Oleh
Ir. Effendi Kadir
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2008
DAFTAR ISI
I.
Halaman
BATUAN DAN MEKANIKA BATUAN
1
A. Definisi batuan ..
1
B. Komposisi Batuan
1
C. Definisi Mekanika Batuan
2
D. Sifat Batuan .
3
E. Beberapa Ciri Dari Mekanika Batuan .
4
F. Beberapa Persoalan dalam Mekanika Batuan .
6
G. Ruang Lingkup Mekanika Batuan ..
7
8
8
11
14
16
19
19
20
37
47
IV.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
PERILAKU
BATUAN
..
50
Pendahuluan ..
50
Elastic dan Elastik Plastik .
50
Creep .
53
Relaksasi Batuan ..
53
Hubungan Tegangan dan Regangan Perilaku Elastik Linier
Dan Isotrop
54
Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Bidang Perilaku Batuan
Elastik Linier dan Isotrop ..
57
60
60
62
67
67
68
68
68
72
77
83
84
BAB I
BATUAN DAN MEKANIKA BATUAN
A. Definisi Batuan
Berbagai definisi dari batuan sebagai objek dari mekanika batuan telah
diberikan para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan.
1. Menurut para geologiawan :
a. Batuan adalah susunan mineral dan bahan organic yang bersatu
membentuk kulit bumi.
b. Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi
atas :
batuan yang terkonsolidasi
batuan yang tidak terkonsolidasi
2. Menurut para ahli teknik sipil khususnya ahli geoteknik :
a. Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan solid dari kulit bumi.
b.
Batuan adalah suatu bahan keras dan koheren atau yang telah
terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa.
3. Menurut TALOBRE ,orang yang pertama kali memperkenalkan mekanika
batuan di Prancis pada tahun 1948.
Batuan adalah material yang membentuk kulit bumi termasuk fluida
yang berada didalamnya seperti air dan minyak.
4. Menurut ASTM :
Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa
massa yang berukuran besar ataupun berupa fragmen.
5. Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak
mempunyai komposisi kimia tetap.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batuan tidak sama
dengan tanah. Tanah dikenal sebagai materal yang mobile rapuh dan
leaknya dekat dengan permukaan.
B. Komposisi Batuan
Kulit bumi, 99% dari beratnya terdiri dari 8 unsur berikut :
O , Si , Al , Fe , Ca , Na , Mg , H.
Komposisi dominant dari kulit bumi tersebut adalah :
SiO2
: 59,8 %
Al2O3
: 14,9 %
CaO
: 4,9 %
MgO
: 3,7 %
FeO
: 3,39 %
Na2O
: 3,25 %
K2O
: 2,98 %
Fe2O3
: 2,69 %
H2O
: 2,02 %
Batuan terdiri dari bagian yang padat baik berupa kristal maupun yang
tidak mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori , fissure,
crack, joint dll.
C. Definisi Mekanika Batuan
Definisi mekanika batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi
yang bergerak dibidang ilmu tersebut.
1. Menurut TALOBRE
Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannnya adalah
mempelajati perilaku (behaviour) batuan ditempat asalnya untuk dapat
mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang dibuat pada batuan tersebut (seperti
penggalian di bawah tanah dll.
Untuk mencapai tujuan tersebut, mekanika batuan merupakan gabungan dari :
Teori + pengalaman + pekerjaan/pengujian di laboratorium + pengujian in-situ.
Sehingga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh
TALOBRE sebagai sains deskriptif yang mengidentifikasi batuan dan mempelajari
sejarah dari batuan.
Demikian juga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi terapan.
Ilmu geologi terapan banyak mengemukakan problema-problema yang paling
sering dihadapi oleh geologiawan :
2. Menurut COATES , seorang ahli mekanika batuan dari Kanada :
a. Mekanika adalah ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada
sebuah benda.
Efek ini bermacam-macam , misalnya percepatan, kecepatan, dan perpindahan.
b. Mekanika batuan adalah lmu yang mempelajari efek dari gaya terhadap batuan.
Efek utama yang menarik bagi para geologiawan adalah perubahan bentuk.
Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari perubahan volume dan
bentuk yaitu gelombang seismik.
Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah :
Analisis daripada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan.
Analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress),
regangan (strain) atau energi yang disimpan.
Analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture),aliran
atau deformasi dari batuan.
3. Menurut US NATIONAL COMMITE On Rock Mechanics (1964)
Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
perilaku (behaviour) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan
cabang dari ilmu mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap
medan-medan gaya pada lingkungannya.
4. Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku batuan bila
terhadapnya dikenakan gaya atau tekanan.
D. Sifat Batuan
Sifat batuan sebenarnya di alam adalah sebagai berikut :
1. Heterogen
a. Jenis mineral pembentuk batuan berbeda.
b. Ukuran dan bentuk partikel/butir berbeda di alam batuan
c. Ukuran,bentuk dan penyebaran void berbeda di dalam batuan.
2. Diskontinu
Massa batuan di alam tidak kontinu karena adanya bidang lemah
(crack,fault) dimana kekerapan,perluasan dan orientasi dari bidang-bidang
lemah tersebut tidak kontinu.
3. Anisotrope
B2
B
B1
B1 + B2 + B3
B ekuivalen
GAMBAR I.2
SISTEM BATUAN SINGLE BODY DAN MULTIPLE BODY
F. Beberapa Persoalan Dalam Mekanika Batuan
Beberapa persoalan dalam mekanika batuan akan timbul dan erat
hubungannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada batuan (gambar
I.3) seperti persoalan fondasi pada batuan, penggalian batuan dibawah permukaan
tanah baik untuk pekerjaan teknik sipil maupun pertambangan, pemakaian batu
sebagai bahan bangunan dan sebagainya.
GAMBAR I.3
BEBERAPA AKTIVITAS MANUSIA PADA BATUAN
Adapun persoalan di dalam mekanika batuan antara lain :
1. Bagaimana reaksi dari batuan ketika diambil untuk dipergunakan ?
2. Berapa dan bagaimana besarnya daya dukung dari batuan dipermukaan pada
berbagai kedalaman untuk menerima beban ?
3. Bagaimana kuat geser batuan ( nt max) ?
4. Bagaimana nilai modulus elastisitas (E) dan Poisssons ratio dari batuan () ?
10
BAB II
ANALISIS TEGANGAN (STRESS) DAN REGANGAN (STRAIN)
A. Definisi Tegangan (Stress) dan Regangan (Strain)
Jika sebuah batang prisma diberi tarikan dengan gaya yang terbagi rata
disepanjang ujungnya (gambar II.1) gaya dalam juga terbagi merata di sepanjang
potongan penampang sembarang mm. Tegangan (stress) pada potongan
penampang tersebut adalah :
P (Gaya)
(tegangan)
=
A (Luas penampang)
=
l (panjang mula-mula)
P
=
cos = cos
A
11
l1 + l2 = l
l1
l2
GAMBAR II.1
BATANG PRISMA MENGALAMI TARIKAN
1 + cos 2
2
n = S cos = cos =
)
12
2
nt = S sin = cos sin = sin 2
n maksimum pada = 0 ang besarnya n =
nt maksimum pada = 450 yang besarnya nt =
tegangan tergantung pada :
1. Titik dimana ia dikenakan.
2. Orientasi dari luas permukaan dimana ia dikenakan.
3. Sistem dari gaya-gaya luar yang dikenakan pada sebuah benda.
Misalkan titik P berada ditengah-tengah sebuah empat persegi panjang kecil
(gambar II.2) dimana bidang yang berhadapan sejajar menurut koordinat kartesian
x,y,z. Konvesi untuk menggambarkan tegangan normal dan tegangan geser seperti
terlihat pada gambar II.2.
Tegangan normal yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu x diberi
simbol x.
GAMBAR II.2
13
zy dx dy dz
zy dx dy dz
+
+
=0
2
2
2
2
Persamaan yang sama diperoleh untuk My dan Mz dengan masing masing
pada arah sumbu y dan z .
Setiap persamaan dibagi dengan dx dy dz , maka didapat :
xy = yx
yz = zy
zx = xz
Ini memperlihatkan bahwa sepasang tegangan geser mempunyai nilai dan tanda
yang sama.
Mx =
yz dx dz dy
14
GAMBAR II.3
DIAGRAM TEGANGAN PADA BIDANG
x = n cos
y = n sin
Dimana x = luas penampang bidang yang sumbu x
y = luas penampang bidang yang sumbu y
n = luas penampang bidang miring.
Dalam keadaan setimbang
Fn = 0
n . n = x cos . x + y sin . y + xy sin . x + yx cos . y
n . n = x cos . n cos + y sin . n sin + xy sin . n cos
+ yx cos . n sin
n = x cos2 + y sin2 + 2 xy sin cos
x + y
x - y
15
n =
+
2
Fnt = 0
nt . n = x sin . x - y cos . y - xy cos . x + xy sin . y
nt . n = x sin . n cos - y cos . n sin - xy cos . n cos
+ yx sin . n sin
nt = x sin cos y cos sin - xy cos2 + yx sin2
nt = (x - y) sin cos - xy (cos2 - sin2 )
x - y
nt =
sin 2 - xy cos 2 .................... II.2.
2
Persamaan II.1 dan II.2 memberikan besar dan tanda dari n dan nt
yang bekerja pada bidang miring yang normalnya membuat sudut
terhadap sumbu x. Perioda dari tegangan tegangan ini adalah karena
persamaannya merupakan fungsi dari sin 2 dan cos 2 . sehingga
tegangan tegangan tersebut mempunyai nilai maksimum dan minimum
atau konstan.
Turunan tegangan normal n terhadap sama dengan nol
memberikan :
d n
= - ( x - y ) sin 2 l + 2 xy cos 2 l = 0
d
dimana l digunakan untuk menggantikan yang menyatakan sudut
spesifik.
Besarnya l adalah :
2 xy
-1
l = tan
x - y
Dari persamaan ini didapat dua nilai yaitu l dan l + 900 . satu
sudut akan memberikan arah dari tegangan normal maksimum dan sudut
lainnya akan memberikan arah dari tegangan normal minimum
Jika l = 0 maka dari persamaan II.1 didapat
x + y
x - y
n max =
+
2
2
x + y
x - y
n min =
+
2
2
3
Arah ini disebut arah prinsipal (Principal direction) dan tegangan
normal yang bersangkutan adalah tegangan prinsipal (principal stress)
16
dimana max disebut major principal stress dan min disebut minor
principal stress . Bidang dimana bekerja tegangan prinsipal disebut
bidang prinsipal (principal Plane). Tidak ada tegangan geser yang bekerja
pada bidang dimana tegangan normal maksimum atau minimum.
Apabila arah prinsipal diambil sebagai sumbu x dan y, xy = 0 dan
persamaan II.1 dan II.2 disederhanakan menjadi :
max + min max - min
n =
+
cos 2
2
2
max - min
nt =
sin 2
2
Variasi komponen tegangan n dan nt sesuai dengan variasi
C. Lingkaran Mohr dari Tegangan
Pemecahan geometri untuk tegangan tegangan dengan arah yang
berbeda beda didapat dengan lingkaran Mohr. Untuk diagram tegangan
seperti pada gambar II.3.a , maka urut urutan untuk membuat lingkaran
Mohr adalah sebagai berikut :
1. dibuat sumbu tegak lurus dan sumbu horisontal untuk , kedua sumbu
ini saling tegak lurus . skala untuk kedua sumbu ini harus sama.
2. plot tegangan normal x dan y pada sumbu tegangan normal .
3. Plot tegangan geser xy yang bekerja dibagian kanan dari benda langsung
dibawah atau diatas titik yang menggambarkan x pada sumbu tegangan
normal.
Jika arah tegangan geser berlawanan dengan arah jarum jam relatif
terhadap titik pusat benda, plot xy di bawah sumbu tegangan normal . jika
arah tegangan geser searah dengan arah jarum jam relatif terhadap titik
pusat benda , plot xy diatas sumbu tegangan normal.
4. Plot tegangan geser yx yang bekerja pada bidang yang sama dengan y ,
diatas titik yang menggambarkan y pada sumbu tegangan normal jika
searah dengan arah jarum jam dan di bawah titik tersebutr jika berlawanan
dengan arah jarum jam.
5. hubungkan kedua titik tegangan geser dengan sebuah garis lurus . garis ini
akan memotong sumbu tegangan normal pada titik (x + y).
6. gambarkan sebuah lingkaran dengan titik pusatnya pada sumbu tegangan
normal di (x + y) dan diameternya sama dengan panjang garis yang
menghubungkan kedua titik tegangan geser.
17
GAMBAR II.4
LINGKARAN MOHR DARI TEGANGAN
Dari gambar II.4 terlihat bawah proyeksi dari jari jari lingkaran pada
sumbu tegangan geser akan memberikan tegangan geser pada sudut tertentu
18
dan proyeksi dari ujung ujung diameter lingkaran pada sumbu tegangan
normal akan memberikan tegangan tegangan normal pada sudut tertentu.
Jari jari lingkaran adalah tegangan geser maksimum dan perpotongan
antara lingkaran Mohr dan sumbu tegangan normal adalah tegangan prinsipal.
Sudut l adalah sudut yang dibentuk antara sumbu x dengan arah dari
tegangan prinsipal.
Dapat diliaht pada gambar II.4 bahwa tegangan geser sama dengan nol jika
tegangan normal maksimum dan minimum . demikian juga jika tegangan
geser maksimum maka tegangan tegangan normal sama dengan setengah
dari jumlah tegangan tegangan normal asal (original normal Stresses).
Sebagai titik pusat lingkaran selalu pada titik :
x + y
n + ( n + 900 )
=
2
2
D. Tegangan Regangan
Ada dua jenis deformasi yang dapat terjadi pada sebuah benda jika
mengalami tegangan :
1. Perubahan panjang dari sebuah garis lurus
Perubahan panjang persatuan unit panjang mula mula disebut regangan
longitudinal (longitudinal strain) yang didefinisikan sebagai
L
= lim
L0 L
Dimana L = perubahan panjang
L = panjang mula mula
Regangan longitudinal positif jika terjadi pertambahan panjang dan
negatif jika terjadi pengurangan panjang.
2. perubahan sudut dari sudut yang dibentuk oleh perpotongan dua buah
garis lurus disebut regangan geser ( shear strain ).
Gambar II.5 memperlihatkan satu sudut dari segi empat yang mengalami
tegangan.
A O B = sudut sebelum mengalami tegangan
A O B = sudut sesudah mengalami tegangan
Titik O pindah ke O , titik A pindah ke A dan titik B pindah ke B sesudah
mengalami tegangan.
Displacement dari titik menyatakan dengan x,y, dan z diasumsikan sebagai
fungsi kontinu dari koordinat (x,y,z).
Jadi jika u adalah displacement dari titik A yang brbeda didekatnya pada arah
x adalah
u
19
u+
x
x
u
OA = x + u +
u
x u = x +
x
v
AA = v +
v
x v =
x
x
x
x
20
w
; z =
z
GAMBAR II.5
HUBUNGAN ANTARA REGANGAN DAN DISPLACEMENT
Melihat gambar II.5 dan mengingat bahwa sudut sudut 1 dan 2 adalah
kecil serta tegangan juga kecil terhadap unitnya , maka dapat ditulis
persamaan sebagai berikut :
v
AA
( x ) x
v
tan 1 = 1 =
=
=
OA
u
x
x +(
) x
x
BB
tan 2 = 2 =
u
y )
u
=
OB
u
y +(
) y
y
Perdefinisi , regangan geser (shear strain) xy , dalam sudut A O B adalah
1 + 1 :
u
v
21
xy =
+
y
x
dengan cara yang sama untuk bidang yz dan zx , 6 komponen dari regangan
dapat ditulis sebagai berikut :
u
u
v
x =
xy =
+
x
y
x
u
x =
yz =
y
u
x =
+
y
zx =
x
+
x
jika u , v , dan w adalah fungsi kontinu dari koordinat ruang x,y, dan z dari
sebuah benda ,maka keenam persamaan diatas adalah keadaan (state) dari
regangan sebuah titik di dalam benda.
BAB III
SIFAT FISIK DAN SIFAT MEKANIK BATUAN
22
Wn
Ww Ws
b. Bobot isi kering (dry density) =
Wo
Ww Ws
c. Bobot isi jenuh (saturated density) =
Ws
Ww Ws
23
Wo
Ww Ws
e. Bobot isi air (true spesific gravity) = Wo
Wo Ws
f. Kadar air asli (natural water content) = Wn Wo x 100 %
Wo
g. Saturated water content (absorpsi) = Ww Wo x 100 %
Wo
h. Derajat kejenuhan = Wn Wo x 100 %
Ww Wo
i. Porositas (n) = Ww Wo x 100 %
Ww Ws
j. Void ratio (e) =
n
1n
B. Penentuan Sifat Mekanik Batuan di Laboratorium
1. Pengujian kuat tekan (unconfined compressive strength test)
Pengujian ini menggunakan mesin tekan (compressive machine) untuk
menekan per contoh batu yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari satu
arah (uniaxial). Penyebaran tegangan di dalam percontoh batuan secara teoritis
adalah searah dengan gaya yang dikenakan pada percontoh tersebut. Tetapi
dalam kenyataannya arah tegangan tidak searah dengan gaya yang dikenakan
pada percontoh karena ada pengaruh dari plat penekan mesin tekan yang
menghimpit per contoh. Sehingga bentuk pecahan tidak berbentuk bidang pecah
yang searah dengan gaya melainkan berbentuk cone (gambar III.1).
Perbandingan antara tinggi diameter dan percontoh
l mempengaruhi
D
nilai kuat tekan batuan. Untuk perbandingan l = 1 kondisi tegangan triaxial
D
saling bertemu (gambar III.2) sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan
batuan. Untuk pengujiankuat tekan digunakan 2 < l/D < 2,5 . Makin besar l/D
maka kuat tekannya akan bertambah kecil seperti ditunjukkan oleh persamaan
di bawah ini :
- menurut ASTM c l = l =
D
c
0,778 + 0,222
24
l/ D
- menurut Protodianikov = c l =
2 =
8c
7
2
l/ D
25
GAMBAR III.1
PENYEBARAN TEGANGAN DI DALAM PERCONTOH BATU DAN
BENTUK PECAHNYA PADA PENGUJIAN KUAT TEKAN
26
GAMBAR III.2
KONDISI TEGANGAN DI DALAM PER CONTOH
UNTUK l/D BERBEDA
27
GAMBAR III.3
REGANGAN YANG DIHASILKAN DARI PENGUJIAN
KUAT TEKAN BATUAN
Displacement dari percontoh batu baik axial (l) maupun lateral (D)
selama pengujian berlangsung dapat diukur dengan menggunakan dial gauge
atau electric strain gauge. (Gambar III.4).
Dari hasil pengujian kuat tekan, dapat digambarkan kurva tegangan-regangan
(stress-strain) untuk tiap percontoh batu. Kemudian dari kurva ini dapat ditentukan
sifat mekanik batuan (Gambar III.5) :
Kuat tekan = c
1.
Batas elastic = E
2.
28
3.
4.
Modulus young : E =
a
Poissons ratio : = l
pada tegangan
a
BEBERAPA DEFINISI MODULUS YOUNG
1.
2.
GAMBAR III.4
29
PENGUKURAN DISPLACEMENT
GAMBAR III.5
KURVA TEGANGAN-REGANGAN HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN
3.
GAMBAR III.6
30
GAMBAR III.7
DEFINISI MODULUS YOUNG MENURUT HAWKES
Keterangan :
A. Initial tangent modulus
B. Tangent modulus
C. Secant modulus
D. Chord modulus
31
GAMBAR III.8
KURVA TEGANGAN REGANGAN BATU KAPUR
32
GAMBAR III.9
PENGUJIAN KUAT TARIK
Kuat tarik :
P
RH
33
cepat, sehingga dengan cepat dapat diketahui kekuatan batuan dilapangan, sebelum
pengujian di laboratorium dilakukan.
Percontoh yang disarankan untuk pengujian ini adalah yang berbentuk silinder
dengan diameter = 50 mm (NX = 54 mm).
GAMBAR III.10
BENTUK PERCONTOH BATU UNTUK POINT LOAD TEST
34
GAMBAR III.11
PRESSURE PADA POINT LOAD TEST
Dari pengujian ini didapat :
P
Is =
D2
Dimana : Is = point load strength index (index Franklin)
P = beban maksimum sampai percontoh pecah
D = Jarak antara dua konus penekan
Hubungan antara index Frankilin (Is) dengan kuat tekan (c) menurut
BIENIAWSKI adalah sebagai berikut :
c = 24 I s untuk diameter percontoh = 50 mm. Jika I s = 1 MPa maka
indeks tersebut tidak lagi mempunyai arti sehingga disarankan untuk
menggunakan pengujian lain dalam penentuan kekuatan ( strength ) batuan.
4. Pengujian triaxial
Pengujian ini adalah salah satu pengujian yang terpenting dalam mekanika
batuan untuk menentukan kekuatan batuan dibawah tekanan triaxial. Percontoh
yang digunakan berbentuk silinder dengan syarat-syarat sama pada pengujian kuat
tekan.
Dari hasil pengujian triaxial dapat ditentukan :
- strength envelope (Kurva intrinsic)
- Kuat geser (shear strength)
35
GAMBAR III.12
PENGUJIAN TRIAXIAL
36
GAMBAR III.13
LINGKARAN MOHR DAN KURVA INTRINSIC DARI HASIL
PENGUJIAN TRIAXIAL
37
GAMBAR III.14
PENGARUH BESARNYA CONFINING PRESSURE (3) TERHADAP
KEKUATAN BATUAN (VON KARMAN)
Gambar III.14 memperlihatkan kurva tegangan regangan dari hasil
pengujian dilaboratorium terhadap percontoh batu marmer dengan berbagai nilai
confining pressure (3) ,naiknya 3 akan memperbesar kekuatan batuan ,
tetapi modulus deformasi konstan.
5. Punch shear test
Pengujian ini untuk mengetahui kuat geser (shear strength) dari percontoh
batu secara langsung.
Percontoh berbentuk silinder tipis yang ukurannya sesuai dengan alat punch test
dengan tebal t cm dan diameter d cm (gambar III.15).
Sesudah percontoh dimasukkan kedalam alat punch test kemudian ditekan
dengan mesin tekan sampai percontoh pecah ( p kg).
Kuat geser (shear strength)
38
P
(kg/cm2)
=
d . t
GAMBAR III.15
PUNCH SHEAR STRESS
6. Direct box shear strength test
Pengujian ini untuk mengetahui kuat geser batuan pada tegangan normal
tertentu.
Dari hasil pengujian dapat ditentukan (gambar III.16) :
- garis coulombs shear strength
- kuat geser (shear strength)
- sudut geser dalam ()
- kohesi (C)
7. Ultrasonic velocity test
Modulus young (E) dan poissons ratio () dapat juga ditentukan secara tidak
langsung (dinamis) dengan ultrasonic velocity test yaitu mengukur cepat rambat
gelombang ultrasonic pada percontoh batu.
Dari hasil pengujian ini akan didapat nilai nila cepat rambat gelombang
primer (Vp) dan cepat rambat gelombang sekunder (Vs) . kemudian dapat
dihitung modulus young dan poissons ratio dari batuan yang diuji.
Perhitungan hasil ultrasonic velocity test :
a. Cepat rambat gelombang primer (Vp)
L
39
Vp =
m/detik
tp
Dimana : L = panjang percontoh (m)
tp = waktu yang dibutuhkan gelombang primer merambat sepanjang
percontoh (detik)
GAMBAR III.16
DIRECT BOX SHEAR STRENGTH TEST DAN GARIS COULUMB
SHEAR STRENGTH
b. Cepat rambat gelombang sekunder (Vs)
L
Vs =
m/detik
ts
40
K=
(3 Vp2 4 Vs2 ) (kg/cm2)
3
C.Penentuan sifat mekanik batuan in-situ
Dilakukannya pengujian in-situ untuk menentukan sifat mekanik batuan
lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengujian dilaboratorium karena
menyangkut volume batuan yang besar sehingga hasilnya lebih representatif dan
lebih menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.gambar III.17
memperlihatkan bertambahnya jumlah kekar (joint) dengan bertambah besarnya
ukuran percontoh.
41
1 2 )
2a
F
W
42
43
44
45
46
Dimana :
S = kuat geser
n = beban normal di atas bidang geser
= sudut ketahanan geser dari batuan
C = kohesi batuan
47
48
49
50
51
Dimana :
X = nilai yang diambil (diperkirakan)
= nilai rata-rata dari populasi
= simpangan baku dari populasi
jika ada percontoh maka dapat diketahui X*
X* = * - k*
Dimana tanda * menyatakan nilai yang diperkirakan.
Ketelitian (precision) dimana diketahui X adalah :
= X X*
jika jumlah percontoh banyak maka : = t var (X*)
dimana t adalah hazard dari Gauss, untuk = 0,05 t = 2
var = variasi
52
53
BAB IV
PERILAKU BATUAN
B. Elasto Plastik
Plastisitas adalah karakteristik batuan yang mengijinkan regangan
(deformasi) permanen yang besar sebelum batuan tersebut hancur (failure).
Perilaku batuan sebenarnya yang diperoleh dari pengujian kuat tekan
digambarkan oleh BIENIAWSKI seperti gambar IV.5 . pada tahap awal batuan
dikenakan gaya, kurva berbentuk landai dan tidak linier yang berarti bahwa gaya
yang diterima oleh batuan dipergunakan
54
55
Untuk menutp crack/fissure yang terdapat didalam batuan. Sesudah itu kurva
menjadi linier sampai batas tertentu yang kita kenal dengan batas elastic (E).
terbentuk fracture baru dan perambatannya stabil sehingga kurva tetap linier.
Sesudah batas elastik dilewati maka perambatan fracture tidak stabil, kurva
tidak linier lagi dan tidak berapa lama kemudian batuan akan hancur. Titik hancur
ini menyatakan kekuatan batuan.
56
C. Creep batuan
Di daerah I dan II pada kurva tegangan-regangan menyatakan tidak ada
creep dan creep stabil (gambar IV.7). sehingga di daerah tersebut
kestabilannya adalah untuk jangka panjang, karena regangan tidak akan
bertambah sampai kapanpun pada kondisi tegangan konstan. Daerah III terjadi
creep dengan kestabilan semu yang pada saat tertentu akan terjadi failure.
Daerah IV terjadi creep yang tidak stabil dimana pada beberapa saat saja terjadi
failure.
D. Realaxation Batuan
Seperti pada creep batuan, relaxation batuan juga akan terjadi di daerah
yang sama pada kurva tegangan-regangan (gambar IV.8).
57
E. Hubungan Tegangan dan Regangan Untuk Perilaku Batuan Elastik Linier dan
Isotrop.
2. Batuan dikenakan tegangan sebesar 1 pada arah (1) sedangkan arah (2) dan
(3) = 0 (gambar IV.9)
58
26,70 = 0,995
59
Dimana : N = 1 + 2 + 3
i bervariasi dari 1 sampai 3
jika tidak pada arah prinsipal maka hubungan antara regangan dan tegangan
adalah :
60
61
62
63
BAB V
KRITERIA FAILURE BATUAN
Teori MOHR
Teori MOHR menganggap bahwa :
Untuk suatu keadaan tegangan 1 > 2 > 3 (intermediate stress) tidak
mempengaruhi failure batuan.
Kuat tarik tidak sama dengan kuat tekan.
Teori ini didasarkan pada hipotesa bahwa tegangan normal dan tegangan geser
yang bekerja pada permukaan rupture memainkan peranan pada proses
failure batuan.
64
65
Kriteria MOHR-COULOMB
Untuk mempermudah perhitungan di dalam mekanika batuan maka
envelope MOHR dianggap sebagai garis lurus. Oleh karena itu didefinisikan
kriteria MOHR-COULOMB seagai berikut (gambar V.5).
= C +
dimana : = tegangan geser
= tegangan normal
C = kohesi
= koefisien geser dalam dari batuan = tg
misalkan 1 , 3 adalah tegangan-tegangan utama ekstrim.
Kriteria MOHR-COULOMB dapat ditulis :
66
67
68
Factor keamanan (safety factor) dengan menggunakan criteria MOHRCOULOMB ditentukan berdasarkan jarak dari titik pusat lingkaran MOHR ke
garis kekuatan batuan (kurva intrinsic) dibagi dengan jari-jari lingkaran MOHR
(gambar V.9). Faktor keamanan ini menyatakan perbandingan keadaan kekuatan
batuan terhadap tegangan yang bekerja pada batuan tersebut.
69
70
3 = - T
D. Kriteria Tegangan Geser Maksimum
Kriteria failure dari TRESCA berlaku untuk batuan isotrop dan ductile.
Kriteria ini merupakan fungsi dari tegangan uatama 1. dan 3. Menurut kriteria
ini, batuan mengalami failure jika tegangan geser maksimum maks sama dengan
kuat geser batuan S.
S = maks = 1 - 3
2
1 = major principal stress
3 = minor principal stress
intermediate principal stress 2 tidak berperan di dalam kriteria ini. Kriteria
TRESCA adalah hal khusus dari criteria MOHR-COULOMB (gambar V.8).
BAB VI
71
0 = tegangan mula-mula
= density tanah / batu diatasnya
H = jarak dari permukaan tanah
73
74
75
76
77
78
79
80
81
GAMBAR VI.6
KUAT TEKAN DARI SEBUAH BATUAN BERLAPIS YANG
MERUPAKAN FUNGSI DARI SUDUT PERLAPISAN
82
GAMBAR VI.7
EVOLUSI SEBUAH LUBANG BUKAAN BERBENTUK LINGKARAN
DALAM MASSA BATUAN BERLAPIS
Fenomena ini akan diperburuk oleh major principal stress yang tegak lurus
pada arah perlapisan. Daerah tarikan pada sebuah lubang bukaan (tegangan adalah
monoaxial) mempunyai pengaruh yang berbeda posisinya terhadap perlapisan
(gambar VI.8).
83
GAMBAR VI.8
DAERAH TARIKAN PADA MASSA BATUAN BERLAPIS
(DUFFAUT, 1981)
Jika tegangan monoaxial adalah vertical maka keadaan (a) dengan adanya
tarikan tangensial yang akan memisahkan/ merenggangkan perlapisan tidak begitu
mempengaruhi kestabilan. Sebaliknya keadaan (b) tarikan tersebut pada tiap-tiap
lapisan sehingga dapat patah oleh lengkungan karena beratnya sendiri.
84
GAMBAR VI.9
KUAT TEKAN BATUAN SCHIST PADA TEROWONGAN DI PLTA
LANOUX-LHOSPITALET (DUFFAUT,1981
85
Antara nilai ekstrim 115 dan 62 MPa variasinya adalah diskontinu. Nilai
minimum antara sudut 200 dan 700 (gambar VI.9). evolusi dari kontur terowongan
dalam dengan penampang berbentuk bulat pada batuan schist diperlihatkan pada
gambar VI.10.
GAMBAR VI.10
TEROWONGAN DI PLTA LANOUX-LHOSPITALET PRANCIS
(DUFFAUT, 1981)
Tahap 1 : failure oleh geseran (shear) timbul disekitar titik A dimana kuat tekannya
paling kecil, kemudian berkembang sampai membentuk profil BCD.
Tahap 2 : terbentuknya span yang tinggi CC dari lapisan batuan
memungkinkan terbentuknya rekahan pada dinding.
Tahap 3 : lengkungan dari lapisan yang dinyatakan oleh deformasi sudut CEC
dengan bukaan yang membentuk baji wedge di E. sesudah batuan
yang hancur dibersihkan, maka kontur akhir CFC lebih stabil dari
kontur semula (CEC).
86
GAMBAR VI.11
TEGANGAN DISEKITAR LUBANG BUKAAN BULAT UNTUK BATUAN
ELSSTIK DENGAN TEGANGAN MULA-MULA HIDROSTATIK
Daerah elastik dibatasi oleh lingkaran yang berjari-jari R. akibat dari
tegangan diserap oleh deformasi plastic pada daerah lingkaran sebelah dalam. Jarijari R dapat dihitung dengan membuat beberapa hipotesa (dihitung dari
KATSNER, untuk sebuah kurva intrinsic yang linier) :
R = R ( 2
0 ( - 1) + C ) ( 1 )
1+
C
-1
Dimana : R = jari-jari daerah plastik
R = jari-jari lubang bukaan
= 1 + sin = tan 2 ( + )
1 sin
4
2
= sudut geser dalam.
87
Jari-jari ini dapat tidak terhingga untuk batuan yang tidak mempunyai kohesi,
jadi kestabilan tidak mungkin dicapai tanpa penyangga (support). Rumus diatas
dapat dipermudah jika diambil sudut geser dalam = 19,50 = arc sin 1/3 sehingga
= 2.
R = 2 R (0 + 1)
3 C
GAMBAR VI.12
TEGANGAN DISEKITAR LUBANG BUKAAN BULAT DENGAN PERILAKU
BATUAN PLASTIK SEMPURNA DISEKELILINGNYA
F.Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Yang Berbentuk Tidak Bulat Untuk
Keadaan Yang Paling Ideal.
Tabel VI.2 memperlihatkan distribusi tegangan pada garis keliling
terowongan dengan berbagai bentuk penampang terowongan dan berbagai keadaan
tegangan mula-mula untuk keadaan yang paling ideal.
Tabel ini diambil dari symposium mekanika batuan di Jepang tahun 1964
dengan judul Study On Internal Stress Of Rock Stratum Around Tunnel.
h = tegangan horizontal sebelum penggalian terowongan.
v = tegangan vertical sebelum penggalian terowongan.
= tegangan tangensial untuk tiap titik pada garis keliling terowongan.
88
89
90
BAB VII
PENGUKURAN TEGANGAN (STRESS) IN-SITU DI DALAM MASSA BATUAN
A. Pendahuluan
Pengukuran tegangan (stress) in-situ dapat mengetahui keadaan tegangan
didalam massa batuan dan dapat menentukan antara lain parameter-parameter
penting untuk mengetahui kelakuan (behaviour) massa batuan ditempat asalnya.
Pengukuran ini mencakup kepentingan di berbagai bidang. Dibidang
pertambangan , diketahuinya keadaan tegangan yang ada di dalam massa batuan
dapat ditentukan ukuran dari besarnya lubang buka dan kestabilan didalam
tambang. Gasifikasi batubara in-situ memerlukan diketahuinya secara tepat
tegangan dan penyebarannya di dalam massa batuan.
Bagi para geolog, pencarian gaya- gaya tektonik dan akibat akibat yang
ditimbulkannya tidak akan lengkap tanpa diketahuinya penyebaran tegangan
didalam struktur yang sedang dipelajari.
Dibidang teknik sipil , penentuan lokasi penbuatan sebuah terowongan
ataupun sebuah bendungan berdasarkan pada arah tegangan utama (principal
stress) regional.
Pemecahan klasik yang biasa dilakukan untuk mengetahui keadaan tegangan
didalam massa batuan tanpa dilakukannya pengukuran in-situ adalah dengan
menganggap bahwa tegangan vertikal ( v) pada massa batuan yang berada pada
kedalaman tertentu adalah sama dengan berat persatuan luas dari batuan yang
berada diatasnya atau :
h
v = 0 z dz
dimana : h = kedalaman
z = bobot isi batuan
sedangkan tegangan horizontal (H) adalah isotrop dan besarnya sama dengan
H = K v
dimana : K =
1
= poisons ratio
91
Untuk kedalaman (h) yang besar sekali , maka keadaan tegangan pada
umumnya menjadi hidrostatik , yaitu K = 1 dan H = v . tetapai semua itu
hanyalah sebuah estimasi global dari keadaan tegangan yang ada didalam massa
batuan , yang didasarkan pada hipotesa yang sangat sederhana seperti :
homogenitas , isotropi dan kelakuan (behaviour) rheologi dari massa batuan
tegangan rhesidual dan tektonik kemungkinan ada ddalam massa batuan dan
dapat merubah keadaan tegangan yang ada . oleh karena itu keadaan tegangan
yang sebenarnya dapat berbeda jauh dengan keadaan tegangan yang dihitung
secara teoritis.
Teori hanya dapat memberikan perkiraan besaran intensitas dari tegangan
yang ada , sedangkan hanya pengukuran tegangan in-situ yang dapat memberikan
keterangan mengenai orientasi dan besarnya tegangan pada massa batuan dibawah
tanah.
Dari berbagai literatur, terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan
metoda-metoda pengukuran tegangan in-situ. Seperti metoda pengukuran
langsung (direct) dan pengukuran tidak langsung (indirect). Juga metoda
pengukuran absolut dan pengukuran relatif.
Tetapi kelihatannya yang terbaik adalah klasifikasi berdasarkan tipe dari
pengukuran yang dilakukan.
Adapun klasifikasi dari berbagai metoda pengukuran tegangan in-situ adalah
sebagai berikut :
1. Metoda yang didasarkan pada pengukuran yang dilakukan disebuah
permukaan bebas didinding batuan yang dikenal antara lain adalah metoda
Rosette de formasi.
2. Metoda yang didasarkan pada pengukuran tekanan yang diperlukan untuk
mengembalikan tegangan yang dibebaskan : metoda flat jack.
3. Metoda yang didasarkan pada pengukuran di dalam lubang bor.
a. metoda overcoring
i. cell yang mengukur tegangan
ii.cell yang mengukur displacement
- displacement radial
- dispalcement radial dan longitudinal.
b. hidraulic fracturing.
Perlu diketahui bahwa interpretasi dari semua hasil pengukuran tegangan insitu untuk semua metoda yang telah disebutkan didasarkan pada hipotesa
homogenitas , kontinuitas, isotropi dan elastikm linier. Disamping itu medan
tegangan dianggap homogen disekitar tempat dimana pengukuran dilakukan.
92
94
kali, yang pertama pada batuan yang tidak solid, kemudian dilakukan
penggalian sampai kedalaman 30 cm dan pengukuran yang kedua dilakukan
(lihat gambar VII.4) .
Teknik yang digunakan tidak memungkinkan untuk melakukan
pengukuran selama penggergajian, oleh karena itu kurva D 1 (kurva
pembebasan stress pada saat penggergajian) hanya dapat diduga seperti
gambar VII.2.
4. Pengukuran modulus deformasi dengan flat jack test
Perhitungan kestabilan pekerjaan dibawah tanah memerlukan
diketahuinya karakteristik elastik dari batuan, terutama modulus deformasi.
Flat jack menghasilkan tegangan yang diketahui besarnya didalam massa
batuan atau dapat dihitung pada daerah tertentu, sehingga dengan mengukur
deformasi yang dihasilkan oleh tegangan tersebut , modulus deformasi dapat
dihitung.
l2
dan
l1
L
.
L
e = displacement yang disebabkan oleh relaksasi dari batuan pada lubang
gergajian sesudah pembebasan tegangan.
Oleh sebab itu, kemiringan dari kurva yang diukur dari titik
pengukuran L tidak menggambarkan modulus deformasi karena strain global
yang diukur , termasuk relaksasi yang disebabakan oleh penggergajian.
96
Sebaliknya , tangent dari bagian linier kurva , yang diukur dari titik
pengukuran L adalah sama dengan modulus deformasi dengan faktor koreksi
yang tergantung dari geometri potongan gergaji.
97
98
99
100
101
102
103
BAB VIII
KLASIFIKASI MASSA BATUAN
A. PENDAHULUAN
Metode rancangan empiris berhubungan dengan pengalaman praktis yang
diperoleh dari proyek-proyk sebelumnya untuk mengantisipasi kondisi dari lokasi
proyek yang diusulkan.
Klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan
empiris dan digunakan secara luas didalam rekayasa batuan. Dalam kenyataannya
dibanyak proyek, pendekatan klasifikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk
merancang struktur di bawah tanah yang kompleks. Klasifikasi massa batuan
tidak digunakan sebagai pengganti untuk rancangan rekayasa. Tetapi harus
digunakan bersama-sama dengan metode observasi dan analitik untuk
memformulasikan secara menyeluruh rancangan yang rasional, yang cocok
dengan tujuan rancangan dan kondisi geologi di lapangan.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah :
1. Mengidentifikasi parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku
massa batuan.
2. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam group yang
mempunyai perilaku sama, yaitu kelas massa batuan dengan berbagai kualitas.
3. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.
4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan
pengalaman yang ditemui di lokasi lain.
5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa
(engineering design).
6. Memberikan dasar umum untuk komunikasi diantara para insinyur dan
geologiawan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka system klasifikasi harus :
1. Sederhana, mudah diingat dan mudah dimengerti.
2. Setiap istilah jelas dan terminologi yang digunakan dapat diterima secara luas
oleh engineer dan geologist.
3. Sifat-sifat massa batuan yang paling signifikan diikut sertakan.
4. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dengan uji yang cepat, relevan
serta murah dilapangan.
104
106
107