Anda di halaman 1dari 19

Referrat

ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

Oleh
KELOMPOK F
Pembimbing
dr. Iwan Aflani, Sp. F, M. Kes

BAGIAN/UPF ILMU KEDOKTERAN KEHAKIMAN


FK UNLAM-RSUD ULIN

BANJARMASIN
September 2007
PENDAHULUAN

Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat


Indonesia, namun terlepas dari kontroversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan
masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan
kematian ibu.

Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan

melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga
merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi
perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi
sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan
atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah
kontroversial di masyarakat.1,2
Tidak ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan
ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh aborsi tergantung
kondisi masing-masing negara. Diperkirakan di seluruh dunia setiap tahun dilakukan
20 juta aborsi tidak aman, 70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1
dari 8 kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di wilayah Asia tenggara,
WHO memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya 750.000

sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat aborsi tidak aman di
wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250, negara maju hanya 1 dari 3700. Angka
tersebut memberikan gambaran bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup
besar.1,2
Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten memperlihatkan 53 % Jumlah
aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan
pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik
pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di Kabupaten. Kasus aborsi yang
ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di Kabupaten dan dari semua
titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten dilakukan oleh swasta/ pribadi.1

ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS

Definisi
Pengertian

pengguguran

kandungan

menurut

hukum

ialah

tindakan

menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa


melihat usia kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran
kehamilan tersebut lahir bayi hidup atau mati (Yurisprudensi Hoge Raad HR 12 April
1898). Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran

kehamilan

dilakukan, kandungan tersebut masih hidup (HR 1 November 1897, HR 12 April


1898).3,4
Abortus menurut pengertian secara medis ialah gugur kandungan atau
keguguran dan keguguran kandungan itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan,
sebelum fetus dapat hidup sendiri diluar kandungan. Batasan umur kandungan 28
minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram. 1,2,5,6,7,8 Definisi ini
sekarang telah berubah sehingga lama kehamilan untuk istilah aborsi adalah kurang
dari 20 minggu.4,7,8
Klasifikasi
Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi kedalam 1,2,3,5,6,7,8 :
1. Abortus spontan
2. Abortus provokatus, yang terbagi lagi menjadi :

Abortus provokatus terapeutikus

Abortus provokatus kriminalis

Penulis lain mengklasifikasikan abortus menurut proses terjadinya menjadi empat,


yaitu 6:
1. Abortus yag terjadi secara spontan atau natural
Diperkirakan 10-20 % dari kehamilan akan berakhir dengan abortus, dan secara
yuridis tidak membawa aplikasi apa-apa.
2. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan
Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa
di daerah perut, misalnya karena terjatuh atau tertimpa sesuatu di perutnya,
demikian pula bila ia menderita syok, akan mengalami abortus, yang biasanya
disertai dengan perdarahan yang hebat. Abortus yang demikian kadang-kadang
mempunyai implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya.
3. Abortus provokatus medicinalis atau abortus provokatus terapeuticus
Abortus ini semata-mata atas dasar pertimbangan medis yang tepat, tidak ada cara
lain untuk menyelamatkan nyawa si-ibu kecuali jika kandungannya digugurkan,
misalnya pada penderita kanker ganas. Abortus provocatus medicinalis kadangkadang membawa implikasi yuridis, perlu penyidikan dengan tuntas, khususnya
bila ada kecurigaan perihal tidak wajarnya tarif atau biaya yang diminta oleh
dokter, sehingga menimbulkan komersialisasi yang berkedok demi alasan medis.
4.

Abortus provocatus criminalis atau abortus provokatus kriminalis

Jelas tindakan pengguguran kandungan disini semata-mata untuk tujuan yang


tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus yang tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan hanya untuk kepentingan
si-pelaku, walaupun ada juga kepentingan dari si-ibu yang malu akan
kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya oleh karena kedua
belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan baik ( Crime
without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada

yaitu bayi yang

dikandung ).
Metode yang Sering Dipergunakan Dalam Abortus
Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus
provokatus yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang
terjadi dan bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat
untuk menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan
kematian yang terjadi pada si-ibu. Metode-metode yang biasa dipergunakan biasanya
disesuaikan dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi
resikonya. 6
Metode pada abortus 5,6 :
1.

Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu.

Kerja fisik yang berlebihan

Mandi air panas

Melakukan kekerasan pada perut

2.

Pemberian obat pencahar

Pemberian obat-obatan dan bahan-bahan kimia

electric shocks untuk merangsang rahim, dan

menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina

Pada umur kehamilan samapai dengan 8 minggu

Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi
peningkatan menstrual flow, dan preparat hormonal guna mengganggu
keseimbangan hormonal

Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari plasenta dan
amnion, atau menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid)

Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau pensil
dengan maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir dengan
abortus

3. Pada umur kehamilan antara 12 16 minggu

Menusuk kandungan

Melepaskan fetus

Memasukkan pasta atau cairan sabun

Dengan instrumen; kuret

Penulis lain membagi cara melakukan abortus provokatus kriminalis menjadi 3,7,8:
1. Menggunakan obat-obatan yang diminum

Klasifikasi obat-obatan yang digunakan adalah :

Obat yang bekerja langsung pada uterus : echolics, emmenagogum

Obat yang bekerja melalui sistem genito-urinaria : minyak pennyroyal,


minyak terpentin

Obat yang bekerja melalui sistem gastro-intestinal : emetik, golongan


pencahar

Obat yang bersifat racun secara sistemik : racun tumbuhan, racun logam
2. Menggunakan kekerasan mekanik
Tindakan kekerasan yang bersifat umum :

Kekerasan langsung pada uterus

Kekerasan tidak langsung mengenai uterus, misalnya tindakan yang


menyebabkan kongesti pelvis atau perdarahan intrauterin

Kekerasan yang bersifat lokal :

3.

Merobek selaput amnion

Penggunaan ganggang laminaria

Stik abortus

Penggunaan jarum suntik

Menyalurkan listrik tegangan rendah

Dilatasi dan kuretase, biasanya hal ini hanya dilakukan oleh dokter atau bidan
Komplikasi

Komplikasi abortus provokatus kriminalis 3,7,8 :

Perdarahan dan syok

Syok neurogenik akibat nyeri yang hebat

Infeksi: peritonitis

Emboli udara, terutama pada penggunaan jarum suntik

Ruptur uterus

Kegagalan ginjal
Komplikasi yang mungkin terjadi tetapi tidak sampai menyebabkan kematian 7:

Subinvolusi uterus

Infeksi: endometritis

Anemia berat akibat perdarahan yang terus menerus


Pemeriksaan Korban Abortus
Pada korban hidup perlu diperhatikan 3,7,8 :

Tanda kehamilan : perubahan pada payudara, pigmentasi,

Tanda usaha penghentian kehamilan : tanda kekerasan pada genitalia


interna/eksterna, daerah perut bagian bawah

Tanda-tanda abortus yang baru terjadi : bercak darah pada vagina, ditemukan
cairan, vagina yang longgar, laserasi dan luka yang terdapat pada vagina, serviks
membuka, bisa terdapat dan bisa juga tidak terdapat robekan, uterus membesar.

Pemeriksaan toksikologi dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat yang


dapat mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap terhadap
hasil usaha penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD, kematian janin di
dalam rahim dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.3
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan
abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.3
Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan
bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul
atau penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus provokatus
kriminalis.3
Lagi pula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh
wanita yang bersangkutan.3
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen
sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis
sebagai penyebab kematian korban.3
Pemeriksaan atas tubuh seorang wanita yang mati setelah pada dirinya
dilakukan tindakan pengguguran kandungan, tergantung pada metode yang dipakai
dalam pengguguran tersebut 6 :
1. Abortus dengan obat-obatan. Pemeriksaan toksikologi untuk mendeteksi obat
yang dipergunakan merupakan pemeriksaan rutin yang harus dikerjakan, obat
yang biasa ditemukan umumnya obat yang bersifat dapat mengiritasi saluran
pencernaan.

2. Abortus dengan instrumen. Dapat diketahui bila terjadi robekan atau perforasi
dari rahim atau jalan lahir, robekan umumnya terjadi pada dinding lateral uterus,
sedangkan perforasi biasanya terdapat pada bagian posterior forniks vaginae.
3. Abortus dengan penyemprotan. Tampak adanya cairan yang berbusa diantara
dinding uterus dengan fetal membran, separasi sebagian dari plasenta dapat
dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada
pembuluh vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung kanan.
Pengukuran kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk
mengetahui apakah korban mati secara mendadak. Perforasi fundus uteri dapat
dijumpai bila syringe dipergunakan untuk penyemprotan.6
Aspek Hukum dan Medikolegal Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus telah dilakukan oleh manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu
belum ada undang-undang yang mengatur mengenai tindakan abortus. Peraturan
mengenai hal ini pertama kali dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan
untuk melakukan abortus. Sejak itu maka undang-undang mengenai abortus terus
mengalami perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul
suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia
terhadap tindakan abortus. Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan
dalam beberapa kategori sebagai berikut 8:

Hukum yang tanpa pengecualian melarang abortus, seperti di Belanda.

Hukum yang memperbolehkan abortus demi keselamatan kehidupan penderita


(ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi medik, seperti di Kanada,


Muangthai dan Swiss.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosio-medik, seperti di


Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi sosial, seperti di Jepang,


Polandia, dan Yugoslavia.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas permintaan tanpa memperhatikan


indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti di
Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh


dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di
India

Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi humanitarian (misalnya bila


hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang

Ada 3 aturan abortus di Indonesia yang berlaku hingga saat ini yaitu 1:

1. Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum


Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, abortus adalah tindakan
melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
2. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
3. Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan
dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (abortus).
Di Indonesia, baik menurut pandangan agama, Undang-Undang Negara,
maupun Etik Kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan untuk melakukan
tindakan pengguguran kandungan (abortus provokatus). Bahkan sejak awal seseorang
yang akan menjalani profesi dokter secara resmi disumpah dengan Sumpah Dokter
Indonesia yang didasarkan atas Deklarasi Jenewa yang isinya menyempurnakan
Sumpah Hippokrates, di mana ia akan menyatakan diri untuk menghormati setiap
hidup insani mulai dari saat pembuahan. Dari aspek etika, Ikatan Dokter Indonesia
telah merumuskannya dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia mengenai kewajiban
umum, pasal 7d: Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani. Pada pelaksanaannya, apabila ada dokter yang
melakukan pelanggaran, maka penegakan implementasi etik akan dilakukan secara
berjenjang dimulai dari panitia etik di masing-masing RS hingga Majelis Kehormatan
Etika Kedokteran (MKEK). Sanksi tertinggi dari pelanggaran etik ini berupa

"pengucilan" anggota dari profesi tersebut dari kelompoknya. Sanksi administratif


tertinggi adalah pemecatan anggota profesi dari komunitasnya.8
Ditinjau dari aspek hukum, pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak.
Abortus atas indikasi medik ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 8:
PASAL 15: 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis
tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) hanya dapat dilakukan: a. Berdasarkan
indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; b. Oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; c. Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; d. Pada sarana
kesehatan tertentu. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pada penjelasan UU no 23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut 8:
Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan
apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma
kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk

menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis
tertentu.
Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar
mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu
itu,ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang
dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan
wewenang untuk melakukannya yaitu seorang seorang dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada ibu
hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat
memberikan persetujuannya ,dapat diminta dari semua atau keluarganya. Butir d :
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Ayat
(3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanan dari pasal ini dijabarkan antara
lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang bentuk persetujuan, sarana
kesehatan yang ditunjuk.
Beberapa pasal yang mengatur abortus provokatus kriminalis dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 6,8,9:
PASAL 299 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau
menyuruh supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa

karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah. 2) Jika
yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah
melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencaharian.
PASAL 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.
PASAL 347 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua belas tahun. 2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut,
dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
PASAL 348 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikarenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

PASAL 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
PASAL 535 Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana
untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta
menawarkan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa
diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu,
diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan 8:
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu
mati diancam 15 tahun.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan
bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.

4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang
dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah
sepertiganya dan hak untuk praktek dapat dicabut.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan
seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk
menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak
dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima
oleh hakim (Pasal 48). 8
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 8:
PASAL 80 Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15
ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
pidana dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Aborsi Di Indonesia. Kesrepro dot Info. 2007. (online)


http://www.google.com
2. Laily Hanifah. Aborsi ditinjau dari Tiga Sudut Pandang. Kesrepro dot Info.
2007. (online) http://www. Google.com
3. Budianto, Arif. Wibisono Widiatmoko. Siswandi Sudiono. T. Winardi dkk.
Pengguguran Kandungan dalam Ilmu Kedokteran Forensik. 1997. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI
4. Sampurna, Budi. Zulhasmar Samsu. Pengguguran Kandungan Suatu tinjauan
hukum, viktimologi dan moral dalam Peranan Ilmu Forensik Dalam
Penegakan Hukum. 2004
5. Zuhra, Farah. Aborsi Dalam Pandangan Hukum Islam. Gaul Islam. 2003.
(Online) http://www. Google.com
6. Idries, Abdul Munim. Abortus Dan Abortus Provokatus dalam Pedoman Ilmu
Kedokteran Forensik edisi Pertama. 1997. Jakarta. Binarupa Aksara
7. Chadha, D. R. P. V. Abortus Dalam Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan
Toksikologi edisi V. 1995. Jakarta. Widya Medika
8. Anonimous. Gugur Kandungan. Wikipedia.(online) http: id. Wikipedia.org
9. Waluyadi. Aborsi Menurut Hukum Dan Ilmu Kedokteran dalam Ilmu
Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum
Praktik Kedokteran edisi revisi cetakan kedua. 2005. Jakarta. Djambatan

Anda mungkin juga menyukai