Anda di halaman 1dari 7

CONTINUING MEDICAL CONTINUING

EDUCATION
CONTINUINGMEDICAL
MEDICALEDUCATION
EDUCATION

Akreditasi IDI 3 SKP

Diagnosis dan Tata Laksana Vertigo


pada Sindrom Stroke
Darwin Amir
Guru Besar Tetap, Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/
Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang, Indonesia
Anggota Kelompok Studi (POKDI) Vertigo, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)

ABSTRACT
Vertigo (atau dizziness) dan gangguan keseimbangan adalah gejala ketiga paling umum yang ditemukan di unit gawat darurat. Terdapat
tumpang tindih antara gejala sindrom vestibular akut dengan sindrom vertebrobasilar akut. Gejala yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi posterior variasinya cukup luas tergantung cabang pembuluh darah yang mengalami oklusi (arteri serebeli posterior inferior [posterior
inferior cerebellar artery, PICA], arteri serebeli anterior inferior [anterior inferior cerebellar artery, AICA], atau arteri serebeli superior [superior cerebellar
artery, SCA]), seperti pada sindrom Wallenberg ataupun sindrom pontin inferior lateral. Gejala vestibular akut dengan tanda-tanda vertigo sentral
merupakan hal serius (red flags). Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak mendukung, pemeriksaan CT-scan pada fase akut sensitivitasnya
rendah (sekitar 16%); sensitivitas pemeriksaan MRI cukup tinggi (83%), tetapi fasilitasnya belum tentu tersedia. Karena itu, dokter yang bertugas
di unit gawat darurat perlu meningkatkan keterampilan klinis. Lebih dari 50% pasien dengan sindrom vestibular akut berhubungan dengan
kausa sentral; identifikasi gejala vertigo dengan berbagai variasinya serta tanda-tanda fokal neurologi penting untuk penanganan lebih tepat.
Kata kunci: vertigo, diagnosis, tata laksana, sindrom stroke

ABSTRAK
Vertigo (or dizziness) and equilibrium disorders are the third most common symptom in emergency ward. It can be caused by peripheral or
central pathologic origin. There is an overlap between symptoms of acute vestibular syndrome with acute vertebro-basilar syndrome. Symptoms
associated with posterior circulation disorders have wide variations depends on arteries occluded (PICA [posterior inferior cerebellar artery],
AICA [anterior inferior cerebellar artery] or SCA [superior cerebellar artery]) as seen in Wallenberg syndrome or lateral inferior pontine syndrome.
Differences between peripheral vertigo symptoms such as in Menieres syndrome, BPPV, vestibular neuronitis and labyrinthitis and central
vertigo-related symptoms in the vertebro-basilar insufficiency need to be understood. Laboratory examination does not support diagnosis, CTscan examination in acute phase showed low sensitivity (approximately 16%); MRI is fairly sensitive (83%) but is not universally available. Doctors
in the emergency room need to improve their clinical skills. More than 50% patients with acute vestibular syndrome are associated with central
etiology; identification of vertigo symptoms and neurologic focal signs is needed for more accurate management. Darwin Amir. Diagnosis
and Management of Vertigo in Stroke Syndrome.
Key words: vertigo, diagnosis, management, stroke syndrome

PENDAHULUAN
Vertigo atau dizziness merupakan keluhan
ketiga paling umum yang dilaporkan dalam
praktik dokter atau di klinik; mencakup 3-5%
kunjungan rumah sakit, dan sekitar 25%
dari jumlah tersebut dijumpai di unit gawat
darurat.1 Tidak semua vertigo disebabkan
oleh vestibulopati perifer, tetapi bisa terjadi
akibat patologi sentral. Tergantung tempat
lesi, dapat dijumpai gangguan pendengaran
dan gejala neurologi lainnya. Sebagian
pasien vertigo di unit gawat darurat ternyata
Alamat korespondensi

mengalami transient ischemic attack (TIA),


insufisiensi vertebrobasilar, atau stroke iskemik
vertebrobasilar. Sebaliknya, pada mereka yang
mengalami TIA dan stroke, juga ditemukan
adanya vertigo.2 Karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan neurologi lengkap pada setiap
kasus vertigo yang ditangani di unit gawat
darurat.3
Istilah dizziness sendiri digunakan untuk
keluhan yang berkaitan dengan vertigo,
presinkop, unsteadiness, dan bentuk non-

spesifik lain. Bila terjadi akut, disertai mual


atau muntah, berjalan goyang (unsteady
gait), nistagmus, dan tidak toleran terhadap
gerakan kepala, menetap sampai beberapa
hari atau lebih, disebut sindrom vestibular akut
(dengan/tanpa gangguan pendengaran).1
Stroke dapat disertai vertigo, gangguan berjalan,
dan hilangnya keseimbangan atau koordinasi.
Walaupun vertigo lebih sering terjadi karena
lesi perifer, penyebab sentral perlu diwaspadai
karena dapat merupakan tanda bahaya (red

email: arinisetiawati@yahoo.com

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


flag), terutama pada stroke iskemik batang
otak atau serebelum yang gambarannya
menyerupai vertigo perifer benigna.1
Dasar diagnosis penyebab vertigo sangat
terbatas sehingga sering dijumpai kekeliruan
diagnosis penyebab sindrom vestibular akut.
Karena itu, perlu kewaspadaan, terutama
bagi para dokter yang bertugas di unit gawat
darurat. Salah diagnosis sering terjadi karena
variasi dalam praktik klinis, seperti faktor yang
memengaruhi ketepatan diagnosis, akses
teknologi, ada tidaknya konsultan, pelatihan
yang diikuti, serta perbedaan budaya dan
bahasa.1
EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian pasti gejala vestibular akut
dalam praktik klinis di Indonesia belum ada;
laporan berbagai hasil penelitian di berbagai
negara menunjukkan variasi cukup luas. Di
Jepang, survei retrospektif pada klinik neurootologi mendapatkan 3,5 kasus per 100.000
populasi, sedangkan di Amerika Serikat,
berdasarkan penelitian berbasis rumah
sakit, didapatkan angka 6% dari kunjungan
setiap tahunnya dan 4% dari jumlah
tersebut terdiagnosis stroke (cerebrovascular
disease, CVD). Sebanyak 22% dari total
kunjungan dipulangkan tanpa diagnosis
penyebab. Penelitian lain di Amerika Serikat
melaporkan penyebab paling sering sindrom
vestibular akut adalah patologi sentral dan
gejalanya menyerupai neuritis vestibularis
(pseudoneuritis); penyebabnya didominasi
stroke (83%) dan kondisi demielinasi (11%). Dua
penelitian prospektif menyimpulkan bahwa
pasien sindrom vestibular akut berisiko tinggi
terserang stroke dengan faktor usia dan risiko
vaskuler sebagai entry criteria.1 Sekitar 3,2%
pengidap berbagai jenis vertigo yang datang
ke unit gawat darurat ternyata mengalami TIA
atau stroke, sedangkan pada 17% pasien TIA
atau stroke, ditemukan adanya vertigo.2
Indonesia mencakup 33 provinsi yang memiliki
rumah sakit sendiri-sendiri. Dengan asumsi
rata-rata kunjungan 500 orang setiap hari,
ditambah 502 RSUD tingkat II di kabupaten/
kotamadya, dengan rata rata kunjungan 100
orang setiap hari, 6 hari kerja, akan dijumpai
6 X 500 X 4 X 33 = 396.000 ditambah 6 X 100
X 4 X 502 = 1.204.000, atau sekitar 1.600.000
pasien vertigo setiap bulan; sekitar 400.000 dari
jumlah tersebut merupakan kasus sindrom
vertebro-basilar di unit gawat darurat.

FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Keseimbangan (equilibrium) bergantung pada
input tiga sistem, yaitu visual, proprioseptif,
dan vestibular. Input proprioseptif berasal
dari reseptor, terutama pada leher, kolumna
vertebralis, dan kedua tungkai. Keseimbangan
dapat dipertahankan oleh dua dari tiga input
tadi.11 Sistem vestibular mencakup labirin
telinga tengah, cabang vestibular nervus
VIII, dan berhubungan dengan nukleus
vestibularis di ponto-medullary junction,
batang otak, talamus, dan korteks serebri.
Hubungan dengan nervus III, IV, dan VI
berfungsi memelihara pandangan mata
agar selalu siaga sekalipun dalam keadaan
bergerak4; misalnya, memelihara gerakan
bola mata dan fokus membaca nama jalan,
sementara sedang berjalan atau menyetir10;
jadi, hubungan tersebut bekerja menstabilkan
sistem visual, yakni mata terfiksasi pada target
sekalipun kepala bergerak. Fenomena ini
disebut refleks okulovestibular (vestibuloocular reflex, VOR).
Dasar anatomi fenomena ini ditopang oleh 3
(tiga) neuron11:
Neuron aferen pada ganglion vestibulare,
Interneuron nukleus vestibularis,
Neuron motorik bagian bawah atau
eferen pada nukleus okulomotorius, nukleus
troklearis, dan nukleus abdusen.
Tiga kanalis semisirkularis (horizontal,
anterior, dan posterior) membentuk refleks
okulovestibular dalam posisi angular
(angular vestibulo-ocular refelx, aVOR),
sedangkan dua organ otolit (sakulus dan
utrikulus) membentuk refleks okulovestibular
dalam posisi linear (linear vestibulo-ocular
reflex, lVOR).4 VOR dimediasi oleh nukleus
vestibularis, fasikulus longitudinalis medialis
(FLM), nukleus okularis motorius, serta nervus
kranialis III, IV, dan VI.10

Sensory Input
Visual
Vestibular
Proprioseptif

General Processing
Primary Processor
(Vestibular Nuclear Complex)

Sistem vestibular berperan penting dalam


sensasi gerakan serta memelihara gerakan
kompensasi yang diperlukan untuk menjaga
stabilitas tubuh, kepala, dan mata. Sebagian
besar sistem vestibular dijumpai pada tingkat
batang otak, sedangkan fungsinya berada di
bawah kontrol persepsi kesadaran.4,10
Traktus vestibulospinal lateral, yang berasal
dari nukleus vestibular lateral, memfasilitasi
otot ekstensor tungkai ipsilateral. Serabut
vestibulospinal medial, yang berasal dari
nukleus vestibularis inferior dan medial, turun
secara bilateral melalui fasikulus longitudinalis
medialis dan memengaruhi otot-otot
leher, kepala, tubuh, dan bagian proksimal
tungkai. Jadi, refleks vestibulospinal adalah
mekanisme kunci terwujudnya keseimbangan
yang ditopang oleh tiga kelompok utama
neuron.11

Penting diketahui bahwa semua kanalis


semisirkularis bekerja dengan pasangannya
yang berlawanan (opposed pairs). Masingmasing kanalis horizontal berorientasi
terhadap gerakan yang menyebabkan eksitasi
pada satu sisi, sementara lawannya bekerja
menghasilkan inhibisi di sisi lain. Sementara
itu, neuron aferen primer mempunyai tonic
firing rate; eksitasi dan inhibisi yang dinyatakan
sebagai meningkatnya atau menurunnya firing
rate pada tiap saraf.5 Menundukkan kepala
ke depan akan merangsang kanalis anterior,
dan mendefleksikan kepala ke belakang akan
merangsang kanalis posterior.5,7,11
Organ otolit sensitif terhadap gerakan
akselerasi linear, terjadinya gerakan linear, atau
perubahan orientasi yang berwujud gravitasi.
Organ ini juga berpasangan, masing-masing
dirangsang oleh kepala miring ipsilateral dan
diinhibisi oleh kepala miring kontraletaral.5,7

Motor Output
Primary Processor
(Vestibular Nuclear Complex)

Eye Movement
Positional
Movement

Adaptive Processor
(Cerebellum)

Gambar 1 Diagram yang menggambarkan organisasi sistem vestibular5

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


sentral. Pasien lesi sentral sering mengalami
ketidakseimbangan dan ataksia ketimbang
vertigo yang sebenarnya. Keluhan pasien
dapat berupa tidak mampu berdiri dan
berjalan, atau berjalan dengan bantuan.
Berbeda dengan lesi perifer, nistagmus pada
patologi sentral berubah arah dengan fokus
penglihatan (gaze), tidak mampu memfiksasi
pandangan terutama dalam arah vertikal atau
torsional. Tergantung letak lesi, bisa disertai
dengan gangguan pendengaran atau gejala
neurologis lain.3

Gambar 2 Jaras refleks vestibular26

Bila terjadi asimetri, akan diinterpretasikan


sebagai rotasi kepala; dengan demikian,
lesi nervus VIII yang menyebabkan asimetri
akan menimbulkan vertigo. Jadi, vertigo
adalah sensasi rotasi pada sistem vestibular;
pada sistem lain, seperti penglihatan dan
proprioseptif, tidak terjadi sensasi rotasi.4
NISTAGMUS
Nistagmus adalah osilasi ritmik involunter
mata pada arah horizontal, vertikal, torsional,
atau campuran. Dijumpai gerakan lambat bola
mata pada satu arah diikuti sentakan cepat
pada arah berlawanan. Nistagmus disebabkan
oleh lesi asimetri pada sistem vestibular (bisa
di labirin, nervus VIII, nukleus vestibularis, atau
serebelum).10
Fase lambat bersifat patologik, sedangkan
fase cepat adalah normal, yang merupakan
mekanisme penempatan kembali (reset
mechanism) oleh korteks serebri untuk
memelihara gerakan bola mata agar tetap
normal. Dengan demikian, terjadinya gerakan
sakadik tidak berasal dari VOR, tetapi dari
korteks serebri. Jika fungsi serebrum tidak
ada, umpamanya pada keadaan koma, dan
dilakukan rangsangan nistagmus dengan
tes kalori, mata bergerak dalam fase lambat.4
Nistagmus bisa terjadi akibat penyakit visual,
penyakit labirin, atau kelainan yang mengenai
serebelum atau batang otak.10

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

PATOFISIOLOGI VERTIGO SENTRAL DAN


PERIFER
Sistem vestibular terbagi atas komponen
sentral dan perifer. Organ vestibular normalnya
dalam keadaan tonik dan simetris, yang
bila dirangsang, akan merangsang sistem
vestibular sentral. Informasi ini dikoordinasikan
bersama dengan input sensorik proprioseptif
dan okuler yang diproses melalui jaras
vestibular sentral, yaitu nukleus vestibularis,
sehingga tubuh terpelihara dalam keadaan
sense of position dan sense of balance.5
Vertigo dapat terjadi akibat gangguan perifer
dan sentral. Vertigo perifer merupakan
gangguan yang terbatas pada nervus
kranialis VIII beserta semua struktur distalnya.
Gangguan vertigo perifer mencetuskan
nistagmus pada sisi kontralateral yang akan
tertekan pada fiksasi visual. Nistagmus akan
membaik pada posisi mata melihat ke arah lesi
dan bertambah jelek bila melihat berlawanan
arah lesi. Pasien dapat juga mengeluh serasa
mau jatuh. Gejala vegetatif sering dijumpai,
berupa mual, muntah, keringat dingin,
dan bradikardia. Vertigo perifer, antara lain,
meliputi sindrom Meniere, benign paroxysmal
positional vertigo (BPPV), neuronitis vestibular,
dan labirintitis.14
Tidak semua vertigo terjadi akibat
vestibulopati perifer, bisa juga karena patologi

PATOLOGI STROKE
Stroke adalah terjadinya defisit neurologis
tiba-tiba secara lokal sesuai dengan
distribusi arteri atau vena, yang bisa hilang
dalam beberapa menit atau beberapa jam
(transient ischemic attack, TIA) atau menetap
(stroke komplet), yang disebabkan oleh
aterotromboembolisme, emboli kardiogenik,
penyakit iskemik pembuluh darah kecil, atau
kombinasi beberapa macam penyebab.14
Secara konvensional, stroke dibedakan atas
stroke iskemik yang mencakup sekitar 80%
dari semua stroke, terdiri atas stroke trombosis
(pada orang tua), stroke emboli (biasanya
pada usia lebih muda disertai hipertensi
dan kelainan jantung), dan stroke karena
hipoperfusi. Ketiga bentuk patologi stroke
iskemik ini menggambarkan infark serebri.16
Stroke jenis kedua adalah stroke perdarahan
(hemoragik) dengan frekuensi sekitar 20%.
Stroke hemoragik ini dibedakan lagi menjadi
stroke karena perdarahan intraserebral (PIS)
dan stroke karena perdarahan subaraknoid
(PSA).15,16
Dalam
memahami
stroke,
terdapat
pendekatan teritorial aliran darah (territorial
approach). Secara anatomi, sirkulasi vaskuler
otak dibedakan atas sirkulasi anterior (berasal
dari sistem karotis) yang memasok sekitar
80% organ serebral, termasuk nervus optikus,
retina, serta lobus frontotemporal dan lobus
anterotemporal otak, dan sirkulasi posterior
(berasal dari arteri sistem vertebrobasilar)
yang hanya memasok sekitar 20% bagian
otak, meliputi batang otak, serebelum,
talamus, pusat pendengaran, dan korteks
pusat penglihatan.16
Berdasarkan pendekatan teritorial aliran darah,
stroke dibagi atas stroke sirkulasi anterior
(anterior circulation stroke, ACS) dan stroke
sirkulasi posterior (posterior circulation stroke,

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


PCS). Stroke sirkulasi anterior paling banyak
dijumpai, yakni pada 70% kasus stroke. Oklusi
arteri serebri media beserta cabangnya paling
banyak menyebabkan infark (90%), sekitar
30% melibatkan arteri serebri media cabang
profunda, 50% arteri serebri media superfisial,
serta 10% cabang arteri media profunda dan
superfisial; oklusi arteri serebri anterior hanya
sekitar 2%.18 Stroke sirkulasi posterior (PCS)
terjadi pada sekitar 10-15% (12,31%) kasus
stroke. Area yang terkena adalah batang otak,
serebelum, lobus oksipitalis, dan talamus, yang
dipasok oleh sepasang arteri vertebralis.19
Gambaran Klinis Stroke Sirkulasi
Posterior
Sesuai patologi gangguan sirkulasi posterior,
stroke dapat dibedakan atas:
1. Transient ischemic attack (TIA)
Pada TIA, defisit neurologik membaik dalam 24
jam, umumnya sekitar 30 menit sampai 1 jam
sudah membaik. Namun, bila tidak ditangani
dengan baik untuk mencari faktor risiko dan
dikoreksi, dalam kurun waktu 90 hari dapat
terjadi stroke; separuhnya terjadi dalam waktu
yang lebih cepat.13,16
2. Stroke vertebrobasilar
Aliran darah batang otak, telinga bagian
dalam dan serebelum berasal dari sistem
vertebrobasilar. Oklusi beberapa cabang utama
sistem ini akan menyebabkan vertigo. Gejala
stroke iskemik vertebrobasilar (vertebrobasilar
ischemic stroke, VIS) sangat bervarisasi dan
bergantung pada cabang sirkumferensial
utama yang mengalami oklusi, apakah arteri
serebeli posterior inferior (posterior inferior
cerebellar artery, PICA), arteri serebeli anterior
inferior (anterior inferior cerebellar artery, AICA),
atau arteri serebeli superior (SCA). Sejumlah
penyebab terlibat dalam proses oklusi sistem
vertebrobasilar, terutama aterosklerosis,
emboli, dan diseksi arteri vertebralis. Diseksi
arteri vertebralis dapat terjadi akibat trauma,
manipulasi leher, atau spontan. Penyebab
yang jarang adalah sindrom sub-clavian
steal, gangguan hiperkoagulasi, dan keadaan
inflamasi.3
Gejala stroke iskemik di daerah ini variasinya
sangat luas dan tergantung cabang
yang mengalami oklusi. Oklusi PICA akan
menyebabkan infark di daerah medula
lateral dan memunculkan sindrom medula
lateral yang populer dengan nama sindrom

10

Wallenberg. Manifestasi klinis meliputi vertigo,


nistagmus, gangguan berjalan, ataksia tungkai
ipsilateral dan nyeri atau kesemutan di wajah,
hemianestesia tubuh kontralateral, sindrom
Horner, disfagia, suara serak, dan (jarang)
paralisis nervus fasialis.1,3
Infark pontomeduler lateral (oklusi AICA)
memunculkan sindrom pontin inferior lateral.
Sindrom ini ditandai gejala menyerupai
sindrom Wallenberg dengan beberapa
perbedaan. Gangguan nervus kranialis VII dan
VIII menghasilkan paralisis fasial ipsilateral,
tinitus, dan gangguan pendengaran. Disfagia
dan suara serak juga akan terjadi pada oklusi
AICA.3
Sindrom pontin superior lateral terjadi bila
arteri serebeli superior tersumbat. Pada
sindrom ini, dapat terjadi vertigo, nistagmus,
gangguan berjalan, ataksia tungkai ipsilateral,
nyeri wajah atau kesemutan, hemianestesia
tubuh kontralateral, dan sindrom Horner.
Perbedaan sindrom ini adalah ditemukannya
gangguan rasa getar dan suhu karena
terlibatnya lemniskus medial.1,3,12
Pada keluhan vertigo spontan, klinisi harus
jeli untuk menghindari kesalahan diagnosis
stroke iskemik. Penting dipikirkan terjadinya
stroke pada pasien vertigo akut dengan gejala
dan tanda neurologis secara bersamaan.
Sekali stroke dicurigai, eksplorasi mendalam
perlu dilakukan. Dalam hal ini, perlu dilakukan
pemeriksaan fisik, pencitraan, dan konsultasi
neurologi sebelum memulai pengobatan.12
Insufisiensi Vertebrobasilar
Insufisiensi vertebrobasilar adalah sinonim dari
TIA sistem vertebrobasilar. Per definisi, pasien
mengalami gejala menyerupai apa yang
sudah dirinci di atas, tetapi gejala menghilang
dalam 24 jam. Jika tidak ditangani dengan
baik, proses penyakit akan berkembang
menjadi stroke dengan sekuele permanen.
Faktor risiko dan penyebab identik dengan VIS
(vertebrobasilar ischemic stroke). Sekitar 48%
penderita VIS melaporkan bahwa serangan TIA
telah dirasakan beberapa hari atau beberapa
minggu sebelumnya; 29% pasien mengalami
sekurang-kurangnya satu episode vertigo,
gejala insufisiensi vertebrobasilar sebelum
terjadi VIS. Pasien yang mengalami serangan
TIA vertebrobasilar cenderung berkembang
menjadi stroke lebih cepat dibanding dengan
TIA pada sirkulasi anterior.3

Insufisiensi
vertebrobasilar
sering
menyebabkan vertigo pada orang tua.
Gejalanya berlangsung dari beberapa menit
sampai berjam-jam, khasnya sekitar 8 menit;
vertigo merupakan manifestasi pada sepertiga
pasien. Rekurensi vertigo tanpa disertai tanda
neurologis beberapa bulan kemudian harus
dicurigai disebabkan oleh gangguan lain.1,3
VERTIGO DAN STROKE
Kesalahan diagnosis (missed diagnosis) pada
TIA atau stroke sirkulasi posterior dan vertigo
sering terjadi, mencapai 35% pada pasien
vertigo. Alasan salah diagnosis ini adalah
karena vertigo dapat disebabkan oleh
gangguan non-vestibular (kardiogenik, 8%
pada infark miokard) dan ortostatik (sekitar
37%). Alasan lain adalah karena pasien sering
tidak bisa menceritakan gejalanya dengan
jelas atau, sebaliknya, karena pertanyaan yang
diajukan tidak spesifik.1
Pendekatan
konvensional
dengan
menanyakan kualitas gejala ternyata kurang
efektif. Apakah pasien menggunakan
istilah vertigo, atau rasa berputar (spinning),
melayang (lightheadedness) tidak bermanfaat
dalam menentukan etiologi. Apakah vertigo
atau nonspecific dizziness tidak membantu
memprediksi etiologi pasien. Misalnya, pasien
BPPV sering menggunakan keterangan
tidak spesifik untuk melaporkan gejalanya
dan pasien yang nyata-nyata berpenyakit
jantung sering kali menyebut keluhannya
sebagai vertigo. Karena luasnya spektrum
pengungkapan gejala, pendekatan dokter
di unit gawat darurat menjadi tumpangtindih dalam menyimpulkan vertigo benigna
(BPPV, vestibular neuronitis, dan labirintitis)
dengan etiologi serius (stroke batang otak
dan stroke serebelum).1,5 Meskipun sebagian
besar (93%) dokter mengatakan bahwa jenis
vertigo penting untuk diverifikasi, hanya 13%
dokter di unit gawat darurat yang mampu
mengklarifikasi lamanya serangan, padahal
sangat penting untuk membedakan BPPV
(hitungan detik), TIA (hitungan menit),
penyakit Meniere (hitungan jam), serta
vestibulopati vestibular akut dan stroke
(hitungan hari).3 Demikian juga membedakan
vertigo sentral dan perifer, bahwa pada
vertigo sentral onsetnya hiperakut (sangat
mendadak), sedangkan pada vertigo perifer
onsetnya beberapa menit sampai beberapa
jam.1,3 Rasio ketepatan diagnosis PCS tidak
menunjukkan korelasi dengan hasil MRI-

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


DWI (magnetic resonance imaging-diffusion
weighted imaging), karena hasil pemeriksaan
dapat memberikan 10-30% hasil negatif pada
hari pertama.3
Membedakan Vertigo Sentral dan
Vertigo Perifer
Penajaman analisis gejala perlu dilakukan saat
anamnesis karena penting utnuk membedakan
vertigo sentral dan vertigo perifer. Pada vertigo
sentral, didapatkan vertigo tidak berputar dan
bergerak cepat, tanda dan gejala vegetatif
kurang menonjol, dijumpai defisit neurologi,
seperti diplopia, disartria, disfagia, kesemutan,
paresis, dan ataksia. Pada tes Romberg,
terlihat deviasi nyata dan bisa jatuh, disertai
adanya nistagmus berubah arah menjadi gaze
vertikal. Sementara itu, pada vertigo perifer,
dijumpai rasa berputar hebat (spinning,
rotating and whirling), gejala makin menonjol
setelah gerakan kepala, gejala vegetatif seperti
muntah dan kesemutan sangat jelas, serta
dijumpai nistagmus horizontal, rotasional, dan
tidak pernah vertikal.3
Ditemukannya gejala dan tanda vertigo
sentral merupakan isyarat kewaspadaan dan
harus dicari penyebabnya, apalagi pada lebih
dari 25% sindrom vestibular akut di unit gawat
darurat, didapatkan infark sirkulasi posterior.
Pemeriksaan CT-scan sensitivitasnya rendah
(sekitar 16%) pada infark akut, terutama
fosa posterior, sedangkan pemeriksaan MRI
tidak selalu tersedia. Walaupun MRI lebih
sensitif dari CT-scan, beberapa penelitian
melaporkan hasil pemeriksaan negatif palsu
pada MRI. Artinya, ketrampilan klinis dokter
sangat penting untuk mengidentifikasi pasien
vestibulopati sentral akut.1,9
DIAGNOSIS
Lazimnya, langkah diagnosis dimulai dengan
anamnesis yang tajam dan rinci karena
dengan demikian, 80-90% diagnosis yang
benar sudah bisa dibuat, sisanya (10-20%)
dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Tanyakan
apakah pasien merasa sempoyongan (dizzy
spells), melayang (lightheadedness), atau
merasa pusing berputar (world spin around).
Jawaban afirmatif terhadap pertanyaan
di atas dapat mendeteksi pasien vertigo
sebenarnya.7 Selanjutnya, tentukan apakah
pasien mengidap vertigo perifer atau sentral.
Informasi kunci adalah waktu dan lama vertigo
(tabel 1).

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

Tabel 1 Durasi gejala yang khas untuk membedakan penyebab vertigo8


Durasi Episode
Beberapa detik

Kemungkinan Etiologi
Penyebab perifer:
- Hilangnya fungsi vestibular unilateral
- Neuronitis vestibular akut lanjut
- Penyakit Meniere tahap lanjut

Beberapa detik beberapa menit


Beberapa menit satu jam

BPPV dan fistula perilimfatika


TIA posterior
Fistula perilimfatika
Penyakit Meniere, fistula perilimfatika, migren, dan neuroma akustika
Neuronitis vestibular akut dini, stroke, migren, dan sklerosis multipel
Psikogenik

Beberapa jam
Beberapa hari
Berminggu-minggu

Tabel 2 Faktor pencetus untuk membedakan penyebab vertigo8


Faktor Pencetus
Perubahan posisi kepala
Episode spontan (tidak ada faktor pencetus)
Perubahan tekanan di telinga, cedera kepala, mengejan
berlebihan

Kemungkinan Etiologi
Labirintitis akut, BPPV, tumor sudut
serebelopontin, MS, dan fistula perilimfatika
Neuronitis vestibular akut, CVD (stroke dan TIA), penyakit
Meniere, migren, dan MS
Fistula perilimfatika

Tabel 3 Gejala untuk membedakan penyebab vertigo8


Gejala
Telinga penuh
Adanya tanda neurologi fokal
Hilangnya pendengaran
Gangguan keseimbangan (imbalance)
Nistagmus

Kemungkinan Diagnosis
Neuroma akustik, penyakit Meniere
Tumor sudut serebelopontin, CVD (stroke), dan MS
Penyakit Meniere, fistula limfatika,
neuroma akustik, TIA, dan stroke oklusi AICA
Neuronitis vestibularis, tumor sudut serebelopontin
Vertigo perifer dan sentral

Tabel 4 Penyebab vertigo yang berhubungan dengan hilangnya pendengaran8


Diagnosis
Neuroma akustik
Penyakit Meniere
Sindrom Ramsay Hunt
Fistula perlimfatika
TIA atau stroke AICA atau arteri auditiva interna

Karakteristik Hilangnya Pendengaran


Progresif, unilateral, sensorineural
Sensorineural, awalnya berfluktuasi, dimulai frekuensi rendah,
kemudian progresif dan mengenai frekuensi tinggi
Onset subakut dan akut, unilateral
Progresif, unilateral
Onset mendadak, unilateral

Tabel 5 Membedakan karakteristik vertigo perifer dan sentral8


Gambaran
Nistagmus

Vertigo Perifer
Kombinasi horizontal dan torsional,
dihambat oleh fiksasi mata pada objek

Ketidakseimbangan
Mual dan Muntah
Hilang pendengaran, tinitus
Gejala neurologi
non-auditorik

Ringan-berat, mampu berjalan


Bisa berat
Sering dijumpai
Jarang

Gejala penyerta. Adanya gangguan


pendengaran, nyeri, mual, muntah, atau gejala
neurologi dapat membantu membedakan
penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab
vertigo disertai hilang pendengaran adalah
perifer, kecuali stroke yang mengenai arteri
auditori internal atau AICA. Vertigo sering
berhubungan dengan mual dan muntah
pada neuronitis vestibular akut dan pada
episode penyakit Meniere dan BPPV. Pada
vertigo sentral, mual dan muntah cenderung
tidak hebat. Adanya gejala neurologi seperti
kelemahan, disartria, gangguan penglihatan
dan pendengaran, parastesia, perubahan
tingkat kesadaran, ataksia atau perubahan lain
pada fungsi sensorik dan motorik, memberi
petunjuk gangguan sentral seperti TIA dan
stroke, neoplasma dan sklerosis multipel
(multiple sclerosis, MS).1,7

Vertigo Sentral
Murni vertikal, horizontal, atau torsonal,
tidak dihambat oleh fiksasi mata pada objek,
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa
bulan
Berat, tidak mampu berdiri dan berjalan
Bervariasi
Jarang
Sering

Riwayat penyakit. Petunjuk penting lain


untuk diagnosis vertigo bisa dilihat dari
riwayat penyakit. Usia berhubungan dengan
keadaan yang mendasari vertigo. Pasien usia
tua dengan riwayat diabetes melitus dan
hipertensi lebih berisiko mengalami vertigo
terkait stroke dan TIA.7
Pemeriksaan fisik. Perhatian khusus pada
kepala dan leher, sistem neurologi, dan
sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan nervus
kranialis bertujuan untuk mencari tandatanda kelumpuhan, gangguan pendengaran,
dan nistagmus. Sekitar 80% kasus nistagmus
vertikal disebabkan oleh lesi nukleus
vestibularis dan lesi vermis serebelum.
Nistagmus horizontal spontan dengan atau
tanpa nistagmus rotasional sejalan dengan
neuronitis vestibular akut. Pada vertigo perifer,
pasien masih mampu berjalan, sedangkan

11

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


pada vertigo sentral yang menonjol adalah
instabilitas berat dan tidak mampu berjalan
walaupun tidak sampai jatuh. Tanda Romberg
positif konsisten dengan problem vestibular
dan proprioseptif, tetapi tidak spesifik untuk
diagnosis vertigo; penelitian melaporkan
hanya 19% sensitif untuk gangguan vestibular
perifer dan tidak berkorelasi kuat dengan
vertigo.1,7
Manuver Dix-Hallpike mempunyai nilai
prediktif positif 83% dan nilai prediktif negatif
52% untuk diagnosis BPPV. Intensitas gejala
yang diinduksi dengan uji ini secara khas
berkurang dengan pengulangan manuver
pada vertigo perifer, sedangkan pada vertigo
sentral jarang ditemukan. Kombinasi manuver
Dix-Hallpike dengan riwayat vertigo atau
muntah sugestif untuk gangguan vestibular
perifer. Jika muncul nistagmus vertikal
(biasanya downbeat) atau nistagmus torsional
tanpa periode laten dan tidak berkurang
dengan manuver ulangan, sugestif untuk
penyebab sentral, seperti stroke atau tumor
fosa posterior. Hiperventilasi selama 30 detik
dapat membantu menyingkirkan penyebab
vertigo psikogenik yang berhubungan
dengan sindrom hiperventilasi.7
Pemeriksaan kepala dan leher. Pemeriksaan
telinga harus dilakukan untuk melihat
ada tidaknya vesikel atau kolesteatoma di
membran timpani. Vertigo yang timbul pada
tes manuver Valsava menunjukkan adanya
fistula perilimfatika.7
Pemeriksaan kardiovaskuler. Perubahan
ortostatik tekanan darah sistolik (turun sekitar
20 mmHg) dan nadi (naik 10 denyut per menit)
pada pasien vertigo dalam keadaan berdiri
mengindikasikan adanya masalah hidrasi
atau disfungsi autonom. Perangsangan sinus
karotikus tidak bermanfaat untuk diagnosis,
malah cenderung berbahaya.7
Pemeriksaan neurologis. Tanda-tanda
kelainan neurologis menunjukkan penyebab
sentral sindrom verstibuler akut. Gambaran
utama sindrom vestibular akut meliputi
vertigo, mual atau muntah, dan gangguan
berjalan. Gejala dan tanda lain, yaitu diplopia
dan kesemutan, sangat kuat hubungannya
dengan penyebab sentral.1
Apakah pasien mengidap sindrom vertigo
perifer akut atau sentral? Gejala harus

12

dipertimbangkan
secara
proporsional.
Khasnya, gejala vertigo, disfungsi autonom,
dan gangguan berjalan merupakan pertanda
gangguan vestibular perifer. Di lain pihak,
pada gangguan sentral, dijumpai gangguan
berjalan yang berat dengan vertigo ringan
dan nistagmus, yang mengisyaratkan
adanya gangguan serebelum atau batang
otak, termasuk karena stroke. Dari 30 pasien
stroke serebelum karena oklusi arteri serebeli
superior, dilaporkan muncul gejala muntah
(40%), vertigo (42%), dan tidak bisa berjalan
(67%).1 Hasil tinjuan sistematik atas 7 kasus
serial yang melaporkan tanda neurologis stroke
dengan vertigo akut menunjukkan adanya
tanda-tanda neurologis pada 80% (185 dari
230) pasien. Penyebab sentral teridentifikasi
pada 51% dari 76 pasien sindrom vestibular
akut. Ditemukan pula ataksia trunkal dan
nistagmus (yang menonjol adalah nistagmus
vertikal dan torsional.1
Pemeriksaan
laboratorium.
Uji
laboratorium, seperti elektrolit, gula darah,
darah rutin, dan pemeriksaan fungsi tiroid
hanya bermanfaat pada 1% pasien vertigo.7
Pemeriksaan lain, seperti audiometri, tes
evoked-potential, dan berbagai pemeriksaan
okulomotor
metrik
(elektro-okulografi
kuantitatif ), memberikan hasil yang tidak
mendukung.1
Pemeriksaan radiologi. Pada kasus
vertigo yang disertai tanda neurologis fokal,
pemeriksaan MRI sangat relevan; ditemukan
kelainan pada 40% pasien vertigo yang
disertai tanda fokal neurologis, sedangkan
pada pasien vertigo dengan faktor risiko
CVD, dijumpai infark serebelar kaudal pada
25% pasien. MRI (sensitivitas 83%) lebih tepat
dilakukan ketimbang CT-scan kepala yang
sensitivitasnya hanya 16% untuk diagnosis
vertigo dengan penyebab sentral.1,7 MRI
dan angiografi konvensonal untuk melihat
vaskulatur fosa posterior lebih bermanfaat
mendiagnosis penyebab vaskuler vertigo,
seperti insufisiensi vertebrobasilar, trombosis
arteri labirinti, insufisiensi PICA, dan steal
syndrome subklavia. Neuroimaging juga
dapat digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi bakteri dan neoplasma.
Akan tetapi, neuroimaging tidak perlu
dilakukan pada BPPV, neuronitis vestibular
akut, atau penyakit Meniere.7
Apa yang harus dilakukan jika diagnosis

stroke sebagai penyebab vertigo


ternyata keliru?
Sindrom vestibular akut dengan penyebab
sentral merupakan risiko stroke atau komplikasi
stroke awal, terutama edema iskemik karena
infark serebelum luas. Baik stroke iskemik
ataupun perdarahan serebelum bisa fatal
bila tidak diawasi ketat. Sebuah critical
appraisal diagnosis dan manajemen awal
stroke serebelum memperlihatkan bahwa 1020% pasien mengalami pemburukan dalam
beberapa hari setelah kejadian dan puncaknya
terjadi pada hari ke-3 sesudah infark. Pasien
sindrom vestibular akut yang diduga
penyebabnya perifer, dan gejala klinisnya
stabil saat dipulangkan, ternyata berisiko
mengalami komplikasi stroke beberapa hari
kemudian.
Vertigo sering dijumpai di unuit gawat darurat
dan paling sering berhubungan dengan
kekeliruan diagnosis stroke. Pada pasien
vertigo, 35% di antaranya mengalami stroke
atau CVD. Karena itu, pada pasien sindrom
vestibular akut, patut dicurigai dan, bila
perlu, ditangani sebagai pasien stroke sampai
terbukti bukan.22
PENATALAKSANAAN STROKE DENGAN
VERTIGO
Diagnosis TIA atau stroke biasanya dibuat
setelah pasien dikonsultasikan ke spesialis
penyakit saraf. Diagnosis ditegakkan bila
didapatkan tanda kelainan neurologis fokal
pada sindrom vestibular akut. Tidak mudah
menyingkirkan kemungkinan stroke pada
pasien sindrom vestibular akut, kecuali pada
beberapa kasus yang jelas didiagnosis BPPV.
Pemeriksaan standar, seperti darah rutin,
pencitraan, EKG, dan EEG perlu dilakukan,
terutama pada TIA.
Prioritas tata laksana harus disesuaikan
dengan kondisi pasien. Bila dicurigai TIA atau
stroke iskemik atau perdarahan fosa posterior,
penanganannya mengikuti Guideline Stroke
Perdossi, antara lain mengendalikan tekanan
darah (TD). Tekanan darah diturunkan sekitar
15% (baik sistolik maupun diastolik) dalam
24 jam pertama pascaserangan bila TDS
(tekanan darah sistolik) >220 mmHg dan
TDD (tekanan darah diastolik) >120 mmHg.
Obat antihipertensi yang diberikan adalah
labetolol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin,
atau diltiazem. Pada pasien PIS, bila TDS

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


>200 mmHg, TD diturunkan menggunakan
obat antihipertensi intravena secara kontinu
dengan pemantauan ketat.26
Pada stroke iskemik akut, kalau diindikasikan,
dapat diberikan rtPA (recombinant tissue
plasminogen activator) bila TDS <185 mmHg
dan TDD <110 mmHg. Tekanan darah
dipantau sampai <180/105 mmHg. Dilakukan
pengendalian kadar gula darah serta faktor
risiko lain, seperti dislipidemia dan gangguan
elektrolit. Di samping trombolisis (rtPA), dapat
diberikan antikoagulan dan antiplatelet
(asam asetilsalisilat, klopidogrel). Dilakukan
penanganan faktor risiko, seperti diabetes
melitus dan gangguan irama jantung (fibrilasi
atrium).26

antivertigo boleh diberikan sesuai keluhan.


Acuan standar ialah golongan antikolinergik,
seperti antihistamin (dimenhidrinat), terutama
dalam 24 jam pertama dengan dosis 50-100
mg, 3-4 kali sehari. Antikolinergik jenis lain
jarang digunakan di Indonesia. Golongan
benzodiazepin, seperti diazepam, dapat
diberikan dengan dosis 2-10 mg 3 kali sehari,
tetapi harus diingat bahwa diazepam adalah
kontraindikasi pada stroke fase akut.6
Pemberian betahistin mesilat 12 mg 3-4
kali sehari membuahkan hasil lebih baik
ketimbang dosis 6 mg. Ginkgo biloba 50 mg
3 kali sehari dan golongan penyekat kanal
kalsium (seperti flunarizin 5-10 mg 2 kali sehari
dan sinarizin 75 mg 3-4 kali sehari) dilaporkan
memberikan hasil cukup baik.10,13

SIMPULAN
Pasien sindrom vestibular akut dengan
serangan lebih dari 24 jam akan banyak
dijumpai di unit gawat darurat, dan
intensitasnya bervariasi mulai dari ringan
sampai fatal. Pembedaan diagnosis utamanya
adalah antara neuritis vestibular dan stroke
akut. Pemeriksaan fisik yang dilengkapi
petunjuk pada anamnesis dapat membantu
identifikasi sindrom vestibular akut, di samping
perhatian akan isyarat kewaspadaan (red
flags) untuk stroke, terutama bila ditemukan
episode prodromal sepintas atau vertigo
berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.
Penatalaksanaan stroke dilakukan sesuai
guideline, sementara untuk gejala vertigo,
diberikan obat antivertig

Untuk gejala vertigo pada stroke, obat


DAFTAR PUSTAKA
1.

Tarnutzer AA, Berkowitz AL, Robinson KA, Hsieh YH, Newman-Toker DE. Does my dizzy patient have a stroke? A systematic review of bedside diagnosis in acute vestibular syndrome. CMAJ.
2011;183(9):E571-92.

2.

Newman-Toker DE. When is acute dizziness a cerebrovascular problem? [Internet]. 2006 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://content.lib.utah.edu/cdm/ref/collection/ehsl-nam/
id/307

3.

Thompson TL, Amedee R. Vertigo: A review of common peripheral and central vestibular disorders. 2009;9(1):20-8.

4.

Gizzi M, Diamond SP. Anatomy and Physiology of the Vestibular System. In: Kaplan PW, Fisher RS, editors. Imitators of Epilepsy. 2nd edition. New York: Demos Medical Publishing; 2005.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7363/.

5.

Hain TC, Helmisnki JO. Anatomy and physiology of the normal vestibular system [Internet]. 2007 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.health.utah.edu/987E4B92-445E-47E38355-123A08558344/.

6.

Harsha WJ, Phillips JO, Backous DD. Clinical anatomy and physiology. In: Vertigo and disequilibrium. A practical guide to diagnosis and management. Weber PC, editor. New York-Stuttgart:
Thieme; 2008. p. 41-51.

7.

FitzGerald MJT, Gruener G, Mtui E. Clinical neuroanatomy and neuroscience. 5th international ed. USA: Saunders-Elsevier; 2007. p. 233-8.

8.

Lambuguen RH. Initial Evaluation of vertigo. Amer Family Physician. 2006;73(2):244-51.

9.

Kattah JC, Talkad AV, Wang DZ, Hsieh YH, Newman Toker DE. Hints to diagnose stroke in the acute vestibular syndrome: Three-step bedside oculomotor examination more sensitive than
early mri diffusion-weighted imaging. Stroke. 2009;40:3504-10.

10. Eggenberger E, Lovell K. Vertigo and dizziness; Vestibular system disorders-Summary [Internet]. 2012 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://learn.chm.msu.edu/NeuroEd/neurobiology_disease/content/otheresources/vestibulardisorders.pdf.
11. Young PA, Young PH, Tolbert DL. Basic clinical neuroscience. 2nd ed. Philadelphia: Wolters KluwerLippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 167-71.
12. Brown MM. Identification and management of difficult stroke and TIA syndromes. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001;70(Suppl 1):i17-22. http://jnnp.bmj.com/content/70/suppl_1/i17.full
13. Hain TC. Dizziness due to TIA and stroke [Internet]. 2011 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/central/strokes/tia.html.
14. Espay A, Biller J. Concise neurology. Philadelphia: Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 48-75.
15. Drislane FW, Benatar M, Chang BS, Acosta JA, Croom JE, Tarulli A, et al. Blueprints neurology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 91-101.
16. Lewandowski C, Santhakumar S. Ischemic posterior circulation stroke [Internet]. 2011 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.uic.edu/com/ferne/pdf/posterior0501.pdf.
17. Sarikaya H, Arnold M, Engelter ST, Lyrer PA, Mattle HP, Georgiadis D, et al. Outcomes of intravenous thrombolysis in posterior versus anterior circulation stroke. Stroke. 2011;42:2498-502.
18. Libman RB, Kwiatkowski TG, Hansen MD, Clarke WR, Woolson RF, Adams HP. Differences between anterior and posterior circulation stroke in TOAST. Cerebrovasc Dis. 2001;11(4):311-6.
19. Tao WD, Liu M, Fisher M, Wang DR, Li J, Furie KL, et al. Posterior versus anterior circulation infarction: how different are the neurological deficits? Stroke. 2012;43(8):2060-5.
20. Kerber KA, Brown DL, Lisabeth LD, Smith MA, Morgenstern LB. Stroke among patients with dizziness, vertigo, and imbalance in the emergency department: A population-based study.
2006;37(10):2484-7.
21. Fitzsimmons BF. Cerebrovascular disease: Ischemic stroke. In: Current diagnosis & treatment, neurology. International ed. Brust JCM, editor. Boston-Toronto: McGrawHill; 2007. p. 42-6.
22. Pope JV, Edlow JA. Avoiding misdiagnosis in patients with neurological examination [Internet]. 2012 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.hindawi.com/journals/
emi/2012/949275/.
23. Vega J. Dizziness, vertigo and brainstem strokes [Internet]. 2008 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://stroke.com/b/2008/02/22/dizziness-vertigo-and-brainstem-strokes.html.
24. Hankey GJ. Your questions answered. Stroke. Edinburg-Toronto: Churchill Livingstone; 2002. p. 65-6.
25. Pokdi Stroke PERDOSSI. Guideline Stroke; 2011.
26. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victors principles of neurology. 9th ed. New York-Toronto: McGrawHill; 2009. p. 276.

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

13

Anda mungkin juga menyukai