Anda di halaman 1dari 4

QIYAS Pengertian Qiyas Qiyas ialah menyamakan suatu perkara, yang jukum syaranya tidak ada, dengan perkata

lain yang ada nash hukumnya, dikarenakan adanya kesamkaan illat do anara keduanya. Qiyas seperti ini dapat kita jadikan rujukan, hukum, apabila kita tidak mendapatkan suatu nash atas hukum suatu masalah, baik dalam al-Quran, as-Sunnah maupun Ijma. Kedudukan Qiyas sebagai seumber fiqih Islam. Jadi, sebagai rujukan hukum, qiyas menempati urutan keempat. Rukun-rukun Qiyas Adapun rukun qiyas ada empat: Asal (pokok) yang merupakan standar qiyas, fara (cabang) yang diqiyaskan, hukum asal yang ada nashnya, dan illat (alasan) yang mempersamakan antara asal dengan fara. Contoh Qiyas Contoh qiyas ialah, bahwa Allah telah mengharamkan khamar dengan nash dalam al-Quranul Karim, sedang illat dari pengharamannya ialah karena khamar itu memabukkan dan menghilangkan akal. Dengan demikian, bila kita menemukan minuman apa pun yang lain, seaklipun namanya bukan khamar, namun ternyata minuman itu memaukkan, maka kita hukumi minuman itu haram, karena diqiyaskan kepada khamar. Sebab illat pengharaman yaitu memabukkan terdapat dalam minuman tersebut. Dengan demikian, ia pun dihukumi haram seperti halnya khamar

IJMA Pengertian Ijma 1. Bahasa Secara bahasa, kata ijma dapat bermakna al-azmu ala al-amri wal qathu bihi ( ) yang artinya bertekad atas sesuatu dan berketetapan atasnya. Dapat dapat juga bermakna al-ittifaq ( ), yang artinya adalah kesepakatan. Al-Ghazali mengatakan bahwa kata ijma adalah lafadz musytarak (kata bermakna ganda). Ada yang berpendapat bahwa makna asli dari ijma adalah al-azmu, dan menjadi kesepakatan apabila tekat itu terjadi pada suatu kumpulan. 2. Istilah Sedangkan ijma dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqih didefinisikan sebagai : Kesepakatan dari semua mujtahid dari umat Nabi Muhammad SAW pada suatu masa setelah masa kenabian pada suatu urusan syari. Yang dimaksud dengan urusan syari' adalah hal-hal yang tidak dapat diketahui kecuali lewat khitab syari, baik bersifat perkataan, perbuatan, itikad atau pun ketetapan. Ijma' adalah kesepakatan para ahli fiqih dalam sebuah periode tentang suatu masalah setelah wafatnya Rasulullah saw tentang suatu urusan agama. Baik kesepakatan itu dilakukan oleh para ahli fiqih dari sahabat setelah Rasulullah saw wafat atau oleh para ahli fiqih dari generasi sesudah mereka. Contohnya ulama sepakat tentang kewajiban shalat lima waktu sehari semalam dan semua rukun Islam. Contoh Ijma Contoh ijma adalah Di masa Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, dikumpulkan ayat-ayat AlQuran yang masih berserakan kemudian membukukannya sebagai mushaf sebagaimana yang kita miliki sekarang. Padahal sebelumnya hal itu belum pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, bahkan beliau SAW sama sekali tidak pernah memerintahkan, atau pun misalnya sekedar mengusulkan atau memberi isyarat.

ISTIHSAN Istihsan adalah salah satu cara atau sumber dalam mengambil hukum Islam. Berbeda dengan AlQuran, Hadits, Ijma` dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para ulama sebagai sumber hukum Islam, istihsan adalah salah satu metodologi yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja, tidak semuanya. Al-Imam Asy-Syafi`i dalam mazhabnya termasuk kalangan ulama yang tidak menerima istihsan dalam merujuk sumber-sumber syariah Islam. Sebaliknya, Al-Imam Abu Hanifah justru menggunakannya. samping madzhab Hanafi, termasuk sebagian madzhab Maliki danmadzhab Hambali. Pengertian Istihsan Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara`. Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan karena ada suatu dalil syara` yang mengharuskan untuk meninggalkannya. Misal yang paling sering dikemukakan adalah peristiwa ditinggalkannya hukum potong tangan bagi pencuri di zaman khalifah Umar bin Al-Khattab ra. Padahal seharusnya pencuri harus dipotong tangannya. Itu adalah suatu hukum asal. Namun kemudian hukum ini ditinggalkan kepada hukum lainnya, berupa tidak memotong tangan pencuri. Ini adalah hukum berikutnya, dengan suatu dalil tertentu yang menguatkannya. Mula-mula peristiwa atau kejadian itu telah ditetapkan hukumnya berdasar nash, yaitu pencuri harus dipotong tangannya. Kemudian ditemukan nash yang lain yang mengharuskan untuk meninggalkan hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan itu, pindah kepada hukum lain. Dalam hal ini, sekalipun dalil pertama dianggap kuat, tetapi kepentingan menghendaki perpindahan hukum itu. Contoh Istihsan Menurut madzhab Abu Hanifah, bila seorang mewaqafkan sebidang tanah pertanian, maka dengan menggunakan istihsan, yang termasuk diwaqafkan adalahhak pengairan, hak membuat saluran air di atas tanah itu dan sebagainya. Sebab kalau menurut qiyas (jali), hak-hak tersebut tidak mungkin diperoleh, karena tidak boleh mengqiyaskan waqaf itu dengan jual beli. Pada jual beli yang penting ialah pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli. Bila waqaf diqiyaskan kepada jual beli, berarti yang penting ialah hak milik itu. Sedang menurut istihsan hak tersebut diperoleh dengan mengqiyaskan waqaf itu kepada sewamenyewa. Pada sewa-menyewa yang penting ialah pemindahan hak memperoleh manfaat dari pemilik barang kepada penyewa barang. Demikian pula halnya dengan waqaf. Yang penting pada waqaf ialah agar barang yang diwaqafkan itu dapat dimanfaatkan. Sebidang sawah hanya dapat dimanfaatkan jika memperoleh pengairan yang baik. Jika waqaf itu diqiyaskan kepada jual beli (qiyas jali), maka tujuan waqaf tidak akan tercapai, karena pada jual beli yang diutamakan pemindahan hak milik. Karena itu perlu dicari asalnya yang lain, yaitu sewa-menyewa. Kedua peristiwa ini ada persamaan `illat-nya yaitu mengutamakan manfaat barang atau harta, tetapi qiyasnya adalah qiyas khafi. Karena ada suatu kepentingan, yaitu tercapainya tujuan waqaf, maka dilakukanlah perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan. Contoh Lain Menurut Madzhab Hanafi, sisa minuman burung buas, seperti elang, burung gagak dan sebagainya adalah suci dan halal diminum. Hal ini ditetapkan dengan istihsan. Padahal seharusnya kalau menurut qiyas (jali), sisa minuman binatang buas, seperti anjing dan burung-burung buas adalah haram diminum karena sisa minuman yang telah bercampur dengan air

liur binatang itu diqiyaskan kepada dagingnya. Binatang buas itu langsung minum dengan mulutnya, sehingga air liurnya masuk ke tempat minumnya. Sedangkan menurut qiyas khafi, burung buas itu berbeda mulutnya dengan mulut binatang huas. Mulut binatang buas terdiri dari daging yang haram dimakan, sedang mulut burung buas merupakan paruh yang terdiri atas tulang atau zat tanduk dan tulang atau zat tanduk bukan merupakan najis. Karena itu sisa minum burung buas itu tidak bertemu dengan dagingnya yang haram dimakan, sebab di antara oleh paruhnya, demikian pula air liurnya. Dalam hal ini keadaan yang tertentu yang ada pada burung buas yang membedakannya dengan binatang buas. Berdasar keadaan inilah ditetapkan perpindahan dari qiyas jali kepada qiyas khafi, yang disebut istihsan.

ALMASHALIH MURSHALAH Pengertian Almashalih Murshalah 1. Secara Bahasa Secara bahasa, al-mashalih al-mursalah ( ) terdiri dari dua kata, yaitu al-mashalih ( ) dan al-mursalah ( .) Al-mashalih berposisi sebagai kata yang disifati (,) dan al-mursalah berposisi sebagai kata sifat ( ). Al-mashalih merupakan jama taksir dari kata al-mashlahah ( ). Al-mashlahah sendiri merupakan bentuk mashdar mimi dari kata shalaha yashluhu ( ), dan mempunyai makna yang sama dengan kata ash-shalah ( ) yaitu (lawan dari kerusakan). Sedangkan kata al-Mursalah ( ) merupakan isim maful dari kata arsala yursilu ( ,) yang berarti ( yang tidak terikat). Bisa disimpulkan, secara bahasa al-mashalih al-marsalah berarti kemaslahatan yang tidak terikat. 2. Secara Istilah Secara istilah, ada beberapa definisi al-mashalih al-mursalah atau al-mashlahah al-mursalah yang dikemukakan oleh para ulama. Berikut beberapa di antaranya: Imam al-Ghazali mendefinisikannya dengan (maslahat) yang tidak ada nash khusus yang ditunjukkan oleh syariat tentang pembatalan atau penetapannya. Syaikh Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikannya dengan maslahat yang tidak disyariatkan oleh pembuat syariat ketetapan hukum untuk pelaksanaannya, dan tidak ditunjukkan penetapan ataupun pembatalannya oleh dalil syari . Dr. Wahbah az-Zuhaili mendefinisikannya dengan sifat-sifat yang sesuai dengan tindakan dan tujuan pembuat syariat, tetapi tidak ada dalil khusus yang menetapkan atau membatalkannya, dan dengan penetapan hukum dari sifat-sifat tersebut akan tercapai kemaslahatan dan terhindar kerusakan pada manusia. Dr. Muhammad Husain Abdullah mendefinisikannya dengan maslahat yang tidak terdapat dalil khusus tentangnya dari pembuat Syariat, baik yang menunjukkan disyariatkannya atau tidak disyariatkannya maslahat tersebut.

PENGERTIAN GERHANA MATAHARI Gerhana matahari terjadi pada waktu bulan berada di antara bumi dan matahari, yaitu pada waktu bulan mati, dan bayang-bayang bulan yang berbentuk kerucut menutupi permukaan bumi. Bayang-bayang bulan ada dua bagian, yaitu umbra dan penumbra. Umbra adalah bagian yang gelap dan berbentuk kerucut yang puncaknya menuju ke bumi. Penumbra adalah bagian yang agak terang dan bentuknya makin jauh dari bulan semakin lebar. Daerah yang berada dalam liputan umbra akan mengalami gerhana matahari total, sedangkan yang berada dalam liputan penumbra mengalami gerhana matahari sebagian. Pada gerhana matahari total akan tampak cahaya korona matahari yang bentuknya seperti mahkota dan semburan gas dari permukaan matahari yang berwarna lebih merah. Gerhana Matahari tidak dapat berlangsung melebihi 7 menit 40 detik. Ketika gerhana Matahari, orang dilarang melihat ke arah Matahari dengan mata telanjang karena hal ini dapat merusakkan mata secara permanen dan mengakibatkan kebutaan.

Gerhana Matahari dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: gerhana Matahari total, gerhana Matahari sebagian, dan gerhana Matahari cincin. 1) Gerhana matahari total : Sebuah gerhana Matahari dikatakan sebagai gerhana total apabila saat puncak gerhana, piringan Matahari ditutup sepenuhnya oleh piringan Bulan. Saat itu, piringan Bulan sama besar atau lebih besar dari piringan Matahari. 2) Gerhana Sebagian : Gerhana sebagian terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Pada gerhana ini, selalu ada bagian dari piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan. 3) Gerhana Cincin : Gerhana cincin terjadi apabila piringan Bulan (saat puncak gerhana) hanya menutup sebagian dari piringan Matahari. Gerhana jenis ini terjadi bila ukuran piringan Bulan lebih kecil dari piringan Matahari. Sehingga ketika piringan Bulan berada di depan piringan Matahari, tidak seluruh piringan Matahari akan tertutup oleh piringan Bulan. Bagian piringan Matahari yang tidak tertutup oleh piringan Bulan, berada di sekeliling piringan Bulan dan terlihat seperti cincin yang bercahaya.

Anda mungkin juga menyukai