Opthalmia Neonatorum
Opthalmia Neonatorum
PAPER
OPHTHALMIA NEONATORUM
Disusun oleh:
TOGU NAIPOSPOS
NIM: 110100301
Supervisor:
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu
bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada
kesempatan
ini,
penulis
mengucapkan
terimakasih
kepada
dr. Aryani Atiyatul Amra, SpM(K), selaku supervisor yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini.
Makalah ini berjudul Ophthalmia Neonatorum dimana tujuan penulisan
makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang
berhubungan dengan Ophthalmia Neonatorum. Dengan demikian diharapkan
karya tulis ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran
serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................
1.1.Latar Belakang................................................................................
1.2.Tujuan Penulisan.............................................................................
2.1.Konjungtiva ....................................................................................
2.2.1. Definisi...............................................................................
2.2.2. Etiologi...............................................................................
2.2.3. Patofisiologi.......................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Di awal abad ke-20, munculnya skrining pada wanita hamil untuk penyakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konjungtiva
Konjungtiva tarsalis mempunyai dua lapis sel epitel. Sel silindris pada
bagian superfisial dan sel gepeng pada bagian basal.
Konjungtiva forniks dan bulbar mempunyai tiga lapis sel epitel. Sel
silindris pada bagian superfisial, polihedral pada bagian tengah, dan
sel kuboid pada bagian basal.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat
mengandung pigmen.
2. Adenoid
Disebut juga lapisan limfoid yang terdiri dari jaringan ikat, terdapat sel
limfosit di antaranya. Lapisan ini paling berkembang di forniks. Lapisan
ini belum terbentuk pada saat kelahiran sampai usia 3-4 bulan kehidupan.
Oleh sebab itu peradangan konjungtiva pada bayi ttidak menghasilkan
reaksi folikular.
3. Fibrosa
Terdiri dari jalinan kolagen dan serat elastin. Pada lapisan ini terdapat
pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini lebih tebal dari adenoid, kecuali
pada bagian konjungtiva tarsal dimana lapisan ini sangat tipis.
neonatal,
6. Kehamilan kurang dari 36 minggu,
7. Tindakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril
Etiologi konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh berbagai macam
agen seperti bahan kimia atau mikroba. Meskipun beberapa agen non-infeksius
maupun infeksius dapat menginfeksi konjungtiva, penyebab paling umum
sekret purulen.
Pada kasus berat ditandai dengan kemosis, sekret yang berlebihan, dan
ulserasi kornea yang progresif dan dapat berlanjut menjadi perforasi mata.
Gambar 2.3. Neisseria gonorrhoeae conjunctivitis
b) Klamidia
Bakteri
golongan
Klamidia
yang
paling
sering
menyebabkan
10
Virus herpes merupakan virus yang memiliki morfologi besar. Semua virus
herpes mempunyai inti DNA untai-ganda yang dikelilingi oleh protein. Virus
memasuki sel melalui peleburan dengan selaput sel setelah berikatan dengan
reseptor sel khusus berupa glikoprotein.8
Infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks (HSV) biasanya jarang terjadi
sehingga menyebabkan konjungtivitis neonatorum. Manifestasi klinis pada infeksi
HSV biasanya lebih lama muncul dari pada infeksi gonokokal yaitu pada minggu
pertama atau kedua kehidupan.2,4
e) Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis karena bahan kimia biasanya ditandai dengan iritasi ringan
dan dapat sembuh dengan sendirinya, serta munculnya kemerahan pada
konjungtiva muncul pada 24 jam pertama setelah pemberian larutan perak nitrat
(AgNO3) atau antibiotik yang biasanya digunakan sebagai profilaksis mata. 2,4
2.2.3. Patofisiologi
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi dapat
dibagi menjadi tarsal, bulbi, dan forniks. Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa
non-keratin, yang kaya vaskularisasi pada substantia propria (mengandung
pembuluh limfatik dan sel, seperti limfosit, sel plasma, sel mast, dan makrofag).
konjungtiva ini juga memiliki kelenjar lakrimal dan sel goblet.3
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang
meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah
sistem imun yang berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin
yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan
berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva.1
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi dari jaringan
konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan
pelebaran pembuluh darah, kemosis, dan sekresi berlebihan. Eksotoksin dari bakteri
seperti yang dapat ditemukan pada spesies Streptococcus dan Staphylococcus dapat
11
menginduksi terjadi nekrosis, terutama bagi sel epitel konjungtiva. Hasil nekrosis dari
epitel tersebut akan menghasilkan sekret pada mata. 1,3
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi, tapi
beberapa spesies dapat bertahan dari reaksi imun tersebut. Seperti pada spesies
Chlamydia trachomatis yang dapat bertahan dan hidup pada sel fagosit. 1
2.2.4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, sulit untuk menentukan
penyebab pasti konjungtivitis neonatal hanya berdasarkan gambaran klinis saja.
Gejala klinis bisa dinilai dari:2,4,10
a) Berdasarkan masa inkubasi
Masa
inkubasi
konjungtivitis
lain
yaitu
nongonokokal,
b) Berdasarkan penyebab
Gambaran klinis konjungtivitis gonokokal cenderung lebih parah dari
penyebab lain ophthalmia neonatorum, yaitu: 2,9,10
12
endophthalmitis.
Pasien mungkin juga memiliki manifestasi sistemik misalnya,
rhinitis,
stomatitis,
artritis,
meningitis,
infeksi
anorektal,
septicemia.
Karakteristik dari infeksi pada mata pada Ophthalmia Neonatorum akibat
infeksi klamidia berupa: 9,10
sekret
yang
banyak
serta
terbentuknya
pseudomembran.
Kebutaan dapat terjadi meskipun jarang dan jauh dan terjadi lebih
lambat
daripada
konjungtivitis
gonokokal,
bukan
karena
hiperemis konjungtiva
edema palpebra
adanya sekret pada mata.
Onset
Bahan
Kimia Dalam
(perak
nitrat jam
sebagai
profilaksis)
Gonokokus
Klamidia
Temuan Klinis
beberapa
Hasil
Laboratorium
dan Sitologi
Kultur negatif
- Hiperemis
sekret
cair
maupun mukoid
Bakteri
lain 4-5 hari setelah Konjungtivitis
(Pseudomonas
lahir
mukopurulen
aeruginosa,
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus)
Herpes simpleks
5-7 hari setelah
lahir
Blepharoconjunct
ivitis
Keterlibatan
kornea
Manifestasi
sistemik
Kultur
positif
pada agar darah,
gram
positif
maupun negatif.
Multinucleated
Giant Cell, positif
inklusi
sitoplasma, kultur
negatif.
2.2.5. Diagnosis
Studi laboratorium untuk konjungtivitis neonatal sangat penting untuk
penegakan diagnosis dan pengelolaan yang baik. Pemeriksaan kultur awal pada agar
14
coklat atau agar Thayer-Martin untuk N. gonorrhoeae harus dilakukan serta agar
darah untuk bakteri lain.1,12,14
Pada N.gonorrhoeae dalam 24 jam kultur akan didapat koloni mukoid
cembung, mengkilat dan menonjol dengan diameter 1-5 mm. Koloni dapat
transaparan atau opak, tidak berpigmen dan tidak hemolitik. 8
Infeksi klamidia dapat dikesampingkan dengan mengambil goresan
konjungtiva kemudian diperiksa dengan pewarnaan Giemsa yang akan memberikan
hasil ungu atau pewarnaan Macchiavello yang menghasilkan warna merah, dimana
hasil tersebut kontras dengan sel inang yang berwarna biru. Selain itu juga dapat
dilakukan pemeriksaan uji antibodi langsung immunofluorescent 8,11
Pada konjungtivitis herpes, pewarnaan gram dapat menunjukkan hasil sel
raksasa multinukleat atau Pewarnaan Papanicolaou dapat menunjukkan inklusi
eosinofilik intranukleat pada sel epitel. 11
2.2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus oftalmia nenonatorum lebih difokuskan pada
pemberian profilaksis selalu lebih baik daripada pengobatan kuratif. 4
a)
1.
2.
Natal: merupakan waktu yang sangat penting, karena sebagian besar infeksi
terjadi selama persalinan. 4
a.
b.
3.
15
b.
b)
Neonatorum
yang
disebabkan
gonokokus
membutuhan
Pemberian irigasi dengan larutan garam salin tiap jam sampai eksudat dari
konjungtiva bersih.
Salep mata Bacitracin 4 kali / hari. Karena strain ini resisten terhadap
penisilin, terapi topikal dengan golongan ini tidak dapat diandalkan.
Jika terjadi keterlibatan kornea maka salep atropin sulfat harus diberikan.
Terapi sistemik.
Neonatus dengan gonokokal ophthalmia harus dirawat selama 7 hari dengan satu
rezim berikut:
Jika isolat gonokokal yang terbukti rentan terhadap penisilin, kristal benzyl
penisilin G 50.000 unit untuk bayi cukup bulan dengan berat badan normal
16
dan 20.000 unit untuk bayi prematur atau bayi berat badan rendah harus
diberikan secara intramuskuler dua kali sehari selama 3 hari.
3. Ophthalmia Neonatorum oleh bakteri lain
Diberikan pengobatan dengan tetes antibiotik spektrum luas dan salep selama
2 minggu.
4. Ophthalmia Neonatorum yang disebabkan klamidia memberikan respon yang
baik terhadap tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5% sebanyak 4
kali sehari selama 3 minggu. Namun, eritromisin sistemik 125 mg oral, 4 kali
sehari selama 3 minggu juga harus diberikan pada infeksi yang disebabkan
klamidia di konjungtiva dimana menyiratkan kolonisasi bakteri pada saluran
pernapasan bagian atas juga. Kedua orang tua juga harus diobati dengan
eritromisin sistemik.
5. Ophthalmia Neonatorum yang disebabkan virus herpes simpleks biasanya
merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, obat
antivirus topikal dapat mengendalikan infeksi lebih efektif dan dapat
mencegah kekambuhan. Biasanya diberikan asiklovir 20mg/kg setiap 8 jam
selama 14 hari (21 hari jika keterlibatan SSP) bersama-sama dengan terapi
topikal asiklovir salep mata 3% 5 kali sehari.
2.2.7. Komplikasi
Kasus yang tidak diobati, khususnya dari ofthalmia neonatorum gonokokal,
dapat berkembang menjadi ulkus kornea, yang dapat menyebabkan perforasi kornea.
3,4.
Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat
10-20%
kasus
pada
bayi
dengan
konjungtivitis
klamidia.
HSV
2.2.8. Pencegahan
17
BAB III
18
KESIMPULAN
Ophthalmia Neonatorum merupakan penyakit infeksi pada bayi baru lahir
yang insidensinya tinggi terutama pada daerah dengan insidensi penyakit menular
seksual yang tinggi pula.
Ophthalmia Neonatorum adalah suatu infeksi pada konjungtiva yang melapisi
kelopak mata pada neonatus dibawah usia 1 bulan. Sementara itu agen penyebab yang
paling sering menyebabkan timbulnya infeksi pada konjungtiva bayi baru lahir ini
adalah diantaranya, kuman gonokokal, klamidia, virus herpes simpleks, serta bahan
kimia seperti perak nitrat, Gejala dan perjalanan penyakit yang dapat ditimbulkan
bervariasi berdasarkan agen penyebab masing-masing.
Proses transmisi dari penyakit ini biasanya terjadi pada saat proses kelahiran
bayi dari ibu yang sudah terinfeksi sebelumnya. Maka dari itu, pencegahan penyakit
ini apat dilakukan dengan menjaga higienisitas jalan lahir pada saat proses persalinan
dan penggunaan aseptik atau pemilihan persalinan melalui operasi seksiosesaria.
The Canadian Paediatric Society merekomendasikan bahwa profilaksis mata
dengan perak nitrat 1%, erythromycin 0,5% salep, atau tetrasiklin hidroklorida 1%
diberikan untuk semua bayi yang baru lahir, termasuk mereka yang lahir melalui
bedah caesar, pada jam pertama setelah kelahiran.
DAFTAR PUSTAKA
19
20
21