Referat Rendi Omsk
Referat Rendi Omsk
Oleh:
Bathari Pradnyaparamitha (030.06.043)
Galuh Maharani Sukma (030.06.099)
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Bathari Pradnyaparamitha
Galuh Maharani Sukma
Fakultas
: Kedokteran Umum
Universitas
Tingkat
Bidang Pendidikan
Diajukan
: Agustus 2011
Pembimbing
Mengetahui:
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat mengenai "Komplikasi
Otitis Media Supuratif Kronik" guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT &KL Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Trisakti di BLU RSUD Kota Semarang periode 1 Agustus - 12 September
2011. Disamping itu, makalah ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi yang
membacanya.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
yaitu:
1. Dr. Abimanyu MM, selaku direktur RSUD Kota Semarang
2. Dr. Lukman Mus'at, Sp.THT, selaku ketua SMF Ilmu Penyakit THT RSUD
Kota
Semarang.
3. Dr. Djoko Prasetyo Adi, Sp.THT, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit THT RSUD Kota Semarang.
4. Bapak Wahyuri selaku perawat Bagian Ilmu Penyakit THT RSUD Kota
Semarang.
5. Rekan-rekan anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit THT RSUD
Kota Semarang.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis agar referat ini dapat menjadi lebih
baik. Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila banyak terdapat kesalahan
maupun kekurangan dalam makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri maupun pembaca umumnya.
Semarang, Agustus 2011
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan
kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada
anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada
tahun pertama masa sekolah1.
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah
dengan perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau
hilang timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media
supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna2.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media
kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang
tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk2. Gejala otitis media
supuratif kronis antara lain otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan
pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo1.
BAB II
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi peradangan
kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan
ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental,
bening atau berupa nanah dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Perforasi sentral adalah pada
pars tensa dan sekitar dari sisa membran timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus.
Defek dapat ditemukan seperti pada anterior, posterior, inferior atau subtotal. Menurut
Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis lapisan mukoperiosteum dari middle
ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis yang
ireversibel,2,4.
I. KLASIFIKASI OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,9 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana
kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen1,2.
1.2. Penyakit tidak aktif
` Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang
dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga1,4.
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang
mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi
atas 2 tipe yaitu :1,3
a. Kongenital
b. Didapat.
Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi
marginal. teori itu adalah2,5 :
Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan disini
ia membentuk kolesteatom (migration teori menurut Hartmann); epitel yang masuk
menjadi nekrotis, terangkat keatas.
Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi kolesteatom.
Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction
cholesteatom).
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total1,2,4.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom1,2,4
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma1,2,4.
II. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain dipengaruhi, kondisi sosial,
ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek. Kebanyakan
melaporkan prevalensi OMSK pada anak termasuk anak yang mempunyai kolesteatom,
tetapi tidak mempunyai data yang tepat, apalagi insiden OMSK saja, tidak ada data yang
tersedia7.
III.ETIOLOGI
Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Downs syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi
nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis1,2.
Penyebab OMSK antara lain1,2,5:
1. Lingkungan
2. Genetik
3. Otitis media sebelumnya.
4. Infeksi15
5. Infeksi saluran nafas atas
6. Autoimun
7. Alergi
8. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK1,2 :
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi
VI.
GEJALA KLINIS
TANDA KLINIS
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
VIII.
PEMERIKSAAN KLINIK
IX. PENATALAKSANAAN
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi2,3
OMSK BENIGNA TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah3 :
1.Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.Pemberian antibiotika :
-
sistemik.
OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan
medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri
sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi3.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain3:
1.Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2.Mastoidektomi radikal
3.Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4.Miringoplasti
5.Timpanoplasti
6.Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
BAB III
KOMPLIKASI OMSK
Otitis media supuratif, baik yang akut atau kronis mempunyai potensi untuk
menjadi serius dan menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi
tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian
organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan
komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu
otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe
benigna pun dapat menyebabkan komplikasi1,2.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga infeksi dapat menjalar ke struktur di sekitarnya. Pertahanan
pertama adalah mukosa kavum timpani, yang mampu melokalisasi infeksi. Sawar kedua
adalah dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Dinding pertahanan ketiga adalah
jaringan granulasi.
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya :
1.
2.
3.
Pada operasi, didapatkan dinding tulang teling tengah utuh, dan tulang serta
lapisan muko periosteal meradang dan mudah berdarah
2.
3.
Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak di antara fokus supurasi
dengan struktur sekitarnya
2.
3.
Pada operasi ditemukan jalan penjalaran sawar tulang yang bukan karena
erosi
Komplikasi Extracranial
Abses Subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extracranial dari OMK yang paling sering terjadi.
Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-sel udara mastoid
meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi sebagai akibat dari erosi
korteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai
akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses
subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi juga
ditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma. Cholesteatoma dapat
menghalangi aditus ad antrum, mencegah terhubungnya dari isi dari mastoid yang
terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan
kemungkinan dekompresi yang infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis
sebagai abses subperiosteal atau abses Bezold.
Diagnosis
Seringkali, diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya, pasien akan
datang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama dengan tanda-tanda
lokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapat
daerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak
pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek
kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari tulang
temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan
terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lain
yang harus disingkirkan.
Abses Bezold
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses subperiosteal
secara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks mastoid terkena pada
ujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan berkembang di leher, dalam
sampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan sebagai massa yang dalam dan
lembut pada leher. Karena abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, ini
ditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi dari
mastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dari
ekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuh
dengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMA
dengan mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagai
komplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
Diagnosis
CT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat diagnosis dari abses
Bezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan lembut di leher harus
dibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas dasar klinis saja. CT scan
abses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang meningkat dengan peradangan di
sekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantu
dalam perencanaan operasi.
Komplikasi Intratemporal
Fistula Labirin
Fistula labirin terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis
dengan cholesteatoma, dan telah dilaporkan terjadi pada sekitar 7% dari kasus. Beberapa
keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya sebuah labirin
terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran
sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka
dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat kontroversial.
Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang
paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun
kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dan
di koklea itu sendiri. Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan
pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.
Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan
terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan dari
cholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun,
fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak
ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi.
Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem
pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem
diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan keterlibatan
labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum utuh
diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun ruang
perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini
terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b.
Stadium III menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh
penyakit atau intervensi bedah.
Diagnosis
Pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini datang dengan vertigo
subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan. Sayangnya, gambaran klasik tidak
sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula. Vertigo periodik atau disekuilibrium yang
signifikan ditemukan pada 62% sampai 64% dari pasien yang memiliki fistula sebelum
operasi. Tes fistula positif dalam 32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki
fistula selama eksplorasi bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural
ditemukan di sebagian besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula.
Meskipun adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif
pada pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk fistula,
tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini sebagai alasan
bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan mengasumsikan adanya fistula di
setiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah komplikasi yang tak terduga.
Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien yang memiliki cholesteatoma belum
standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasi
meningkat. Karena ketidakmampuan untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif
atas dasar klinis, peningkatan dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkan
deteksi suatu labirin, nervus facialis , atau dura yang terkena, untuk membantu dalam
perencanaan operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada
CT pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan
tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi fistula
labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang menegaskan
kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma dengan hati-hati.
Mastoiditis Coalescent
Mastoiditis adalah spektrum penyakit yang harus didefinisikan dengan tepat untuk diterapi
secara memadai. Mastoiditis, didefinisikan sebagai penebalan mukosa atau efusi mastoid,
adalah umum dalam suatu otitis akut atau kronis, dan dilihat secara rutin pada CT scan.
Mastoiditis secara klinis menyajikan postauricular eritema, nyeri, dan edema, dengan daun
telinga ke arah posterior dan inferior. Pemeriksaan lebih lanjut diindikasikan untuk
menentukan pengobatan yang paling tepat.
Diagnosis
Dengan adanya mastoiditis klinis, CT scan harus dilakukan untuk mengevaluasi abses
subperiosteal atau mastoiditis coalescent. Mastoiditis Coalescent adalah proses akut,
infeksi tulang mastoid, dengan kehilangan karakteristik tulang trabekuler. Ini adalah
komplikasi yang jarang terjadi, dan terlihat biasanya pada anak-anak muda dengan OMA.
Klasik,
mastoiditis
coalescent
digambarkan
sebagai
terjadi
di
mastoid
yang
terpneumatisasi pada OMA yang tidak sempurna diobati, sedangkan otitis kronis dan
cholesteatoma terjadi pada tulang temporal sklerotik. Namun, sebanyak 25% dari kasus
mastoiditis coalescent telah dilaporkan terjadi pada tulang temporal sklerotik dengan OMK
dan cholesteatoma.
Facial Paralysis
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA, OMK tanpa
cholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba
pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak langsung mediator inflamasi
dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat
mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erosi
tulang. Kelumpuhan wajah sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis
tidak lengkap yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat.
Di sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan
kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis atau kelumpuhan
wajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis yang sulit untuk dibuat
Komplikasi Intracranial
Meningitis
Meningitis adalah komplikasi intrakranial yang paling umum dari OMK, dan OMA adalah
penyebab sekunder yang paling umum dari meningitis. Dalam seri terbaru komplikasi
OMK, meningitis terjadi pada sekitar 0,1% dari subyek. Meskipun ini tetap merupaka
komplikasi yang signifikan, tingkat kematian akibat meningitis otitic telah menurun secara
signifikan, dari 35% di era preantibiotic sampai 5% di era postantibiotic. Meningitis dapat
muncul dari tiga rute otogenic yang berbeda: penyebaran hematogen dari meninges dan
ruang subarachnoid, menyebar dari telinga tengah atau mastoid melalui saluran yang telah
terjadi (fisura Hyrtl), atau melalui erosi tulang dan penyuluhan langsung. Dari ketiga
kemungkinan, meningitis otogenic paling umum adalah hasil dari penyebaran hematogen.
Diagnosis
Diagnosis cepat meningitis bergantung pada pengenalan dari tanda-tanda peringatan oleh
dokter. Tanda-tanda bahwa harus meningkatkan kecurigaan komplikasi intrakranial
termasuk demam persisten atau intermiten, mual dan muntah; iritabilitas, letargi, atau sakit
kepala persisten. Tanda-tanda yang juga membantu diagnosis proses intrakranial meliputi
perubahan visual; kejang onset baru, kaku kuduk, ataksia, atau status mental menurun. Jika
ada tanda-tanda mencurigakan itu terjadi, pengobatan segera dan pemeriksaan lebih lanjut
sangat penting. Antibiotik spektrum luas, seperti sefalosporin generasi ketiga, harus
diberikan selama tes diagnostik sedang dilakukan. CT scan atau MRI kontras akan
menunjukkan peningkatan karateristik meningeal dan menyingkirkan komplikasi
intrakranial tambahan yang dikenal terjadi pada hingga 50% dari kasus ini. Dengan tidak
adanya efek massa yang signifikan pada pencitraan, pungsi lumbal harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis dan memungkinkan untuk kultur dan tes sensitivitas.
Abses Otak
Abses otak adalah komplikasi intrakranial kedua yang paling umum dari otitis media
setelah meningitis, tetapi mungkin yang paling mematikan. Berbeda dengan meningitis,
yang lebih sering disebabkan oleh OMA, otak abses hampir selalu merupakan hasil dari
OMK. Lobus temporal dan otak kecil yang paling sering terkena dampaknya. Abses ini
berkembang sebagai hasil dari perpanjangan hematogen sekunder menjadi tromboflebitis
di hampir semua kasus, tetapi erosi tegmen dengan abses epidural dapat menyebabkan
abses lobus temporal. Hasil kultur dari abses ini biasanya steril, dan, bila positif, biasanya
mengungkapkan flora campur, namun Proteus yang lebih sering dikultur daripada patogen
lain. Perkembangan klinis yang terlihat pada pasien ini terjadi dalam tiga tahap. Tahap
pertama digambarkan sebagai tahap ensefalitis, dan termasuk gejala seperti flu yaitu gejala
demam, kekakuan, mual, perubahan status mental, sakit kepala, atau kejang. Tahap ini
diikuti oleh laten, diam atau di mana gejala akut mereda, namun kelelahan umum dan
kelesuan bertahan. Tahap ketiga dan terakhir menandai kembalinya gejala akut, termasuk
sakit kepala parah, muntah, demam, perubahan status mental, perubahan hemodinamik dan
peningkatan tekanan intrakranial. Tahap ketiga adalah disebabkan rongga abses yang
pecah atau meluas.
Diagnosis
Seperti dengan meningitis, setiap gejala yang mungkin mengindikasikan keterlibatan
intrakranial membutuhkan tindakan cepat. Dengan adanya gejala ini, CT scan atau MRI
kontras harus dipesan sementara IV antimikroba terapi dimulai. Untuk abses otak, MRI
lebih unggul. Meskipun MRI memberikan detil yang lebih baik mengenai abses sendiri,
CT scan memberikan informasi berharga tentang erosi tulang mastoid, dan dapat
membantu dalam menentukan penyebab abses dan pilihan pengobatan yang paling tepat.
Pencitraan itu sendiri adalah diagnostik abses parenkim yang signifikan, dan evaluasi
menyeluruh dari pencitraan diperlukan untuk menyingkirkan komplikasi intrakranial
secara bersamaan, atau bukti tekanan intrakranial meningkat.
Abses Epidural
Adanya abses epidural sering dapat membahayakan dalam perkembangan. Abses ini
berkembang sebagai hasil dari penghancuran tulang dari cholesteatoma atau dari
mastoiditis coalescent. Tanda-tanda dan gejala tidak berbeda secara signifikan dari yang
ditemukan dalam OMK. Kadang-kadang, iritasi dural dapat mengakibatkan peningkatan
otalgia atau sakit kepala yang berfungsi sebagai tanda menyangkut di latar belakang OMK.
Karena komplikasi ini tidak begitu jelas dalam presentasi klinis, sehingga sering
ditemukan secara kebetulan pada saat operasi cholesteatoma atau CT scan untuk keperluan
lain.
Diagnosis
Tidak seperti komplikasi intrakranial lainnya, tidak ada gejala yang sensitif atau spesifik
sugestif dari proses penyakit ini. Kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan untuk
mendiagnosis abses epidural sebelum operasi. Kehadiran otalgia meningkat atau sakit
kepala sebaiknya meningkatkan kecurigaan untuk komplikasi intrakranial. CT scan atau
MRI kontras cukup untuk mendiagnosis abses ini. Bahkan dengan evaluasi yang cermat,
diagnosis ini sering dibuat pada saat operasi.
Otitic Hydrocephalus
Otitic hidrosefalus digambarkan sebagai tanda-tanda dan gejala menunjukkan peningkatan
tekanan intrakranial dengan LCS yang normal pada pungsi lumbal, yang dapat hadir
sebagai komplikasi dari OMA, OMK, atau operasi otologic. "Hidrosefalus Otitic" sampai
sekarang belum dipahami seluruhnya, begitu juga dari sisi patofisiologi Ini adalah sebuah
ironi karena kondisi ini dapat ditemukan tanpa otitis, dan pasien tidak memiliki ventrikel
yang melebar menunjukkan tanda hidrosefalus. Symonds, yang menciptakan istilah otitic
hidrosefalus, merasa bahwa kondisi ini dikembangkan dari infeksi sinus (transversal)
lateral, dengan perluasan thrombophlebitis ke pertemuan sinus untuk melibatkan sinus
sagital superior. Peradangan atau infeksi dari sinus sagital superior mencegah penyerapan
LCS melalui vili arachnoid, sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini biasanya
terjadi tromboflebitis menular sebagai akibat dari infeksi otologic, tetapi beberapa kasus
juga terdapat pada kasus tanpa operasi otologic atau otitis. Selanjutnya, meskipun
trombosis sinus lateral biasanya ditemukan pada hidrosefalus otitic, kasus telah dilaporkan
tanpa trombosis sinus dural.
Diagnosis
Diagnosis hidrosefalus otitic membutuhkan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk
mengenali gejala sugestif. Gejala-gejala yang ditemukan pada pasien ini adalah akibat dari
tekanan intrakranial yang meningkat dan menyebar termasuk sakit kepala, mual, muntah,
perubahan visual, dan kelesuan. Kehadiran gejala ini memerlukan pemeriksaan
menyeluruh dan pencitraan. Pemeriksaan fundoscopic harus dilakukan untuk mengevaluasi
papilledema sebagai bukti tekanan intrakranial meningkat. MRI dan MRV harus dilakukan
untuk mengevaluasi untuk pembesaran ventrikel, atau komplikasi intrakranial yang lain,
seperti trombosis sinus yang signifikan dengan obstruksi. Peningkatan tekanan intrakranial
dengan gejala klinis dan papilledema tanpa adanya dilatasi ventrikel atau meningitis sudah
cukup untuk membuat diagnosis ini. MRV akan mengkonfirmasi keberadaan dan tingkat
trombosis sinus dural, tetapi tidak diperlukan untuk membuat diagnosis hidrosefalus otitic.
BAB III
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan peradangan atau infeksi kronis
yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani, ditandai dengan
perforasi membran timpani, sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis menderita
OMSK. Berdasarkan anamnesa, pasien mengeluhkan keluarnya cairan dari telinga kanan
yang kumat-kumatan, dimana sekret awalnya berwarna putih, encer dan tidak berbau,
kemudian menjadi agak kental, kekuningan, dan berbau. Pasien juga mengeluhkan nyeri
kepala dan nyeri pada telinga kanan. Pasien juga mengeluhkan pendengaran pada telinga
kanan menurun.
Penurunan pendengaran pada pasien OMSK tergantung dari derajat kerusakan
tulang-tulang pendengaran yang terjadi. Biasanya dijumpai tuli konduktif, namun dapat
pula terjadi tuli persepsi yaitu bila telah terjadi invasi ke labirin, atau tuli campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi sampai dengan efektif ke
fenestra ovalis.
Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta
keutuhan dan mobilitas sistim pengantaran suara ke telinga tengah. Pada pasien ini dari
hasil pemeriksaan didapatkan perforasi sentral pada membran timpani.
Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa ke
dalam telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini ke daerah atik
mengakibatkan pembentukan kantong dan kolesteatom. Pembentukan kolesteatom ini akan
menekan tulang-tulang di sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya destruksi tulang,
yang ditandai dengan sekret yang kental dan berbau.
Prinsip pengobatan pasien OMSK benigna tenang adalah tidak memerlukan
pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas
atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,
timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta:
FKUI, 2001. h. 49-62
2. Adams FL, Boies LR, Higler PA. Buku Ajar Penyakit THT. 6 th ed. Jakarta; Balai
Penerbit FKUI; 1997
3. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi
EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala
leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC, 1997: 88-118
5. Berman S. Otitis media in developing countries. Pediatrics. July 2006. Available
from URL: http://www.pediatrics.org/
6. Thapa N, Shirastav RP. Intracranial complication of chronic suppuratif otitis media,
attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience. 2004; 1: 36-39 Available
from URL: http://www.jneuro.org/
7. Couzos S, Lea T, Mueller R, Murray R, Culbong M. Effectiveness of ototopical
antibiotics for chronic suppurative otitis media in Aboriginal children: a
community-based, multicentre, double-blind randomised controlled trial. Medical
Journal of Australia. 2003. Available from URL: http://www.mja.com.au/
8. Dugdale AE. Management of chronic suppurative otitis media. Medical Journal of
Australia. 2004. Available from URL: http://www.mja.com.au/
9. Miura MS, Krumennauer RC, Neto JFL. Intracranial complication of chronic
suppuratif otitis media in children. Brazillian Journal of Otorhinolaringology. 2005.
Available from URL: http://www.rborl.org.br/
10. Vesterager V. Fortnightly review: tinnitusinvestigation and management. BMJ.
1997. available from URL: http://www.bmj.org/