Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH SKENARIO 4

ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT - PENCEGAHAN (IKGM-P)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
Andre Kurniawan

1306366653

Asby Nia Annisa

1306402173

Bella Nadya P

1306366685

Devia Tasya R

1306366703

Faizah Haniyah

1306404172

Ghina Sharfina

1306366722

Lutfi Laili N

1306366470

Nurrachma Hakim

1306366565

Sarah Yuristha

1306413776

Sere Yulia M. S.

1306440423

Thadila Arinka V

1306366180

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS INDONESIA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok 3
tentang skenario 4 pada mata kuliah IKGM-P ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan pada fasilitator kelompok 3, drg. Peter Andreas M.
Kes, Seluruh staf pengajar mata kuliah IKGM-P, dan seluruh anggota kelompok 3 yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyusunan laporan ini, dan pihak-pihak lain yang telah
turut membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik melalui
laporan ini. Namun, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, tentu masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Laporan ini tentu masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari staf pengajar, teman-teman, dan
siapapun yang membaca laporan ini. Akhir kata kami mengharapkan laporan ini dapat
bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.

Depok, 29 September 2016


Penyusun

Kelompok 3

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
KATA PENGANTAR ..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................4
1.1 Klarifikasi Istilah Asing ...........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................5
1.3 Analisis Masalah.......................................................................................5
1.4 Hipotesis...................................................................................................5
1.5 Sasaran Pembelajaran ..............................................................................5
BAB II: ISI ...............................................................................................................7
2.1 Perbedaan Oral Health Promotion dan DHE...........................................7
2.2 Stages of Change......................................................................................8
2.3 Health Belief Model ................................................................................10
2.4 Teori Perubahan Sosial ............................................................................13
2.5 Teori Difusi Inovasi..................................................................................16
2.6 Motivasional Interviewing.......................................................................23
2.7 Community Participation.........................................................................29
2.8 Pemberdayaan Masyarakat ......................................................................32
2.9 Model PRECEDE dan PROCEED...........................................................41
2.10 Oral Health Literacy...............................................................................45
BAB III: PENUTUP.................................................................................................52
3.1 Kesimpulan...............................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................53

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Klarifikasi Terminologi / Konsep Asing
-

PRECEDE - PROCEED (Lawrence W Green): merupakan model yang digunakan


untuk promosi dan pendidikan kesehatan

Stages of Change Model: transtheoretical model


Tahapan stages of change model
a. Pre-contemplation
b. Contemplation
c. Planning/preparation
d. Action
e. Maintenance

Health Beliefs Model:


Konsep
a. Perceived susceptibility
b. Perceived severity
c. Perceived beneficial
d. Perceived barrier
e. Cues to action
f. Self-efficacy

Teori Difusi-Inovasi
Terdapat 4 elemen difusi:
a. Inovasi
b. Saluran komunikasi
c. Jangka waktu
d. Sistem sosial
4

Teori Perubahan Sosial


a. Teori evolusi
b. Teori konflik
c. Teori fungsionalis
d. Teori siklus/siklis

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara melakukan tindak promotif-preventif kesehatan gigi dan mulut melalui
tindakan perubahan perilaku pada individu dan komunitas?
1.3 Analisis Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pencegahan penyakit gigi dan mulut?
2. Bagaimana cara menentukan strategi pencegahan dan pengendalian penyakit gigi dan
3.
4.
5.
6.
7.
8.

mulut yang tepat?


Apa saja program yang termasuk kedalam preventif penyakit gigi dan mulut?
Apa saja level level pencegahan?
Apa saja kebijakan pencegahan?
Bagaimana strategi pencegahan berdasarkan life cycle?
Apa yang dimaksud dengan pendekatan Evidence Based Dentistry (EBD)?
Apa saja langkah-langkah dari pendekatan EBD?

1.4 Hipotesis
Pendidikan kesehatan dapat mengubah perilaku individu dan komunitas yang mengarah pada
Oral Health Literacy
1.5 Sasaran Belajar
1. Menjelaskan perbedaan DHE dan oral health promotion
2. Menjelaskan teori dan intervensi perilaku individu dan komunitas
a. stages of changes
b. HBM
c. Teori perubahan sosial
d. Teori Difusi-Inovasi
e. Intervensi: motivasional interviewing; metode
komunikasi,interaksi,adopsi,difusi,inovasi,partispasi dan pemberdayaan
3. Menjelaskan model PRECEDE PROCEED untuk pembuatan advokasi program
kesehatan gigi dan mulut
5

4. Menjelaskan persyaratan perubahan perilaku individu dan komunitas (Oral Health


Literacy)

BAB 2
ISI

2.1 Perbedaan Oral Health Promotion dan Dental Health Education


Oral Health Promotion

Health promotion berkaitan dengan penentu kesehatan yang lebih luas dan bertujuan pada
pengurangan resiko melalui kebijakan dan aksi yang sensitif. Promosi dari kesehatan mengatur dimana
seseorang tinggal, bekerja, belajar dan bermain secara jelas paling kreatif dan jalan yang efektif dari
meningkatkan kesehatan rongga mulut dan secara tidak langsung pada kualitas hidup. 1
Kesehatan yang baik merupakan sumber daya utama untuksosial, ekonomi dan pembentukan
pribadi. Faktor politik, ekonomi, sosial, kultur, lingkungan, tingkah laku dan biologis dapat meningkatkan
atau merusak kesehatan. Aksi promosi kesehatan bertujuan untuk membuat kondisi ini kondusif untuk
kesehatan. Promosi kesehatan menaruh kesehatan pada agenda pembuat kebijakan pada seluruh sektor
dan segala tingkatan, secara langsung membuat masyarakat sadar dengan konsekuensi kesehatan dari
pilihan dan untuk menerima tanggung jawab kesehatan mereka. Kebijakan promosi kesehatan
mengkombinasikan beragam namun pendekatan komplemen tertermasuk legislative, perhitungan fiscal,
pajak dan perubahan organisasi. Promosi kesehatan bekerja melalui konsentrasi dan komunitas yang
efektif

pada

menetapkan

prioritas,

pembuat

keputusan,

perencanaan

strategi

dan

mengimplementasikannya untuk meraih sehat yang lebih baik. 1


Promosi kesehatan pada dasarnya berkaitan dengan aksi dan advokasi untuk mengatasi berbagai
faktor penentu yang berpotensi dimodifikasi kesehatan, tidak hanya yang terkait dengan tindakan
individu, seperti perilaku kesehatan dan gayahidup, tetapi juga faktor-faktor seperti pendapatan dan status
sosial, pendidikan, pekerjaan dan kondisi kerja, akses kelayanan kesehatan yang layak, dan lingkungan
fisik. Kombinasi ini menciptakan kondisi kehidupan yang berbeda yang berdampak pada kesehatan.
Mencapai perubahan dalam gaya hidup ini dan kondisi hidup yang menentukan status kesehatan,
dianggap hasil kesehatan menengah.2

Dental Health Education


Pendidikan kesehatan terbentuk secara sadar kesempatan untuk belajar melibatkan beberapa
bentuk komunikasi yang dirancang untuk meningkatkan melek kesehatan (health literacy), termasuk
meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan keterampilan hidup (life skills) yang kondusif untuk
kesehatan individu dan masyarakat.2

Edukasi kesehatan tidak hanya berhubungan dengan komunikasidari informasi melainkan juga
dengan membina motivasi, skills dan confidence (self-efficacy) perlu mengambil tindakan untuk
meningkatkan kesehatan. Edukasi kesehatan termasuk komunikasi dari informasi mengenai kondi
sisosial, ekonomi dan lingkungan yang mendasari berdampak pada kesehatan, serta faktor-faktor risiko
individu dan perilaku berisiko, dan penggunaan sistem perawatan kesehatan. Dengan demikian,
pendidikan kesehatan mungkin melibatkan komunikasi informasi, dan pengembangan keterampilan yang
menunjukkan kelayakan politik dan kemungkinan organisasi berbagai bentuk tindakan untuk mengatasi
faktor-faktor penentu sosial, ekonomi dan lingkungan kesehatan. 2
Pada zaman dahulu, edukasi kesehatan digunakan sebagai istilah untuk mencakup berbagai aksi
termasuk mobilisasi sosial dan advokasi. Sekarang sistem ini dicakup dalam istilah promosi kesehatan
dan definisi yang lebih sempit dari pendidikan kesehatandiusulkan di sini untuk menekankan perbedaan. 2

2.2. Stages Of Change


Stages of Change Model diperkenalkan oleh Proschaska dan DiClemente pada tahun
1979, dimana dimulai dari pekerjaan/projek mereka mengani penghentian adiksi rokok, obatobatan dan alcohol. Teori ini membahas mengenai kesiapan individu dalam mengadopsi
perubahan perilaku untuk hidup yang lebih sehat. Model ini menunjukkan bahwa perubahan
perilaku merupakan suatu proses bukan suatu kejadian, dengan berbagai macam level motivasi
dan kesiapan dari masing-masing individu.
Konsep utama dari teori ini adalah bahwa tiap individu melalui tahapan (stage) kesiapan yang
berbeda dan suatu individu dapat berada di tahapan manapun pada suatu waktu. Tahapan ini
bersifat sirkular, bukan linear. Pada suatu waktu, orang dapat saja keluar dari siklus sirkular ini
atau mungkin kembali melalui tahapan-tahapan yang ada lagi (recycle). Oral health educator
dapat menggunakan teori ini untuk menilai kesiapan individu dalam menghadapi perubahan dan
menyesuaikan edukasi kesehatan yang sesuai dengan kondisi kesiapan individu.
Tahapan-tahapan perubahan tersebut adalah:
1. Precontemplation : tidak menyadari/unaware terhadap masalah kesehatan, tidak memiliki
pemikiran untuk melakukan suatu perubahan
2. Contemplation : sadar/aware akan masalah kesehatan dan memiliki pemikiran mungkin
akan melakukan suatu perubahan.

3. Preparation : membuat rencana untuk melakukan perubahan


4. Action : praktik perilaku kesehatan
5. Maintenance : mempertahankan dan melanjutkan perilaku kesehatan yang telah dilakukannya
6. Relapse : melanjutkan kebiasaan atau perilaku dulu.

Observasi dan mendengarkan dengan baik respon terhadap pertanyaan yang diajukan selama
penilaian dapat memberikan petunjuk mengenai berada di dalam tahap/stage apakah kesiapan
individu. Upaya edukasi yang sesuai dengan stage kesiapan individu akan menghasilkan perubahan
perilaku. Hal yang perlu diperhatikan dalam model ini adalah seseotang mungkin saja mengalami
pergeseran stage dalam suatu waktu. Misalnya, minggu ini individu tersebut tidak siap mengadopsi
perilaku baru karena berada dalam stage yang berbeda, namun mungkin saja minggu depan atau
waktu lain ia dapat kembali siap melakukan perubahan.

2.3. Health Belief Model


Konsep dari Health Belief Model (HBM) adalah perilaku kesehatan ditentukan oleh
kepercayaan personal atau persepsi pribadi mengenai penyakit dan strategi untuk menurunkan
kemunculan penyakit tersebut.3 Teori perilaku ini paling sering digunakan dalam pendidikan dan
promosi kesehatan.3 Terdapat 4 persepsi sebagai kontruksiutama dari HealthBelief Model, yaitu
perceived seriousness, perceived susceptibility, perceived benefits, dan perceived barriers.3
Masing-masing dari persepsi tersebut, secara independen maupun kombinasi, dapat digunakan
untuk menjelaskan perilaku kesehatan. Saat ini, model HBM telah berkembang dengan
menambahkan konstruksi lainnya, yaitu cuestoaction, modifyingfactors, dan self-efficacy.3

10

Gambar 1. HealthBelief Model (1)


Konstruksi Teori HBM3
1. Perceived Seriousness
Konstruksi ini menjelaskan kepercayaan individu tentang keseriusan atau
keparahan suatu penyakit. Persepsi dari keseriusan ini sering berdasarkan informasi
medis atau pengetahuan, tetapi terkadang juga dapat berasal dari kepercayaan seseorang
tentang bagaimana sebuah penyakit dapat berdampak kepada kehidupannya secara
umum. Sebagai contoh, sebagian masyarakat menganggap flu sebagai penyakit minor.
Ketika kita terkena flu, hanya dengan beristirahat kita dapat sembuh. Namun, jika
individu memiliki asma, pada saat ia terkena flu maka perlu pergi ke rumah sakit. Pada
kasus asma tersebut, persepsi mengenai flu dapat menjadi penyakit yang serius.
2. Perceived Susceptibility
Risiko personal atau susceptibility adalah salah satu dari persepsi terkuat dalam
mendorong individu untuk mengadopsi perilaku kesehatan. Semakin besar perceivedrisk,
semakin besar pula kemungkinan keterlibatan perilaku untuk mengurangi risiko.
Perceived susceptibilitymemotivasi individu untuk melakukan vaksinasi untuk influenza,
untuk menggunakan sunscreen dalam mencegah kanker kulit, dan untuk menggunakan
dental floss dalam mencegah penyakit gingiva dan kehilangan gigi.
Ketika individu percaya bahwa mereka berisiko terkena suatu penyakit, mereka
akan melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi. Namun, hal sebaliknya juga
11

terjadi. Ketika individu percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko yang
rendah, perilaku kesehatan yang buruk dapat muncul. Sebagai contoh, pada lansia karena
mereka tidak berisiko terkena infeksi HIV, kebanyakan dari mereka tidak melakukan
hubungan seks yang aman.
Namun, terkadang walaupun risiko personalnya tinggi, perilaku kesehatannya
juga masih buruk. Contohnya, mahasiswa dengan risiko terkena HIV tinggi tetapi masih
melakukan seks bebas. Jadi, perceivedofsusceptibilitymenjelaskan perilaku di beberapa
situasi tertentu saja. Hanya dengan persepsi risiko meningkat belum tentu dapat
mengarah kepada perubahan perilaku.
Ketika perceived of susceptibility dikombinasikan dengan seriousnes, akan menghasilkan
perceived threat. Jika persepsi ancaman terhadap penyakit serius berarti ada risiko yang
nyata, maka perilaku akan berubah.
3. Perceived Benefits
Perceived benefits adalah opini individu mengenai nilai atau kegunaan dari
perilaku baru dalam menurunkan risiko dari perkembangan penyakit. Seorang individu
ingin mengadopsi perilaku kesehatan yang baik ketika mereka percaya bahwa perilaku
baru itu akan menurunkan perkembangan penyakit. Sebagai contoh, apakah seseorang
sanggup menderita kelaparan dengan hanya mengonsumsi 5 buah dan sayur, jika mereka
tidak tahu keuntungannya? Tentu saja tidak. Perceived benefits merupakan peran penting
dalam adopsi perilaku preventif sekunder, seperti screening.
4. Perceived Barriers
Ini merupakan evaluasi individu terhadap tantangan yang akan dihadapi pada saat
seorang individu mengadopsi perilaku baru. Dari semua konstruksi yang ada, perceived
barriers adalah penentu perubahan perilaku yang paling signifikan. Untuk mengadopsi
perilaku baru, seorang individu harus percaya bahwa keuntungan dari perilaku baru
tersebut melebihi konsekuensi dari perilaku lama. Hal tersebut akan memungkinkan
mengatasi tantangan atau batasan yang ada sehingga perilaku baru dapat diadopsi.
5. Modifying Variables
Empat konstruksi mayor dari persepsi dimodifikasi oleh beberapa variabel
lainnya, seperti budaya, tingkat edukasi, pengalaman, kemampuan, dan motivasi. Variabel
tersebut merupakan karakteristik individu yang dapat mempengaruhi persepsi personal.
6. Cues to Action

12

Sebagai tambahan untuk keempat persepsi dan variabel modifikasi, HBM


menjelaskan bahwa perilaku juga dipengaruhi oleh cuestoaction. Cuestoactionadalah
peristiwa, masyarakat, atau benda yang menggerakkan seseorang untuk mengubah
perilaku mereka. Sebagai contoh, penyakit dalam keluarga, berita media, kampanye
media massa, saran dari orang lain, ataupun label peringatan kesehatan pada produk.
7. Self-Efficacy
Pada tahun 1988, self-efficacy ditambahkan ke dalam 4 persepsi dari HBM. Selfefficacy adalah kepercayaan dalam kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu.
Seorang individu biasanya tidak mencoba untuk melakukan sesuatu yang baru, kecuali
kalau mereka percaya bahwa mereka sanggup. Jika seorang individu percaya bahwa
perilaku baru itu berguna (perceived benefit), tetapi dia tidak merasa mampu
melakukannya (perceived barrier), maka perilaku tersebut tidak akan pernah diadopsi.

2.4 Teori Perubahan Sosial


Perubahan adalah sesuatu yang pasti terjadi pada setiap invididu. Perubahan dapat terjadi
secara lambat dan cepat, pengaruhnya pun ada yang lambat dan cepat. Perubahan yang terjadi
disuatu masyarakat merupakan hal yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke
bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Menurut Kingsley Davis, perubahan
sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. MacIver
menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah perubahan-perubahan dalam hubungan sosial
(social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan
sosial. JL. Gillin dan JP. Gillin mengatakan bahwa perubahan sosial adalah suatu variasi dari
cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, idiologi maupun karena adanya difusi ataupun
penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan
sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat yang dapat mempengaruhi
sistem sosial.4
1. Teori Evolusioner
Menurut teori ini, perubahan sosial memiliki arah yang tetap yang dilalui oleh
semua masyarakat. Jadi semua masyarakat pasti akan melalui urutan perkembangan yang
sama, mulai dari tahap perkembangan awal sampai tahap perkembangan akhir. Jika sudah

13

sampai tahap terakhir, maka perubahan evolusioner pun berakhir. Menurut Auguste
Comte, tokoh dari teori ini, masyarakat bergerak dalam tiga tahap perkembangan yaitu:
- Tahap teologis (theological stage) dimana masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai
supernatural
- Tahap metafisik (metaphysical stage) merupakan tahap peralihan dari
kepercayaan terhadap unsur supernatural menjadi prinsip-prinsip abstrak yang
berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
- Tahap positif atau ilmiah (positive stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
2. Teori Siklus
Pada teori ini, perubahan sosial dilihat sebagai suatu siklus karena sulit diketahui
awal mula terjadinya perubahan sosial. Jika dianalogikan, teori ini seperti sebuah roda
yang berputar, terkadang manusia ada di atas tetapi terkadang ada di bawah. Pada teori ini
ditekankan bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak berakhir melainkan
suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran dan kemajuan, keteraturan dan
kekacauan. Berarti proses peralihan masyarakat tidak berakhir pada tahap terakhir yang
sempurna melainkan berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan
berikutnya.
3. Teori Nonevolusioner
Teori ini sebetulnya merupakan perbaikan dari ide-ide teori evolusioner yang
cenderung dalam menganalisis perubahan sosial menekankan pada pendekatan uniliner
dan tidak terbukti karena tidak sesuai dengan kenyatan. Menurut teori ini, masyarakat
bergerak dari tahap evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya
perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Meskipun ada kesamaan dengan teori yang
sebelumnya tetapi tidak semua masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang sama.
Gerhard Lenski, tokoh dari teori ini, menyatakan bahwa masyarakat bergerak
dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti bertani, bercocok-tanam, masyarakat
industri, dll berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Terdapat tiga konsep kunci untuk memahami konsep ini yaitu:
- Keberlanjutan (continuity). Meskipun masyarakat mengalami perubahan tetapi
tetap ada unsur-unsur di dalamnya yang tidak berubah, misalnya sistem
kalender serta sistem abjad. Unsur-unsur itu tidak berubah karena sangat
berguna dan menjawab kebutuhan semua lapisan masyarakat.

14

Inovasi, dihasilkan dari penemunan-penemuan maupun proses difusi dari


budaya lain. Setiap masyarakat memiliki tingkat inovasi yang berbeda-beda
bergantung pada seberapa banyak orang yang dapat menghasilkan inovasi,
seberapa banyak orang yang menyebarkan inovasi tersebut, seberapa penting
inovasi itu bagi masyarakat yang bersangkutan serta apakah masyarakat

tersebut mau menerima ide-ide baru itu.


Kepunahan (extinction) berarti menghilangnya kebudayaan atau masyarakat

itu sendiri.
4. Teori Fungsional
Pada teori ini, perubahan dianggap sebagai sesuatu yang konstan dan tidak
memerlukan penjelasan. Talcott Parson, salah satu tokoh dari teori ini, melihat
masyarakat seperti organ tubuh manusia, dimana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai
organ yang saling berhubungan satu sama lain maka masyarakat pun mempunyai
lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama
lain.4 Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang
harmonis antar bagian. Setiap lembaga masyarakat pun memiliki tugasnya masingmasing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.
5. Teori Konflik
Teori ini mengatakan bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik
yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Jadi
menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok
besar yaitu yang berkuasa (borjuis) dan yang dikuasai (proletar).4
Hasil dari pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan
memunculkan masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang
disebut dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus
menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap perubahan akan menunjukkan
keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelas sosial
lainnya.
2.5. Teori Difusi Inovasi
Rogers

(1983)

mendefinisikan

difusi

sebagai

proses

dimana

suatu

inovasi

dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota
15

suatu sistem social.5 Difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu
proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jadi, difusi-inovasi berarti
penggabungan ide-ide, produk atau program yang inovatif yang telah terbukti berhasil ke dalam
kegiatan pendidikan kesehatan. Difusi berbeda dengan diseminasi yang mencakup perencaan,
usaha sistematis untuk memaksimalkan pencapaian dan adopsi program, strategi atau kebijakan
baru. Difusi juga merupakan outcome dari usaha diseminasi.5
Elemen Difusi Inovasi
Menurut Rogers (1983) dalam proses difusi inovasi terdapat 4 elemen pokok, yaitu: suatu
inovasi, dikomunikasikan melalui saluran komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi
diantara anggota-anggota suatu sistem sosial.5
1. Inovasi (gagasan, tindakan atau barang) yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya.
2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada
khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan
efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau
perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran
interpersonal.
3. Jangka waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat
berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses
pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat
dalam menerima inovasi), dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Tahapan Proses Difusi5

16

Tahapan proses difusi terdiri dari beberapa tahap, yang pertama yaitu perkembangan
inovasi,

lalu

diseminasi,

adopsi,

implementasi,

maintenance,

sustainability

dan

institusionalization. Selama fase perkembangan inovasi, social marketing sering digunakan untuk
desain, target, dan implementasi inovasi promosi kesehatan atau produk. Proses diseminasi
membutuhkan perencanaan untuk mempersuasi kelompok target untuk mengadopsi inovasi. Pada
fase adopsi, beberapa isu membutuhkan perhatian: kebutuhan adopter sasaran, sikap dan nilai,
bagaimana mereka merespon akan inovasi, faktor apa yang kemungkinan dapat meningkatkan
adopsi, sebarapa potensial adopter dapat dipengaruhi untuk mengubah perilakunya, dan halangan
dalam mengadopsi inovasi dan bagaimana mereka dapat menguasai.
Pada proses implementasi inovasi, calon pengguna akan berfikir tentang masalah apa
yang akan ditemui dan mencari sumber daya untuk mendukungnya. Tahap pemeliharaan dan
keberlanjutan termasuk penggunaan program yang terus-menerus dan tahap terakhir adalah
pelembagaan (institusionalisasi) ke dalam komunitas atau organisasi.
Keputusan untuk mengadopsi dipengaruhi oleh 3 jenis pengetahuan: (1) awareness
knowledge dimana inovasi ada, (2) procedural knowledge tentang bagaimana menggunakan
inovasi dan (3) principle knowledge atau mengetahui tentang bagaimana inovasi bekerja. 5 Jadi
keputusan untuk mengadopsi inovasi tidak hanya berdasarkan pengetahuan tetapi juga perubahan
sikap
Teori Difusi Inovasi menyediakan suatu proses penyebaran dan penerapan inovasi. Teori
ini merupakan teori tingkat komunitas, bukan hanya individu atau kelompok. Oleh karena
itu,teori ini dirancang untuk membantu membuat keputusan yang memengaruhi populasi besar
seperti komunitas dan institusi. Hal tersebut dapat mencakup pengembangan kebijakan yang
memengaruhi perilaku kesehatan atau pembuatan keputusan.
Proses Putusan Inovasi5
Penerimaan

atau

penolakan

suatu

inovasi

adalah

keputusan

yang

dibuat

seseorang/individu dalam menerima suatu inovasi. Menurut Rogers (1983), proses pengambilan
keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang/individu berlalu dari pengetahuan
pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai
memutuskan untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan
17

terhadap keputusan inovasi. Pada awalnya Rogers (1983) menerangkan bahwa dalam upaya
perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada
seseorang tersebut, yaitu:
1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi
sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang
membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik
pada hal tersebut.
3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau
menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya
sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan
putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.
Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu
inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh
lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1983) merevisi kembali teorinya tentang
keputusan tentang inovasi yaitu: Knowledge (pengetahuan), Persuasion (persuasi), Decision
(keputusan), Implementation (pelaksanaan), dan Confirmation (konfirmasi).5
1. Tahap pengetahuan.
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu
informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi
yang ada, bisa melalui media elekt ronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal
diantara masyarakat. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam
pengambilan keputusan, yaitu: (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan
(3) Pola komunikasi
2. Tahap persuasi.
Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail mengenai
inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.
18

3. Tahap pengambilan keputusan.


Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang keuntungan/kerugian
dari menggunakan inovasi dan memutuskan apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi.
4. Tahap implementasi.
Pada tahap ini mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbeda-beda tergantung pada
situasi. Selama tahap ini individu menentukan kegunaan dari inovasi dan dapat mencari
informasi lebih lanjut tentang hal itu.
5. Tahap konfirmasi.
Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari pembenaran atas
keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan
yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.
Proses pengambilan keputusan inovasi dapat dilihat pada gambar berikut (Rogers, 1983):

Model tersebut menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu
inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh
terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of
innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi
(communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen
perubah (change agent).
19

Faktor-faktor Penting dalam Proses Difusi5


Sebagian inovasi menyebar dengan cepat dan luas (seperti internet), sedangkan sebagian lemah
dan tidak pernah diadopsi, yang lainnya diadopsi tetapi setelah itu dilarang. Terdapat 3 kelompok
variabel yang digunakan menjelaskan perbedaan hasil ini:

1. Karakteristik inovasi
Karakteristik inovasi paling berpengaruh terhadap kecepatan dan perluasan adopsi dan
proses difusi. Karakteristik inovasi yang mempengaruhi inovasi yang berpengaruh
terhadap proses difusi antara lain:
a. Keuntungan relative (relative advantage)
Derajat saat suatu inovasi tampak lebih baik daripada gagasan, praktik,program, maupun
produk yang digantikannya
b. Kesesuaian (compatibility)
Seberapa konsisten inovasi tersebut terhadap nilai-nilai, kebiasaan, pengalaman, dan
kebutuhan pemakai potensialnya. Jika inovasi tersebut sesaui dengan penggunanya maka
akan lebih mudah diadopsi. Jika adopter potensial dapat beradaptasi, berubah dan
memodifikasi inovasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing, inovasi tersebut akan
lebih mudah diadopsi
c. Kompleksitas (complexity)
Sebarapa sulit inovasi itu dipahami atau digunakan.

Inovasi yang mudah untuk

digunakan akan lebih mudah diadopsi, sedangkan semakin kompleks kemungkinan untuk
berhasil diadopsi semakin kecil. Inovasi yang dapat dipecah ke dalam beberapa bagian
dan diadopsi bertahap, akan lebih mudah diadopsi.
d. Daya kelola (trialability)
Sejauh mana inovasi tersebut dapat diujicoba

sebelum

kesepakatan

untuk

menggunakannya dicapai.
e. Daya observasi (observability)
Sejauh mana inovasi itu memberikan hasil yang nyata dan jelas. Jika keuntungan dari
suatu inovasi mudah untuk teridentifikasi dan visible, inovasi tersebut akan mudah
diadopsi
2. Karakteristik adopter (individu yang menerima inovasi)
Proses adopsi inovasi oleh seorang individu yang normal, distribusinya berbentuk bell-

shaped, dengan 5 kategori adopter :


Innovator: orang pertama yang menggunakan
20

Adopter pemula: tertarik tetapi tidak ingin menjadi oreang pertama yang menggunakan
Adopter mayoritas pemula: menerima inovasi begitu orang lain yang disegani menerima

inovasi tersebut
Adopter mayoritas terlambat: orang yang skeptis dan telat menggunakan
Adopter terlambat (laggard): orang yang terakhir terlibat, jika memang terlibat.

Rogers dalam Mc Kenzie (1997) menjelaskan dalam menerima inovasi baru bahwa
kelompok inovator hanya berkisar 2% sampai 3% saja dalam populasi, sedangkan untuk
kelompok Early adopter hanya mencapai 14% saja dalam suatu populasi, untuk early
majority dan late majority masing-masing 34% dalam suatu populasi dan untuk kelompok
laggard mencapai 16%.

Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian tentang
difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya pengadopsi dari
waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran inovasi akan menghasilkan
jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun berikutnya jumlah pengadopsi akan lebih
banyak dan setelah sampai pada puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah pengadopsi akan
menyusut. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh
struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi
dan konsekuensi inovasi. Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu
sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu,
3. Lingkungan atau kondisi
Inovasi dapat terdiseminasi dengan baik pada kondisi tertentu dan tidak baik pada kondisi
lain. Beberapa kondisi berbeda dan organisasi dapat mempengaruhi proses difusi. Hal
tersebut dapat dikategorikan sebagai (1) geographical setting, (2) societal culture, (3)
political condition dan (4) globalisasi atau keseragaman. Variabel yang berhubungan
dengan letak geografis biasanya hanya memiliki konsekuensi langsung atau personal
21

bagi adopter, sedangkan jenis variabel lain memiliki konsekuensi baik individual dan
organisasi atau sistem. Jeringan social penting bagi kelompok variabel societal culture
dan berhubungan dengan variabel politik dan organisasi

Selain kriteria di atas, biaya suatu inovasi juga harus diperhitungkan. Biaya tersebut mencakup
biaya pembelian program atau produk dan waktu untuk melatih individu untuk menggunakan
inovasi tersebut.

Pemahaman tentang kesiapan adopter merupakan kunci untuk memilih metode terbaik guna
memotivasi individu agar mau menerima gagasan, produk, atau program yang baru. Adopter
pemula dan mayoritas pemula, serta adopter mayoritas telat secara keseluruhan merupakan
kelompok paling besar yang perlu diyakinkan bahwa gagasan, produk atau program yang baru
adalah demi kepentingan mereka.

2.6 Motivational Interviewing (MI)


MI adalah gaya komunikasi kolaboratif untuk memperkuat motivasi dan komitmen
seseorang untuk berubah. MI merupakan strategi yang sering digunakan untuk merubah perilaku
seseorang secara konsisten dengan teori kontemporer perubahan perilaku. 6 Kekuatan MI
22

didefinisikan dari kemitraan, semangat dan kepercayaan diri pasien, MI dilakukan dengan teknik
dan strategi yang spesifik. Dengan MI, telah terbukti bahwa dengan strategi tersebut dapat
memberikan efek positif bagi perubahan perilaku sehat yang berhubungan kebiasaan merokok,
olah raga dan mengurangi berat badan, perawatan diabetes, medikasi, penggunaan kondom dan
kesehatan gigi dan mulut. Sistematik review telah mempublikasikan promosi kesehatan gigi dan
mulut dengan MI. Para peneliti sepakat bahwa MI merupakan cara efektif untuk promosi
kesehatan gigi dan mulut, hanya satu dari sembilan review artikel yang menuliskan secara
spesifik tentang MI dan perubahan perilaku terkait kesehatan gigi dan mulut. Delapan artikel lain
menyebutkan penggunaan MI dalam pendekatan dengan pasien diabetes, pengguna narkoba,
perokok, dan orang dengan faktor resiko HIV. MI adalah pendekatan dengan pusatnya adalah
pasien, menggunakan metode komunikasi yang menjelaskan secara langsung tujuan perubahan
perilaku tersebut, untuk memperkuat motivasi pasien dalam melakukan perubahan yang positif.
Melalui pengalaman, Miller menemukan bahwa seseorang akan benar-benar tergugah hatinya
untuk berubah apabila tenaga kesehatan menjelaskan tujuan dan manfaat dari perubahan atau
nilai positif yang akan diterima pasien nantinya. Miller juga menemukan bahwa dengan metode
MI yaitu dengan gaya komunikasi yang persuasif, dapat langsung meningkatkan resistensi dan
menghindari perilaku buruk sebelumnya.6
Pada dasarnya MI adalah dasar teori yang menyatakan bahwa motivasi adalah hal yang
diperlukan untuk merubah kebiasaan, dan dapat dicapai dengan memunculkan nilai atau
keinginan seseorang dan kemampuan untuk berubah. Hal tersebut berlandaskan pada
kemungkinan pasien untuk menafsirkan dan mengintegrasikan informasi kesehatan dan
perubahan perilaku jika dianggap relevan dengan situasinya saat ini.
Komponen MI6
Ulasan mengenai prinsip MI akan berfokus pada pendekatan yang dapat digunakan untuk
memperoleh perubahan perilaku dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut dan konseling gigi.
Fondasi dari MI bukan hanya berasal dari keterlibatan pasien semata, namun juga dilihat dari
rasa saling menghormati antara pasien dan dokter, kolaborasi bersama agar pasien dengan tulus
ikhlas mau berubah untuk yang terbaik bagi dirinya. Dokter tidak boleh memberikan solusi untuk
masalah yang dihadapi pasien, namun hanya mendorong dan memotivasi pasien untuk
menemukan solusi terbaik bagi dirinya sendiri. Menggunakan prinsip-prinsip MI, dokter harus
23

mengikuti isyarat dari pasien dengan cara mendengarkan, bertanya, mendengarkan dan
memberi informasi.
Penggunaan prinsip-prinsip tersebut dapat memungkinkan pasien untuk mengungkapkan
pandangannya tentang manfaat dan kerugian yang ia dapatkan terkait dengan pola perilaku
tertentu dan menentukan tindakan apa yang seharusnya diambil. Pada akhirnya, keputusan
berada ditangan pasien, bukan dokter.

Dalam hal ini, dokter mengizinkan pasien untuk membuat proses pengambilan keputusan
secara mandiri. Berikut ini adalah 4 prinsip utama dalam MI, yaitu:6

24

1. Resisting the righting reflex: menghindari menggunakan metode komunikasi providercentered untuk menyelesaikan masalah pasien. Tuntun pasien untuk memecahkan
masalahnya sendiri.
Hubungan pasien dan dokter pada masa lalu mencerminkan bahwa dokter seolah
memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi dan solusi bagi masalah pasiennya.
Namun, hal tersebut ternyata dapat menghindari terjadinya komunikasi dua arah. Untuk itu,
penelitian telah menunjukkan bahwa rata-rata tenaga kesehatan menginterupsi pasien setelah
18 detik, dengan mengirimkan pesan non-verbal yang menunjukkan bahwa pesan yang
disampaikan pasien tidak dihargai. Ketika dokter menegaskan keinginan pasien, maka
hubungan dan kepercayaan antar keduanya akan terbangun. Ketika kepercayaan telah
terbangun maka pasien dapat dengan jelas mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan
menyelesaikan ambivalensi mereka tentang perubahan. Ketika pasien mengekspresikan
resistensi untuk merubah atau mengadopsi perilaku baru, maka dokter harus terus mendorong
dan memotivasi pasien. Intinya, tunjukkan rasa simpati kita dengan mendengarkan dan
mengakui otonomi pasien. Sekali lagi, pendekatan kolaboratif memungkinkan untuk mencari
solusi kolaboratif dan konsisten bagi pasien.
2. Memahami motivasi pasien: memahami antara perilaku pasien saat ini dan tujuan atau nilai
penting yang harus dicapai.
Prinsip yang kedua adalah memahami motivasi pasien. Apa yang dirasakan pasien
saat ini, status, perilaku, dan nilai internal seperti apa yang mungkin menciptakan ketegangan
atau ketidaknyamanan. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita dapat memberikan alasan
untuk perubahan. Langkah pertama adalah dengan menggunakan pertanyaan terbuka dan
reflektif, dengan mendengarkan dan memberikan informasi klinis tentang nilai, sikap dan
keyakinan pada pasien. Mencoba menanyakan motivasi pada skala 1 sampai 10, dimana 10
adalah benat-benar termotivasi. Di skala keberapa motivasi anda untuk berubah?. Ketika
pasien dapat mengidentifikasi motivasi dalam diri mereka, kita harus dapat memperjelas
dengan menanyakan apa yang memberi anda motivasi untuk berubah; apa yang harus
anda lakukan untuk mencapainya?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kita gunakan
untuk mengeksplorasi tingkat ketertarikan dan kepercayaan diri mereka untuk terlibat dalam
perilaku baru yang mereka inginkan.
25

3. Mendengarkan pasien: mendengarkan pasien melalui penerimaan, penegasan, pertanyaan


terbuka, dan mendengarkan pasien dengan memberikan refleksi.
Memberikan pertanyaan terbuka kepada pasien, setelah itu mendengarkan respon
pasien, menyimpulkan ekspresi mereka dan berempati. Dengan demikian kita dapat berfokus
pada pasien dan mendorong mereka menentukan solusi terbaik bagi dirinya.
4. Memberdayakan pasien: memberikan dorongan kepada pasien melalui support,
kepercayaan diri dan optimistik.
Aspek penting lain dari MI adalah mendengarkan untuk change talk. Change talk adalah
ekspresi keinginan, alasan, kemampuan dan kebutuhan pasien untuk membuat perubahan dalam
perilaku kesehatan. Ekpresi ini mungkin timbul secara alami sebagai hasil dari open-ended
questions dan reflections. Jawaban dari change talk ini menyediakan kesempatan untuk
mengeksplorasi pilihan-pilihan dan menegaskan komitmen untuk perubahan.
Strategi dan Teknik dalam MI
1. Asking Permission: Berkomunikasi dengan menghormati pasien. Pasien lebih mungkin
untuk membahas perubahan ketika ditanya, daripada ketika diberi kuliah atau diberitahu
untuk berubah.
Dengan menanyakan pertanyaan berikut ini:
-

Apakah anda keberatan jika kita berbicara tentang.?

Dapatkah kita berbicara sedikit tentang. Anda?

Saya melihat pada riwayat medis anda bahwa anda memiliki hipertensi, bolehkah kita
berbicara tentang bagaimana gaya hidup mempengaruhi hipertensi?

Bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan tentang kebiasaan anda sehingga saya
bisa mengerti situasi yang lebih baik?

2. Elicit-Provide-Elicit (Asking, Listening, Informing): Suatu pendekatan praktisi dengan


bertanya, mendengarkan, dan menginformasikan yang mendorong pasien untuk berbicara
dan mendengar motivasi intrinsik untuk berubah. Strategi ini memunculkan alasan pasien

26

untuk berubah dengan meminta mereka memberi pendapat untuk kebutuhan atau alasan
untuk berubah.
Dengan menanyakan pertanyaan berikut ini:
-

Mengapa anda ingin membuat perubahan ini?

Jika anda memutuskan untuk membuat perubahan ini, bagaimana cara anda untuk
berhasil?

Apakah 3 alasan terbaik anda untuk melakukannya?

Seberapa pentingkah anda melakukan perubahan ini, skala 1-10, dimana 0 tidak penting
sama sekali dan 10 sangat penting?
[follow-up questions: dan mengapa memilih 8 dibanding 3?]

Simpulkan kemudian tanyakan : jadi menurutmu apa yang harus kamu lakukan?

Dampak dari MI vs. Non MI6

27

2.7 Community Participation


Partisipasi masyarakat dalam kesehatan adalah ketika masyarakat memiliki hak dan
keajiban untuk berpartisipasi secara individu aupun berkelompok dalam merencanakan dan
mengimplementasikan pelayanan kesehatannya (WHO,1978)
Menurut Arnstein (1969), partisipasi masyarakat dapat digambarkan menggunakan
tangga untuk mendemonstrasikan bagaimana partisipasi dapat bergerak dari tingkat terbawah
dari manipulasi, yaitu terapi dan informasi ke tingkat tengah yaitu consuling dan placating, dan
sampai ke tingkat tertinggi dari partnership, delegated power, dan citizen control demonstrate
citizen power.7

Rifkin dkk (2000), mengdentifikasi tiga pendekatan yang berbeda pada partisipasi masyarakat
dan kesehatan.7

28

1. Pendekatan medis
Partisipasi masyarakat dinilai sebagai tanggapan masyarakat terhadap instruksi petugas
kesehatandan dan mengambil tindakan uuntuk meningkatkan kesehatannya
2. Pendekatan perencanaan kesehatan
Masyarakat berpartisipasi dalam merencanakan dan mengirimkan pelayanan kesehatan
yang tepat
3. Pendekatan pengembangan masyarakat
Fokus pendekatan ini melebihi dari pelayanan kesehatan, yakni lebih luas lai dari
penentuan kesehatan dan masyarakat menentukan dan berperan dalam mempengaruhi
kondisi kesehatan mereka.
Partisipasi masyarakat dalam kesehatan tidak selalu terrefleksikan melalui program dan
peraturan. Tahun 1980 merupakan hilangnya masa pendekatan medis dan perencanaan melalui
program struktural, hal tersebut kemudian tergantinkan oleh adanya partisiasi masyarakat yang
semakin populer. Pergantian paradigma tersebut disebabkan karena program-program partisipasi
masyarakat bukan menghasilkan pemberdayaan masyarakat, melainkan hanya kerangka yang
berorientasi pada target. Kerangka yang ada sekarang telah melibatkan paradigma yang ada
dimasyarakat. Perubahan yang terjadi berupa peralihan konsep promosi kesehatan top-down
menjadi buttom-up.
Rifkin et al (2000), mambagi partisipasi masyarakat kedalam lima faktor ; Needs
Assessment, Leadership, Organization, resource mobilization, dan management. Masing-masing
faktor memiliki assessment dari derajat partisipasinya, dari sempit dampai luas, yang
tergambarkan pada diagram. Penilaian sempit diartikan bahwa hampir semuanya dikontrol oleh
tenaga profesional atau pihak pihak luar) sedangkan luas diartikan bahwa masyarakat sebagai
pemilik dari program kesehatan yang mereka terapkan.7

29

Drapper (2010) membentuk lima komponen sebagai indikator partisipasi masyarakat yang
penting digunakan untuk mengevaluasi tingkat pertisipasi yang telah ada di masyarakat.
Komponen tersebut adalah:7
1. Siapa pemimpinnya
Apakah berasal dari masyarakat atau dari tenaga profesional. Pemimpin yang berasal dari
masyarakat menunjukkan tingginya partisipasi masyarakat
2. Perencanaan dan manajemen
Hal ini untuk melihat seberapa besar kerjasama antara tenaga profesional dengan
masyarakat
3. Keterlibatan wanita
Melihat seberapa besar wanita berperan aktif dalam upaya peningkatan kesehatan
masyarakat. Semakin banyak wanita yang mengambil andil, semakin besar penilaian
partisipasi masyarakat.
4. Sumber eksternal
Berupa dukungan untuk pengembangan program dalam hal keuangan dan desain
program. Hal ini dapat menilai seberapa besar kemampuan masyarakat dalam
menggerakkan dan mengontrol sumber yang ada.
5. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi menilai seberapa jauh masyarakat terlibat dalam hal pengawasan
dan pengevaluasian program-program kesehatan yang ada.

2.8 Pemberdayaan Masyarakat

30

Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakatmerupakan bagian yang sangat


penting dan bahkan dapat dikatakansebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses
pemberianinformasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secaraterus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembanganklien, serta proses membantu klien, agar klien
tersebut berubahdari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), daritahu menjadi
mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampumelaksanakan perilaku yang diperkenalkan
(aspek practice).8 Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya(a)
pemberdayaan

individu,

(b)

pemberdayaan

keluarga

dan

(c)

pemberdayaan

kelompok/masyarakat.8 Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat merupakan upaya atau


proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali,
mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan.
Berdasarkan dari batasan tersebut, dapat diuraikan tujuan pemberdayaan masyarakat
di bidang kesehatan, antara lain sebagai berikut:9
1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan bagi
individu, kelompok atau masyarakat.
Pengetahuan dan kesadaran tentang cara memelihara dan meningkatkan kesehatan
merupakan awal dari pemberdayaan masyarakat. Kuncinya terletak pada keberhasilan
membuat klien tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya Karies) adalah masalah
baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang klien yang bersangkutan belum mengetahui
dan menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka klien tersebut tidak akan
bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut. Saat klien telah menyadar masalah
yang dihadapinya, maka ia harus diberikan informasi umum lebih lanjut tentang masalah
tersebut.
2. Timbulnya kemauan atau kehendak sebagai bentuk lanjutan dari kesadaran dan
pemahaman terhadap objek, dalam hal ini kesehatan.
Kemauan atau kehendak merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu
tindakan. Teori lain untuk kondisi ini disebut sikap atau niat sebagai indikasi akan
timbulnya suatu tindakan. Berlanjut atau tidaknya kemauan menjadi tindakan tergantung
pada berbagai faktor.Faktor yang paling utama ialah sarana atau prasarana untuk
mendukung tindakan tersebut.
3. Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan berarti masyarakat
Timbulnya kemampuan kesehatan, baik individu maupun kelompok, mampu
mewujudkan kemauan atau niat kesehatan dalam bentuk tindakan atau perilaku sehat.
31

Dalam hal ini, berarti masyarakat telah mampu mencukupi faktor yang mendukung
berlanjutnya kemauan seperti sarana dan prasarana, dana, dan sebagainya. Individu,
kelompok, atau masyarakat yang mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan sarana atau
prasarana kesehatan adalah masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan. Masyarakat
yang mandiri di bidang kesehatan apabila :
1) Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan, terutama di lingkungan atau masyarakat setempat. Oleh sebab
itu, masyarakat harus memiliki pengetahuan kesehatan yang baik (health literacy)
meliputi :
a) Pengetahuan tentang penyakit, baik penyakit menular maupun tidak
menular meliputi :
i. Nama atau jenis penyakit
ii. Tanda atau gejala penyakit
iii.
Penyebab penyakit
iv. Cara penularan penyakit
v. Cara pencegahan penyakit
vi. Tempat pelayanan kesehatan yang tepat untuk pengobatan
b) Pengetahuan tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap
sehat meliputi :
i. Kebutuhan zat dan gizi atau nutrisi bagi tubuh yaitu karbohidrat,
ii.

protein, lemak, vitamin, dan mineral.


Jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi yang

iii.

dibutuhkan tubuh, baik secara kualitas maupun kuantitas.


Akibat atau penyakit yang dapat timbul karena kekurangan gizi,

dan sebagainya.
c) Perumahan sehat dan sanitasi dasar untuk menunjang kesehatan keluarga
atau masyarakat. Pengetahuan ke lingkungan meliputi :
i. Ventilasi dan pencahayaan rumah.
ii. Sumber air bersih.
iii.
Pembuangan tinja dan pembuangan air limbah.
iv. Pembuangan sampah, dan sebagainya.
d) Pengetahuan tentang bahaya merokok dan zat-zat lain yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan atau kecanduan yakni narkoba
(narkotika dan obat-obatan berbahaya).
2) Mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri secara mandiri, berarti masyarakat
bersangkutan mampu menggali potensi masyarakat setempat untuk mengatasi
masalah kesehatan mereka. Misalnya di suatu masyarakat yang kekurangan air

32

bersih, masyarakat bergotong-royong baik tenaga, pikiran, maupun dana untuk


pengadaan air bersih. Dapat juga meminta bantuan ke pemerintah daerah setempat
atau swasta sehingga masyarakat dapat memperoleh bantuan untuk pengadaan air
bersih.
3) Mampu memelihara dan melindungi diri, baik individual, kelompok, atau
masyarakat dari ancaman kesehatan. Dengan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan yang tinggi, masyarakat mampu memelihara dan melindunginya dari
segala bentuk ancaman kesehatan. Dengan kata lain masyarakat mampu
melakukan antisipasi dengan upaya pencegahan. Misalnya masalah banjir
merupakan ancaman kesehatan, karena dengan terjadinya banjir merupakan
ancaman kesehatan yakni timbulnya penyakit diare, mata, kulit, dan lain-lain.
Oleh sebab itu, dengan gotong-royong masyarakat dapat melakukan perbaikan
saluran air limbah, pembangunan tempat-tempat sampah agar tidak terjadi
penyumbatan saluran air, dan sebagainya. Penghijauan lingkungan pemukiman
penduduk secara bersama-sama adalah suatu upaya untuk melindungi masyarakat
yang bersangkutan dari polusi.
4) Mampu meningkatkan kesehatan,

baik

individual,

kelompok,

maupun

masyarakat. Kesehatan individu, kelompok, maupun masyarakat harus senantiasa


diupayakan terus menerus (health promoting community). Masyarakat yang
berdaya

di

bidang

kesehatan

harus

mampu

meningkatkan

kesehatan

masyarakatnya secara terus menerus. Adanya kelompok kebugaran atau olahraga


tertentu di suatu komunitas merupakan perwujudan dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat.
Kementerian Kesehatan mempunyai rumusan lain tentang pemberdayaan
masyarakat yaitu : Pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitasi yang bersifat
noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar
mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahannya
dengan memanfaatkan potensi setempat dari fasilitas yang ada, baik dari instansi
lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.
Batasan yang dikemukakan oleh Kementerian Kesehatan tidak jauh berbeda
dengan batasan yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi hanya terdapat penekanan
pada pendekatan noninstruktif.

33

Dengan demikian, pemberdayaan masyarakat pada akhirnya akan menghasilkan


kemandirian masyarakat. Kemandirian masyarakat ialah kemampuan masyarakat
untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahan
masalahnya dengan memanfaatkan potensi setempat tanpa tergantung pada
bantuan pihak luar.
A. Prinsip Pemberdayaan Masyarakat10
1. Menumbuhkembangkan potensi masyarakat
Potensi dalam masyarakat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu potensi
sumber daya manusia (penduduk) dan potensi sumber daya alam (kondisi
geografi).Potensi sumber daya manusia dapat diuraikan dalam bentuk kuantitas, yaitu
jumlah penduduk, dan dalam bentuk kualitas, yaitu status atau kondisi sosial ekonomi
penduduk.Tinggi rendahnya potensi sumber daya manusia di suatu komunitas
ditentukan oleh kualitas, bukan kuantitas.Sedangkan potensi sumber daya alam
adalah anugerah dari Tuhan (given).Potensi sumber daya alam kurang penting jika
dibandingkan dengan potensi sumber daya manusia.
Peran petugas atau provider adalah memampukan masyarakat untuk mengenal
potensi mereka sendiri.Masyarakat dibimbing untuk mengembangkan potensi tersebut
sehingga masyarakat dapat menemukan upaya pemecahan masalah yang tepat
berdasarkan kemampuan yang mereka miliki.
2. Mengembangkan gotong-royong masyarakat
Potensi masyarakat tidak akan tumbuh dan berkembang apabila tidak terjadi
gotong-royong diantara anggota masyarakat itu sendiri. Peran petugas atau provider
ialah

memotivasi

dan

memfasilitasi

agar

gotong-royong

terjadi

di

masyarakat.Pendekatan dilakukan melalui tokoh masyarakat.


3. Menggali kontribusi masyarakat
Pengembangan potensi yang ada di masyarakat pada dasarnya merupakan upaya
agar masing-masing anggota masyarakat berkontribusi sesuai dengan kemampuannya
terhadap program yang direncanakan bersama. Bentuk kontribusi dari masing-masing
anggota masyarakat, baik dalam bentuk maupun besarnya, tentunya berbeda satu
sama lain. Kontribusi masyarakat antara lain dalam bentuk tenaga, pemikiran atau
ide, dana, bahan bangunan, dan lain-lain. Petugas atau provider kesehatan bersama

34

dengan tokoh masyarakat setempat harus dapat menggali kontribusi sebagai bentuk
partisipasi masyarakat.
4. Menjalin kemitraan
Kemitraan memiliki peran yang sangat penting.Masyarakat mandiri adalah
perwujudan dari kemitraan di antara anggota masyarakat itu sendiri atau masyarakat
dengan pihak-pihak di luar masyarakat yang bersangkutan, baik pemerintah maupun
swasta. Petugas atau provider kesehatan harus memotivasi dan memfasilitasi
masyarakat untuk menjalin kemitraan dengan pihak lain. Misalnya apabila
masyarakat ingin membangun jembatan untuk memudahkan akses ke pelayanan
kesehatan, maka pihak provider dapat memfasilitasi advokasi kepada sektor
pembangunan, misalnya pemerintah daerah atau dinas pekerjaan umum setempat.

5. Desentralisasi
Pendekatan yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah taman
bunga artinya adanya keanekaragaman upaya tetapi dalam konteks pemberdayaan
masyarakat. Contoh Posyandu, sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat
seharusnya tidak seragam kegiatannya, tetapi harus didasarkan pada masalah dan
kebutuhan setempat.
Petugas atau provider kesehatan bekerja dengan masyarakat (work with the community)
dalam memberdayakan masyarakat, bukan bekerja untuk masyarakat (work for the community).
Peran petugas atau provider kesehatan, antara lain sebagai berikut.
-

Memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan atau program pemberdayaan.


Memotivasi masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan atau program

bersama untuk kepentingan bersama dalam masyarakat tersebut.


Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat. Hal ini dapat
dilakukan dengan pelatihan yang bersifat vokasional.

B. Model/Bentuk Pemberdayaan Masyarakat10


1. Tokoh atau pemimpin masyarakat (Community leaders)
Pemimpin atau tokoh masyarakat dapat bersifat formal (Camat, Lurah, Ketua
RW/RT) dan informal (Ustad, Pendeta, Kepala Adat).Masyarakat di Indonesia masih
paternalistic yaitu menganut pada sosok tertentu di masyarakatnya (tokoh
35

masyarakat).Petugas atau provider kesehatan harus memanfaatkan tokoh masyarakat


sebagai potensi yang harus dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat.
2. Organisasi masyarakat (Community organization)
Dalam masyarakat ada organisasi formal maupun informal, misalnya PKK, Karang
Taruna, Majelis Taklim, dan sebagainya.Organisasi masyarakat ini merupakan potensi
yang baru dimanfaatkan dan mitra kerja dalam upaya memberdayakan masyarakat.
Pengalaman telah membuktikan bahwa Posyandu dan Polindes juga telah menjadi
organisasi masyarakat, merupakan wujud kerja sama dari kemitraan antara
Puskesmas, pemerintahan setempat, PKK dan sebagainya. Seharusnya Posyandu
dibentuk berdasarkan kebutuhan dari masyarakat setempat bukan berdasarkan target
dari Puskesmas.
3. Pendanaan masyarakat (Community fund)
Contoh potensi masyarakat sebagai perwujudan community fund yang perlu dijaga
kelestariannya dan dikembangkan adalah Dana Sehat/JPKM (Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat), Tabulin (Tabungan Ibu dan Anak), dan Tassia (Tabungan Ibu
Bersalin).
4. Material masyarakat (Community material)
Sumber daya alam pada masing-masing

daerah

dimanfaatkan

untuk

pembangunan.Misalnya, di Pulau Lembeh Sulawesi Utara, dengan kekayaan alam


batu dan pasir, melalui tradisi Mapalus (gotong-royong), terwujudlah rumah sehat
bagi seluruh warga.Dengan adanya prestasi desa ini, WHO memberikan penghargaan
untuk masyarakat di pulau ini.
5. Pengetahuan masyarakat (Community knowledge)
Semua bentuk penyuluhan kesehatan kepada masyarakat merupakan contoh
pemberdayaan masyarakat yang meningkatkan komponen pengetahuan masyarakat
(community

knowledge).

Kegiatan

penyuluhan

kesehatan

akan

bernuansa

pemberdayaan masyarakat apabila dilakukan dengan pendekatan community based


health education). Contoh, lomba membuat poster tentang pesan kesehatan pada
event tertentu.Disediakan hadiah bagi pemenang untuk memotivasi warga
setempat.Hasilnya (yang dimenangkan) dipasang di tempat umum. Dengan begitu,
poster yang berisi pesan kesehatan akan menjadi sumber pengetahuan bagi
masyarakat (community knowledge).
36

6. Teknologi masyarakat (Community technology)


Teknologi sederhana yang lahir dari masyarakat merupakan potensi untuk
pemberdayaan masyarakat. Petugas atau provider kesehatan dapat mengadopsi dan
memodifikasinya sehingga dapat dimanfaatkan di tempat lain atau diperluas. Contoh,
penyaaringan air bersih dengan menggunakan pasir atau arang.Teknologi sederhana
ini dapat dilakukan oleh setiap orang.
C. Indikator Hasil Pemberdayaan Masyarakat9,10
1. Input
1) Sumber daya manusia, yaitu tokoh masyarakat baik formal maupun informal
yang berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat.
2) Besarnya dana yang digunakan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat,
baik dana yang berasal dari kontribusi masyarakat setempat maupun dari
bantuan luar.
3) Bahan-bahan, alat-alat atau materi lain yang digunakan untuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
2. Process
1) Jumlah penyuluhan kesehatan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan.
2) Frekuensi dan jenis pelatihan dilaksanakan di masyarakat yang bersangkutan
dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
3) Jumlah tokoh masyarakat atau kader kesehatan yang telah diintervensi atau
dilatih sebagai motivator pemberdayaan masyarakat.
4) Pertemuan masyarakat dalam rangka perencanaan atau pengambilan
keputusan untuk kegiatan pemecahan masalah masyarakat setempat.
3. Output
1) Jumlah dan jenis UKBM (upaya kesehatan yang bersumber daya masyarakat)
misalnya Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana Sehat, dan sebagainya.
2) Jumlah orang atau anggota masyarakat yang telah meningkat pengetahuan dan
perilakunya tentang kesehatan.
3) Jumlah anggota keluarga yang mempunyai usaha untuk meningkatkan
pendapatan keluarga (income generating).
4) Meningkatnya fasilitas umum di masyarakat, dan sebagainya.
4. Outcome
1) Menurunnya angka kesakitan dalam masyarakat.
2) Menurunnya angka kematian umum dalam masyarakat.
37

3) Menurunnya angka kelahiran dalam masyarakat.


4) Meningkatnya status gizi anak balita dalam masyarakat.
5) Menurunnya angka kematian bayi, dan sebagainya.

2.9 Model PRECEDE dan PROCEED


Model PRECEDE-PROCEED merupakan model promosi dan pendidikan Kesehatan yang
dikemukakan pertama kali oleh Green dan Kreuter pada tahun 1991. 11

Green mengembangkan

PRECEDE pada tahun 1974 dan kemudian Green dan Kreuter menambahkan PROCEED pada tahun
1991.11 Model ini memberikan suatu format untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan
dengan masalah kesehatan, perilaku, serta pelaksanaan program. PRECEDE/PROCEED merupakan
model yang melibatkan partisipasi masyarakat dan berorientasi pada komunitas untuk menciptakan
intervensi promosi kesehatan masyarakat yang berhasil. Penerapan model PRECEDE-PROCEED
dilakukan dengan membaginya ke dalam dua tahap, yaitu PRECEDE dan PROCEED.
PRECEDE (Predisposing Reinforcing and Enabling Constructs in Ecosystem Diagnosis and
Evaluation) merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mendiagnosis masalah, penetapan prioritas, dan
tujuan program. Setelah itu, baru dilakukan tahapan PROCEED (Political Regulatory and Organizational
Constructs that affect Educational and Environmental Development) sebagai tahapan untuk menentukan
sasaran dan kriteria kebijakan, pelaksanaan program, serta evaluasi. 11,12

38

PRECEDE merupakan akronim dari Predisposing, Reinforcing, and Enabling Constructs in


Educational/Environmental Diagnosis and Evaluation. PRECEDE merupakan proses yang mendahului
atau berujung kepada sebuah intervensi.
PROCEED merupakan akronim dari Policy, Regulatory, and Organizational Constructs in Educational
and Environmental Development, yang mendeskripsikan penerapan intervensi.

Latar Belakang PRECEDE/PROCEED11,12,13

Perilaku dan kegiatan terkait dengan promosi kesehatan dilakukan dengan sukarela, oleh karena
itu dalam melakukan promosi kesehatan harus melibatkan orang-orang yang perilakunya atau
tindakan yang ingin diubah.

Masalah kesehatan harus dilihat dalam konteks masyarakat. Kesehatan dipengaruhi sikap
komunitas, dibentuk oleh lingkungan komunitas (fisik, sosial, politik, dan ekonomi), dan
dipengaruhi sejarah komintas.

Masalah kesehatan pada dasarnya terkait dengan kualitas hidup, sehingga perlu dipertimbangkan
dalam konteks tersebut.

Kesehatan sendiri terdiri dari kumpulan faktor ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan fisik
yang membentuk kesehatan dan kualitas hidup pada individu dan masyarakat.

Nilai Penting PRECEDE/PROCEED12,23

Model logika yang menyediakan struktur prosedural untuk membangun sebuah intervensi.

Model logika yang menyediakan kerangka kerja untuk analisis kritis.

PRECEDE/PROCEED bersifat partisipatif, sehingga menjamin keterlibatan masyarakat.

Keterlibatan masyarakat menyebabkan masyarakat bersikap menerima terhadap promosi


kesehatan.

PRECEDE/PROCEED menggabungkan evaluasi multi-level, sehingga terdapat kesempatan


untuk terus memantau dan menyesuaikan evaluasi.

Model ini memberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan konten dan metode intervensi dengan
kebutuhan dan keadaan khusus.

39

PRECEDE memiliki tiga kategori berupa Predisposing, Enabling, dan Reinforcing yang dapat
digunakan untuk menggolongkan berbagai perilaku yang berkaitan dengan kesehatan menjadi beberapa
segmen. Hal ini dilakukan untuk menyusun suatu program.
-

Predisposing factor merupakan faktor yang menjelaskan alasan atau motivasi dari suatu
perilaku. Hal-hal yang berkaitan dengan faktor ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai

dan budaya, adat istiadat, serta keterampilan yang sudah ada dalam diri individu.
Enabling factor merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan pribadi serta sumber
daya yang tersedia dalam terbentuknya suatu perilaku. Hal-hal yang tercakup dalam faktor ini
adalah hal-hal yang memungkinkan terjadinya suatu tindakan. Tidak adanya faktor ini akan

menghambat terjadinya suatu tindakan.


Reinforcing factor merupakan faktor yang mendorong bertahannya health behavior saat telah
terbentuk nantinya. Contoh dari faktor reinforcing ini adalah tindakan memuji, meyakinkan
selalu, meredakan gejala, serta memberikan dukungan sosial.

Tahapan PRECEDE/PROCEED
PRECEDE terdiri dari lima fase:
Tahap 1: Diagnosis sosial
Tahap 2: Diagnosis epidemiologi
Tahap 3: Diagnosis perilaku dan lingkungan
Tahap 4: Diagnosis pendidikan dan organisasi
Tahap 5: Diagnosis administrasi dan kebijakan
PROCEED terdiri dari empat fase:
Tahap 6: Implementasi
Tahap 7: Evaluasi proses
Tahap 8: Evaluasi dampak
Tahap 9: Evaluasi hasil

40

Green, L., Kreuter, M. (2005)

Pada Tahap 1, diagnosis sosial, dilakukan identifikasi keinginan dan kebutuhan komunitas untuk
meningkatkan kualitas hidup.
Pada Tahap 2, diagnosis epidemiologi, dilakukan identifikasi masalah kesehatan yang paling signifikan
mempengaruhi hasil yang diharapkan.
Dalam dua tahap ini, ditetapkan tujuan dari intervensi.
Pada Tahap 3, diagnosis perilaku dan lingkungan, dilakukan identifikasi perilaku dan gaya hidup dan/atau
faktor lingkungan yang harus diubah terkait dengan masalah yang diidentifikasi pada Tahap 2, dan
menentukan faktor yang paling mungkin dapat diubah.
Pada Tahap 4, diagnosis pendidikan dan organisasi, dilakukan identifikasi faktor predisposisi, enabling
dan reinforcing yang bertindak sebagai penyokong atau hambatan untuk mengubah perilaku dan faktor
lingkungan yang diidentifikasi pada Tahap 3.
Dalam dua tahap ini, ditentukan rencana intervensi.

41

Pada Tahap 5, diagnosis administrasi dan kebijakan, dilakukan identifikasi (dan penyesuaian jika perlu)
masalah administrasi internal dan masalah kebijakan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan intervensi.
Administrasi dan kebijakan antara lain terkait dengan pendanaan dan sumber daya lain untuk intervensi.
Pada Tahap 6, pelaksanaan, dilakukan intervensi.
Pada Tahap 7, evaluasi proses, dilakukan evaluasi proses intervensi yaitu, menentukan apakah
intervensi berjalan sesuai rencana, dan dilakukan penyesuaian.
Pada Tahap 8, evaluasi dampak, dilakukan evaluasi apakah intervensi memberikan dampak yang
diharapkan pada faktor perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran, dan dilakukan penyesuaian.
Pada Tahap 9, evaluasi hasil, dilakukan evaluasi apakah efek intervensi memberikan hasil yang
diharapkan pada masyarakat yang diidentifikasi dalam Fase 1, dan dilakukan penyesuaian.

2.10 Oral Health Literacy


Melek kesehatan (health literacy) merupakan kemampuan untuk membaca, mengerti dan
bertindak terhadap informasi kesehatan. Menurut National Library of Medicinedan digunakan
oleh Healthy People 2020, melek kesehatan merupakan derajat dimana individu memiliki
kapasitas untuk mendapatkan, memproses, dan mengerti informasi kesehatan dasar dan
pelayanan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat mengenai kesehatan.14
Melek kesehatan gigi dan mulut (oral health literacy) merupakan derajat dimana individu
memiliki kapasitas untuk mendapatkan, memproses, dan mengerti informasi kesehatan gigi dan
mulut dasar dan pelayanan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat mengenai
kesehatan gigi dan mulut.14
Berdasarkan beberapa studi pada oral health literacy:14
-

masyarakat tidak mengerti bagaimana cara untuk mencegah karies, tidak mengetahui apa
itu fluoride dan kegunaannya, serta tidak mengetahui apa itu sealant dan kegunaannya

42

Banyak penyedia pelayanan kesehatan termasuk dokter gigi yang tidak memiliki
pemahaman yang baik mengenai bagaimana cara mencegah gigi berlubang dan

kebanyakan dari mereka tidak menggunakan teknik komunikasi yang direkomendasikan


Masyarakat dan penyedia pelayanan kesehatan sebagian besar tidak menyadari faktor
risiko dasar dan prosedur preventif untuk beberapa penyakit gigi dan mulut, seperti fakta
mengenai karies yang infeksius dan dapat dicegah tidak secara umum diketahui oleh
masyarakat dan kebanyakan penyedia pelayanan kesehatan. Hubungan mengenai
kesehatan gigi mulut yang baik dan kesejahteraan (well-being) juga tidak dimengerti
dengan baik

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi health literacy:15

Kecakapan berkomunikasi (communication skills)


Health literacy bergantung pada kecakapan berkomunikasi dari pasien dan penyedia
layanan kesehatan. Kecakapan komunikasi termasuk literacy skills yang meliputi
membaca, menulis, berhitung, berbicara, mendengarkan dan memahami.

Pengetahuan mengenai topik kesehatan (knowledge of health topics)


Pasien dengan pengetahuan yang terbatas atau tidak akurat mengenai penyebab suatu
penyakit dapat tidak memahami hubungan antara faktor gaya hidup dan health
outcomes, tidak tahu kapan mereka membutuhkan perawatan dan tidak memiliki
informasi mengenai tindakan preventif/pencegahan.
Begitu pula dengan penyedia layanan kesehatan yang tidak menjaga dan
meningkatkan ilmu pengetahuannya tidak dapat menyediakan pengetahuan dan
informasi serta evidence-based service yang akurat kepada pasien.

Budaya dan masyarakat (culture and society)


Pengaruh budaya dan sosial terhadap individu:
o Bagaimana masyarakat berkomunikasi dan mengerti informasi mengenai
kesehatan gigi dan mulut
o Bagaimana masyarakat berpikir dan rasa mengenai kesehatan gigi dan
mulutnya
o Bagaimana masyarakat menghargai kesehatan gigi dan mulut
o Kapan dan dari siapa masyarakat mencari perawatan

43

o Bagaimana masyarakat merespon rekomendasi perubahan gaya hidup dan


perawatan
Budaya mempengaruhi penyedia layanan kesehatan:
o Bagaimana mereka berkomunikasi dan memahami informasi kesehatan gigi
dan mulut
o Bagaimana

mereka

berfikir

dan

rasakan

mengenai

kelompok

ras/etnik/ekonomi selain mereka


o Bagaimana mereka menghargai kesehatan gigi dan mulut
o Kapan dan dari mana individu mencari perawatan
o Apa dan bagaimana mereka merespon evidence-based recommendation &
guidelines

Kebutuhan akan sistem pelayanan kesehatan (demand of the healthcare system)


Health literacy bergantung pada kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan sistem
kesehatan masyarakat. Individu perlu untuk:
o Mengetahui bagaimana mencari fasilitas kesehatan
o Membaca, memahami, dan menyelesaikan berbagai form untuk menerima
perawatan dan pembayaran reimbursement
o Menjelaskan tanda dan gejala yang dialami
o Mengetahui berbagai macam health professional dan pelayanan apa yang
mereka berikan dan bagaimana mengakses pelayanan tersebut
o Mengetahui bagaimana dan kapan menanyakan pertanyaan atau meminta
klarifikasi ketika mereka tidak mengerti

Kebutuhan akan situasi atau konteks (demands of the situation or context)


o Konteks kesehatan tidak biasa bila dibandingkan dengan konteks lain karena
adanya faktor stress atau ketakutan
o Konteks kesehatan dapat melibatkan kondisi unik seperti gangguan fisik atau
mental karena sakit
o Situasi kesehatan seringkali baru, tidak familiar, menginimidasi dan seringkali
melelahkan.
o Beberapa fasilitas kesehatan tidak ramah pengguna (not user friendly) dan
memiliki staf yang tidak empati
o Beberapa fasilitas memiliki sejumlah batasan untuk pasien

Oral health literacy mengidentifikasi 3 area utama dari intervensi potensial dan mengilustrasikan
pengaruh yang mungkin terhadap oral health literacy sebagai interaksi individu dengan sistem

44

edukasi, sistem kesehatan dan faktor budaya dan sosial. Faktor-faktor tersebut akhirnya
berkontribusi terhadap hasil dan biaya dari kesehatan gigi dan mulut.14

Terdapat 3 level pada oral health literacy:14


-

Fungsional: Keterampilan dasar dalam membaca dan menulis diperlukan untuk fungsi

yang efektif dari konteks kesehatan gigi dan mulut


Interaktif: keterampilan sosial dan kognitif lanjutan yang memungkinkan partisipasi aktif

dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut


Kritis: Kemampuan untuk menganalisa dengan kritis dan menggunakan informasi untuk
berpartisipasi dalam mengatasi hambatan struktural kesehatan gigi dan mulut.

Oral health literacy dapat dicapai melalui proses berikut:14

45

Keterbatasan dalam oral health literacy berkaitan dengan pengetahuan yang tidak akurat
mengenai tindakan preventif, seperti fluoridasi air, kunjungan ke dokter gigi dan kualitas hidup
berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut. Informasi mengenai kesehatan gigi mulut dan
kesehatan lainnya tidak ditampilkan secara efektif sehingga dapat mempengaruhi apakah
individu mengikuti atau tidak instruksi yang berguna bagi kesehatan gigi dan mulutnya.14
American Dental Association (ADA) mengatakan bahwa keterbatasan health literacy dapat
menjadi pembatas yang potensial terhadap tindakan preventif, diagnosis dan perawatan penyakit
gigi dan mulut yang efektif. Komunikasi yang jelas, akurat dan efektif merupakan kemampuan
yang penting dalam praktik kedokteran gigi yang efektif.14
Populasi yang sebagian besar memiliki oral health literacy yang rendah yaitu14:
-

Lansia
Ras dan etnis minoritas
Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah
Masyarakat dengan pendapatan yang rendah
Masyarakat dengan status kesehatan compromised.

Pendidikan, bahasa, budaya, akses ke sumber daya, dan usia merupakan faktor yang
mempengaruhi oral health literacy seseorang.14

46

Tanda-tanda pasien memiliki literacy yang terbatas yaitu:16


-

Tidak akurat atau tidak lengkap dalam menyelesaikan form


Sering melewatkan kunjungan
Seringkali terjadi medication error
Tidak adanya tindak lanjut dengan rujukan atau recommended self-care
Menyatakan bahwa dirinya patuh, namun pada kenyataannya tidak patuh
Terlihat menarik diri atau tidak adanya minat selama penjelasan
Selalu membawa teman atau anggota keluarga saat kunjungan
Respon saat menerima informasi tertulis: pasien beralasan seperti saya lupa membawa
kacamata, saya akan membacanya ketika sampai di rumah, saya akan membawa

informasi ini ke rumah dan mendiskusikannya dengan anak/ keluarga saya.


Respon ketika ditanya mengenai obat-obatan seperti, terlihat tidak membaca label pada
obat, tidak dapat menyebutkan nama obatnya, tidak dapat menjelaskan kegunaan obat,
tidak dapat menjelaskan waktu konsumsi obat.

Tanggung jawab utama untuk meningkatkan health literacyada pada public health professional
dan sistem pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat, dimana mereka harus bekerja
bersama untuk memastikan informasi dan pelayanan kesehatan dapat dimengerti dan digunakan
oleh masyarakat dan mengikutsertakan pembentukan keahlian dengan pengguna layanan
kesehatan dan health professional.14
Untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik, keputusan terkait kesehatan gigi dan
mulut harus berdasarkan pada pemahaman yang jelas dan benar mengenai informasi dan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang relevan. Kesehatan gigi dan mulut yang baik
bergantung pada perawatan diri yang tepat dan penggunaan perawatan profesional yang sesuai.
Kedua tindakan ini membutuhkan penerapan pengetahuan dan keahlian yang akurat, yang
merupakan elemen penting dari oral health literacy. Karena kebanyakan individu menerima
informasi kesehatan gigi dan mulutnya melalui dokter gigi, maka keterampilan berkomunikasi,
pengetahuan dokter gigi dan lingkungan yang mendukung upaya preventif penting dalam
membangun dan mendukung keahlian pasien dalam merawat kesehatan gigi dan mulutnya.14
Dokter gigi dapat membantu meingkatkanoral health literacy dan status kesehatan gigi dan
mulut pasien melalui:14

47

Menggunakan bahasa yang sederhana, kalimat pendek dan menghindari penggunaan

jargon/istilah medis
Melengkapi instruksi dengan material, ilustrasi, gambar dan model yang sesuai atau alat

sesungguhnya
Mengelola informasi sehingga poin yang terpenting yang perlu disampaikan menonjol

dan lakukan pengulangan pada informasi ini


Batasi konsep baru maksimum 3 setiap kunjungan
Mempersilakan pasien menjelaskan cerita/keluhannya tanpa interupsi
Meminta pasien untuk menjelaskan kembali instruksi yang telah diberikan (teach back
method), mendemonstasikan prosedurnya, atau mengulangi menggunakan kata-kata

mereka sendiri guidance kesehatan gigi dan mulut yang ada.


Menanyakan pertanyaan yang dimulai dengan bagaimana dan apa, dibandingkan

pertanyaan tertutup untuk mengevaluasi pemahaman.


Meningkatkan lingkungan fisik dengan menggunakan banyak symbol universal
Menawarkan bantuan dengan form penyelesaian.

Sebisa mungkin, dokter gigi harus memperhatikan keragaman usia, budaya, dan etnis/ras pasien.

BAB 3
PENUTUP

48

1.1 Kesimpulan
Pendidikan kesehatan dapat mengubah perilaku individu dan komunitas sehingga dapat
meningkatkan Oral Health Literacy

DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.who.int/oral_health/strategies/hp/en/diaksespada 27 September 2016 pukul22:00
2. WHO. Health Promotion Glossary. 1998

3. Hayden JA. Introduction to Health Behavior Theory. 2nd ed. Jones & Bartlett Learning.
2014.
49

4. Shalha, M. Khaliq. Teori Perubahan Sosial. Kompasiana, November 28, 2014.


http://www.kompasiana.com/m-khaliq-shalha/teori-perubahansosial_54f3c12e7455137a2b6c7f59.
5. Community health education methods: A practical guide, 2nd ed.Editor Bensley, Robert
J.Sudburry: Jones and Bartlett Publishers.2003. p.15-16
6. Williams KB, Bray K. Motivational Interviewing: A Patient-Centered Approach to Elicit
Positive Behavior Change. Dentalcare.com continuing education course. 2014
7. Dixey R. Health Promotion: Global Principle and Practice. London: Modular Texts;
2013
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Promosi Kesehatan di
Daerah Bermasalah Kesehatan: Panduan bagi Petugas Kesehatan di
Puskesmas. 2011.
9. Maulana H. Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EG;
2009.
10.
https://www.scribd.com/doc/182383287/PEMBERDAYAANMASYARAKAT-doc
11.
Mason J. Concepts in Dental Public Health 2nd ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2010
12. Chapter 2. Other Models for Promoting Community Health and Development | Section 2.
PRECEDE/PROCEED | Main Section | Community Tool Box [Internet]. Ctb.ku.edu. 2016 [cited
28 September 2016]. Available from: http://ctb.ku.edu/en/table-contents/overview/other-modelspromoting-community-health-and-development/PRECEDEr-proceder/main
13. Porter C. Revisiting PRECEDE-Proceed: A leading model for ecological and ethical health
promotion. Health Education Journal. 2015;75(6):753-764.

14. Oral Health Literacy Toolkit [Internet] diakses 28 September 2016. Available on:
https://nysoralhealth.squarespace.com/s/Oral-Health-Literacy-Toolkit.pdf.
15. Horowitz AM. Nuts & Bolts: (Why) Oral Health Literacy. School of Public Health
University of Maryland, 2013 [Internet] diakses 28 September 2016. Available on:
http://www.aacdp.com/docs/2013Horowitz.pdf
16. Lenton PA, Ridpath J. Health Literacy for Dental Team, 2015 [Internet]. diakses 28
September

2016.

Available

on:

http://www.dentalcare.com/media/en-

US/education/ce335/ce335.pdf

50

Anda mungkin juga menyukai