Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini banyak sekali perusahan-perusahaan, industri rumahan atau
non formal dan industri formal yang kurang memeperhatikan kebersihan /
sanitasi lingkungan kerja yang mereka buat. Padahal kebersihan
lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kesehatan para pekerja.
Pekerja yang sakit akibat lingkungan kerja yang kurang bersih dapat
menurunkan produktifitas kerja yang dapat mengakibatkan timbulnya
kerugian pada perusahaan / industri tersebut.
Maka sudah seharusnya pemilik industri / pimpinan perusahaan
mengupayakan adanya sanitasi lingkungan kerja agar para pekerja sehat,
dan produktifitas meningkat seiring berjalannya waktu.
1.2 Rumusan Masalah
1.

Bagaimana

Kompetensi

Higiene,

Sanitasi

Lingkungan

di

Pertambangan?
2. Bagaimana Kompetensi Higiene, Sanitasi Lingkungan di Industri
Tekstil?
3. Bagaimana Kompetensi Higiene, Sanitasi Lingkungan di Industri Kimia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui higiene, sanitasi lingkungan di pertambangan
2. Mengetahui higiene, sanitasi lingkugan di industry tekstil
3. Mengetahui higiene, sanitasi lingkungan di industry kimia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Higiene
Untuk mencapai kesehatan yang prima, di dalam buku yang
berjudul The Theory of Cattering, bahwa hygiene is the study of health
and prevent of the disease yang berarti adalah ilmu kesehatan dan
pencegahan timbulnya penyakit. Kebersihan adalah suatu disiplin ilmu
yang mempelajari bagaimana cara hidup sehat dan cara mencapai
kondisi-kondisi
pengajaran

K3

higienis

(hygiene

(Kesehatan

dan

condition).
Keselamatan

Berdasarkan
Kerja),

materi

pengertian

kebersihan adalah sutu usaha untuk melindungi, memelihara dan


mempertahankan

serta

meningkatkan

derajat

kesehatan

manusia,

sehingga tidak mdah terganggu atau terpengaruh dari segala gangguan


kesehatan.
Pengertian Higiene menurut Undang-Undang No 11 tahun 1962
adalah Segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat
kesehatan. Contoh tindakan hygiene:
- Mencuci tangan sebelum makan
- Pemeriksaan kesehatan pada tenaga kerja
2.2 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang mengutamakan
atau menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor
lingkungan yang mempengaruhi tingkat derajat kesehatan manusia.
Menurut Ehler and Steel (1980), sanitasi adalah usaha pengawasan
terhadap faktor lingkungan yang dapat merupakan mata rantai penularan
penyakit.
Pengertian sanitasi mengarah kepada usaha konkrit dalam mewujudkan
kondisi higiene dan usaha ini dinyatakan dengan pelaksanaan di lapangan
berupa pembersihan, penataan, sterilisasi, penyemprotan hama, dan

sejenisnya. Oleh karena itu jika higienis merupakan tujuan, maka sanitasi
merupakan tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk
melaksanakan hal tersebut maka diperlukan suatu sistem yang mengatur
pelaksanaan higienis dan sanitasi sedangkan menurut West, Wood dan
Harger (1996) sanitasi berasal dari bahasa latin sanus yang berarti
sound and healthy atau bersih secara menyeluruh.
2.3 Tujuan Higiene dan Sanitasi
Tujuan diadakannya usaha higiene dan sanitasi adalah untuk mencegah
timbulnya penyakit dan keracunan serta mengganggu kesehatan lain
sebagai akibat adanya interaksi faktor-faktor lingkungan hidup.
2.4 Ruang Lingkup Higiene dan Sanitasi
1. Pengadaaan air bersih (water supply)
2. Pembuangan air kotor (sewage disposal)
3. Pembuangan sampah (refuse disposal)
4. Higiene makanan (food hygiene)
5. Sanitasi perumahan (housing sanitation)
6. Sanitasi industri (industrial sanitation)
7. Sanitasi tempat-tempat umum (public places sanitation)
8. Pemberantasan serangga dan tikus (insect and rodent control)
9. Pengendalian bising (noising)
2.5 Higene dan Sanitasi Lingkungan Pertambangan
Pandangan Umum
Terdapat dua hal utama mengenai higiene pertambangan. Pertama,
penambangan bijih tambang dan pengolahan hasilnya potensial dapat
berakibat pencemaran lingkungan, baik lingkungan kerja, maupun
lingkungan umum, dengan berbagai dampaknya. Kedua, pertambangan
ditandai kekhususan oleh beroperasi dan cara kerjanya seperti pekerjaan

di dalam lobang di bawah tanah, kegiatan operasi pada daerah ketinggian


sangat jauh dari permukaan laut, pekerjaan lepas pantai di tengah laut
dan lain-lainnya. Hal ini menyebabkan berbagai perhatian harus
dicurahkan baik dalam keselamatan, kesehatan, higiene maupun
ergonomi. Pencemaran lingkungan akibat kerja pertambangan mungin
dikarenakan faktor kimiawi, faktor fisis, atau oleh faktor biologis.
Pencemaran terjadi relatif lebih banyak pada lingkungan kerja daripada
terhadap lingkungan masyarakat umum kecuali jika lokasi operasinya
berdekatan dengan daerah pemukiman seperti sering ditemukan pada
pertambangan rakyat.
Pemeliharaan Higiene dan Sanitasi Lingkungan
Lingkungan kerja pertambangan, terutama tempat kerja dapat dipelihara
kebersihan dan kesehatannya dengan penerangan yang baik, ventilasi
yang memadai, dan upaya higiene dan sanitasi lainnya. Di samping itu
dapat diselenggarakan upaya lain yang dapat mengurangi resiko
gangguan kesehatan, penyakit dan kecelakaan, seperti pengeboran
basah yang menurunkan kuantitas debu bebas masuk ke dalam udara,
pelaksanaan cara memasuki tambang sesudah cukup waktu berselang
setelah

peledak

diledakkan,

dan

prosedur

kerja

lainnya,

yang

memperkecil resiko bahaya debu terhadap paru. Penerangan yang baik


sagat berguna bagi memelihara higiene dan menyehatkan lingkungan
oleh karena keadaan lingkungan dapat dengan jelas terlihat tetapi selain
itu penerangan yang cukup sangat besar artinya untu upaya pencegahan
kecelakaan. Ventilasi dalam tambang sangat perlu untuk memberikan
udara segar sehingga tenaga kerja tidak kekurangan oksigen yang benarbenar diperlukan bagi memenuhi kebutuhan sesuai dengan beratnya
pekerjaan dalam tambang. Ventilasi dalam tambang juga berperan sangat
penting guna mengurangi antara lain kadar debu atau gas dan uap
berbahaya dalam udara. Ventilasi mempunyai efek dilusi. Sanitasi
terutama penting untuk memberantas wabah penyakit perut dan cacing

pada masyarakat pekerja. Jelas, betapa pentingnya kerjasama antara


personil medis dan teknisi untuk bersama-sama menjalankan program
higiene perusahaan dan kesehatan kerja di pertambangan.
Sanitasi lingkungan sangat penting pula bagi pekerja dan keluarganya
yang biasanya tinggal dalam perkampungan khusus. Maka perlu perhatian
secukupnya tentang perumahan yang memenuhi persyaratan higiene dan
sanitasi, penerangan yang cukup, penyediaan air minum, pembuangan
kotoran, pembuangan sampah, pemberantasan nyamuk, lalat, tikus, dan
lain-lain.
Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan sistem
kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor
berwawasan kesehatan
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1.
2.
3.
4.

Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar


Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
Pengendalian dampak risiko lingkungan
Pengembangan wilayah sehat.

Pencapaian

tujuan

penyehatan

lingkungan

merupakan

akumulasi

berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta


dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan
penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan
antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sektor ikut
serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan
pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada
hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan
dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta

beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut : Penyediaan Air


Bersih dan Sanitasi. Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan
sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan
prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan
Penyehatan

Lingkungan

yang

ditandatangani

oleh

Bappenas,

Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen


Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan
penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi
pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap
kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran
masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan
kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada
semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan
kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air
bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga cara Penyehatan Air Bersih,
Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan
Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW
German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui
kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang
dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana
dasar pedesaan masyarakat miskin bidang kesehatan dengan tujuan
meningkatkan

status

kesehatan,

produktifitas,

dan

kualitas

hidup

masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam


pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air
minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini
dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan

masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional


serta pemeliharaan).
Disadari bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas, Depdagri
dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat
beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan
cakupan pelayanan air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak
langsung meningkatkan derajat kesehatan.
Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut: akses rumah
tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi peningkatan
cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila
dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan
oleh adanya perubahan kriteria penentuan akses air minum.
Dari segi kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari
Departemen

Kesehatan,

Direktorat

Penyehatan

Lingkungan

telah

melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan survei kualitas air bagi


para petugas Provinsi / Kabupaten / Kota / Puskesmas, bimbingan teknis
program penyediaan air bersih dan sanitasi kepada para pengelola
program di jajaran provinsi dan kabupaten / kota hal ini bertujuan untuk
peningkatan kualitas pengelola program dalam memberikan air yang
aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari air bersih maupun air
minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan Total Coliform)
terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena baru 11
provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target cakupan
yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%)
dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui
peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi,

kemampuan petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih


meningkatkan kegiatan layanan terkait kualitas air minum.

2.6 Higiene dan Sanitasi Lingkungan Industri Tekstil


Pandangan Umum
Industri

sandang

kian

hari

kian

penting

kedudukannya

dalam

perekonomian, sesuai dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri


dalam

soal

sandang

dan

juga

penghasil

devisa

untuk

ekspor.

Perindustrian tekstil menggunakan berbagai bahan baku seperti kapas,


sutera, serat sintetis, wol, rayon, dll. Sekalipun mungkin vlas, hennep,
rami atau asbes, dan sebagainya tidak digunakan tapi suatu saat bahan
tersebut dapat saja digunakan untuk suatu keperluan tertentu.
Industri tekstil ditinjau dari segi higiene perusahaan dan kesehatan kerja
memiliki kekhususan yang tidak terdapat pada industri yang lain, misalnya
saja tentang penyakit bissinosis dan demam pabrik (mill fever). Selain itu
timbulnya kelelahan pada pekerja merupakan problema yang harus
mendapat

perhatian

di

perusahaan

demikian.

Kecelakaan

yang

karakteristik pada industri tekstil khususnya di pemintalan adalah


copotnya kulit kepala bersama seluruh rambut dikarenakan tertarik oleh
bagian mesin pintal yang bergerak.
Pengolahan Limbah Industri Tekstil
Sistem pengolahan limbah tekstil dengan sistem pengolah limbah lumpur
aktif dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. PROSES PRIMER
Penyaringan Kasar

Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui


saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran
tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan
saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau
kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring
dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah
melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan,
masing-masing berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian
dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m 2) yang
terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan
koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk
peningkatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua
dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya
untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki
kedua, limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki
tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan
terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses
pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara
padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam
tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini
sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa
langsung dibuang ke perairan.
Ekualisasi
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m 3
menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna
9

dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur.Kedua sumber


pembuangan mengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh
karena itu, untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber
ini diaduk dengan menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik
yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32 oC. Sebelum kontak dengan sistem
lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling water,
karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32 oc. Untuk mengalirkan air
dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump
atau pompa celup (Q= 60 m3/jam).
Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan
padatan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari
polutan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 3540oC.sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang
bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena
suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30 oC.
2. PROSES SEKUNDER
a) Proses Biologi
Kontak

bakteri

dengan

limbah

lebih

merata

serta

tidak

terjadi

pengendapan lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi


panjang.Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m 3.Pada masingmasing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang
diukur dalam bak aerasi ini dengan sistem lumpur aktif adlah DO, MLSS

10

dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter


tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah
dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang
diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu
berkisar 29-30 oC.

b) proses sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan
bagian

bawahnya

berbentuk

kronis

yang

dilengkapi

dengan

pengaduk.Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran


endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi setting
lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus segera
dikembalikan lagi ke bak aerasi karena kondisi pada bak sedimentasi
hampir mendekati anaerob.
3. PROSES TERSIER
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat.
Polimer dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih
terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh
kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak
(volume 2m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk
mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi
dengan mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi
ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang
mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga
ditambahkan tanah yang berasal dari pengolahan air baku yang bertujuan

11

menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya


flok.
Proses atau tahap penanganan limbah meliputi :
1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari
operasi tekstil adalah program pengelolaan air yang efektif dalam
pabrik
2. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses
harus diperiksa pula :
1. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat
dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan
dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk
mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan
pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin
diperlukan
pengolahan

reduksi

kimia

limbahnya.

dan

pengendapan

dalam

Proses

penghilangan

logam

menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang.


Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat
mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
2. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik
mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses
pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah
operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk
menghilangkan

logam

dan

warna,

jika

menggunakan

flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas,


garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia
dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk
dilanjutkan ke pengolahan biologi.

12

o Pengukur dan pengatur laju alir


o Pengendalian

permukaan

cairan

untuk

mengurangi

tumpahan
o Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran
o Pengurangan pemakaian air masing-masing proses
o Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi
secara cermat
o Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk
penambahan (make-up) dalam proses lain (misalnya limbah
merserisasi untuk membuat penangas pemasakan atau
pengelantangan)
o Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak
kontinyu)
o Pembilasan dengan aliran berlawanan
o Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi
BOD
o Pengelantangan dengan peroksida menghasilkan limbah
yang kadarnya kurang kuat daripada pengelantangan
pemasakan hipoklorit
o Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata
yang menghasilkan BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih
rendah.

13

Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan


pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering
diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan
ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna aerob,
parit oksidasi dan lumpur aktif.Sistem dengan laju alir rendah dan
penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan
pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang murah akan
tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah,
diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki
daya kerjanya.
Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi, warna dan
parameter lain dengan kadar yang sangat rendah, telah digunakan
pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif,
saringan pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.

Pemanfaatan limbah industri tekstil dapat berupa:


1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat.
Lumpur yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah
sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang
mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks.
Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai
bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak
terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka
sebagai pengganti dakron.
2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya
dengan saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna

14

yang dipakai tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur


dapat ditebarkan di atas tanah.
2.7 Higiene dan Sanitasi Lingkungan Industri Kimia
Pandangan Umum
Tidak terhingga banyaknya jenis industri kimia jika dibuat pengelompokan
menurut zat atau bahan kimia yang dipakai sebagai bahan baku, sebagai
produk antara dalam rangkaian proses produksi, dan sebagai produk akhir
suatu industri kimia. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja yang
diselenggarakan dalam suatu industri kimia harus sesuai dengan jenis
perusahaan yang bersangkutan. Namun demikian, terdapat hal-hal yang
kurang lebih sama, yaitu fakta, bahwa dalam industri kimia yang
digunakan, diolah dan dihasilkan dan terdapat sampah sisa atau limbah
zat atau bahan kimia berbahaya. Dengan demikian potensi bahaya dan
resiko terjadinya keracunan, kecelakaan kebakaran, peledakan, penyakit
akibat kerja, dan efek serta dampak buruk yang disebabkan bahan atau
zat kimia relatif sangat besar. Bahkan lebih dari itu, potensi bahaya dan
resikonya jauh lebih meningkat lagi dengan kemungkinan terjadinya
malapetaka industri (major industrial hazards). Namun begitu teknologi
maju yang biasanya diterapkan pada industri kimia lengkap dengan
teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja serta higiene
industri biasanya memberikan jaminan sebaik mungkin untuk mencegah
segala kemungkinan yang tidak dikehendaki.
Industri kimia secara khusus mengelola produksi dan pengusahaan bahan
atau zat kimia. Industri kimia adalah suatu spesialisasi dalam kegiatan
perindustrian yang bahan atau zat kimia yang menjadi subyek dan obyek
utamanya. Tidak mengherankan bila industri kimia siap menangani bahan
atau zat kimia berbahaya. Berbeda dari kenyataan itu, bahan kimia
berbahaya tidak sedikit bahkan demikian banyak digunakan oleh industri

15

lainnya yang dalam hal keselamatan, kesehatan dan higiene tidak siap
sama sekali, kalau pun ada, kesiapan tersebut hanya sekadarnya saja.
Keamanan menggunakan bahan kimia berbahaya sangat tergantung dari
kemampuan dan keberhasilan penanganan bahan tersebut dari sudut
keselamatan

kerja

yang

telah

ada

ketentuan

mengaturnya,

terselenggaranya upaya preventif dalam pengolahan bahan kimia


(chemical handling), dan pelaksanaan pengendalian kadar udara aman
sebagaimana dinyatakan dalam NAB-nya. Penerapan NAB tidak mungkin
berguna jika pengelolaan bahan kimia berbahaya tidak dijalankan dengan
baik karena terjadinya keracunan tidak hanya oleh penghirupan udara
tercemar bahan beracun melalui paru melainkan dapat merupakan akibat
kontak kulit, terminum atau tertelan.
Upaya Pencegahan Terhadap Lingkungan Kerja
Upaya pencegahan yang ditujukan kepada lingkungan kerja dilaksanakan
sebagai berikut :
1. Unit-unit yang menimbulkan gas atau uap ke udara harus memakai
sistem tertutup dengan ventilasi keluar setempat. Ventilasi umum
dan dilusi biasanya tidak memadai bahkan mungkin memperbesar
resiko terjadinya keracunan atau efek lainnya dengan menyebarkan
zat kimia berbahaya ke tempat lain.
2. Kanopi (corong tutup ventilasi keluar setempat) harus menutupi unit
operasi sesempurna mungkin agar dihindari meluasnya efek bahan
berbahaya kepada pekerja yang bekerja di tempat lain.
3. Bahan kimia berbahaya harus diangkut dengan alat angkut
mekanis selama pengangkutan menurut cara itu mungkin dan
dapat dilaksanakan
4. Tempat pengolahan

bahan

berbahaya

harus

berlantai

dan

berbangku kerja yang tidak dapat ditembus oleh bahan berbahaya


yang bersangkutan, agar tempat dan bangku kerja mudah
dibersihkan

sehingga

dapat

16

dicegah

tertimbunnya

bahan

berbahaya baik padat maupun cair. Selain itu harus ada saluran air
mengalir, agar tempat kerja dan perlengkapan kerja mudah sering
dicuci dan dibersihkan.
5. Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum.
6. Menyapu harus dilakukan secara basah dengan air atau kadangkadang dipakai minyak untuk persenyawaan tertentu yang larut
dalam minyak.
7. Cairan yang tumpah harus dibuang dengan mencuci dan
pembuangan air cuci melalui saluran pembuangan air limbah.
8. Untuk ventilasi umum harus dipakai udara segar, udara yang telah
dipakai tidak boleh digunakan berulang kali.
9. Sedapat mungkin diupayakan substitusi bahan beracun dengan
bahan yang kurang toksiknya.
10. Suhu udara tempat kerja harus diatur sedemikian sesuai dengan
kebutuhan, apabila terdapat bahan berbahaya yang mengalami
dekomposisi oleh karena panas.
11. Udara tempat kerja tidak boleh mengandung kadar bahan
berbahaya yang melebihi NAB-nya.
Pengolahan Limbah Industri Kimia
Limbah yang dihasilkan industri dibagi 4 macam, yaitu limbah padat,
limbah cair, cemaran debu/gas (Betalaktam dan non Betalaktam) serta
limbah bakteri. Pengolahan limbah Industri dilakukan sebagai berikut:
a. Limbah Padat
Limbah padat industri kimia dapat bersumber dari :
1. Obat-obat/zat kadaluarsa
2. Kegiatan produksi, meliputi : Kegagalan produksi, debu bahan formulasi
yang terkumpul dari dust collector dan vacuum cleaner, bekas kemasan
bahan baku dan bahan pembantu serta kemasan yang rusak
3. Kegiatan laboratorium, contohnya agar dari sampel kadaluarsa

17

4. Kegiatan kantin karyawan, terdiri dari kotoran/sampah dapur


5. Kegiatan administrasi perkantoran, terdiri dari arsip-arsip kadaluarsa
6. Sampah kebun/halaman
Adapun penanganan untuk limbah padat ini antara lain :
a. Limbah padat termasuk dalam limbah B-3 diolah kerjasama dengan
pengolah limbah B-3 padat misalnya PT. Prasada Pamunah Limbah
Industri (PT. PPLI).
b. Limbah media agar diolah dengan cara disterilisasi dengan alat
autoklaf, ditampung dengan wadah tertutup, kemudian dikirim ke PT.
PPLI.
c. Kotoran dan sampah dari kantin dan kebun, bekerjasama dengan Dinas
Kebersihan DKI Jakarta untuk dibuang ke TPA
d. Kertas berkas arsip dan berkas kemasan dihancurkan dan di daur ulang
bekerjasama dengan pihak ketiga.

b. Limbah cair
Limbah cair dapat berasal dari :
1)

Kegiatan produksi

2)

Kegiatan laboratorium

3)

Kegiatan sarana penunjang

4)

Limbah domestik pencucian

5)

Limbah kantin

c. Limbah gas atau debu


Limbah gas atau debu berasal dari :

18

1) Kegiatan sarana penunjang : Gas yang berasal dari sisa pembakaran


bahan bakar boiler.
2) Kegiatan produksi : Debu yang berasal dari kegiatan proses, antara lain
dari proses granulasi, proses pencetakan tablet, proses coating dan
proses massa kapsul.
Upaya pengelolaan limbah debu atau gas antara lain :
1. Limbah asap dan gas yang keluar dari boiler.
2. Limbah debu yang terjadi dalam proses produksi dikurangi dengan
pemasangan dust

collector pada

ruang-ruangan

yang

banyak

menghasikan debu.
3.

Pembersihan

debu-debu dengan

menggunakan vacuum

cleaner,

kemudian ditampung dan dikumpulkan, untuk selanjutnya di tangani


seperti limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
d. Sistem Pengolahan Limbah

Limbah kantin diolah dengan cara pemisahan lemak pada instalasi


penyaringan khusus untuk lemak, dimana padatannya diambil secara
berkala untuk mencegah terjadinya penyumbatan pada pipa penyaluran
limbah dan alat penyaringan.

Limbah domestik ditampung pada bak khusus, cairannya dialirkan ke


Instalasi Pengolahan Limbah Sentral, sedangkan padatannya diendapkan
dan dilakukan penyedotan setiap sekali setahun.

Limbah B3 dari sisa produksi dan debu dust colector disimpan digudang
khusus limbah B3, untuk penanganannya, industri bekerja sama dengan
pihak ketiga.

Limbah sisa produksi Betalaktam ditampung pada kolam khusus, untuk


selanjutnya dilakukan treatment pemecahan cincin betalaktam dengan

19

menambahkan larutan NaOH Teknis, kemudian dialirkan ke Instalasi


Pengolahan Limbah Sentral.

Limbah Non-Betalaktam

dialirkan ke Instalasi Pengolahan Limbah

Sentral ditampung pada bak utama, disatukan dengan limbah lainnya,


untuk kemudian dialirkan ke bak 2 dan 3 yang berisi bakteri anaerob,
kemudian dialirkan ke bak 4 untuk di aerasi dan penguraian oleh bakteri
aerob, selanjutnya air pengolahan limbah dialirkan ke bak sedimentasi,
lalu ke bak yang berisi ikan sebagai indikator hayati.
Sistem pengolahan limbah akan diperiksa berkala oleh Kementrian
Lingkungan Hidup untuk diberikan penilaian berupa :
1) Proper Hitam : Harus dilakukan penegakan hukum, karena ada indikasi
kesengajaan terkait kelalaian yang dapat membahayakan lingkungan.
2) Proper Merah : Dilakukan pembinaan, karena ada kekurangan terkait
pengelolaan limbah
3) Proper Biru : Pengolahan limbah cukup bagus tapi masih ada
kekurangan.
4) Proper Hijau : Pengolahan limbah disertai CSR.
5) Proper Emas : Pengolahan limbah sudah sangat baik.

20

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Higiene dan sanitasi lingkungan harus diterapkan di perusahaan
maupun industri untuk menjaga kesehatan para pekerja dan
meningkatkan produktifitas kerja.
2. Sanitasi pertambangan sangat penting dan ditekankan pada
penyediaan air bersih serta penyediaan pemukiman yang layak
bagi penduduk sekitar.
3. Sanitasi industri tekstil lebih ditekankan pada pengolahan limbah.
4. Sanitasi industri kimia lebih ditekankan pada pengolahan limbah.
3.2 Saran
Pemilik industri atau pimpinan perusahaan seharusnya menyediakan /
menerapkan higiene dan sanitasi di area kerja. Penerapan yang dimaksud
bukan hanya penerapan yang sekadarnya. Namun juga perlu persiapan
yang

matang

dan

persiapan

aspek-aspek

yang

dibutuhkan

mendukung terlaksananya higiene dan sanitasi dengan baik.

21

dan

DAFTAR PUSTAKA

Sumamur. 2014. HIGIENE PERUSAHAAN dan KESEHATAN KERJA


(HIPERKES).Jakarta : Sagung Seto
Oktavia,dwi.2011.https://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolaha
n-limbah-industri-tekstil/ (diakses pada 13 April 2015, 02.15)
Fauzi.2014.http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2014/02/sistempengolahan-limbah-industri.html (diakses pada 13 April 2015, 02.27)
AF,Amrodji.2013.http://amrodji.blogspot.com/2013/11/hygiene-dansanitasi.html(diakses pada 11 April 2015, 20.29)
Amargana,Rossi.2012.http://rossiamargana.blogspot.com/2012/11/masala
h-lingkungan-dalam-pembangunan.html (diakses pada 13 April 2015,
02.16)

22

Anda mungkin juga menyukai