Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

KALA I MEMANJANG

Disusun oleh:
Shelina Nuriyanisa
030.11.272
Pembimbing:
dr. Eddi Junaidi, SpOG, SH, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
Mei Agustus 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan Judul


KALA I MEMANJANG
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing,
sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Kebidanan dan
Kandungan
di RSUD Budhi Asih periode Mei Agustus 2016

Jakarta,

(dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, SH, M.Kes)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Referat yang berjudul KALA I MEMANJANG
ini. Adapun penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu tugas
kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
periode Mei Agustus 2016
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Eddi Junaidi
Sp.OG, SH, M.Kes selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam
penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang
turut serta membantu penyusunan referat ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu jika
tidak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Demikian kata pengantar ini penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam referat ini,
penulis memohon maaf dan juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi
perbaikan referat ini. Terimakasih.

BAB I

PENDAHULUAN
Persalinan lama atau disebut juga distosia didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal
atau sulit, dimana penyebabnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kelainan tenaga (power/his)
2. Kelainan janin (passanger)
3. Kelainan jalan lahir (passage)
Persalinan lama merupakan salah satu dari beberapa penyebab kematian ibu dan janin.
Pada kasus persalinan lama, hal itu dapat menyebabkan infeksi, kehabisan tenaga, bahkan
kadang dapat terjadi perdaraha post partum yang justru dapat menyebabkan kematian pada ibu.
Sedangkan pada janin, dapat terjadi infeksi, cedera, atau asfiksia yang dapat meningkatkan
kematian janin.1
Menurut Friedman, terdapat tiga fase dalam persalinan. Fase pertama dimulai dari
kontraksi uterus disertai dengan dilatasi serviks dan pembukaan lengkap, dimana pada fase
pertama ini dibagi menjadi dua, yaitu fase laten dan fase aktif. Pada fase laten, terdapat kontraksi
uterus irregular yang lambat disertai pendataran serta dilatasi serviks secara bertahap. Sedangkan
pada fase aktif ditandai dengan peningkatan dilatasi daripada serviks dan penurunan janin. Fase
aktif dimulai dari 3-4 cm pembukaan serviks dan terbagi lagi dalam fase akselerasi, fase lereng
(kecuraman) maksimum, dan fase deselerasi. Fase kedua pada persalinan dimulai dari
pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Sedangkan pada fase ketiga persalinan ialah saat plasenta
dikeluarkan. Terdapat beberapa kelainan pada fase persalinan, dimana salah satunya adalah
kelainan pada kala I yang dibagi menjadi kala I fase laten memanjang dan kala I fase aktif
memnjang.

Gambar 1. Faktor Risiko Kelainan Dalam Persalinan

Di United States, angka kejadian terhadap adanya kelainan pada fase pertama persalinan
terjadi sekitar 8-11%. Kelainan dalam persalinan terjadi sekitar 12% pada pasien tanpa riwayat
section caessaria sebelumnya. 60 pasien dengan operasi section caessar umumnya disebabkan
karena adanya kelainan dalam persalinan nya. Sedangkan untuk mortalitas dan morbiditas pada
janin meningkat seiring dengan adanya kelainan dalam fase persalinan.2

BAB II
KALA I MEMANJANG

Untuk memiliki pemahaman yang lebih tentang apa yang dimaksud dengan persalinan
yang abnormal maka terlebih dahulu kita paham tentang parsalinan yang normal.
Secara umum persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari uterus kedunia luar. Sebab-sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan
teori yang kompleks. Pengaruh prostaglandin, faktor humoral, struktur uterus, sirkulasi uterus,
pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-fakotor yang mengakibatkan partus.1
Persalinan dimulai ( Inpartu ) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan
pada serviks dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Dalam persalinan terdiri dari
empat kala yaitu kala I atau kala pembukaan, kala II atau kala pengeluaran, kala III atau kala uri,
dan kala IV.
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus hingga pembukaan serviks
mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Kala I persalinan ini dibagi menjadi dua fase yaitu fase
laten dan fase aktif. Pada fase laten dimulai sejak awal kontraksi hingga pembukaan serviks <
4cm,biasanya brlangsung < 8 jam. Sedangkan pada fase aktif serviks membuka dari 4 ke 10 cm,
dan terjadi penurunan bagian terbawah janin, biasanya berlangsung < 6 jam.
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir
dengan lahirnya bayi. Ada beberapa tanda-tanda kala II diantaranya kekeatan ingin meneran
bertambah, makin meningkatnya trkanan pada rektum dan vagina, perineum terlihat menonjol,
vulva- vagina dan sfingter ani terlihat membuka, peningkatan pengeluaran lendir dan darah.
Kala III persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta
dan selaput ketuban. Sedangkan kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan
berakhir dua jam setelah itu.1

Kala I (Pembukaan)
Kala I dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, serta

durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang progresif. Pasien
dikatakan dalam persalinan kala I, jika sudah terjadi pembukaan servik dan kontraksi terjadi
teratur minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang
berlangsung antara 0-10 cm. Proses ini terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana
servik membuka sampai 3 cm dan fase aktif (6 jam) dimana servik membuka dari 3-10 cm.
Fase aktif dibagi dalam 3 fase yaitu :
o Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.

o Fase dilatasi maksimal, dalam 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat. Dari 4 cm
menjadi 9 cm.
o Fase deselerasi, pembukaan melambat kembali. Dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm
menjadi 10 cm.

Kala II
Kala II adalah kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir.

Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosa kala II
ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan lengkap dan
kepala janin sudah tampak divulva dengan diameter 5-6 cm.

Kala III (Pelepasan plasenta)


Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta. Lepasnya plasenta

sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut :

o Tinggu fundus uteri mengecil


o Tali pusat bertambah panjang
o Keluar darah banyak secara spontan
Kala IV (Observasi)
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV dilakukan observasi

terhadap pascapersalianan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Tingkat kesadaran pasien.


Pemeriksaan tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan.
Kontraksi uterus.
Terjadinya perdarahan, perdarahan dianggap normal bila jumlahnya tidak melebihi 400500 cc.

DEFINISI
Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus yang
menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir.
Terdapat tiga kala dalam persalinan. Dimana, persalinan aktif dibagi menjadi tiga kala yang

berbeda. Kala satu persalinan mulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang
progresif. Kala satu persalinan selesai ketika serviks sudah membuka lengkap (sekitar 10 cm),
sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Maka dari itu, kala satu persalinan disebut juga
dengan stadium pendataran dan dilatasi serviks. Kala 2 persalinan dimulai ketika dilatasi serviks
sudah lengkap dan berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan disebut juga stadium
ekspulsi janin. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Kala tiga persalinan disebut juga stadium pemisahan
dan ekspulsi plasenta.3

Gambar 2. Dilatasi serviks4

Gambar 3. Fase Dalam Persalinan4

ETIOLOGI
Terdapat beberapa sebab terjadinya partus lama yaitu:

Kelainan letak janin

Kelainan-kelainan panggul

Kelainan his

Janin besar atau ada kelainan kongenital

Penyebab dari persalinan lama dapat dibagi dalam tiga golongan besar yaitu:
1. Persalinan lama karena kekutan kekuatan yang mendorong anak tidak memadai,
seperti:
a. Kelainan His

Merupakan penyebab terpenting dan tersering terjadinya persalinan lama. Baik


tidaknya His dapat dinilai dari kemajuan persalinan, sifat-sifat his : frekuensi,
kekuatan dan lamanya his, besarnya caput suksedaneum. Penilaian kekuatan his
dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yakni menilai secara manual sifat-sifat
his dengan palpasi atau menggunakan bantuan CTG. His dikatakan kurang baik
kuat jika:
o Terlalu lemah yang dinilai dengan palpasi pada puncak his.
o Terlalu pendek yang dinilai dari lamanya kontraksi.
o Terlalu jarang yang dipantau dari waktu sela antara dua his.
Menurut WHO his dikatakan memadai bila terdapat his yang kuat sekurang
kurangnya tiga kali dalam kurun waktu 10 menit dan masing-masing lamanya
lebih dari 40 detik.5
Inersia uteri
His bersifat biasa, dimana fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu
daripada bagian-bagian lain. Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus lebih
singkat dan jarang daripada biasa. Keadaan umum pasien biasanya baik dan rasa
nyeri tidak seberapa. Selama ketuban utuh, umumnya tidak berbahaya baik ibu
maupun janin, kecuali persalinana berlangsung terlalu lama. Keadaan ini
dinamakan hypotonic uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his
kuat untuk waktu yang lama, hal tersebut dinamakan inersia uteri sekunder.
Diagnosis inersia uteri paling sulit ditegakkan di fase laten. Kontraksi uterus yang
disertai dengan rasa nyeri tidak cukup menjadi dasar utama diagnosis persalinan
sudah dimulai, harus dilihat apakah kontraksi tersebut menyebabkan perubahan
pada serviks yakni pendataran dan atau pembukaan.
His terlampau kuat
His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai
dalam waktu yang sangat singkat. Partus yang selesai dalam waktu kurang dari 3
jam dapat menyebabkan perluasan pada jalan lahir, khususnya vagina dan
perineum. Selain itu bayi juga bisa alami perdarahan dalam tengkorak karena
bagian tersebut alami tekanan kuat dalam waktu singkat.
Incoordinate uterine action
Sifat his berubah-ubah. Tonus otot terus meningkat dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak adanya sinkronisasi kontraksi pada tiap
bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah,

dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di


samping itu, tonus otot yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras
dan lama bagi ibu sehingga dapat menyebabkan hipoksia pada janin.
b. Kekuatan mengejan kurang kuat
Dapat berupa kelainan dari dinding perut, seperti luka parut baru pada dinding
perut atau kelainan keadaan umum ibu seperti sesak nafas atau adanya kelelahan
ibu.
2. Persalinan lama karena adanya kelainan letak janin atau kelainan fisik janin. Persalinan
normal dapat terjadi manakala terpenuhi keadaan-keadaan tertentu dari factor-faktor
persalinan, yaitu jalan lahir (passage), janin (passenger),dan kekuatan (power). Pada
waktu persalinan, hubungan antara janin dan jalan lahir sangatlah penting untuk
diperhatikan oleh karena menentukan mekanisme dan prognosis persalinan. Dalam
keadaan normal, presentasi janin adalah belakang kepala dengan penunjuk ubun-ubun
kecil dalam posisi transversal saat masuk. Namun pada keadaan dimana bayi dengan
presentasi oksipito-posterior, salah satunya dapat menyebabkan terjadinya persalinan
lama. Presentasi puncak kepala, presentasi muka, presentasi dahi, letak sungsang, letak
melintang, presentasi bahu, presentasi bokomg, anak besar, dan hidrosefal juga dapat
menyebabkan terjadinya persalinan lama.
3. Persalinan lama karena adanya kelainan pada jalan lahir.
Kelainan jalan lahir dapat menyebabkan persalinan menjadi lama, terutama dalam hal
ukuran serta bentuk jalan lahir yang dapat menghambat kemajuan persalinan. Baik
kelainan bagian keras (tulang) maupun bagian yang lunak dari panggul, seperti adanya
panggul sempit, adanya tumor-tumor baik pada genitalia interna maupun visera lain
didaerah paggul yang menghalangi jalan lahir. Pengaruh panggul sempit pada persalinan
yaitu persalinan lebih lama dari biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan
pembukaan, karena banyak waktu yang dipergunakan untuk molase kepala anak.5
Dalam kaitannya dengan gangguan kemajuan persalinan , dalam hal ini disfungsi uterus ,
kemungkinan besar mendominasi sebelum pembukaan serviks lengkap, sedangkan
kelainan proporsi fetopelvik kemungkinan lebih jelas setelah kala dua tercapai.

Disfungsi uterus
Propulsi dan ekspulsi janin disebabkan oleh kontraksi uterus, yang pada kala dua diperkuat
oleh kerja otot volunter dan involunter dinding abdomen, pada partus lama intensitas kedua

faktor ini mungkin kurang sehingga persalinan melambat atau berhenti. Disfungsi uterus
yang ditandai dengan kontraksi yang jarang sehingga pada fase pembukaan serviks manapun
ditandai oleh tidak adanya kemajuan, sedangkan salah satu karakteristik utama persalinan
normal adalah kemajuan.
Ada beberapa penyebab disfungsi uterus seperti:
Analgesia Epidural
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa analgesia epidural dapat memperlambat
jalannya persalinan hal ini berkaitan dengan memanjangya kala I dan kala II

persalinan serta melambatnya kecepatan penurunan janin.


Posisi ibu selama persalinan
Menurut Miller (1983), kontraksi uterus terjadi lebih sering tetapi dengan intensitas
rendah apabila ibu dengan posisi terlentang, tetapi sebaliknya frekuensi dan intensitas
kontraksi dilaporkan meningkat apabila ibu duduk atau berdiri. Namun Lupe dan
Gross (1986) menyimpulkan bahwa tidak terdapat bukti komklusif bahwa posisi ibu

tegak maupun ambulasi dapat memperbaiki persalinan.7


Disproporsi Fetopelvik
Keadaan ini timbul karena berkurangnya ukuran panggul, ukuran janin yang terlalu besar,
atau kombinasi keduanya.
Kapasitas panggul
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat
menyebabkan distosia saat persalinan. Hal ini mungkin didapatkan penyempitan pintu
atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah panggul atau panggul yang

menyempit seluruhnya akibat kombinasi dari hal-hal diatas.


Ukuran janin terlalu besar
Disproporsi sefalopelvik biasanya tidak berkaitan dengan ukuran janin yang terlalu
besar. Hal ini berkaitan dengan pernyataan di edisi ketiga belas William obstetrics
mengenai ukuran janin yang terlalu besar sebagai penyebab partus lama yaitu asalkan
panggul tidak menyempit, kecil kemungkinannya bagi anak yang tumbuh normal
dengan berat badan kurang dari 4500gram dapat menimbulkan partus lama sematamata karena ukurannya.7

DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis persalinan lama terlebih dahulu memperhatikan faktor-faktor
penyebab persalinan lama seperti, his yang tidak efisisen dan adekuat, faktor janin, dan faktor
jalan lahir.

Tanda dan gejala


Serviks tidak membuka

Diagnosis
Belum in partu

Tidak didapatkan his/his tidak teratur


Pembukaan serviks tidak melewati 4 Cm Fase laten memanjang
sesudah 8 jam
Inpartu dengan his yang teratur
Pembukaan serviks melewati kanan garis Fase aktif memanjang
waspada partograf

Frekuensi his kurang dari 3 his per 10

Inersia uteri

Disproporsi

menit dan lamanya kurang dari 40 detik

Pembukaan serviks dan turunnya bagian


janin yang dipresentasi tidak maju
sedangkan his baik

sefalopelvik

Pembukaan serviks dan turunnya bagian


janin yang dipresentasi tidak maju
dengan kaput, terdapat maulase hebat,
edema serviks, tanda rupture uteri

imminens, gawat janin

Obstruksi kepala

Kelainan presentasi ( selain verteks

Malpresentasi

dengan oksiput anterior )


Pembukaan

serviks

lengkap,

atau malposisi
ibu

ingin

Kala II lama

mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan


Tabel 1: Diagnosis persalinan lama

Untuk mendiagnosa faktor pada jalan lahir, seperti karena adanya kelainan panggul, dapat
ditegakkan atas pelvimetri klinis atau pemeriksaan radiologis, seperti pelvimetri radiologi, CT
Scan, MRI (Magnetic resonance imaging). Dengan melakukan pemeriksaan radiologis, akan
didapatkan kriteria diagnosis mengenai ukuran panggul.

Kriteria diagnosisnya sebagai berikut:

Kesempitan pintu atas panggul:


o Panggul sempit relatif: jika konjugata vera > 8,5 10 cm
o Panggul sempit absolut: jika konjugata vera < 8,5 cm
Kesempitan panggul tengah:
Kalau jumlah diameter interspinarum dan diametersagitalis posterior pelvis mencapai
< 13,5 cm dan diameter interspinarum <10 cm, dinding panggul konvergen, dan

sakrum lurus atau konveks.3


Kesempitan pintu bawah panggul:
Bila arkus pubis <90o atau sudut lancip.

Sedangkan pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis faktor janin dapat menggunakan


ultrasonografi.3
KLASIFIKASI5
Kala I lama diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)


Fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam inpartu
Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks kurang dari 1,2
cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam dengan laju dilatasi
serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida

Fase Laten Memanjang


Dua fase pembukaan serviks adalah fase laten yang sesuai dengan tahap persiapan dan
fase aktif yang sesuai dengan tahap pembukaan. Friedman membagi lagi fase aktif menjadi fase
akselerasi, fase lereng maksimum, dan fase deselerasi.
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi
yang teratur. Selama fase ini, kontraksi uterus berlangsung bersamaan dengan perlunakan dan
pendataran serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke fase aktif adalah kecepatan
pembukaan serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk ibu multipara. Kecepatan
pembukaan serviks ini tidak dimulai pada pembukaan tertentu. Rosen menganjurkan agar semua

ibu diklasifikasikan berada dalam persalinan aktif apabila dilatasi mencapai 5 cm, sehingga
apabila tidak teradi perubahan progresif, perlu dipertimbangkan untuk melakukan intervensi.5
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten memanjang apabila lama fase ini
lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu multipara. Ada beberapa factor yang
mempengaruhi durasi fase laten, antara lain adalah keadaan serviks yang buruk dimana serviks
masih tebal, tidak mengalami pendataran, atau tidak membuka. Friedman mengklaim jika
istirahat atau stimulasi oksitosin sama efektif dan amannya dalam memperbaiki fase laten yang
memanjang. Istirahat lebih disarankan karena persalinan palsu sering tidak disadari.
Fase Aktif Memanjang
Kemajuan persalinan pada ibu nulipara memiliki makna kusus karena kurva-kurva
memperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dengan
demikian, pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, disertai adanya kontraksi uterus dapat
digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Menurut Friedman, rata-rata durasi persalinan
fase aktif pada nulipara adalah 4,9 jam.5
Ibu nulipara yang masuk ke fase aktif dengan pembukaan 3-4 cm dapat diharapkan
mecapai pembukaan 8-10 cm dalam 3 sampai 4 jam. Sebagai contoh, apabila pembukaan serviks
mencapai 4 cm, dokter dapat memperkirakan bahwa pembukaan lengkap akan tercapai dalam 4
jam apabila persalinan spontan berlangsung normal. Namun, kelainan persalinan pada fase aktif
sering dijumpai. Sokol dan kawan-kawan melaporkan bahwa 25% persalinan nulipara dipersulit
kelianan pada fase aktif, sedangkan pada multigravida didapatkan sebanyak 15%.
Penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan serviks, dimana keduanya
berlangsun bersamaan. Penurunan dimulai pada tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada sekitar 7
sampai 8 cm pada nulipara dan paling cepat setelah 8 cm. friedman membagi lagi masalah pada
fase aktif menjadi gangguan protraction (berkepanjangan) dan arrest (macet atau tak maju).
Definisi protraksi adalah kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, yang dimana untuk
nulipara kecepartan pembukaan kurang dari 1,2 cm per-jam atau penuruna kurang dari 1 cm perjam. Sedangkan untuk multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang
dari 1,5 cm per-jam atau penurunan kurang dari 2 cm per-jam. Kemacetan pembukaan (arrest

dilatation) didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam dan kemacetan
penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.6
Protracted Active Phase Dilation
Pada pasien dengan persalinan nulipara. Fase dilatasi aktif yang memanjang dapat di
diagnosis ketika dalam 1 jam hanya terjadi dilatasi serviks kurang dari 1 cm, sedangkan untuk
persalinan multipara 1,5 cm/jam. Menurut Friedman, pada pasien nullipara, kelainan pada fase
ini ditandai dengan dilatasi yang hanya terjadu kurang dari 1,2 cm/jam.7
Kelainan pada fase ini dapat berhubungan dengan cephalopelvic disproportion ringan.
Walaupun angka kejadian ini cukup sering, namun data mengenai penggunaan oksitosin dalam
menangani kelainan pada fase ini terbatas.
Secondary Arrest of Dilation
Tidak adanya perubahan pada dilatasi serviks yang terjadi setidak-tidaknya 2 jam dapat
diagnosis dengan secondary arrest of dilation. Waktu ini berlaku baik bagi persalinan nulipara
maupun nulipara. Secondary arrest, dimana terjadi pada 5-10% persalinan, lebih sering terjadi
pada usia kehamilan aterm dibandingkan dengan preterm, dan ukuran janin yang besar daripada
yang kecil. Kelainan ini lebih sering terjadi dibandingkan dengan fase laten memanjang, tapi
lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan fase protaksi aktif. Kelainan pada fase ini dapat
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas janin dan dapat meningkatkan risiko sectio
caessaria. Pasien dengan kelainan pada fase ini, dapat diberikan terapi konservatif berupa
amniotomi dan pemberian oksitosin. Selama dalam fase aktif persalinan, pemeriksaan harus
dilakukan setiap 2 jam untuk dievaluasi. Pemberian oksitosin dapat dimulai dari dosis 1-2
mU/menit dimana dosis ditingkatkan setiap 30 menit. Apabila dengan pemberian oksitosin tidak
didapatkan perubahan selama 2-3 jam, section caessaria dapat diindikasikan pada pasien
tersebut.8
Prolonged Deceleration Phase

Fase deselerasi merupakan fase aktif ketiga dalam persalinan setelah fase maximum
slope. Dimulainya fase deselerasi sejak terjadinya pemukaan 9 cm baik untuk nulipara maupun
multipara. Engagement yang tidak terjadi sejak fase deselerasi dimulai pada nulipara dan akhir
dari fase deselerasi pada multipara merupakan suatu kelainan. Fase deselerasi memanjang terjadi
setidaknya 3 jam pada pasien persalinan nulipara dan 1 jam pada persalinan multipara.8
Fase deselerasi memanjang jarang terjadi, umumnya hanya 1-3% dari jumlah persalinan.
Pasien yang mengalami fase deselerasi memanjang, dapat menyebabkan terjadinya edema
cervical atau masalah pada tulang kepala bayi.

Gambar 4. Kelainan Pada Kala I Persalinan

Tabel 1. Indikasi Persalinan Abnormal9

Tatalaksana yang dianjurkan untuk persalinan yang berkepanjangan adalah menunggu,


sedangkan oksitosin dianjurkan untuk persalinan yang macet tanpa disproporsi sefalopelvik.
WHO mengajukan suatu partograf penatalaksanaan persalinan saat partus lama didefinisikan
sebagai pembukaan serviks yang kurang dari 1 cm per-jam selama minimal 4 jam. Kriteria saat
ini yang diajukan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists untuk diagnosis
partus lama dan partus macet diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Pola Persalinan Tidak Normal

American College of Obstetricians and Gynecologists menyarankan bahwa sebelum


ditegakkan diagnosis kemacetan pada persalinan kala satu, kedua kriteria ini harus dipenuhi :
1. Fase laten telah selesai, dengan serviks membuka 4 cm atau lebih.
2. Sudah terjadi pola kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih dalam
periode 10 menit selama 2 jam tanpa perubahan pada serviks.
TATALAKSANA2
Untuk fase laten, salah satu pilihan tatalaksana nya adalah istirahat selama beberapa jam.
Selama istirahat tersebut, jangan lupa untuk memantau aktifitas uterus, status janin, dan
pembukaan pada serviks untuk mengevaluasi apakah pasien sudah masuk dalam fase aktif atau
belum. 85% pasien diantaranya masuk ke dalam fase aktif, 5% pasien dengan fase laten yang
gagal ditatalaksana istirahat atau menunggu dapat diindikasikan untuk pemberian oksitosin.

Gambar 6. Kriteria Diagnostik Kelainan Persalinan Akibat Persalinan Lama atau Persalinan Macet 10

1. Tatalaksana Umum
Nilai dengan segera keadaan umum ibu dan janin (termasuk tanda vital dan

hidrasinya)
Kaji kembali partograf apakah pasien dalam keadaan persalinan, nilai frekuensi dan

lamanya his.
Perbaiki keadaan umum dengan dukungan emosi, perubahan posisi, berikan cairan

dan upayakan buang air kecil.


Berikan analgesia: tramadol atau petidin 25 mg IM atau morfin 10 mg IM, jika pasien

merasakan nyeri yang sangat.


2. Pengelolaan khusus
Persalinan palsu / belum inpartu (false labuor)
Periksa apakah ada infeksi saluran kemih atau ketuban pecah. Jika didapatkan adanya
infeksi obati secara adekuat.

Fase laten memanjang

Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan , lakukan penilaian
ulang terhadap serviks:
o Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak
ada gawat janin , mungkin pasien belum inpartu.

o Jika ada kemajuan dalam pendataran atau pembukaan serviks, lakukan


amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin,
lakukan penilaian ulang setiap 4 jam, jika pasien tidak masuk fase aktif
setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam , lakukan seksio sesarea.
o Jika didapatkan tanda-tanda infeksi, lakukan akselerasi persalinan dengan
oksitosin, berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan: Ampisilin 2 gr I.V
setiap 6 jam ditambah gentamisisn 5 mg/kgBB I.V setiap 24 jam. Jika terjadi
persalinan pervaginum stop antibiotik pasca persalinan, tetapi jika dilakukan
seksio sesarea lanjutkan antibiotik ditambah metronidazole 500 mg I.V setiap

8 jam.
Fase aktif memanjang
o Tentukan keadaan janin:

Periksa DJJ selama atau segera sesudah his, hitung frekuensinya


minimal sekali dalam 30 menit selama fase aktif.

Jika terdapat gawat janin lakukan sectio caesarea kecuali jika syarat
dipenuhi lakukan ekstraksi vacum atau forceps.

Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur


darah pikirkan kemungkinan gawat janin.

Jika tidak ada air ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban
pecah, pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban

yang dapat menyebabkan gawat janin.


o Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban
o

masih utuh, pecahkan ketuban.


Nilai his, jika his tidak adekuat, pertimbangkan inersia uteri, jika his adekuat
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi, atau malpresentasi.
Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat

kemajuan persalinan.
Disproporsi sefalopelvik
o Jika diagnosis disproporsi, lakukan seksio sesarea
Obstruksi

o Jika bayi hidup, pembukaan serviks sudah lengkap dan penurunan kepala 1/5,
o

lakukan ekstraksi vakum.


Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks belum lengkap atau kepala bayi

masih terlalu tinggi untuk eksrtaksi vakum, lakukan seksio sesarea.


His tidak adekuat ( inersia uteri)
o Pecahkan ketuban dan lakukan akselerasi persalinan denga oksitosin
o Evaluasi kemajuan prsalinan dengan pemeriksaan vaginal 2 jam setelah his
adekuat, jika tidak ada kemajuan lakukan seksio sesarea, tetapi jika ada

kemajuan lanjutkan infus oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam.


Kala II memanjang
o Jika malpresentasi dan tanda tanda obstruksi bisa disingkirkan , berikan
infus oksitosin.
o Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
o Jika kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simphisis pubi, atau bagian
tulang kepala di stasion 0, lakukan ekstraksi vakum.
o Jika kepala diantara 1/5 3/5 diatas simphisis pubis , atau bagian
tulang kepala antara stasion (0 ) (-2), lakukan ektraksi vakum.
o Jika kepala lebih dari 3/5 diatas simphisis pubis, atau bagian
tulang kepala diatas stasion -2, lakukan seksiso sesarea.8
Terdapat beberapa indikasi, dimana pada beberapa pasien dapat dilakukan tindakan

induksi, yang dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 7. Indikasi Induksi Dalam Persalinan9

DIAGNOSIS PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain :

Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.

Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna mengidentifikasi


apakah pasien menderita anemia atau tidak.

KOMPLIKASI
Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin, diantaranya:

Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko


tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada

insidensi atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock.
Infeksi intrapartum

Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion
menembus amnion dan desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakteremia , sepsis, dan pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang

terinfeksi. 7
Ruptur uteri
Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang
dengan riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan
panggul sedemikin besar sehingga kepala tidak engaged dan tidak terjadi
penurunan, sehingga segmen bawah uterus menjadi sangat teregang yang

kemudian dapat menyebabkan ruptur.


Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul tetapi tidak
maju untuk jangka waktu lama , maka bagian jalan lahir yang terletak diantaranya
akan mengalami tekanan yang berlebihan, karena gangguan sirkulasi sehingga
dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan

dengan munculnya fistula.


Cedera otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnya merupakan
konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginam terutama apabila

persalinannya sulit.
Efek pada janin berupa kaput suksedaneum dan molase kepala janin. Selain itu,
semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan
semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Partographic management of Labour. Lancet 1994; 343:


1399
2. Diagnosis
of
Abnormal
Labor.
Available
https://www1.cgmh.org.tw/intr/intr5/c6700/OBGYN/f/web/Abnormal
%20Labor/index.htm. Accessed on June 2, 2016

at

3. Joy Saju. Abnormal Labor. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/273053overview. Accesed on 2 June, 2016


4. Harrington
L.
Normal
Labor
and
Delivery.
Available
http://www.glowm.com/section_view/heading/Normal%20Labor%20and
%20Delivery/item/127. Accesed on June 5, 2016.

at:

5. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo, 2014; 564-74.
6. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ et al. William Obstetrics. 21 st ed. New York:
McGraw-Hill, 2001; 425-77
7. American College of Obstetricians and Gynecologists. Dystocia. Technical Bulletin
No.137, December, 1987.
8. Bottoms SF, Hirsch VJ, Sokol RJ: Medical management of arrest disorders of labor: A
current overview. Am J Obstet Gynecol 156:935, 1987
9. Chamberlain
G,
Zander
L.
Induction.
Available
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1115422/. Accessed on June 3, 2016.

at:

10. ODriscoll K, Foley M, MacDonald D: Active management of labor as an alternative to


cesarean section for dystocia. Obstet Gynecol 63:485, 1984.

Anda mungkin juga menyukai