LATAR BELAKANG
Sikap eksploratif pada remaja cenderung sangat ambisius. Hal ini membuat remaja selalu
bergolak dengan kehidupan dan lingkungannya. Tindakan-tindakan yang bersifat petualangan
baru membuat remaja selalu ingin mencoba dan mencari pengalaman-pengalaman baru
walaupun kadang kala eksplorasi yang dilakukan bersifat negatif (Sarwono, 2012). Remaja
memiliki keinginan untuk mencoba hal-hal baru yang belum pernah dilakukan dan keinginan
untuk mencoba segala pengalaman yang belum diketahui yang berasal dari lingkungannya,
keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas, menghayal dan berfantasi pada diri
sendiri maupun dengan teman sebaya (Desmita, 2005).
Banyak hal yang bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari tentang tingkah laku para
remaja saat ini, Remaja cenderung ingin mencoba hal-hal yang baru, seperti mengikuti dan
meniru tren dari budaya asing, atau mengikuti mode yang dicontoh melalui televisi, majalah,
film, dan internet. Mereka merubah penampilan (model rambut, mode pakaian), gaya hidup,
dan ingin tampil beda serta selalu ingin mencari tren tren yang terbaru terhadap segala
perkembangan musik, film, dan fashion terbaru. Fenomena kehidupan sehari-hari
para
remaja yang telah dijelaskan tersebut cenderung dipengaruhi adanya sensation seeking pada
diri remaja. Zuckerman (Grisnawati, 2006) sensation seeking berkaitan dengan kondisi
biologi pada individu, dimana kondisi biologis mendorong kebutuhan individu untuk
memperoleh sensasi dan variasi dalam hidupnya. Dasar biologis dihubungkan dengan
kuatnya refleksi terhadap stimulus dan menguatnya respon terhadap stimulus tersebut. Hal ini
terjadi diiringi tingginya hormon seks (testosteron, esterogen, dan esterodial) dan adanya
enzim yang merangsang hadirnya kemampuan arousal (kemampuan pada seseorang untuk
menyelesaikan sebuah aktivitas) (Grisnawati, 2006).
Beberapa penelitian di luar negeri mengenai sensation seeking dilakukan pada subyek usia
dewasa, sedangkan pada penelitian ini mengunakan subyek usia remaja. Beberapa penelitian
di luar negeri mengenai perbedaan sensation seeking, dalam hal jenis kelamin menunjukan
ketidakkonsisten pada hasil. Selain itu adanya perbedaan faktor budaya yang signifikan pada
perbedaan jenis kelamin dalam hasil penelitian sebelumnya, sehingga Peneliti tertarik untuk
meneliti lebih lanjut bagaimana sensation seeking
terutama pada remaja di Indonesia yang cenderung memiliki perbedaan budaya dengan
negara lain. Penelitian ini penting dilakukan, dengan mengetahui perbedaan sensation seeking
antara remaja laki laki dan remaja, maka dapat memberikan gambaran sensation seeking
2
remaja laki laki dan perempuan yang dapat membantu dalam perkembangan remaja yang
terkait motivasi, intensitas emosi, regulasi diri dan sosioemosional (Elizabeth,dkk. 2008).
LANDASAN TEORI
Sensation seeking
Zuckerman (Zuckerman, 1971) mendefinisikan trait sensation seeking adalah sebuah trait
(sifat) yang ditentukan oleh kebutuhan mencari sensasi dan pengalaman yang bervariasi, baru
dan tidak biasa, kompleks juga intens dan keinginan untuk mengambil resiko sosial, legal dan
finansial hanya untuk mendapatkan sebuah pengalaman. Gatzke-Kopp, Raine, Loeber,
Stouthamer-Loeber, Steinhauer (2002) berpendapat bahwa sensation seeking bertujuan untuk
mendapatkan kegairahan dan meningkatkan rangsangan yang optimal dan akan cenderung
mencari stimulus baru dan luar biasa, bahkan mungkin saja berbahaya bagi orang lain dan
yang akan menimbulkan kecemasan dan perasaan tidak menyenangkan. Sensation seeking
meliputi empat dimensi yakni (Zuckerman, 1971):
pekerjaan yang rutin, kehadiran orang-orang yang dapat terprediksi, dan reaksi
ketidakpuasan terhadap kondisi yang membosankan tersebut.
Jenis Kelamin
Menurut Hurlock (2000) ciri - ciri yang mendasar pada laki-laki dan perempuan secara
fisik perempuan dan laki-laki berbeda dalam beberapa segi. Perempuan memiliki kemampuan
untuk mengandung dan melahirkan anak, memiliki tulang pinggul yang lebih besar dan kadar
kandungan lemak yang lebih tinggi daripada laki-laki. Laki-laki memiliki tubuh yang lebih
kekar dan dada yang bidang, tenaga yang kuat dan otot-otot yang lebih menonjol. Anak
perempuan lebih dulu berkembang tetapi setelah menginjak masa remaja, laju pertumbuhan
fisik tidak sebesar laki-laki.
METODE PENELITIAN
Responden dan Desain Penelitian
Responden dalam penelitian ini berjumlah 80 orang yang terdiri dari 40 remaja laki laki
dan 40 remaja perempuan. Adapun responden yang diambil harus memiliki karakteritik
pelajar di SMAN Malang yang berusia 15 sampai 18 tahun. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan accidental sampling, yakni teknik pengambilan responden
sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang sesuai dengan ketentuan atau
persyaratan sampel dari populasi tertentu yang peneliti temukan di SMAN Malang. Pada
penelitian ini,peneliti mengambil sampel dari beberapa SMAN di Malang yaitu SMAN 1,
SMAN 2, SMAN 3, SMAN 4, SMAN 6, SMAN 8, dan SMAN 9. Metode penelitian
kuantitatif ini menggunakan rancangan penelitian komparatif, yaitu penelitian yang berusaha
4
untuk menentukan persamaan atau perbedaan tentang benda, orang, prosedur kerja, kritik
terhadap orang, kelompok atau negara terhadap kasus, peristiwa atau ide (Arikunto, 2006).
Sensation seeking dalam penelitian ini diukur menggunakan skala yang disusun
berdasarkan dimensi sensation seeking yang dikemukakan oleh Zuckerman (1971), yaitu (1)
thrill and adventure seeking, (2) experience seeking, (3) disinhibition, dan (4) boredom
susceptibility. Skala yang digunakan dalam penelitian ini dirancang menggunakan metode
skala dari Likert dengan empat kategori pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak
Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Skala ini terdiri dari 16 aitem yang berisi
pernyataan favourable dan unfavourable. Uji validitas dan reliabilitas pada saat uji coba
menghasilkan koefisien Cronbach Alpha sebesar 0,846 dengan 16 aitem diterima (standar rix
0,30). Hal tersebut menunjukkan bahwa skala sense of humor adalah reliabel (standar
reliabilitas > 0,60).
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah penguraian latar belakang dan
perumusan masalah, penyusunan landasan teori dan perumusan hipotesis, menentukan
variabel penelitian, melakukan survei, menentukan subjek penelitian, membuat alat ukur,
melakukan uji coba alat ukur yang dilanjutkan dengan penelitian. Setelah data diperoleh
selanjutnya dilakukan pengolahan data dan melaporkan hasil penelitian.
HASIL
Untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh, peneliti membagi kategori subjek
menjadi tiga kategori, yaitu: kategori tinggi, kategori sedang, kategori rendah. Hasil
kategorisasi subjek pada variabel sensation seeking (x) didapati hasil sebagai berikut:
Kelompok
subyek
Jumlah
Daerah keputusan
Kategori
X < 32
Rendah
32 X < 48
Sedang
30
75 %
X 48
Tinggi
10
25 %
40
100%
Laki laki
Jumlah
Sensation
seeking
Perempuan
subyek
X < 32
Rendah
2,5 %
32 X < 48
Sedang
38
95 %
X 48
Tinggi
2,5 %
40
100%
Jumlah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kategori tinggi Sensation seeking pada
kelompok subyek laki laki sebanyak 10 Orang dan perempuan 1 orang, kategori sedang
Sensation seeking pada kelompok subyek laki laki sebanyak 30 Orang dan perempuan 38
orang, dan kategori rendah Sensation seeking pada kelompok subyek laki laki tidak ada
dan perempuan 1 orang. Ringkasan hasil perhitungan Sensation seeking remaja di SMAN
Malang pada tiap aspek dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Ringkasan Sensation seeking pada Remaja Di SMAN Malang
Laki Laki
Dimensi
Perempuan
Total
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
Tinggi
Sedang
Rendah
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
47,5 %
52,5 %
20 %
72,5 %
7,5 %
62,5 %
3,75 %
75 %
25%
37,5 %
55 %
7,5 %
40%
3,75 %
15%
25%
60%
5%
12,5%
82,5%
10%
18,75%
71,25%
67,5%
32,5%
62,5%
35%
2,5%
65%
33,75%
1,25%
Thrill and
adventure
seeking
Experience
seeking
Disinhibition,
Boredom
susceptibility
33,75
%
56,25
%
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pada variabel
Sensation seeking
boredom susceptibility, sedangkan dimensi yang tergolong rendah adalah thrill and adventure
seekingdan dimensi yang tergolong rendah adalah disinhibition. Selain itu, berdasarkan empat
dimensi Sensation seeking
kategori dimensi experience seeking, sedangkan 62% remaja perempuan termasuk dalam
kategori dimensi boredom susceptibility. Hasil perhitungan uji perbedaan jenis kelamin pada
variabel sensation seeking dengan menggunakan independent sample t-test adalah sebagai
berikut:
Tabel 3 Hasil Independent Sample T-Test Sensation seeking
Variabel
Nilai t
Nilai df
Selisih
Signifikansi
rerata
Sensation seeking antara
remaja laki laki dan
6,066
78
4,650
0.000
remaja perempuan
t tabel = 1,990
Dari hasil uji hipotesis didapatkan t- hitung sebesar 6.066 dengan nilai signifikasi sebesar
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan Sensation seeking antara remaja laki
laki dan remaja perempuan karena nilai t hitung (6,066) lebih besar dari t tabel (1,990) atau
nilai signifikasi (0,000) lebih kecil dari alpha 5% (0,050). Dari hasil tersebut terlihat bahwa
signifikasi < 0,05.
DISKUSI
Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan sensation seeking yang signifikan pada
remaja laki-laki dan perempuan di SMAN Malang. Diketahui remaja laki - laki memiliki nilai
rata-rata sense of humor yang lebih tinggi dibanding dengan nilai rata-rata remaja perempuan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Zuckerman (Jonathan, 2004) mengenai adanya
perbedaan sensation seeking yang ditinjau pada jenis kelamin. Zuckerman, Buchsbaum, dan
Murphy (Elizabeth dkk,2008) mengatakan sensation seeking
tingkat testosteron, esterogen dan estradial antara laki laki dan perempuan. Brizendine
(Rahmawaty ,2013) menyatakan hormon testosteron dan progesteron diduga mampu
mempengaruhi peningkatan agresifitas sehingga laki-laki cenderung stabil ketika beraktivitas,
sedangkan hormon estrogen diduga mempengaruhi psikis dan perasaan perempuan pada
7
kondisi tertentu. Kondisi-kondisi tertentu ini akan berpengaruh secara psikis terhadap
perilaku perempuan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi maupun dalam
menghadapi situasi sosial tertentu. Zuckerman (Grisnawati, 2006) menyatakan bahwa
tingginya hormon seks (testosteron, esterogen, dan esterodial) tersebut diiringi adanya enzim
yang merangsang hadirnya kemampuan arousal (kemampuan pada seseorang untuk
menyelesaikan sebuah aktivitas) dalam mendorong kebutuhan individu untuk memperoleh
sensation seeking (trait) dalam hidupnya. Sensation seeking yang tinggi diasosiasikan dengan
rendahnya tingkat kemampuan arousal (memberi energi pada seseorang untuk menyelesaikan
sebuah aktivitas).
Pada keempat dimensi sensation seeking , dimensi experience seeking memiliki peran
terbesar terhadap tingginya sensation seeking pada remaja laki - laki di SMAN Malang.
Sedangkan, dimensi boredom susceptibility memiliki peran terbesar terhadap tingginya
sensation seeking pada remaja perempuan di SMAN Malang. Hal ini berkaitan dengan
remaja laki-laki lebih memperoleh kesempatan untuk mempunyai kemandirian dan untuk
bertualang, lebih menuntut untuk memajukan inisiatif originalitas dibanding dengan
perempuan (Hurlock,2000). Remaja laki laki lebih dominan dalam mencari sensasi melalui
aktivitas tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman baru melalui pikiran dan
sensasi melalui aktivitas seni, musik atau aktivitas yang menolak kebiasaan umum. Salah
satunya, remaja laki laki membuat grup band dengan teman sebaya.Mereka menciptakan
berbagai seni musik dengan hasil pemikiran dan sensasi yang dimiliki oleh masing masing
individu yang akhirnya disalurkan menjadi sebuah lagu atau arasemen musik. Sedangkan
pada remaja perempuan cenderung mudah bosan dan selalu mengikuti perkembangan yang
sedang marak saat ini, sehingga remaja perempuan memiliki ingin mencoba hal-hal yang
baru, seperti mengikuti dan meniru tren dari budaya asing, atau mengikuti mode yang
dicontoh melalui televisi, majalah, film, dan internet. Mereka merubah penampilan (model
rambut, mode pakaian), gaya hidup, dan ingin tampil beda serta selalu ingin mencari tren
tren yang terbaru terhadap segala perkembangan musik, film, dan fashion terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Indeks.
Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: Rosda
8
Gatzke-kopp, M.L, Raine,A., Loeber, R., Stouthamer-Louber, M., Steinhauer, R.S. (2002).
Serious Delinquent Behavior, Sensation seeking, and Elektrodermal Arousal.
Journal of Abnormal Child Psychology, 30 (5) : 477-486.
Grisnawati, Yuliana. (2006). Hubungan antara psychological capital dan sensation seeking
dengan minta berwirausaha SMK YPM 3 TAMAN SIDOARJO. Skripsi : tidak
diterbitkan. Surabaya : Fakultas Psikologi Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel
Hurlock E.B. (2000). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Terjemahan : Istiwidayati, Soedjarwo). Jakarta : Erlangga.