Anda di halaman 1dari 12

1.

Kliping koran
Kasus Posisi
Bahwa Telah terjadi tindak pidana pemerasan dengan ancaman/Penganiayaan
yang dialami oleh Dayyan Ahmadi yang dilakukan kedua kakak kelasnya yang
masing-masing kelas 4 dan kelas 5
Bahwa hal itu diawali ketika Dayyan Ahmadi bermain bola dengan temannya,
kemudian kedua kakak kelasnya merebut bola tersebut dari Dayyan ahmadi kemudian
Dayyan Ahmadi merebut bola itu kembali.Ketika Bola tersebut berhasil direbut oleh
Dayyan Ahmadi,kedua kakak kelasnya memuku lmata Dayyan Ahmadi.
Bahwa setelah bermain bola dan kembali ke kelasnya,Dayyan Ahmadi
didatangi lagi oleh kedua kakak kelasnya dan Dayyan dipukul lagi di bagian
matanya.Cara penganiayaan yang dilakukan oleh kedua kakak kelasnya adalah
Seseorang memegang Dayyan dari belakang dan yang lainnya memukuli dari depan.
Bahwa setelah hal tersebut terjadi Dayyan pulang lebih awal dengan hidung
berdarah dan wajah bagian kanan agak lebam.Wali kelas Dayyan tidak mengetahui
perbuatan tersebut dan menduga hal tersebut disebabkan akibat Dayyan
terjatuh.Dayyan meminta pulang lebih cepat.

Bahwa setelah pulang sekolah Dayyan dibawa ibunya ke puskesmas untuk


menjalani pengobatan,Setelah 2 hari sakitnya bertambah parah yakni pipinya semakin
bertambah bengkak
Bahwa Diduga Motif dibalik kedua kakak kelas Dayyan melakukan hal
tersebut karena pemerasan,yakni kedua kakak kelasnya sering memalak Dayyan
dengan meminta uang jajan namun Dayyan tidak memberikan uang tersebut.
Analisa
Bahwa telah terjadi pemerasan disertai ancaman dan penganiayaan yang
dilakukan oleh kedua kakak kelas Dayyan terhadap Dayyan.Jika dikaji dari UndangUndang sistem Peradilan Pidana Anak(selanjutnya disebut dengan UU SPPA) yakni
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 terdapat dua tipe yakni Dayyan Sebagai Anak
korban dan kedua kakak kelas Dayan sebagai anak yang berkonflik dengan
hukum.Pengertian mengenai anak korban diatur didalam pasal 1 angka 4 UndangUndang Nomor 11 tahun 2012 tertulis:
Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut dengan anak
korban,adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami
penderitaan fisik,mental dan/atau kekerasan ekonomi yang disebabkan tindak
pidana. Sedangkan Pengertian mengenai Anak berkonflik dengan hukum diatur di
dalam Pasal 1 angka 3 UU SPPA tertulis:

Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut dengan anak adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun,Tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Ada 5 lima macam kategori anak yang lengkap dengan situasi,perilaku, sikap
dan sejumlah pelanggaran menurut teori Paul Tappan hal tersebut yakni
1. Deviant situasional factors,Where the child is exposed to deleterious and
community influences
2. Behaviour Problems that represent some measure of personal unadjustment to
the environment
3. Antisocial attitudes wherein the child reveals subjective reactions antagonistic
to authority,but without serious overt aggreasion
4. waywardness orincorrigibility,the vialiation of relatively non serious
community conduct standards
5. Serious,illegalities,the violation of criminal conduct norms
Di dalam bukunya The Nature Of Juvenile Delinquency kelima kategori
tersebut

dibagi

lagi

menjadi

anak-anak

yang

melakukan

perbuatan-

perbuatan.Menurut Paul Tappan Nomor 1,2 dan 3 adalah golongan Problem


Child,nomor 4 disebut dengan Predelinquent Child dan nomor 5 disebut dengan
delinquent child.Jadi berdasarkan pengertian UU SPPA dan teori dari Paul Tappan
kedua kakak kelas Dayyan dapat disebut sebagai Anak yang berkonflik dengan
hukum dan termasuk di dalam kategori Delinquent Child.Kakak kelas Dayyan dapat
dikualifikasikan sebagai delinquent child karena perbuatan mereka telah memenuhi

unsur-unsur yang dikemukakan Paul Tappen di dalam kategori kelima yakni Burglary
(Pemalakan) dan Assault(Penganiayaan).Walaupun kedua pelaku yakni kedua kakak
kelas tersebut telah memenuhi Unsur-Unsur dari suatu tindak pidana yang diatur di
dalam KUHP,tetapi khusus untuk tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak
mendapatkan pengecualian kedua kakak kelas tersebut tidak dapat dihukum..Jika
Dayyan yang duduk di kelas 1 SD masih berumur 7 tahun kemungkinan kakak kelas
Dayyan yang duduk di kelas 4 dan 5 SD maka Umur mereka antara 10-12 tahun. Hal
ini telah diatur di dalam pasal 69 ayat 2 UUSPPA yang tertulis:Anak yang belum
berusia 14(empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.
Tindakan-tindakan yang dimaksud di dalam pasal 69 ayat 2 UUSPPA
dijelaskan didalam pasal 82 ayat 1 UUSPPA yang tertulis:
Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi:
a.
b.
c.
d.

Pengembalian kepada orang tua/wali


Penyerahan kepada seseorang
Perawatan di rumahsakit jiwa
Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan

oleh pemerintah atau badan swasta


e. Pencabutan surat ijin mengemudi
f. Perbaikan akibat tindak pidana
Syarat Pengembalian kepada orang tua /Wali adalah solusi yang tepat untuk
menyelesaikan kasus diatas karena umur anak yang masih terlalu kecil kurang
dibawah 14 tahun dan disini anak masih belum mampu anak untuk bertanggung
jawab secara penuh.walaupun perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan pidana dan

kedua anak tersebut dapat dikatakan sebagai pelaku,hal tersebut dirasa kurang pantas
karena pelaku sendiri adalah anak-anak.dan mereka masih perlu mendapatkan
pembinaan dan bimbingan tanpa mengurangi hak dan kebebasan mereka.Jangan anak
sampai menjadi trauma dan terstigma karena efek dari trauma dan stigma dapat
menimbulkan kekacauan yang lebih besar dan tidak memecahkan solusi.Untuk
menghindari hal tersebut dibutuhkan solusi yang tepat,salah satu caranya adalah
dengan melakukan diversi.
Di dalam Buku Ajar Hukum Pidana Anak Fakultas Hukum Unair (Hal:130)
menjelaskan mengenai pengertian Diversi yakni:Pengalihan Penanganan kasuskasus anak,yang diduga telah melakukan tindak pidana,dari proses formal (proses
Peradilan) dengan atau tanpa syarat,Proses memperhatikan anak (proses Non
Formal).maksud dari pengertian diatas adalah diversi merupakan suatu proses
penanganan kasus anak yang melakukan tindak pidana diproses dengan cara diluar
peradilan.Di dalam diversi terdapat batasan untuk dapat dilakukannya suatu diversi
oleh penyidik sesuai dengan pasal 7 ayat 2 UUSPPA yakni
Diversi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak
pidana yang dilakukan:
a. Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 tahun;dan
b. Bukan mrupakan pengulangan tindak pidana.
Jika dilihat dari kasus diatas umur kedua pelaku berkisar 10-11 tahun
melakukan perbuatan pemerasan dan ancaman maka tindak pidana yang dijatuhkan

adalah 9 tahun sesuai dengan pasal 368 KUHP maka dapatmenyebabkan diversi tidak
dapat dilakukan oleh penyidik.hal ini yang menjadikan banyak alasan polisi tidak
dapat melakukan diversi.Walaupun demikian hal tersebut bukan alasan untuk pelaku
tetap menjalani proses perdilan.masih ada cara lain agar tidak terjadi proses peradilan
dengan menggunakan metode pendekatan Keadilan restoratif.Di dalam Buku Ajar
Hukum Pidana Anak Unair (hal:131) pengertian mengenai keadilan restoratif adalah
Proses dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana bersama-sama
memecahkan masalah dan bagaimana menangani akibatnya dimasa yang akan
datangHal inilah metode yang paling baik dalam memecahkan kasus diatas.Dari
penjelasan diatas maka proses yang harus dilakukan adalah mengumpulkan orang
tua/wali,tokoh masyarakat,anak korban dan anak(pelaku) untuk bersama-sama
mencari jalan terbaik untuk para pihak agar terjadi kedamaian diantara pihak korban
dan pelaku.Bentuk dari keadilan restoratif bertujuan:
1. Agar anak dapat bertanggung jawab atas perbuatannya
2. Member kesempatan pada anak untuk mengganti kesalahnnya dengan
kebaikan
3. Memberikan kesempatan bagi korban untuk ikut dalam proses
4. Memberikan kesempatan bagi anak agar tetap dapat berkumpul dengan
keluarganya
5. Untuk memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan penyembuhan dalam
masyarakat.
Kesimpulan

Mengenai kasus diatas sebaiknya dilakukan upaya-upaya preventif dari pihak


sekolah agar tidak terulang lagi hal yang sama.bagi para pelaku dan korban sebaiknya
dicarikan solusi yang tepat agar terjadi perdamaian dari pihak pelaku harus diberi
pembinaan dan bimbingan agar tidak melakukan kesalahannya lagi dan untuk pihak
korban seharusnya diberikan prose ganti rugi hingga korban sampai puli dan yang
terpenting korban diberi rasa aman agar tidak terjadi trauma di kemudian hari.

2.

Kasus mengenai penganiayaan geng motor terhadap mahasiswa Fakultas


Hukum Unair yang para pelaku berumur 28 tahun, 24 tahun, 16 tahun, 20
tahun & 21 tahun apakah perlu dilakukan diversi?

Jawab: semua pelaku geng motor tidak perlu dilakukan diversi karena tidak
memenuhi persyaratan diversi sesuai dengan pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 11 tahun 2012 mengenai sistem peradilan pidana anak yang tertulis:
1. Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak
pidana yang dilakukan:
a. Diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun;dan
b. Bukan merupakan pengulangan pidana
Para pelaku yang masih dibawah dan/atau 21 tahun (16,20,& 21 tahun) hanya
memenuhi sebagian syarat untuk dilakukan suatu diversi yakni bukan pengulangan
tindak pidana,tetapi karena penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang lain
dihukum dengan penjara 7 tahun maka syarat tersebut gugur.pasal 7 angka 2

UUSPPA merupakan syarat yang bersifat komulatif yakni ketika salah satu unsur
tidak terpenuhi maka secara otomatis syarat yang lain gugur.ketika persyaratan
diversi gugur maka sesuai dengan pasal 20 UUSPPA maka anak(para pelaku yang
berumur 16,20 dan 21 tahun) akan diajukan di dalam siding anak.Pasal 20 UUSPPA
tertulis: dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh anak sebelum genap berumur
18(delapan belas) tahun dan diajukan ke dalam siding pengadilan setelah anak yang
bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun,tetapi belum mencapai 21(dua
puluh satu) tahun,Anak diajukan ke sidang anak.
Sesuai dengan teori Paul Tappan(didalam Buku Ajar Hukum Pidana Anak
Fakultas Hukum Unair,Hal: 111) yang dikajinya di amerika bahwa hukum kebiasaan
disana anak dibagi menjadi 4 kategori yakni:
a.
b.
c.
d.

0 - < 7 tahun
7 - < 14 tahun
14- < 21 tahun
21 tahun
Di dalam kategori c pada usia ini terdapat anggapan bahwa,seseorang mampu

melakukan kejahatan dengan sengaja.Dikategori d pada usia ini anggapan tersebut


menjadi kepastian,oleh karena alasan usia (umur) itu sendiri maka seseorang telah
dianggap/diyakini cakap.konsekuensi dari huruf c adalah anak mempunyai keampuan
untuk mempertanggungjawabkan kejahatan yang dilakukannya.untuk kategori d
konsekuensinya adalah dapat dituntu pertanggungjawaban secara penuh

Penggolongan usia anak yang ada di jepang (hal:115) membagi spesifik


mengenai pembatasan usia statistic kepolisian jepang dibagi menjadi lower age group
(= 14-<16 tahun),Middle age group (=16- < 18 tahun),Upper age Group (=18-< 20
tahun) dan Young adult (=20 - <25 tahun). Kategori middle age group sa,apai young
adult dapat diajukan siding di pengadilan anak.mengutip dari Buku Ajar Hukum
Pidana Anak Fakultas Hukum Unair Hal:117, penggunaan batasan usia minimum 12
tahun memiliki berbagai bukti yang menguatkan yakni
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Anak mulai memahami norma


Anak dapat membedakan baik dan buruk
Anak yang sempurna
Masa awal remaja
Masa plural
Sikap hidup, umumnya tenang dan realistis
Sudah mencapai keseimbangan jasmani dan rohani

Sedangkan pelaku pidana penganiayaan yang bermur diatas 21 telah diaktakan


dewasa dan mampu unutk bertanggung jawab penuh sesuai dengan pasal 1 angka 3
UUSPPA tertulis: Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut
dengan anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun,Tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Maka
sesuai dengan pasal 24 UUSPPA tertulis:Anak yang melakukan tindak pidana
bersama-sama dengan orang dewasa atau anggota tentara nasional Indonesia diajukan
ke pengadilan anak,sedangkan orang dewasa atau anggota tentara nasional Indonesia
diajukan ke pengadilan yang berwenang.

3.

Sebutkan 10 hal ciri khas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 dan


bandingkan dengan KUHP beserta KUHAP terkait pemidanaan dan prosesnya

Jawab:
Ciri Khas yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012

dan

perbandingannya dengan KUHP dan KUHAP


a. Hukum sistem peradilan pidana anak dikhususkan untuk mengatur tindak
pidana yang dilakukan oleh anak
b. Didalam KUHAP pasal 153 sidang dinyatakan terbuka untuk umum
sedangkan di dalam PP 27/1983 pasal 6 sidang dinyatakan tertutup untuk
umum, Didalam KUHAP masa penahanan total 150 hari dan masa
perpanjangan 250 hari sedangkan di dalam UUSPPA masa penhanan total 85
c.

hari dan masa perpanjangan 115 hari


Di dalam UUSPPA pasal 1(3) terdapat batasan minimum dan maksimum
yakni 12 sampai 18 tahun dalam pemidanaan anak sedangkan KUHP hanya

mengatur batasan minimum yakni 16 tahun (pasal 45 KUHP)


d. Didalam UUSPPA terdapat diversi sedangkan di dalam KUHP tidak terdapat
diversi
e. Di dalam KUHAP para aparat penegak hukum,penasehat dan petugas lainnya
menggunakan toga atau seragam dinas sedangkan di dalam UUSPPA hal
tersebut tidak dilakukan
f. Di dalam KUHP pidana pokok terdiri dari hukuman mati ,penjara,kurungan
dan denda sedangkan didalam UUSPPA pidana pokoknya berupa pidana
peringatan,peringatan dengan syarat,pelatihan kerja,pembinaan,dan penjara

g. Tujuan Pemidanaan di dalam KUHP yakni sebagai retributive justice


sedangkan di dalam UUSPPA tujuan pemidanaan anak sebagai restoratif
justice
h. Di dalam pasal 27 (1) UUSPPA penyidik dapat meminta saran dan
pertimbangandari tokoh masyarakat setempat sedangkan di dalam KUHAP
hal tersebut tidak dapat dilakukan
i. Di dalam pasal 33 (4) UUSPPA penahanan anak dilakukan di dalam LPAS
sedangkan untuk kejahatan biasa ditempatkan di dalam LAPAS
j. Di dalam UUSPPA diatur mengenai rahasia identitas anak dan korban di
media massa sedangkan di dalam KUHAP tidak diatur mengenai rahasia
identitas .

Tugas Uas Hukum Pidana Anak

Nama

: Fitriansyah andika

Nim

: 031111170

Fakultas Hukum Universitas Airlangga


2015

Anda mungkin juga menyukai