PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ikan koi memiliki warna tubuh yang cantik dan bentuk badan ideal.
Keunggulan ikan koi hanya memiliki warna tunggal yaitu hitam (karasugoi dan
sumigoi), merah (benigoi, higoi, akagoi), putih (shiromuji), keemasan (kingoi),
dan putih keperakan (gingoi) dan disilangkan sehingga menghasilkan dua warna,
tiga warna, lima warna dan multi warna (Purbani, 1995). Seiring dengan
perkembangan teknik budidaya, koi yang pada awalnya hanya memiliki satu
warna saja saling disilangkan sehingga menghasilkan ikan koi yang memiliki dua
warna, tiga warna, bahkan lima warna. Ikan ini dapat dipelihara hampir di semua
tempat, gerak gerik ikan ini tampak simpatik, bahkan ada anggapan ikan koi dapat
membawa keuntungan bagi pemiliknya (Effendy, 1993). Ikan koi memiliki
prospek penjualan yang baik dan memiliki nilai ekonomis tinggi sehingga banyak
pengusaha membudidayakan ikan koi dan diperjualbelikan. Penjualan ikan koi
tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga memasuki pasar ekspor dan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun (Muntamah et al. 2011).
Ikan koi dapat tumbuh dan bertambah besar seiring bertambah usianya,
namun pada usia matang untuk reproduksi (kurang lebih 2 tahun) pertumbuhan
ikan koi akan mengalami perlambatan. Pada masa ini makanan lebih banyak
dipergunakan untuk produksi telur pada koi betina dan produksi sperma untuk Koi
jantan. Sintasan adalah persentase organisme yang hidup dalam waktu tertentu
(Effendie, 1997).Menurut Widiastuti (2009), sintasan pada ikan koi dipengaruhi
oleh persaingan ruang gerak, oksigen, dan pakan. Oleh karena itu, kepadatan ikan
koi harus dipertimbangkan dalam budidaya. Menurut Yunias (2010) kematian ikan
koi dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah mortalitas alamiah dan penyakit, sedangkan faktor eksternal
dipengaruhi oleh kualitas air, penanganan dan predator.
Masalah utama dalam budidaya ikan hias di Indonesia hingga saat ini salah
satunya adalah tentang penyakit. Penyakit ini menyebabkan kerugian ekonomis
karena dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat, periode pemeliharaan lebih
lama, tingginya konversi pakan, padat tebar yang tinggi dan kematian Prevalensi
Ektoparasit Yang Menyerang ikan, sehingga dapat mengakibatkan menurunnya
atau hilangnya produksi (Handajani dan Samsundari, 2005). Koi Herpesvirus
(KHV) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang menyerang ikan Koi
(Cyprinus carpio koi) dan ikan Mas (Cyprinus carpio). Penyakit ini telah
mewabah di Israel pada tahun 1998 dan di negara-negara lainnya seperti di
Amerika, Eropa dan Asia (Gilad et. al., 2004). KHV di Indonesia dimulai di Blitar
Jawa Timur pada bulan Maret 2002 akibat masuknya ikan koi impor yang
membawa virus KHV, adapun tingkat kematiannya bisa mencapai 80 % 85 %
yang menyebabkan kerugian sekitar 5 milyar rupiah. Penyakit ini menyerang
populasi ikan koi dan ikan mas dari berbagai umur dan ukuran baik yang
dipelihara di kolam, danau maupun karamba jaring apung (Sunarto et. al., 2004).
Munculnya penyakit pada ikan umumnya merupakan hasil interaksi yang
kompleks atau tidak seimbang antara tiga komponen dalam ekosistem perairan
yaitu inang (ikan) yang lemah, patogen yang ganas serta kualitas lingkungan yang
buruk (Pool, 1991). Ketiga komponen tersebut diilustrasikan dalam bentuk
lingkaran yang berinteraksi satu sama lain, menunjukkan bagaimana penyakit
1.2
Tujuan
Tujuan dari Praktikum Wawancara pada Mata Kuliah Manajemen
Kesehatan Ikan yang telah dilakukan di Balai Benih Ikan Siwarak Ungaran
kultivan Ikan Koi yaitu :
1. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit yang baik pada ikan koi yang
2.
3.
4.
5.
1.3
Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang terdapat pada Praktikum Wawancara Manajemen
1.4
kolam Ikan koi yaitu Bapak Rio yang bertempat di Balai Benih Ikan Siwarak
Ungaran, Semarang, Jawa Tengah.