Anda di halaman 1dari 61

Hubungan Ketergantungan Stimulan

dan Skizofrenia

Disusun oleh:
Novitalia

11 2014 239

Sylvia Wijaya 11 2014 034


Satrio Adiras 11 2014 073
Rocky Giamto 11 2015 093
Pembimbing :
dr. Carlamia H.Lusikooy Sp.KJ
dr.Imelda Indriani Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA, JAKARTA
RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
PERIODE 16 NOVEMBER 2015 4 DESEMBER 2015

DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ...........................................................................................................3
II. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................4
II.1 Zat stimulant
II.1.1 Definisi.....................................................................................4
II.1.2 Epidemiologi.4
II.1.3 Jenis zat stimulant..6
II.1.4 Penatalaksanaan24
II.2 Skizofrenia...39
II.2.1 Definisi..39
II.2.2 Etiologi..39
II.2.3 Penegakkan diagnosis,,,.40
II.2.4 Jenis Skizofrenia42
II.2.5 Terapi.50
III.Pembahasan
Hubungan Pemakai Stimulan dengan Munculnya Skizofrenia54
Pasien Skizofrenia yang Ketergantungan Stimulan.55
IV.Kesimpulan58
V.Daftar Pustaka.59

I. PENDAHULUAN
Stimulans adalah zat yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat prosesproses dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Stimulan dapat membuat orang lebih siaga dan menyembunyikan kelelahan. Contoh-contoh zat
yang termasuk dalam stimulans adalah amfetamin, metamfetamin, kokain, nikotin, kath, dan
kafein. Stimulan juga memiliki efek terhadap fisik dan psikis penggunanya. Pengguna bahkan
dapat mengalami gangguan pada jiwanya.
Gangguan jiwa yang cukup sering terjadi pada pengguna stimulant biasanya adalah
skizofrenia. Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh psikopatologi yang
disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek lain perilaku. Ekspresi dari
manifestasi penyakit ini bervariasi diantara pasien tetapi efeknya selalu berat dan bertahan dalam
jangka waktu yang lama. Skizofrenia mengenai segala lapisan kelas dan umumnya muncul pada
usia kurang dari 25 tahun, lalu selanjutnya menetap sepanjang hidup. Meskipun didiagnosis
sebagai penyakit tunggal, skizofrenia mungkin terdiri atas suatu kumpulan gangguan dengan
etiologi beragam, dan bervariasi dalam manifestasi klinis, respons pengobatan dan perjalanan
penyakitnya.
Namun sebaliknya para penderita skizofrenia juga sering mengalami ketergantungan
terhadap stimulan terutama stimulan berjenis tembakau, karena dengan menggunakan tembakau
akan menyebabkan penderita skizofrenia tersebut memiliki meningkatan dopamin sehingga
cukup menutupi rasa anhedonia sesaat yang mereka rasakan.
Disini akan dibahas mengenai apa itu stimulant, jenisnya, efek sampingnya, therapinya
jika sudah terjerumus dalam penggunaan stimulant dan juga apa hubungannya penggunaan
stimulant dengan terjadinya skizofrenia dan juga apa hubungannya penderita skizofrenia dengan
ketergantungannya terhadap stimulant.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Zat stimulant
II.1.1 Definisi Stimulan
Stimulan adalah zat yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat prosesproses dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Stimulan dapat membuat orang lebih siaga dan menyembunyikan kelelahan. 1
II.1.2 Epidemiologi
Metamfetamin terus mendominasi pasar ATS (amfetamin tipe stimulant) di Asia Timur
dan Asia Tenggara, Oceania dan Pasifik. Serangan ATS meningkat setiap tahun dari sekitar 13
ton pada tahun 2008 sampai hampir 40 ton di tahun 2012. Laju peningkatan serangan ATS
beberapa tahun ini, secara primer diakibatkan oleh peningkatan dari serangan met-amfetamin
yang meningkat 3 kali lipat, yang awalnya dari 12 ton pada 2008 mencapai 36 ton pada 2012.
Dengan peningkatan sebesar 0,1 ton pada tahun 2008 menjadi 2,3 ton pada tahun 2011, serangan
amfetamin mengalami penurunan kurang dari 0,2 ton pada 2012. 2
Antara tahun 2008 dan 2011, jumlah keseluruhan pabrik ATS yang terbongkar telah
meningkat hampir 90%, didominasi karena besarnya peningkatan pembongkaran dari pabrik
amfetamin dan met-amfetamin yang meningkat sekitar 300 pada 2009 dan hampir mencapai 590
pada 2010 dan 560 pada 2011. Angka pembongkaran pabrik ecstasy per tahun telah menetap
sekitar 30 antara tahun 2008 dan 2010, namun meningkat hingga hampir 140 pada tahun 2011. 2
Penggunaan ATS merupakan masalah pokok pada sebagian besar daerah. Pada 2012,
pengguna ATS memiliki porsi terbesar kedua sekitar 19,1% pada penerima pengobatan di tanah
daratan China, di bawah jumlah penerima pengobatan pada pengguna opioid dengan persentase
79,7%. Meski pengguna ATS terhitung sebanyak 35,7% (4.884 orang) dari total jumlah
pengguna yang mendapatkan pengobatan di Indonesia pada 2012, angka ini masih di bawah
jumlah pengguna opioid yang terobati dengan angka 53,1% (7.262 orang).
Pada survey terbaru tentang penggunaan zat, ditemukan prevalensi ecstasy berada pada
posisi ketiga substansi yang paling banyak digunakan oleh masyarakat usia antara 16-64 tahun
dengan persentase 2,6% setelah cannabis (14,6%) dan halusinogen (3,2%).
4

Di Indonesia, serangan ecstasy telah meningkat secara kontinu dari 0,1 ton pada 2009
hingga 1,3 ton pada 2012. Hasil survey penggunaan zat di antara pekerja Indonesia usia antara
15 - 60 tahun pada 2012,ecstasy termasuk dalam urutan ketiga substansi yang banyak digunakan
dengan persentase 2,50% setelah cannabis (7,11%) dan tranquilizers and sedatives (4,09%).
Survey sekolah Indonesia di antara pelajar usia 15-19 tahun juga mengindikasikan peningkatan
prevalensi ecstasy dengan urutan kedua terbanyak setelah benzodiazepine (0,34%) dan cannabis
(1,3%).

II.1.3 Jenis Zat Stimulan


a. Amfetamin dan turunannya 1,2
Adalah senyawa kimia yang bersifat stimulansia (lebih dikenal dengan Amphetamin Type
Stimulants atau ATS). Dulu amfetamin sulfat digolongkan dalam ilmu kedokteran sebagai obat
untuk obesitas, epilepsy, narkolepsi, dan depresi. Dewasa ini oleh sindikat psikotropik illegal,
derivat amfetamin dipasarkan di Indonesia dalam bentuk: ecstasy (MDMA, 3,4 methilenedioxymethamphetamine) dan shabu (methamphetamine). Ecstasy dalam bentuk pin, tablet atau kapsul
dan shabu dalam bentuk bubuk kristal putih (mirip bumbu masak). Nama jalanannya adalah
speed, meth crystal, uppers, whizz dan sulphate. Kedua zat ini digunakan sebagai alasan klasik:
for fun, recreational use, meningkatkan libido dan memperkuat sex performance.

Gambar 1. Shabu (kiri) dan Ecstasy (kanan)

Ada dua jenis amfetamin :


1. MDMA (Methylene-dioxy-methamphetamine), mulai di kenal sekitar tahun 1980 dengan nama
Ecstacy atau Ekstasi yang berbentuk pil atau kapsul. Nama lain : xtc,

fantasy

pils,

inex,

cece, cein.
2. Metamfetamin.
Cara penggunaan ATS tergantung pada jenis yang digunakan sebagai berikut:
1. Amfetamin: dapat berupa tablet atau suntikan.
2. Ecstasy: digigit dengan gigi sedikit demi sedikit kemudian ditelan.
3. Shabu : uap yang dipanaskan melalui tabung air kemudian dihisap melalui bibir
(dengan bong plastik).
Akibat penyalahgunaan amfetamin (termasuk ecstasy dan shabu) adalah :
1.

Problem Fisik
a) Malnutrisi akibat defisiensi vitamin, kehilangan nafsu makan
b) Denyut jantung meninggi sehingga membahayakan bagi mereka yang pernah

mempunyai

riwayat penyakit jantung


c) Gangguan ginjal, emboli paru dan stroke
d) HIV / AIDS bagi mereka yang menggunakan suntikan amfetamin
2.

Problem Psikiatri
a) Perilaku agresif
b) Confusional state, psikosis paranoid sampai skizofrenia
c) Kondisi putus zat menyebabkan: lethargy, fatigue, exhausted, serangan panic, gangguan
tidur
d) Depresi berat sampai suicide
e) Halusinasi (terutama ecstasy dan shabu)

3.

Problem Sosial
a) Suicide
b) Kecelakaan lalu lintas
6

c) Aktivitas kriminal
4.

Sebab Kematian
a) Suicide
b) Serangan jantung
c) Tindak kekerasan, kecelakaan lalu lintas
d) Dehidrasi, sindrom keracunan air

Mekanisme kerja Amphetamine


Aktivitas amfetamin di seluruh otak tampaknya lebih spesifik; reseptor tertentu yang
merespon amfetamin di tetapi beberapa daerah otak cenderung tidak melakukannya di wilayah
lain. Sebagai contoh, dopamin D2 reseptor di hippocampus , suatu daerah otak yang terkait
dengan membentuk ingatan baru, tampaknya tidak terpengaruh oleh kehadiran amfetamin.
Sistem saraf utama yang dipengaruhi oleh amfetamin sebagian besar terlibat dalam sirkuit otak.
Selain itu, neurotransmiter yang terlibat dalam jalur berbagai hal penting di otak tampaknya
menjadi target utama dari amfetamin. Salah satu neurotransmiter tersebut adalah dopamin ,
sebuah pembawa pesan kimia sangat aktif dalam mesolimbicdan mesocortical jalur imbalan.
Tidak mengherankan, anatomi komponen jalur tersebut-termasuk striatum , yang nucleus
accumbens , dan ventral striatum -telah ditemukan untuk menjadi situs utama dari tindakan
amfetamin. Fakta bahwa amfetamin mempengaruhi aktivitas neurotransmitter khusus di daerah
terlibat dalam memberikan wawasan tentang konsekuensi perilaku obat, seperti timbulnya
stereotip euforia .
Amphetamine telah ditemukan memiliki beberapa analog endogen, yaitu molekul struktur serupa
yang ditemukan secara alami di otak. l- Fenilalanin dan - phenethylamine adalah dua contoh,
yang terbentuk dalam sistem saraf perifer serta dalam otak itu sendiri. Molekul-molekul ini
berpikir untuk memodulasi tingkat kegembiraan dan kewaspadaan, antara lain negara afektif
terkait.

DopamineDopamin
Neurotransmitter yang paling banyak dipelajari berkaitan dengan tindakan amfetamin
dalam sistem saraf pusat adalah dopamin . Semua obat adiktif muncul untuk meningkatkan
neurotransmisi dopamin, termasuk amphetamine dan methamphetamine. Penelitian telah
menunjukkan bahwa amfetamin meningkatkan konsentrasi dopamin dicelah sinaptik , sehingga
mempertinggi respon neuron pasca-sinaptik. Ini merupakan petunjuk khusus pada respon
terhadap obat hedonis serta kualitas adiktif obat. Mekanisme tertentu pada amfetamin yang
mempengaruhi konsentrasi dopamin telah dipelajari secara ekstensif. Saat ini, dua hipotesis
utama telah diusulkan, yang tidak saling eksklusif. Satu teori menekankan tindakan amfetamin
yang di tingkat vesikuler, meningkatkan konsentrasi dopamin dalam sitosol dari neuron prasinapsis. Yang lainnya berfokus pada peran transporter dopamin DAT , dan mengusulkan
amfetamin

yang

dapat

berinteraksi

dengan DAT untuk

menginduksi

kebalikan

transportasi dopamin dari neuron presinaptik ke dalam celah sinaptik .


Hipotesis pertama didukung oleh penelitian dari David Sulzer lab di Columbia
Universityyang menunjukkan bahwa suntikan hasil amfetamin dalam meningkatkan konsentrasi
dopamin lebih cepat dari sitosol, sedangkan obat mengurangi jumlah molekul dopamin di
dalam vesikel sinaptik. Amphetamine adalah substrat untuk suatu pengambilan transporter
vesikel sinaptik saraf tertentu yang disebut VMAT2 . Ketika amfetamin diambil oleh VMAT2 ,
vesikel

melepaskan

molekul

dopamin

Meredistribusi dopamin kemudian

ke

dalam

diyakini

sitosol
berinteraksi

dalam

pertukaran.

dengan DAT untuk

mempromosikan transportasi sebaliknya. Turunan amfetamin dan amfetamin basa lemah juga
yang menerima proton, dan bisa menurunkan gradien pH asam dalam vesikel yang lain dan
memberikan energi bebas untuk akumulasi neurotransmitter: dengan dasar hipotesis lemah
tindakan amfetamin menunjukkan bahwa penurunan energi bebas memberikan kontribusi
terhadap redistribusi dopamin dari konsentrasi sangat tinggi (molar)dalam vesikel ke sitosol.
Kalsium mungkin sebuah molekul utama yang terlibat dalam interaksi antara amfetamin dan
VMATs.
Peningkatan dopamin sitosolik muncul untuk memicu neurotoksisitas, seperti dopamin automengoksidasi, sehingga meningkatkan amfetamin atau metamfetamin dalam dopamin sitosol dan
8

dapat menyebabkan stres oksidatif di sitosol yang pada gilirannya menyebabkan autophagy terkait degradasi akson dopamin dan dendrit.
Setelah

fosforilasi, DAT mengalami

perubahan

konformasi

bahwa

hasil

dalam

transportasi DAT-terikat dopamin dari ekstraselular ke lingkungan intraselular. Di hadapan


amfetamin, bagaimanapun, DAT telah diamati untuk berfungsi secara terbalik, meludah dopamin
keluar dari neuron presinaptik dan masuk ke celah sinaptik .Dengan demikian, di luar
menghambat reuptake dopamin , amfetamin juga merangsang pelepasan dopaminmolekul ke
dalam sinaps.
Untuk mendukung hipotesis di atas, telah ditemukan bahwa PKC- inhibitor menghilangkan
efek amfetamin pada ekstraseluler dopamin di striatum konsentrasi tikus. Data ini menunjukkan
bahwa PKC- kinase

mungkin

merupakan

titik

kunci

interaksi

antara

amfetamin

dan DAT transporter.


Tambahan tindakan amfetamin berkontribusi terhadap kemampuannya untuk melepaskan
dopamin dari neuron, termasuk tindakan sebagai inhibitor monoamine oksidase , suatu enzim
yang bertanggung jawab atas kerusakan dopamin di dalam sitosol, sebuah kemampuan untuk
meningkatkan sintesis dopamin tampaknya melalui tindakan pada enzim tirosin hidroksilase ,
yang mensintesis prekursor dopamin L-dopa , dan beberapa blokade DAT, tindakan yang saham
amfetamin dengan kokain . Karena kombinasi dari tindakan dan panjang paruh, amfetamin dapat
melepaskan dopamin jauh lebih daripada yang dapat kokain atau lainnya obat adiktif.

Serotonin
Amphetamine telah ditemukan untuk mengerahkan efek yang sama pada serotoninseperti
pada dopamin . Seperti DAT , transporter serotonin SERT dapat diinduksi untuk beroperasi
secara terbalik pada stimulasi oleh amfetamin. Mekanisme ini diperkirakan bergantung pada
tindakan kalsium ion, serta pada kedekatan protein transporter tertentu.

Glutamatergic pathways are strongly correlated with increased excitability at the level of
the synapse. Penelitian terbaru tambahan postulat amfetamin yang secara tidak langsung dapat
mengubah

perilaku glutamatergic jalur

yang

membentang

dari daerah

tegmental

ventral ke korteks prefrontal . Glutamatergic jalur yang sangat berkorelasi dengan rangsangan
meningkat pada tingkat sinaps. Peningkatan konsentrasi ekstraselulerserotonin sehingga dapat
memodulasi aktivitas neuron glutamatergic rangsang.
Kemampuan

diusulkan

amfetamin

untuk

meningkatkan

rangsangan glutamatergicmungkin jalur penting ketika mempertimbangkan serotonin-dimediasi


kecanduan. Sebuah konsekuensi perilaku tambahan dapat stimulasi lokomotor stereotip yang
terjadi sebagai respon terhadap paparan amfetamin.

Neurotransmitter Lain yang Relevan


Several other neurotransmitters have been linked to amphetamine activity. Beberapa
neurotransmiter lain telah dikaitkan dengan aktivitas amfetamin. Sebagai contoh, tingkat
ekstraselular dari glutamat , neurotransmitter rangsang utama dalam otak, telah terbukti
meningkatkan setelah terpapar amfetamin. Konsisten dengan temuan lain, efek ini ditemukan di
area otak yang terlibat dalam pahala, yaitu, nucleus accumbens , striatum , dan korteks
prefrontal . Selain itu, beberapa studi menunjukkan peningkatan kadarnorepinefrin , suatu
neurotransmitter yang terkait dengan adrenalin , dalam menanggapi amfetamin. Hal ini diyakini
terjadi melalui reuptake penyumbatan serta melalui interaksi dengan pembawa transportasi saraf
norepinefrin. jangka panjang efek amfetamin digunakan pada perkembangan saraf pada anakanak belum mapan. Berdasarkan studi di tikus, menggunakan amfetamin selama masa remaja
dapat mengganggu dewasa memori kerja

Efek Fisik dan Psikologis3


Efek dari metamfetamin lebih kuat dibandingkan efek dari amfetamin.Metamfetamin
diketahui lebih bersifat adiktif, dan cenderung mempunyai dampakyang lebih buruk. Pengguna
metamfetamin dilaporkan lebih jelas menunjukkangejala ansietas, agresif, paranoia dan psikosis
10

dibandingkan pengguna amfetamin.Efek psikologis yang ditimbulkan mirip seperti pada


pengguna kokain, tapi berlangsung lebih lama.
Dosis rendah

Dosis tinggi

Susunan Syaraf

Pusat,

insomnia, dizziness, tremor ringan

yang sukar ditebak

neurologi, perilaku

Peningkatan stimulasi,
Euphoria/disforia, bicara

irasional, mood yang berubah-

ubah, termasuk kejam dan

Meningkatkan rasa percaya

diri dan kewaspadaan diri

agresif

Cemas, panik

Bicara tak jelas

Menekan nafsu makan

Paranoid, kebingungan

Dilatasi pupil

dan gangguan persepsi

Peningkatan energi, stamina

Dengan penambahan dosis

Sakit kepala, pandangan

kabur, dizziness

Pernapasan

Perilaku kasar atau

berlebihan

dan penurunan rasa lelah

Kardiovskular

Stereotipik atau perilaku

Psikosis (halusinsi, delsi,

paranoia)

Gangguan

dapat meningkatkan libido

serebrovaskular

Sakit kepal

Kejang

Gemerutuk gigi

Koma

Gemerutuk gigi

Distorsi bentuk tubuh

Takikardia (mungkin juga

secara keseluruhan

Stimulasi krdiak

bradikardia)

(takikardia, angina, MI)

Hipertensi

Palpitasi, aritmia

hipertensi

Peningkatan frekuensi napas dan

Vasokonstriksi /
Kolaps kardiovaskuler
Kesulitan bernapas /

11

Gastrointestinal

Kulit

kedalaman pernapasan

gagal napas

Mual dan muntah

Mulut kering

Konstipasi,diare atau

Mual dan muntah

Kram abdominal
Kemerahan atau flushing

kramabdominal

Kulit berkeringat, pucat

Hiperpireksia

Hiperpireksia, disforesis
Tabel 1. Efek Fisik Akut dan Psikologis Penggunaan Amfetamin1

Efek fisik dan psikologis jangka panjang :


1.

Berat badan menurun, malnutrisi, penurunan kekebalan

2.

Gangguan makan, anoreksia atau defisiensi gizi

3.

Kemungkinan atrofi otak dan cacat fungsi neuropsikologis

4.

Daerah injeksi: bengkak, skar, abses

5.

Kerusakan pembuluh darah dan organ akibat sumbatan partikel amfetamin padapembuluh
darah yang kecll.

6.

Disfungsi seksual

7.

Gejala kardiovaskuler

8.

Delirium, paranoia, ansietas akut, halusinasi, amphetamines induced psycho sisakan


berkurang bila penggunaan napza dihentikan,bersamaan dengan diberikan medikasi
jangka pendek.

9.

Depresi, gangguan mood yang lain (misal distimia), atau adanya gangguan makan pada
protracted withdrawal.

10.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penurunan fungsi kognitif, terutama daya ingat dan konsentrasi.


Perilaku sehubungan dengan kondisi intoksikasi:
Agresif / perkelahian
Penggunaan alkohol
Berani mengambil resiko
Kecelakaan
Sex tidak aman
Menghindar dari hubungan social dengan sekitarnya
Penggunaan obat-obatan lain
Problem hubungan dengan orang lain

12

A. Baru-baru ini menggunakan amphetamine atau substansi terkait (misal:


methylphenidate).
B. Secara klinis perubahan perilaku atau psikologis yang signifikan (misal: euphoria atau
afektif tumpul; perubahan dalam kemampuan bersosialisasi; hypervigilance; sensitivitas
interpersonal; kecemasan, ketegangan, atau marah; stereotip perilaku; gangguan fungsi
sosial atau pekerjaan) yang berkembang selama atau beberapa saat setelah penggunaan
amphetamin atau zat terkait.
Dua (atau lebih) dari tanda di bawah ini, berkembang selama atau beberapa saat setelah
penggunaan:
1. takikardia or bradikardia
2. dilatasi pupil
3. peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. perspirationatauchills
5. nausea atau muntah
6. bukti adanya penurunan berat badan
7. agitasi psikomotor atau retardasi
8. kelemahan muscular, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. konfusi, kejang, diskinesis, dystonia, atau koma
C. Gejala-gejalatidak disebabkan olehkondisi medis umumdantidaklebih baikdijelaskan
olehgangguan mentallain.
Tentukan jika:
13

Disertai gangguan persepsi


(From American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with
Tabel 2 DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik Intoksikasi Amphetamine1

Tabel 3 DSM-IV-TR Kritesia Diagnostik Withdrawal Amphetamin1


A. Penghentian (atau pengurangan) penggunaan amfetamin(atau zat terkait) yang sudah
berat dan berkepanjangan.
B. Mood dysphoric dan dua (atau lebih) dari perubahan fisiologis berikut, berkembang
dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah kriteria A:
1. Kelelahan
2. Mimpi yang jelas, tidak menyenangkan
3 Insomnia atau hipersomnia.
4. Nafsu makan meningkat
5. Retardasi psikomotoratau agitasi
C. Gejala pada kriteria B menyebabkan The symptoms in Criterion B
D. menyebabkan distress yang bermakna secara klinisatau gangguandalam bidang sosial,
pekerjaan, ataufungsi penting.
E. Gejalatidak disebabkan olehkondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh
gangguan mental lain.
(From American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
b. Metamfetamin1

14

Disebut juga: Chalk, Crystal, Glass, Ice, Met, Speed, Tina, SS, crank. Metamfetamin
memiliki lama kerja lebih panjang di banding MDMA (Methylenedioxymethamphetamine), yaitu
dapat mencapai 12 jam dan efek halusinasinya lebih kuat.

Gambar 2. Metamfetamin
Metamfetamine mempengaruhi otak dan membuat rasa nikmat, meningkatkan energidan
meningkatkan mood. Kecanduannya begitu cepat, sehingga peningkatan dosisterjadi dalam
jangka pendek. Gangguan kesehatannya meliputi irregularitas detak jantung, kenaikan tekanan
darah, dan berbagai masalah psikososial. Penggunaan jangka panjang akan membuat seseorang
terganggu mentalnya secara serius, mengalami gangguan memori dan masalah kesehatan mulut
yang berat. Metamfetamin lebih bersifat adiktif dan cenderung mempunyai dampak yang lebih
buruk dibandingkan amfetamin. Pengguna metamfetamin dilaporkan menunjukkan gejala
ansietas, agresif, paranoia dan psikosis dibandingkan pengguna amfetamin. Efek psikologis
yangditimbulkan mirip seperti pada pengguna kokain, 1api berlangsung lebih lama.
Cara penggunaan:
1.

Dalam bentuk pil diminum per oral

2.

Dalam bentuk kristal, dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil danasapnya
diihisap (intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yangdirancang khusus
(bong). Metamphetamine hydrochloride, berbentuk kristal diinhalasi dengan dibakar, karenanya
disebut ice, crystal, glass dan tina.

3.

Dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.


c. Kokain 1,3
Adalah sejenis stimulansia yang di Indonesia saat ini belum begitu popular. Namun
bertambahnya sitaan kokain secara illegal dan meningkatnya kasus-kasus pengguna kokain
akihir-akhir ini, bukan tidak mungkin epidemic kokain akan merajai pasaran peredaran NAPZA
dalam masa-masa mendatang.
15

Kokain dihasilkan dari daun tumbuhan yang disebut Erythroxylon coca. Tanaman
tersebut tumbuh subur di sebelah timur pegunungan Andes di Amerika Selatan. Tanaman ini juga
tumbuh di beberapa tempat di Asia Tenggara, Eropa dan Amerika Serikat.
Bentuk kokain yang diperjualbelikan di Indonesia dalam bentuk bubuk putih.
Ada 3 cara penggunaan kokain untuk memasukkannya ke dalam tubuh, yaitu:
1.

Bubuk kokain (dalam bentuk garam kokain hidrokhlorid) langsung diinhalasi


memalui lubang hidung (sering disebut dengan istilah snorting) dan kemudian diabsorbsi ke
dalam pembuluh darah melalui mukosa lubang hidung

2.

Free-base cocain, adalah garam kokain yang dikonversikan dengan larutan yang mudah
menguap. Setelah dipanaskan, uap diinhalasi melalui bibir (seperti merokok), dengan cepat
diabsorbsi melalui membrane alveoli paru

3.

Garam kokain yang disuntikkan melalui intravenous

Gambar 3. Kokain

A. Penggunaan kokain baru-baru ini


B. Secara klinisperubahan perilakuatau psikologisyangsignifikan (misal: euforia atau afektif
tumpul; perubahan dalam sosialisasi; hypervigilance; sensitivitas interpersonal; ansietas;
ketegangan, atau marah; stereotip perilaku; gangguan fungsi sosial atau pekerjaan) yang
berkembang selama atau beberapa saat setelah penggunaan kokain.
C. Dua (atau lebih) dari tanda di bawah ini, berkembang selama atau beberapa saat setelah
16

penggunaan kokain:
1. takikardia or bradikardia
2. dilatasipupil
3. peningkatan atau penurunan tekanan darah
4. perspirationatauchills
5. nausea atau muntah
6. bukti adanya penurunan berat badan
7. agitasi psikomotor atau retardasi
8. kelemahan muscular, depresi pernapasan, nyeri dada atau aritmia jantung
9. konfusi, kejang, diskinesis, dystonia, atau koma
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan
oleh gangguan mentallain
Tentukan jika:
Disertai gangguan persepsi
(From American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American Psychiatric Association; copyright 2000,
with permission.)
Tabel 4 DSM-IV-TR Kriteria Diagnosti Intokikasi Kokain1

Umumnya pengguna kokain memulai kebiasaannya dengan cara snorting dan berakhir
dengan menyuntik intravenous atau dengan cara merokok. Akibat penyalahgunaan kokain adalah
1.

Problem Fisik

17

a) Dengan menggunakan snorting dapat terjadi komplikasi : pilek terus menerus, sinusitis,
epistaksis, luka-luka pada rongga hidung, perforasi septum nasi.
b) Dengan suntukan dapat menyebabkan: infeksi lokal pada kulit sampai sistemik (virus,
bakteri, parasite, atau jamur), abses daerh kulit, endocarditis bakteri, hepatitis (B dan C),
HIV/AIDS
c) Inhalasi melalui merokok dapat menyebabkan radang tenggorokan, melanoptysis atau
sputum berbercak-bercak darah, bronchitis kronis sampai pneumonia.
d) Cocain baby (retardasi pertumbuhan intrauterine, bayi lahir lebih kecil sampai prematur
yang diikuti kelainan menta :irritable, gangguan tidur, kesukarn makan).
2.

Problem Psikiatri

a)

Toleransi dan ketergantungan sifat toleransi tubuh terhadap kokain sanngat cepat,

kendati pengguna tidak menyadari dosis yang digunakan kian meningkat. Akibatnya, ia
tidak mampu mengendalikan diri, dan untuk mencukup kebutuhnnya ia mengkonsumsi
kokain dengan mencampurinya dengan zat adiktif lain (speedball) untuk mendapatkan efek
yang diinginkan
b)

Gejala fisik putus zat kurang dikenal. Namun secara mental sangat merugikan berupa:

agitasi, depresi, fatigue, high craving, cemas, marah meledak-ledak, gangguan tidur, mimpi
aneh, makan berlebihan, mudah tersinggung, mual, otot-otot pegal gingga lethargy.
3.

Problem Sosial

a)

Problem interpersonal: separasi perkawinan sampai perceraian, pertengkaran dalam

rumah tangga
b)

Problem finansil: toleransi karena penggunaan kokain menyebabkan besarnya biasa

penyediaan kokain, terbatasnya penghasilan menyebabkan hutang yang menumpuk


c)

Problem pekerjaan: kehilangan pekerjaan karena rusaknya produktivitas diri, angka

absen yng meningkat, kehilangan professional licence atau certificate


d)

Problem legal: ditahan, dihukum hingga dipidana

4.

Sebab Kematian

a) Umumnya karena overdosis (lebih dari 1,2 sampai 1,5 gram bubuk kokain asli)
18

b) Penyebab kematian karena: kelumpuhan alat pernapasan, artimia kordis, kejang berulang
kali, mati lemas karena merasa seperti dicekik, reaksi alergi, stroke (karena naiknya
tekanan darah secara mendadak), kehamilan (perdarahan antepartum, aborsi)
c) Pada bayi dapat terjadi Sudden Infant Death Syndome
Efek akut pada dosis rendah :
1. Anastesi lokal
2. Dilatasi pupil
3. Vasokonstriksi
4. Peningkatan pernapasan
5. Peningkatan denyutjantung
6. Peningkatan tekanan darah
7. Peningkatan suhu tubuh
Efek akut pada dosis tinggi (reaksi toksik):
1. Stereotipik, perilaku repetitif
2. Ansietas/ agitasi berat/ panik
3. Agresif
4. Kedutan otot/tremor/hilang koordinasi
5. Peningkatan refleks
6. Gagal napas
7. Peningkatan tekanan darah yang bermakna
8. Nyeri dada/angina
9. Edema paru
10. Gagal ginjal akut
11. Konvulsi
12. Penglihatan kabur
13. Stroke akut
14. Kebingungan/delirium
15. Halusinasi, lebih sering halusinasi dengar
16. Dizziness
19

17. Kekakuan otot


18. Lemah, nadi cepat
19. Aritmia jantung
20. Iskemi miokardial dan infark
21. Berkeringat/suhu tubuh sangat tinggi (suhu rektal bisa mencapai 41C)
22. Sakit kepala
23. Nyeri perut/mual/muntah
Efek pada penggunaan kronis :
1. Insomnia
2. Depresi
3. Agresif atau liar
4. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan
5. Kedutan otot
6. Ansietas
7. Psikosis - waham curiga, halusinasi
8. Hilang libido dan/atau impotensi
9. Peningkatan refleks
10. Peningkatan denyut nadi
Gejala putus kokain (terjadi setelah beberapa hari penggunaan kokain)
1. Mood disforia (anhedonia atau kesedihan mirip depresi) dan
a) Kelelahan
b) Insomnia atau hipersomnia
c) Agitasi psikomotor atau retardasi
d) Craving
e) Peningkatan nafsu makan
f) Mimpi buruk
2. Gejala putus alkohol mencapai puncaknya dalam 2-4 hari
3. Gejala disforia bisa berlangsung sampai 10 minggu

20

d. nikotin2,3

Ketergantungan nikotin atau ketergantungan tembakau merupakan suatu adiksi


terhadap produk tembakau yang disebabkan oleh nikotin. Nikotin adalah salah satu bahan yang
terdapat dalam rokok yang mebuat perokok menjadi ketergantungan. Sekitar 70% perokok
mengakui bahwa mereka ingin berhenti merokok tetapi tidak dapat melakukannya. Orang yang
berhenti, 90% oleh keinginan sendiri, tetapi hanya sekitar 3-4% yang berhasil berhenti.
Nikotin menghasilkan efek yang menyenangkan pada otak yang mempengaruhi mood
dan perilaku secara sementara. Efek ini mendorong seseorang untuk terus mengonsumsi
tembakau dan mengakibatkan ketergantungan pada dirinya.
Ketergantungan nikotin disebabkan oleh senyawa kimia bernama nikotin yang
mendorong penggunanya untuk terus merokok karena sifatnya yang adiktif. Selain itu, nikotin
dapat meningkatkan pelepasan senyawa kimiawi otak yang disebut neurotransmiter dan
berfungsi mengatur mood serta perilaku seseorang. Salah satunya adalah dopamine yang
membuat seseorang merasakan kenyamanan atau kesenangan yang juga menjadi bagian dari
proses kecanduan. Ketergantungan ini juga diakibatkan oleh perilaku merokok yang telah
menjadi kebiasaan seseorang.
Penghentian pemakaian tembakau juga menyebabkan gejala putus obat, antara lain
kecemasan dan iritabilitas.
Gejala- gejala ketergantungan nikotin :

Tidak dapat berhenti merokok. Meskipun telah serius berusaha untuk berhenti merokok,
tetapi tetap tidak berhasil.

21

Mengalami gejala gejala putus obat ketika mencoba untuk berhenti merokok, misalnya
keinginan yang kuat untuk merokok, kecemasan, irritabilitas, gelisah, sulit brekonsentrasi,
mood depresif, frustasi, marah, rasa lapar meningkat, sulit tidur, konstipasi atau diare.

Tetap merokok meskipun mengalami gangguan kesehatan, misalnya masalah pada paru-paru
dan jantung.

Tidak mengikuti aktivitas sosial atau rekreasi karena ingin merokok.

e. Khat4
Katinona, (bahasa Inggris: Cathinone) atau benzoyletanamina (dipasarkan dengan
nama haggigat di Israel) atau bisa juga disebut Neropedron (bahasa Inggris: Nerophedrone).
adalah zat monoamina alkaloid yang terkandung dalam tumbuhan semak Catha edulis (khat) dan
secara kimiawi mirip dengan efedrina, katin, dan zat amfetamin lainnya. Zat kationa adalah
bentuk alami dari amfetamin.
Katinona menginduksi pelepasan dopamina dari preparasi striatal yang di pralabelkan dengan dopamina atau prekursornya. Katinona kemungkinan merupakan kontributor
utama bagi efek stimulan Catha edulis. Tidak seperti amfetamin lainnya, katinona tergolong ke
dalam kelompok fungsional keton. Zat amfetamin lainnya yang juga berbagi struktur dengannya
adalah antidepresan buprofiona dan stimulan metkatinona.

Gambar 4 Daun khat


Tanaman yang tingginya bisa mencapai 2 meter itu juga disebut dengan nama khat,
gat, qat, atau teh arab. Khat Catha edulis berasal dari Afrika tengah dan Timur Tengah terutama
Yaman. Khat masuk ke Indonesia, khususnya daerah Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
melalui para wisatawan dari Timur Tengah pada 2005. Sejak saat itu, masyarakat di kawasan
wisata Puncak, Kabupaten Bogor, mulai membudidayakan khat. Sedikit orang mengetahui
bahwa pemerintah menetapkan zat katinona sebagai psikotropika sejak 1997. Kemudian
22

statusnya berubah menjadi narkotika golongan I pada Undang-Undang No.35 tahun 2009. Asalusul penetapan status narkotika bagi katinona merujuk pada ketetapan WHO pada 1974 yang
menetapkan katinona sebagai obat-obatan terlarang golongan I.
Banyak ahli mengaitkan hubungan antara katinona yang terkandung dalam daun khat
dengan zat penenang seperti amfetamin. Khat juga sering disebutkan sebagai amfetamin alami.
Dampak penggunaan katinona sama dengan golongan zat stimulan pada umumnya. Efek
katinona berpengaruh terhadap psikomotorik seseorang seperti euforia, hiperaktif, dan insomia.
Khat digolongkan menjadi narkotika, karena menyebabkan ketergantungan. Daun khat
mengurangi jumlah serum kolestrol, tingkat konsentrasi, kolesterol jahat atau LDL, kadar
kolesterol total, dan glukosa. Khat juga dikemukakan bahwa ekstrak khat dengan dosis tinggi
justru menghambat perilaku seksual. Sebaliknya penggunaan khat berdosis rendah meningkatkan
motivasi seksual atau gairah.
Penggunaan katinona yang berlebihan dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan,
gelisah, irritabel, insomnia, halusinasi dan serangan panik. Pengguna kronis beresiko terkena
gangguan kepribadian dan menderita infark miokard. Mefedrona, yaitu turunan katinona yang
tidak terbentuk secara alami, lebih potensial untuk melepaskan serotonin dibandingkan dengan
katinona atau metkatinona, sehingga efek penggunaannya setara dengan ekstasi. Orang-orang
yang menggunakan obat-obatan ini bisa diuji serum atau uji urin untuk membuktikan kandungan
katinona dan norepedrina; metabolit utamanya.
Menurut Dr. Al Bachri Husein, SpKj, pengajar di Bagian Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Cathinone merupakan zat stimulan untuk sistem saraf pusat
yang banyak digunakan sebagai club drug atau party drug. Zat tersebut akan membuat orang
senang menjadi lebih senang, karena zat tersebut meransang ujung ujung saraf. Katinon ini
memiliki kecenderungan menjadi candu karena efek zat ini meransang saraf pusat. Zat katinon
ini memiliki efek yang membuat orang menjadi bersemangat, tidak mengantuk, euforia (rasa
senang yang berlebihan), lebih percaya diri dan sexual drive-nya meningkat. Efek ini berlansung
selama 4 6 jam. Setelah efek zat katinon ini hilang, maka si pengguna akan kembali normal,
lebih ngantuk, lebih lemas, dan depresi.
Efek merugikan katinon pada pemakaian jangka panjang, yaitu :

23

1. Meningkatkan tekanan darah sampai stoke


2. Depresi berat sampai bunuh diri
3. Anoreksia (tidak nafsu makan)
4. Kesulitan tidur
5. Halusinasi halusinasi yang mengerikan esok paginya
6. Gangguan irama jantung
7. Gangguan jiwa berat (gangguan psikotik)

f. Kafein1,4
Kandungan kafein dapat berkisar dari sebanyak 160 mg di beberapa minuman energi,
paling sedikit 4 mg dalam porsi 1 ons sirup rasa coklat. Kafein juga terdapat dalam obat
analgetik, antipiretik, dan pil diet. Produk-produk ini dapat mengandung sesedikit 16 mg atau
sebanyak 200 mg kafein. Bahkan, kafein adalah obat analgetik ringan dan meningkatkan
efektivitas pereda nyeri lainnya.
Kafein adalah stimulan sistem saraf pusat, dan penggunaan rutin kafein tidak
menyebabkan ketergantungan fisik ringan. Namun kafein tidak mengancam kesehatan fisik,
sosial, atau ekonomi seperti obat adiktif lainnya. Menurut penelitian dari U.S. Food and Drug
Administration (FDA) dan the American Medical Association (AMA) mempertimbangkan 300
miligram (sekitar dua cangkir kopi) batas atas dosis harian untuk mengkonsumsi kafein.
Bagi kebanyakan orang, jumlah kafein dalam dua sampai empat cangkir kopi sehari
tidak berbahaya. Gejala mengkonsumsi kafein yang berlebihan antara lain gelisah dan gemetar,
sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tertidur, sakit kepala atau pusing, jantung berdetak lebih cepat
atau menyebabkan irama jantung abnormal, dehidrasi, intoleransi kafein.
Gejala putus obat kafein antara lain sakit kepala, fatigue, ansietas, irritable, mood
depresi, sulit berkonsentrasi.
Jenis

Ggn.

Ggn.

NAPZA

Amnesis Cemas

Delirium

Ggn.

Ggn.

Ggn. Fs.

Ggn.

Mood

Psikotik

Seksual

Tidur

24

CNS
Stimulant
Amfetamin

Kafein

Kokain

Nikotin

X
X

X
X

Tabel 1. Masalah gangguan kesehatan mental yang paling sering terkait dengan gangguan
penggunaan NAPZA

II.I.4 PENATALAKSANAAN 3,4,5


Unuk ketergantungan kokain
Mekanisme farmakologis
Setidaknya ada empat pendekatan farmakologis yang berpotensi dalam pengobatan
ketergantungan kokain. Pendekatan ini adalah (1) terapi substitusi dengan stimulan cross-toleran
(analog dengan metadon sebagai pengobatan pemeliharaan ketergantungan opioid). (2)
pengobatan dengan obat antagonis yang menghambat pengikatan kokain di jalan kerjanya
(antagonis farmakologis murni, analog dengan pengobatan naltrexone dari ketergantungan
opioid), (3) pengobatan dengan obat yang fungsinya sebagai antagonis dari efek kokain (seperti
mengurangi efek atau keinginan untuk menggunakan kokain), dan (4) perubahan farmakokinetik
kokain
Kokain memiliki dua cara kerja neurofarmakologis mayor: blokade presynaptic pompa
neurotransmitter reuptake, sehingga menghasilkan efek stimulan psikomotor, dan blokade
saluran ion natrium dalam membran saraf, sehingga efek terjadi anestesi lokal. Memperkuat efek
positif dari pemakaian kokain berasal dari blokade pompa dopamin reuptake, yang menyebabkan
presynaptic merilis dopamine agar tetap dalam sinaps dan meningkatkan neurotransmisi
dopaminergik (9). Efek anestesi local dari pemakaian kokain diyakini berkontribusi terhadap
maraknya penggunaan kokain, fenomena dimana penggunaan kokain sebelumnya akan
mensensitisasi individu jadi pada pemakaian selanjutnya dengan dosis rendah akan menghasilkan
peningkatan respon.
25

Pilihan pengobatan
Antidepresan
Heterosiklik antidepresan tryciclic dan antidepresan heterosiklik lainnya adalah golongan
yang paling banyak digunakan dan paling dipelajari untuk pengobatan ketergantungan
kokain.Penggunaan antidepresan ini menduduki peringkat kedua terbaik untuk mengobati gejala
depresi sering terjadi pada pecandu kokain. Mekanisme farmakologisnya adalah dengan
meningkatkan aktivitas amina biogenik neurotransmitter di sinaps.Peningkatan tersebut dicapai
terutama dengan menghambat re-uptake pompa presinaptik neurotransmitter.
Desipramine menghambat reuptake norepinefrin, dengan beberapa tindakan pada reuptake serotonin, ini merupakan obat pertama yang ditemukan efektif untuk pasien rawat jalan,
double-blind, uji klinis terkontrol; sebuah temuan yang menerima publisitas luas bahkan sebelum
studi lengkap diterbitkan dalam jurnal atau review. Sehingga desipramine hasil studi yang terbaik
sebagai tricyclic anti depresan, dengan lebih dari setengah lusin uji klinis terkontrol dalam
literatur yang diterbitkan.Dosis tipikal adalah 150-300 mg/hari (sekitar 2,5 mg/kg), mirip dengan
yang digunakan dalam pengobatan depresi.
Perbedaan karakteristik pasien, pengobatan yang bersamaan, dan konsentrasi plasma
desipramine dapat menjelaskan beberapa variabilitas dalam keberhasilan dalam penggunaan
desipramine.Misalnya pasien dengan depresi dan tanpa gangguan kepribadian antisosial mungkin
merespon baik pada penggunaan desipramine. Pasien ketergantungan kokain dan opiat akan
merespon lebih baik pada despiramine, jika terapi ketergantungan opioid dengan buprenorfin
daripada dengan metadon. Ada bukti bahwa pasien dengan konsentrasi plasma desipramine di
atas 200 mg/ml akan memberikan progonosis buruk, prognosis baik pada konsentrasi sekitar
125mg/mL.
Penelitian dengan antidepresan heterosiklik lainnya telah menunjukkan bukti yang sedikit
dalam keberhasilan.Reboxetine dan maproline, yang memblokir re-uptake norepinephrine, hanya
efektif pada beberapa trail.Imipramine, prekursor dari desipramine, yang memblokir re-uptake
serotonin, lebih banyak daripada reuptake norepinefrin, tidak menunjukkan keberhasilan dalam
dua uji klinis terkontrol.Nefazodone dan venlafaxine, yang memblokir re-uptake serotonin dan
26

norepinefrin, juga tidak efektif dalam uji klinis terkontrol.Mircazapine yang meningkatkan
aktivitas serotonin dan norepinefrin otak dengan memblokir autoregulatory 2 adrenergic dan
penerimaan 5-HT2 hanya menunjukkan beberapa manfaat dalam percobaan kecil.
Tidak ada efek samping yang ditemukan tidak terduga atau efek samping medis yang
serius yang dilaporkan dalam uji klinis dari penggunaan antidepresan heterosiklik.

Selective Serotonin reuptake inhibitors


Antidepresan yang selektif memblokir pompa presynaptic re-uptake serotonin telah
menarik minat karena peran serotonin dan reseptornya dalam modulasi dopaminergik otak dan
perilaku dari efek kokain.Beberapa uji klinis terkontrol belum menemukan keuntungan dari
fluoxetine (20,40,atau 60 mg/hari), paroxetine (20 mg/hari), atau sertraline (100 mg/hari)
dibandingkan plasebo.Sebuah uji klinis baru-baru ini menemukan citalopram (20 mg/hari) secara
signifikan lebih baik daripada plasebo.Penelitian tersebut, tidak seperti studi sebelumnya, yang
digunakan manajemen kontingensi selain terapi kognitif-perilaku, menunjukkan pengaruh
pentingnya pengobatan psikososial pada keberhasilan pengobatan.

Monoamine Oxidase Inhibitors


Dasar pemikiran untuk menggunakan monoamine oxidase (MAO) inhibitor terletak pada
efeknya dalam meningkatkan kadar neurotransmiter otak amina biogenik dengan menghambat
enzim katabolik utama. Penelitian pada phenelzine, pada dosis antidepresant dari 30-90 mg/hari,
menunjukkan bahwa obat ini dapat mengurangi penggunaan kokain, dan stimulan lain. Namun,
tindakan klinis manfaatnya mungkin dibatasi oleh kebutuhan untuk makanan dan obat-obatan
secara bersamaan, untuk menghindari terjadinya krisis hipertensi, karena secara teoriditemukan
bahwa efek pecandu kokaindapat kembali relaps/kambuh pada pasien untuk penggunaan kokain
pada saat masih minum menjalani pengobatan.
Penelitian akhir-akhir ini berfokus pada selektif MAO inhibitor yang hanya berperan
pada MAO tipe B, tipe predominan di otak, sedangkan MAO tipe A, tipe predominan ditractus
gastrointestinal.Ini adalah penghambatan MAO di GIT yang menghasilkan krisis hipertensi
27

setelah konsumsi makanan yang mengandung tyramine atau obat catecholaminergic tertentu.
Selegiline, pasar untuk perawatan dari parkinson dan, dalam bentuk transdermal untuk
pengobatan depresi pada cukup selektif untuk jenis MAO B pada dosis yang dianjurkan (10
mg/hari untuk parkinson, 12 mg/hari untuk depresi) dan sedang dipelajari sebagai pengobatan
ketergantungan kokain. Sebuah uji kontroler terbaru multisite menggunakan selegiline diberikan
melalui patch kulit (transdermal system selegiline) ditemukan tidak ada bukti dari
keberhasilannya.

Antidepresan lain
Bupropion menarik perhatian dari para peneliti karena merupakan inhibitor lemah
monoamine reuptake dan memiliki beberapa stimulan yang samaseperti efek perilaku pada
hewan. Uji klinis pada metadon-maintained, pasien ketergantung kokain ditemukan tidak ada
efek yang signifikan terhadap penggunaan kokain, kecuali dalam subjek juga menerima
pengobatan manajemen berkelanjutan.
Ritanserin a-5-HT2 antagonis reseptor dikembangkan sebagai antidepresan, menarik
minat karena mengurangi pemberian kokain di beberapa (tetapi tidak semua) hewan
penelitian.Namun, dua uji klinis terkontrol menemukan ritancerine tidak lebih baik dibandingkan
plasebo dalam mengurangi penggunaan kokain.

Agonis Dopamin (Agen Anti-Parkinson)


Variasi dari pengobatan agonis dopamine langsung dan tidak langsung telah dievaluasi,
berdasarkan hipotesi deplesi dopamine untuk ketergantungan kokain, walaupun data yang
mendukung hipotesis tersebut pada manusia adalah serupa, agonis dopamine, yang menstimulasi
aktivitas sinaps dopamine, akan memperbaiki efek penurunan aktivitas dopamine yang
diakibatkan dari peningkatan penggunaan kokain. Yang termasuk dari efek penggunaan kokain
adalah antara lain, anhedonia, anergia, depresi, dan cocaine craving. Pada tikus, reseptor agonis
dopamine seperti bromocriptine dan lisuride mengurangi metabolism kokain, membalikkan
tingkat metabolism dan peningkatan ambang stimulasi intracranial dalam memproduksi
28

mesokortikolimbik dopaminergic stelah pemakaian kronik kokain. Bromokriptin, pergolide, dan


amantadine, semua dijual untuk pengobatan Parkinson (atau dalam keadaan defisiensi dopamine
lainnya), adalah pengobatan dopamine agonis yang paling banyak diteliti.
Amantadine adalah agonis dopamine tidak langsung yang bekerja engan melepaskan
dopamine pada presinaps, obat ini juga merupakan antagonis lemah pada reseptor N-Methyl DAspartate glutamate. Namun, dari enam penelitian tentang obat ini, hanya satu yang
menunjukkan bahwa amantadine (200-400 mg/hari) lebih baik dari placebo dalam pengobatan
penyalahgunaan kokain.
Asam aminio L-DOPA, precursor untuk katekolamin sintetik yang digunakan untuk
terapi Parkinson telah digunakan untuk meningkatkan level dopamine pada otak dalam
pengobatan ketergantungan kokain. Biasa digunakan sebagai monoterapi maupun terapi
kombinasi dengan carbidopa, inhibitor dekarboksilasi asam amino perifer, yang mencegah
perubahan L-DOPA menjadi dopamine di luar otak. Pada empat penelitian yang dilakukan bahwa
pengobatan tersebut memiliki keunggulan dibandingkan pengobatan dengan placebo.
L-thyrosine, precursor asam amino dari L-DOPA, mengurangi Cocaine carving pada
sekelompok kecil pasien (dua belas banding lima puluh dua) pada penelitian double blind, dan
ditemukan kurang efektif dalam pengurangan pemakaian kokain.

Disulfiram
Dapat dikelompokkan menjadi agen agonis dopamine karena cara kerjanya yang
memblokir konversi dopamine ke norepinefrin melalui enzim dopamine-B-Hidroksilase, yang
mengakibatkan peningkatan level dopamine.ketertarikan penggunaan disulfiram untuk terapi
ketergantungan kokain dikarenakan banayaknya ketergantungan kokain yang berbarengan
dengan ketergantungan alcohol. Pada penelitian, ditemukan bahwa disulfiram (250 mg/hari)
meningkatkan abstinensi penggunaan kokain dibandingkan dengan placebo. Walapun disulfiram
ditemukan efektof dalam pengobatan ketergantungan kokain, tetapi muncul pertanyaan tentang
keamanan pemakaiannya dalam praktik klinik. Pada penelitian ditemukan bahwa premedikasi
disulfiram (250 mg/ hari selama 3 hari) secara signifikan akan memperpanjang kadar waktu
paruh plasma kokain, meningkatkan konsentrasi plasma kokain, dan mempotensiasi efek
29

takikardia dan hipertensipada pemakaian kokain intranasal. Namun demikian, disulfiram tetap
dianggap sebagai terapi baru yang menjanjikan dalam pengobatan ketergantungan kokain,
terlepas dari adanya efek samping yang mungkin dapat disebabkan oleh obat ini.

Stimulan
Dari analogi dengan terapi manteinans metadon pada ketergantungan opiate atau nikotin
dalam pengobatan pengganti pada ketergantungan tembakau, penggunaan zat stimulant sebagai
terapi maintenans pada ketergantungan kokain dapat menjadi salah satu cara untuk dapat
mengatasi penggunaan kokain dan cocaine craving.seperti metadon, keuntungan dari terapi
substitusi stimulant adalah rendahnya risiko medis karena merupakan terapi oral, penggunaan
medikasi yang murni yang telah diketahui potensinya, dan penggunaan medikasi yang
mempunyai onset lambat dan efek yang panjang. Beberapa pengobatan psikomotor stimulant
sekarang digunakan untuk pengobatan pada penyakit Attention deficit/hyperactivity disorder
(ADHD), narkolepsi, dan penekan nafsu makan. Dari penelitian penelitian yang dilakukan,
dilaprkan tidak ada efek samping yang bearti, yang memberikan suatu kemungkinan bahwa
terapi substitusi ini mempunyai tingkat keamanan yang baik dalam pengobatan ketergantungan
kokain. Modafinil, digunakan sebagai terapi narkolepsi, OSA, serangan kantuk, dan kelainan
tidur, dapat dikelompokkan sebagai stimulant lemah, mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi
termasuk dalam blok transporter dopamine presinaps yang kemudian akan meningkatkan
pelepasan glutamate pada otak dan akan menurunkan kadar pelepasan GABA. Pada penelitian,
disebutkan bahwa penggunaan sebanyak 200 - 400 mg/hari secara teratur dapat meningkatkan
abstinensi pada penggunaan kokain. Modafinil adalah agen stimulant yang sangat aman dan
dapat ditoleransi dengan baik, tidak pernah dilaporkan penggunaan agen ini dapat
mengakibatkan cocaine craving maupun menyebabkan euphoria. Pada prinsipnya, kokain
sendiri, dalam formulasi onset lambat, dapat digunakan sebagai terapi agonis maintenans, sama
seperti pada nikotin transdermal onset lambat atau transbukal untuk terapi ketergantungan
nikotin onset cepat (cigarettes). Kapsul garam kokai oral (100 mg, 4 kali sehari) dapat menjadi
terapi pengganti pada penggunaan kokain intravena (25 mg) dan mengurangi konsumsi rokok
rasa kokain di Peru (dimana kokain oral merupakan barang industry legal).

30

Antipsikotik
Antipsikotik generasi pertama, yang dimana merupakan reseptor antagonis dopamine
poten, tidak secara signifikan merubah penggunaan ataupun cocaine craving, yang pada
pengalaman klinik, pasien skizofrenia yang menyalahgunakan kokain selama pengobatan kronik
antipsikotik. Kegunaan yang lebih besar diharapkan pada generasi kedua antipsikotik, yang
dikarenakan spectrum mekanisme kerjayang lebih luas dari obat tersebut pada pengikatan
reseptor ( pada dopamine dan serotonin ). Walaupun demikian, pemakaian obat ini belum dapat
dibuktikan melalui penelitian pada pengguna kokain tanpa disertai adanya gangguan psikotik.
Pada penelitian, olanzapine digunakan pada 18 pasien ketergantungan opiate dan kokain (yang
juga diterapi substitusi dengan metadon) mengalami penurunan pemakaian kokain sebanyak
53.2%. Kewaspadaan tetap harus diteliti dalam penggunaan antipsikotik pada pengguna kokain
karena potensinya yang dapat mengakibatkan terjadinya neuroleptic malignant syndrome, yang
didasarkan pada penurunan level dopamine pada pengguna kokain. Pengguna kokain dan
amphetamine juga dapat berada di risiko yang meningkat dalam terjadinya dyskinesia yang
disebabkan oleh antipsikotik.

Antikonvulsan
Antikonvulsan telah dicoba dalam pengobatan ketergantungan kokain karena
antikonvulsan memblokir perkembangan kokain. Antikonvulsan mampu meningkatkan
sensitivitas saraf untuk obat karena paparan intermiten sebelumnya. Di tingkat neurotransmitter,
antikonvulsan mungkin efektif karena mampu meningkatkan penghambatan aktivitas GABA dan
/ atau menurunkan rangsang aktivitas glutamat di otak, baik yang akan mengurangi respon
terhadap kokain dalam dopaminergik, cortico mesolimbic otak.
Carbamazepine merupakan antikonvulsan yang paling dipelajari. Empat dari lima pasien
penggunaa kokain yang dilakukan trial terapi rawat jalan dengan carbamazepine ditemukan
efeknya tidak berpengaruh signifikan terhadap penggunaan kokain. Sedangkan, untuk
Gabapentin ditemukan tidak efektif dalam tiga uji klinis terkontrol, seperti lamotrigin, dan asam
valproik dalam uji tunggal.

31

Beberapa antikonvulsan lain telah menunjukkan hasil yang lebih baik. Tiagabine, yang
meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat reuptake presynapticnya, secara signifikan
mengurangi penggunaan kokain dalam dua uji klinis terkontrol pada dosis 12 atau 24 mg setiap
hari, tetapi tidak memiliki efek dalam uji klinis ketiga pada 20 mg per hari. Semua tiga
percobaan menggunakan bersamaan terapi kognitif-perilaku. Topiramate, yang menurunkan
aktivitas glutamat dengan memblokir AMPA-jenis reseptor glutamat dan meningkatkan aktivitas
GABA, secara signifikan mengurangi penggunaan kokain dalam percobaan klinis terkontrol
sampai dengan 200 mg sehari, dalam hubungannya dengan terapi kognitif-perilaku.
Vigabatrin (-vinyl-GABA), yang meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat
pemecahan GABA oleh GABA-transaminase, mengurangi penggunaan kokain. Vigabatrin tidak
dipasarkan di Amerika Serikat karena efek sampingnya pada penglihatan, tapi tidak ada yang
diamati selama studi jangka pendek. Fenitoin (300 mg sehari) secara signifikan mengurangi
kokain digunakan dalam satu percobaan klinis terkontrol, terutama pada konsentrasi serum di
atas 60 g / ml.
Baclofen merupakan antispasmotic, yang mekanisme kerjanya meningkatkan aktivitas
GABA dengan berperan sebagai agonis pada reseptor GABA. Satu percobaan klinis terkontrol
menemukan bahwa baclofen (60 mg sehari) tidak secara signifikan mengurangi penggunaan
kokain, kecuali pada kelompok pengguna kokain berat.

Kombinasi pengobatan
Penggunaan bersamaan dua obat yang berbeda yang dipelajari dengan harapan bahwa
kombinasi tersebut akan meningkatkan kemanjuran sambil meminimalkan efek samping, baik
dengan bertindak pada sistem tunggal neurotransmiter oleh dua mekanisme yang berbeda atau
bertindak atas dua sistem neurotransmiter yang berbeda. Penggunaan bersamaan agen
dopaminergik, bupropion dan bromocriptine pada pasien ketergantungan

cocain

telah

ditemukan aman, meski dari hasil penelitian menunjukkan sedikit keberhasilan. Penggunaan
bersamaan pergolide (antagonis reseptor D1 D2 dopamin) dirancang untuk menghasilkan aksi
agonis D1 relatif murni, juga menemukan sedikit bukti kemanjuran, begitu juga pada kombinasi
penggunaan amantadine dan propranolol.
32

Penggunaan gabungan phentermine , dopamin release dan serotonin

release,

fenfluramine yang masing-masing yang dipasarkan sebagai penekan nafsu makan, dan menerima
publisitas substansial selama tahun 1990-an yang dikenal dengan phen-fen yang dipakai pada
obesitas dan gangguan adiktif. Kombinasi obat ini telah mengacaukan hasil pengobatan rawat
jalan pada pasien dengan ketergantungan cocain. Sejak penarikan fenfluramine, kombinasi ini
tidak lagi tersedia dikarenakan adanya hubungan antara hipertensi pulmonal dan penyakit katup
jantung. Kombinasi lain yang menggantikan fenfluramine dengan inhibitor reuptake serotonin
selektif (SSRI) seperti fluoxetine yang belum dievaluasi secara sistematis.
Kombinasi yang tepat dari flumazenil intravena ( reseptor benzodiazepine antagonis )
dan gabapentin oral dan hydroxyzine ( histamin antagonis ) secara substansial mengurangi
metamfetamin yang digunakan.

Ketergantungan Amphetamine
Banyak dari obat-obatan yang dievaluasi untuk pengobatan ketergantungan kokain juga
telah diteliti untuk pengobatan ketergantungan amfetamin, sering untuk alasan farmakologis
sama. Seperti dengan ketergantungan kokain, kebanyakan hasil uji klinis tidak menunjukkan
kemanjuran.
Pendekatan yang paling menjanjikan yaitu antara substitusi agonis dengan stimulans dan
peningkatan aktivitas gaba. Dua dari tiga uji klinis terkontrol dengan d-amphetamine (satu
menggunakan

formulasi

berkelanjutan) ditemukan penurunan yang signifikan dalam

menggunakan amfetamin dibandingkan dengan plasebo. Ada kejadian buruk tidak signifikan
dalam studi apapun. Pelepasan lambat methylphenidate (54 mg sehari) mengurangi penggunaan
amfetamin secara signifikan lebih daripada plasebo dalam satu uji klinis terkontrol. Modafanil
(200 mg dua kali sehari) berkurangnya amfetamin yang digunakan dalam laporan kasus dan saat
ini mengalami sebuah uji klinis terkontrol.
Vigabatrin, antikonvulsan yang meningkatkan aktivitas GABA dengan menghambat
pemecahan GABA oleh GABA-transaminase, secara substansial mengurangi pemakaian
methamphetamine dalam dua uji label terbuka. Vigabatrin tidak dipasarkan lagi di amerika
serikat dikarenakan adanya efek samping ophthalmologik, tetapi tidak pernah diamati selama
33

studi jangka pendek ini. Baclofen, antispasmotic yang meningkatkan aktivitas GABA dengan
bertindak sebagai agonis di GABAB reseptor, sama sekali tidak memiliki efek pada pengguna
metamfetamin pada sebuah uji klinis terkontrol tetapi secara signifikan menunjukkan
pengurangan pada penggunaan pada subgrup patuh obat. Gabapentin merupakan antikonvulsan
yang mekanisme aksinya tidak diketahui , ini tidak berbeda dari plasebo, bahkan di subgrup
patuh.
Obat lain yang menjanjikan pada penelitian uji klinis termasuk naltrexone, bupropion
dan risperidone. Bupropion sebagai antidepresan sama sekali tidak menunjukkan kemanjuran
dalam dua uji klinis tetapi secara signifikan menunjukkan pengurangan pada subgrup pengguna
methamphetamin dengan tingkat penggunaan methamphetamine dosis rendah. Antipsikotik
risperidone, baik pemakaian secara oral atau disuntikkan, menunjukkan pengurangan pada
pengguna methamphetamin dalam dua uji label terbuka. Generasi kedua antipsikotki yang lain,
aripiprazole (15 mg sehari) menunjukkan tidak berkhasiat pada sebuah uji klinis yang kecil.
Obat-obatan yang tidak menunjukkan efektivitas dalam pengobatan ketergantungan
amfetamin dalam uji klinis termasuk antidepresan trisiklik (misalnya, imipramine, despiramine),
inhibitor reuptake serotonin selektif (e.g.,fluoxetine, sertraline, paroxetine), ondansetron
(antagonis reseptor 5-HT3), dan calcium shannel blocker seperti amlodipine.

Psikoterapi
Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Kognitif Perilaku)
Terapi Kognitif Perilaku adalah suatu bentuk psikoterapi yang ditekankan pada apa yang
pasien pikirkan dan lakukan. Terapi kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses mengajar,
melatih dan menguatkan perilaku positif. Terapi ini memebantu seorang individu untuk
mengidentifikasi pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan perilaku. Terapi
ini merupakan gabungan antara terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi ini menganggap
kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan yang salah (kognisi) yang
menyebabkan perilaku yang tidak produktif. Kondisi-kondisi psikiatrik tampaknya membaik
apabila cara berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika perilaku individu lebih tepat. Oleh
karena itu, terapis bekerjasama dengan pasien mengidentifikasi dan mengoreksi salah persepsi
34

dan perilaku yang salah. Terapi ini sangat berdasar pada realitas dan menekankan hal yang
terjadi di sini dan saat ini (apa yang dipikirkan pasien saat ini; bagaimana perilaku pasien saat
ini).

Prinsip - prinsip Terapi Perilaku- Kognitif

Prinsip dasar dari terapi perilaku kognitif adalah mengajarkan kepada pasien bahwa
kepercayaan dan pemikiran tidak rasional adalah penyebab dari gangguan emosional dan tingkah
laku (Hoffman, 1984). Sebelum proses terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu menjelaskan
susunan terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang teori modifikasi
perilaku dan teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip yang melandasi
prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang langkah-langkah di dalam terapi. Penjelasan
ini penting perannya untuk meningkatkan motivasi individu dan menjalin kerjasama yang baik.
Perlu pula dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator timbulnya perilaku yang
dikehendaki, dan individu yang berperan aktif dalam proses terapi (Ivey, 1993). Oleh karena itu
individu harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-prinsip terapi kognitif dan modifikasi
perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan peran terapis penting dalam mengajak individu
memahami perasaannya dan teknik terapi yang efektif untuk terjadinya perubahan perilaku yang
dikehendaki. Terkait dengan perlunya pemahaman tentang prinsip-prinsip modifikasi perilakukognitif, Meichenbaum (dalam Ivey, 1993) mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan
seorang terapis dalam penggunaan modifikasi perilaku-kognitif, yaitu:
1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran, perasaan,
proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat memasuki sistem interaksi
dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan perilaku yang
dihasilkan klien.
2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional, namun yang
menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses kognitif itu sendiri merupakan
proses interaksi yang kompleks. Bagian penting dari proses kognisi adalah metakognisi yaitu klien berusaha untuk memberi komentar secara internal pada pola
pemikiran dan perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu untuk
35

mengorganisasi pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu memahami


personal schema yang digunakan oleh klien untuk lebih mamahami masalah yang
dialami klien. Perubahan personal skema yang tidak efektif adalah bagian yang
penting dari terapi
3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk memahami cara klien
membentuk dan menafsirkan realitas.
4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan psikoterapi
yang diambil dari sisi rasional atau objektif.
5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta penemuan proses
pemahaman pengalaman klien
6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan kembali.
7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang dibangun antara klien
dan terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses perubahan klien.
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu dibawa ke
dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.
9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan klien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan timbulnya
perilaku maladaptif.

Tujuan Pendekatan Terapi Perilaku Kognitif


Pendekatan terapi perilaku kognitif adalah pendekatan pemberian bantuan yang bertujuan
mengubah suasana hati dan perilaku individu dengan mempengaruhi pola berfikirnya. Pada
dasarnya pendekatan terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengenali kejadian yang memberi
tekanan, mengenali dan memantau gangguan-gangguan kognitif yang muncul dalam menanggapi
kejadian atau peristiwa, dan mengubah cara berfikir dalam menginterpretasikan dan menilai
kejadian dengan cara-cara yang lebih sehat.

36

Teknik pemantauan dan kontrol diri


Pemantauan dan kontrol diri merupakan langkah awal untuk merubah perilaku target.
Seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu perilaku yang mana yang menjadi target terapi
perilaku kognitif. Kedua teknik tersebut mengkaji seberapa sering perilaku target itu timbul dan
resiko yang apa yang muncul kalau tidak segera ditangani. Pada tehnik ini, klien sangat berperan
penting . Teknik ini berfungsi sebagai alat pengumpul data sekaligus berfungsi terapeutik. Dasar
pemikiran teknik ini adalah pemantauan diri terkait dengan evaluasi diri dan pengukuhan diri.
Subjek memantau dan mencatat perilakunya sendiri, sehingga lebih menyadari perilakunya
setiap saat. Beberapa langkah dalam teknik pemantauan diri adalah sebagai berikut:
mendiskusikan dengan subjek tentang pentingnya subjek memantau dan mencatat perilakunya
secara teliti, subjek dan terapis secara bersama-sama menentukan jenis perilaku yang hendak
dipantau, mendiskusikan saat-saat pemantauan dilaksanakan, terapis menunjukkan pada subjek
cara mencatat data perilakunya.. Pemantauan diri hendaknya dilakukan untuk satu jenis perilaku
dan relatif merupakan respon yang sederhana . Kontrol diri dapat diterapkan dalam teknik terapi
apapun. Satu-satunya syarat adalah orang tersebut harus menginplementasikan prosedurnya
sendiri setelah menerima instruksi dari terapis. Ada tiga kriteria yang terkandung dalam semua
konsep kontrol diri yaitu :
a. Hanya ada sedikit kontrol eksternal yang dapat menjelaskan perilaku (tidak ada
pengawasan atau pemaksaan dari luar atau orang lain)
b. Kontrol adalah suatu hal yang cukup sulit sehingga orang yang bersangkutan harus
berupaya cukup keras (melakukan suatu kegiatan yang sangat tidak diinginkan dan
merasa gembira dan bebas setelah kegiatan itu selesai)
c. Perilaku dilakukan dengan pertimbangan dan pilihan secara sadar
Individu secara aktif memutuskan untuk melakukan kontrol diri baik dengan melakukan
suatu tindakan atau dengan menahan dirinya untuk tidak melakukan sesuatu. Orang yang
bersangkutan tidak melakukan ini secara otomatis dan tidak dipaksa oleh orang lain untuk
melakukan suatu tindakan.

Reinforcement (Penguatan diri)


37

Penguatan diri adalah teknik yang paling menarik apabila kita belajar teori terapi perilaku
kognitif. Penguatan diri meliputi pemberian pujian atau hukuman pada diri sendiri untuk
meningkatkan atau meminimalkan beberapa kejadian perilaku target. Pujian itu terbagi atas dua
bagian yaitu pujian positif dan pujian negatif. Pujian positif yaitu memberikan pujian yang
sepantasnya pada diri sendiri karena telah berhasil merubah atau memodifikasi perilaku target.
Pujian negatif adalah pujian melalui modifikasi faktor pencetus perilaku target di linkungan
klien. Seperti pemberian pujian pada diri sendiri, hukuman juga dibagi dua bagian yaitu
hukuman yang positif dan hukuman yang negatif. Akan tetapi jarang digunakan dalam
memanajemen atau memodifikasi perilaku. Reinforcement dihubungkan dengan hemodialisa
adalah hal yang sangat tepat untuk mencapai berat badan yang idel untuk pasien, dan pada
umumnya merupakan intervensi yang paling sering diberikan para medis ke pasiennya.

Distraksi (pengalihan perhatian)


Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain yang lebih menyenangkan
sehingga klien mampu mengabaikan pemikiran yang tidak menyenangkan yang sedang dialami.
Distraksi bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka waktu yang singkat. Perawat dapat
mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi.
Aktivitas tersebut dapat meliputi kegiatan menyanyi, berdoa, mendengarkan musik, menonton
TV, membaca, bercerita, dan lain-lain. Sebagian besar distraksi dapat digunakan di rumah sakit,
di rumah , atau pada fasilitas perawatan jangka panjang. Distraksi dapat berkisar dari hanya
pencegahan monoton sampai menggunakan aktivitas fisik dan mental yang sangat kompleks.
Ada orang tertentu yang akan mampu mengalihkan perhatiannya hanya dengan memainkan suatu
permainan yang butuh konsentrasi penuh sperti main catur. Keefektifan distraksi tergantung pada
kemampuan pasien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain sensori yang
sedang dialami.
Distraksi visual Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat
pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual
Distraksi pendengaran Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta
gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti
38

musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga
diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan
jari atau kaki . Musik klasik salah satunya adalah musik Mozart. Dari sekian banyak karya musik
klasik, sebetulnya ciptaan milik Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.
Beberapa penelitian sudah membuktikan, Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik.
Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell. Mereka
mengistilahkan sebagai Efek Mozart. Dibanding musik klasik lainnya, melodi dan frekuensi
yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif
dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart
itu sendiri. Namun, tidak berarti karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan.
Distraksi pernafasan yaitu bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu
objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan
satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi
pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga
terbentuk pola pernafasan ritmik.
Distraksi intelektual, antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan
kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita
Tehnik pernafasan, seperti bermain, menyanyi, menggambar atau sembayang. Imajinasi
terbimbing adalah kegiatan klien dengan membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan
mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari
dari perhatian terhadap stimulus yang kurang menyenangkan

Proses Pemulihan (Recovery Process)


Proses pemulihan adiksi napza bukan hanya melepaskan si pecandu dari ketergantungan
napza, tetapi juga mencegah mereka kembali menggunakannya. Proses pemulihan adalah suatu
perjalanan panjang yang menyakitkan bagi para pasien adiksi napza, mulai dari lepasnya napza
dari tubuh sampai ke pola hidup sehat. Dalam proses pemulihan, seorang adiksi harus membuat

39

perubahan intrapersonal dan interpersonal. Proses pemulihan dari berhenti menggunakan napza
atau abstinensia
Ciri-ciri ideal dari proses pemulihan :
-

Abstinensia

Menjauhkan diri dari teman, tempat, benda dan hal lain yang dapat menimbulkan keinginan
menggunakan napza kembali

Berhenti mempersalahkan diri sendiri

Belajar mengendalikan eprasaan

Belajar merubah pola pikir adiktif

Belajar mengenali permasalahn diri sendiri, orang lain dan sekitarnya

II.2. SKIZOFRENIA7,9,10
II.2.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan frenia yang
artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang yang
mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian.
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,
merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima
secara sosial.

II.2.2 Etiologi Skizofrenia


Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir
antara lain : (Yosep, 2010)

40

Faktor genetik;

Virus;

Autoantibodi;

Malnutrisi.

Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut : (Yosep, 2010)


1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%;
anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;
sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan
pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia
kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi,
infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan
bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali
disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Skizofrenia muncul bila
terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)
a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan
otak janin;
b. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
c. Komplikasi kandungan; dan
d. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor
psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari
pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya. (Yosep, 2010)

II.2.3 Penegakkan diagnosis


Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut (Maslim,
2003).:
-

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
41

a. thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda atau thought insertion or withdrawal yang merupakan isi yang
asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting, yaitu
isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. delusion of control, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar atau delusion of passivitiy merupaka waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya diartikan
secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus), atau delusional perceptionyang merupakan pengalaman
indrawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku

pasien, atau

Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai


suara yang berbicara), atau

Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
42

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu


(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus
jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):

Berlangsung minimal dalam enam bulan

Penurunan

fungsi

yang

cukup

bermakna

di bidang

pekerjaan,

hubungan

interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri

Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya
sebagian dari periode tersebut

Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood
mayor, autisme, atau gangguan organik.

II.2.4 Jenis-jenis skizofrenia3,7


Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam
salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongangolongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak
dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai berikut :(Maramis, 2009).
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ
III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masingmasing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
43

Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit.
Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia
paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah
waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara
lebih teliti juga didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut,
tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid,
mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang lain.Berdasarkan PPDGJ
III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :

Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia

Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :

Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling berkomentar tentang diri pasien,
yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.

o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejalakatatonik secara


relatif tidak nyata / tidak menonjol.

44

Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau lebih
delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia lebih tua
daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada pasien skizofrenia
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe skizofrenik lain.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid kadangkadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi sosial.Kecerdasan
mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan cenderung tetap intak.

Skizofrenia Hebefrenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara
15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan
adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham
dan halusinasi banyak sekali.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun)..

Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan


kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
45

(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului
oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor
katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.
Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti:
1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
2. Muka tanpa mimik, seperti topeng
3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari, bahkan
kadang sampai beberapa bulan.
4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut dan meleleh keluar,
air seni dan feses ditahan
6. Terdapat grimas dan katalepsi

46

Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi
tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme, grimas dan
neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau
kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga
penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butirbutir berikut :

Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.

Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan

posisi

tubuh

tertentu

(secara

sukarela

mengambil

dan

mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);


o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

47

o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk


diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua bentuk
skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada katatonik stupor,
pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa, membentuk bola), tidak
melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar
bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut
pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di
rongga mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila
anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk,
kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di
sudut ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan, stereotipik
dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung, membenturkan sisi badannya
berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien dapat menyerang orang
disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya
meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau
berceramah seperti pemuka agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong
tempat tidurnya.
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari kedua diatas,
pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang dalam waktu dan
frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor katatonik dapat secara tibatiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya ke dinding, dan
akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis

48

mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.

Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sulit
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau
mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butirbutir berikut :

Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai dengan perubahanperubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat
yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada

jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

Skizofrenia residual

49

Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode
psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol.
Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif
dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta
buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :

Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,


aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan
kinerja sosial yang buruk;

Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofenia;

Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;

Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya

gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.

Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).


Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:

50

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau


katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :

Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum


skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan

Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

Skizofrenia lainnya

Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)


Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan, kriteria
diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang didiagnosa dengan bouffe
delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien skizofren

Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami
disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang terperangkap
dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan dunia nyata.

Early onset schizophrenia

51

Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan
retardasi mental dan autisme

Late onset schizophrenia


Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada wanita
dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.

II.2.5 TERAPI8,9
1 Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : Haldol (haloperidol) , Stelazine
( trifluoperazine), Mellaril (thioridazine), Thorazine ( chlorpromazine) , Navane (thiothixene),
Trilafon (perphenazine), Prolixin (fluphenazine). Akibat berbagai efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan
newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien
yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk
meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan
minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama
(long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot

52

formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahanlahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperdal (risperidone),
Seroquel (quetiapine), Zyprexa (olanzopine). Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini
untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.

c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

2. Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

53

b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah
dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan
terapi keluarga.

c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut
54

dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,
dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan
yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara
pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh
serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah
sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(18871963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat
55

yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita
menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu
yang digunakan 2-3 detik.

II.

PEMBAHASAN

Hubungan Pemakai Stimulant dengan Munculnya Skizofrenia


Pada pasien pemakai obat-obatan stimulant terutama amfetamin dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia. Pengaruh amfetamin terhadap pengguna bergantung pada jenis
amfetamin, jumlah yang digunakan, dan cara menggunakannya. Dosis kecil semua jenis
amfetamin akan meningkatkan tekanan darah, mempercepat denyut nadi, melebarkan bronkus,
meningkatkan kewaspadaan, menimbulkan euforia, menghilangkan kantuk, mudah terpacu,
menghilangkan rasa lelah dan rasa lapar, meningkatkan aktivitas motorik, banyak bicara, dan
merasa kuat.
Dosis sedang amfetamin (20-50 mg) akan menstimulasi pernafasan, menimbulkan tromor
ringan, gelisah, meningkatkan aktivitas montorik, insomnia, agitasi, mencegah lelah, menekan
nafsu makan, menghilangkan kantuk, dan mengurangi tidur.
Penggunaan amfetamin berjangka waktu lama dengan dosis tinggi dapat menimbulkan perilaku
stereotipikal, yaitu perbuatan yang diulang terus-menerus tanpa mempunyai tujuan, tiba-tiba
agresif, melakukan tindakan kekerasan, waham curiga, dan anoneksia yang berat.
Efek penggunaan jangka panjang bisa menimbulkan kondisi yang disebut dengan
amfetamin psikosis. Gangguan mental ini sangat mirip sekali dengan paranoid schizophrenia.
Efek psikosis ini juga bisa muncul pada penggunaan jangka pendek dengan dosis yang besar.
Kondisi psikosis inilah yang tidak disadari oleh kebanyakan pengguna amfetamin. Karena
efeknya baru muncul jangka panjang maka sering kali efek ini disalah artikan. Pengalaman dari
negara-negara lain yang sudah lebih lama muncul penggunaan amfetamin, telah banyak korban
dengan gangguan psikosis atau gangguan kejiwaan yang parah.

Pasien Skizofrenia yang Ketergantungan Stimulan


56

Hubungan ketergantungan stimulant yang akan lebih dibahas dalam referat ini adalah
stimulant yang berupa tembakau (nikotin). Ketergantungan tembakau merupakan kelainan yang
paling sering terjadi pada populasi dengan penyakit mental berat. Sekitar 70-80% dari individu
dengan skizofrenia, kelainan bipolar dan penyakit mental berat lain menggunakan tembakau,
sementara prevalensi merokok pada populasi umum hanya 20-30%. Individu dengan skizofrenia
memiliki angka ketergantungan tembakau 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.
Penggunaan tembakau tidak hanya menurunkan kualitas hidup pasien, tapi juga menyebabkan
kematian akibat penyakit medis. Individu dengan skizofrenia rata-rata menghisap sebanyak 25
batang rokok tiap harinya. Hal ini lebih tinggi secara signifikan dari populasi umum. Efek
berbahaya dari merokok pada pasien dengan skizofrenia meliputi angka kejadian kanker yang
tinggi, penyakit kardiovaskular dan respirasi, serta meningkatnya gejala psikiatri dan gejala
kambuhan yang lebih berat.10
Skizofrenia sering dicetuskan oleh interaksi dari faktor resiko salah satunya adalah
penggunaan obat-obatan terlarang, alkohol dan terutama merokok. Data dari The
Epidemiological Catchment Area (ECA) menunjukkan bahwa 47% dari individu dengan
skizofrenia melakukan penyalahgunaan zat selama hidupnya, dimana sebesar empat kali lipat
dibandingkan dengan populasi non-skizofrenik.
Individu dengan skizofrenia menggunakan rokok sebagai cara untuk menghilangkan
gejala depresif dan psikotik mereka. Nikotin dapat mengatasi gejala negatif seperti anhedonia
dan penarikan sosial karena kemampuan nikotin untuk meningkatkan level dopamin pada
nucleus accumbens dan korteks prefrontal, serta adanya peningkatan pada sistem reward; efek
umum dari nikotin yang memberikan perasaan relaks dan bahagia. Nikotin diketahui dapat
meningkatkan proses kognitif yang berhubungan dengan fungsi prefrontal seperti atensi atau
aktivitas berpikir. Nikotin dapat meningkatkan proses plastis di hipokampus yang
menguntungkan bagi defisit kognitif pada skizofrenia yang berhubungan dengan proses belajar
dan memori. Ketergantungan tembakau pada populasi ini yaitu pasien skizofrenia memiliki
sangat banyak waktu dan sangat sedikit kegiatan sehingga yang dapat dilakukan adalah merokok.
Alasan lain mengapa individu dengan skizofrenia memiliki angka ketergantungan tembakau
yang tinggi adalah karena mereka biasanya memiliki kesulitan yang besar dalam penghentian
merokok. Hal ini dikarenakan pasien menggunakan tembakau sebagai self-medication untuk
57

menenangkan gejala negative mereka, sehingga berhenti merokok dapat menjadi suatu tantangan
besar untuk banyak pasien.
Anhedonia atau ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan yang merupakan salah
satu dari fenomena klinis pada pasien skizofrenia, sering dikaitkan dengan merokok. Angka
kejadian anhedonia yang tinggi dilaporkan terdapat pada populasi yang merokok, dan dianggap
merupakan suatu faktor resiko yang menyebabkan kekambuhan merokok diantara pasien
psikiatri. 11
Efek menenangkan dari merokok pada populasi skizofrenia telah diketahui sebagai satu
dari banyak alasan mengapa pasien termotivasi untuk merokok. Terdapat suatu studi yang
membandingkan alasan utama untuk merokok diantara subjek control dan individu dengan
skizofrenia. Pada subjek dengan skizofrenia, ketenangan sebagai alasan utama untuk merokok
lebih banyak dari grup pembandingnya. Studi ini juga merupakan contoh dari self-medication.
Alasan lain mengapa skizofrenia dapat mendorong seseorang untuk merokok adalah karena
interaksi dari rokok tembakau dengan obat-obat antipsikotik.
Suatu studi mengajukan hipotesis bahwa individu dengan skizofrenia termotivasi untuk
merokok untuk mendapatkan pembebasan dari efek samping obat antipsikotik. Hal ini
disebabkan oleh induksi enzim polycyclic aromatic carbohydrates yang diproduksi ketika
tembakau dibakar. Enzim ini kemudian akan menginduksi cytochrome P450 1A2 (CYP1A2) dan
UDP glucoronosyltransferase (UGT), yang berguna dalam metabolisme obatobatan antipsikotik,
yang akan terbentuk penuh 2 minggu setelah inisiasi merokok. Enzim ini dapat menurunkan
level obat-obatan antipsikotik (baik tipikal maupun atipikal) dalam plasma sampai sepertiga dari
dosisnya. Hal inilah yang menyebabkan efek samping obat berkurang, termasuk gejala
ekstrapiramidal dan depresi farmakogenik. Enzim tersebut akan kembali normal dalam 2-4
minggu setelah seseorang berhenti merokok. Obat antipsikotik tipikal seperti haloperidol
memiliko efek blok terhadap dopamin yang sangat kuat. Disinilah merokok dapat meredakan
efek samping dari pengobatan melalui efektivitasnya dalam menstimulasi pelepasan dopamin.
Berkurangnya level obat antipsikotik dalam plasma menyebabkan pasien memerlukan dosis
pengobatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Dosis yang lebih tinggi
dapat berakibat pada efek samping yang lebih banyak, dan sebagai akibatnya pasien juga
memiliki angka ketergantungan tembakau yang lebih tinggi.
58

Implikasi dari Ketergantungan Tembakau pada Skizofrenia12


Ketergantungan tembakau pada pasien skizofrenia dapat memiliki banyak implikasi yang
tidak diinginkan. Berdasarkan laporan National Institute of Mental Health, individu dengan
skizofrenia memiliki harapan hidup yang lebih singkat dan meningkatnya angka kematian
dibandingkan dengan populasi umum. Peningkatan angka morbiditas dan mortalitas dapat
disebabkan oleh ketergantungan tembakau dan faktor resiko lain yang dapat dimodifikasi seperti
kurangnya nutrisi, obesitas, gaya hidup sedenter dan perawatan kesehatan yang buruk. Lebih dari
itu, pasien memiliki resiko dua kali lipat untuk penyakit kardiovaskular dan tiga kali lipat resiko
untuk mengalami penyakit saluran respirasi dan kanker paru-paru. Hal ini menyebabkan usia
harapan hidup pada pasien ini berkurang hingga 20%.
Merokok juga mempengaruhi metabolisme dan kadar obat-obatan psikiatri dalam darah.
Obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien yang levelnya di darah dipengaruhi oleh merokok
adalah olanzapine, clozapine, haloperidol dan fluphenazine. Hal ini penting bagi para profesional
di bidang kesehatan mental untuk mempertimbangkan ketergantungan tembakau ketika
memonitor dosis obat pasien. Walaupun penyesuaian dosis dapat menjadi salah satu pilihan
untuk menghadapi situasi ini, strategi alternatif adalah dengan mengganti pengobatan.
Contohnya risperidon dan aripiprazol yang dimetabolisme melalui CYP2D6 dan CYP3A, serta
quetiapine dan ziprasidone yang dimetabolisme melalui CYP3A, sehingga kadarnya dalam
plasma tidak dipengaruhi oleh rokok.
Pasien dengan skizofrenia juga sering memiliki kesulitan keuangan dan ketergantungan
tembakau hanya menambah biaya, sebab sebagian besar pasien merokok sebanyak rata-rata 25
batang per hari. Pasien dapat menghabiskan kurang lebih 30% dari dana bulanan hanya untuk
membeli produk-produk tembakau. Beban finansial ini membuat pasien kesulitan untuk
memperoleh rokok disamping fakta bahwa mereka ketagihan terhadap rokok.

IV. KESIMPULAN

59

Stimulans adalah zat yang merangsang sistim saraf pusat sehingga mempercepat prosesproses dalam tubuh, seperti meningkatnya detak jantung, pernapasan dan tekanan darah. Contohcontoh zat yang termasuk dalam stimulans adalah amfetamin,met-amfetamin, kokain, nikotin,
kath, kafein dan MDMA. Gangguan jiwa yang cukup sering terjadi pada pengguna stimulant
biasanya adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh
psikopatologi yang disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek lain perilaku.
Ketergantungan tembakau sering terjadi pada populasi dengan penyakit mental berat. Diantara
populasi penyakit mental berat, individu dengan skizofrenia memiliki prevalensi ketergantungan
tembakau tertinggi. Individu dengan skizofrenia memiliki angka ketergantungan tembakau 2-4
kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Penggunaan tembakau tidak hanya menurunkan
kualitas hidup pada pasien ini, tapi juga menyebabkan kematian akibat penyakit medis

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Kurniadi H. Wreksoatmodjo B. Napza dan Tubuh Kita. Jakarta : Yayasan Jendela . 2004
2. UNODC. Amphetamine type stimulant and new psychoactive substance. In: Global
synthetic drugs assement 2014. Diambil dari : http://www.unodc.org. 24 November 2015.
3. Husin AB, Siste K. Gangguan penggunaan zat. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta:
FKUI; 2014.h. 143-71.
4. Saddock BJ, Sadock VA,Eds. Comprehensive Textbook of Psychiatry. Edisi X.
Philadelphia, Baltimore, New York: Lippincott William & Wilkins, 2007
5. Pamusu D, Amir N, Effendi J, Khamelia, Kembaren L, Aritonang I, et al. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Jiwa/Psikiatri. 2012. h. 18-28
6. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa III. Departemen Kesehatan RI, h. 103-2.
7. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R., Weinberger,
D.R. 2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and Rationale for Consensus.
Am J Psychiatry. 162:441449.

60

8. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006. FamilySupport
Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican AmericanIndividuals with
Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric Epidemology,41. 624-631.
9. Patel M. Tobacco Dependence and Schizophrenia: A Complex Correlation Journal of
Young Investigators. Vol 19; Issue 20.2010.
10. El-Missiry A, Aboraya AS, Manseur H, Manchester J, France C, Border K. An Update on
the Epidemiology of Schizophrenia with A Special Reference to Clinically Important
Risk Factors. International Journal of Mental Health and Addiction. 2011; 9:3959
11. Krishnadas R, Jauhar S, Telfer S, Shivashankar S, McCreadie RG. Nicotine Dependence
and Illness Severity in Schizophrenia. The British Journal of Psychiatry. 2012; 1-7.
12. Widhidewi W. Hubungan antara ketergantungan tembakau dan skizofrenia. SMF Psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar : 2015

61

Anda mungkin juga menyukai