Anda di halaman 1dari 107

MEKANIKA BATUAN

Disusun sebagai bahan mata kuliah Mekanika Batuan


untuk mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Oleh
Ir. Effendi Kadir

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2008

DAFTAR ISI

I.

Halaman
BATUAN DAN MEKANIKA BATUAN
1
A. Definisi batuan ..
1
B. Komposisi Batuan
1
C. Definisi Mekanika Batuan
2
D. Sifat Batuan .
3
E. Beberapa Ciri Dari Mekanika Batuan .
4
F. Beberapa Persoalan dalam Mekanika Batuan .
6
G. Ruang Lingkup Mekanika Batuan ..
7

II. ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN


A. Definisi Tegangan dan Regangan .
B. Analisis Tegangan Pada Bidang ...
C. Lingkaran MOHR dari Tegangan .
D. Analisis Regangan .

8
8
11
14
16

III. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN ..


A. Pendahuluan ...
B. Penentuan Sifat Fisik Batuan di Laboratorium ..
C. Penentuan Sifat Mekanik Batuan In-situ ..
D. Penentuan Jumlah Contoh .

19
19
20
37
47

IV.
A.
B.
C.
D.
E.
F.

PERILAKU
BATUAN
..
50
Pendahuluan ..
50
Elastic dan Elastik Plastik .
50
Creep .
53
Relaksasi Batuan ..
53
Hubungan Tegangan dan Regangan Perilaku Elastik Linier
Dan Isotrop
54
Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Bidang Perilaku Batuan
Elastik Linier dan Isotrop ..
57

V. KRITERIA FAILURE BATUAN


A. Teori MOHR ...
B. Kriteria MOHR-COULOMB ..
C. Criteria Tegangan Tarik Maksimum ...
D. Kriteria Tegangan Geser Maksimum ..

60
60
62
67
67

VI. DISTRIBUSI TEGANGAN DISEKITAR TEROWONGAN ...


A. Distribusi Tegangan Sebelum Dibuat Terowongan .
B. Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Untuk Keadaan
Yang Paling Ideal
C. Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Untuk Tegangan
Awal Tidak Hidrostatik ..
D. Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Untuk Batuan
Yang Tidak Isotrop
E. Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Untuk Batuan
Yang Mempunyai Perilaku Plastik Sempurna diSekeliling
Terowongan
F. Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Yang Berbentuk
Tidak Bulat Untuk Keadaan Paling Ideal ..
VII. PENGUKURAN TEGANGAN IN-SITU DI DALAM MASSA
BATUAN ..
A. Pendahuluan
B. Metode Rossete Deformasi .
C. Metode Flat Jack .
D. Metode Over Coring
E. Metode Hydraulic Fracturing ..
VIII. KLASIFIKASI MASSA BATUAN
A. Pendahuluan
B. Metode Rock Load Classification ..
C. Klasifikasi Stand-up Time ..
D. Indeks Rock Quality Designation (RQD) ..
E. Konsep Rock Structure Rating ...
F. Klasifikasi Geomekanika
G. Klasifikasi System Q ..
H. Klasifikasi NATM ..
I.
Penggunaan Didalam Terowongan .....

68
68
68
72
77
83
84

BAB I
BATUAN DAN MEKANIKA BATUAN

A. Definisi Batuan
Berbagai definisi dari batuan sebagai objek dari mekanika batuan telah
diberikan para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan.
1. Menurut para geologiawan :
a. Batuan adalah susunan mineral dan bahan organic yang bersatu
membentuk kulit bumi.
b. Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi
atas :
batuan yang terkonsolidasi
batuan yang tidak terkonsolidasi
2. Menurut para ahli teknik sipil khususnya ahli geoteknik :
a. Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan solid dari kulit bumi.
b.
Batuan adalah suatu bahan keras dan koheren atau yang telah
terkonsolidasi dan tidak dapat digali dengan cara biasa.
3. Menurut TALOBRE ,orang yang pertama kali memperkenalkan mekanika
batuan di Prancis pada tahun 1948.
Batuan adalah material yang membentuk kulit bumi termasuk fluida
yang berada didalamnya seperti air dan minyak.
4. Menurut ASTM :
Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa
massa yang berukuran besar ataupun berupa fragmen.
5. Batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda, tidak
mempunyai komposisi kimia tetap.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batuan tidak sama
dengan tanah. Tanah dikenal sebagai materal yang mobile rapuh dan
leaknya dekat dengan permukaan.

B. Komposisi Batuan
Kulit bumi, 99% dari beratnya terdiri dari 8 unsur berikut :
O , Si , Al , Fe , Ca , Na , Mg , H.
Komposisi dominant dari kulit bumi tersebut adalah :
SiO2
: 59,8 %
Al2O3
: 14,9 %
CaO
: 4,9 %
MgO
: 3,7 %
FeO
: 3,39 %
Na2O
: 3,25 %
K2O
: 2,98 %
Fe2O3
: 2,69 %
H2O
: 2,02 %
Batuan terdiri dari bagian yang padat baik berupa kristal maupun yang
tidak mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori , fissure,
crack, joint dll.
C. Definisi Mekanika Batuan
Definisi mekanika batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi
yang bergerak dibidang ilmu tersebut.
1. Menurut TALOBRE
Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannnya adalah
mempelajati perilaku (behaviour) batuan ditempat asalnya untuk dapat
mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang dibuat pada batuan tersebut (seperti
penggalian di bawah tanah dll.
Untuk mencapai tujuan tersebut, mekanika batuan merupakan gabungan dari :
Teori + pengalaman + pekerjaan/pengujian di laboratorium + pengujian in-situ.
Sehingga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh
TALOBRE sebagai sains deskriptif yang mengidentifikasi batuan dan mempelajari
sejarah dari batuan.
Demikian juga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi terapan.
Ilmu geologi terapan banyak mengemukakan problema-problema yang paling
sering dihadapi oleh geologiawan :
2. Menurut COATES , seorang ahli mekanika batuan dari Kanada :

a. Mekanika adalah ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada
sebuah benda.
Efek ini bermacam-macam , misalnya percepatan, kecepatan, dan perpindahan.
b. Mekanika batuan adalah lmu yang mempelajari efek dari gaya terhadap batuan.
Efek utama yang menarik bagi para geologiawan adalah perubahan bentuk.
Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari perubahan volume dan
bentuk yaitu gelombang seismik.
Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah :
Analisis daripada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan.
Analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress),
regangan (strain) atau energi yang disimpan.
Analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture),aliran
atau deformasi dari batuan.
3. Menurut US NATIONAL COMMITE On Rock Mechanics (1964)
Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
perilaku (behaviour) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan
cabang dari ilmu mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap
medan-medan gaya pada lingkungannya.
4. Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku batuan bila
terhadapnya dikenakan gaya atau tekanan.
D. Sifat Batuan
Sifat batuan sebenarnya di alam adalah sebagai berikut :
1. Heterogen
a. Jenis mineral pembentuk batuan berbeda.
b. Ukuran dan bentuk partikel/butir berbeda di alam batuan
c. Ukuran,bentuk dan penyebaran void berbeda di dalam batuan.
2. Diskontinu
Massa batuan di alam tidak kontinu karena adanya bidang lemah
(crack,fault) dimana kekerapan,perluasan dan orientasi dari bidang-bidang
lemah tersebut tidak kontinu.
3. Anisotrope

Karena sifat batuan yang heterogen,diskontinu,anisotrope maka untuk


dapat menghitung secara matematis misalnya sebuah lubang bukaan
disekitarnya terdiri dari batuan B1,B2,B3 diasumsikanbatuan ekivalen B
sebagai pengganti batuan B1,B2,B3 yang mempunyai sifat homogen,kontinu
dan isotrop. (gambar I.1)
B3

B2
B
B1

B1 + B2 + B3

B ekuivalen

Asumsi Ekuivalen Untuk Mempermudah Perhitungan di Dalam Mekanika Batuan


E. Beberapa Ciri Dari Mekanika Batuan
1. Dalam ukuran besar, solid dan massa batuan yang kuat/keras, maka batuan
dapat dianggap kontinu.
2. Bagaimanapun juga karena keadaan alamiah dan lingkungan geologi,maka
batuan tidak kontinu karena adanya kekar,fissure,crack dan diskontinuitas
lainnya. Untuk kondisi tertentu, dapat dikatakan bahwa mekanika batuan
adalah mekanika diskontinu atau mekanika dari struktur batuan.
3. Secara mekanika,batuan adalah sistem multiple body (gambar I.2)
4. Analisis mekanika tanah dilakukan pada bidang, sedang analisis mekanika
batuan dilakukan pada bidang dan ruang.
5. Mekanika batuan dikembangkan secara terpisah dari mekanika tanah,tetapi
ada beberapa yang tumpang tindih.
6. Mekanika batuan banyak menggunakan :
- teori elastisitas
- teori plastisitas
- sistem struktur batuan secara eksperimen.

Single body sound rock system

(mono system rock)

Fissured multiple body rock system

(multiple body rock system)

Very fissured poly body rock system

(multiple body rock system)

Articulate rock system

(multiple body rock system)

GAMBAR I.2
SISTEM BATUAN SINGLE BODY DAN MULTIPLE BODY
F. Beberapa Persoalan Dalam Mekanika Batuan
Beberapa persoalan dalam mekanika batuan akan timbul dan erat
hubungannya dengan aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada batuan (gambar
I.3) seperti persoalan fondasi pada batuan, penggalian batuan dibawah permukaan
tanah baik untuk pekerjaan teknik sipil maupun pertambangan, pemakaian batu
sebagai bahan bangunan dan sebagainya.

GAMBAR I.3
BEBERAPA AKTIVITAS MANUSIA PADA BATUAN
Adapun persoalan di dalam mekanika batuan antara lain :
1. Bagaimana reaksi dari batuan ketika diambil untuk dipergunakan ?
2. Berapa dan bagaimana besarnya daya dukung dari batuan dipermukaan pada
berbagai kedalaman untuk menerima beban ?
3. Bagaimana kuat geser batuan ( nt max) ?
4. Bagaimana nilai modulus elastisitas (E) dan Poisssons ratio dari batuan () ?

5. Bagaimana sikap batuan di bawah beban dinamis?


6. Bagaimana pengaruh gempa pada sistem fondasi ?
7. Bagaimana pengaruh bidang lemah (kekar, rongga, bidang perlapisan , retakan)
pada batuan terhadap kekuatannya ?
8. Hukum apa saja yang menyangkut aliran plastik dari batuan ?
9. Bagaimana pengaruh anisotrope terhadap distribusi tegangan dalam batuan ?
10. Dapatkah keadaan tegangan di dalam massa batuan dihitung secara tepat , atau
bahkan dapat diukur ?
11. Faktor-faktor apa saja yang termasuk perencanaan kemiringan lereng dari suatu
massa batuan ?
12. Apakah roof bolting pada atap sebuah lubang bukaan dibawah tanah sudah
aman sehingga lubang tersebut dapat digunakan sebagai instalasi permanen?
G. Ruang Lingkup Mekanika Batuan
Secara luas sasaran dari mekanika batuan adalah aplikasinya pada pemecahan
persoalan-persoalan geoteknik, antara lain :
1. Menyelenggarakan penyelidikan yang bersifat teknik pada batuan
2. Mengembangkan cara pengambilan percontoh batuan secara rasional dan
metode identifikasi serta klasifikasi batuan.
3. Mengembangkan peralatan uji batuan yang baik dan metode standard
pengujian untuk kuat tekan serta kuat geser batuan.
4. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan informasi batuan dari sifat fisiknya
dalam dasar ilmu mekanika batuan, teknik fondasi dan teknik bangunan air.
5. Mempelajari sifat batuan dalam kondisi thermal dan sistem keairan.
6. Menyelenggarakan penelitian terhadap mekanismekerusakan/ kehancuran
batuan.
7. Mempergunakan mekanika batuan untuk memecahkan persoalan teknis dan
praktis.
8. Mempelajari sikap massa batuan asli di bawah kondisi beban dan kondisi
lingkungannnya.
9. Menyangkut struktur statik batuan dan kestabilan batuan sangat penting
ditinjau dari sudut keamanan dan ekonomi.

10

BAB II
ANALISIS TEGANGAN (STRESS) DAN REGANGAN (STRAIN)
A. Definisi Tegangan (Stress) dan Regangan (Strain)
Jika sebuah batang prisma diberi tarikan dengan gaya yang terbagi rata
disepanjang ujungnya (gambar II.1) gaya dalam juga terbagi merata di sepanjang
potongan penampang sembarang mm. Tegangan (stress) pada potongan
penampang tersebut adalah :
P (Gaya)
(tegangan)

=
A (Luas penampang)

Regangan (strain) dari batang prisma tersebut adalah :


l (pertambahan panjang)
(regangan)

=
l (panjang mula-mula)

Tegangan pada potongan penampang miring dengan luas penampang :


A
A =
Cos
Ada dua buah yaitu tegangan normal (n) yang tegak lurus pada bidang potongan
dan tegangan geser (nt) yang sejajar dengan bidang potongan.
P
S=

P
=

cos = cos
A
11

l1 + l2 = l

l1

l2

GAMBAR II.1
BATANG PRISMA MENGALAMI TARIKAN

1 + cos 2
2

n = S cos = cos =

)
12

2
nt = S sin = cos sin = sin 2
n maksimum pada = 0 ang besarnya n =
nt maksimum pada = 450 yang besarnya nt =
tegangan tergantung pada :
1. Titik dimana ia dikenakan.
2. Orientasi dari luas permukaan dimana ia dikenakan.
3. Sistem dari gaya-gaya luar yang dikenakan pada sebuah benda.
Misalkan titik P berada ditengah-tengah sebuah empat persegi panjang kecil
(gambar II.2) dimana bidang yang berhadapan sejajar menurut koordinat kartesian
x,y,z. Konvesi untuk menggambarkan tegangan normal dan tegangan geser seperti
terlihat pada gambar II.2.
Tegangan normal yang bekerja pada bidang normal terhadap sumbu x diberi
simbol x.

GAMBAR II.2

13

KOMPONEN-KOMPONEN TEGANGAN DI SEBUAH


EMPAT PERSEGI PANJANG
Tegangan geser yang bekerja searah dengan sumbu y pada bidang normal
terhadap sumbu x diberi simbol xy . tegangan geser yang bekerja searah dengan
sumbu z pada bidang normal terhadap sumbu X disebut xz . demikianlah definisi
yang sama untuk y, z, yz, yx, zx, zy.
Tegangan normal x, y,dan z positif jika arahnya keluar dari permukaan ,
menggambarkan tegangan tarik.
Tegangan normal negatif adalah tegangan tekan dimana arahnya menuju
kepermukaan elemen.
Tegangan geser xy, yx, yz, zy, zx, xz adalah positif jika arahnya searah dengan
arah kartesian positif.
Akan diperlihatkan selanjutnya bahwa dari enam komponen kartesian dari
tegangan geser hanya tiga yang bebas. Titik P terletak ditengah-tengah empat
persegi panjang . Dalam keadaan setimbang , momen gaya gaya ke titik P pada
arah sumbu x sama dengan nol.
yz dx dz dy

zy dx dy dz
zy dx dy dz
+
+
=0
2
2
2
2
Persamaan yang sama diperoleh untuk My dan Mz dengan masing masing
pada arah sumbu y dan z .
Setiap persamaan dibagi dengan dx dy dz , maka didapat :
xy = yx
yz = zy
zx = xz
Ini memperlihatkan bahwa sepasang tegangan geser mempunyai nilai dan tanda
yang sama.
Mx =

yz dx dz dy

B. Analisis Tegangan pada Bidang


Gambar II.3.a memperlihatkan diagram tegangan yang bekerja pada
sebuah benda berbentuk segi empat dalam dua dimensi ( bidang ) dengan sumbu x
dan y. Pada bidang miring dimana normalnya membuat sudut terhadap sumbu x
bekerja tegangan normal n dan tegangan geser nt yang nilainya merupakan
fungsi dari x, y, xy yang bekerja pada bidang bidang yang tegak lurus sumbu x
dan ( Gambar II.3.b).

14

GAMBAR II.3
DIAGRAM TEGANGAN PADA BIDANG
x = n cos
y = n sin
Dimana x = luas penampang bidang yang sumbu x
y = luas penampang bidang yang sumbu y
n = luas penampang bidang miring.
Dalam keadaan setimbang
Fn = 0
n . n = x cos . x + y sin . y + xy sin . x + yx cos . y
n . n = x cos . n cos + y sin . n sin + xy sin . n cos
+ yx cos . n sin
n = x cos2 + y sin2 + 2 xy sin cos
x + y
x - y

15

n =

+
2

cos 2 + xy sin 2 .................. II.1.


2

Fnt = 0
nt . n = x sin . x - y cos . y - xy cos . x + xy sin . y
nt . n = x sin . n cos - y cos . n sin - xy cos . n cos
+ yx sin . n sin
nt = x sin cos y cos sin - xy cos2 + yx sin2
nt = (x - y) sin cos - xy (cos2 - sin2 )
x - y
nt =
sin 2 - xy cos 2 .................... II.2.
2
Persamaan II.1 dan II.2 memberikan besar dan tanda dari n dan nt
yang bekerja pada bidang miring yang normalnya membuat sudut
terhadap sumbu x. Perioda dari tegangan tegangan ini adalah karena
persamaannya merupakan fungsi dari sin 2 dan cos 2 . sehingga
tegangan tegangan tersebut mempunyai nilai maksimum dan minimum
atau konstan.
Turunan tegangan normal n terhadap sama dengan nol
memberikan :
d n
= - ( x - y ) sin 2 l + 2 xy cos 2 l = 0
d
dimana l digunakan untuk menggantikan yang menyatakan sudut
spesifik.
Besarnya l adalah :
2 xy
-1
l = tan
x - y
Dari persamaan ini didapat dua nilai yaitu l dan l + 900 . satu
sudut akan memberikan arah dari tegangan normal maksimum dan sudut
lainnya akan memberikan arah dari tegangan normal minimum
Jika l = 0 maka dari persamaan II.1 didapat
x + y
x - y
n max =
+
2
2
x + y
x - y
n min =
+
2
2
3
Arah ini disebut arah prinsipal (Principal direction) dan tegangan
normal yang bersangkutan adalah tegangan prinsipal (principal stress)
16

dimana max disebut major principal stress dan min disebut minor
principal stress . Bidang dimana bekerja tegangan prinsipal disebut
bidang prinsipal (principal Plane). Tidak ada tegangan geser yang bekerja
pada bidang dimana tegangan normal maksimum atau minimum.
Apabila arah prinsipal diambil sebagai sumbu x dan y, xy = 0 dan
persamaan II.1 dan II.2 disederhanakan menjadi :
max + min max - min
n =
+
cos 2
2
2
max - min
nt =
sin 2
2
Variasi komponen tegangan n dan nt sesuai dengan variasi
C. Lingkaran Mohr dari Tegangan
Pemecahan geometri untuk tegangan tegangan dengan arah yang
berbeda beda didapat dengan lingkaran Mohr. Untuk diagram tegangan
seperti pada gambar II.3.a , maka urut urutan untuk membuat lingkaran
Mohr adalah sebagai berikut :
1. dibuat sumbu tegak lurus dan sumbu horisontal untuk , kedua sumbu
ini saling tegak lurus . skala untuk kedua sumbu ini harus sama.
2. plot tegangan normal x dan y pada sumbu tegangan normal .
3. Plot tegangan geser xy yang bekerja dibagian kanan dari benda langsung
dibawah atau diatas titik yang menggambarkan x pada sumbu tegangan
normal.
Jika arah tegangan geser berlawanan dengan arah jarum jam relatif
terhadap titik pusat benda, plot xy di bawah sumbu tegangan normal . jika
arah tegangan geser searah dengan arah jarum jam relatif terhadap titik
pusat benda , plot xy diatas sumbu tegangan normal.
4. Plot tegangan geser yx yang bekerja pada bidang yang sama dengan y ,
diatas titik yang menggambarkan y pada sumbu tegangan normal jika
searah dengan arah jarum jam dan di bawah titik tersebutr jika berlawanan
dengan arah jarum jam.
5. hubungkan kedua titik tegangan geser dengan sebuah garis lurus . garis ini
akan memotong sumbu tegangan normal pada titik (x + y).
6. gambarkan sebuah lingkaran dengan titik pusatnya pada sumbu tegangan
normal di (x + y) dan diameternya sama dengan panjang garis yang
menghubungkan kedua titik tegangan geser.

17

GAMBAR II.4
LINGKARAN MOHR DARI TEGANGAN

Dari gambar II.4 terlihat bawah proyeksi dari jari jari lingkaran pada
sumbu tegangan geser akan memberikan tegangan geser pada sudut tertentu
18

dan proyeksi dari ujung ujung diameter lingkaran pada sumbu tegangan
normal akan memberikan tegangan tegangan normal pada sudut tertentu.
Jari jari lingkaran adalah tegangan geser maksimum dan perpotongan
antara lingkaran Mohr dan sumbu tegangan normal adalah tegangan prinsipal.
Sudut l adalah sudut yang dibentuk antara sumbu x dengan arah dari
tegangan prinsipal.
Dapat diliaht pada gambar II.4 bahwa tegangan geser sama dengan nol jika
tegangan normal maksimum dan minimum . demikian juga jika tegangan
geser maksimum maka tegangan tegangan normal sama dengan setengah
dari jumlah tegangan tegangan normal asal (original normal Stresses).
Sebagai titik pusat lingkaran selalu pada titik :
x + y
n + ( n + 900 )
=
2
2
D. Tegangan Regangan
Ada dua jenis deformasi yang dapat terjadi pada sebuah benda jika
mengalami tegangan :
1. Perubahan panjang dari sebuah garis lurus
Perubahan panjang persatuan unit panjang mula mula disebut regangan
longitudinal (longitudinal strain) yang didefinisikan sebagai
L
= lim
L0 L
Dimana L = perubahan panjang
L = panjang mula mula
Regangan longitudinal positif jika terjadi pertambahan panjang dan
negatif jika terjadi pengurangan panjang.
2. perubahan sudut dari sudut yang dibentuk oleh perpotongan dua buah
garis lurus disebut regangan geser ( shear strain ).
Gambar II.5 memperlihatkan satu sudut dari segi empat yang mengalami
tegangan.
A O B = sudut sebelum mengalami tegangan
A O B = sudut sesudah mengalami tegangan
Titik O pindah ke O , titik A pindah ke A dan titik B pindah ke B sesudah
mengalami tegangan.
Displacement dari titik menyatakan dengan x,y, dan z diasumsikan sebagai
fungsi kontinu dari koordinat (x,y,z).
Jadi jika u adalah displacement dari titik A yang brbeda didekatnya pada arah
x adalah
u
19

u+

x
x
u

OA = x + u +

u
x u = x +

x
v
AA = v +

v
x v =

x
x

x
x

OA = (x + u / x x)2 = x 1+2 u / x + (u / x)2 + (v / x)2


u
OA = x ( 1 +
)
x
perubahan panjang pada segmen O A :
u
u
x = OA OA = x ( 1 +
) - x =
x
x
x
menurut definisi regangan :
x
u x
u
v
x = lim
=
; x =
; y =
x0
x
x x
x
y

20

w
; z =
z

GAMBAR II.5
HUBUNGAN ANTARA REGANGAN DAN DISPLACEMENT
Melihat gambar II.5 dan mengingat bahwa sudut sudut 1 dan 2 adalah
kecil serta tegangan juga kecil terhadap unitnya , maka dapat ditulis
persamaan sebagai berikut :
v
AA
( x ) x
v
tan 1 = 1 =
=
=
OA
u
x
x +(
) x
x
BB
tan 2 = 2 =

u
y )

u
=

OB

u
y +(

) y
y
Perdefinisi , regangan geser (shear strain) xy , dalam sudut A O B adalah
1 + 1 :
u
v

21

xy =

+
y
x
dengan cara yang sama untuk bidang yz dan zx , 6 komponen dari regangan
dapat ditulis sebagai berikut :
u
u
v
x =
xy =
+
x
y
x
u
x =

yz =
y

u
x =

+
y

zx =
x

+
x

jika u , v , dan w adalah fungsi kontinu dari koordinat ruang x,y, dan z dari
sebuah benda ,maka keenam persamaan diatas adalah keadaan (state) dari
regangan sebuah titik di dalam benda.

BAB III
SIFAT FISIK DAN SIFAT MEKANIK BATUAN

Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika


batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Sifat fisik batuan seperti bobot isi, specific gravity,porositas,absorpsi,void
ratio.
2. Sifat mekanika batuan seperti kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas,
poissons ratio.
Kedua sifat tersebut dapat ditentukan baik di laboratorium maupun di lapangan
(insitu).
Penentuan di laboratorium pada umumnya dilakukan terhadap per contoh
(sample) yang diambil dilapangan. Satu per satu dapat digunakan untuk menentukan
kedua sifat batuan. Pertama-tama adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan

22

pengujian tanpa merusak (non destructive test) kemudian dilanjutkan dengan


penentuan sifat mekanik batuan yang merupakan pengujian merusak (destructive test)
sehingga percontoh batu hancur.
A. Penentuan Sifat Fisik Batuan Dilaboratorium
1. Pembuatan Percontoh
a. Di laboratorium
Pembuatan percontoh di laboratorium dilakukan dari blok batu yang
diambil di lapangan yang dibor dengan penginti laboratorium. Percontoh
yang didapat berbentuk silinder dengan diameter pada umumnya antara
50-70 mm dan tingginya dua kali diameter tersebut. Ukuran percontoh dapat
lebih kecil maupun lebih besar dari ukuran yang disebut diatas tergantung
dari maksud pengujian.
b. Di lapangan
Dari hsil pemboran inti langsung ke dalam batuan yang akan diselidiki di
lapangan di dapat inti yang berbentuk silinder. Inti tersebut langsung dapat
digunakanuntuk pengujian di laboratorium dengan syarat tinggi percontoh
dua kali diameternya.
Setiap per contoh yang diperoleh kemudian diukur diameter dan tingginya,
dihitung luas permukaan dan volumenya.
2. Penimbangan per contoh
a. Berat per contoh asli (natural) : Wn.
b. Berat per contoh kering (sesudah dimasukkan oven selama 24 jam
dengan tempratur kurang lebih 900 C) : Wo.
c. Berat per contoh jenuh (sesudah dijenuhkan dalam air selama 24
jam) : Ww.
d. Berat per contoh jenuh + berat air + berat bejana : Wa
e. Berat percontoh jenuh tergantung di dalam air + berat air + berat
bejana : Wb.
f. Berat percontoh jenuh di dalam air : Ws = Wa - Wb
g. Volume per contoh tanpa pori-pori : Wo Ws
h. Volume percontoh total : Ww Ws.
3. Sifat Fisik Batuan
a. Bobot isi asli (natural density) =

Wn
Ww Ws
b. Bobot isi kering (dry density) =
Wo
Ww Ws
c. Bobot isi jenuh (saturated density) =
Ws
Ww Ws
23

d. Bobot isi air (apparent spesific gravity) =

Wo
Ww Ws
e. Bobot isi air (true spesific gravity) = Wo
Wo Ws
f. Kadar air asli (natural water content) = Wn Wo x 100 %
Wo
g. Saturated water content (absorpsi) = Ww Wo x 100 %
Wo
h. Derajat kejenuhan = Wn Wo x 100 %
Ww Wo
i. Porositas (n) = Ww Wo x 100 %
Ww Ws
j. Void ratio (e) =
n
1n
B. Penentuan Sifat Mekanik Batuan di Laboratorium
1. Pengujian kuat tekan (unconfined compressive strength test)
Pengujian ini menggunakan mesin tekan (compressive machine) untuk
menekan per contoh batu yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari satu
arah (uniaxial). Penyebaran tegangan di dalam percontoh batuan secara teoritis
adalah searah dengan gaya yang dikenakan pada percontoh tersebut. Tetapi
dalam kenyataannya arah tegangan tidak searah dengan gaya yang dikenakan
pada percontoh karena ada pengaruh dari plat penekan mesin tekan yang
menghimpit per contoh. Sehingga bentuk pecahan tidak berbentuk bidang pecah
yang searah dengan gaya melainkan berbentuk cone (gambar III.1).
Perbandingan antara tinggi diameter dan percontoh

l mempengaruhi
D
nilai kuat tekan batuan. Untuk perbandingan l = 1 kondisi tegangan triaxial
D
saling bertemu (gambar III.2) sehingga akan memperbesar nilai kuat tekan
batuan. Untuk pengujiankuat tekan digunakan 2 < l/D < 2,5 . Makin besar l/D
maka kuat tekannya akan bertambah kecil seperti ditunjukkan oleh persamaan
di bawah ini :
- menurut ASTM c l = l =
D

c
0,778 + 0,222

24

l/ D
- menurut Protodianikov = c l =

2 =

8c
7

2
l/ D

dimana c = kuat tekan batuan

25

GAMBAR III.1
PENYEBARAN TEGANGAN DI DALAM PERCONTOH BATU DAN
BENTUK PECAHNYA PADA PENGUJIAN KUAT TEKAN

26

GAMBAR III.2
KONDISI TEGANGAN DI DALAM PER CONTOH
UNTUK l/D BERBEDA

27

GAMBAR III.3
REGANGAN YANG DIHASILKAN DARI PENGUJIAN
KUAT TEKAN BATUAN
Displacement dari percontoh batu baik axial (l) maupun lateral (D)
selama pengujian berlangsung dapat diukur dengan menggunakan dial gauge
atau electric strain gauge. (Gambar III.4).
Dari hasil pengujian kuat tekan, dapat digambarkan kurva tegangan-regangan
(stress-strain) untuk tiap percontoh batu. Kemudian dari kurva ini dapat ditentukan
sifat mekanik batuan (Gambar III.5) :
Kuat tekan = c
1.
Batas elastic = E
2.

28

3.

4.

Modulus young : E =
a
Poissons ratio : = l

pada tegangan

a
BEBERAPA DEFINISI MODULUS YOUNG
1.

2.

Tangent Youngs modulus Et (gambar III.6.a), diukur pada tingkat tegangan =


50 % c
Et =
a
Average Youngs modulus Eav (gambar III.6.b) diukur dari rata-rata kemiringan
kurva atau bagian linier yang terbesar dari kurva.
Eav =

GAMBAR III.4

29

PENGUKURAN DISPLACEMENT

GAMBAR III.5
KURVA TEGANGAN-REGANGAN HASIL PENGUJIAN KUAT TEKAN

3.

Secant Youngs modulus Es (gambar III.6.c) diukur dari tegangan = 0 sampai


nilai tegangan tertentu, yang biasanya = 50 % c.
Modulus young :

GAMBAR III.6

30

BEBERAPA DEFINISI MODULUS YOUNG

GAMBAR III.7
DEFINISI MODULUS YOUNG MENURUT HAWKES
Keterangan :
A. Initial tangent modulus
B. Tangent modulus
C. Secant modulus
D. Chord modulus

31

GAMBAR III.8
KURVA TEGANGAN REGANGAN BATU KAPUR

32

2.Pengujian Kuat Tarik (indirect tensile strength test)


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tarik (tensile strength) dari
percontoh batu berbentuk silinder secara tidak langsung. Alat yang digunakan
adalah mesin tekan seperti pengujian kuat tekan. Seperti pada gambar III.9 di
bawah ini :

GAMBAR III.9
PENGUJIAN KUAT TARIK
Kuat tarik :

P
RH

3. Point Load Test (test franklin)


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan (strength) dari percontoh
batu secara tidak langsung di lapangan. Percontoh batu dapat berbentuksilinder
atau bentuknya tidak beraturan (gambar III.10). peralatan yang digunakan mudah
di bawa-bawa, tidak begitu besar dan cukup ringan (gambar III.11). Pengujian

33

cepat, sehingga dengan cepat dapat diketahui kekuatan batuan dilapangan, sebelum
pengujian di laboratorium dilakukan.
Percontoh yang disarankan untuk pengujian ini adalah yang berbentuk silinder
dengan diameter = 50 mm (NX = 54 mm).

GAMBAR III.10
BENTUK PERCONTOH BATU UNTUK POINT LOAD TEST
34

GAMBAR III.11
PRESSURE PADA POINT LOAD TEST
Dari pengujian ini didapat :
P
Is =
D2
Dimana : Is = point load strength index (index Franklin)
P = beban maksimum sampai percontoh pecah
D = Jarak antara dua konus penekan
Hubungan antara index Frankilin (Is) dengan kuat tekan (c) menurut
BIENIAWSKI adalah sebagai berikut :
c = 24 I s untuk diameter percontoh = 50 mm. Jika I s = 1 MPa maka
indeks tersebut tidak lagi mempunyai arti sehingga disarankan untuk
menggunakan pengujian lain dalam penentuan kekuatan ( strength ) batuan.
4. Pengujian triaxial
Pengujian ini adalah salah satu pengujian yang terpenting dalam mekanika
batuan untuk menentukan kekuatan batuan dibawah tekanan triaxial. Percontoh
yang digunakan berbentuk silinder dengan syarat-syarat sama pada pengujian kuat
tekan.
Dari hasil pengujian triaxial dapat ditentukan :
- strength envelope (Kurva intrinsic)
- Kuat geser (shear strength)
35

Sudut geser dalam ()


Kohesi (C)

GAMBAR III.12
PENGUJIAN TRIAXIAL

36

GAMBAR III.13
LINGKARAN MOHR DAN KURVA INTRINSIC DARI HASIL
PENGUJIAN TRIAXIAL

37

GAMBAR III.14
PENGARUH BESARNYA CONFINING PRESSURE (3) TERHADAP
KEKUATAN BATUAN (VON KARMAN)
Gambar III.14 memperlihatkan kurva tegangan regangan dari hasil
pengujian dilaboratorium terhadap percontoh batu marmer dengan berbagai nilai
confining pressure (3) ,naiknya 3 akan memperbesar kekuatan batuan ,
tetapi modulus deformasi konstan.
5. Punch shear test
Pengujian ini untuk mengetahui kuat geser (shear strength) dari percontoh
batu secara langsung.
Percontoh berbentuk silinder tipis yang ukurannya sesuai dengan alat punch test
dengan tebal t cm dan diameter d cm (gambar III.15).
Sesudah percontoh dimasukkan kedalam alat punch test kemudian ditekan
dengan mesin tekan sampai percontoh pecah ( p kg).
Kuat geser (shear strength)

38

P
(kg/cm2)

=
d . t

GAMBAR III.15
PUNCH SHEAR STRESS
6. Direct box shear strength test
Pengujian ini untuk mengetahui kuat geser batuan pada tegangan normal
tertentu.
Dari hasil pengujian dapat ditentukan (gambar III.16) :
- garis coulombs shear strength
- kuat geser (shear strength)
- sudut geser dalam ()
- kohesi (C)
7. Ultrasonic velocity test
Modulus young (E) dan poissons ratio () dapat juga ditentukan secara tidak
langsung (dinamis) dengan ultrasonic velocity test yaitu mengukur cepat rambat
gelombang ultrasonic pada percontoh batu.
Dari hasil pengujian ini akan didapat nilai nila cepat rambat gelombang
primer (Vp) dan cepat rambat gelombang sekunder (Vs) . kemudian dapat
dihitung modulus young dan poissons ratio dari batuan yang diuji.
Perhitungan hasil ultrasonic velocity test :
a. Cepat rambat gelombang primer (Vp)
L

39

Vp =

m/detik
tp
Dimana : L = panjang percontoh (m)
tp = waktu yang dibutuhkan gelombang primer merambat sepanjang
percontoh (detik)

GAMBAR III.16
DIRECT BOX SHEAR STRENGTH TEST DAN GARIS COULUMB
SHEAR STRENGTH
b. Cepat rambat gelombang sekunder (Vs)
L
Vs =
m/detik
ts

40

dimana : ts = waktu yang dibutuhkan gelombang primer merambat sepanjang


percontoh (detik)
c. Dynamic modulus of rigidity (modulus geser) G
G = . Vs2 (kg/cm2)
Dimana : = massa persatuan volume
d. Poissons ratio ()
Vs
(1-2)(
)2
Vp
=
Vs
2(1 - (
)2)
Vp
e. dynamic youngs modulus of elasticity
E = 2 ( 1 + ) . G (kg/cm2)
f. Konstanta LAME
= ( Vp2 2 Vs2)
g. Bulk Modulus

K=
(3 Vp2 4 Vs2 ) (kg/cm2)
3
C.Penentuan sifat mekanik batuan in-situ
Dilakukannya pengujian in-situ untuk menentukan sifat mekanik batuan
lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengujian dilaboratorium karena
menyangkut volume batuan yang besar sehingga hasilnya lebih representatif dan
lebih menggambarkan keadaan massa batuan yang sebenarnya.gambar III.17
memperlihatkan bertambahnya jumlah kekar (joint) dengan bertambah besarnya
ukuran percontoh.

41

1. Rock Loading test (jacking test)


rock loading test dilakukan untuk menentukan besaran dari modulus
deformasi atau modulus elastisitas massa batuan didalam sebuah lubang
bukaan.
Kemampurubahan (deformability) suatu masssa batuan in-situ biasanya
ditentukan dengan cara mendongkrak batuan tersebut (jacking test) . peralatan
yang digunakan untuk jacking test seperti yang ditunjukan oleh gambar
III.18. pengujian ini dilakukan dibawah tanah didalam sebuah lubang bukaan
batuan atau lebih dikenal dengan istilah test adit. jackmenekan atap dan
lubang bukaan atau menekan dinding yang pada bagian kontaknya merupakan
permukaan plat yang rata. Hasil dari pengujian ini adalah deformasi atap dan
lantai atau dinding akibat pembebanan oleh jack tersebut. Deformasi ini
diukur dengan dial gauge dan extensometer pada berbagai kedalaman.
Modulus deformasi atau modulus elastisitas dapat dihitung dengan
persamaan ini :
E=(

1 2 )
2a

F
W

Dimana = E = modulus deformasi / elastisitas


= poissons ratio
a = jari jari plat distribusi
F = penambahan beban ( increment of load )
W = penambahan perpindahan (increment of displacement)
Gambar III.19 memperlihatkan contoh kurva tekanan dan perpindahan dari
jacking test dan gambar III.20 memperlihatkan contoh diagram regangan
pada kedalaman tertentu dari jacking test.

42

43

44

45

46

2. Block Shear Stress


Block Shear Stress dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat geser (shear
strength) dan parameter deformasi di daerah geser (shear zone) atau pada
massa batuan yang banyak mengandung bidang-bidang diskontinuitas.
Pengujian ini harus dilakukan pada daerah yang strukturnya merupakan
bagian dari konstruksi baah tanah yang akan dibuat. Bagian batuan yang akan
diuji harus sebesar mungkin. Ukuran batuannya tidak kurang dari 40 x 40 cm 3
maka perbandingan panjang, lebar dan tinggi biasanya 2:2:1. Kadang-kadang
landasannya merupakan blok yang ukurannya 0,70 m x 0,70 m dahkan dapat
juga 1m x 1m.
Gambar III.21 memperlihatkan peralatan dan tata letaknya di dalam
sebuah lubang bukaan. Setelah persapan selesai, beban tangensial dan beban
normal dilakukan kepada blok batuan dengan jack hidrolik. Untuk
pengujian di dalam lubang bukaan , jack hisrolik menyangga atap dan lubang
tersebut. jack vertikal memberikan beban normal pada blok dan jack
miring atau horizontal memberikan beban tangensial (geser). Pengukuran
deformasi dilakukan selama pembebanan dan pelepasan beban dengan
menggunakan dial gauge. Pengujian ini juga akan memberikan besaran
sudut ketahanan geser dari batuan.
S = n . tan + C

Dimana :
S = kuat geser
n = beban normal di atas bidang geser
= sudut ketahanan geser dari batuan
C = kohesi batuan

47

3. In-situ Trixial Compression Test


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik deformasi dan
kekuatan batuan pada kondisi pembebanan triaxial. Tampat pengujiannya
adalah di dalam lubang bawah tanah.

48

Kontak permukaan lantai, atap dan dinding yang akan dikenakan


berukuran sekitar 1m x 1m. paeralatan dan tata letaknya dapat dilihat pada
gambar III.22. pembebanan arah verikal dlakukan jack hidrolik sedangkan
untuk arah horizontal dilakukan oleh flat jack. Dudukan flat jack dibuat
dengan menggali bagian lantai. Ruang antara flat jack dengan dinding
batuan yang akan ditekan diisi oleh semen. Agar dapat diperoleh nilai
deformasi maka dipasang tiga buah bore hole extensometer sepanjang
masing-masing 1 m dan electric displacement transducer untuk mengukur
perpindahan vertical. Seangkan untuk arah horizontal, perpindahan diukur
dengan deflectometer dan electric displacement transducer.
Pada sebuah terowongan dilakukan pengujian insitu triaxial
compreesion. Pembebanan maksimum kearah vertical adalah 60 kgf/cm2 dan
arah horizontal mencapai 80 kgf/cm2. Kadang-kdang tekanan kearah
horizontal bisa mencapai 200 kgf/cm2. Hasil pengujian dapat dilihat pada
table III.1.
Ev adalah modulud untuk pembebanan static yang naik.
EA adalah modulus ntuk pembebanan static yang menurun.

49

50

D.Penentuan Jumlah Percontoh


Dengan statistic, jumlah percontoh yang dibutuhkan dalam pengujian di
laboratorium untuk penentuan sifat fisik dan sifat mekanik sebuah batuan
dengan ketelitian yang dikehendaki dapat dihitung sebagai berikut :
X = - k

51

Dimana :
X = nilai yang diambil (diperkirakan)
= nilai rata-rata dari populasi
= simpangan baku dari populasi
jika ada percontoh maka dapat diketahui X*
X* = * - k*
Dimana tanda * menyatakan nilai yang diperkirakan.
Ketelitian (precision) dimana diketahui X adalah :

= X X*
jika jumlah percontoh banyak maka : = t var (X*)
dimana t adalah hazard dari Gauss, untuk = 0,05 t = 2
var = variasi

52

53

BAB IV
PERILAKU BATUAN

Batuan mempunyai perilaku (behavior) yang berbeda-beda pada saat


menerima beban. Perilaku batuan ini dapat ditentukan antara lain di laboratorium
dengan pengujian kuat tekan. Dari hasil pengujian dapat dibuat kurva teganganregangan,kurva creep dari pengujian dengan tegangan konstan, kurva relaxation
dari pengujian dengan regangan konstan. Dengan mengamati kurva-kurva tersebut
dapat ditentukan perilaku batuan.
A. Elastik
Perilaku batuan dikatakan elastik (linier maupun non linier) jika tidak terjadi
deformasi permanen pada saat tegangan di buat nol.

B. Elasto Plastik
Plastisitas adalah karakteristik batuan yang mengijinkan regangan
(deformasi) permanen yang besar sebelum batuan tersebut hancur (failure).
Perilaku batuan sebenarnya yang diperoleh dari pengujian kuat tekan
digambarkan oleh BIENIAWSKI seperti gambar IV.5 . pada tahap awal batuan
dikenakan gaya, kurva berbentuk landai dan tidak linier yang berarti bahwa gaya
yang diterima oleh batuan dipergunakan

54

55

Untuk menutp crack/fissure yang terdapat didalam batuan. Sesudah itu kurva
menjadi linier sampai batas tertentu yang kita kenal dengan batas elastic (E).
terbentuk fracture baru dan perambatannya stabil sehingga kurva tetap linier.
Sesudah batas elastik dilewati maka perambatan fracture tidak stabil, kurva
tidak linier lagi dan tidak berapa lama kemudian batuan akan hancur. Titik hancur
ini menyatakan kekuatan batuan.

Kekuatan batuan yang diperoleh dari hasil pengujian kuat tekan di


laboratorium sangat dipengaruhi oleh lamanya pengujian tersebut berlangsung.
Gambar IV.6 memperlihatkan bahwa makin lama pengujian berlangsung maka
kekuatannya makin rendah, demikian juga dengan nilai modulus deformasinya.

56

C. Creep batuan
Di daerah I dan II pada kurva tegangan-regangan menyatakan tidak ada
creep dan creep stabil (gambar IV.7). sehingga di daerah tersebut
kestabilannya adalah untuk jangka panjang, karena regangan tidak akan
bertambah sampai kapanpun pada kondisi tegangan konstan. Daerah III terjadi
creep dengan kestabilan semu yang pada saat tertentu akan terjadi failure.
Daerah IV terjadi creep yang tidak stabil dimana pada beberapa saat saja terjadi
failure.
D. Realaxation Batuan
Seperti pada creep batuan, relaxation batuan juga akan terjadi di daerah
yang sama pada kurva tegangan-regangan (gambar IV.8).

57

E. Hubungan Tegangan dan Regangan Untuk Perilaku Batuan Elastik Linier dan
Isotrop.
2. Batuan dikenakan tegangan sebesar 1 pada arah (1) sedangkan arah (2) dan
(3) = 0 (gambar IV.9)

58

3. Batuan dikarenakan tegangan sebesar 2 pada arah (2)

26,70 = 0,995

59

Dimana : N = 1 + 2 + 3
i bervariasi dari 1 sampai 3
jika tidak pada arah prinsipal maka hubungan antara regangan dan tegangan
adalah :

i bervariasi dari 1 sampai 3


j bervariasi dari 1 sampai 3

Bentuk umum hubungan tegangan dan regangan adalah sebagai berikut :


1 = 2 i + (arah prinsipal)
Dimana : = 1 + 2 + 3
i bervariasi dari 1 sampai 3
= E
adalah modulus geser
2 (l+v)
=
Ev
(l+v) (l-2v)
dan dikenal sebagai koefisien LAME.
Jika tidak pada arah principal maka hubungan antara tegangan dan regangan adalah :
ij = 2 ij + x ij
i bervariasi dari 1 sampai 3

60

j bervariasi dari 1 sampai 3


F. Hubungan Tegangan dan Regangan Pada Bidang Untuk Perilaku Batuan Elastik
Linier dan Isotrop
Untuk menyederhanakan perhitungan hubungan antara tegangan dan regangan
maka dibuat model dua dimensi dimana pada kenyataannya adalah tiga dimensi.
Model dua dimensi yang dikenal adalah :
1. Regangan bidang (plane strain)
2. Tegangan bidang (plane stress)
3. symmetrical revolution
a. Regangan bidang (plane strain)
Misalkan sebuah terowongan yang mempunyai system sumbu kartesian
x,y dan z dipotong oleh sebuah bidang dengan sumbu x,y (gambar IV.10).
sehingga :
z = 0
yz = 0 (yz = 23)
xz = 0 (xz = 13)

61

2.Tegangan Bidang (plane stress)


Pada tegangan bidang maka seluruh tegangan pada salah satu sumbu sama
dengan nol. Pada gamba IV.11 z = 0 xz = 0, yz = 0.
3.symmetrical revolution
Gambar IV.12 memperlihatkan jika sebuah benda berbentuk silinder
diputar pada sumbunya maka benda tersebut dapat diwakili oleh sebuah
bidang. Karena sumbunya merupakan sumbu simetri maka benda tersebut
cukup diwakili oleh bidang yang diarsir.

62

63

BAB V
KRITERIA FAILURE BATUAN

Kriteria failure batuan ditentukan berdasarkan hasil-hasil percobaan


(eksperimen). Ekspresi dari kriteria ini mengandung satu atau lebih parameter sifat
mekanik dari batuan dan menjadi sederhana jika dihitung dalam dua dimensi dengan
asumsi regangan bidang atau tegangan bidang.
Pada tegangan bidang, dua tegangan principal saja yang berpengaruh karena
satu tegangan utama sama dengan nol. Pada regangan bidang, jika dipunyai 1 > 2 >
3 maka intermediate principal stress 2 merupakan fungsi dari dua tegangan utama
lainnya atau criteria failure hanya berfungsi pada dua tegangan utama tersebut (1
dan 3).
Gambar V.1 menunjukkan titik-titik dari permukaan relative kekuatan batuan
yang diperoleh dari pengujian di laboratorium yang biasa dilakukan.
Pengujian kuat tekan yang unconfined :
1 = 2 = 3 = 0 digambarkan oleh titik C
Pengujian kuat tarik :
1 = 2 = 0 , 3 = - T digambarkan oleh titik T
Pengujian triaxial
1 > 2 = 3 , digambarkan oleh kurva CM.
A.

Teori MOHR
Teori MOHR menganggap bahwa :
Untuk suatu keadaan tegangan 1 > 2 > 3 (intermediate stress) tidak
mempengaruhi failure batuan.
Kuat tarik tidak sama dengan kuat tekan.
Teori ini didasarkan pada hipotesa bahwa tegangan normal dan tegangan geser
yang bekerja pada permukaan rupture memainkan peranan pada proses
failure batuan.

64

65

MOHR (1 , 3) yang mempengaruhi failure. failure terjadi jika lingkaran


MOHR menyingung kurva MOHR (kurva Intrinsic) dan lingkaran tersebut
disebut lingkaran failure. (gambar V.2)
saat failure. Kurva ini tidak dapat dinyatakan dengan sebuah rumus yang
sederhana, melainkan di dapat dari hasil percobaan dengan menggambarkan
envelope dari beberapa lingkaran MOHR pada saat failure, pada berbagai
kondisi tegangan pada ( gambar V.3). kriteria MOHR juga dapat digunakan untuk
mempelajari kekuatan geser (shear strength) di dalam patahan, joint atau jenisjenis diskontinuitas lainnya. (gambar V.4).
B.

Kriteria MOHR-COULOMB
Untuk mempermudah perhitungan di dalam mekanika batuan maka
envelope MOHR dianggap sebagai garis lurus. Oleh karena itu didefinisikan
kriteria MOHR-COULOMB seagai berikut (gambar V.5).

= C +
dimana : = tegangan geser
= tegangan normal
C = kohesi
= koefisien geser dalam dari batuan = tg
misalkan 1 , 3 adalah tegangan-tegangan utama ekstrim.
Kriteria MOHR-COULOMB dapat ditulis :

66

67

68

Factor keamanan (safety factor) dengan menggunakan criteria MOHRCOULOMB ditentukan berdasarkan jarak dari titik pusat lingkaran MOHR ke
garis kekuatan batuan (kurva intrinsic) dibagi dengan jari-jari lingkaran MOHR
(gambar V.9). Faktor keamanan ini menyatakan perbandingan keadaan kekuatan
batuan terhadap tegangan yang bekerja pada batuan tersebut.

69

70

C. Kriteria Tegangan Tarik Maksimum


Kriteria ini menganggap bahwa batuan mengalami failure oleh fracture
fragile (brittle) yang diakibatkan oleh tarikan (tension) jika padanya dikenakan
tegangan utama - 3 yang besarnya sama dengan kuat tarik uniaxial (T) dari
batuan tersebut.

3 = - T
D. Kriteria Tegangan Geser Maksimum
Kriteria failure dari TRESCA berlaku untuk batuan isotrop dan ductile.
Kriteria ini merupakan fungsi dari tegangan uatama 1. dan 3. Menurut kriteria
ini, batuan mengalami failure jika tegangan geser maksimum maks sama dengan
kuat geser batuan S.
S = maks = 1 - 3
2
1 = major principal stress
3 = minor principal stress
intermediate principal stress 2 tidak berperan di dalam kriteria ini. Kriteria
TRESCA adalah hal khusus dari criteria MOHR-COULOMB (gambar V.8).

BAB VI

71

DISTRIBUSI TEGANGAN DI SEKITAR TEROWONGAN

A. Distribusi Tegangan Sebelum Dibuat Terowongan


Dibuatnya sebuah atau beberapa terowongan dibawah tanah akan
mengakibatkan perubahan distribusi tegangan (stress distribution) di bawah
tanah,terutama di dekat terowongan-terowongan tersebut.
Sebelum terowongan dibuat pada titik-titik di dalam massa batuan bekerja
tegangan mula-mula (initial stress). Tegangan mula-mula ini sukar dketahui
secara tepat, baik besarnya maupun arahnya. Baru sekitar 20 tahun yang lalu
dengan cara pengukuran tegangan in-situ dapat diketahui lebih banyak mengenai
tegangan mula-mula ini.
Tegangan mula-mula ada tiga macam :
1. Tegangan gravitasi yang terjadi karena berat dari tanah atau batuan yang
berada diatasnya (overburden).
2. Tegangan tektonik terjadi akibat geseran-geseran pada kulit bumi yang terjadi
pada waktu yang lampau maupun saat ini, seperti pada saat terjadi sesar dan
lain-lain.
3. Tegangan sisa (residual stress) adalah tegangan yang masih tersisa, walaupun
penyebab tegangan tersebut sudah hilang yang berupa panas ataupun
pembengkakan pada kulit bumi.
Jika tegangan tektonik dan tegangan sisa tidak ada atau dapat diabaikan
karena kecilnya pada suatu daerah yang akan dibuat terowongan maka tegangan
mula-mula hanya berupa tegangan gravitasi yang dapat dihitung secara teoritis
sebagai berat per satuan luas dari tanah/batu yang terdapat diatasnya, atau dapat
ditulis sebagai :
0 = H dimana :

0 = tegangan mula-mula
= density tanah / batu diatasnya
H = jarak dari permukaan tanah

B. Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Untuk Keadaan Yang Paling Ideal


Untuk memudahkan perhitungan distribusi tegangan disekitar terowongan
maka digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Geometri dari terowongan
a. Penampang terowongan merupakan sebuah lingkaran dengan jari-jari R
b. Terowongan berada pada bidang horizontal
72

c. Terowongan terletak pada kedalaman H>>R (H>20 R)


d. Terowongan sangat panjang sehingga dapat digunakan hipotesa regangan
bidang (plane strain).
2. Keadaan batuan
a. Kontinu
b. Homogen
c. Isotrop
3. Keadaan tegangan mula-mula (initial stress) hidrostatik.

73

74

75

76

77

78

79

80

D.Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Untuk Batuan Yang Tidak Isotrop


(orthotrop)
Dalam hal elastik orthotrop dimana ada dua modulus yang tegak lurus E1
dan E2, untuk system pembebanan monoaxial, distribusi tegangan tidak

81

dipengaruhi, hanya deformasinya. Jadi distribusi yang didapat dari perhitungan


sebelumnya tetap berlaku.
Ketidak isotropan dari batuan sangat mempengaruhi kekuatan dari batuan
tersebut. Misalnya kuat tekan dari batuan yang berlapis (schist) dapat bervariasi
dari 1 sampai 10 kali lipat atau lebih dan merupakan fungsi dari arah perlapisan
(gambar VI.6).

GAMBAR VI.6
KUAT TEKAN DARI SEBUAH BATUAN BERLAPIS YANG
MERUPAKAN FUNGSI DARI SUDUT PERLAPISAN

Sebuah lubang bukaan dengan penampang berbentuk lingkaran di buat di


dalam massa batuan yang berlapis (gambar VI.7) dimana kekuatan batuan tersebut
digambarkan seperti gambar VI.6 yang mengalami tegangan hidrostatik. Failure
timbul pada kontur bagian tengah dimana sudut perlapisan dengan kontur 40 0
sampai 700 (kuat tekan batuan rendah).

82

GAMBAR VI.7
EVOLUSI SEBUAH LUBANG BUKAAN BERBENTUK LINGKARAN
DALAM MASSA BATUAN BERLAPIS

Fenomena ini akan diperburuk oleh major principal stress yang tegak lurus
pada arah perlapisan. Daerah tarikan pada sebuah lubang bukaan (tegangan adalah
monoaxial) mempunyai pengaruh yang berbeda posisinya terhadap perlapisan
(gambar VI.8).

83

GAMBAR VI.8
DAERAH TARIKAN PADA MASSA BATUAN BERLAPIS
(DUFFAUT, 1981)
Jika tegangan monoaxial adalah vertical maka keadaan (a) dengan adanya
tarikan tangensial yang akan memisahkan/ merenggangkan perlapisan tidak begitu
mempengaruhi kestabilan. Sebaliknya keadaan (b) tarikan tersebut pada tiap-tiap
lapisan sehingga dapat patah oleh lengkungan karena beratnya sendiri.

84

GAMBAR VI.9
KUAT TEKAN BATUAN SCHIST PADA TEROWONGAN DI PLTA
LANOUX-LHOSPITALET (DUFFAUT,1981

85

Antara nilai ekstrim 115 dan 62 MPa variasinya adalah diskontinu. Nilai
minimum antara sudut 200 dan 700 (gambar VI.9). evolusi dari kontur terowongan
dalam dengan penampang berbentuk bulat pada batuan schist diperlihatkan pada
gambar VI.10.

GAMBAR VI.10
TEROWONGAN DI PLTA LANOUX-LHOSPITALET PRANCIS
(DUFFAUT, 1981)
Tahap 1 : failure oleh geseran (shear) timbul disekitar titik A dimana kuat tekannya
paling kecil, kemudian berkembang sampai membentuk profil BCD.
Tahap 2 : terbentuknya span yang tinggi CC dari lapisan batuan
memungkinkan terbentuknya rekahan pada dinding.
Tahap 3 : lengkungan dari lapisan yang dinyatakan oleh deformasi sudut CEC
dengan bukaan yang membentuk baji wedge di E. sesudah batuan
yang hancur dibersihkan, maka kontur akhir CFC lebih stabil dari
kontur semula (CEC).

86

E. Distribusi tegangan disekitar terowongan untuk batuan yang mempunyai perilaku


plastik sempurna dikelilingi terowongan.
Misalkan kurva intrinsik batuan pada gambar VI.11 memotong lingkaran
MOHR yang menggambarkan tegangan pada kontur lubang bukaan dan perilaku
batuan sesudah kuat tekannya dilampaui dicirikan oleh deformasi (strain)tak
terhingga (perilaku plastik sempurna).

GAMBAR VI.11
TEGANGAN DISEKITAR LUBANG BUKAAN BULAT UNTUK BATUAN
ELSSTIK DENGAN TEGANGAN MULA-MULA HIDROSTATIK
Daerah elastik dibatasi oleh lingkaran yang berjari-jari R. akibat dari
tegangan diserap oleh deformasi plastic pada daerah lingkaran sebelah dalam. Jarijari R dapat dihitung dengan membuat beberapa hipotesa (dihitung dari
KATSNER, untuk sebuah kurva intrinsic yang linier) :
R = R ( 2
0 ( - 1) + C ) ( 1 )
1+
C
-1
Dimana : R = jari-jari daerah plastik
R = jari-jari lubang bukaan
= 1 + sin = tan 2 ( + )
1 sin
4
2
= sudut geser dalam.

87

Jari-jari ini dapat tidak terhingga untuk batuan yang tidak mempunyai kohesi,
jadi kestabilan tidak mungkin dicapai tanpa penyangga (support). Rumus diatas
dapat dipermudah jika diambil sudut geser dalam = 19,50 = arc sin 1/3 sehingga
= 2.
R = 2 R (0 + 1)
3 C

GAMBAR VI.12
TEGANGAN DISEKITAR LUBANG BUKAAN BULAT DENGAN PERILAKU
BATUAN PLASTIK SEMPURNA DISEKELILINGNYA
F.Distribusi Tegangan Disekitar Terowongan Yang Berbentuk Tidak Bulat Untuk
Keadaan Yang Paling Ideal.
Tabel VI.2 memperlihatkan distribusi tegangan pada garis keliling
terowongan dengan berbagai bentuk penampang terowongan dan berbagai keadaan
tegangan mula-mula untuk keadaan yang paling ideal.
Tabel ini diambil dari symposium mekanika batuan di Jepang tahun 1964
dengan judul Study On Internal Stress Of Rock Stratum Around Tunnel.
h = tegangan horizontal sebelum penggalian terowongan.
v = tegangan vertical sebelum penggalian terowongan.
= tegangan tangensial untuk tiap titik pada garis keliling terowongan.

88

89

90

BAB VII
PENGUKURAN TEGANGAN (STRESS) IN-SITU DI DALAM MASSA BATUAN

A. Pendahuluan
Pengukuran tegangan (stress) in-situ dapat mengetahui keadaan tegangan
didalam massa batuan dan dapat menentukan antara lain parameter-parameter
penting untuk mengetahui kelakuan (behaviour) massa batuan ditempat asalnya.
Pengukuran ini mencakup kepentingan di berbagai bidang. Dibidang
pertambangan , diketahuinya keadaan tegangan yang ada di dalam massa batuan
dapat ditentukan ukuran dari besarnya lubang buka dan kestabilan didalam
tambang. Gasifikasi batubara in-situ memerlukan diketahuinya secara tepat
tegangan dan penyebarannya di dalam massa batuan.
Bagi para geolog, pencarian gaya- gaya tektonik dan akibat akibat yang
ditimbulkannya tidak akan lengkap tanpa diketahuinya penyebaran tegangan
didalam struktur yang sedang dipelajari.
Dibidang teknik sipil , penentuan lokasi penbuatan sebuah terowongan
ataupun sebuah bendungan berdasarkan pada arah tegangan utama (principal
stress) regional.
Pemecahan klasik yang biasa dilakukan untuk mengetahui keadaan tegangan
didalam massa batuan tanpa dilakukannya pengukuran in-situ adalah dengan
menganggap bahwa tegangan vertikal ( v) pada massa batuan yang berada pada
kedalaman tertentu adalah sama dengan berat persatuan luas dari batuan yang
berada diatasnya atau :
h

v = 0 z dz
dimana : h = kedalaman
z = bobot isi batuan
sedangkan tegangan horizontal (H) adalah isotrop dan besarnya sama dengan
H = K v

dimana : K =
1
= poisons ratio
91

Untuk kedalaman (h) yang besar sekali , maka keadaan tegangan pada
umumnya menjadi hidrostatik , yaitu K = 1 dan H = v . tetapai semua itu
hanyalah sebuah estimasi global dari keadaan tegangan yang ada didalam massa
batuan , yang didasarkan pada hipotesa yang sangat sederhana seperti :
homogenitas , isotropi dan kelakuan (behaviour) rheologi dari massa batuan
tegangan rhesidual dan tektonik kemungkinan ada ddalam massa batuan dan
dapat merubah keadaan tegangan yang ada . oleh karena itu keadaan tegangan
yang sebenarnya dapat berbeda jauh dengan keadaan tegangan yang dihitung
secara teoritis.
Teori hanya dapat memberikan perkiraan besaran intensitas dari tegangan
yang ada , sedangkan hanya pengukuran tegangan in-situ yang dapat memberikan
keterangan mengenai orientasi dan besarnya tegangan pada massa batuan dibawah
tanah.
Dari berbagai literatur, terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan
metoda-metoda pengukuran tegangan in-situ. Seperti metoda pengukuran
langsung (direct) dan pengukuran tidak langsung (indirect). Juga metoda
pengukuran absolut dan pengukuran relatif.
Tetapi kelihatannya yang terbaik adalah klasifikasi berdasarkan tipe dari
pengukuran yang dilakukan.
Adapun klasifikasi dari berbagai metoda pengukuran tegangan in-situ adalah
sebagai berikut :
1. Metoda yang didasarkan pada pengukuran yang dilakukan disebuah
permukaan bebas didinding batuan yang dikenal antara lain adalah metoda
Rosette de formasi.
2. Metoda yang didasarkan pada pengukuran tekanan yang diperlukan untuk
mengembalikan tegangan yang dibebaskan : metoda flat jack.
3. Metoda yang didasarkan pada pengukuran di dalam lubang bor.
a. metoda overcoring
i. cell yang mengukur tegangan
ii.cell yang mengukur displacement
- displacement radial
- dispalcement radial dan longitudinal.
b. hidraulic fracturing.
Perlu diketahui bahwa interpretasi dari semua hasil pengukuran tegangan insitu untuk semua metoda yang telah disebutkan didasarkan pada hipotesa
homogenitas , kontinuitas, isotropi dan elastikm linier. Disamping itu medan
tegangan dianggap homogen disekitar tempat dimana pengukuran dilakukan.

92

B. METODA ROSETTE DEFORMASI


1. Prinsip
Prinsip dari Rosette deformasi adalah mengukur deformasi superficial
pada sebuah permukaan bebas didinding massa batuan . deformasi ini
disebabkan oleh pembebasan tegangan atau variasi tegangan .
2. Hipotesa
Interpretasi dari hasil pengukuran tegangan dengan metoda ini
berdasarkan pada hipotesa :
a. tegangan bidang (plane stress) , yaitu tegangan yang tegak lurus bidang
pengukuran sama dengan nol.
b. Pembebasan tegangan adalah total (seluruhnya) . perhitungan dengan
finite element (3) menunjukan banwa diperlukan pemotongan sedalam 20
cm untuk memperoleh pembebasan tegangan total.
c. Kelakuan (behaviour) batuan adalah elastik linier. Tegangan dihitung
langsung dari deformasi yang diukur dengan batuan Hukum Hooke.
3. Pengukuran
Titik titik pengukuran sebanyak 8 buah dipasang pada lingkaran yang
berdiameter 20 cm (gambar VII.1). jarak antara titik titik pengukuran
tersebut diukur sampai ketelitian 1 mikron.
Kemudian batuan disekitar lingkaran digergaji dengan batuan gergaji intan
sedalam 20 cm, sehingga tegangan dibebaskan total.
Tititk titik pengukuran iukur lagi dan displacement yang disebabkan oleh
pembebasan tegangan dihitung. Tegangan didapat dari (3) :
uo . Eo + . u /2 . E /2
x =
r ( 1 + 2 )
u /2 . E /2 + . uo . Eo
y =
R( 1 - 2 )
u /4 . E /4 - u 3 /4 . E 3 /4
xy =
r( 1 - )
dimana : Ei = modulus deformasi untuk = i
ui = displacement radial untuk = i
r = jari jari Rosette = 10 cm
= Poissons ratio
93

Ei dan didapat dari hasil test dilaboratorium mekanika batuan.


Metoda Rossete deformasi sangat menarik karena karena pelaksanannya
cepat, tidak memerlukan peralatan yang canggih dan hasil yang didapat
mendekati sebenarnya . besarnya tegangan utama (principal stress) dapat
dihitung dengan metoda ini, demikian juga arahnya terhadap dengan metoda
ini , demikian juga arahnya terhadap dengan metoda ini, demikian juga
arahnya terhadap sumbu x dan y dapat ditentukan.

94

C. METODA FLAT JACK (FLAT JACK TEST)


1. Prinsip
Metoda ini membebaskan sebagian tegangan yang ada di dalam massa
batuan dengan jalan membuat potongan pada batuan tersebut dengan batuan
gergaji intan (gambar VII.3). tegangan yang dibebasakan ini akan
menyebabkan terjadinya deformasi yang dapat berupa displacement dari
titik titik pengukuran yang dibuat. Kemudian kedalam potongan tersebut
dimasukkan flat jack agar supaya displacement dari titik titik
pengukuran menjadi nol. Tekanan didalam flat jack yang mengakibatkan
displacement nol menggambarkan tegangan mula mula (initial stress)
didalam massa batuan.
2. Hipotesa
Interpretasi dari hasil pengukuran tegangan dengan metoda flat jack
berdasrkan pada hipotesa :
a. Kelakuan (Behaviour) batuan adalah elastik reversible , tidak perlu
linier dan batuan homogen.
b. Tegangan pada dinding batuan tidak dipengaruhi oleh proses penggalian.
c. Tegangan yang diukur tegak lurus dengan potongan yang dibuat atau
tegak lurus dengan flat jack diharapkan bahwa arah tegangan ini
mendekati arah dari tegangan utama.
3. Pengukuran
Titik titik pengukuran yang berupa baut besi dipasang dengan jarak 10
cm , masing masing L1, L2 dan L3 (gambar VII.3). kemudian dibuat
potongan pada batuan dengan bantuan gergaji intan yang besarnya hampir
sama dengan ukuran flat jack.
Kemudian titik titik pengukuran diukur jaraknya. Tentu saja jaraknya
akan bertambah pendek akibat adanya potongan ( L1 - L1, L2 L2, L3 L3 ).
Sesudah pengukuran selesai , kedalam potongan dimasukkan flat jack yang
berupa 2 lembar potongan baja yang dijadikan satu dengan mengelas
ujungnya (gambar VII.4). flat jack ini dipompa hidraulik sampai L 1, L2,
dan L3 menjadi nol, yang berarti kembali ke keadaan semula. Dalam kondisi
ini tekanan di dalam flat jack sama dengan tegangan yang dibebaskan yang
merupakan tegangan yang berada didalam massa batuan . kekurangan utama
dari metode flat jack adalah karena pengukuran dilakukan pada batuan yang
sudah tidak solid lagi karena pengaruh proses penggalian sehingga hasil
pengukuran yang didapat tidak representetif.
Tetapi kekurangan ini dapat diatasi dengan ,melakukan pengukuran pada
kedalaman tertentu, artinya pada batuan yang solid. Pengukuran dilakukan 2
95

kali, yang pertama pada batuan yang tidak solid, kemudian dilakukan
penggalian sampai kedalaman 30 cm dan pengukuran yang kedua dilakukan
(lihat gambar VII.4) .
Teknik yang digunakan tidak memungkinkan untuk melakukan
pengukuran selama penggergajian, oleh karena itu kurva D 1 (kurva
pembebasan stress pada saat penggergajian) hanya dapat diduga seperti
gambar VII.2.
4. Pengukuran modulus deformasi dengan flat jack test
Perhitungan kestabilan pekerjaan dibawah tanah memerlukan
diketahuinya karakteristik elastik dari batuan, terutama modulus deformasi.
Flat jack menghasilkan tegangan yang diketahui besarnya didalam massa
batuan atau dapat dihitung pada daerah tertentu, sehingga dengan mengukur
deformasi yang dihasilkan oleh tegangan tersebut , modulus deformasi dapat
dihitung.

Gambar diatas menunjukan displacement yang disebabkan oleh penggergajian


L=l1 +l2+e
L + L= l1 + l1 + l2 + l2 + e + e
l1

l2
dan

l1

menggambarkan starin elastik dari batu demikian juga


l2

L
.
L
e = displacement yang disebabkan oleh relaksasi dari batuan pada lubang
gergajian sesudah pembebasan tegangan.
Oleh sebab itu, kemiringan dari kurva yang diukur dari titik
pengukuran L tidak menggambarkan modulus deformasi karena strain global
yang diukur , termasuk relaksasi yang disebabakan oleh penggergajian.
96

Sebaliknya , tangent dari bagian linier kurva , yang diukur dari titik
pengukuran L adalah sama dengan modulus deformasi dengan faktor koreksi
yang tergantung dari geometri potongan gergaji.

97

98

99

100

101

102

103

BAB VIII
KLASIFIKASI MASSA BATUAN

A. PENDAHULUAN
Metode rancangan empiris berhubungan dengan pengalaman praktis yang
diperoleh dari proyek-proyk sebelumnya untuk mengantisipasi kondisi dari lokasi
proyek yang diusulkan.
Klasifikasi massa batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan
empiris dan digunakan secara luas didalam rekayasa batuan. Dalam kenyataannya
dibanyak proyek, pendekatan klasifikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk
merancang struktur di bawah tanah yang kompleks. Klasifikasi massa batuan
tidak digunakan sebagai pengganti untuk rancangan rekayasa. Tetapi harus
digunakan bersama-sama dengan metode observasi dan analitik untuk
memformulasikan secara menyeluruh rancangan yang rasional, yang cocok
dengan tujuan rancangan dan kondisi geologi di lapangan.
Tujuan dari klasifikasi massa batuan adalah :
1. Mengidentifikasi parameter yang terpenting yang mempengaruhi perilaku
massa batuan.
2. Membagi formasi massa batuan yang khusus ke dalam group yang
mempunyai perilaku sama, yaitu kelas massa batuan dengan berbagai kualitas.
3. Memberikan dasar untuk pengertian karakteristik dari tiap kelas massa batuan.
4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan
pengalaman yang ditemui di lokasi lain.
5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa
(engineering design).
6. Memberikan dasar umum untuk komunikasi diantara para insinyur dan
geologiawan.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka system klasifikasi harus :
1. Sederhana, mudah diingat dan mudah dimengerti.
2. Setiap istilah jelas dan terminologi yang digunakan dapat diterima secara luas
oleh engineer dan geologist.
3. Sifat-sifat massa batuan yang paling signifikan diikut sertakan.
4. Berdasarkan pada parameter yang dapat diukur dengan uji yang cepat, relevan
serta murah dilapangan.
104

5. Berdasarkan system rating yang dapat memberikan bobot relative yang


penting pada parameter klasifikasi.
6. Dapat berfungsi untuk menyediakan data-data kuantitatif untuk rancangan
penyangga batuan.
Tiga keuntungan yang diperoleh dari klasifikasi massa batuan :
1. Meningkatkan kualitas dari penyelidikan lapangan (site investigation) dengan
meminta data masukan yang minimum sebagai parameter klasifikasi.
2. Memberikan informasi kuantitatif untuk tujuan rancangan.
3. Penilaian rekayasa dapat lebih baik dan komunikasi dapat lebih efektif pada
suatu proyek.
Kebanyakan terowongan sekarang dibangun berdasarkan beberapa system
klasifikasi. Seperti yang banyak digunakan dan yang paling baik diketahui adalah
klasifikasi beban batuan Terzaghi, yang sudah diperkenalkan lebih dari 40 tahun
yang lalu (Terzaghi,1946). Sejak itu, klasifikasi ini dimodifikasi (Deere dkk,1970)
dan system klasifikasi baru diusulkan. System ini memperkenalkan teknologi
penyangga batuan yang baru, yang diberi nama rock bolt dan shotcrete, yang
digunakan di berbagai proyek seperti terowongan, ruang bawah tanah, tambang,
lereng dan fondasi.
Saat ini terdapat berbagai system klasifikasi batuan seperti yang terlihat
pada Tabel 8.1 . Dari berbagai system klasifikasi massa batuan yang ada, enam
yang perlu mendapat perhatian khusus karena yang paling umum, yaitu yang
diusulkan oleh Terzaghi (1946), Lauffer (1958), Deere dkk (1967), Wickham
(1972), Bieniawski (1973), Barton dkk (1974). Klasifikasi beban batuan Terzaghi
(1946) klasifikasi pertama yang diperkenalkan, dan digunakan di Amerika Serikat
lebih dari 35 tahun, telah dibuktikan dengan sukses untuk penerowongan dengan
penyangga besi baja (steel support).
Klasifikasi Lauffer didasarkan pada hasil kerja dari Stini (1950) dan
merupakan langkah maju dalam seni penerowongan dengan diperkenalkannya
konsep Stand-up time dan active span di dalam terowongan, dimana dapat
ditentukannya tipe dan jumlah penyangga di dalam terowongan secara lebih
relevan.
Klasifikasi dari Deere dkk (1967) memperkenalkan Indeks Rock Quality
Designation (RQD), yang merupakan metode yang sederhana dan praktis untuk
mendeskripsikan kualitas inti batuan dari lubang bor.
Konsep dari Rock Structure Rating (RSR) dikembangkan di Amerika
Serikat oleh Wickham dkk (1972, 1974) yang merupakan system pertama yang
105

memberikan gambaran rating klasifikasi untuk memberikan bobot yang relative


penting dari parameter klasifikasi.
Klasifikasi geomekanika (RMR system) diusulkan oleh Bieniawski (1973)
dan Q system oleh Barton dkk (1974), telah dikembangkan secara terpisah dan
kedua-duanya menyediakan data kuantitatif untuk memilih penguatan terowongan
yang modern seperti Rock Bolt dan Shotcrete.
System Q dikembangkan khususnya untuk terowongan dan ruang bawah
tanah, sedangkan klasifikasi geomekanika walaupun awalnya dikembangkan
untuk terowongan, dapat digunakan untuk rock slopes dan fondasi, penilaian
ground rippability, masalah-masalah dipertambangan (Laudbscher, 1977, Ghose
dan Raju 1981, Kendorski dkk 1983).
B. METODE ROCK LOAD CLASSIFICATION
Terzaghi (1946) memformulasikan metode klasifikasi rasional yang pertama
dengan mengevaluasi beban batuan yang tepat untuk merancang steel sets. Ini
merupakan pengembangan yang penting karena penyangga dengan steel sets telah
digunakan secara luas untuk penggalian terowongan batuan selama 50 tahun yang
lalu. Klasifikasi ini hanya cocok untuk memperkirakan beban batuan untuk
terowongan yang disangga dengan steel arch, tetapi tidak cocok untuk metode
penerowongan yang modern dengan menggunakan shotcrete dan rock bolt.
Sesudah mempelajari secara rinci, Cecil (1970) menyimpulkan bahwa metode
Terzaghi terlalu umum untuk dapat mengevaluasi secara objektif kualitas batuan
dan tidak menyediakan informasi kuntitatif dan sifat-sifat massa batuan.
Gambaran utama dari klasifikasi Terzaghi diberikan pada gambar 8.1 dan
dituliskan pada table 8.2 dan 8.3.
Nilai rock load di table 8.2 digunakan untuk mendeskripsikan ground
condition jika terowongan terletak di bawah muka air tanah. Jika terowongan
terletak diatas muka air tanah, rock load untuk kelas 4-6 dapat dikurangi dengan
50%. Revisi yang penting dari koefisien rock load klasifikasi Terzaghi diberikan
oleh Rose (1982) pada table 8.2 yang memperihatkan kondisi batuan Terzaghi 4-6
harus dikurangi dengan 50% dari nilai rock load awal karena muka air tanah
efeknya kecil terhadap rock load.

106

C. KLASIFIKASI STAND-UP TIME


Klasifikasi tahun 1958 oleh Lauffer merupakan fondasi di dalam awal kerja
dari geologi terowongan oleh Stini (1950), yang dianggap sebagai bapak dari
Sekolah Austria untuk penerowongan dan mekanika batuan. Lauffer mengusulkan
stand-up time untuk berbagai active span yang dihubungkan pada berbagai kelas
massa batuan.
Active unsupported span adalah lebar terowongan atau jarak dari face ke
penyangga jika ini lebih besar dari lebar terowongan. Stand-up time adalah jangka
waktu dimana terowongan dapat stabil tanpa penyangga sesudah penggalian.
Harus dicatat bahwa beberapa factor dapat mempengaruhi satnd-up time seperti
orientasi dari sumbu terowongan, bentuk penampang terowongan, metode
penggalian dan metode penyangga.
Klasifikasi awal Lauffer tidak lama digunakan semenjak dimodifikasi
beberapa kali oleh engineer Austria terutama oleh Pacher dkk (1974) yang
mempelopori pengembangan New Austrian Tunneling Method (NATM). Hal
utama yang penting di dalam klasifikasi Lauffer Pacher adalah penambahan span
terowongan akan mengurangi stand-up time. Sebagai contoh, pada saat membuat
pilot tunnel dengan span kecil dapat menggali dengan full face di batuan yang
kondisinya fair, sedangkan lubang bukaan dengan span yang besar di batuan yang
sama dibuktikan tidak mungkin untuk menyangga di dalam waktu stand-up
timenya. Hanya dengan system heading dan benching yang lebih kecil atau
multiple drift, penampang terowongan yang besar dapat digali di kondisi batuan
seperti ini. Klasifikasi ini memperkenalkan stand-up time dan span sebagai
parameter yang relevan di dalam menentukan tipe dan jumlah penyangga
terowongan, dan ini akan mempengaruhi pengembangan yang lebih maju dari
sistem klasifikasi massa batuan.

107

Anda mungkin juga menyukai