Filosofi Museum Tsunami Aceh
Filosofi Museum Tsunami Aceh
Desain dan pembangunan Museum Aceh dengan konsep Rumoh Aceh as Escape Building
mempunyai beragam filosofi. Pada lantai dasar museum ini menceritakan bagaimana tsunami
terjadi melalui arsitektur yang didesain secara unik. Pada masing-masing ruangan memiliki
filosofi tersendiri yang mendeskripsikan gambaran tentang tsunami sebagai memorial dari
bencana besar yang melanda Aceh pada 26 Desember 2004 silam yang menelan korban jiwa
dalam jumlah yang cukup besar mencapai kurang lebih 240.000 jiwa. Berikut filosofi dari design
lantai dasar Museum Tsunami Aceh.
1.
2.
3.
Melalui Ruang Kenangan (Memorial Hall), pengunjung akan memasuki Ruang Sumur Doa
(Chamber of Blessing). Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30
meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap
dindingnya. Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang
memasuki ruanga ini dianjurkan untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan
masing-masing.
Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablumminallah) yang
dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang
mengarah ke atas dan lantunan ayat-ayat Al-Quran. Ini melambangkan bahwa setiap manusia
pasti akan kembali kepada Allah (penciptanya).
4.
5.
Museum Tsunami Aceh yang diresmikan oleh Bapak Presiden RI dan dibuka
secara resmi kepada umum pada tanggal 8 Mai 2011 adalah satu-satunya
museum Tsunami di Asia yang dianggap sangat strategis dan representatif,
selain Museum Gempa Kobe di Jepang "Disaster Reduction and Human
Renovation Institution". Dengan demikian, museum ini perlu terus dijaga dan
dikembangkan sebagai media utama pembelajaran dan pendidikan "disaster
mitigation center" bagi generasi muda tentang keselamatan dan
membangun kesiap-siagaan kebencanaan, pusat evakuasi bagi masyarakat
"evacuation center" bila terjadi bencana lainnya masa akan datang serta
warisan penting bagi generasi muda Aceh mendatang untuk selalu
mengingat bencana gempa dan Tsunami yang pernah menimpa Aceh.
Keberadaan Museum Tsunami Aceh telah mendapatkan perhatian serius dari
berbagai kalangan masyarakat, khususnya para pelajar/siswa dan
masyarakat luar Aceh umumnya, termasuk para wisatawan manca negara
dan peneliti kebencanaan. Setiap hari Museum Tsunami Aceh dikunjungi ratarata 600 pengunjung. Namun, khusus pada hari Sabtu dan Minggu jumlah
tersebut dapat mencapai 2000 sampai 2500 pengunjung (data 2011).
Sementara, khusus pada hari liburan anak-anak sekolah, jumlah pengunjung
Museum Tsunami Aceh dapat meningkat sekitar 3500 pengunjung atau
meningkat sekitar 60%.
Museum Tsunami sebagai Pusat Evakuasi
Perlu disadari bahwa secara geografis, Indonesia berada pada lempengan
bumi yang sangat rentan akan terjadinya berbagai bencana alam "Ring of
Fire", sehingga menjadi perhatian kita semua untuk terus membangun
kesadaran dan motivasi masyarakat kita terhadap upaya kesiap-siagaan
dalam mengurangi resiko bencana "Disaster Risk Reduction" di masa akan
datang.
Membangun
upaya
kesiap-siagaan
bencana
berarti
kita
sudah
mempersiapkan diri dan mentalitas kita terhadap pengambilan langkahlangkah efektif apa saja dalam melakukan upaya penyelamatan diri sebelum,
sedang dan pasca bencana terjadi. Langkah-langkah ini penting untuk
mempersiapkan diri tentang bagaimana, kapan dan kemana untuk bergerak
untuk menyelamatkan diri, sekaligus menghindari kepanikan dan ketakutan
yang dapat berdampak pada jatuhnya korban.
Baru-baru ini, dua gempa besar berkekuatan 8,5 dan 8,2 skala Richter juga
telah mengguncang wilayah daratan Sumatera dan kepulauan Simeulue
tanggal 11 April 2012. Kedua gempa besar tersebut yang diprediksikan akan
mengakibatkan Tsunami telah menimbulkan kekhawatiran, kemacetan dan
kepanikan massa di wilayah pantai barat Sumatera, khususnya di Aceh.
Setelah ruang memorial hill, pengunjung akan memasuki ruang The Light of
God, yaitu sebuah ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya
remang kekuningan. Pada puncak ruangan terlihat kaligrafi arab berbentuk
tulisan ALLAH dalam sebuah lingkaran. Pada dinding-dinding ruangan ini
dipenuhi tulisan nama-nama korban tsunami yang tewas dalam peristiwa
besar tersebut. Bangunan yang menyerupai tower ini mengandung nilai-nilai
Museum Tsunami Aceh: "Rumoh Aceh Escape Hill" Karya Ridwan Kamil
Banda Aceh - Lorong sempit itu gelap gulita. Di sisi kiri dan kanannya ada air
terjun yang mengeluarkan suara gemuruh air, kadang memercik pelan,
kadang bergemuruh kencang. Sesaat suara-suara itu mengingatkan kembali
pada kejadian tsunami 26 Januari 2004 yang melanda Banda Aceh dan
sekitarnya.
Itulah suasana yang menyambut kita saat memasuki "Rumoh Aceh Escape
Hill", bangunan monumental berbentuk epicenter gelombang laut, Museum
Tsunami Aceh, yang baru saja dibuka oleh Gubernur Nanggroe Aceh
Darussalam, Irwandi Yusuf di Banda Aceh, Senin (10/05/2011) lalu.
M Ridwan Kamil, sang arsitek museum merancang ruang tersebut untuk
mengingatkan kita pada suasana tsunami, sebelum kita memasuki ruangruang selanjutnya yang juga sarat dengan makna. Kita pun dibawa pada
sebuah perenungan lebih dalam melalui ruang The light of God. Ini adalah
sebuah ruang berbentuk sumur silinder yang menyorotkan cahaya ke atas
sebuah lubang dengan tulisan arab Allah dengan dinding sumur dipenuhi
nama para korban. Ruangan yang mengandung nilai-nilai religi cerminan dari
Hablumminallah (konsep hubungan manusia dan Allah).
Tampilan interior Museum Tsunami Aceh ini merupakan tunnel of sorrow yang
menggiring ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga
Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan
Allah dalam mengatasi sesuatu.
"Rumoh Aceh Escape Building" yang dibangun di atas areal 10.000 meter
persegi ini mengambil ide dasar Rumoh Aceh, rumah tradisional orang Aceh
yang merupakan rumah panggung. Lantai pertama museum merupakan
ruang terbuka sebagaimana rumah tradisional Aceh, disebut sebagai escape
hill, sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu
antisipasi lokasi penyelamatan seandainya terjadi banjir atau tsunami di
masa yang akan datang. Tempat ini disebut juga the hill of light, karena di
tempat yang dipenuhi tiang tersebut pengunjung juga dapat meletakkan
karangan bunga mengenang korban tsunami 7 tahun silam.
Tak hanya itu, unsur tradisional lainnya diterjemahkan dalam eksterior
bangunan museum. Tarian Saman sebagai cerminan Hablumminannas
(konsep hubungan antar manusia dalam Islam) didistilasi ke dalam pola
fasade bangunan.
Desain "Rumoh Aceh Escape Hill" karya M Ridwan Kamil ini memenangkan
sayembara lomba desain museum tsunami Aceh tahun 2007 lalu,
menyisihkan 68 desain lainnya. M Ridwan Kamil adalah dosen Arsitektur ITB
dan ketua Bandung Creative City Forum. Bersama Urbane (Urban Evolution)
sebagai jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain yang dia dirikan
pada tahun 2004, Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil banyak
menghasilkan karya arsitektur di berbagai negara seperti di Singapura,
Thailand, Bahrain, Cina, Vietnam, Uni Emirat Arab dan tentu saja di
Indonesia.
Beberapa contoh proyek yang ditangani Emil diantaranya seperti Marina Bay
Waterfront Master di Singapura, Sukhotai Urban Resort Master Plan di
Bangkok, Ras Al Kaimah Waterfront Master di Qatar, juga District 1 Saigon
South Residential Master Plan di Saigon. Sementara di Cina ada Shao Xing
Waterfront Masterplan, Beijing CBD Master Plan, dan Guangzhou Science City
Master Plan.
*sumber: www.esdm.go.id
http://museumtsunami.blogspot.com/