DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
Andre Kurniawan
1306366653
1306402173
Bella Nadya P
1306366685
Devia Tasya R
1306366703
Faizah Haniyah
1306404172
Ghina Sharfina
1306366722
Lutfi Laili N
1306366470
Nurrachma Hakim
1306366565
Sarah Yuristha
1306413776
Sere Yulia M. S.
1306440423
Thadila Arinka V
1306366180
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok 3
tentang skenario 4 pada mata kuliah IKGM-P ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan pada fasilitator kelompok 3, drg. Peter Andreas M.
Kes, Seluruh staf pengajar mata kuliah IKGM-P, dan seluruh anggota kelompok 3 yang telah
berkontribusi secara maksimal dalam penyusunan laporan ini, dan pihak-pihak lain yang telah
turut membantu dalam penyusunan laporan ini.
Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik melalui
laporan ini. Namun, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, tentu masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam laporan ini. Laporan ini tentu masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari staf pengajar, teman-teman, dan
siapapun yang membaca laporan ini. Akhir kata kami mengharapkan laporan ini dapat
bermanfaat dan digunakan sebagaimana mestinya.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................1
KATA PENGANTAR ..............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................4
1.1 Klarifikasi Istilah Asing ...........................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................5
1.3 Analisis Masalah.......................................................................................5
1.4 Hipotesis...................................................................................................5
1.5 Sasaran Pembelajaran ..............................................................................5
BAB II: ISI ...............................................................................................................7
2.1 Perbedaan Oral Health Promotion dan DHE...........................................7
2.2 Stages of Change......................................................................................8
2.3 Health Belief Model ................................................................................10
2.4 Teori Perubahan Sosial ............................................................................13
2.5 Teori Difusi Inovasi..................................................................................16
2.6 Motivasional Interviewing.......................................................................23
2.7 Community Participation.........................................................................29
2.8 Pemberdayaan Masyarakat ......................................................................32
2.9 Model PRECEDE dan PROCEED...........................................................41
2.10 Oral Health Literacy...............................................................................45
BAB III: PENUTUP.................................................................................................52
3.1 Kesimpulan...............................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................53
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Klarifikasi Terminologi / Konsep Asing
-
Teori Difusi-Inovasi
Terdapat 4 elemen difusi:
a. Inovasi
b. Saluran komunikasi
c. Jangka waktu
d. Sistem sosial
4
1.4 Hipotesis
Pendidikan kesehatan dapat mengubah perilaku individu dan komunitas yang mengarah pada
Oral Health Literacy
1.5 Sasaran Belajar
1. Menjelaskan perbedaan DHE dan oral health promotion
2. Menjelaskan teori dan intervensi perilaku individu dan komunitas
a. stages of changes
b. HBM
c. Teori perubahan sosial
d. Teori Difusi-Inovasi
e. Intervensi: motivasional interviewing; metode
komunikasi,interaksi,adopsi,difusi,inovasi,partispasi dan pemberdayaan
3. Menjelaskan model PRECEDE PROCEED untuk pembuatan advokasi program
kesehatan gigi dan mulut
5
BAB 2
ISI
Health promotion berkaitan dengan penentu kesehatan yang lebih luas dan bertujuan pada
pengurangan resiko melalui kebijakan dan aksi yang sensitif. Promosi dari kesehatan mengatur dimana
seseorang tinggal, bekerja, belajar dan bermain secara jelas paling kreatif dan jalan yang efektif dari
meningkatkan kesehatan rongga mulut dan secara tidak langsung pada kualitas hidup. 1
Kesehatan yang baik merupakan sumber daya utama untuksosial, ekonomi dan pembentukan
pribadi. Faktor politik, ekonomi, sosial, kultur, lingkungan, tingkah laku dan biologis dapat meningkatkan
atau merusak kesehatan. Aksi promosi kesehatan bertujuan untuk membuat kondisi ini kondusif untuk
kesehatan. Promosi kesehatan menaruh kesehatan pada agenda pembuat kebijakan pada seluruh sektor
dan segala tingkatan, secara langsung membuat masyarakat sadar dengan konsekuensi kesehatan dari
pilihan dan untuk menerima tanggung jawab kesehatan mereka. Kebijakan promosi kesehatan
mengkombinasikan beragam namun pendekatan komplemen tertermasuk legislative, perhitungan fiscal,
pajak dan perubahan organisasi. Promosi kesehatan bekerja melalui konsentrasi dan komunitas yang
efektif
pada
menetapkan
prioritas,
pembuat
keputusan,
perencanaan
strategi
dan
Edukasi kesehatan tidak hanya berhubungan dengan komunikasidari informasi melainkan juga
dengan membina motivasi, skills dan confidence (self-efficacy) perlu mengambil tindakan untuk
meningkatkan kesehatan. Edukasi kesehatan termasuk komunikasi dari informasi mengenai kondi
sisosial, ekonomi dan lingkungan yang mendasari berdampak pada kesehatan, serta faktor-faktor risiko
individu dan perilaku berisiko, dan penggunaan sistem perawatan kesehatan. Dengan demikian,
pendidikan kesehatan mungkin melibatkan komunikasi informasi, dan pengembangan keterampilan yang
menunjukkan kelayakan politik dan kemungkinan organisasi berbagai bentuk tindakan untuk mengatasi
faktor-faktor penentu sosial, ekonomi dan lingkungan kesehatan. 2
Pada zaman dahulu, edukasi kesehatan digunakan sebagai istilah untuk mencakup berbagai aksi
termasuk mobilisasi sosial dan advokasi. Sekarang sistem ini dicakup dalam istilah promosi kesehatan
dan definisi yang lebih sempit dari pendidikan kesehatandiusulkan di sini untuk menekankan perbedaan. 2
Observasi dan mendengarkan dengan baik respon terhadap pertanyaan yang diajukan selama
penilaian dapat memberikan petunjuk mengenai berada di dalam tahap/stage apakah kesiapan
individu. Upaya edukasi yang sesuai dengan stage kesiapan individu akan menghasilkan perubahan
perilaku. Hal yang perlu diperhatikan dalam model ini adalah seseotang mungkin saja mengalami
pergeseran stage dalam suatu waktu. Misalnya, minggu ini individu tersebut tidak siap mengadopsi
perilaku baru karena berada dalam stage yang berbeda, namun mungkin saja minggu depan atau
waktu lain ia dapat kembali siap melakukan perubahan.
10
terjadi. Ketika individu percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko yang
rendah, perilaku kesehatan yang buruk dapat muncul. Sebagai contoh, pada lansia karena
mereka tidak berisiko terkena infeksi HIV, kebanyakan dari mereka tidak melakukan
hubungan seks yang aman.
Namun, terkadang walaupun risiko personalnya tinggi, perilaku kesehatannya
juga masih buruk. Contohnya, mahasiswa dengan risiko terkena HIV tinggi tetapi masih
melakukan seks bebas. Jadi, perceivedofsusceptibilitymenjelaskan perilaku di beberapa
situasi tertentu saja. Hanya dengan persepsi risiko meningkat belum tentu dapat
mengarah kepada perubahan perilaku.
Ketika perceived of susceptibility dikombinasikan dengan seriousnes, akan menghasilkan
perceived threat. Jika persepsi ancaman terhadap penyakit serius berarti ada risiko yang
nyata, maka perilaku akan berubah.
3. Perceived Benefits
Perceived benefits adalah opini individu mengenai nilai atau kegunaan dari
perilaku baru dalam menurunkan risiko dari perkembangan penyakit. Seorang individu
ingin mengadopsi perilaku kesehatan yang baik ketika mereka percaya bahwa perilaku
baru itu akan menurunkan perkembangan penyakit. Sebagai contoh, apakah seseorang
sanggup menderita kelaparan dengan hanya mengonsumsi 5 buah dan sayur, jika mereka
tidak tahu keuntungannya? Tentu saja tidak. Perceived benefits merupakan peran penting
dalam adopsi perilaku preventif sekunder, seperti screening.
4. Perceived Barriers
Ini merupakan evaluasi individu terhadap tantangan yang akan dihadapi pada saat
seorang individu mengadopsi perilaku baru. Dari semua konstruksi yang ada, perceived
barriers adalah penentu perubahan perilaku yang paling signifikan. Untuk mengadopsi
perilaku baru, seorang individu harus percaya bahwa keuntungan dari perilaku baru
tersebut melebihi konsekuensi dari perilaku lama. Hal tersebut akan memungkinkan
mengatasi tantangan atau batasan yang ada sehingga perilaku baru dapat diadopsi.
5. Modifying Variables
Empat konstruksi mayor dari persepsi dimodifikasi oleh beberapa variabel
lainnya, seperti budaya, tingkat edukasi, pengalaman, kemampuan, dan motivasi. Variabel
tersebut merupakan karakteristik individu yang dapat mempengaruhi persepsi personal.
6. Cues to Action
12
13
sampai tahap terakhir, maka perubahan evolusioner pun berakhir. Menurut Auguste
Comte, tokoh dari teori ini, masyarakat bergerak dalam tiga tahap perkembangan yaitu:
- Tahap teologis (theological stage) dimana masyarakat diarahkan oleh nilai-nilai
supernatural
- Tahap metafisik (metaphysical stage) merupakan tahap peralihan dari
kepercayaan terhadap unsur supernatural menjadi prinsip-prinsip abstrak yang
berperan sebagai dasar perkembangan budaya.
- Tahap positif atau ilmiah (positive stage) dimana masyarakat diarahkan oleh
kenyataan yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan
2. Teori Siklus
Pada teori ini, perubahan sosial dilihat sebagai suatu siklus karena sulit diketahui
awal mula terjadinya perubahan sosial. Jika dianalogikan, teori ini seperti sebuah roda
yang berputar, terkadang manusia ada di atas tetapi terkadang ada di bawah. Pada teori ini
ditekankan bahwa sejarah peradaban manusia tidak berawal dan tidak berakhir melainkan
suatu periode yang di dalamnya mengandung kemunduran dan kemajuan, keteraturan dan
kekacauan. Berarti proses peralihan masyarakat tidak berakhir pada tahap terakhir yang
sempurna melainkan berputar kembali pada tahap awal untuk menuju tahap peralihan
berikutnya.
3. Teori Nonevolusioner
Teori ini sebetulnya merupakan perbaikan dari ide-ide teori evolusioner yang
cenderung dalam menganalisis perubahan sosial menekankan pada pendekatan uniliner
dan tidak terbukti karena tidak sesuai dengan kenyatan. Menurut teori ini, masyarakat
bergerak dari tahap evolusi tetapi proses tersebut dilihat secara multilinear artinya
perubahan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Meskipun ada kesamaan dengan teori yang
sebelumnya tetapi tidak semua masyarakat berubah dalam arah dan kecepatan yang sama.
Gerhard Lenski, tokoh dari teori ini, menyatakan bahwa masyarakat bergerak
dalam serangkaian bentuk masyarakat seperti bertani, bercocok-tanam, masyarakat
industri, dll berdasarkan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Terdapat tiga konsep kunci untuk memahami konsep ini yaitu:
- Keberlanjutan (continuity). Meskipun masyarakat mengalami perubahan tetapi
tetap ada unsur-unsur di dalamnya yang tidak berubah, misalnya sistem
kalender serta sistem abjad. Unsur-unsur itu tidak berubah karena sangat
berguna dan menjawab kebutuhan semua lapisan masyarakat.
14
itu sendiri.
4. Teori Fungsional
Pada teori ini, perubahan dianggap sebagai sesuatu yang konstan dan tidak
memerlukan penjelasan. Talcott Parson, salah satu tokoh dari teori ini, melihat
masyarakat seperti organ tubuh manusia, dimana seperti tubuh yang terdiri dari berbagai
organ yang saling berhubungan satu sama lain maka masyarakat pun mempunyai
lembaga-lembaga atau bagian-bagian yang saling berhubungan dan tergantung satu sama
lain.4 Parson menggunakan istilah sistem untuk menggambarkan adanya koordinasi yang
harmonis antar bagian. Setiap lembaga masyarakat pun memiliki tugasnya masingmasing untuk tetap menjaga stabilitas dalam masyarakat.
5. Teori Konflik
Teori ini mengatakan bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik
yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Jadi
menurut teori ini konflik akan muncul ketika masyarakat terbelah menjadi dua kelompok
besar yaitu yang berkuasa (borjuis) dan yang dikuasai (proletar).4
Hasil dari pertentangan antar kelas tersebut akan membentuk suatu revolusi dan
memunculkan masyarakat tanpa kelas, maka pada kondisi tersebut terjadilah apa yang
disebut dengan perubahan sosial. Karena konflik di masyarakat itu selalu muncul terus
menerus maka perubahan akan terus pula terjadi. Setiap perubahan akan menunjukkan
keberhasilan kelas sosial tertentu dalam memaksakan kehendaknya terhadap kelas sosial
lainnya.
2.5. Teori Difusi Inovasi
Rogers
(1983)
mendefinisikan
difusi
sebagai
proses
dimana
suatu
inovasi
dikomunikasikan melalui saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota
15
suatu sistem social.5 Difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu
proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jadi, difusi-inovasi berarti
penggabungan ide-ide, produk atau program yang inovatif yang telah terbukti berhasil ke dalam
kegiatan pendidikan kesehatan. Difusi berbeda dengan diseminasi yang mencakup perencaan,
usaha sistematis untuk memaksimalkan pencapaian dan adopsi program, strategi atau kebijakan
baru. Difusi juga merupakan outcome dari usaha diseminasi.5
Elemen Difusi Inovasi
Menurut Rogers (1983) dalam proses difusi inovasi terdapat 4 elemen pokok, yaitu: suatu
inovasi, dikomunikasikan melalui saluran komunikasi tertentu, dalam jangka waktu dan terjadi
diantara anggota-anggota suatu sistem sosial.5
1. Inovasi (gagasan, tindakan atau barang) yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya.
2. Saluran komunikasi, adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada
khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan
efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau
perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran
interpersonal.
3. Jangka waktu, yakni proses keputusan inovasi dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya. Pengukuhan terhadap keputusan itu sangat
berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses
pengambilan keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang (relatif lebih awal atau lebih lambat
dalam menerima inovasi), dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial merupakan kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Tahapan Proses Difusi5
16
Tahapan proses difusi terdiri dari beberapa tahap, yang pertama yaitu perkembangan
inovasi,
lalu
diseminasi,
adopsi,
implementasi,
maintenance,
sustainability
dan
institusionalization. Selama fase perkembangan inovasi, social marketing sering digunakan untuk
desain, target, dan implementasi inovasi promosi kesehatan atau produk. Proses diseminasi
membutuhkan perencanaan untuk mempersuasi kelompok target untuk mengadopsi inovasi. Pada
fase adopsi, beberapa isu membutuhkan perhatian: kebutuhan adopter sasaran, sikap dan nilai,
bagaimana mereka merespon akan inovasi, faktor apa yang kemungkinan dapat meningkatkan
adopsi, sebarapa potensial adopter dapat dipengaruhi untuk mengubah perilakunya, dan halangan
dalam mengadopsi inovasi dan bagaimana mereka dapat menguasai.
Pada proses implementasi inovasi, calon pengguna akan berfikir tentang masalah apa
yang akan ditemui dan mencari sumber daya untuk mendukungnya. Tahap pemeliharaan dan
keberlanjutan termasuk penggunaan program yang terus-menerus dan tahap terakhir adalah
pelembagaan (institusionalisasi) ke dalam komunitas atau organisasi.
Keputusan untuk mengadopsi dipengaruhi oleh 3 jenis pengetahuan: (1) awareness
knowledge dimana inovasi ada, (2) procedural knowledge tentang bagaimana menggunakan
inovasi dan (3) principle knowledge atau mengetahui tentang bagaimana inovasi bekerja. 5 Jadi
keputusan untuk mengadopsi inovasi tidak hanya berdasarkan pengetahuan tetapi juga perubahan
sikap
Teori Difusi Inovasi menyediakan suatu proses penyebaran dan penerapan inovasi. Teori
ini merupakan teori tingkat komunitas, bukan hanya individu atau kelompok. Oleh karena
itu,teori ini dirancang untuk membantu membuat keputusan yang memengaruhi populasi besar
seperti komunitas dan institusi. Hal tersebut dapat mencakup pengembangan kebijakan yang
memengaruhi perilaku kesehatan atau pembuatan keputusan.
Proses Putusan Inovasi5
Penerimaan
atau
penolakan
suatu
inovasi
adalah
keputusan
yang
dibuat
seseorang/individu dalam menerima suatu inovasi. Menurut Rogers (1983), proses pengambilan
keputusan inovasi adalah proses mental dimana seseorang/individu berlalu dari pengetahuan
pertama mengenai suatu inovasi dengan membentuk suatu sikap terhadap inovasi, sampai
memutuskan untuk menolak atau menerima, melaksanakan ide-ide baru dan mengukuhkan
17
terhadap keputusan inovasi. Pada awalnya Rogers (1983) menerangkan bahwa dalam upaya
perubahan seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan pada
seseorang tersebut, yaitu:
1. Tahap Awareness (Kesadaran), yaitu tahap seseorang tahu dan sadar ada terdapat suatu inovasi
sehingga muncul adanya suatu kesadaran terhadap hal tersebut.
2. Tahap Interest (Keinginan), yaitu tahap seseorang mempertimbangkan atau sedang
membentuk sikap terhadap inovasi yang telah diketahuinya tersebut sehingga ia mulai tertarik
pada hal tersebut.
3. Tahap Evaluation (Evaluasi), yaitu tahap seseorang membuat putusan apakah ia menolak atau
menerima inovasi yang ditawarkan sehingga saat itu ia mulai mengevaluasi.
4. Tahap Trial (Mencoba), yaitu tahap seseorang melaksanakan keputusan yang telah dibuatnya
sehingga ia mulai mencoba suatu perilaku yang baru.
5. Tahap Adoption (Adopsi), yaitu tahap seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan
putusan yang diambilnya sehingga ia mulai mengadopsi perilaku baru tersebut.
Dari pengalaman di lapangan ternyata proses adopsi tidak berhenti segera setelah suatu
inovasi diterima atau ditolak. Kondisi ini akan berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh
lingkungan penerima adopsi. Oleh sebab itu, Rogers (1983) merevisi kembali teorinya tentang
keputusan tentang inovasi yaitu: Knowledge (pengetahuan), Persuasion (persuasi), Decision
(keputusan), Implementation (pelaksanaan), dan Confirmation (konfirmasi).5
1. Tahap pengetahuan.
Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi baru. Untuk itu
informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi
yang ada, bisa melalui media elekt ronik, media cetak, maupun komunikasi interpersonal
diantara masyarakat. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam
pengambilan keputusan, yaitu: (1) Karakteristik sosial-ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan
(3) Pola komunikasi
2. Tahap persuasi.
Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari informasi/detail mengenai
inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.
18
Model tersebut menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu
inovasi serta tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh
terhadap tahapan difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of
innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi
(communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen
perubah (change agent).
19
1. Karakteristik inovasi
Karakteristik inovasi paling berpengaruh terhadap kecepatan dan perluasan adopsi dan
proses difusi. Karakteristik inovasi yang mempengaruhi inovasi yang berpengaruh
terhadap proses difusi antara lain:
a. Keuntungan relative (relative advantage)
Derajat saat suatu inovasi tampak lebih baik daripada gagasan, praktik,program, maupun
produk yang digantikannya
b. Kesesuaian (compatibility)
Seberapa konsisten inovasi tersebut terhadap nilai-nilai, kebiasaan, pengalaman, dan
kebutuhan pemakai potensialnya. Jika inovasi tersebut sesaui dengan penggunanya maka
akan lebih mudah diadopsi. Jika adopter potensial dapat beradaptasi, berubah dan
memodifikasi inovasi sesuai dengan kebutuhan masing-masing, inovasi tersebut akan
lebih mudah diadopsi
c. Kompleksitas (complexity)
Sebarapa sulit inovasi itu dipahami atau digunakan.
digunakan akan lebih mudah diadopsi, sedangkan semakin kompleks kemungkinan untuk
berhasil diadopsi semakin kecil. Inovasi yang dapat dipecah ke dalam beberapa bagian
dan diadopsi bertahap, akan lebih mudah diadopsi.
d. Daya kelola (trialability)
Sejauh mana inovasi tersebut dapat diujicoba
sebelum
kesepakatan
untuk
menggunakannya dicapai.
e. Daya observasi (observability)
Sejauh mana inovasi itu memberikan hasil yang nyata dan jelas. Jika keuntungan dari
suatu inovasi mudah untuk teridentifikasi dan visible, inovasi tersebut akan mudah
diadopsi
2. Karakteristik adopter (individu yang menerima inovasi)
Proses adopsi inovasi oleh seorang individu yang normal, distribusinya berbentuk bell-
Adopter pemula: tertarik tetapi tidak ingin menjadi oreang pertama yang menggunakan
Adopter mayoritas pemula: menerima inovasi begitu orang lain yang disegani menerima
inovasi tersebut
Adopter mayoritas terlambat: orang yang skeptis dan telat menggunakan
Adopter terlambat (laggard): orang yang terakhir terlibat, jika memang terlibat.
Rogers dalam Mc Kenzie (1997) menjelaskan dalam menerima inovasi baru bahwa
kelompok inovator hanya berkisar 2% sampai 3% saja dalam populasi, sedangkan untuk
kelompok Early adopter hanya mencapai 14% saja dalam suatu populasi, untuk early
majority dan late majority masing-masing 34% dalam suatu populasi dan untuk kelompok
laggard mencapai 16%.
Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian tentang
difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya pengadopsi dari
waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran inovasi akan menghasilkan
jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun berikutnya jumlah pengadopsi akan lebih
banyak dan setelah sampai pada puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah pengadopsi akan
menyusut. Proses difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh
struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi
dan konsekuensi inovasi. Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu
sistem sosial terdapat struktur sosial, individu atau kelompok individu,
3. Lingkungan atau kondisi
Inovasi dapat terdiseminasi dengan baik pada kondisi tertentu dan tidak baik pada kondisi
lain. Beberapa kondisi berbeda dan organisasi dapat mempengaruhi proses difusi. Hal
tersebut dapat dikategorikan sebagai (1) geographical setting, (2) societal culture, (3)
political condition dan (4) globalisasi atau keseragaman. Variabel yang berhubungan
dengan letak geografis biasanya hanya memiliki konsekuensi langsung atau personal
21
bagi adopter, sedangkan jenis variabel lain memiliki konsekuensi baik individual dan
organisasi atau sistem. Jeringan social penting bagi kelompok variabel societal culture
dan berhubungan dengan variabel politik dan organisasi
Selain kriteria di atas, biaya suatu inovasi juga harus diperhitungkan. Biaya tersebut mencakup
biaya pembelian program atau produk dan waktu untuk melatih individu untuk menggunakan
inovasi tersebut.
Pemahaman tentang kesiapan adopter merupakan kunci untuk memilih metode terbaik guna
memotivasi individu agar mau menerima gagasan, produk, atau program yang baru. Adopter
pemula dan mayoritas pemula, serta adopter mayoritas telat secara keseluruhan merupakan
kelompok paling besar yang perlu diyakinkan bahwa gagasan, produk atau program yang baru
adalah demi kepentingan mereka.
didefinisikan dari kemitraan, semangat dan kepercayaan diri pasien, MI dilakukan dengan teknik
dan strategi yang spesifik. Dengan MI, telah terbukti bahwa dengan strategi tersebut dapat
memberikan efek positif bagi perubahan perilaku sehat yang berhubungan kebiasaan merokok,
olah raga dan mengurangi berat badan, perawatan diabetes, medikasi, penggunaan kondom dan
kesehatan gigi dan mulut. Sistematik review telah mempublikasikan promosi kesehatan gigi dan
mulut dengan MI. Para peneliti sepakat bahwa MI merupakan cara efektif untuk promosi
kesehatan gigi dan mulut, hanya satu dari sembilan review artikel yang menuliskan secara
spesifik tentang MI dan perubahan perilaku terkait kesehatan gigi dan mulut. Delapan artikel lain
menyebutkan penggunaan MI dalam pendekatan dengan pasien diabetes, pengguna narkoba,
perokok, dan orang dengan faktor resiko HIV. MI adalah pendekatan dengan pusatnya adalah
pasien, menggunakan metode komunikasi yang menjelaskan secara langsung tujuan perubahan
perilaku tersebut, untuk memperkuat motivasi pasien dalam melakukan perubahan yang positif.
Melalui pengalaman, Miller menemukan bahwa seseorang akan benar-benar tergugah hatinya
untuk berubah apabila tenaga kesehatan menjelaskan tujuan dan manfaat dari perubahan atau
nilai positif yang akan diterima pasien nantinya. Miller juga menemukan bahwa dengan metode
MI yaitu dengan gaya komunikasi yang persuasif, dapat langsung meningkatkan resistensi dan
menghindari perilaku buruk sebelumnya.6
Pada dasarnya MI adalah dasar teori yang menyatakan bahwa motivasi adalah hal yang
diperlukan untuk merubah kebiasaan, dan dapat dicapai dengan memunculkan nilai atau
keinginan seseorang dan kemampuan untuk berubah. Hal tersebut berlandaskan pada
kemungkinan pasien untuk menafsirkan dan mengintegrasikan informasi kesehatan dan
perubahan perilaku jika dianggap relevan dengan situasinya saat ini.
Komponen MI6
Ulasan mengenai prinsip MI akan berfokus pada pendekatan yang dapat digunakan untuk
memperoleh perubahan perilaku dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut dan konseling gigi.
Fondasi dari MI bukan hanya berasal dari keterlibatan pasien semata, namun juga dilihat dari
rasa saling menghormati antara pasien dan dokter, kolaborasi bersama agar pasien dengan tulus
ikhlas mau berubah untuk yang terbaik bagi dirinya. Dokter tidak boleh memberikan solusi untuk
masalah yang dihadapi pasien, namun hanya mendorong dan memotivasi pasien untuk
menemukan solusi terbaik bagi dirinya sendiri. Menggunakan prinsip-prinsip MI, dokter harus
23
mengikuti isyarat dari pasien dengan cara mendengarkan, bertanya, mendengarkan dan
memberi informasi.
Penggunaan prinsip-prinsip tersebut dapat memungkinkan pasien untuk mengungkapkan
pandangannya tentang manfaat dan kerugian yang ia dapatkan terkait dengan pola perilaku
tertentu dan menentukan tindakan apa yang seharusnya diambil. Pada akhirnya, keputusan
berada ditangan pasien, bukan dokter.
Dalam hal ini, dokter mengizinkan pasien untuk membuat proses pengambilan keputusan
secara mandiri. Berikut ini adalah 4 prinsip utama dalam MI, yaitu:6
24
1. Resisting the righting reflex: menghindari menggunakan metode komunikasi providercentered untuk menyelesaikan masalah pasien. Tuntun pasien untuk memecahkan
masalahnya sendiri.
Hubungan pasien dan dokter pada masa lalu mencerminkan bahwa dokter seolah
memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi dan solusi bagi masalah pasiennya.
Namun, hal tersebut ternyata dapat menghindari terjadinya komunikasi dua arah. Untuk itu,
penelitian telah menunjukkan bahwa rata-rata tenaga kesehatan menginterupsi pasien setelah
18 detik, dengan mengirimkan pesan non-verbal yang menunjukkan bahwa pesan yang
disampaikan pasien tidak dihargai. Ketika dokter menegaskan keinginan pasien, maka
hubungan dan kepercayaan antar keduanya akan terbangun. Ketika kepercayaan telah
terbangun maka pasien dapat dengan jelas mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan
menyelesaikan ambivalensi mereka tentang perubahan. Ketika pasien mengekspresikan
resistensi untuk merubah atau mengadopsi perilaku baru, maka dokter harus terus mendorong
dan memotivasi pasien. Intinya, tunjukkan rasa simpati kita dengan mendengarkan dan
mengakui otonomi pasien. Sekali lagi, pendekatan kolaboratif memungkinkan untuk mencari
solusi kolaboratif dan konsisten bagi pasien.
2. Memahami motivasi pasien: memahami antara perilaku pasien saat ini dan tujuan atau nilai
penting yang harus dicapai.
Prinsip yang kedua adalah memahami motivasi pasien. Apa yang dirasakan pasien
saat ini, status, perilaku, dan nilai internal seperti apa yang mungkin menciptakan ketegangan
atau ketidaknyamanan. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita dapat memberikan alasan
untuk perubahan. Langkah pertama adalah dengan menggunakan pertanyaan terbuka dan
reflektif, dengan mendengarkan dan memberikan informasi klinis tentang nilai, sikap dan
keyakinan pada pasien. Mencoba menanyakan motivasi pada skala 1 sampai 10, dimana 10
adalah benat-benar termotivasi. Di skala keberapa motivasi anda untuk berubah?. Ketika
pasien dapat mengidentifikasi motivasi dalam diri mereka, kita harus dapat memperjelas
dengan menanyakan apa yang memberi anda motivasi untuk berubah; apa yang harus
anda lakukan untuk mencapainya?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kita gunakan
untuk mengeksplorasi tingkat ketertarikan dan kepercayaan diri mereka untuk terlibat dalam
perilaku baru yang mereka inginkan.
25
Saya melihat pada riwayat medis anda bahwa anda memiliki hipertensi, bolehkah kita
berbicara tentang bagaimana gaya hidup mempengaruhi hipertensi?
Bolehkah saya mengajukan beberapa pertanyaan tentang kebiasaan anda sehingga saya
bisa mengerti situasi yang lebih baik?
26
untuk berubah dengan meminta mereka memberi pendapat untuk kebutuhan atau alasan
untuk berubah.
Dengan menanyakan pertanyaan berikut ini:
-
Jika anda memutuskan untuk membuat perubahan ini, bagaimana cara anda untuk
berhasil?
Seberapa pentingkah anda melakukan perubahan ini, skala 1-10, dimana 0 tidak penting
sama sekali dan 10 sangat penting?
[follow-up questions: dan mengapa memilih 8 dibanding 3?]
Simpulkan kemudian tanyakan : jadi menurutmu apa yang harus kamu lakukan?
27
Rifkin dkk (2000), mengdentifikasi tiga pendekatan yang berbeda pada partisipasi masyarakat
dan kesehatan.7
28
1. Pendekatan medis
Partisipasi masyarakat dinilai sebagai tanggapan masyarakat terhadap instruksi petugas
kesehatandan dan mengambil tindakan uuntuk meningkatkan kesehatannya
2. Pendekatan perencanaan kesehatan
Masyarakat berpartisipasi dalam merencanakan dan mengirimkan pelayanan kesehatan
yang tepat
3. Pendekatan pengembangan masyarakat
Fokus pendekatan ini melebihi dari pelayanan kesehatan, yakni lebih luas lai dari
penentuan kesehatan dan masyarakat menentukan dan berperan dalam mempengaruhi
kondisi kesehatan mereka.
Partisipasi masyarakat dalam kesehatan tidak selalu terrefleksikan melalui program dan
peraturan. Tahun 1980 merupakan hilangnya masa pendekatan medis dan perencanaan melalui
program struktural, hal tersebut kemudian tergantinkan oleh adanya partisiasi masyarakat yang
semakin populer. Pergantian paradigma tersebut disebabkan karena program-program partisipasi
masyarakat bukan menghasilkan pemberdayaan masyarakat, melainkan hanya kerangka yang
berorientasi pada target. Kerangka yang ada sekarang telah melibatkan paradigma yang ada
dimasyarakat. Perubahan yang terjadi berupa peralihan konsep promosi kesehatan top-down
menjadi buttom-up.
Rifkin et al (2000), mambagi partisipasi masyarakat kedalam lima faktor ; Needs
Assessment, Leadership, Organization, resource mobilization, dan management. Masing-masing
faktor memiliki assessment dari derajat partisipasinya, dari sempit dampai luas, yang
tergambarkan pada diagram. Penilaian sempit diartikan bahwa hampir semuanya dikontrol oleh
tenaga profesional atau pihak pihak luar) sedangkan luas diartikan bahwa masyarakat sebagai
pemilik dari program kesehatan yang mereka terapkan.7
29
Drapper (2010) membentuk lima komponen sebagai indikator partisipasi masyarakat yang
penting digunakan untuk mengevaluasi tingkat pertisipasi yang telah ada di masyarakat.
Komponen tersebut adalah:7
1. Siapa pemimpinnya
Apakah berasal dari masyarakat atau dari tenaga profesional. Pemimpin yang berasal dari
masyarakat menunjukkan tingginya partisipasi masyarakat
2. Perencanaan dan manajemen
Hal ini untuk melihat seberapa besar kerjasama antara tenaga profesional dengan
masyarakat
3. Keterlibatan wanita
Melihat seberapa besar wanita berperan aktif dalam upaya peningkatan kesehatan
masyarakat. Semakin banyak wanita yang mengambil andil, semakin besar penilaian
partisipasi masyarakat.
4. Sumber eksternal
Berupa dukungan untuk pengembangan program dalam hal keuangan dan desain
program. Hal ini dapat menilai seberapa besar kemampuan masyarakat dalam
menggerakkan dan mengontrol sumber yang ada.
5. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi menilai seberapa jauh masyarakat terlibat dalam hal pengawasan
dan pengevaluasian program-program kesehatan yang ada.
30
individu,
(b)
pemberdayaan
keluarga
dan
(c)
pemberdayaan
Dalam hal ini, berarti masyarakat telah mampu mencukupi faktor yang mendukung
berlanjutnya kemauan seperti sarana dan prasarana, dana, dan sebagainya. Individu,
kelompok, atau masyarakat yang mampu memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan sarana atau
prasarana kesehatan adalah masyarakat yang mandiri di bidang kesehatan. Masyarakat
yang mandiri di bidang kesehatan apabila :
1) Mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan, terutama di lingkungan atau masyarakat setempat. Oleh sebab
itu, masyarakat harus memiliki pengetahuan kesehatan yang baik (health literacy)
meliputi :
a) Pengetahuan tentang penyakit, baik penyakit menular maupun tidak
menular meliputi :
i. Nama atau jenis penyakit
ii. Tanda atau gejala penyakit
iii.
Penyebab penyakit
iv. Cara penularan penyakit
v. Cara pencegahan penyakit
vi. Tempat pelayanan kesehatan yang tepat untuk pengobatan
b) Pengetahuan tentang gizi dan makanan yang harus dikonsumsi agar tetap
sehat meliputi :
i. Kebutuhan zat dan gizi atau nutrisi bagi tubuh yaitu karbohidrat,
ii.
iii.
dan sebagainya.
c) Perumahan sehat dan sanitasi dasar untuk menunjang kesehatan keluarga
atau masyarakat. Pengetahuan ke lingkungan meliputi :
i. Ventilasi dan pencahayaan rumah.
ii. Sumber air bersih.
iii.
Pembuangan tinja dan pembuangan air limbah.
iv. Pembuangan sampah, dan sebagainya.
d) Pengetahuan tentang bahaya merokok dan zat-zat lain yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan atau kecanduan yakni narkoba
(narkotika dan obat-obatan berbahaya).
2) Mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri secara mandiri, berarti masyarakat
bersangkutan mampu menggali potensi masyarakat setempat untuk mengatasi
masalah kesehatan mereka. Misalnya di suatu masyarakat yang kekurangan air
32
baik
individual,
kelompok,
maupun
di
bidang
kesehatan
harus
mampu
meningkatkan
kesehatan
33
memotivasi
dan
memfasilitasi
agar
gotong-royong
terjadi
di
34
dengan tokoh masyarakat setempat harus dapat menggali kontribusi sebagai bentuk
partisipasi masyarakat.
4. Menjalin kemitraan
Kemitraan memiliki peran yang sangat penting.Masyarakat mandiri adalah
perwujudan dari kemitraan di antara anggota masyarakat itu sendiri atau masyarakat
dengan pihak-pihak di luar masyarakat yang bersangkutan, baik pemerintah maupun
swasta. Petugas atau provider kesehatan harus memotivasi dan memfasilitasi
masyarakat untuk menjalin kemitraan dengan pihak lain. Misalnya apabila
masyarakat ingin membangun jembatan untuk memudahkan akses ke pelayanan
kesehatan, maka pihak provider dapat memfasilitasi advokasi kepada sektor
pembangunan, misalnya pemerintah daerah atau dinas pekerjaan umum setempat.
5. Desentralisasi
Pendekatan yang digunakan dalam pemberdayaan masyarakat adalah taman
bunga artinya adanya keanekaragaman upaya tetapi dalam konteks pemberdayaan
masyarakat. Contoh Posyandu, sebagai salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat
seharusnya tidak seragam kegiatannya, tetapi harus didasarkan pada masalah dan
kebutuhan setempat.
Petugas atau provider kesehatan bekerja dengan masyarakat (work with the community)
dalam memberdayakan masyarakat, bukan bekerja untuk masyarakat (work for the community).
Peran petugas atau provider kesehatan, antara lain sebagai berikut.
-
daerah
dimanfaatkan
untuk
knowledge).
Kegiatan
penyuluhan
kesehatan
akan
bernuansa
Green mengembangkan
PRECEDE pada tahun 1974 dan kemudian Green dan Kreuter menambahkan PROCEED pada tahun
1991.11 Model ini memberikan suatu format untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan
dengan masalah kesehatan, perilaku, serta pelaksanaan program. PRECEDE/PROCEED merupakan
model yang melibatkan partisipasi masyarakat dan berorientasi pada komunitas untuk menciptakan
intervensi promosi kesehatan masyarakat yang berhasil. Penerapan model PRECEDE-PROCEED
dilakukan dengan membaginya ke dalam dua tahap, yaitu PRECEDE dan PROCEED.
PRECEDE (Predisposing Reinforcing and Enabling Constructs in Ecosystem Diagnosis and
Evaluation) merupakan tahap awal yang dilakukan untuk mendiagnosis masalah, penetapan prioritas, dan
tujuan program. Setelah itu, baru dilakukan tahapan PROCEED (Political Regulatory and Organizational
Constructs that affect Educational and Environmental Development) sebagai tahapan untuk menentukan
sasaran dan kriteria kebijakan, pelaksanaan program, serta evaluasi. 11,12
38
Perilaku dan kegiatan terkait dengan promosi kesehatan dilakukan dengan sukarela, oleh karena
itu dalam melakukan promosi kesehatan harus melibatkan orang-orang yang perilakunya atau
tindakan yang ingin diubah.
Masalah kesehatan harus dilihat dalam konteks masyarakat. Kesehatan dipengaruhi sikap
komunitas, dibentuk oleh lingkungan komunitas (fisik, sosial, politik, dan ekonomi), dan
dipengaruhi sejarah komintas.
Masalah kesehatan pada dasarnya terkait dengan kualitas hidup, sehingga perlu dipertimbangkan
dalam konteks tersebut.
Kesehatan sendiri terdiri dari kumpulan faktor ekonomi, sosial, politik, lingkungan, dan fisik
yang membentuk kesehatan dan kualitas hidup pada individu dan masyarakat.
Model logika yang menyediakan struktur prosedural untuk membangun sebuah intervensi.
Model ini memberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan konten dan metode intervensi dengan
kebutuhan dan keadaan khusus.
39
PRECEDE memiliki tiga kategori berupa Predisposing, Enabling, dan Reinforcing yang dapat
digunakan untuk menggolongkan berbagai perilaku yang berkaitan dengan kesehatan menjadi beberapa
segmen. Hal ini dilakukan untuk menyusun suatu program.
-
Predisposing factor merupakan faktor yang menjelaskan alasan atau motivasi dari suatu
perilaku. Hal-hal yang berkaitan dengan faktor ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai
dan budaya, adat istiadat, serta keterampilan yang sudah ada dalam diri individu.
Enabling factor merupakan faktor yang berkaitan dengan kemampuan pribadi serta sumber
daya yang tersedia dalam terbentuknya suatu perilaku. Hal-hal yang tercakup dalam faktor ini
adalah hal-hal yang memungkinkan terjadinya suatu tindakan. Tidak adanya faktor ini akan
Tahapan PRECEDE/PROCEED
PRECEDE terdiri dari lima fase:
Tahap 1: Diagnosis sosial
Tahap 2: Diagnosis epidemiologi
Tahap 3: Diagnosis perilaku dan lingkungan
Tahap 4: Diagnosis pendidikan dan organisasi
Tahap 5: Diagnosis administrasi dan kebijakan
PROCEED terdiri dari empat fase:
Tahap 6: Implementasi
Tahap 7: Evaluasi proses
Tahap 8: Evaluasi dampak
Tahap 9: Evaluasi hasil
40
Pada Tahap 1, diagnosis sosial, dilakukan identifikasi keinginan dan kebutuhan komunitas untuk
meningkatkan kualitas hidup.
Pada Tahap 2, diagnosis epidemiologi, dilakukan identifikasi masalah kesehatan yang paling signifikan
mempengaruhi hasil yang diharapkan.
Dalam dua tahap ini, ditetapkan tujuan dari intervensi.
Pada Tahap 3, diagnosis perilaku dan lingkungan, dilakukan identifikasi perilaku dan gaya hidup dan/atau
faktor lingkungan yang harus diubah terkait dengan masalah yang diidentifikasi pada Tahap 2, dan
menentukan faktor yang paling mungkin dapat diubah.
Pada Tahap 4, diagnosis pendidikan dan organisasi, dilakukan identifikasi faktor predisposisi, enabling
dan reinforcing yang bertindak sebagai penyokong atau hambatan untuk mengubah perilaku dan faktor
lingkungan yang diidentifikasi pada Tahap 3.
Dalam dua tahap ini, ditentukan rencana intervensi.
41
Pada Tahap 5, diagnosis administrasi dan kebijakan, dilakukan identifikasi (dan penyesuaian jika perlu)
masalah administrasi internal dan masalah kebijakan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
keberhasilan intervensi.
Administrasi dan kebijakan antara lain terkait dengan pendanaan dan sumber daya lain untuk intervensi.
Pada Tahap 6, pelaksanaan, dilakukan intervensi.
Pada Tahap 7, evaluasi proses, dilakukan evaluasi proses intervensi yaitu, menentukan apakah
intervensi berjalan sesuai rencana, dan dilakukan penyesuaian.
Pada Tahap 8, evaluasi dampak, dilakukan evaluasi apakah intervensi memberikan dampak yang
diharapkan pada faktor perilaku dan lingkungan yang menjadi sasaran, dan dilakukan penyesuaian.
Pada Tahap 9, evaluasi hasil, dilakukan evaluasi apakah efek intervensi memberikan hasil yang
diharapkan pada masyarakat yang diidentifikasi dalam Fase 1, dan dilakukan penyesuaian.
masyarakat tidak mengerti bagaimana cara untuk mencegah karies, tidak mengetahui apa
itu fluoride dan kegunaannya, serta tidak mengetahui apa itu sealant dan kegunaannya
42
Banyak penyedia pelayanan kesehatan termasuk dokter gigi yang tidak memiliki
pemahaman yang baik mengenai bagaimana cara mencegah gigi berlubang dan
43
mereka
berfikir
dan
rasakan
mengenai
kelompok
Oral health literacy mengidentifikasi 3 area utama dari intervensi potensial dan mengilustrasikan
pengaruh yang mungkin terhadap oral health literacy sebagai interaksi individu dengan sistem
44
edukasi, sistem kesehatan dan faktor budaya dan sosial. Faktor-faktor tersebut akhirnya
berkontribusi terhadap hasil dan biaya dari kesehatan gigi dan mulut.14
Fungsional: Keterampilan dasar dalam membaca dan menulis diperlukan untuk fungsi
45
Keterbatasan dalam oral health literacy berkaitan dengan pengetahuan yang tidak akurat
mengenai tindakan preventif, seperti fluoridasi air, kunjungan ke dokter gigi dan kualitas hidup
berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut. Informasi mengenai kesehatan gigi mulut dan
kesehatan lainnya tidak ditampilkan secara efektif sehingga dapat mempengaruhi apakah
individu mengikuti atau tidak instruksi yang berguna bagi kesehatan gigi dan mulutnya.14
American Dental Association (ADA) mengatakan bahwa keterbatasan health literacy dapat
menjadi pembatas yang potensial terhadap tindakan preventif, diagnosis dan perawatan penyakit
gigi dan mulut yang efektif. Komunikasi yang jelas, akurat dan efektif merupakan kemampuan
yang penting dalam praktik kedokteran gigi yang efektif.14
Populasi yang sebagian besar memiliki oral health literacy yang rendah yaitu14:
-
Lansia
Ras dan etnis minoritas
Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah
Masyarakat dengan pendapatan yang rendah
Masyarakat dengan status kesehatan compromised.
Pendidikan, bahasa, budaya, akses ke sumber daya, dan usia merupakan faktor yang
mempengaruhi oral health literacy seseorang.14
46
Tanggung jawab utama untuk meningkatkan health literacyada pada public health professional
dan sistem pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat, dimana mereka harus bekerja
bersama untuk memastikan informasi dan pelayanan kesehatan dapat dimengerti dan digunakan
oleh masyarakat dan mengikutsertakan pembentukan keahlian dengan pengguna layanan
kesehatan dan health professional.14
Untuk menghasilkan kesehatan gigi dan mulut yang baik, keputusan terkait kesehatan gigi dan
mulut harus berdasarkan pada pemahaman yang jelas dan benar mengenai informasi dan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang relevan. Kesehatan gigi dan mulut yang baik
bergantung pada perawatan diri yang tepat dan penggunaan perawatan profesional yang sesuai.
Kedua tindakan ini membutuhkan penerapan pengetahuan dan keahlian yang akurat, yang
merupakan elemen penting dari oral health literacy. Karena kebanyakan individu menerima
informasi kesehatan gigi dan mulutnya melalui dokter gigi, maka keterampilan berkomunikasi,
pengetahuan dokter gigi dan lingkungan yang mendukung upaya preventif penting dalam
membangun dan mendukung keahlian pasien dalam merawat kesehatan gigi dan mulutnya.14
Dokter gigi dapat membantu meingkatkanoral health literacy dan status kesehatan gigi dan
mulut pasien melalui:14
47
jargon/istilah medis
Melengkapi instruksi dengan material, ilustrasi, gambar dan model yang sesuai atau alat
sesungguhnya
Mengelola informasi sehingga poin yang terpenting yang perlu disampaikan menonjol
Sebisa mungkin, dokter gigi harus memperhatikan keragaman usia, budaya, dan etnis/ras pasien.
BAB 3
PENUTUP
48
1.1 Kesimpulan
Pendidikan kesehatan dapat mengubah perilaku individu dan komunitas sehingga dapat
meningkatkan Oral Health Literacy
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.who.int/oral_health/strategies/hp/en/diaksespada 27 September 2016 pukul22:00
2. WHO. Health Promotion Glossary. 1998
3. Hayden JA. Introduction to Health Behavior Theory. 2nd ed. Jones & Bartlett Learning.
2014.
49
14. Oral Health Literacy Toolkit [Internet] diakses 28 September 2016. Available on:
https://nysoralhealth.squarespace.com/s/Oral-Health-Literacy-Toolkit.pdf.
15. Horowitz AM. Nuts & Bolts: (Why) Oral Health Literacy. School of Public Health
University of Maryland, 2013 [Internet] diakses 28 September 2016. Available on:
http://www.aacdp.com/docs/2013Horowitz.pdf
16. Lenton PA, Ridpath J. Health Literacy for Dental Team, 2015 [Internet]. diakses 28
September
2016.
Available
on:
http://www.dentalcare.com/media/en-
US/education/ce335/ce335.pdf
50