan masalah yang sangat
sering

terjadi

dengan

data

yang

tidak

memadai

dan

mengembangkan suatu strategi untuk mencari solusinya (Rogal


& Young, 2008).
Seseorang yang berpikir kritis akan memiliki sikap-sikap
berikut ini (Paul, 1998 dalam Christensen & Kenney, 2009):
1) Intellectual Humanity
Suatu kesadaran terhadap keterbatasan pengetahuan diri
dan kepekaan diri terhadap kemungkinan bias dan
prasangka. Perawat dan tenaga kesehatan sebaiknya tidak
mengklaim bahwa mereka mengetahui lebih banyak dari
apa yang sebenarnya mereka ketahui.
2) Intelectual Courage
Keinginan dan keterbukaan untuk mendengar dan secara
jujur mengkaji ide-ide orang lain, meskipun perawat
sangat berlawanan dengan ide-ide tersebut. Membutuhkan
keberanian untuk mempertimbangkan dan mengkaji sudut
pandang orang lain dan dengan jujur menimbang kekuatan
dan kelemahan pendapat diri.
3) Intellectual Emphaty
Kemempuan untuk membayangkan diri sendiri di posisi
orang lain sehingga dapat memahami pandangan dan jalur
penalaran orang tersebut.
4) Intellectual Integrity
Keinginan untuk menerapkan standar bukti intelektual
yang baku dan sama terhadap pengetahuan yang kita

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

miliki yang kita terapkan terhadap pengetahuan yang


dimiliki oleh orang lain. Hal ini membutuhkan kejujuran
untuk

menelaah

dan

mengakui

kesalahan

atau

ketidakkonsistenan pikiran, penilaian dan tindakan diri.


5) Intellectual Perseverence
Keinginan untuk mencari wawasan dan kebenaran lebih
jauh meskipun sulit dan frustrasi. Banyak waktu dan
energi mungkin dibutuhkan untuk mendapatkan dan
mempertimbangkan informasi baru dan membentuk
wawasan baru.
6) Faith in Reason
Percaya pada diri sendiri dan keinginan untuk mencari
pemikiran rasional dan percaya bahwa orang lain juga
mampu melakukan hal serupa.
7) Intellectual Sense of Justice
Keinginan untuk menelaah sudut pandang orang lain
dengan standar intelektual yang sama, dan tidak
dipengaruhi oleh kepentingan atau keuntungan diri sendiri
atau orang lain.
b. Proses Berpikir Kritis
Berpikir kritis juga membutuhkan beberapa proses
intelektual aktif yang esensial dalam pengumpulan data,
pengambilan keputusan, penyusunan prioritas, penyelesaian
masalah dan perencanaan asuhan keperawatan. Proses ini adalah
(Christensen & Kenney, 2009) :
1) Berpikir rasional, logis dan beralasan
Didasarkan pada pembuatan hubungan antara bukti solid,
observasi dan fakta untuk menarik kesimpulan, bukan
pengambilan keputusan yang berdasarkan ketidaktahuan,
kesukaan, prasangka atau kepentingan sendiri.
2) Berpikir reflektif
Meluangkan waktu untuk meneliti dan menganalisis data
yang secara akurat mengidentifikasi masalah pasien dan
hasil akhir kesehatan yang diinginkan. Kemungkinan
tindakan untuk mencapai hasil tersebut dipertimbangkan
dan diperbandingkan dengan keuntungan, bahaya, dan

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

kerugian dari setiap tindakan. Perawat tidak hanya sekedar


mengambil kesimpulan, tetapi menimbang informasi
dengan cara yang sesuai dengan disiplin yang dianut.
3) Berpikir otonomi
Berpikir dengan diri sendiri, tidak hanya menerima atau
dapat dimanipulasi oleh pandangan orang lain. Pemikir
otonomi menganalisis informasi dan memutuskan dimana
yang paling benar dan terpercaya.
4) Berpikir kreatif
Cara yang bertujuan dan mengarah pada tujuan guna
menghubungkan atau mensintesis informasi sehingga
terlibat dengan cara baru atau memberikan konklusi yang
unk. Berpikir kreatif adalah kemempuan untuk membina
hubungan, mentransfer informasi ke dalam situasi baru,
merancang

pilihan

alternatif,

dan

menemukan

penyelesaian baru terhadap masalah.


5) Memutuskan konklusi dan tindakan
Mencakup menganalisis dan mengevaluasi bukti-bukti,
membandingkan pilihan, menimbang kerugian, risiko dan
keuntungan dan memperkirakan keberhasilan pencapaian
hasil akhir yang diinginkan.
Menurut Fisher (2008) menyatakan ada 6 karakteristik
berpikir kritis yaitu :
1) Mengidentifikasi masalah
2) Mengumpulkan berbagai informasi yang relevan
3) Menyusun sejumlah alternatif pemecahan masalah
4) Membuat kesimpulan
5) Mengungkapkan pendapat
6) Mengevaluasi argumen
c. Aplikasi Berpikir Kritis dalam Praktik Keperawatan
Penggunaan berpikir kritis dalam mengembangkan
perencanaan asuhan keperawatan membutuhkan pertimbangan
faktor-faktor kemanusiaan yang dapat mempengaruhi rencana
perawatan sebagai hasil interaksi dengan pasien dan keluarga
dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai
serta spesifik untuk masingmasing pasien. Budaya, perilaku dan
proses berpikir pasien, perawat dan orang-orang lainnya
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

mempengaruhi proses berpikir kritis yang terjadi melalui


interaksi perawatpasien (Wilkinson, 2001 dalam aprisunandi,
2011).
Perawat

harus

menggunakan

keterampilan

berpikir

kritisnya pada seluruh lahan praktik. Walaupun pada setiap lahan


praktik, memiliki karakteristik pasien yang juga berbeda, unik
dan dinamis. Faktor-faktor keunikan yang dibawa oleh pasien
dan perawat ke dalam situasi perawatan harus dipertimbangkan,
dikaji, dianalisa dan diinterpretasi. Interpretasi informasi
memungkinkan perawat berfokus pada faktorfaktor yang paling
relevan dan signifikan pada situasi klinis. Keputusan mengenai
apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya,
dikembangkan dalam suatu rencana tindakan. Keterampilan ini
meliputi pengkajian sistematik dan komprehensif, pengenalan
asumsi dan inkonsistensi, verifikasi realibilitas dan akurasi,
identifikasi informasi yang kurang, pembedaan antara informasi
yang relevan dan tidak relevan, mendukung bukti dengan fakta
dan kesimpulan, penyusunan prioritas dengan penentuan
pengambilan keputusan secara berkala pada kriteria hasil
pencapaian pasien dan pengkajian ulang respons dan outcomes
(AlfaroLeFavre, 2003 dalam aprisunandi, 2011).
3. Keadaan Karakeristik Pasien situasi kritis Di Unit Perawatan
Kritis
Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya
merupakan hal yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi
lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang kompleks, kondisi
pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum
dikenal 4 sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan
keluarganya. Pasien kritis adalah pasien yang beresiko tinggi
mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual
maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006).
Pasien-pasien tersebut memerlukan perawatan yang intensif dan
pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas medis.
Perubahan-perubahan fungsi normal akibat dari perkembangan
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

penyakit, obat-obat sedatif, alat-alat bantu termasuk ventilator


mekanik, dapat berkontribusi terhadap kemungkinan perubahan status
mental pasien (Urden, Stacy, & Lough, 2006).
Gangguan tidur dan rangsangan yang berlebihan dari lingkungan
dapat juga memperberat kemampuan kognitif pasien untuk memahami
informasi, belajar, membuat keputusan, dan beradaptasi dengan
lingkungan

yang

baru.

Hal

ini

berdampak

pada

ketentuan

pengambilan keputusan, misalnya informed consent, yang tidak


mungkin dilakukan oleh pasien sendiri, dan biasanya diwakili oleh
keluarga terdekat. Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi
pasien-pasien kritis, masalah psykososial juga bisa terjadi pada
pasien-pasien kritis. Masalah ini umumnya muncul akibat stressor
tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi dari
individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus
berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, &
Lough, 2006) :
a. Ancaman kematian
b. Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau
keterbatasan akibat penyakit
c. Nyeri atau ketidaknyamanan
d. Kurang tidur
e. Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara
verbal karena terintubasi
f. Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai
g. Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup seharih.
i.
j.
k.
l.
m.

hari
Kehilangan control terhadap lingkungan
Kehilangan peran yang biasa dijalankan
Kehilangan harga diri
Kecemasan
Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative
Distress spiritual
Berat ringannya efek stressor tersebut dan respon pasien yang

dimunculkan, akan sangat tergantung pada faktor-faktor :


a. Lamanya terpapar stressor (akut atau kronis)
b. Efek kumulatif dari stressor yang simultan
c. Sekuen/urutan datangnya stressor
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

d. Pengalaman sebelumnya terpapar stressor dan keefektifan


strategi koping
e. Besarnya dukungan sosial
Stress, apapun bentuknya baik itu fisik, psikologis, maupun
sosial, dapat menimbulkan respon secara fisik. Beberapa literature
mengungkap adanya hubungan antara interaksi pikiran/jiwa dan badan
dengan respon kekebalan tubuh terhadap stress (Urden, Stacy, &
Lough, 2006).
4. Keperawatan kritis
Keperawatan kritis

merupakan

area

spesialistik

dari

keperawatan yang dikembangkan untuk menjawab tantangan dan


kebutuhan klien dengan masalah kesehatan akut dan mengancam jiwa
yang memerlukan perawatan secara intensif (Urden, Stacy, & Lough,
2006). Perkembangan teknologi dan intervensi medis untuk pemulihan
pasien-pasien kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan
akan pentingnya peran keperawatan dalam mengobservasi dan
monitoring pasien-pasien kritis. Bahkan, dokter akan sangat
tergantung pada perawat dalam mengawasi perubahan-perubahan
yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan awal
ketika dokter tersebut tidak ada di tempat (Urden, Stacy, & Lough,
2006).
Perkembangan dibidang keperawatan kritis yang begitu pesat,
terutama dengan ditemukannya berbagai alat canggih dan tindakan
medis yang kompleks, telah membawa dampak semakin cepat dan
akuratnya terapi atau intervensi yang diberikan untuk pemulihan
pasien kritis (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Namun disisi lain, hal ini
berdampak pula pada terkonsentrasinya sebagian besar perhatian
perawat pada aspek teknis prosedural penggunaan alat-alat canggih
tersebut dan fokus asuhan keperawatan lebih ke aspek fisik/biologis
ketimbang memperhatikan pasien secara utuh sebagai manusia yang
multidimensi meliputi fisik, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual
(Urden, Stacy, & Lough, 2006). Hal ini pula yang menyebabkan
asuhan keperawatan menjadi terfragmentasi dan terisolasi pada
masalah fisik dan mekanik dan 2 terabaikannya nilai-nilai filosofis

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

keperawatan yang lebih menekankan pada aspek holistik dan


humanistik. Disamping itu, perawatan menjadi lebih terbatas pada
pasien secara individu ketimbang melihat pasien sebagai satu kesatuan
atau bagian yang tak terpisahkan dari keluarga, yang juga memiliki
kebutuhan akan keperawatan (Urden, Stacy, & Lough, 2006).
B. Anamnesis
Menurut Nursalam (2008) anamnesis pada keperawatan kritis adalah :
1. Identitas
Nama

Umur

Agama

Pendidikan

Pekerjaan

Suku/Bangsa

Alamat

Jenis Kelamin

Status Perkawinan

Ruang/Kelas

No. RM

Diagnosa Media

Tgl Masuk RS

Tgl Pengkajian

Penanggungjawab

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan


Keluhan Utama
:
Riwayat Penyakit saat ini
:
Penyakit yang pernah diderita
:
Penyakit yang pernah diderita Keluarga :
Riwayat Alergi
:
3. Observasi & Pemeriksaan Fisik (Review of System)
Keadaan Umum :
Tanda-tanda Vital :
a. Pernapasan (B1 Breath)
1) Pola napas (irama)
2) Jenis napas (dispnoe, kusmaul, ceyne stokes, lain-lain)
3) Suara napas (vesikuler, stridor, wheezing, ronchi, lainlain)
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

4) Sesak napas/batuk
Masalah

b. Kardiovaskuler (B2 Blood)


1) Irama Jantung (reguler, irreguler, S1, S2, S3)
2) Nyeri Dada
3) Bunyi Jantung (normal, murmur, gallop, lain-lain)
4) CRT (< 3 detik, > 3 detik)
5) Akral (hangat, panas, dingin kering, dingin basah)
Masalah
:
c. Persyarafan (B3 Brain) Penginderaan
1) GCS (Eye, Verbal, Motorik)
2) Refleks Fisiologis (patella, triceps, biceps, lain-lain)
3) Refleks Patologis (Babynski, budzynski, kerning, lainlain)
4) Istirahat/tidur (waktu, jam/hari, ada gangguan atau tidak)
Masalah
:
Penglihatan (Mata)
1) Pupil (isokor, anisokor, lain-lain)
2) Sclera/Konjungtiva (anemis, ikterus, lain-lain)
Pendengaran (Telinga)
3) Gangguan pandangan
4) Penciuman (hidung; bentuk, ada gangguan atau tidak)
Masalah
:
d. Perkemihan (B4 Bladder)
1) Kebersihan (bersih, kotor)
2) Urin (jumlah; cc/hari, warna, bau)
3) Alat bantu (kateter, lain-lain)
4) Vesika Urinaria (adanya pembesaran atau tidak, nyeri
tekan atau tidak)
5) Gangguan Sistem Urinaria (anuria, oliguria, poliuria,
disuria, retensi, inkontinensia, nokturia, lain-lain)
Masalah
:
e. Pencernaan (B5 Bowel)
1) Nafsu Makan (baik, menurun, frekuensi: x/hari)
2) Porsi makan (habis atau tidak habis; keterangan)
3) Minum, jenisnya (cc/hari)
Mulut dan tenggorokan
1) Mulut (bersih, kotor, berbau,)
2) Mukosa (lembab, kering, stomatitis)
3) Tenggorokan (sakit menelan atau nyeri tekan, kesulitan
menelan, pembesaran tonsil, lain-lain)
4) Abdomen (perut) ; (tegang, kembung, ascites, nyeri tekan)
; lokasi, peristaltik x/menit
5) Pembesaran hepar atau tidak
6) Pembesaran lien atau tidak
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

7) Buang air besar x/hari, teratur atau tidak teratur,


konsistensi, bau, warna, lain-lain
Masalah
:
f. Muskuloskeletal/Integumen (B6 Bone)
1) Kemampuan pergerakan sendi (bebas, terbatas)
2) Kekuatan Otot
3) Kulit (warna kulit; ikterus, sianosis, kemerahan, pucat,
hiperpigmentasi)
4) Turgor (baik, sedang, jelek)
5) Oedema (ada, tidak ada, lokasi)
6) Lain-lain
Masalah
:
g. Endokrin
1) Pembesaran tyroid atau tidak
2) Hiperglikemia atau tidak
3) Hipoglikemia atau tidak
4) Terdapat luka gangren atau tidak
5) Lain-lain
Masalah
:
h. Personal Hygiene
1) Mandi x/hari
2) Keramas x/hari
3) Ganti pakaian x/hari
4) Sikat gigi x/hari
5) Memotong kuku
Masalah
:
i. Psiko-Sosio-Spiritual
1) Orang yang paling dekat
2) Hubungan/interaksi sosial dengan teman dan lingkungan
3) Kegiatan ibadah
4) Konsep diri
Masalah
:
C. Pemeriksaan Fisik
1. Pengertian
Perawat seringkali menjadi orang pertama yang mendeteksi
perubahan pada kondisi klien, tanpa memperhaikan latar belakngnya.
Oleh karena itu kemampuan berpikir dan menginterpretasi secara
kritis tentang arti perilaku klien dan perubahan fisik yang ditampilkan
merupakan hal yang sangat penting bagi perawat. Keterampilan
pengkajian dan pemeriksaan fisik menjadi alat kuat bagi perawat
untuk mendeteksi perubahan baik halus maupun nyata yang terjadi
pada kesehatan klien. Pengkajian fisik memungkinkan perawat untuk

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

mengkaji

pola

yang

mencerminkan

masalah

kesehatan

dan

mengevaluasi perkembangan klien sejalan dengan terapi. Pemeriksaan


fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada
setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang klien
dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis. Kondisi
dan respon klien mempengaruhi luasnya pemeriksaan. Keakuratan
pengkajian fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien
dan penentuan respon terhadap terapi tersebut. Kontinuitas layanan
kesehatan membaik jika perawat membuat pengkajian yang
berkelanjutan, objektif, dan komprehensif (Poter & Perry, 2005).
2. Tujuan
Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh
informasi mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitif
pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk mengidentifikasi status
normal dan kemudian mengetahui adanya variasi dari keadaan
normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejalagejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan
pemantauan masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini. Informasi ini
menjadi bagian dari catatan/rekam medis (medical record) pasien,
menjadi dasar data awal dari temuantemuan klinis yang kemudian
selalu diperbarui (updated) dan ditambahkan sepanjang waktu. Seperti
telah dibahas pada bab sebelumnya, rekam medis terdiri dari informasi
subyektif dan obyektif. Informasi subyektif yang baru akan diperoleh
dari hasil wawancara pasien dan riwayat kesehatan. Informasi
subyektif akan membuat pemeriksa waspada mengenai area apa yang
harus menjadi perhatian selama pemeriksaan itu. Informasi lebih
lanjutan kemudian akan diperoleh melalui pemeriksaan fisik. Harus
diingat bahwa garis pemisah antara riwayat pasien dan pemeriksaan
fisik selalu abstrak. Sebagai contoh, temuan klinis obyektif akan
memperkuat, memvalidasi dan menjelaskan data subyektif yang
diperoleh pada pemeriksaan awal, tetapi juga pada saat yang sama,
temuan fisik akan menstimulasi pemeriksa untuk bertanya lebih lanjut
selama pemeriksaan. Tidak ada yang absolut mengenai metode yang

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

digunakan dan sistem yang harus dicakup dalam suatu pemeriksaan


fisik. Penentuan pilihan dipengaruhi oleh usia pasien, gejala, data fisik
dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemeriksaan itu sendiri
(misalnya, penapisan/screening fisik umum, pemeriksaan fisik
spesifik, atau analisis gejala-gejala). Kunjungan berikutnya atau
tindak lanjut merupakan kunjungan yang terjadwal untuk mengkaji
progresi atau kesembuhan dari suatu masalah atau abnormalitas
tertentu) (Rhonda, 2009).
3. Metode Pemeriksaan
Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal
diterima untuk digunakan selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai
kerja yang menfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran,
sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasarkan semua
indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang
koheren. Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebutsebagai
observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di
atas, dan setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh
sebelumnya. Dua perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien
atau tingkat keparahan gejala memerlukan pemeriksaan ekstra dan
ketika abdomen yang diperiksa (Rhonda, 2009).
a. Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah
inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual
dan

merupakan

metode

tertua

yang

digunakan

untuk

mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu


menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada pikiran
kita mengenai orang lain, memutuskan apakah kita menyukai
atau tidak menyukai mereka, dan secara umum akan tetap
bersama mereka atau sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak
kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.
Secara formal, pemeriksa menggunakan

indera

penglihatan berkonsentrasi untuk melihat pasien secara seksama,


persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik pertama bertemu,

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama,


sepanjang

pemeriksaan

fisik

dilakukan.

Inspeksi

juga

menggunakan indera pendengaran dan penciuman untuk


mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan memvalidasi apa yang
dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang
berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan
dan menggolongkan informasi yang diterima oleh semua indera
tersebut, baik disadari maupun tidak disadari, dan membentuk
opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan
membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi.
Pemeriksa yang telah melakukan observasi selama bertahuntahun (ahli) melaporkan bahwa mereka seringkali mempunyai
persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah kesehatan
pasien segera setelah melihat pasien (Rhonda, 2009).
b. Palpasi
Palpasi yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan,
adalah langkah kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan
untuk menambah data yang telah diperoleh melalui inspeksi
sebelumnya. Palpasi struktur individu, baik pada permukaan
maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan
memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk,
konsistensi

dan

mobilitas/gerakan

komponen-komponen

anatomi yang normal, dan apakah terdapat abnormalitas


misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat
teraba. Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan
cairan pada ruang tubuh. Gambar menunjukkan area tangan
yang digunakan untuk palpasi untuk membedakan temuantemuan klinis. Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian
tangan yang paling sensitif untuk melakukan setiap jenis palpasi.
Pada atau ujung jari pada bagian distal ruas interphalangeal
paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik
untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga
akan meningkatkan kemapuan membedakan dan interpretasi apa

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh paling baik


dilakukan memggunakan bagian punggung (dorsum) tangan.
Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan
secara paling efektif menggunakan tangan yang berfungsi untuk
meraih atau memegang. Struktur individu dalam rongga tubuh,
terutama

dalam

abdomen/perut,

dapat

dipalpasi

untuk

mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas.


Tangan juga dapat digunakan untuk mendeteksi massa atau
mengevaluasi

cairan

yang

terkumpul

secara

abnormal.

Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak


tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal
(MCP) atau aspek ulnar digit kelima dari pergelangan tangan ke
sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi getaran dengan baik,
karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan. Untuk
area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika
menggunakan palpasi dalam, medium atau ringan.

Area untuk mempalpasi


Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan
kekuatan palpasi dapat ditingkatkan terus sepanjang pasien
dapat menoleransi. Jika pada awal palpasi, anda
melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan
tidak mengetahui jika terdapat lesi permukaan dan palpasi
anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang tidak perlu pada

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan


berguna untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam
otot. Juga dapat membuat pasien relaks sebelum
melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan
palpasi ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari
anda pada kulit pasien, gerakkan jari secara memutar.
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada
peritoneum dan untuk massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba
denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur tubuh.
Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2
cm ke dalam tubuh pasien, menggunakan gerakan
sirkuler/memutar (Rhonda, 2009).
Palpasi dalam digunakan untuk menilai organ dalam
rongga tubuh, dan dapat dilakukan dengan satu atau dua
tangan (Gambar 4-2). Jika dilakukan dengan dua tangan,
tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah 2-4 cm
ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau
tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan
untuk membuat rasa tidak nyaman atau nyeri untuk dapat
benar-benar menilai suatu gejala (Rhonda, 2009).

Teknik palpasi (A) Ringan (B) Dalam


c. Perkusi

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah


menepuk permukaan tubuh secara ringan dan tajam, untuk
menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan atau
udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan
gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di
bawahnya. Pantulan suara akan berbeda-beda karakteristiknya
tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu. Tabel 4-1
menunjukkan kualitas dan karakter suara yang keluar pada saat
perkusi sesuai dengan tipe dan densitas jaringan dan sifat lapisan
di bawahnya. Terdapat lima macam perkusi seperti yang
tercantum di bawah ini :
Nada/
Pitch
Tinggi

Suara
Datar

Intensitas

Durasi

Kualitas

Lembut

Pendek

Absolut

Tidak
tajam
(dull)

Mediu
m

Medium

Moderat

Resonan/
gaung
Hiperresonan
Timpani

Rendah

Keras

Sangat
rendah
Tinggi

Sangat
keras
Keras

Moderat/
panjang
panjang
panjang

Lokasi

Normal : sternum,
paha
Abnormal: paru-paru
atelektatik
massa
padat
Seperti
Normal: hati; organsuara
organ lain; kandung
pukulan/jat kencing penuh.
efusi
uh, pendek Abnormal:
pleura, asites
(muffled
thud)
kosong
Normal : paru-paru
berdebam
Seperti
drum

Abnormal
:
emfisema paru-paru
Normal : gelembung
udara lambung
Abnormal : abdomen
distensi udara

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik
(cycles per second/cps). Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan
pitch yang tinggi, sedangkan vibrasi lambat menghasilkan nada pitch
yang rendah. Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara.
Makin besar amplitude, makin keras suara. Durasi adalah panjangnya
waktu di mana suara masih terdengar. Kualitas (atau timbre, harmonis,
atau overtone) adalah konsep subyektif yang digunakan untuk
menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu. Prinsip
dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara
(misalnya paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras,
rendah dan panjang daripada struktur yang lebih padat (misalnya otot
paha), yang menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek.
Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap suara, seperti
proteksi akustik menyerap suara pada ruang kedap suara. Ada dua
metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai).
Perkusi diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan
alat pleksimeter untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya,
pleksimeter adalah palu karet kecil, dan digunakan untuk mengetuk
plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya terbuat dari gading),
yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan metode
yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot
untuk membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung,
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu
tangan bertindak sebagai pleksimeter, yang mengetuk jari tengah
tangan yang lain sebagai plessimeter, berkembang menjadi metode
pilihan sekarang (Rhonda, 2009).

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat


pada permukaan tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas
permukaan tubuh untuk menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter,
mengetuk plessimeter dengan kuat dan tajam, di antara ruas
interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan cepat, jari segera
diangkat, agar tidak menyerap suara. Perkusi langsung dan tak langsung
juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan. Perkusi langsung kepalan
tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan yang kemudian
mengetuk permukaan tubuh langsung (Rhonda, 2009).
Perkusi langsung kepalan bermanfaat untuk toraks posterior,
terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada perkusi tak langsung
dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif, diletakkan pada
tubuh ketika pleksimeter (kepalan dari tangan yang dominan)
mengetuk. Kedua metode prekusi bermanfaat untuk menilai, misalnya,
nyeri tekan costovertebral angle (CVA) ginjal (Rhonda, 2009).

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Perkusi kepalan tangan. (A) Perkusi tak langsung pada daerah


costovertebral (CVA). (B) Perkusi langsung pada CVA
d. Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara
tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian
dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi adalah teknik
terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara
penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan
udara dalam paru-paru, terbentuk oleh thorax dan viscera
abdomen, dan oleh aliran darah yang melalui sistem
kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch),
intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan
waktunya. Pemeriksa akan mengauskultasi suara jantung, suara
tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran udara melalui
paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh. Auskultasi
dilakukan

dengan

stetoskop.

Stetoskop

regular

tidak

mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara


melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian
ujung yang ke telinga (earpiece), menghilangkan suara
gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan meneruskan
satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara
juga tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

penting diperhatikan adalah kesesuaian dan kualitas stetoskop.


Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke dalam telinga,
dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci
(Rhonda, 2009).

Bagian endpiece harus memiliki diafragma dan bel.


Diafragma digunakan untuk meningkatkan suara yang tinggipitch-nya, misalnya suara nafas yang terdengar dari paruparu
dan suara usus melalui abdomen dan ketika mendengarkan suara
jantung yang teratur (S1 dan S2). Bel dipergunakan khususnya
untuk suara dengan pitch-rendah dan mengamplifikasi suarasuara gemuruh murmur jantung, turbulensi arteri (bruits) atau
vena (hums), dan friksi organ. Karena aliran darah memberikan
suara dengan pitch yang rendah, bel juga digunakan untuk
mengukur tekanan darah; namun, peletakan bel dengan tepat
pada beberapa pasien kadang-kadang cukup sulit dilakukan.
Oleh karena itu, diafragma sering juga digunakan untuk
mengukur tekanan darah. Banyak pemeriksa, baik yang masih
baru maupun yang sudah ahli, cenderung meletakkan stetoskop
pada dada segera setelah pasien melepas pakaian dan tanpa
melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk ini
menjadi kebiasaan, maka pemeriksa akan melewatkan/tidak
mengetahui

petunjuk

penting

mengenai

analisis

gejala.

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Mengikuti

metode

menggunakan

pemeriksaan

auskultasi

sebagai

secara

berurutan

pemeriksaan

dan

terakhir

merupakan hal-hal yang esensial. Seperti telah dikemukakan


sebelumnya, pemeriksaan abdomen merupakan perkecualian
aturan ini. Auskultasi abdomen harus mendahului palpasi dan
perkusi; jika tidak demikian, suara mekanik yang terjadi dalam
abdomen akibat menekan-nekan sekitar isi perut akan
menghasilkan suara usus palsu (Rhonda, 2009).
Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi
sulit interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacammacam harus dipelajari sebelum dapat membedakan mana suara
yang abnormal dan ektra. Ketika menggunakan stetoskop,
kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan suara
artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan
pada permukaan tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah.
Dengan cara demikian, anda akan mengeliminasi suara yang
ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat
berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi
visual terus menerus (Rhonda, 2009).

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

4. Posisi Pemeriksaan Fisik


Menurut Rhonda (2009) :

5. Alat Pemeriksaan Fisik


a. Stetoskop
b. Thermometer
c. Spigmometer
d. Reflek Hammer
e. Midline
f. Penlight
g. Handscoon
6. Pemeriksaan Fisik
a. Umum
1) Keadaan umum kesehatan
2) Kelemahan
3) Keringat malam
4) Alergi
5) Penurunan atau penambahan berat badan
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

b. Kulit
1) Perubahan pada warna, suhu, turgor, tekstur kulit,

c.

d.

e.

f.

g.

kelembaban
2) Pertumbuhan
3) Mengelupas/bersisik
4) Luka memar
5) Perdarahan
6) Lesi (lokasi)
7) Pruritus
8) Eksim
Rambut
1) Alopesia
2) Perubahan dalam distribusi
3) Warna rambut
4) Penggunaan cat rambut
5) Tekstur
Kuku
1) Warna
2) Lekukan
3) Rapuh
Kepala
1) Sakit kepala
2) Trauma kepala
3) Pingsan
4) Pusing
5) Kejang
6) Vertigo
7) Hilang kesadaran
Mata
1) Lensa korektif atau kontak lensa
2) Buta
3) Presbiop
4) Diplopia
5) Miop (pandangan dekat)
6) Hiperopi (pandangan jauh)
7) Perubahan dalam ketajaman
8) Glaucoma
9) Katarak
10) Kabur
11) Pengkajian mata terakhir
Telinga
1) Kehilangan pendengaran
2) Inspeksi telinga
3) Bedah telinga
4) Sakit telinga
5) Tinnitus
6) Vertigo
7) Keluar cairan

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

8) Alat prostetik
h. Hidung
1) Rhinitis
2) Masalah sinus
3) Keluar cairan
4) Epistaksis
5) Secret
6) Fungsi olfaktori
7) Obstruksi
8) Bersin
9) Tetesan postnasal
10) Frekuensi demam
i. Mulut dan Tenggorok
1) Masalah gigi
2) Gusi (berdarah)
3) Ekstraksi saat ini
4) Gigi atau lapisan gigi
5) Pengkajian gigi terakhir
6) Gangguan dalam rasa, menelan, mengunyah
7) Serak atau perubahan suara
8) Sakit tenggorok
j. Leher
1) Nyeri
2) Kaku
3) Gerakan terbatas
4) Pembesaran kelenjar
5) Pembesaran tiroid
6) Gondok
k. Payudara
1) Nyeri
2) Pembesaran
3) Benjolan
4) Keluar cairan
5) Ginekomastria
6) Prosedur pembedahan
7) Pengkajian payudara sendiri
l. Pernapasan
1) Nyeri
2) Napas pendek
3) Dispnea (saat istirahat atau saat kerja)
4) Ortopnea
5) Sputum (jumlah dan karakter)
6) Bronchitis
7) Pneumonia
8) Tuberculosis
9) Pengkajian foto pada terkhir
m. Kardiovaskular
1) Nyeri

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

2) Palpitasi
3) Tekanan darah
4) Edema
5) Napas pendek
6) Intermiten claudication
7) Batuk
8) Ortopneu
9) Penyakit arteri koroner
10) Elektrokardiogram terakhir
n. Gastrointestinal
1) Napsu makan
2) Perubahan dalam berat badan
3) Pola makan (kultur, agama, pembatasan, atau alergi)
4) Mual, muntah
5) Asites
6) Nyeri abdomen
7) Jaundis (kuning)
8) Ulkus
9) Perubahan dalam kebiasaan BAB (diare, konstipasi,
inkontinensia)
10) Ostomi
11) Kondisi rectal (hemoroid, perdarahan, flatus)
12) Perubahan feses
13) Gangguan katarik atau antasida
o. Ginjal dan Genitourinaria
1) Nyeri panggul
2) Pola urinaria
3) Warna urin
4) Poliuria
5) Oliguria
6) Nokturia
7) Disuria
8) BAK tiba-tiba (urgensia)
9) Retensi
10) Frekuensi
p. Inkontinensia
Wanita :
1) Menarche (timbul, pola, jumlah, lamanya)
2) Tanggal periode menstruasi terakhir
3) Dismenorea, cairan vaginal atau gatal
4) Riwayat (gravid dan para, keguguran, aborsi, komplikas)
5) Menopause
6) Tanggal dari papanicolaous smear terakhir dan hasilnya
Pria :
1) Perubahan ukuran scrotal
2) Lesi
3) Masalah prostat
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

4) Impoten
5) Pangkajian testicular sendiri
Seksual :
1) Tidak nyaman
2) Impoten
3) Dorongan
4) Fertilitas, perubahan atau masalah
5) Metode kontrasepsi
q. Musculoskeletal
1) Nyeri
2) Kram
3) Kaku
4) Perubahan gerak rentang sendi atau keterbatasan
5) Bengkak
6) kelemahan
r. Neurologic
1) Perubahan perilaku
2) Hilang kesadaran
3) Perubahan minat atau efek
4) Status mental
5) Kejang
6) Tremor
7) Gangguan bicara
8) Paralisis
9) Koordinasi
10) Memori
s. Hematopoetik
1) Perdarahan atau kecenderungan luka memar
2) Golongan darah
3) Transfuse dan reaksi
4) Riwayat Rho (D) pemberian imun-globulin (RhoGAM)
5) Anemia
6) Terapi antikoagulan
7) Ketidakseimbangan darah (keadaan umum tak normal
karena adanya toksi dalam darah)
8) Riwayat inspeksi
t. Endokrin
1) Riwayat pertumbuhan
2) Diabetes
3) Karakteristik seksual secara sekunder
4) Penyakit tiroid
5) Distribusi rambut
6) Intoleran suhu
7) Rambut atau kulit kering
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Pemeriksaan laboratorium merupakan suatu proses multiphase :


mengidentifikasi

kebutuhan

dari

pemeriksaan,

permintaan

pemeriksaan, sentral suplai/permintaan laboratorium, persiapan


pemeriksaan fisik dan edukasi pasien dan keluarga, pengumpulan,
pemberian label dan penyimpanan specimen, serta pendidikan
kesehatan (Kee, 2012).
Ada beberapa tujuan dan manfaat dari pemeriksaan darah
maupun pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu diantaranya :
a. Pemeriksaan Penunjang dalam menegakkan diagnosis penyakit
b. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat menyamarkan
gejala klinis
c. Membantu pemantauan pengobatan dan juga pemberian obat
d. Memantau perkembangan penyakit pasien
e. Skrining/uji saring adanya penyakit subklinis yang mungkin
menyertai
f. Menyediakan informasi prognostik atau perjalanan sebuah
penyakit
Macam-macam pemeriksaan laboratorium diantara pemeriksaan
hematologi, pemeriksaan kimia darah/serum untuk faal ginjal,

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

pemeriksaan kimia darah untuk faal hati dan imunoserologi infeksi


hati, pemeriksaan elektrolit darah, pemeriksaan kadar gula darah,
pemeriksaan urine, pemeriksaan tinja, pemeriksaan mikrobiologi
(Kee, 2012).
a. Pemeriksaan Hematologi
1) Hb (Hemoglobin)
Hb adalah molekul yang terdiri dari 4 kandungan
Haem (berisi zat besi) dan 4 rantai globin (alfa, beta, gama
dan delta), berada di dalam erirosit dan bertugas utama
untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna
darah ditentukan oleh kadar hemoglobin. Struktur Hb
dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai
globin yang ada. Terdapat 141 molekul asam amino pada
rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta,
gama dan delta. Nilai normal Hb adalah :
Wanita
: 12-16 gr/dl
Pria
: 14-18 gr/dl
Anak
: 10-16 gr/dl
Bayi baru lahir : 12-24 gr/dl
2) Trombosit
Trombosit adalah komponen sel

darah

yang

dihasilkan oleh jaringan hemopoetik dan berfungsi utama


dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai
dibawah

100.000/mcl

berpotensi

untuk

terjadinya

perdarahan dan hambatan pembekuan darah. Nilai normal


trombosit adalah 200.000-400.000 per microliter darah.
3) Leukosit
Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh
jaringan

hemopoetik

untuk

jenis

bergranula

(polimorfonuklear) dan jaringan limfatik untuk jenis tak


bergranula

(mononuklear),

berfungsi

dalam

sistem

pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai normal leukosit :


Dewasa
: 4.000-10.000/mm3
Bayi/anak
: 9.000-12.000/mm3
Bayi baru lahir
: 9.000-30.000/mm3
b. Pemeriksaan Elektrolit Darah
1) Natrium

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Natrium adalah kation terdapat banyak pada cairan


elektrolit ekstra seluler, mempunyai efek menahan air,
berfungsi untuk : mempertahankan cairan tubuh, konduks
impuls neuromuskuler, aktivasi enzim. Nilai normal dalam
serum :
Dewasa
Bayi
Anak
Dalam urine

: 135-145 mEq/L, atau 135-145 mmol/L


: 134-150 mEq/L
: 135-145 mEq/L
: 40-220 mEq/L/24 jam

Makanan sumber Natrium : garam dapur, corneed


beef, daging babi, Ham, ikan kaleng, keju, buah ceri, saus
tomat, acar, pepsi cola.
2) Kalium (K)
Kalium adalah elektrolit yang berada pada cairan
vaskuler, dan 90% dikeluarkan memlalui urine, rata-rata
40 mEq/L atau 25-120 mEq/24 jam walau input kalium
rendah. Berperan penting dalam pengaturan impuls
neuromuskuler terutama denyut jantung. Nilai normal :
Dewasa
: 3,5-5,0 mEq/L atau 3,5-5,0 mmol/L
Anak
: 3,6-5,8 mEq/L
Bayi
: 3,6-5,8 mEq/L
Makanan sumber kalium : Buah-buahan, sari buah,
kacang-kacangan, buah kering, sayuran, kopi, the dan
cola.
3) Klorida (Cl)
Klorida merupakan anion yang banyak terdapat pada
cairan ekstra seluler, tidak berada dalam serum, berperan
dalam keseimbangan cairan tubuh, keseimbangan basa,
dan dengan Na menentukan osmolalitas. Cl sebagian besar
terikat dengan Na dalam bentuk NaCl. Nilai normal :
Dewasa
: 95-105 mEq/L atau 95-105 mmol/L
Anak
: 98-110 mEq/L
Bayi
: 95-110 mEq/L
BBL
: 94-112 mEq/L
4) Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan elektrolit yang berada pada
serum dan berperan dalam membentuk keseimbagan
elektrolit, pencegahan tetani, dan dimanfaatkan untuk

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

mendeteksi adanya gangguan pada paratiroid dan tiroid.


Nilai normal :
Dewasa
Serum

: 4,5-5,5 mEq/L atau 9-11 mg/dl atau 2,3-2,8


mmol/L

Urine

: dalam 24 jam < 150 mg (diet rendah Ca),


200-300 md (diet tinggi Ca)

Anak

: 4,5-5,8 mEq/L atau 9-11,5 mg/dl

Bayi

: 5,0-6,0 mEq/L atau 10-12 mg/dl

BBL

: 3,7-7,0 mEq/L atau 7,4-14,0 mg/dl

5) Magnesium
Magnesium merupakan elektrolit ion+ (kation),
berada pada cairan ekstra seluler dan sel menempati urutan
terbanyak kedua, diekskresi melalui ginjal dan faeces.
berpengaruh pada peningkatan K, Ca dan protein yang
berperan untuk aktivasi neuromuskuler dan enzim pada
metabolism hidrat arang dan protein. Nilai normal :
Dewasa : 85-135 ml/min.
Makanan sumber Mg : Ikan laut, daging, sayuran
hijau, biji-bijian, dan kacang-kacangan.
c. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
1) Pemeriksaan gula darah
Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena
pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan
(GDP/Gula Darah Puasa) atau 2 jam setelah makan.
Nilai normal GDP :
Dewasa
: 70-110 mg/dl
Bayi baru lahir
: 30-80 mg/dl
Anak
: 60-110 mg/dl
Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan :
Dewasa
: <140 mg/dl/2 jam
Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal
kemungkinan

menderita

Pemeriksaan

kadar

gula

DM

(Diabetes

darah

Mellitus).

toleransi

adalah

pemeriksaan kadar gula darah puasa (sebelum diberi


glukosa 75 gram oral), 1 jam setelah diberi glukosa dan 2

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

jam setelah diberi glukosa. Pemeriksaan ini bertujuan


untuk melihat toleransi tubuh terutama insulin terhadap
pemberian glukosa dari waktu ke waktu.
2) Pemeriksaan glukosa sewaktu
Pemeriksaan glukosa darah

tanpa

persiapan

bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa


puasa dan tanpa pertimbangan waktu setelah makan.
Dilakukan untuk penjajakan awal pada penderita yang
diduga

DM

sebelum

dilakukan

pemeriksaan

yang

sungguh-sungguh dipersiapkan misalnya GDP, GD 2 jam


setelah makan dan toleransi.
d. Pemeriksaan Urine
1) Penafsiran berdasarkan warna urine
No
.

Warna
Urine

Penyebab
Patologis

1.

Merah

Ada
hemoglobin,
mioglobin (berarti
ada perdarahan pada
saluran kencing)

2.

Jingga

Zat warna empedu

3.

Kuning pekat

4.

Hijau

5.

Biru

6.

Cokelat

7.

Hitam/hampi
r hitam

Urine pekat: karena


keberadaan urobilin
dan bilirubin.
Keberadaan
biliverdin
dan
keberadaan bakteri
pseudomonas
Tak patologis
Keberadaan hematin
asam,
mioglobin
dan
zat
warna
empedu.
Keberadaan
melamin, urobilin

Penyebab
Non
Patologis
Oleh
karena
obat
tertentu karena zat
warna dari makanan
tertentu misal robarber,
biet.
Obat-obatan: antiseptik
saluran kencing, dan
obat fenotiazin)
Banyak makan wortel,
obat
fenacetin,
nitrofurantoin.
Obat preparat vitamin
dan psikoaktif
Obat diuretika tertentu
Obat-obatan
nitrofurantoin,
levodopa.
Obat
senyawa
fenol.

levodopa,
besi dan

2) Penafsiran berdasarkan keberadaan hemoglobin urine

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

3) Penafsiran berdasarkan keberadaan gula dalam urine


4) Pemeriksaan reduksi
Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan glukosa
dalam urine dengan menggunakan reagen (misal: benedict,
fehling, nylander). Dinyatakan negatif (-) apabila tidak ada
perubahan warna, tetap biru sedikit kehijauan (tidak ada
glukosa). Normal : urine reduksi negatif. Reduksi (+)
dalam urine menunjukkan adanya hiperglikemia diatas
170 mg% karena nilai ambang batas ginjal untuk absorbsi
glukosa adalah 170 mg%. Reduksi (+) dengan disertai
hiperglikemia menandakan adanya penyakit DM.
5) Pregnosticon Planotes (PPT)
Pemeriksaan ini untuk menemukan adanya Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) dalam urine. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mendeteksi adanya kehamilan pada
wanita. Hasil positif menandakan tanda kehamilan pada
wanita.
6) Asam urat
Asam urat merupakan produk akhir metabolisme
purin dan sulit larut dalam air. Konsentrasi tinggi dalam
urine dapat membentuk batu asam urat dan mencerminkan
kadar asam urat dalam darah yang tinggi dengan segala
akibatnya. Pemeriksaan asam urat (uric acid) dalam urine
bertujuan untuk mendeteksi asam urat secara kualitatif dan
kuantitatif. Biasanya dilakukan pada pasien gagal ginjal,
penyakit gout, radang sendi, batu ginjal/saluran kencing.
e. Pemeriksaan Tinja
Tinja yang diperiksa sebaiknya berasal dari defekasi spontan,
sewaktu dan masih segar. Pemeriksaan tinja meliputi :
1) Pemeriksaan makroskopik : bau, konsistensi, keberadaan
darah dan parasit
2) Pemeriksaan mikroskopik : sel epitel, leukosit, eritrosit,
kristal, sisa makanan, telur, jentik cacing dan protozoa
Analisa pemeriksaan tinja :
Volume tinja normal pada orang dewasa: 100-300 gr/hari yang
terdiri dari 70% air dan 30% sisa makanan dan kuman.
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

1) Analisa tinja berdasarkan warnanya


No
.

Jenis
Nilai Normal
Pemeriksaan

1.

Warna

2.

Bau

3.

Konsistensi

4.

Volume

5.

Lendir

Keterangan

Tergantung
Kuning kehijauan
makanan/obat yang
dikonsumsi
Bau busuk, asam,
tengik menunjukkan
adanya
proses
Bau indol, scatol,
pembusukan
asam butirat.
makanan
atau
gangguan
pencernaan.
Agak lunak dan
berbentuk
100-300
gr/hari
(70% air dan 30%
sisa makanan)
Lendir banyak ada
rangsangan. Lendir
bagian luar tinja:
Tidak ada
iritasi usus besar.
Lendir
bercampur
tinja: iritasi usus
halus.

2) Pemeriksaan Mikroskopis Tinja


No
.
1.

2.
3.

Jenis Pemeriksaan

Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan parasit diambil Untuk


melihat
tinja segar pada bagian yang ada keberadaan parasit (telur)
darah atau lendirnya
dari cacing dan amuba
Melihat
proses
Sisa makanan
pencernaan,
adanya
gangguan pencernaan.
Seluler
Sel
epitel
iritasi
mukosaLeukosit proses
inflamasi
ususEritrosit

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

perdarahan usus

2. Pemeriksaan Radiologi
a. EKG

Elektrokardiograf (EKG) merupakan sebuah instrumen


medis yang digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi
seputar kerja jantung manusia. Mekanisme sederhana dari alat
ini adalah mengukur potensial listrik sebagai fungsi waktu yang
dihasilkan oleh jantung. Potensial listrik tersebut dihasilkan oleh
beberapa sel pemicu denyut jantung yang dapat merubah sistem
kelistrikan jantung. Perbedaan potensial tersebut kemudian
divisualisasikan sebagai sinyal pada layar monitor atau pada
kertas perekam. Manfaat EKG adalah dapat memperlihatkan
adanya : infark miokard dan iskemi miokard (jantung koroner),
gangguan irama jantung atau arrhytmia, gangguan jantung
karena penyakit sistemik dan gangguan karena pengaruh obatobatan yang berpengaruh terhadap fungsi jantung (Waslaluddin,
2008).
b. USG

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Ultrasonografi (USG) adalah visualisasi struktur dalam


tubuh yang bekerja merekam pantulan (gema) denyutan
gelombang ultrasonik yang diarahkan
(Ksuheimi, 2008).

ke jaringan tubuh

Ultrasonografi (USG) merupakan alat

pemeriksaan dengan menggunakan ultrasound

(gelombang

suara) yang dipancarkan oleh transduser. Suara

merupakan

fenomena fisika untuk mentransfer energi dari satu titik ke titik


yang lainnya sehingga mendapatkan gambaran yang jelas
hampir semua bagian tubuh, kecuali bagian tubuh yang dipenuhi
udara atau ditutupi tulang (Integra, 2016). USG yaitu salah satu
alat untuk memeriksa tubuh yang dianggap cukup akurat dan
efektif untuk mengetahui kelainan patologis pada organ yang
diperiksa. Karena kepraktisan dan keakuratannya maka USG
banyak dipergunakan dokter untuk membantu penegakkan
diagnosa pasien (Integra, 2016).
c. CT Scan

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Computer Tomography (CT) Scanner merupakan alat


diagnostik dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambar
potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan sinarx pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor tv
hitam putih (Putri, 2006). Computer Tomography (CT) biasa
juga disebut Computed Axial Tomography (CAT), Computer
Assisted Tomography, atau (Body Section Roentgenography)
yang merupakan suatu proses yang menggunakan digital
processing untuk menghasilkan suatu gambaran internal tiga
dimensi suatu obyek dari satu rangkaian Sinar X yang
menghasilkan gambar dua dimensi Peralatan CT Scanner terdiri
atas tiga bagian yaitu sistem pemroses citra, sistem komputer
dan sistem kontrol (Putri, 2006). CT Scanner memiliki
kemampuan yang unik untuk memperhatikan suatu kombinasi
dari jaringan, pembuluh darah dan tulang secara bersamaan. CT
Scanner dapat digunakan untuk mendiagnose permasalahan
berbeda seperti :
1) Adanya gumpalan darah di dalam paru-paru (pulmonary
emboli)
2) Pendarahan di dalam otak ( cerebral vascular accident)
3) Batu ginjal
4) Inflamed appendix
5) Kanker otak, hati, pankreas, tulang, dll
6) Tulang yang retak
d. Mammografi

Mammografi
menggunakan

adalah

sinar-X

pemeriksaan
dosis

radiologi khusus

rendah untuk mendeteksi

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

kelainan pada payudara, bahkan sebelum adanya gejala yang


terlihat pada payudara seperti benjolan yang dapat dirasakan
(Dane, 2009). Tujuan utama dari mamografi adalah untuk
deteksi awal terjangkit atau tidaknya kanker payudara.
Pemeriksaan mammografi terutama berperan pada payudara
yang mempunyai jaringan lemak yang dominan serta jaringan
fibroglanduler yang relatif sedikit (Breastcancer, 2008).
e. MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat


kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang
menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh /
organ

manusia

dengan

menggunakan

medan

magnet

berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan


resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen (Neeman, 2007).
Pemeriksaan

MRI

bertujuan

mengetahui

karakteristik

morpologik (lokasi, ukuran, bentuk, perluasan dan lain lain dari


keadaan patologis). Tujuan tersebut dapat diperoleh dengan
menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang tubuh
akial, sagittal, koronal atau oblik tergantung pada letak organ
dan kemungkinan patologinya (Neeman, 2007). Adapun jenis
pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat,
misalnya : 1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada :
kelenjar pituitary, lobang telinga dalam, rongga mata, sinus; 2.
Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

fungsi otak,

pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan,

kelainan pembuluh darah seperti aneurisma, angioma, proses


degenerasi, atrofi; 3. Pemeriksaan tulang belakang

untuk

melihat proses Degenerasi (HNP), tumor, infeksi, trauma,


kelainan bawaan; 4. Pemeriksaan Musculoskeletal untuk organ :
lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, pergelangan kaki, kaki,
untuk mendeteksi robekan tulang rawan, tendon, ligamen,
tumor, infeksi/abses dan lain lain; 5. Pemeriksaan Abdomen
untuk melihat

hati, ginjal, kantong dan saluran empedu,

pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli 6.


Pemeriksaan Thorax

untuk melihat : paru-paru, jantung

(Neeman, 2007).
f. CTG

Cardiotocography (CTG)

adalah

suatu

alat

yang

digunakan untuk mengukur Detak Jantung Janin (DJJ) pada saat


kontraksi maupun tidak. Jadi bila doppler hanya menghasilkan
DJJ maka pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan kemudian
dilihat perubahan DJJ pada saat kontraksi dan diluar kontraksi.
Bila terdapat perlambatan maka itu menandakan adanya gawat
janin akibat fungsi plasenta yang sudah tidak baik (Dinkes
Provinsi Jawa Barat, 2012). Cara pengukuran CTG hampir sama
dengan doppler hanya pada CTG yang ditempelkan 2 alat yang
satu untuk mendeteksi DJJ yang satu untuk mendeteksi
kontraksi, alat ini ditempelkan selama kurang lebih 10-15 menit

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

(Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2012). Pemeriksaan CTG penting


dilakukan pada setiap ibu hamil untuk pemantauan kondisi janin
terutama dalam keadaan :
1) Kehamilan dengan komplikasi (darah tinggi, kencing
manis, tiroid, penyakit infeksi kronis, dll)
2) Kehamilan dengan berat badan janin rendah (Intra Uterine
Growth Retriction)
3) Oligohidramnion (air ketuban sedikit sekali)
4) Polihidramnion (air ketuban berlebih)
Pemeriksaan CTG :
1) Sebaiknya dilakukan 2 jam setelah makan
2) Waktu pemeriksaan selama 20 menit
3) Selama pemeriksaan posisi ibu berbaring nyaman dan tak
menyakitkan ibu maupun bayi
4) Bila ditemukan kelainan maka pemantauan dilanjutkan
dan dapat segera diberikan pertolongan yang sesuai
5) Konsultasi langsung dengan dokter kandungan
g. Endoskopi

Endoskop adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan


endoskopi. Endoskopi adalah pemeriksaan secara visual dan
langsung pada lubang atau rongga pada tubuh tertentu untuk
melihat kelainan pada tubuh (Dinkes Provinsi Jawa Barat,
2012). Pemeriksaan ini langsung di kontrol dari monitor. Alat ini
berbentuk pipa kecil panjang yang dapat dimasukkan ke dalam
tubuh, misalnya ke lambung, ke dalam sendi, atau ke rongga
tubuh lainnya. Di dalam pipa tersebut terdapat dua buah serat
optik. Satu untuk menghasilkan cahaya agar bagian tubuh di

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

depan ujung endoskop terlihat jelas, sedangkan serat lainnya


berfungsi sebagai penghantar gambar yang ditangkap oleh
kamera (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2012). Disamping kedua
serat optik tersebut, terdapat satu buah bagian lagi yang bisa
digunakan sebagai saluran untuk pemberian obat dan untuk
memasukkan atau mengisap cairan. Selain itu, bagian tersebut
juga dapat dipasangi alat-alat medis seperti gunting kecil.
Indikasi pemakaian endoskopi pada trauma wajah meliputi
fraktur pada prosesus kondiloideus mandibula, fraktur frontal
sinus dan fraktur zigomatikum. Namun demikian indikasi dari
penggunaan endoskopi yang terpenting adalah keadaan lokasi
fraktur, ukuran, derajat kominutif dan kemampuan dari dokter
itu sendiri. Pada fraktur prosesus kondiloideus indikasi
pemakaian endoskopi hanya pada fraktur subkondilar saja.
Sedangkan pada daerah head dan neck prosesus kondiloideus
tidak diindikasikan (Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2012).
h. Bronkoskopi

Bronkoskopi adalah pemeriksaan visual jalan nafas atau


saluran pernafasan paru yang disebutbronkus. Lebih khusus lagi,
bronkoskopi merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh
dokter yang mempunyai kompetensi di bidangnya dengan
memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan
diagnostik dan terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini
dokter

menggunakan bronkoskop, sejenis endoskop, yang

merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh.


Tergantung indikasi klinis untuk bronkoskopi, dokter dapat

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

menggunakan bronkoskopi kaku (rigid) atau Fiber Optic


Bronchoscopy (FOB) (Suryani, 2014).
i. Laparoskopi

Laparoskopi atau minimally invasive merupakan teknologi


canggih yang dipergunakan untuk mengelola pembedahan
sebagai pengganti pembedahan terbuka yang sudah lama
dikenal. Teknologi ini menggunakan lensa teleskop untuk
mendapatkan gambaran yang jelas pada layar monitor. Operator
dalam melaksanakan operasi menggunakan hand instrument.
Lapangan

operasi

pada

abdomen

diperluas

dengan

dimasukkannya gas karbondioksida. Teknik pembedahan dengan


laparoskopi sekarang menjadi pilihan untuk kolesistektomi.
Bedah laparoskopi berhubungan dengan insisi kulit yang kecil
sehingga membuat kondisi setelah operasi lebih menyenangkan
bagi pasien (Schietroma et al ., 2004 dalam Fuadi, Achmad.
2010). Pendekatan ini juga lebih hemat bagi penyelenggara
kesehatan (Mac Fadyen, 2004 Fuadi dalam Achmad, 2010).
Elemen kunci pada laparoskopi adalah penggunaan
laparoskop. Ada dua tipe laparoskop yaitu: (1) sistem teleskop
batang, yang biasanya dihubungkan dengan kamera video
(single chip atau three chip); (2) laparoskop digital dimana
charge-couple device ditempatkan pada ujung laparoskop.
Laparoskopi juga menggunakan lampu yang dingin seperti
halogen atau xenon. Lapangan operasi dilihat dengan hand
instrument yang dimasukkan abdomen melalui trokar 5 mm atau

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

10 mm. Gas karbondioksida dimasukkan ke dalam abdomen


sehingga

menaikkan

dinding

abdomen

di

atas

organ

intraabdomen menjadi seperti kubah untuk menghasilkan ruang


bekerja. Penggunaan gas karbondioksida karena gas terdapat
tubuh manusia dan dapat diserap oleh jaringan dan dibuang
melalui sistem pernafasan. Selain itu, karbondioksida juga tidak
mudah terbakar, sehingga tidak mengganggu alat kauter selama
prosedur laparoskopi Ruang laparoskopi modern dapat dilihat
pada Gambar 1a. Adapun perlengkapan yang dibutuhkan dalam
laparoskopi menurut Scott-Conner (2006) adalah sebagai
berikut: meja operasi elektrik (bila tersedia), dua video monitor,
suction irrigator, electrosurgical unit dengan bantalan ground,
ultrasonically

activated

scissors,

scalpel,

perlengkapan

laparoskop lain: sumber cahaya, insufflator, video cassette


recorder (VCR), color printer, monitor on articulating arm,
camera-processor unit (Gambar 1b), c-arm x-ray unit (jika
direncanakan cholangiography), meja mayo yang dilengkapi
instrumen laparoskopi, antara lain: scalpel nomor 11 dan 15
beserta pegangannya, towel clips, Veress needle (Gambar 1c),
pipa insufflator dengan micropore filter, kabel fiberoptik
dihubungkan ke laparoskop dengan sumber cahaya, video
kamera dengan kabelnya, kabel yang dihubungkan instrumen
laparoskopi ke electrosurgical unit, curved hemostatic forceps,
retraktor kecil untuk umbilikus, trokar (Gambar 1c dan 1d),
laparoscopic instruments, antara lain: atraumatic graspers;
Locking toothed jawed graspers; needle holders; dissectors:
curved, straight, right-angle; bowel grasping forceps; babcock
clamp; scissors: metzenbaum, hook, microtip; fan retractors:
10mm, 5mm; specialized retractors, seperti endoscopic curved
retractors;

biopsy

forceps;

tru-Cut

biopsy-core

needle,

monopolar electrocautery dissection tools, yang terdiri dari: Lshaped hook dan spade-type dissector/coagulator (Gambar 1e),

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

ultrasonically activated scalpel, antara lain: scalpel, ball


coagulator,

hook

dissector,

dan

scissors

dissector/coagulator/transector (Gambar 1d), endocoagulator


probe, basket yang terdiri dari: clip appliers, endoscopic
stapling devices, pretied suture ligatures, endoscopic suture
materials, dan extra trocars (Gambar 1f).

Instrumen Laparoskopi : (a) ruang laparoskopi modern; (b)


Laparoscpy set; (c) Veress needle dan trokar; (d) Irrigator, cauter
monopolar dan bipolar; (e) Grasper, disector, scissor; (f) Clip
applicator
Prosedur

laparoskopi

bermacam-macam

dapat

pembedahan

dipergunakan
seperti

untuk

laparoscopic

cholecystectomy, laparoscopic common bile duct surgery,


laparoscopic fundoplication for GERD, laparoscopic Nissen
and Toupet fundoplication, laparoscopic gastric banding for
morbid obesity, laparoscopic Heller esophagomyotomy for
achalazia,

laparoscopic

splenectomy,

laparoscopic

appendectomy, laparoscopic left colectomy, laparoscopic right


colectomy, laparoscopic total colectomy, laparoscopic rectopexy
MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

for rectal prolapse, laparoscopic hernia repair, dan lain-lain


(Dulucq, 2005).
j. Kolonoskopi

Kolonoskopi adalah alat yang paling akurat dapat


mengevaluasi mukosa kolon dan dapat digunakan untuk biopsi
pada lesi yang
kesempurnaan

mencurigakan, namun tingkat kualitas dan


prosedur

bergantung pada persiapan kolon,

sedasi dan kompetensi operator (Dinkes Provinsi Jawa Barat,


2012).
Kolonoskopi

merupakan

alat

skrining

yang

direkomendasikan pada pasien berumur diatas 50 tahun.


Kolonoskopi mempunyai tangkai yang fleksibel sehingga dapat
mengikuti kontur dari kolon, resolusi tinggi dengan pembesaran
pada jarak pendek, dan alat serta penyedot untuk pencucian,
biopsi mukosa dan elektrokauterisasi. Kolonoskopi memberikan
keuntungan sebagai berikut : tingkat sensitivitas dalam
mendiagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal mencapai
95%,
biopsi

kolonoskopi berfungsi sebagai alat diagnosis melalui


terapi

pada

polipektomi,

kolonoskopi

dapat

mengidentifikasi dan melakukan reseksi synchronous polyp dan


tidak ada paparan radiasi. Kolonoskopi kira-kira 12% lebih
akurat dibandingkan barium enema dalam mendeteksi

lesi

berukuran kecil seperti adenoma (Dinkes Provinsi Jawa Barat,


2012).

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

k. ERCP

Endoscopic

Retrograde

Cholangio

Pancreatography

(ERCP) merupakan satu cara untuk melihat, mengevaluasi, dan


melakukan upaya-upaya pengobatan bagi penyakit atau kelainan
di saluran empedu dan saluran pankreas. Tindakan ini
menggunakan alat endoskopi (tepatnya duodenoskopi) yang
fleksibel dan dilengkapi dengan kamera serta sinar lampu
(Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2012). Pada tindakan ini, alat
duodenoskopi

dimasukkan

melalui

mulut,

menyusuri

kerongkongan, lambung, dan masuk ke duodenum di mana


terdapat mulut saluran empedu. Melalui mulut saluran empedu
itu, dimasukkan alat-alat kecil yang harus dilihat dengan sinar-X
sehingga diperlukan pula alat sinar-X yang mampu bertahan
lama

sepanjang

tindakan

ini

dilakukan.

Cholangio

Pancreatography berarti gambar sinar-X dari saluran empedu


dan pankreas. Saluran empedu dan pankreas ini tidak dapat
terlihat dengan alat sinar-X biasa. Tetapi dengan dimasukkannya
zat ERCP yang tidak tembus sinar-X (yang dimasukkan
kesaluran tersebut lewat selang kecil melalui alat duodenoskopi
tersebut), maka saluran-saluran ini dapat terlihat dengan baik
karena kontras dengan sekelilingnya yang dapat ditembus oleh
sinar-X. Biasanya, tindakan ERCP dilakukan untuk maksud

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

pengobatan kelainan-kelainan disaluran empedu dan pankreas,


seperti adanya sumbatan di saluran tersebut baik oleh batu
maupun oleh penyempitan saluran empedu, adanya kanker atau
tumor di saluran tersebut,atau untuk mengatasi infeksi pada
saluran tersebut. Apabila diperlukan, dapat pula dipasang
saluran dari metal untuk menjaga terbukanya saluran empedu
(Dinkes Provinsi Jawa Barat, 2012).
l. Echocardiography

Pemakaian ekokardiografi di ruang perawatan intensif


maupun UGD telah menjadi hal yang penting, terutama
berkaitan dengan diagnosis, tatalaksana dan evaluasi pasien
pasien dengan kondisi kritis. Mereka yang ditangani di UGD
umumnya datang dengan kasus yang sangat bervariasi dari
hipoksia, hipotensi maupun syok. Salah satu studi besar yang
mengamati

keadaan

ini

menyimpulkan

bahwa

hampir

seperempat dari semua pasien yang datang tanpa kecurigaan


penya- kit kardiovaskular pada awalnya ternyata mempunyai
latar belakang penyakit kardiovaskular yang memberikan
gambaran menyerupai penyakit non kardiak serta memperumit
terapi (Soeryo Ario, 2011).
Perlu ditekankan dalam hal ini bahwa ekokardiiografi
pada umumnya digunakan untuk meny ingkirkan penyakit atau
latar belakang penyakit kardiovaskular sebagai penyebab utama
ketidakstabilan hemodinamika sehingga memudahkan klinisi

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

berkonsentrasi atau memfokuskan terapi pada kondisi non


kardiak saja (Soeryo Ario, 2011).
Di bawah ini adalah

beberapa

indikasi

utama

dilakukannya pemeriksaan ekokardiografi di UGD maupun


ICU : (1) Hemodinamika yang tidak stabil meliputi kegagalan
fungsi ventrikel, hipovolemi, emboli paru, disfungsi katup akut,
tamponade jantung, komplikasi setelah tindakan pembedahan
jantung; (2) Endokarditis infektif; (3) Diseksi aorta dan ruptur,
(4) Hipoksemia, (5) Mencari sumber emboli. Pada kasus-kasus
gawat darurat , beberapa penyebab utama terjadinya hipotensi
maupun syok adalah sepsis , gagal jantung akut (karena berbagai
sebab), hipovolemia (misalnya karena perdarahan hebat)
(Soeryo Ario, 2011).
m. Biopsi

Biopsi merupakan salah satu cara pemeriksaan patologi


anatomi yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
pasti suatu lesi khususnya yang dicurigai sebagai suatu
keganasan. Pemeriksaan patologi ini juga bermanfaat tidak
hanya menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan tetapi
juga untuk menentukan prognosis. Berasal dari bahasa latin
yaitu bios:hidup dan opsi: tampilan. Jadi secara umum biopsi
adalah pengangkatan sejumlah jaringan tubuh yang kemudian
akan dikirim ke laboratorium untuk diperiksa (Suyatno, 2009).
Dengan demikian biopsi adalah pemeriksaan penunjang
untuk membantu diagnosa dokter bukan untuk terapi kanker
kecuali biopsi eksisional dimana selain pengambilan sampel

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

juga

mengangkat

semua

massa

atau

kelainan

yang

ada.Kemajuan teknologi radiologi yang pesat dan merupakan


mitra utama biopsi, terutama pada tumor yang terletak di rongga
dada dan rongga abdomen (Suyatno, 2009).
Biopsi terbagi menjadi :
1) Biopsi tertutup : Tanpa membuka kulit,Bisa dikerjakan
oleh disiplin non-bedah.
2) Biopsi terbuka : Dengan membuka kulit/mukosa, Biasanya
dikerjakan oleh disiplin bedah, dan Akan mendapatkan
spesimen yang lebih representative.
Biopsi

Tertutup

Bahan

sedikit/kurang

representative, Dapat ditingkatkan dengan biopsi terbuka,


Contoh : FNAB, Core Biopsy, Cairan cyste-sputum-darahascites, dan Endoscopy.
Biopsi terbuka : Biasanya dikerjakan oleh disiplin
bedah, Dengan membuka kulit/mukosa, Pemeriksaan yang
dikerjakan : histo-patologi, dan Macamnya : Biopsi insisi,
Biopsi eksisi (Suyatno, 2009).

E. Alat Bantu
1. Alat Bantu Respiratory
a. Ventilator

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu


sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi (Kemenkes RI, 2010). Macam-macam Ventilator :
1) Volume Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan
volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled
ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten.
2) Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya
menggunakan tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang telah ditentukan.
Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan
komplain paru, maka volume udara yang diberikan juga
berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya tidak stabil,
penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
3) Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya
berdasarkan wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah
ditentukan. Waktu inspirasi ditentukan oleh waktu dan

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal ratio I :


E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.
Mode-Mode Ventilator
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan
menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin
ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting (Kemenkes
RI, 2010). Mode mode tersebut adalah sebagai berikut :
1) Mode Control
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu
pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya
masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode
ini ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikanke pasien
pada frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada
ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk mengawali
inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha
nafas sendiri bisa terjadi fighting (tabrakan antara udara
inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru meningkat dan bisa
berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh mode
control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV
(Controlled Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive
Pressure Ventilation).
2) Mode IMV / SIMV : Intermitten Mandatory Ventilation atau
Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara
selang seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV
pernafasan mandatory diberikan pada frekwensi yang di set
tanpa menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau
ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya.
Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya
disinkronisasi

(SIMV).

Sehingga

pernafasan

mandatory

diberikan sinkron dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV


diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan tetapi
belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

3) Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure


Suport
Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas
spontan atau pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal
volumnenya tidak cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode
ini pasien harus mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien
tidak mampu untuk memicu trigger maka udara pernafasan tidak
diberikan.
4) CPAP : Continous Positive Air Pressure

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif


dan diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan
adekuat. Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah
atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien
dilepas dari ventilator.
Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi
mekanik (ventilator) bila :
1) Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit
2) Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70
mmHg
3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg
4) AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg
5) Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB
Prosedur Pemberian Ventilator

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru


pada ventilator untuk memastikan pengaturan sesuai pedoman standar.
Sedangkan pengaturan awal adalah sebagai berikut:
1) Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2) Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3) Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4) Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5) PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif
akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang
mengalami oedema paru dan untuk mencegah atelektasis.
Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan
perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang
ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas).
b. Nebulizer

Nebulizer dapat digunakan sebagai pengganti inhaler dosis


terukur (MDI). Hal ini didukung oleh mesin udara tekan dan steker ke
stopkontak listrik. nebulizers Portable, didukung oleh baterai internal.
Dapat digunakan untuk individu yang membutuhkan perawatan jauh
dari rumah (Kemenkes RI, 2010). Nebulizer merubah obat cair
menjadi butiran halus (dalam bentuk aerosol atau kabut) yang terhirup
melalui corong atau masker. Nebulizers dapat digunakan untuk
memberikan bronkodilator (jalan napas-pembukaan) obat seperti
albuterol (Ventolin, Proventil ataupun Airet) atau ipratropium bromide
(Atrovent) (Kemenkes RI, 2010).
2. Alat Bantu Circulation
a. Finger Pulse Oksimetri

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Pulse

oksimetri

adalah

metode

non-invasif

yang

memungkinkan pemantauan oksigenasi dari hemoglobin pasien.


Atau dalam bahasa yang sederhana, berfungsi untuk mengukur
atau memantau kadar oksigen dalam darah (Kemenkes RI,
2010).
Sebuah sensor ditempatkan pada bagian tipis dari tubuh
pasien, biasanya ujung jari atau cuping, atau dalam kasus bayi,
dipasang di kaki. Pulse oxymetry mengirimkan cahaya yang
terdiri dari gelombang cahaya merah dan gelombang inframerah
dari satu sisi ke sisi lain yang akan mengubah serapan dari
masing-masing dua panjang gelombang diukur. Hal ini
memungkinkan penentuan absorbansi karena darah arteri
berdenyut sendiri, termasuk darah vena, kulit, tulang, otot, dan
lemak (Kemenkes RI, 2010).
Berdasarkan rasio perubahan absorbansi cahaya merah dan
inframerah, yang disebabkan oleh perbedaan warna antara
oksigen yang terikat (merah cerah) dan oksigen-tidak terikat
(gelap merah atau biru, pada kasus yang berat) hemoglobin
darah, ukuran oksigenasi (dalam persen molekul hemoglobin
diikat dengan molekul oksigen)

dapat di bua atau diambil

nilainya. Data Pulsa oksimetri diperlukan setiap kali oksigenasi


pasien mungkin menjadi tidak stabil, seperti dalam perawatan
intensif, perawatan kritis, dan instalasi gawat darurat rumah
sakit (Kemenkes RI, 2010).
b. Suction Pump

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Suction Pump adalah suatu alat yang yang dipergunakan


untuk menghisap cairan yang tidak dibutuhkan pada tubuh
manusia (Kemenkes RI, 2010). Nama lain dari Suction Pump
1)
2)
3)
4)

adalah :
Vacum regulator
Suction contrrollers
Slym zuiger
Alat hisap
Komponen alat
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Motor
Botol penampung cairan
Selang
Suction regulator
Manometer
Over Flow Protection / Pelampung (pengaman cairan

lebih)
7) Foot switch
Blok diagram suction pump:

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Prinsip Kerja
Motor suction adalah sebuah motor listrik, biasanya hanya
bekerja pada satu tegangan, yaitu tegangan 110 V atau 220 V,
Rpm 145, 50/60 Hz, maka ketika pemilihan motor dilakukan itu
harus sesuai dengan besarnya tegangan yang ada yang didalam
rangkaiannya dapat kita temukan sebuah capasitor yang
memiliki fungsi sebagai starting capasitor (Kemenkes RI, 2010).
Penghisap pada bagian ini ada 2 jenis, yaitu:
1) Jenis Centrifugal Rotary
Yaitu penghisap terdiri dari: beberapa kipas (pisau)
yang berada dalam rumah penghisap dan dihubungkan
dengan motor (bagian yang berputar pada elektromotor).
Pada rumah penghisap bagiaan luar terdapat dua katup
(lubang hisap dan lubang tiup) serta lubang pembuangan
oli. Oli merupakan pelumas dan pendingin pafa bagian
kipas. Manometer yaitu alat yang digunakan untuk
mengetahui samapai seberapa kuat penghisap bekerja.
Skala 0-800 mmHg (Kemenkes RI, 2010).
2) Jenis membran terdiri dari :
Stang kedudukan, karet membran kedudukan katup,
katup hisap dan katup tekan, tutup/rumah penghisap yang
mempunyai

katup/lubang

(Kemenkes RI, 2010).


Kekuatan daya

hisap

hisapnya

dan

lubang

dikontrol

tekan
dengan

menggunakan regulator, ini biasanya diatur saat ssuction

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

kita pakai untuk kondisi hisapan yang berbedaa-beda,


ketika cairan terlalu kental maka regulator kita atur dengan
kemampuan hisap yang lebih besar sedang untuk kondisi
cairan yang lebih encer maka sebaliknya (Kemenkes RI,
2010).
Botol vacum, fungsi dari botol vacum adalah untuk
memberikan kevakuman udara pada saat digunakan. Pada
alat ada yang dapat berfungsi hanya dengan satu buah
botol, tetapi akan lebih baik jika menggunakan dua botol,
padaa botol akan dilengkapi dengan tutup botol dan disan
terdapat dua lubang. Selain itu asesoris lain yang
digunakan adalah suction / slang untuk vacum yang
besarnya

disesuaikan

dengan

lubang

proft

daan

panjangnya disesuaaikan antara jarak penghisap daan


botol (Kemenkes RI, 2010).
Suction pump banyak digunakan pada kegiatan
operasi di ruang bedah, yaitu untuk menghisap darah yang
keluar dari pasien, sedangkan diruang perawatan untuk
menghisap

lendir

dalam

mulut

dan

tenggorokan

(Kemenkes RI, 2010).


Hal yang perlu diperhatikan:
1) Tegangan
2) Daya hisap maksimum
3) Pembacaan meter
4) Botol penampung
5) Over Flow Protection
6) Seal penutup botol
7) Lakukan pemeliharaan sesuai jadwal
8) Lakukan pengujian daan kalibrasi 1 tahun sekali
c. Syringe Pump

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Alat syringe pump merupakan suatu alat yang di gunakan


untuk memberikan cairan atau obat kepada kedealam tubuh
pasien dalam jangka waktu tertentu secara teratur . Secara
khusus alat ini mentitikberatkan atau memfokuskan pada jumlah
cairan yang diamasukan kedalam tubuh pasien, dengan satuan
mililiter per jam (ml/h) (Kemenkes RI, 2010).
Alat ini menggunakan motor dc sebagai tenaga pendorong
syringe yang berisi cairan atau obat yang akan dimasukan
kedalam tubuh pasien. Alat ini menggunakan sistem elektronik
mikroprosesor

yang berfungsi dalam pengontrolan dalam

pemberian jumlah cairan ke tubuh pasien, sensor dan alarm.


Dalam sistem Mekanik yaitu dengan gerakan motor sebagai
tenaga pendorong (Kemenkes RI, 2010).
Pada dasarnya pada syringe pump terdiri dari beberapa
rangkaian yaitu rangkaian pengatur laju motor (pendeteksi rpm),
rangkaian

komparator,

dan

rangkaian

sinyal

referensi

(Kemenkes RI, 2010).


Motor akan berputar untuk menggerakkan spuit merespon
sinyal yang diberikan oleh rangkaian pengendali motor, tetapi
putaran motor itu sendiri tidak stabil sehingga perubahanperubahan itu akan dideteksi oleh rangkaian pendeteksi rpm.
Sinyal yang didapat dari pendeteksi rpm akan dibandingkan
dengan sinyal referensi, dimana hasil dari perbandingan tersebut
akan meredakan ketidakstabilan motor. Motor akan mengurangi
lajunya jika perputarannya terlalu cepat dan sebaliknya akan
menambah kecepatan jika perputarannya terlalu pelan sehingga
didapatkan putaran motor yang stabil (Kemenkes RI, 2010).
Syringe pump didesain agar mempunyai ketepatan yang
tinggi dan mudah untuk digunakan. Syringe pump dikendalikan
dengan mikro computer / mikro kontrolir dan dilengkapi dengan
system alarm yang menyeluruh (Kemenkes RI, 2010).
1) Sistem Alaram dan Keamanan

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

Untuk menjaga keamanan ke pasien (patient safety),


maka

alat

ini

dilengkapi

dengan

sistem Alaram,

diantaranya adalah sebagai berikut :


a) Alarm Occlusion / Kemampatan
Berfungsi untuk memberikan tanda bunyi alaram
dan memberhentikan sistem pompa pada saat terjadi
sumbatan pada IV line dan pembuluh darah pada
pasien. Kondisi Alaram terjadi pada saat sensor
Occlusion mendeteksi tekanan, nilai tekanan pada
kondisi ini berkisar 60-80 Kpa, 350-500 mmHg.
b) Alaram Delivery Limit
Untuk memberikan batasan jumlah cairan yang akan
diberikan pada pasien. Jika jumlah cairan yang
diberikan sudah tercapai, maka alaram akan
berbunyi dan alat akan berhenti memompa.
c) Alaram Nearly empty
Berfungsi untuk memberikan isyarat suara alaram
pada saat cairan yang diberikan pada pasien akan
segera habis.
2) Fungsi Alat
a) Memasukan cairan atau obat ke tubuh pasien dengan
tingkat akurasi yang tinggi.
b) Untuk mencegah periode kadar obat atau cairan
yang dimasukan, dimana Tingkat obat di dalam
darah terlalu tinggi atau terlalu rendah.
c) Menghindari penggunaan tablet yang dikarenakan
pasien yang mengalami kesulitan dalam meminum
tablet.
3) Bagian Bagian Syringe Pump
Contoh syringe pump merek Terumo model TE 331 :
a) Operation panel; yang didalamnya terdapat beberapa
tombol untuk mengoperasikan syringe pump.
b) Clamp; berfungsi sebagai penjepit syringe
c)
d)
e)
f)

(suntikan).
Slit; merupakan celah untuk menempatkan syringe.
Slider Hook.
Cluth.
Slider.

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

g) Dial ; berfungsi untuk menaikan dan menurunkan


nilai delivery rame.
d. Infusion Pump
Infusion Pump adalah perangkat medis yang digunakan
untuk memberikan cairan kedalam tubuh pasien dalam jumlah
besar atau kecil, dan dapat digunakan untuk memberikan nutrisi
atau obat, seperti insulin atau hormone lainnya, antibiotic, obat
kemoterapi, dan penghilang rasa sakit dengan cara yang
terkendali (Kemenkes RI, 2010).

Ada berbagai jenis infus pump, yang digunakan untuk


berbagai keperluan dan dalam berbagai lingkungan.Pompa infus
menanamkan cairan, obat atau nutrisi ke pasien sistem peredaran
darah. Hal ini umumnya digunakan intravena, meskipun
subkutan, arteri dan epidural infus itu sering digunakan. Pompa
infus dapat mengelola cairan dengan cara yang akan
impractically mahal atau tidak dapat diandalkan jika dilakukan
secara manual oleh staf keperawatan. Misalnya mereka dapat
mengelola sesedikit 0,1 mL per suntikan jam (terlalu kecil untuk
infus), suntikan setiap menit, suntikan dengan berulang bolus
diminta oleh pasien, hingga jumlah maksimum per jam
(misalnya dalam analgesia yang dikontrol oleh pasien), atau
cairan yang volume bervariasi menurut waktu hari. Karena
mereka juga dapat menghasilkan cukup tinggi tapi terkontrol

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

tekanan, mereka dapat menginjeksikan sejumlah cairan subkutan


(dibawah kulit),atau epidural (hanya dalam permukaan sistem
saraf pusat, sebuah tulang belakang lokal yang sangat populer
anestesi untuk persalinan) (Kemenkes RI, 2010).
1) Jenis Infus
a) Infus kontinu biasanya terdiri dari pulsa kecil infus,
biasanya antara 500 nanoliters dan 10 mililiter,
tergantung pada desain pompa, dengan tingkat pulsa
ini tergantung pada kecepatan infus diprogram.
b) Infus intermiten memiliki "tinggi" laju infus,
bergantian dengan tingkat infus diprogram rendah
untuk menjaga kanula terbuka. Timing diprogram.
Mode

ini

sering

digunakan

untuk

mengelola antibiotik , atau obat lain yang dapat


mengiritasi pembuluh darah.
c) Pasien yang dikendalikan adalah infus on-demand,
biasanya dengan langit-langit diprogram untuk
menghindari keracunan. Tingkat dikendalikan oleh
pad tekanan atau tombol yang dapat diaktifkan oleh
pasien. Ini adalah metode pilihan untuk analgesia
yang dikontrol oleh pasien (PCA), yang berulang
dosis
dengan

kecil opioid analgesik yang


perangkat

kode

untuk

disampaikan,
menghentikan

administrasi sebelum dosis yang dapat menyebabkan


depresi pernafasan berbahaya tercapai
d) Nutrisi parenteral total biasanya membutuhkan
sebuah kurva infus mirip dengan waktu makan
normal.
2) Jenis Pompa
Ada dua kelas dasar pompa. Pompa volume besar
dapat memompa solusi nutrisi cukup besar untuk memberi
makan pasien. Pompa kecil volume infus hormon, seperti
insulin, atau obat-obatan lain, seperti opiat. Dalam kelas
ini, beberapa pompa yang dirancang untuk menjadi

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

portabel, yang lain dirancang untuk digunakan di rumah


sakit, dan ada sistem khusus untuk amal dan medan
digunakan (Kemenkes RI, 2010).
Pompa volume besar biasanya
beberapa

bentuk pompa

peristaltik .

menggunakan

Klasik,

mereka

menggunakan rol dikendalikan komputer mengompresi


tabung silikon-karet yang mengalirkan obat. Bentuk lain
yang umum adalah seperangkat jari yang menekan tabung
secara

berurutan.

Pompa

volume

kecil

biasanya

menggunakan komputer dikendalikan motor memutar


sekrup yang mendorong torak pada jarum suntik. Klasik
improvisasi medis untuk pompa infus adalah untuk
menempatkantekanan darah manset sekitar kantong cairan.
Medan perang setara adalah untuk menempatkan tas di
bawah pasien. Tekanan pada tas menetapkan tekanan
infus. Tekanan sebenarnya dapat membaca-out pada
indikator manset itu. Masalahnya adalah bahwa aliran
bervariasi secara dramatis dengan tekanan darah pasien
(atau berat), dan tekanan yang diperlukan bervariasi
dengan rute administrasi, berpotensi menyebabkan risiko
ketika dicoba oleh seorang individu tidak terlatih dalam
metode ini (Kemenkes RI, 2010).
3) Cara Pengoperasian
a) Hubungkan alat ke listrik AC dan nyalakan pompa
b) Tekan tombol power pada panel kontrol
c) Masukkan set IV botol, isi cairan ke set IV dan
udara pembersih dari tabung
d) Buka pintu alat, jumlah IV set tabung yang bagian
lebih rendah dari ruang, melalui semua alur
lurus,tekan penjepit untuk melepaskan dan jumlah
tabung didalamnnya menutup pintu
e) Matikan semua lampu didaerah mengkhawatirkan
,jika permukaan sensor gelembung dan bersihkan
tabung dengan air suling untuk melepaskan alarm

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

f) Untuk menambah atau mengurangi volume infus


dan debit aliran dengan kenop
g) Tekan tombol Start untuk memulai infus
h) Bila ada alarm, ikuti indikasi di

daerah

mengkhawatirkan. setelah merilis alarm anda bisa


restart infussion
i) Bila menggunakan merk baru set IV atau ada
masalah lakukan kalibrasi, untuk lebih jelas lihat
manual penggunaan
4) Cara Perawatan
a) Pastikkan tidak ada kerusakkan pada alat dan
komponen,
b) Hubungi teknisi untuk melakukkan pengecekkan alat
secara berkala
c) Cek batteray setiap 6 bulan sekali
d) Charge batteray sampai penuh selama lebih dari 8
jam dengan menghubungkan alat dengan power AC,
e) Jika alat tidak dapat terhubung dengan power AC,
cek fuse pada alat.
5) Troubleshooting dan Cara Mengatasinya
a) Masalah : occlusion alarm
Penyebab : Adanya sumbatan pada selang infus
Perbaikan : lepas selang infus dan bersihkan
sumbatannya
b) Masalah : infus tidak dapat menetes
Penyebab : adanya kerusakkan pada actuator
Perbaikan : cek motor penggerak actuator jika perlu
diganti
e. Defebrilator
Defibrillator adalah

alat

yang

digunakan

untuk

memberikan terapi energi listrik dengan dosis tertentu ke


jantung pasien melalui electrode (pedal) yang ditempatkan di
permukaan

dinding

tindakan pengobatan
aritmia-hidup,

dada

definitif

fibrilasi

pasien.

untuk

ventrikel

dan

Sedangkan

mengancam

jantung

takikardi

ventrikel

pulseless disebut defibrillasi. Ini merupakan depolarizes massa


kritis dari otot jantung, mengakhiri aritmia, dan memungkinkan
irama sinus normal untuk dibangun kembali dengan alat pacu

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

jantung alami tubuh, di node sinoatrial jantung (Kemenkes RI,


2010).
Digunakan resusitasi jantung pada saat jantung pasien
mengalami fibrilasi, dengan memberi kan energi kejut listrik
untuk mengaktifkan kembali aktivitas jantung (Kemenkes RI,
2010).

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

74

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berpikir kritis mencakup berpikir diluar solusi tunggal untuk masalah
dan difokuskan pada memutuskan alternatif apa yang terbaik. Berpikir kritis
didasarkan pada pengetahuan, pengalaman, kompetensi berpikir kritis, sikap
dan standar. Proses keperawatan merupakan kompetensi berpikir kritis yang
memandu perawat untuk membuat penilaian tentang perawatan klien.
Tujuan dari proses keperawatan adalah mengidentifikasi kebutuhan
perawatan kesehatan klien, menetapkan rencana asuhan kepewaratan dan
menyelesaikan intervensi keperawatan yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhan. Dengan mempunyai sikap yang sesuai selama terlibat dalam
berpikir kritis memastikan pendekatan yang adil, beralasan dan inovatif
terhadap penimbangan.
Model berpikir kritis mencakup lima hal pokok yaitu : ingatan total,
kebiasaan, penyelidikan, ide baru dan kreatifitas, mengetahui bagaimana
anda berpikir.
B. Saran
Modul ini membahas tentang Konsep Keperawatan Kritis. Saran kami
sebagai penulis, kepada para pembaca agar terus memperluas pengetahuan
tentang Konsep Keperawatan Kritis dengan mencari referensi lain baik dari
buku, jurnal terupdate. Diharapkan dari referensi-referensi tersebut dapat
menjadi bahan perbandingan kebenaran informasi oleh para pembaca,
sehingga perlunya suatu analisa data hingga pengujian ilmu, dan mengambil
kesimpulan, yang kemudian dapat diaplikasikan di ruang lingkup dunia
kesehatan.

MODUL KEPERAWATAN KRITIS | SEMESTER VII STIKES MAHARDIKA

Anda mungkin juga menyukai