FARMASI INDUSTRI
di
Disusun oleh :
Teuku Mirza, S. Farm
NIM 083202086
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
2009
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI
di
PT. MUTIARA MUKTI FARMA (MUTIFA)
MEDAN
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
Disusun Oleh :
Teuku Mirza , S.Farm.
083202086
Pembimbing I
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan shalawat beriring salam kepada
Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)
Medan dalam penyusunan laporan ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Jacob selaku Direktur Utama PT. MUTIFA Medan yang telah berkenan memberikan
fasilitas dan kesempatan kepada kami dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
2. Bapak Drs. D.R. Nainggolan, Apt., selaku Manager Research and Development (R & D)
PT. MUTIFA dan kak Erika H. S.Farm., Apt., yang telah memberikan fasilitas,
membimbing dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
3. Ibu Betty, S.Si., Apt., selaku Manager Quality Assurance (QA), Bang Franfie, S.Farm.,
Apt., selaku Supervisor QA, Ibu Dra. Nuranti Sirait selaku Manager Quality Control
(QC), dan Kak Melya Utami, S.Farm., Apt., selaku Supervisor QC, yang telah membantu
dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
4. Bapak Drs.Budiono, Apt., selaku Manager Produksi Beta Laktam, Bapak Donald
Situmeang, S.Si., Apt., selaku Manager Produksi Solid Non Beta Laktam, Ibu Dra. Rita
Puspita, Apt., selaku Manager Produksi Cair Non Beta Laktam yang telah membimbing
dan mengarahkan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP).
6. Bapak Arif Nasution, ST., selaku Manager teknik yang telah membimbing
dan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR......................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR......................................................................................viii
DAFTAR TABEL............................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................x
RINGKASAN...................................................................................................xi
BAB I
PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................2
C. Manfaat............................................................................................2
D. Tempat dan Waktu ...................................................................
33
D. Produk-Produk PT.MUTIFA.........................................................34
E. Struktur Organisasi ................................................................
34
34
36
38
39
40
40
40
8.
41
F. Limbah..
43
49
A. Praregistrasi .............................................................................
49
50
Formulir B
50
Formulir C1..
53
BAB V PEMBAHASAN .
56
56
B. Personalia ...
58
60
D. Peralatan ........................................................................
61
61
F. Produksi .........
62
63
64
65
J. Dokumentasi.
66
69
A. Kesimpulan......................................................................................69
B. Saran................................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................71
LAMPIRAN.......................................................................................................72
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Aspek yang Saling Berkaitan Membangun
Manajemen Mutu..............................................................................6
Gambar 2. Denah Lokasi PT. MUTIFA...............................................................30
Gambar 3. Struktur Organisasi Departemen R & D di PT. MUTIFA..................40
Gambar 4. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Cair di PT. MUTIFA..............44
Gambar 5. Diagram Sistem Pengolahan Limbah Padat di PT. MUTIFA............46
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ukuran Ruangan Masing-Masing Bagian di PT. MUTIFA....................31
Tabel 2. Tolak Ukur Pemantauan Limbah Cair di PT. MUTIFA.........................46
Tabel 3. Sistem Penanggulangan Limbah Udara di PT. MUTIFA.......................47
Tabel 4. Status dan Jumlah Personil di PT. MUTIFA .................................
59
59
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. MUTIFA..............................................................72
Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Tablet/Kaplet....................................................73
Lampiran 3. Bagan Proses Pembuatan Kapsul..............................................................74
Lampiran 4. Bagan Proses Pembuatan Liquida.............................................................75
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA) Medan yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi
apoteker, bertujuan agar mahasiswa/mahasisiwi mengetahui dan memahami tugas dan fungsi
apoteker dalam industri farmasi, sehingga diharapkan dapat
menjadi
bekal
untuk
menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan dapat memperoleh
wawasan dan pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di PT. Mut iara
Mukti Farma (MUTIFA), serta mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di PT.
Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).
Praktek Kerja Profesi di Industri Farmasi PT. Mutiara Mukt i Farma (MUTIFA)
Medan dilaksanakan pada tanggal 10 Februari 2009 sampai dengan 3 Maret 2009 dengan
jumlah jam efektif 125 jam.
Kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi (PKP) di industri farmasi
antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi dan materi kegiatan yang
ditandatangani oleh pembimbing, melihat kegiatan di ruang produksi Beta Laktam dan Non
Beta laktam, laboratorium Quality Control (QC), gudang bahan baku, bahan kemasan dan
obat jadi, sistem pengaturan udara (AHS), sistem pengolahan limbah, dan departemen
Research and Develepment (R&D).
BAB I
PENDAHULUA
N
A. Latar Belakang
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi
rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu
dengan mengharuskan setiap industri farmasi untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 pada
tanggal 2 Februari 1988. CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di
Indonesia yang bertujuan untuk memastikan agar sifat maupun mutu obat yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk
akhir saja, melainkan harus dibentuk ke dalam produk selama keseluruhan proses pembuatan.
Apoteker merupakan salah satu tenaga inti dalam industri farmasi karena turut berperan
dalam menghasilkan obat yang bermutu, aman dan berkhasiat. Kedudukan apoteker juga
diatur dalam CPOB, yaitu sebagai penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan
pemastian mutu. Oleh karena itu, dibutuhkan apoteker yang memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan dalam mengaplikasikan dan mengembangkan ilmunya secara
profesional, terutama dalam
menghadapi
kenyataan
di
lapangan
industri.
Dengan
demikian Praktek Kerja Profesi di industri farmasi menjadi salah satu kebutuhan mahasiswa calon
apoteker.
B. Tujuan
Adapun tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU di Industri
Farmasi adalah :
1. Mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawab apoteker di Industri Farmasi.
2. Memperoleh wawasan dan pengetahuan yang lebih luas serta memahami penerapan
CPOB di Industri Farmasi.
C. Manfaat
Praktek Kerja Profesi di industri farmasi ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan praktis kepada mahasiswa calon apoteker tentang pekerjaan kefarmasian di
industri melalui penerapan CPOB.
D. Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Profesi industri farmasi dilaksanakan di PT. Mutiara Mukti Farma
(MUTIFA) jalan Karya Jaya No. 68 Km 8,5 Namorambe Medan, pada tanggal 10 Februari
2009 hingga 3 Maret 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri Farmasi
Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri
farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu dalam dosis yang digunakan untuk tujuan
pengobatan. Karena menyangkut soal nyawa manusia, industri farmasi dan produknya diatur
secara ketat. Industri farmasi di Indonesia diberlakukan persyaratan yang diatur dalam CPOB
(Manajemen Industri Farmasi, 2007).
Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan No.245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi, untuk memperoleh izin usaha farmasi
diperlukan tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk
dapat langsung melakukan persiapan-persiapan, usaha pembangunan, pengadaan pemasangan
instalasi, dan produksi percobaan. Izin usaha industri farmasi diberikan kepada pemohon
yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB.
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB sesuai dengan ketentuan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.43/Menkes/SK/II/1998.
Industri
farmasi
wajib
sebagai penangung jawab mutu. Industri farmasi yang telah memenuhi persyaratan CPOB
diberikan sertifikat CPOB.
B. CPOB
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat yang dibuat
secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh untuk menjamin konsumen
menerima obat yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi
produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau memelihara
kesehatan.
Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian tetapi
yang lebih penting, mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat bergantung
pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan,
peralatan yang dipakai, dan personil yang terlibat (CPOB, 2006).
Aspek dalam CPOB 2006 meliputi:
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar tercapai tujuan CPOB dan
tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan manajemen mutu.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur,
proses, dan sumber daya.
Pengendalian perubahan
Penanganan penyimpangan
Pengolahan ulang
Inspeksi diri
Personalia
Sistem dokumentasi
(Manajemen Farmasi Industri, 2007)
Aspek yang saling berkaitan membangun manajemen mutu terdiri dari pemastian
mutu, CPOB, pengawasan mutu, dan pengkajian mutu produk. Pemastian mutu adalah
totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan tujuan pemakaiannya.
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan obat dibuat dan
dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar serta spesifikasi produk. CPOB mencakup
produksi dan pengawasan mutu.
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan:
Pengambilan sampel
pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan
sampel dan investigasi bila diperlukan.
Industri farmasi dan pemegang izin edar, bila berbeda, hendaknya melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian, dan suatu penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah
tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukan. Alasan tindakan
perbaikan hendaklah didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah
disetujui hendaklah diselesaikan secara efektif dan tepat waktu (Badan POM, CPOB, 2006).
Manajemen Mutu
Pemastian Mutu
CPOB
Pengawasan Mutu
2. Personalia
Industri farmasi hendaklah memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman
praktis dalam jumlah yang memadai. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang
berlebihan untuk menghindari resiko terhadap mutu obat. Industri farmasi harus memiliki
struktur
organisasi.
Tugas
spesifik
dan
kewenangan
dari
personil
pada
posisi
personil
teknik,
perawatan dan petugas kebersihan). Di samping pelatihan dasar dalam teori dan praktek
CPOB, personil baru hendaklah mendapatkan pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan.
Pelatihan berkesinambungan hendaklah diberikan dan efektifitas penerapannya, dinilai secara
berkala. Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing.
Catatan pelatihan hendaklah disimpan (CPOB, 2006).
3. Bangunan dan Fasilitas
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:
Area yang menjadi perhatian utama dalam aspek bangunan dan fasilitas adalah:
Area penimbangan
Penimbangan bahan awal hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah
yang didesain khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area
penyimpanan atau area produksi.
Area produksi
Untuk memperkecil resiko bahaya medis yang serius akibat terjadinya
pencemaran silang, produk antibiotik tertentu (penisilin), produk sitostatik, produk
biologi hendaklah diproduksi di bangunan terpisah.
Tata ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga kegiatan
produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu ruangan dengan
ruangan yang lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan
yang dipersyaratkan, mencegah ketidakteraturan, dan memungkinkan terlaksananya
komunikasi dan pengawasan yang efektif.
Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana
terdapat bahan baku dan bahan pengemasan primer, produk antara atau produk
ruahan, hendaklah halus, bebas retak, tidak melepaskan partikulat serta mudah
dibersihkan. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap
air, permukaannya rata dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien
apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut antara dinding dan lantai di area pengolahan
hendaklah berbentuk lengkungan.
Area produksi hendaklah mendapatkan penerangan yang memadai, terutama
di mana pengawasan visual dilakukan pada saat proses berjalan. Pengawasan selama
proses dapat dilakukan di dalam area produksi sepanjang kegiatan tersebut tidak
menimbulkan resiko terhadap produksi obat.
Area penyimpanan
Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk
menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan
awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk
dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk
yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran.
Area penyimpanan hendaklah didesain untuk menjamin penyimpanan yang
baik, terutama area tersebut hendaklah bersih, kering dan mendapat penerangan yang
cukup serta dipelihara dalam batas suhu yang ditetapkan. Obat narkotik dan
berbahaya lain hendaklah disimpan di tempat terkunci.
Sarana pendukung
Ruang istirahat dan kantin hendaklah dipisahkan dari area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan area
produksi atau area penyimpanan. Ruang ganti pakaian hendaklah berhubungan
langsung dengan area produksi namun letaknya terpisah. Sedapat mungkin letak
bengkel perbaikan dan perawatan peralatan terpisah dari area produksi (CPOB, 2006).
4. Peralatan
Desain dan kontruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara, produk
jadi tidak boleh menimbulkan reaksi yang dapat menimbulkan identitas, mutu atau
kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau
pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun
produk jadi.
Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan pada
ruang kerja yang sama. Selama pengolahan, semua bahan, wadah, produk ruahan, peralatan
atau mesin produksi, ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari
produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan dan nomor batch.
Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.
Pengolahan
diperiksa
Kegiatan pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk
jadi. Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua kegiatan
pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan
menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan batch.
yang
Pengambilan sampel.
Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan produk
jadi.
hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan
digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil
pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel
(CPOB, 2006).
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi kepatuhan pabrik terhadap CPOB dalam
semua aspek produksi dan pengawasan mutu. Program inspeksi diri harus dirancang untuk
mendeteksi adanya kekurangan dalam penerapan CPOB dan untuk merekomendasikan
tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri harus dilaksanakan secara rutin dan
mungkin sebagai tambahan dilaksanakan pada keadaan tertentu, misalnya dalam hal
penarikan kembali suatu produk atau penolakan berulang, atau ketika ada inspeksi yang
diumumkan oleh bahan kesehatan. Tim yang bertanggung jawab atas inspeksi diri harus
terdiri atas personalia yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Semua
rekomendasi untuk tindakan perbaikan harus diterapkan. Prosedur untuk inspeksi diri harus
didokumentasikan dan harus ada suatu program tindak lanjut yang efektif. Manajemen harus
menunjuk suatu tim inspeksi diri yang terdiri atas para akhli dibidang pekerjaannya
dan
paham mengenai CPOB. Anggota tim dapat berasal dari dalam atau luar perusahaan.
Frekwensi inspeksi diri dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu
meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu
dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh
spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh
manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima
kontrak.
Kepala bagian pemastian mutu hendaklah bertanggung jawab dengan bagian terkait
untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan
pengemas dan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Evaluasi dilakukan sebelum
pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi
hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok (CPOB, 2006).
9. Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk
menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang diketahui cacat dari peredaran secara cepat dan
efektif.
Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh:
Keluhan mengenai mutu dan berupa kerusakan fisik, kimiawi atau biologis dari
produk atau kemasannya.
Keluhan atau laporan karena reaksi yang merugikan seperti alergi. Keluhan atau
laporan mengenai efek terapetik produk seperti produk tidak berkhasiat atau respon
klinis yang rendah.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci penyelidikan, tindak lanjut yang
sesuai, termasuk pertimbangan untuk penarikan kembali produk, dalam menanggapi keluhan
terhadap obat yang diduga cacat. Tiap laporan dan keluhan hendaklah diselidiki dan
dievaluasi secara menyeluruh dan mendalam mencakup:
Inspeksi atau pengujian sampel obat yang dikeluhkan dan diterima serta, bila perlu
pengujian sampel dari batch yang sama.
Pengkajian semua data dan dokumentasi termasuk catatan batch, catatan distribusi
dan laporan pengujian dari produk yang akan dikeluhkan atau dilaporkan.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau
beberapa batch atau seluruh batch produk tertentu dari peredaran. Penarikan kembali produk
dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi
merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dapat
mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan
ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya
kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah
dan keamanan obat yang bersangkutan.
Industri farmasi hendaklah menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan
pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan apakah produk kembalian dapat
diproses ulang atau harus dimusnakan setelah dilakukan evaluasi. Produk kembalian dapat
Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan karena itu dapat
dikembalikan ke dalam persediaan.
Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses ulang.
Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan. Bila produk
harus dimusnakan, dokumentasi hendaklah mencakup berita acara pemusnahan yang diberi
tanggal dan ditandatangani oleh personil yang melaksanakan dan personil yang menyaksikan
pemusnahan (CPOB, 2006).
10. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang
baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas adalah
fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian tugas yang relevan
secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang
biasanya timbul karena mengandalakan komunikasi lisan.
Dokumen yang diperlukan dalam industri farmasi, antara lain:
a. Spesifikasi
Hendaklah tersedia spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan ruahan,
serta produk jadi.
b. Dokumen produksi
Dokumen yang esensial dalam produksi adalah:
Dokumen produksi induk yang berisi formula produksi dari suatu produk dalam
bentuk sediaan dan kekuatan tertentu.
Prosedur produksi induk, terdiri dari prosedur pengolahan induk dan prosedur
pengemasan induk.
Catatan produksi batch, terdiri dari catatan pengolahan batch dan catatan pengemasan
batch, yang merupakan reproduksi dari masing-masing prosedur pengolahan induk
dan prosedur pengemasan induk, dan berisi semua data dan informasi yang berkaitan
dengan pelaksanaan produksi dari suatu batch produk (CPOB, 2006).
dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Otoritas
Pengawasan Obat (OPO) (CPOB, 2006).
12. Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu
dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan.
Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu
produk hendaklah divalidasi.
Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,
proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB,
2006). Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut:
Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan secara
garis besar pedoman pelaksanaan validasi.
Membuat dokumen validasi, yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta laporan
validasi
Pelaksanaan validasi
Kualifikasi tersebut adalah langkah pertama dalam melaksanakan validasi di industri farmasi
(Manajemen Industri Farmasi, 2007). Kualifikasi terdiri dari empat tingkatan, yaitu:
a. Kualifikasi Desain/ Design Qualification (DQ)
Instalasi peralatan, pipa dan sarana penunjang hendaklah sesuai dengan spesifikasi
dan gambar teknik yang didesain.
operasional
dilakukan
setelah
kualifikasi
instalasi
selesai
Kalibrasi
Mengidentifikasi dan mengurangi problem yang terjadi selama proses produksi dan
memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.
Proses pengemasan yang dilakukan tidak terjadi peristiwa campur baur antar
produk maupun batch.
e. Validasi pembersihan
Tujuan validasi pembersihan adalah:
Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku
yang dilakukan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang.
Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek
pembersihan.
Operator/pelaksana yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur
pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.
Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang sudah ditetapkan
(Manajemen Industri Farmasi, 2007).
BAB III
TINJAUAN UMUM PT. MUTIFA
A. Sejarah
Pada tahun 1975 didirikan Industri Farmasi di kota Medan dengan nama Sejati
Pharmaceutical Industries, yang memproduksi obat merek SIAGOGO. Setelah beberapa
tahun berproduksi, perusahaan ini kemudian dialihkan pemiliknya kepada Bapak Drs. W. H.
Siahaan dan memindahnamakan perusahaan tersebut dalam suatu akte notaris tertanggal 31
Januari 1980 dengan nama PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang berlokasi di Jl. Brigjen
Katamso No. 220 Medan.
Berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
tahun
1981
No.
0098/SK/PAB/81 memutuskan memberikan izin untuk mendirikan pabrik farmasi kepada PT.
Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) dengan nama MUTIFA INDUSTRI FARMASI untuk
memproduksi obat-obatan. Dengan dikeluarkannya surat izin produksi oleh Departemen
Kesehatan RI c/q Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 213/AA/III/81, mulailah PT
Mutiara Mukti Farma memproduksi obat-obatan.
Pada tahun 1983, perusahaan ini menjalankan dan melaksanakan operasinya dalam
menghasilkan berbagai jenis maupun bentuk sediaan obat untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia wilayah barat umumnya dan daerah Sumatera Utara pada khususnya.
Pada tanggal 29 November 1988, dengan akte notaris No. 35 diadakanlah perubahan
akte atas pemegang saham serta manajemen perusahaan, yang ditetapkan melalui keputusan
Menteri Kehakiman RI No. C2-1134.HT.01.04 th 89 tanggal 31 Januari 1989. Dalam akte
tersebut, berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris serta pemegang saham, ditetapkan
bahwa yang menjadi penanggung jawab dengan jabatan Direktur Utama adalah Bapak Jacob.
Teuku Mirza : LapJolr.aKn aPrraykateJkaKyearja Profesi Farmasi Industri Di KPTe. BMuatniadraarMauPktoi Floarnmiaa
(MUTIFA) Medan, 2009.
Titi Kuning
Jl. M. Basyir
Luas areal PT. MUTIFA Medan mempunyai luas areal 9600 m dan luas bangunan
2
No.
Ruang/Gudang
Ukuran (m )
1.
Ruang Perkantoran
192
2.
84
3.
40
4.
16
5.
88
6.
100
7.
20
8.
12
9.
25
10.
28
11.
64
12.
64
13.
48
14.
Janitor
15.
Kantin
90
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
16.
Ruang Pengemasan
24
17.
Gudang Alat
25
Sumber arus listrik berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan apabila arus
listrik dari PLN terputus digunakan generator. Sumber air berasal dari sumur pompa dan air
PAM. Untuk keperluan produksi digunakan air sumur yang telah mengalami proses
pengolahan. Air PAM digunakan untuk pencucian alat, mandi, dan bila aliran PAM
mengalami masalah, untuk menggantikan air PAM digunakan air sumur yang telah
mengalami tiga kali penyaringan. Bangunan penunjang lainnya terdiri dari Musholla, kamar
mandi, dan pos jaga.
2. Sarana Produksi
Ruangan produksi, gudang bahan baku, gudang bahan kemasan, dan obat jadi
dirancang sedemikian rupa sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut bahan baku
ke ruang produksi, bahan kemasan ke ruang pengemasan, obat jadi dari ruang karantina ke
gudang obat jadi relatif singkat.
Produk beta laktam diproduksi dalam bangunan tersendiri dan terpisah dengan produk
non beta laktam. Ruang produksi dirancang sedemikian rupa sehingga diharapkan dapat
mencegah terjadinya kontaminasi silang terhadap proses produksi obat serta terlewatnya
salah satu langkah dalam proses produksi. Keadaan ruang produksi adalah sebagai berikut :
a. Lantai
Lantai ruang produksi beta laktam dan non beta laktam terbuat dari beton yang
dilapisi granit di antaranya diisi dengan semen putih. Sudut ruangan berbentuk lengkung
dengan lantai. Lantai mempunyai permukaan yang rata, mudah dibersihkan, tidak
menahan partikel, tahan terhadap gesekan, deterjen, desinfektan, dan bahan kimia.
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
b. Dinding
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
Dinding ruang terbuat dari beton, yang dilapisi dengan sebagian epoksi dan
sebagian acrylic, sehingga permukaan dinding menjadi licin, rata, kedap air, mudah
dibersihkan, tahan terhadap bahan kimia, deterjen, desinfektan, tidak menahan partikel,
serta tidak menjadi tempat bersarangnya binatang kecil.
c. Langit-langit
Langit-langit ruang terbuat dari beton, yang dilapisi epoksi sehingga permukaan
langit-langit menjadi licin dan rata, kedap air, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan
kimia, deterjen, desinfektan, dan tidak menahan partikel.
d. Pengaturan Udara
Aliran udara yang digunakan dalam ruangan produksi beta laktam dan non beta
laktam adalah Air Handling System (AHS). Supply udara yang akan disalurkan ke dalam
ruang produksi berasal dari 2 sumber, yaitu berasal dari udara yang disirkulasi kembali
(sebanyak 80%) dan berasal dari udara bebas (sebanyak 20%). Supply udara tersebut
kemudian melewati filter yang terdapat di dalam filter house yang terdiri dari prefilter
yang memiliki efisiensi penyaringan sebesar 35% dan medium filter yang memiliki
efisiensi penyaringan sebesar 95%. Selanjutnya, supply udara ini melewati cooling coil
(evaporator) yang akan menurunkan suhu (T) dan kelembaban relatif (RH) udara.
Kemudian udara dipompa dengan menggunakan static pressure fan (blower) ke dalam
ruang produksi melalui ducting (saluran udara). Jumlah udara yang masuk ke dalam
ruang produksi diatur dengan menggunakan volume dumper. Selanjutnya udara
disirkulasi kembali ke AHS. Kecepatan pertukaran udara dalam ruangan produksi beta
laktam maupun non beta laktam 20 kali per jam dan untuk koridor 25 kali per jam.
D. Produk-Produk PT. MUTIFA
Produk-produk obat PT. MUTIFA sebagai berikut:
Parasetamol
Ampicillin
Antasida
CTM
Vitamin B komplex
E. Struktur Organisasi
Struktur organisasi PT. MUTIFA merupakan struktur organisasi vertikal. Kekuasaan
tertinggi dipegang oleh direktur utama. Direktur utama membawahi delapan departemen.
Masing-masing departemen dipimpin oleh seorang manager yang langsung bertanggung
jawab penuh kepada direktur utama. Struktur organisasi PT. MUTIFA dapat dilihat pada
lampiran 1 halaman 72.
1. Departemen Produksi
Departemen produksi di PT. MUTIFA terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a. Departemen produksi beta laktam
b. Departemen produksi solid non beta laktam
c. Departemen produksi cair non beta laktam
Melaksanakan secara teknis dan administrasi semua tugas selama pengelolahan dan
pengemasan dengan berpedoman pada prosedur tetap (protap) yang ditetapkan.
Bertanggung jawab agar alat atau mesin untuk keperluan produksi dikualifikasi atau
divalidasi serta dipakai dengan benar.
Departemen QA bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari
pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen, termasuk
di dalamnya pemilihan pemasok. Sistem mutu ditetapkan berdasarkan CPOB.
Tugas-tugas bagian pemastian mutu mencakup:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang memperhatikan persyaratan
CPOB.
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan CPOB diterapkan.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan pasokan dan penggunaan bahan awal dan
pengemas yang benar.
e. Validasi yang perlu dilakukan.
f. Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses pengemasan dan
pengujian batch, dilakukan sebelum memberikan pengesahan pelulusan untuk distribusi.
Penilaian hendaklah meliputi semua faktor yang relevan termasuk kondisi pembuatan,
hasil pengujian atau pengawasan selama proses, pengkajian dokumen produksi termasuk
pengemasan, pengkajian penyimpangan dari prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan
persyaratan dari spesifikasi produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasan akhir.
g. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum manager pemastian mutu menyatakan bahwa tiap
batch produksi dibuat dan dikendalikan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam
izin edar serta peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan
pelulusan produk.
h. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat mungkin produk
disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani sedemikian rupa agar
mutu tetap dijaga selama masa edar /simpan obat.
i. Tersedia prosedur inspeksi diri atau audit mutu yang secara berkala mengevaluasi
efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
j. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi spesifikasi
mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.
k. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat.
l. Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahan yang berdampak pada mutu produksi.
m. Prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
n. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi proses dan
memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
3. Departemen Pengawasan Mutu/Quality Control (QC)
Departemen QC di PT. MUTIFA terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Unit QC
b. Bagian Registrasi
c. Bagian Standarisasi
Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi identitas, kemurnian, kualitas
dan keamanan yang telah ditetapkan.
Suatu batch obat memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang telah
ditetapkan.
Bagian standarisasi bekerja sama dengan departemen R&D dalam melakukan analisis
dan evaluasi terhadap produk mulai dari pembelian bahan baku sampai produk jadi.
Tujuannya adalah untuk menentukan kualitas produk yang dihasilkan.
Bagian registrasi juga bekerja sama dengan departemen R&D. Dalam waktu
bersamaan dengan trial formulasi skala produksi yang dilakukan oleh departemen R&D,
bagian registrasi ini melakukan pendaftaran produk ke Balai POM. Bagian registrasi ini
dibantu oleh seorang administrasi desain yang bertugas membuat desain kemasan suatu
produk.
4. Departemen Research and Development (R&D)
Adapun tugas dan kegiatan departemen R&D adalah :
Mengevaluasi
dan
memperbaiki
formula
yang
sudah
beredar
kemudian
Bekerja sama dengan unit QC dalam menentukan standarisasi bahan baku, kemasan
dan obat jadi.
Kegiatan R&D PT. MUTIFA difokuskan pada bidang formulasi. Departemen R&D
melakukan penelitian untuk mendapatkan formula baru berdasarkan permintaan dari bagian
pemasaran. Adapun pemilik atau Bagian pemasaran juga memberikan ide-ide atau usulan
kepada bagian formulasi dalam membuat suatu sediaan produk baru. Struktur organisasi
departemen R&D dapat dilihat pada gambar 3 berikut :
Manager R&D
Existing Product
New Product
Administrasi
Untuk menunjang jalannya proses produksi, departemen teknik dituntut untuk dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik dalam hal pemeliharaan mesin-mesin produksi, alat-alat
laboratorium dan alat-alat lainnya agar berada dalam kondisi baik sehingga selalu siap
digunakan. Departemen teknik bertugas memonitoring sistem AHU. AHU didesain untuk
mencegah kontaminasi silang dari udara antara ruang produksi dengan koridor di mana
tekanan koridor lebih positif dibandingkan ruang produksi.
8. Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC)
Departemen PPIC merupakan jembatan komunikasi antara pemasaran, produksi,
pengadaan, penyimpanan dan pengembangan produk. Perencanaan produksi harus dilakukan
sebaik mungkin dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang mempengaruhi sehingga
tidak terjadi penimbunan dan kekurangan stok barang. PPIC menyusun rencana dengan
menyesuaikan permintaan marketing dengan mempertimbangkan anggaran, persediaan bahan
baku, jadwal, kapasitas produksi dan peralatan yang tersedia. Departemen PPIC di PT.
MUTIFA dipimpin oleh manager PPIC (Manager QA)
a. Production Planning
Setelah ramalan penjualan (forecasting) dibuat oleh bagian pemasaran (marketing),
selanjutnya disusun perencanaan produksi (production planning) dan Rencana Anggaran
Belanja Perusahaan (RABP) sebagai acuan untuk memenuhi permintaan bagian pemasaran
tersebut. Perencanaan produksi terdiri dari rencana produksi tahunan, yang kemudian dipilah
menjadi rencana produksi periodik ( semester dan triwulan). Selanjutnya rencana produksi
periodik dipilah lagi menjadi rencana produksi bulanan, mingguan dan harian.
Sasaran pokok dari perencanaan produksi antara lain:
New product launching dan menjaga produk-produk lama berjalan teratur dan lancar
b. Inventory Control
Alasan perlunya persediaan bagi industri, yaitu:
Inventory (persediaan) di industri farmasi, terdiri dari raw material (bahan baku),
packaging material (bahan pengemas), finished product (obat jadi), dan work in process
(barang setengah jadi).
F. Limbah
memenuhi persyaratan baku mutu lingkungan. Limbah di PT. MUTIFA dibagi dua yaitu
limbah non beta laktam dan limbah beta laktam.
.
Limbah cair produksi termasuk pembersihan daerah produksi
Bak Aerasi
Bak Biokontrol
Dijual
Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah cair adalah berdasarkan baku
mutu air limbah yang diisyaratkan dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan
*
2. Limbah Padat.
Limbah padat ini berasal dari:
a. Bekas kemasan bahan awal (bahan baku/bahan kemasan) seperti kertas, kotak karton,
wadah kayu/plastik/kaca, drum, kaleng.
b. Buangan proses produksi seperti tepung sisa proses, produk antara/ruahan yang rusak
atau kotor, kemasan (aluminium foil, botol, dus)
c. Buangan bahan hasil pengujian laboratorium seperti tablet bekas pengujian kekerasan,
waktu hancur, dan lain-lain.
d. Bahan awal dan produk jadi yang rusak
e. Wadah bekas bahan produksi (plastik, tong rusak, dan lain-lain).
f. Limbah padat domestik.
Tolak ukur yang dipakai untuk pemantauan limbah padat adalah kualitas lingkungan
atau kebersihan di dalam area industri, dimana tidak terdapat lagi limbah padat yang
berserakan di pabrik.
Diagram sistem pengolahan limbah padat di PT. MUTIFA adalah sebagai berikut:
Debu Produksi
Dust Collector
Debu Lantai
Vacum Cleaner
Limbah Domestik
aktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
Incenerator
3. Limbah Udara .
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
Jenis
1.Bahan kimia/reagensia
Cara Pengendalian
1. Lemari Asam
Teuku Mirza : Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) Medan, 2009.
b.
laboratorium
2. Asap pembakaran sampah
3. Uap solven
3. Exhaust fan
4. Debu Produksi
dikeluarkan dari gedung beta laktam dan ditangani limbahnya seperti pada pengelolaan
limbah padat non beta laktam.
3. Limbah Udara.
Limbah udara berupa debu produksi disedot dan dikumpulkan oleh dust collector.
BAB IV
TUGAS KHUSUS
Praregistrasi
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan izin
edar. Izin edar merupakan bentuk persetujuan registrasi obat untuk dapat diedarkan di suatu
wilayah (negara) tertentu. Untuk Indonesia, agar bisa mendapatkan nomor registrasi sebagai
syarat untuk dapat diedarkan, obat tersebut harus memiliki kriteria umum sebagai berikut :
Quality (mutu) yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai dengan
CPOB, spesifikasi, metode analisa terhadap bahan yang digunakan dan produk jadi.
Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin
penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
pelaksanaannya, proses registrasi dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap praregistrasi dan
tahap registrasi.
Tahap praregistrasi bertujuan untuk mempertimbangkan jalur evaluasi dan
kelengkapan dokumen registrasi obat serta pengajuan nama (merek) obat, baik nama generik
maupun nama dagang. Tahap registrasi dilakukan dengan menyerahkan bekas registrasi
dengan mengisi formulir registrasi disertai bukti
. pembayaran biaya evaluasi dan pendaftaran, serta hasil praregistrasi (Manajemen Industri
Farmasi, 2007).
Tugas Praregistrasi Pembuatan Tablet.
Aspek-aspek penting dalam laporan Pra- regitrasi
Formulir A:
1.
Komposisi lengkap
2.
3.
Penyimpanan Obat
4.
Nomor pendaftaran
Formulir B:
14.Rancangan penandaan
15.Isi periklanan
16.Nomor Batch
Informasi Tambahan :
1.Tujuan Penggunaan, Waktu Penggunaan, Cara penggunaan, Jenis makanan yang dapat
dicampur dengan obat ( khusus untuk premix)
1.
6. Cara Kerja Obat, Indikasi, Posologi, Peringatan dan Perhatian, Efek Samping, Kontra
Indikasi, Interaksi Obat, dan Cara Penyimpanan.
- Diperoleh dari literature atau bahan rujukan lainnya, sesuai dengan
bahan aktif dan bahan baku yang dipergunakan selama proses produksi
sediaan.
7. RANCANGAN PENANDAAN:
1. Kemasan
2. Brosur
-Nama Pabrik yang memproduksi
-Efek samping
-Interaksi obat
-Farmakologi
-Indikasi
-Kemasan
-Kontraindikasi
-Cara Penyimpanan
-No Batch
FORMULIR C1:
1. Formula Induk
Jumlah Produksi sediaan tiap batch, Komposisi untuk tiap batch
2. Prosedur Pembuatan
Persyaratan bahan baku sesuai syarat F.I dan spesifikasi yang ditetapkan,
Meliputi penimbangan, pencampuran, pembuatan suspensi, granulasi,
pengeringan, lama pencampuran, suhu pencampuran, pencetakan, dan
pengemasan.
3. Spesifikasi dan Metode Pengujian Zat Aktif, Tambahan, dan Obat jadi
Metode pengujian zat aktif dan bahan tambahan sesuai
dengan literatur. Metode pengujian/pemeriksaan obat
jadi :
Brosur
a. Warna ( warna tulisan dan warna dasar) harus sesuai dengan standar
b. Ukuran brosur diperiksa dengan penggaris dan tebalnya diperiksa dengan micrometer.
c.
g/m
d. Test aberasi dilakukan dengan cara menggosok- gosokkan lapisan luar brosur dengan
sesamanya sebanyak 10 kali maka warna dan teks harus tetap jelas dan tidak berubah.
Dus
Pengujian dus dilakukan dengan cara yang sama dengan pengujian brosur.
6. Metode Pemerian bahan kemasan
a. Pemerian permukaan diperiksa secara organoleptik
b. Ukuran menggunakan jangka sorong ( 100 lembar aluminium foil dijadikan satu dan
kemudian diukur lebar dan tebalnya)
c. Pengujian Kebocoran
Strip berisi tablet dimasukkan kedalam wadah berisi cairan berwarna, kemudian strip
dikeluarkan dan dibuka. Tablet diperiksa satu persatu, tidak boleh ada tablet yang
basah.
7. Metode dan Hasil Pengujian Stabilitas
a. Pengujian stabilitas obat jadi, dilakukan dengan cara mengambil 3 batch obat jadi, dari
dalam kemasan asli tiap batch secara acak diambil sampel sebanyak 3 dus.
b. Penyimpanan sesuai dengan kondisi gudang obat
BAB V
PEMBAHASAN
Industri farmasi sebagai produsen obat-obatan harus dapat menjamin bahwa produk
yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu dan terus menjaga konsistensi mutunya dalam
setiap pembuatan. Salah satu pedoman yang digunakan industri farmasi untuk menghasilkan
produk yang bermutu adalah Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
PT. MUTIFA Medan sebagai salah satu PMDN (Pemegang Modal Dalam Negri)
yang memproduksi obat telah menerapkan CPOB sejak bulan April tahun 1994. Penerapan
CPOB dan seluruh aspek rangkaian produksi merupakan suatu langkah untuk menjamin mutu
obat jadi, sehingga memenuhi persyaratan yang ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Dalam prosesnya, mutu dalam produk harus dibentuk di dalam produk
tersebut, tidak cukup hanya lulus dari pemeriksaan mutu. Aspek-aspek yang mempengaruhi
proses pembentukan mutu terhadap produk tertuang dalam aspek-aspek yang harus
diperhatikan dalam CPOB. Selama Praktek Kerja Profesi (PKP), penulis melakukan
pengamatan terhadap proses pembentukan mutu melalui penerapan CPOB.
A. Manajemen Mutu
Untuk menjamin khasiat, keamanan dan mutu produknya, PT. MUTIFA memiliki
manajemen mutu sesuai dengan CPOB 2006. Hal ini dapat dilihat dari adanya pemisahan
kewenangan dan tanggung jawab departemen QA dan QC.
Penyelenggaran pelatihan CPOB kepada karyawan yang bekerja di area produksi dan
pengawasan mutu.
Melaksanakan validasi.
Penanganan keluhan, penarikan kembali obat jadi dan penanganan obat kembalian.
untuk
mengikuti pelatihan mengenai CPOB. Selanjutnya diharapkan pimpinan atau staf tersebut
dapat memberikan bimbingan dan pelatihan tentang CPOB kepada karyawan sehingga
kegiatan perusahaan akan memenuhi ketentuan CPOB. Berdasarkan jenjang pendidikan,
maka personil PT. MUTIFA Medan dapat dilihat pada tabel 5.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Bagian Unit
Direktur Utama
Manajer
Administrasi dan Keuangan
Research & Development
Unit Sirup
Unit Kapsul
Unit Tablet
Unit Puyer
Unit Bedak
Gudang Kemasan
Gudang Bahan Baku
Gudang Obat Jadi
Teknisi
Laboratorium
Kolektor
Akuntansi
Penjualan/Pemasaran
Supir
Pembelian
Cleaning Service
Satpam
Jumlah seluruhnya
Jumlah
1
11
7
3
28
5
25
4
4
4
8
3
5
9
1
3
2
3
1
5
5
137
Jenjang Pendidikan
Jumlah (Orang)
1.
Apoteker
2.
Sarjana
11
3.
Sarjana Muda
4.
SLTA/sederajat
102
5.
SLTP
15
6.
SD
Area penyimpanan PT. MUTIFA terdiri dari gudang bahan baku, gudang bahan
kemasan, dan obat jadi. Gudang bahan baku terdiri dari ruang administrasi, karantina,
penolakan, penyimpanan bahan baku psikotropik yang terkunci, pengambilan sampel,
penyimpanan bahan baku setelah diluluskan. Gudang bahan kemasan terdiri dari ruang
administrasi, karantina, produk kembalian, produk ditolak, penyimpanan aluminium foil,
penyimpanan brosur dan label, penyimpanan kemasan sekunder seperti master dus, kotak
karton dan botol. Gudang bahan jadi terdiri dari ruang karantina, penolakan, penyimpanan
produk jadi setelah diluluskan. Penyusunan bahan baku, bahan kemasan dan produk jadi di
gudang masing-masing, menggunakan palet yang terbuat dari kayu, berfungsi agar tidak
berkontak langsung dengan lantai, tidak tercemar debu, kotoran dan terhindar dari rembesan
air.
Area pengawasan mutu memiliki ruangan terpisah untuk memberi perlindungan
terhadap instrumen seperti spektrofotometri UV-Visibel. Ruang istirahat, kantin, toilet dan
bengkel tidak berhubungan langsung dengan area produksi, laboratorium pengawasan mutu
dan area penyimpanan.
D. Peralatan
Alat timbang dan alat ukur untuk proses produksi dan pengawasan dikalibrasi secara
berkala. Dalam tiap ruang produksi dapat terdapat satu atau dua peralatan yang berhubungan
satu sama lain, yaitu :
Ruang pengeringan hanya terdapat alat Osilator dan Fluid bed dryer.
Tiap ruang dan tidak berhubungan secara langsung sehingga kontaminasi silang dan
kekeliruan pengerjaan dapat dikurangi.
kesesuiannya
peralatan diperiksa kebersihannya dan dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan.
Semua kegiatan pengolahan dilaksanakan mengikusi prosedur pengolahan induk.
Pengawasan selama proses produksi dilakukan pada produk antara dan produk ruahan.
Kegiatan pengemasan dilakukan pada produk ruahan agar dihasilkan produk jadi.
Produk jadi dikarantina pada area produksi. Bagian pengawasan mutu melakukan finished
pack analysis dan pengambilan sampel pertinggal. Setelah produk jadi memenuhi persyaratan
spesifikasi, departemen pemastian mutu meluluskannya. Produk jadi kemudian diserahkan ke
gudang obat jadi dan siap didistribusikan.
G. Pengawasan Mutu
Departemen pengawasan mutu di PT. MUTIFA bertanggung jawab atas:
Bahan baku yang baru datang masuk ke gudang diberi status karantina. Gudang akan
mengirimkan slip penerimaan barang ke departemen QC. Berdasarkan slip yang diterima, QC
kemudian melakukan pengambilan
penolong. Setiap bahan baku yang masuk harus dilengkapi dengan sertifikat analisa yang
akan digunakan sebagai acuan pemeriksaan bahan. Setelah diperiksa, bahan baku yang
diluluskan ditempelkan label released (warna hijau) kemudian disimpan di gudang. Apabila
bahan baku ditolak ditempelkan label rejected (warna merah) dan ditempatkan pada area
ditolak yang ada di gudang. Kemudian dikembalikan kepada pemasok. Penolakan terhadap
bahan baku dilakukan berdasarkan literatur dan COA.
Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk dikemas.
Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal, tengah dan
akhir proses. Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasinya.
Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi, termasuk
pengemasan dan siap untuk didistribusikan. Pengambilan contoh dilakukan pada proses
pengemasan yaitu pada awal, tengah dan akhir pengemasan. Setelah diperiksa sesuai dengan
spesifikasinya, penerbitan label released/rejected harus diparaf oleh manager QA.
H. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri PT. MUTIFA diadakan satu tahun sekali. Inspeksi diri dilakukan oleh
tim inspeksi diri yang diketuai oleh manager QA. Inspeksi diri dilakukan terhadap
departemen Produksi, R&D, QC, QA, dan Teknik. Laporan dibuat setelah inspeksi diri
selesai dilaksanakan. Inspeksi yang dilakukan pada tiap-tiap departemen mencakup antara
lain:
Personalia
Bangunan
Peralatan
Pengawasan mutu
Dokumentasi
Kalibrasi alat
Penanganan keluhan
Pengawasan label
Laporan tersebut mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi serta kesimpulan, saran
tindakan perbaikan. Audit mutu dilakukan oleh badan POM. Audit ini mencakup aspek
CPOB. Badan POM didampingi manager QA melaksanakan audit langsung di lapangan.
. I.
kualitas obat. Keluhan tersebut dilaporkan ke departemen QA. Keluhan yang menyangkut
teknis kualitas obat dapat dibagi atas:
Kategori A
Misalnya kesalahan pada cetakan bahan pengemas yang mengandung resiko bagi
pasien, laporan negatif dari media massa yang berkaitan dengan keamanan obat dan
pemalsuan.
Kategori B
Misalnya kesalahan dalam bahan pengemas tercetak yang tidak mengandung resiko
terhadap pasien (nomor kode tidak ada) dan cacat estetik.
Tindak lanjutnya dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk (recall).
Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen (misalnya mau mengganti
kemasan) atau keinginan badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di
gudang. Penanganan selanjutnya bisa dihancurkan, dijadikan stok kembali atau diolah
kembali.
J. Dokumentasi
Sistem dokumentasi PT. MUTIFA meliput i:
Dokumen registrasi
Catatan kalibrasi
Catatan Verifikasi
Sistem dokumentasi merupakan hal yang penting dalam industri farmasi untuk
memastikan bahwa setiap karyawan mendapat instruksi yang jelas dan rinci mengenai bidang
tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya mengandalkan instruksi lisan. Sistem
dokumentasi produk (catatan pengolahan dan pengemasan batch) harus menggambarkan
riwayat lengkap dari setiap batch suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta
penelusuran kembali terhadap batch yang bersangkutan apabila terdapat kesalahan selama
produk tersebut dipasarkan.
K.
Validasi proses yang dilakukan PT. MUTIFA adalah conccurent validation. Validasi
yang dilakukan oleh PT. MUTIFA adalah validasi proses terhadap produk yang telah
diproduksi dan dipasarkan tetapi belum pernah dilakukan validasi.
Manager QA membentuk tim validasi dan menyusun protokol validasi untuk produk
yang akan divalidasi. Kegiatan validasi akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan,
dimonitor dan didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap akhir validasi harus dibuat suatu
laporan validasi sebagai pertanggungjawaban.
Kualifikasi di PT. MUTIFA merupakan tanggung jawab departemen teknik.
Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis berdasarkan data yang menunjukan bahwa
suatau peralatan, fasilitas, sistem penunjang dan proses pengemasan secara otomatis bekerja
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Kualifikasi mencakup:
Protap
konsisten
memberikan kinerja yang baik atau berfungsi menghasilkan produk sesuai standar
mutu yang telah ditetapkan. PQ untuk peralatan dapat juga mengambil data dari
validasi proses.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker di PT. Mutiara Mukti
Farma (MUTIFA) dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Profesi apoteker di industri farmasi memiliki tugas dan ruang lingkup yang cukup luas
mulai dari bagian pengembangan produk, produksi sampai bagian jaminan dan
pengawasan mutu (QA/QC).
2. PT. MUTIFA Medan telah menerapkan ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988
tentang CPOB.
3. PT. MUTIFA memiliki komitmen yang kuat dalam menerapkan CPOB secara
konsisten dan kontiniu dalam semua aspek kegiatan guna mengutamakan mutu dari
produk yang dihasilkan. Mutu obat telah dibentuk mulai dari awal proses produksi
dengan memenuhi persyaratan CPOB, sehingga tidak hanya ditentukan dengan
pengujian produk jadi saja.
B. Saran
1. Melaksanakan validasi proses secara berkala dan kontiniu untuk menjamin prosedur
produksi yang aman dan reprodusibel.
2. Dust collector pada ruang penimbangan, pencampuran dan pencetakan tabet
diperbaiki sehingga alat tersebut berfungsi menghisap debu dengan baik selama
kegiatan berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
yang Baik.
Badan POM. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta. Hal. 1-119
Depkes RI. (1988). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988
tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta
Anonim. (1990). Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 245/Menkes/ SK/V/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi. Jakarta
Departemen Lingkungan Hidup. (1995). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
51/MENLH/10/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Industri. Jakarta
No.
DIREKTUR UTAMA
JACOB LIE
MGR
PRODUKSI
NBL : TABLET
Donald, Apt
MGR R&D
Dr. Nainggolan,
Apt
SUPERVISOR
R&D
MGR
PENJUALAN
Hidayat N, SE
MGR
PRODUKSI
BL &PKRT
Budiono, Apt
MGR QA
MGR PRODUKSI
MGR QC
Betty, Apt
NBL : SIRUP
Rita Puspita,
Apt
Dra. Nuranti
SUPERVISOR
QC
SUPERVISOR
QA
MGR
TEKN
Arif Nasution
SUPERVISO
TEKNIK
STAF AHL
CPOB TEKN
KEPALA UNIT
PENGEMASAN
KEPALA UNIT
TABLET
KEPALA UNIT
PENGEMASAN
KEPALA UNIT
SIRUP
Penimbangan
Pengayakan
Pencampuran awal
Pencampuran awal
Granulasi basah
Pengayakan basah
Pencampuran akhir
Pencampuran akhir
Pencampuran akhir
IPC : Homogenitas
IPC:
-Pemerian
-Diameter
-Friabilitas
-Keseragaman bobot
-Waktu hancur
-Ketebalan
-Kekerasan
-Disolusi
-Kadar zat berkhasiat
Pencetakan tablet
Karantina
Pen
gemasan
Karantina
Karantina
Pengisian ke cangkang kapsul IPC :
- Suhu 250-270 C
- Kelembaban maks 50%
IPC :
Kadar zat berkhasiat
Waktu hancur
Keseragaman bobot
Disolusi
Karantina
Seleksi
Pengemasan
Finished Pack Analysis
Karantina
Gudang Hasil Jadi
Pelarutan
Pencampuran
Penyaringan
IPC :
pH larutan
BJ
Kadar zat berkhasiat
Viskositas
Karantina
Pengisian ke wadah
IPC :
Keseragaman volume
Kadar zat berkhasiat
Kebocoran wadah
Karantina
Pengemasan
Finished Pack Analysis
Karantina
Gudang Obat Jadi