Anda di halaman 1dari 4

MASA`IL FIQHIYYAH AL-HADITSAH WAL AQIDAH

(FIQH AN NAWAZIL)

FIKIH KONTEMPORER
H. Marhadi Muhayar, Lc., M.Sh.

MASA`IL FIQHIYYAH
A.

PENGERTIAN MASA`IL FIQHIYYAH

Masa`il Fiqhiyah terdiri dari dua suku kata arab, yaitu mas`alah yang
berarti problematika dan fiqhiyyah yang berarti terkait fikih.
Kata masa`il merupakan bentuk jama (plural) dari kata mas`alah yang
berbentuk mufrad (single).
Secara etimologi, kata Fiqh sendiri berarti faham/mengerti. Sedangkan
menurut istilah, fiqh adalah ilmu pengetahuan yang mendalam tentang
hukum-hukum Islam dalam bentuk `amal mukallafah (perbuatan mukallaf)
yang diambil dari dalil-dalilnya secara terperinci (min adillatih atTafshliyyah).1
Ringkasnya, Masail Fiqhiyah adalah persoalan-persoalan yang muncul
pada konteks kekinian sebagai refleksi kompleksitas problematika pada
suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah
terjadi pada waktu yang lalu, karena adanya perbedaan situasi yang
melingkupinya.
Masail fiqhiyah disebut juga masa`il fiqhiyyah al haditsah (persoalan
hukum Islam yang baru), yang dalam tradisi kajian Timur tengah dikenal
dengan istilah Fiqh an Nawazil (fikih kontemporer). Fokus kajiannya tidak
hanya membahas persoalan fiqih, tetapi juga aqidah (kepercayaan) dan
persoalan akhlak (moral).
B.

SEBAB PERBEDAAN PENDAPAT PARA FUQAHA


1. Perbedaan qiraat.
2. Adam al iththila ala al-ahdts inda sh-shahbah yaitu adanya hadits
yang belum ditelaah oleh sebagian sahabat karena secara real
pengetahuan mereka dalam hal ini tidak sama.
3. Adanya keraguan (syak) dalam menetapkan hadits.
4. Perbedaan dalam memahami nas dan perbedaan penafsirannya.
5. Adanya lafal musytarak yang memiliki dua arti atau lebih.
6. Tarud al-Adillah, yaitu dalil-dalil yang seakan bertentangan.
7. Factor politis, seperti perbedaan yang timbul antara sunni dan syiah.

C. METODE- METODE FUQAHA DALAM MENYELESAIKAN PERSOALAN

1 Lihat kitab: Syarh at-Talwh ala at-Tawdhh 1/24, juga al-Ahkm li al-Amidi 1/3.

1.
2.
3.
4.
5.

Al-Quran.
Hadits.
Ijma.
Qiyas.
Istihsan.2 Misal yang paling sering dikemukakan adalah peristiwa
ditinggalkannya hukum potong tangan bagi pencuri di zaman khalifah
Umar bin Al-Khattab ra. Padahal seharusnya pencuri harus dipotong
tangannya. Itu adalah suatu hukum asal. Namun kemudian hukum ini
ditinggalkan kepada hukum lainnya, berupa tidak memotong tangan
pencuri. Ini adalah hukum berikutnya, dengan suatu dalil tertentu
yang menguatkannya. Menurut Madzhab Hanafi, sisa minuman
burung buas, seperti elang, burung gagak dan sebagainya adalah suci
dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan istihsan.
Padahal seharusnya kalau menurut qiyas (jali), sisa minuman binatang buas, seperti
anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah
bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang buas itu
langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat minumnya.
Sedangkan menurut qiyas khafi, burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut
binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang
mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang
atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa minum burung buas itu tidak
bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab di antara oleh paruhnya,
demikian pula air liurnya.

6.

7.

Mashalih Mursalah: penulisan alquran, mandat khilafah dari Abu Bakr


kepada Umar, penjara, adzan Jumat dua kali di masa Utsman, wakaf
dan perluasan masjid Nabi s.a.w.3 mashlahah mursalah merupakan
suatu metode ijtihad dalam rangka menggali hukum (istinbath) Islam,
namun tidak berdasarkan pada nash tertentu, namun berdasarkan
kepada pendekatan maksud diturunkannya hukum syara (maqashid
as-syariah)
Al-Urf.


.
( ) 4/158 )
(.7/102.

3 Lihat kitab Ushul al-Fiqh: at-Taqrir wa at-Tahbir 6/124.

8.

9.
10.
11.

Istishhab.
Istishhab ialah melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan
yang telah ditetapkan karena sesuatu dalil, sampai ada dalil lain yang
mengubah kedudukan hukum tersebut. Atau dengan perkataan lain;
Istishhab ialah menganggap hukum sesuatu soal yang telah ada
menyertai tetap soal tersebut, sampai ada dalil yang memutuskan
adanya penyertaan tersebut. Kalau sesuatu dalil syara` menetapkan
adanya sesuatu hukum pada sesuatu waktu yang telah lewat dan
menetapkan pula berlakunya untuk seterusnya, maka hukum tersebut


tetap berlaku, tanpa diragukan lagi.









Sad adz-Dzara`i.
Syarun Man Qoblana.
Madzahib ash-Shahabah.

C. LANGKAH-LANGKAH PENYELESAIAN MASAIL FIQHIYAH


1. Menghindari sikap taklid berlebihan dan fanatisme golongan.
2. Prinsip mempermudah, bukan mempersulit.
3. Bersikap moderat terhadap kelompok tekstualis (literalis) dan
kelompok kontekstualis
4. Mengkompromikan dalil dengan menerapkan prinsip azhimah dan
rukhshah (martabatai al-man).

Anda mungkin juga menyukai