Anda di halaman 1dari 2

Nama : Rifqy Fakhrurrozi

Nim : 191130081

Kelas : HES C/III

1.

A. Istihsan adalah menurut bahasa berarti menganggap baik, sedangkan menurut istilah, istihsan
adalah meninggalkan qiyas yang nyata untuk menjalankan qiyas yang tidak nyata (samar-samar)
atau meninggalkan hukum kulli (umum) untuk menjalankan hukum istina’i (pengecualian)
disebabkan ada dalil yang menurut logika membenarkannya.

Contohnya Menurut Madzhab Hanafi, sisa minuman burung buas, seperti elang, burung gagak dan
sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan istihsan. Padahal seharusnya kalau
menurut qiyas (jali), sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung-burung buas adalah haram
diminum karena sisa minuman yang telah bercampur dengan air liur binatang itu diqiyaskan kepada
dagingnya. Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat
minumnya. Sedangkan menurut qiyas khafi, burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut binatang
buas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan
paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena
itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab di antara
oleh paruhnya, demikian pula air liurnya. Dalam hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas
yang membedakannya dengan binatang buas. Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas
jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan

B. Istihsan, yaitu tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada
suatu dalil syara' yg mengharuskan untuk meninggalkannya (sedikit pertentangan).

Qiyas, yaitu keputusan menghukumi suatu masalah dengan menyamakan dua hukum yang salah
satunya telah ada di zaman Rasulullah dan yang lain belum ada pada zaman Rasulullah, dan tetap
berdasarkan nash, karena kesamaan illat. Qiyas memiliki urutan keempat (terakhir) dari semua sumber
hukum Islam.

a) Ijma’ adalah sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh beberapa ahli istilah setelah masa Nabi
Muhammad tentang hukum dan beberapa ketentuan yang berhubungan dengan syariat islam.
contoh dari Ijma’ yaitu, antara lain:

1.Diadakannya adzan dua kali dan iqomah untuk sholat Jum’at yang diprakarsai oleh Sahabat Utsman bin
Affan r.a di masa kekhalifahan beliau.

2.Usaha pembukuan Al-Qur’an yang dilakukan di masa khalifah Abu Bakar as Shiddiq r.a

3.Menjadikan as Sunah sebagai sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.

4.Saudara-saudara seibu-sebapak, baik laki-laki atapun perempuan (banu al-a’ayan wa al-a’lat) terhalang
dari menerima warisan oleh bapak.

5.Kesepakatan ulama terhadap keharaman minyak babi yang diqiyaskan atas keharaman dagingnya.

b) Menurut Muhammad Taqiyu al-Hakim pembagian ijtihad belum sempurna. Jadi beliau dengan
mengemukakan beberapa alasan, di antaranya jami’ wal mani. Menurutnya, ijtihad itu dapat
dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu:

1. Ijtihad al-aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal, tidak menggunakan dalil syara’.
Mujtahid dibebaskan untuk berpikir, dengan mengikuti kaidah-kaidah yang pasti. Misalnya, menjaga
kemadharatan, hukuman itu jelek bila tidak disertai penjelasan, dan lain-lain.

2. Ijtihad syari’, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’, termasuk dalam pembagian ini adalah
ijma’, qiyas, istihsan. Ishtishlah,‘urf, ishtishhab, dan lain-lain.

Kritik taqi hakim tertuju pada Dr. Dawalibi yg membagi ijtihad menjadi tiga bagian, yang sebagiannya
sesuai dengan pendapat Asy-syatibi dalam kitab Al-Muwafaqat. Yang menurut beliau pembagian tersebut
belum sempurna.

3. maqashid al-syari’ah adalah tujuan dan gagasan yang disyariatkan atau yang di tujukan kepada
hukum-hukum. Dan mabadi al-syari’ah adalah makna-makna umum yang di tetapkan oleh suatu nas
yang umum, atau yang di ijtihadkan oleh para ulama fiqih pada zaman ke Islaman untuk menjaga ke
stabilitasilan dari bermacam-macam nas. Dan ruh al- syari’ah adalah petunjuk umum yang terwujud
dari perbedaan-perbedaan teks-teks yang tertulis dan maksud-maksudnya. Dan menggunakan
ketentuan berhukum kepada tiga metode tersebut apabila tidak di dapati nas yang rinci secara
langsung atau mabda, as-syar,I untuk mempelajari tafsir nas. Allah SWT berirman: dan demikian
itulah telah kami wahyukan kepadamu, ruh yang kami perintahkan dari yang engkau tidak tau apa itu
kitab dan apa itu iman tetapi kami menjadikanya cahaya yang kami tunjukkan kepada siapa yang
kami kehendaki dari hamba-hamba kami.

Anda mungkin juga menyukai