Anda di halaman 1dari 22

BAB I

SIKLUS HIDROLOGI
A. TUJUAN
Setelah mengikuti kegiatan perkuliahan untuk pokok pembahasan ini, mahasiswa
akan dapat:
1. menjelaskan tahap siklus hidrologi dengan 90% benar.
2. Menjelaskan pengertian kelembaban mutlak, kelembaban relatif, tekanan uap air,
devisit tekanan uap air dan suhu titik embun dengan benar.
3. menjelaskan sebaran kelembaban udara menurut waktu dan tempat yang benar
4. Menjelaskan proses pembentukan awan dengan 90% benar.
5. Memberikan contoh tipe awan berdasarkan ketinggian.
6. Menjelaskan proses terjadinya hujan berdasarkan teori bergeron dan teori tumbukan
dan penyatuan dengan 90% benar.
7. Menjelaskan tipe presipitasi dengan 90% benar.
8. Memberikan pengertian evapotranspirasi, evapotranspirasi potensial dan aktual,
evapotranspirasi jenuh dan evapotranspirasi pertanaman dengan benar.
9. Menjelaskan tentang tanaman dengan 80% benar.
B. MATERI PERKULIAHAN.
1. Pendahuluan
Siklus hidrologi adalah siklus/daur air dan berbentuk di bumi. Siklus hidrologi
meliputi beberapa tahap utama yaitu penguapan air dari permukaan bumi (daratan,
perairan dan tanaman), kondensasi uap air pada lapisan troposfer,sehingga terbentuk
awan, perindahan awan mengikuti arah angin, presipitasi baik dalam bentuk cair
(hujan)atau padat (salju dan kristal es) yang mengembalikan air dari atmosfer
kepermukaan bumi, mengalirkan air mengikuti gaya grafitasi baik dalam bentuk aliran
permukaan maupun aliran bawah tanah, dan selanjutnya kembali terjadi.
Siklus hidrologi yang aktif tidak terjadi pada semua wilayah. Siklus ini
memerlukan energi panas dan kelembaban yang cukup. Di daerah tropika basah
misalnya, siklus hidrologi terjadi secara aktif dan presipitasi dalam bentuk curah hujan
yang diterima lebih besar dari evaporasi. Sedangkan didaerah gurun, energi mencukupi
tetapi kelembaban kurang, evaporasi menjadi berkurang dan presipitasi sangat jarang
terjadi sehingga siklus hidrologi menjadi pasif. Pada daerah beriklim dingin, energi untuk
menjalankan siklus hidrologi menjadi pasif.

2. Kelembaban Udara.
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air yang terkandung di dalam
udara, yang dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif), maupun
defisit tekanan uap air.
Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan dengan massa
uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi adalah perbandingan
antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada keadaan
kapasitas udara untuk menampung uap air. Sedangkan devisit tekanan uap air adalah
selisih antara tekanan uap jenuh dan tekanan uap aktual.
Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut mempunyai arti dan fungsi
tertentu dikaitkan dengan masalah yang dibahas. Sebagai contoh, laju penguapan dari
permukaan tanah lebih ditentukan oleh defisit tekanan uap air daripada kelembaban
mutlak maupun nisbi. Sedangkan pengembunan akan terjadi bila kelembaban nisbi telah
mancapai 100% meskipun tekanan uap aktual relatif rendah.
a. Pernyataan kelembaban
1. Kerapatan uap air (Pv)
Kerapatan uap air adalah massa uap air per satuan volume udara yang
mengandung uap air tersebut, yang dapat dituliskan sebagai berikut:
Pv

mv/V; dimana

Pv

kerapatan uap air (kg-3)

mv

massa uap air (kg) pada volume udara V

volume udara (m3)

Kerapatan ini merupakan pernyataan kelembaban mutlak yang besarnya


ditentukan oleh massa uap air (mv) yang dikandung udara tersebut.
Pada daerah lembab dan panas seperti di Indonesia dapat diduga bahwa Pv
akan lebih tinggi daripada daerah lintang pertengahan yang relatif kering terutama
pada musim dingin, karena pada musim dingin kapasitas udara untuk menampung
uap air akan menjadi kecil.
2. Tekanan uap air (ea)
Pernyataan tekanan uap air (ea) lebih umum digunakan dari pada
kerapatannya (Pv). Berdasarkan hukum kas ideal, tekanan uap air tersebut dapat
dinyatakan dengan:
ea

n R T/V; dimana:

jumlah mol

tatapan gas umum (8.1343 J K-1 mol-1)

suhu mutlak (K)

volume udara (m3)

Jumlah mol adalah n= m/Mv dan Mv= 18.016 untuk uap (H2O), serta Pv = mv/V
maka:
ea

mvR T/(18.016 V)

0.056 Pv r T

3. kelembaban spesifik (q) dan nisbah campuran (r)


kelembaban spesifk (specific humidity, q) adalah perbandingan antara
massa uap air (mv) dengan massa udara lembab, yaitu massa udara kering (m d)
bersama-sama uap air tesebut (mv) yang dinyatakan dengan:
q

m/ (md + mv)

Nisbah campuran adalah (mixing ratio), adalah perbandingan antara massa


uap air dengan massa udara kering, yang dinyatakan dengan:
r

mv + md

4. Kelembaban nisbi (relatif humidity, RH)


Kelembaban nisbi merupakan perbandingan antara kelembaban aktual
dengan kapasitas udara menampung uap air. Bila kelembaban dinyatakan dengan
tekanan uap aktual (ea), maka kapasitas untuk menampung uap air tersebut
merupakan tekanan uap jenuh (ea), sehingga kelembaban nisbi (RH) dinyatakan
sebagai berikut:
RH

100 ea/ea

5. Defisit tekanan uap air (vpd)


selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap aktual
menyatakan defisit tekanan uap air. Defisit ini menunjukan bahwa semakin tinggi
nilainya, udara semakin kering, yang dapat dihitung sebagai:
vpd

ea - ea

6. Suhu titik embun (def point Td)


Pada tekanan uap air (ea) tetap, maka pendinginan udara akan
meningkatkan RH sampai 100% pada saat ea = ea. suhu pada waktu tercapainya
keadaan ini disebut titik embun (Td), dan bila suhu terus menurun maka uap air
akan berubah menjadi air (kondensasi). Di alam pengembunan terjadi pada pagi
haripada saat terjadinya suhu minimum. Proses kondensasi ini juga terjadi di
awan dengan suhu titik embun terjadi pada aras kondensasi yang merupakan

dasar awan. Diatas dasar awan suhunya makin rendah sehingga uap air akan
berubah menjadi butir-butir air (kondensasi) yang membentuk awan tersebut.
b. Sebaran Kelembaban Udara.
1. Sebaran kelembaban nisbi menurut waktu
Karena kapasitas untuk menampung uap air semakin tinggi dengan naiknya
suhu udara, maka pada tekanan uap aktual (ea) yang relatif tetap antara siang dan
malam hari mengakibatkan kelembaban nisbi akan semakin rendah pada siang hari
tetapi lebih tinggi pada malam hari. Gambar 7 memperlihatkan variasi kelembaban
nisbi pada satu hari di kota Samarinda.
Kelembaban yang tinggi pada malam hari dan mencapai maksimum pada pagi
hari sebelum matahari terbit menyebabkan terjadinya pengembunan bila udara
bersentuhan dengan bidang/permukaan yang suhunya lebih rendah dari suhu titik em
bun.
Dibandingkan dengan daerah perlintangan tinggi, di daerah tropika seperti di
Indonesia, kelembaban rata-rata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun
(umumnya > 60%). Perubahan kelembaban rata-rata ini tidak terlalu jelas karena
variasi suhu harian yang juga sangat kecil.

Gambar 7. kelembaban nisbi harian kota Samarinda


2. Sebaran kelembaban nisbi menurut tempat
Kelembaban nisbi pada suatu tempat tergantung pada suhu yang menentukan
kapasitas untuk menampung uap air serta kandungan uap air ditempat aktual ditempat
tersebut. kandungan uap air ditempat aktual ditempat tersebut serta energi untuk
menguapkannya.
Pada daerah yang panas dan lembab seperti Kalimantan, penguapan besar
yang berakibat pada kelembaban mutlak serta kelembaban nisbi yang tinggi.

Sedangkan daerah pegunungan di Indonesia umumnya mempunyai kelembaban nisbi


yang rendah karena suhunya rendah sehingga kapasitas udara uuk menampung uap air
relatif cil.
3. Pengembunan
Jika udara didinginkan maka kapasitas udara untuk menampung uap air akan berkurang
sehingga bila terjadi penurunan suhu dapat mengakibatkan udara yang tak jenuh menjadi
jenuh (RH=100% atau ea = es). Titik dimana mulai terjadi pengembunan ini disebut titik
embun. Pengembunan ditentukan oleh RH dan Suhu. RH yang tinggi hanya diperlukan
sedikit penurunan suhu untuk pengembunan dan sebaliknya jika RH kecil diperlukan
penurunan suhu yang besar untuk mencapai suhu titik embun.
Cara pendinginan untuk terjadinya kondensasi di alam dapat terjadi:
1. Pancaran radiasi dari massa udara menyebabkan udara menjadi dingin dan
mengembun
2. Dalam perambatan udara bersentuhan dengan permukaan yang dingin biasanya
menghasilkan embun
3. dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban bercampur dan mencapai
suhu titik embun biasanya akan terbentuk awan
4. pendinginan adiabatik mengikuti pemuaian gelembung udara yang naik.
Dalam proses kondensasi apabila terjadi

diatas titik beku (0C) menghasilkan

pengembunan dalam status Cair (Embun, kabut dan awan). Bila terjadi dibawah titik
beku menghasilkan pengembunan dalam bentuk kristal es (Ibun putih, rime, salju dan
awan dingin).
Malam hari pada kondisi langit cerah dengan angin bertiup lemah dapat terbentuk embun
dan ibun putih karena angin yang bertiup lemah bersinggungan dengan permukaan
daratan yang telah menjadi dingin karena kehilangan panas dalam bentuk radiasi
gelombang panjang. Sedang rime karena butir air lewat dingin menyentuh benda dingin.
Kabut pancaran umumnya terjadi di daratan, dikenal sebagai kabut inversi permukaan.
kondisi yang menunjang adalah adanya inversi permukaan, kondisi langit cerah sehingga
pendinginan intensif, keceptan angin lemah
4. Awan
Awan adalah kumpulan titik-titik air atau kristal es yang melayang-layang di
atmosfir yang terjadi sebagai akibat adanya proses kondensasi. Prinsip utama terjadinya
awan ialah, mula-mula udara yang mengandung uap air yang temperaturnya tinggi akan
mengalami penurunan temperatur (pendinginan) hingga mencapai titik kondensasi.
Selanjutnya temperatur mengalami penurunan lagi dan melampaui titik kondensasi.
a. Pembentukkan awan dalam arus udara naik.

1. Perubahan suhu secara adibatik

Adanya beberapa pemicu (diantaranya pemanasan permukaan) menyebabkan


kantong udara akan bergerak keatas

meninggalkan permukaan. Karena tekanan

udara disekitarnya lebih rendah, maka dalam perjalanan naik keatas kantong udara
akan merenggang dan mengembang. Dalam sistem ini tidak ada penambahan dan
pengurangan panas, tetapi mengalami perubahan suhu. Proses perubahan suhu akibat
dari proses internal ini disebut adiabiatik.
Bertambahnya

volume

udara

yang

naik

(karena

merenggang

dan

mengembang) menyebabkan berkurangnya tumbukan antar molekul didalam sistem.


Karena tumbukan antara molekul (gerakan molekuler) menurun,

maka udara

menjadi dingin. Disamping itu, untuk bergerak naiknya kantong udara membutuhkan
energi. Karena tidak ada penambahan energi dari luar maka energi diambil dari
sistem itu sendiri. Akibatnya suhu udara yang naik tersebut akan turun.
2. Laju penurunan suhu adiabiatik

Sebelum mengalami pengembunan, laju penurunan suhu adiabiatik disebut


laju penurunan suhu adiabiatik kering atau yang disingkat DALR (Dry Adiabatic
Lapse rate). Laju penurunan suhu udara ini tetap (konstan) yaitu sebesar 9,8 0C setiap
naik 1 km. Sedangkan laju penurunan suhu lingkungan (ELR) selalu berubah
menurun tempat dan waktu dengan penurunan rata-rata sebesar 6,50C/ km.
Karena suhu berkurang terus selama bergerak naik, maka suatu saat kantong
udara akan mencapai titk embun. Ketinggian pada saat udara mengembun
membentuk awan disebut aras pengembunan yang mrupakan dasar awan. Dalam
proses pengembunan ini panas laten yang dikandung uap air dilepaskan. Energi panas
ini tidak dilepaskan kelingkungan tetapi dipakai untuk menambah poanas didalam
sistem. Walaupun kantong udara tetap naik pada waktu masih memiliki energi dan
suhu tetap turun, tetapi laju penurunannya tidak sebesar DALR karena adanya panas
kondensasi. Laju penurunan suhu kantong udara pada keadaan ini, diseebut laju
penurunan suhu adiabiatik jenuh atau singkatan SALR (Saturated Adiabatic Lapse
Rate). Semakin besar panas kondensasi yang dihasikan, maka semakinkecill laju
penurunan suhunya.
Untuk setiap 1 kg embun yang dihasilkan akan dilepaskan panas sebesar
sekitar 4350 KJ. Pendinginan sebesar 100C dari 300C ke 200C akan menghasilkan
embun sebanyak 13.071 g m-3 dan melepaskan panas 57 KJ m-3 ke udara. Dilain
pihak penurunan sebesar 100C dari 100C ke 00C akan menghasilkan embun atau titik
air sebesar 4554 g m-3 dan melepaskan panas hanya sebesar 20 KJ m-3. oleh karena itu
didaerah tropika basah, udara yang lembab dan panas yeng bergerak naik, menjadi
dingin lebih lambat dari pada udara di daerah kutub, dan kantong udara akan naik
sampai ketempat yang lebih tinggi. Sementara udara yang dingin (di kutub)
kandungan uap airnya rendah, laju penurunan adiabatik jenuh (SALR) hampir sama

dengan DARL sehingga udara menjadi lebih cepat dingin dan tidak bisa naik lebih
tinggi lagi.
Stabilitas atmosfer dan pembentukan awan
Pada bagian ini akan membahas bagaimana hubungan antara penurunan suhu massa
udara yang bergerak naik dengan laju penurunan suhu atmosfer lingkungan dalam
kaitannya dengan pembentukan awan. Dengan demikian berdasarkan laju penurunan
suhu lingkungan atmosefer kestabilitan atmosfer dibagi menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Keadaan tidak stabil mutlak
Keadaan ini terjadi bila laju penurunan suhu lingkungan (ELR= selalau berubah
menurut tempat dan waktu dengan penurunan rata-rata sebesar 6,5 C per Km)
lebih besar dari laju penurunan suhu kantong udara (DALR). suhu massa udara
tetap lebih hangat dari lingkungan sehingga udara tetap bergerak naik. jenis awan
yang terbentuk berkembang secara vertikal (kumuli).
b. Keadaan stabil mutlak
Keadaan ini terjadi jika laju penurunan suhu lingkungan (ELR) lebih kecil dari
laju penurunan suhu kantong udara (DALR). Suhu massa udara lebih dingin dari
suhu lingkungan

sehingga kantong udara tidak bergerak naik. Uap air akan

berkondensasi membentuk awan strati.


c. Keadaan tidak stabil bersyarat
Terjadi jika laju penurunan suhu lingkungan lebih kecil dari laju penurunan
adiabatik kering tetapi lebih besar dari laju penurunan adiabatik jenuh
(ELR<DALR tetapi ELR >SALR). Paket udara yang suhunya lebih rendah dari
atmosfer dapat terdorong naik hingga ketinggian tertentu di atas aras kondensasi
karena mungkin oleh gerakan angin yang melewati pegunungan. setelah melewati
ketinggian Z2 suhu paket udara lebih besar daripada suhu atmosfer sehingga
lebih ringan dan terus naik. Dibawah ketinggian Z2 terbentuk awan strati diatas
ketinggian Z2 terbentuk awan kumuli.
d. Keadaan netral
Keadaan ini terjadi jika laju penurunan suhu lingkungan sama dengan laju
penurunan suhu kantong udara ( ELR = DALR). Paket udara tdk akan bergerak
karena suhu paket sama dengan suhu lingkungan.

b. Tipe Awan

Awan merupakan hasil kondensasi dari uap air yang bergerak naik bersama
kantong udara. Karena sifatnya yang memantukan dan menyerap radiasi surya serta
menyerap radiasi bumi maka awan juga menentukan pemansan dan pendinginan
bumi. Menurut penyebaranya secara vertikal, awan dibedakan menjadi:
1. Awan tinggi

Adalah awan yang mempunyai ketinggian lebih dari 6000 m dengan suhu
yang sangat rendah. Pada umumnya terdiri dari kristal-kristal es, berwarna putih
dan mendekati transparan. Yang termasuk awan ini adalah:
-

Cirrus: awan yang halus seperti bulu, struktur berserat sering tersusun seperti
melengkung.

Awan cirrus
-

Cirrostratus: seperti kelabu putih halus menutup seluruh angkasa, berwarna


pucat, sering menimbulkan lingkaran pada matahari atau bulan.

Awan Cirrostratus
Cirrocumulus: seperti kumpulan bulu domba.

Awan Cirrocumulus

2. Awan sedang/pertengahan

Terdiri dari awan yang ketinggianya 2000-6000 m diatas permukaan laut.


Awan ini merupakan campuran titik-titikair dan kristal-kristal es, meliputi awanawan:
-

Altocumulus: merupakan sekumpulan awan yang berbentuk bulat, berlapislapis, tersusun dalan pola baris, group atau gelombang. Berwarna putih, pucat
dan terdiri dari beberapa bagian yang keabu-abuankarena kurang sinar.

Awan Altocumulus
-

Altostratus: merbentuk seperti selendang yang tebal, berserat, berwarna


keabu-abuan.

Awan Altostratus
3. Awan rendah

Adalah awan yang berada dibawah ketinggian 2000 m terdiri dari:


-

Stratus: awan yang melebar seperti kabut, seringkali terbentuk dari awan yang
naik. awan stratus sangat rendah, tebal dan berwarna kelabu. Awan ini

kelihatan seperti lelangit rendah atau kabus di tanah. Hujan dari awan
ini biasanya merupakan hujan ringan.

Awan Stratus
-

Stratocumulus: berbentuk seperti gelombang lautan kelihatan kasar. Langit


yang warna biru sering masih nampak di antara awan ini.

Awan Stratokumulus
Nimbostratus: suatu lapisan awan yang dengan bentuk yang tidak teratur.
Disebut juga awan-awan gangguan (strorm clouds) menimbulkan banyak
hujan.

Awan Nimbostratus
4. Awan yang berkembang vertikal

Merupakan awan yang dihasiklkan oleh kantong udara yang hanngat dan
lembab yang masih mampu naik sampai ketinggian yang cukup tinggi setelah
melewati aras kondensasi. Terdiri dari awan-awan:
-

Cumulus: bentuk seperti kubah dengan dasar vertikal. Biasanya terbentuk dari
siang haridalam udara yang bergerak naik. Bagian yang berhadapan dengan
matahari terang dan berwarna kelabu pada bagian yang tidak tersinari.

Cumulonimbus: awan yang bervolume sangat besar, berbentuk seperti menara,


kadang-kadang puncaknya melebar. Awan ini menghasilkan hujan yang
disertia dengan kilat dan guntur serta badai.

Awan Cumulonimbus

Altostratus: berbentuk seperti selendang yang tebal, berserat, berwarna keabuabu.

Awan Altostratus
5. Presipitasi
a. proses terjadinya presipitasi
Terbentuknya

awan tidak selalu menghasilkan hujan. Untuk dapat

menghasilkan hujan, butir-butir awan harus menjadi cukup besar sehingga gaya berat
cukup untuk melawan daya angkat (arus udara yang naik dari permukaan). Tanpa
butir-butir yang besar awan akan menguap kembali atau hilang tertiup angin.
Pertumbuhan butir-butir air (pada awan) menjadi butir-butir yang lebih besar
diperlukan untuk terjadinya hujan. Ada dua teori dalam pembentukan hujan, yaitu
teori bergeron (untuk pertumbuhan awan dingin) dan teori tumbukan dan penyatuan
(untuk pertumbuhan butir pada awan hangat).
1. Teori Bergeron
Teori ini berlaku untuk awan dingin (dibawah 0 0C) yang tirdiri dari kristal
es dan air lewat dingin (air yang suhunya dibawah 0 0C tetapi belum membeku).
Perbedaan tekanan uap disekitar butir-butir air dan disekitar partikel es (e air >ees)
mengakibatkan

butir-butir

mengembun

disekitar

partikel-partikel

es.

Pengembunan ini menyebabkan kristal es tumbuh menjadi besar. Jika berat butir
hujan ini telah melampaui daya dorong udara ke atas (arus naik) maka akan jatuh
sebagai hujan. Pembentukan butir hujan demikian sering terjadi didaerah ekstra
tropika atau pada awan cumulus yang tumbuh menjadi cumulonimbus, dengan
puncak awan berada dibawah titik beku.
2. Teori Tumbukan dan Penyatuan (Collision)
Kejadian berbentukan butir hujan ini terjadi tanpa hadirnya kristal-kristal
es sehingga butir-butir awan hanya terjadi dari butir air. Butir-butir yang besar
mempunyai kecepatan jatuh yang lebih besar dari butir-butir kecil. Tumbukan
antar butir yang disertai penyatuan menyebabkan butir bertambah besar dan berat
sehingga mampu melawan daya angkat udara dan jatuh sebagai hujan. Laju

pertumbuhan hujan melalui proses tumbukan dan penyatuan ini lebih besar dari
pertumbuhan dengan kondensasi. Proses ini tidak hany terjadi didaerah tropika,
tetapi juga dilintang menengah dengan hadirnya udara tropis di musim panas.
b. Tipe Presipitasi
Sebagian besar hujan dihasilkan oleh udara yang naik dan mengalami
penurunan suhu. Berdasarkan gerakan udara naik untuk membentuk awan, tipe hujan
dapat digolongkan menjadi tiga kriteria. Suatu kejadian hujan biasanya disebabkan
bukan hanya satu tipe gerakan udara naik melainkan oleh aksi gabungan dari
beberapa tipe gerakan udara naik.
a. Hujan Konvektif
Hujan ini merupakan tipe hujan yang dihasikan dari naiknya udara hangat
dan lembab dengan proses penurunan suhu secara adiabatik. Gaya naik ini murni
diakibatkan oleh pemansan permukaan, bukan oleh karena paksaan menaiki bukit
atau karena adanya pertemuan dua massa udara (front atau konvergensi). Hujan
ini mempunyai cakupan wilayah yang terbatas karena terdiri dari sel-sel arus lokal
yang kaik. Naiknya sel-sel arus membentuk awan-awan tipe cumuli atau
berkembang menjadi awan cumuloimbus. Awan-awan ini mampu menghasilkan
hujan yang lebat disertai kilat dan guntur, serta hail (bola-bola atau lempengan es
berdiameter 5-50mm)
b. Hujan Orografik.
Hujan yang dihasilkan oleh naiknya udara lembab secara paksa oleh
dataran tinggi atau pegunungan. Curah hujan tahunan didataran tinggi pada
umumnya lebih tinggi dari pada dataran rendah disekitarnya, terutama pada arah
hadap angin.
Pengaruh dataran tinggi pada peningkatan curah hujan terutama adalah
memberi dorongan (paksaan) udara untuknaik. Dorongan naik oleh dataran tinggi
membawa udara sampai ke aras kondensasi. Setelah itu penambahan panas hasil
kondeensasi membuat udara menjadi tidak stabil dan terus naik.
Hujan orografik mempunyai siklus musiman dan harian yang tidak nyata
dibandingkan dengan hujan konvektif. Pengaruh dataran tinggi pada hujan tidak
semata-mata tergantung dari ketinggiannya, tetapi juga pada suhu dan kelembaban
udara yang naik serta arah dan kecepatan angin.

c. Hujan gangguan.
1. Hujan Siklonik

Disebabkan oleh gerakan udara naik dalam skala besar yang


berasosiasi dengan sistem pusat tekakan rendah (siklon). Gerekan udara naik
biasanya perlahan-lahan sehingga bisa tersebar luas. Hujan agak lebat, dalam
jangka waktu yang cukup panjang dan meliputi daerah yang cukup luas.
2. Hujan frontal
Terjadi di daerah lintang menengah, akibat dari naiknya massa udara
yang mengalami konvergensi. Jika dua massa udara bertemu (udara hangat
yang lembab dengan udara dingin yang kering) maka ketidak stabilan atmosfir
akan meninkat, udara akan naik dan menghasilkan awan. Bagian terdepan dari
massa udara yang lebih hangat atau lebih dingin dari udara sekitarnya disebut
front. Oleh karena itu hujan yang dihasilkan akibat front panas dan front
dingindisebut hujan frontal.
6. Evapotranspirasi
Air merupakan komponen yang paling mutlak diperlukan oleh tanaman. Jumlah
air yang dibutuhkan atau digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan
(iklim dan tanah) serta tanaman (jenis dan fase pertumbuhan).
Kehilangan air melalui permukaan daratanatau air disebut evaporasi, sedangkan
hilangnya air melalui permukaan tanaman disebutr transpirasi. Gabungan dari kedua
proses ini disebut evapotranspirasi.
Pada suatu areal pertanaman, penyediaan air tanaman berasal dari curah hujan (P),
atau Irigasi (I). Sedanglan kehilangan air berupa drainase (D), limpasan permukaan (R),
evaporasi (E) dan transpirasi (T). sebagian air disimpan sebagai cadangan dalam tanah
(S). Keseluruhannya masukan (input) dan keluaran (output) air ini dapt dirumuskan
sebagai neraca air, yaitu:
P + I = D + R + E + T + S
a. Evapotranspirasi potensial dan aktual.
Evapotranspirasi potensial (ETp) menggambarkan laju maksimum kehilnagan
air suatu pertanaman yang ditentukan oleh kondisi iklim pada keadaan penutupan
tajuk tanam pendak yang rapat dengan menyediakan airyang cukup. Batasan tersebut
dimaksudkan untuk memaksimumkan laju kehilangan air dengan meminimumkan
tahanan gerakan air (tanaman pendek), meminimumkan stomata terhadap transpirasi
(penyediaan air cukup)serta meminimumkan pengaruh evaporasi tanah (tajuk rapat)
sehingga ETp hanya ditentukan oleh unsur-unsur iklim.
ETp merupakan
(atmospheric

demand

gambagaran
for

kebutuhan

evaporation)

serta

atmosfer
merupakan

untuk
batas

penguapan
atas

dari

evapotranspirasi aktual (ETa). Nilai ETa akan lebih kecil dari ETp pada saat penutupan
tajuk belum penuh, permukaan tanah yang kering, atau ketika terjadi peningkatan
tahanan stomata karena terbatasnya air tanah yang tersedia.
b. Evapotranspirasi standard

Untuk mengukur ETp secara praktis digunakan pengertian evapotranspirasi


standard (ETo). ETo adalah ET untuk lahan dengan penutupan tajuk penuh oleh
rerumputan hijau dengan tinggi antara 8-15 cm dan karakteristik kekasaran
aerodinamok yang relatif konstan serta minimum selama musim tumbuhnya.
Umumnya nilai relatif di antara ETa, ETp dan ETo untuk jenis tanaman dan lokasi
tertentu adalah ETa ETo ETp. Nilai ETp dihubungkan dengan Eo melalui koefisien
tanaman c yakni ETp = c ETo. hampir semua tanaman pendek mempunyai nilai c=1,
sedang untuk tanaman secara aerodinamik kasar, tanaman yang tinggi dan hutan nilai
c mencapai 1,25.
c. Evapotranspirasi pertanaman.
Istilah evapotranspirasi pertanaman (ETc )umumnya digunakan untuk
perencanaan irigasi. Tidak seperti ETo yang nilainya relatif konstan, nilai ET c yang
berubahnya menurut umur atau fase perkembangan tanaman. Sebenarnya perubahan
ETc tersebutnya berkaitan dengan luas penutupan tajuk tanaman sebagai bidang
penguapan
Perlu diperhatikan bahwa ETc tidak memperhitungkan pengaruh-pengaruh
seperti fluktuasi kadar air tanah dan kejadian hujan yang mempengaruhi evaporasi
tanah. Dalam perencanaan irigasi, ETc dianggap merupakan kebutuhan air optimum
tanaman yang didekati dari:
ETc
kc

kc

. ETo; di mana

: koefisien tanaman yang tergantung umur atau fase perkembangan


tanaman.

7. Ketersediaan Air bagi tanaman


Terjadinya hujan tahunan yang tinggi tidak menjamin tersedianya air tanaman.
Faktor-faktor lain harus juga diperhatikan, seperti penyebaran hujan, sifat tanah, dan
tanaman. Sumber utama tersedianya air untuk tanaman adalah air didalam tanah yang
diisapoleh akar. Tersedianya air tanah antara laindipengaruhi oleh penerimaan hujan yaitu
bagian air hujan yang masuk kedalam tanah dan tidak hilang sebagai limpasan.
Pengumpulan air dalam tanah tidak hanya tergantung pada hujan tetapi juga pada keadaan
lapangan seperti struktur tanah dan penutupan permukaan tanah.
Tidak semua air yang ada dalam tanah tersedia secara efektif untuk tanaman. Air
yang tersedia bagi tanaman umumnya berkisar antara keadaan kapasitas lapangan dengan
titik layu permanen. Kapasitas lapangan adalah jumlah air maksimum yang ditahan oleh
sesudah air yang berlebihan didrainasekan keluar dan kecepatan bergerak ke bawah telah
sangat lambat. Kapasitas lapangan ini dipengaruhi oleh struktur, tekstur, kandungan
bahan organik , keseragaman dan kedalaman tanah. Sedangkan titik layu permanen
adalah keadaan air tanah dimana tanaman yang tumbuh di atasnya telah mengalami layu
permanen dimana tanaman tidak dapat sembuh/segar lagi walaupun diberikan air dalam
jumlah yang cukup.

c. EVALUASI
Petujuk: Jawablah pertanyaan secara singkat dibawah ini.
1. Jelaskan secara singkat tahapan siklus hidrologi yang terjadi di alam
2. Apakah yang dimaksud dengan kelembaban mutlak udara, kelembaban nisbi udara,
dan devisit tekanan uap?
3. Jelaskan secara singkat sebaran kelembaban nisbi menurut waktu!
4. jelaskan secara singkat proses terjadinya hujan menurut teori bergeron!
5. apa yang dimaksud dengan evapotranspirasi potensial dan aktual?

C. DAFTAR PUSTAKA
Handoko (ed), 1995. Klimatologi Dasar, Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan
Unsur-unsur Iklim. Pustaka Jaya, Jakarta: 57-63; 103-123; 133-142.
Kartasapoetra, A.G., 1986. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. Bina Aksara,
Jakarta: 14-18.
Lakitan, B., 1994. Klimatologi Dasar. Raya Grafindo Persada, Jakarta: 107-142.
Universitas Padjajaran, 1980. Klimatologi Pertanian, Bandung: 106- 130.
Wisnubroto, S., S.I

Aminah, M. Nitisapto, 1981. Asas-asas Meteorologi Pertanian.

Ghalia Indonesia, Jakarta: 49-59.


Rafi I, S., 1995. metereologi dan klimatologi. Angkasa Bandung: 77-114.

BAB II
PERAGAM IKLIM BUMI
A. TUJUAN
Setelah mengikuti perkuliahan untuk pokok bahasan ini, mahasiswa akan dapat:
1. Menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam menentukan perbedaan iklim antara
suatu wilayah dengan wilayah lainnya dengan 90% benar.
2. menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan global dengan
90% benar.
3. Menjelaskan unsur-unsur iklim yang umumnya dipakai sebagaidasar klasifikasi iklim
dengan benar.
4. Menjelaskan penggolongan iklim di Indonesia menurut beberapa ahli dengan benar.
Penyajian materi untuk pokok bahasan ini didahului dengan metode ceramah lalu
dilanjutkan dengan diskusi dan latihan.
B. MATERI
1. Pendahuluan
Perkembangan klimatologi dengan meteorologi pada tahan paling awal adalah
seiring dengan perkembangan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan lingkungan alamiah
lainnya, seperti astronomi. Orang Yunani kuno telah mengetahui

bahwa terdapat

hubungan antara suhu dengan garis lintang (latitude)dan membagi belahan bumi utara
dan belahan bumi selatan menjadi 3 zona iklim yaitu zona panas (torrid), zona sedang
(temperate), dan zona dingin (frigit)
Setelah pengetahuan tentang peta dunia semakin akurat, diketahui bahwa
pembagian zona hanya berdasarkan garis lintang adalah kurang akurat. Pembagian zona
iklim yang lebih maju mulai berkembang sejak abad-15. perkembangan yang lebih pesat
terjadi setelah ditemikannya alat-alat pengukur unsur-unsur iklim.berdasarkan data iklim
yang berhasil direkam selama beberapa dasawarsa dengan menggunakan alat-alat
tersebut, maka dikembangkan pembagian zona iklim yang lebih akurat.
2. faktor-faktor yang berperan dalam penentuan iklim bumi.
Keadaan iklim pada permukaan bumiakan berbeda dari tempat ketempat. Contoh
yang ekstrim adalah perbedaan iklim yang tampak pada daerah tropis dengan daerah
kutub. Beberapa faktor yang berperan dalam menentukan iklim suatu tempat dimuka
bumi adalah:
a. Posisi lintang.

Berdasarkan hukum Lambert (Lamberts Cosine Low), kerapatan aliran energi


cahaya yang diterima persatuan luas permukaan akan mencapai maksimal jika cahaya
tersebut jatuh tegak lurus terhadap permukaan tersebut. Karena bumi berbentuk bulat
maka sesuai dengan hukum Lambert, kerapatan energi cahaya yang diterima per
satuan luas permukaan pada daerah disekitar garis ekuador (lintang 0 0) akan lebih
tinggi dari daerah pada garis lintang yang lebih tinggi baik di utara maupun di selatan
garis ekuador. Dengan demikian jumlah radiasi matahari tahunan yang diterima
didaerah tropis akan lebih tinggi dari daerah dengan lintang yang lebih tinggi sanpai
daerah kutub. Radiasi matahari mempengaruhi suhu rata-rata dari wilayah-wilayah
tersebut. Semakin banyak jumlah energi radiasi yang diterima oleh suatu wilayah
akan menyebabkan semakin tinggi suhu permukaan wilayah tersebur.
b. Keberadaan laut atau bentangan air lainnya.
Keberadaan bentangan air yang luas, misalnya lautan dan danau akan
mempengaruhi iklim suatu kawasan. Besarnya pengaruh keberadaan bentangan
permukaan air ini tergantung pada luas bentangan tersebut.
Peningkatan suhu air (Lautan) berlangsung lebih lambat, tetapiair dapat
menyimpan panas lebih lama dibandingkan dengan daratan. Hal ini terjadi air
mempunyai panas spesefik yang tinggi. Panas spesefik adalah jumlah energi yang
dibutukan untuk meningkatkan suhu 1 gram air sebasar 10C. angin yang berhebus
melwati bentangan permukaan air dapat menghambat peningkatan atau penurunan
suhu udara secara drastis pada wilaya daratan di sekitarnya.
c. Pola Arah Angin
Angin mempengaruhi iklim suatu wilayah melalui peranannya dalam
pendistibusian uap air/kelembaban udara dan panas.
d.

Rupa Permukaan Daratan


Rupa permukaan daratan (geomorfologi) dan ketinggian tempat (altitude)
akan mempengaruhi iklim. Pegunungan dapat berperan sebagai penghalang fisik
pergerakan angin. Hal ini menyebabkan udara di paksa naik, maka udara tersebutakan
mengembangan dan suhunya menurun

secara diabatik. Jika udara tersebut

mengandung uap air, maka uapair tersebut akan mengalami kondensiasi, sehingga
curah hujan akan relatif tinggi untuk sisa lereng yang menghadang angin.
Angin yang mencapai puncak pegunungan dan kemudian turun pada sisi
sebelahnyaumumnya sangat kering, karna uap air telah terkondensasi sebelum
mencapai puncak pegunungan tersebut, sehingga peluang hujan pada daerah /sisi
yang berada di balik arah angin tersebut akan sangat rendah. Daearah yang kering ini
disebut sebagai daerah yanagnan hujan.
Suhu udara rata-rata pada tempat yang tinggi, misalnya pegunungan akan
rendah dibanding dataran rendah. Hal ini terjadi karena udara pada tempat yang tinggi

bersifat lebih renggang, sehingga kurang mampu menyimpan panas dibanding udara
pada dataran rendah yang bersifat lebih rapat.
e.

Vegetasi.
Penyebaran berbagai spesies tumbuhan akan dibatasi oleh kondisi iklim dan
tanah serta daya adaptasi dar masing-masing spesies tumbuhan terseebut.
Sesungguhnya antara hubungan vegetasi dan iklim merupakam hubungan saling
berpengaruh.

3. Perubahan Iklim global


Perubahan komposisi gas atmotfer, misalnya peningkatan konsentrasi karbin
dioksida, belerang dioksida, dan penipisan lapisan ozon pada stratosfer, dikawatirkan
akan mengubah iklim global ke arah yang menguntungkan bagi makluk hidup.
Peningkatan gas-gas rumah kaca dikawatirkan akan meningka suhu lapisen
bawah atmosfer (lapisan troposfer),kerna radaiasi gelombang panjang yang di
pancarkan oleh bumisebagian akan terperangkap pada lapisan troposfer tidak dapat
menembus ke lapisan atmosfer yang lebih tinggi.
Walaupun sumber perubahan komposisi gas atmosfer tersebut tersebar secara
sporadik di berbagai tempat di bumi, yakni kawasan industri dan kota besar, tetapi
dampaknya akan terasa pada keseluruhan lapisan atmosfer bumi, karna udara selalu
aktif bergerak sehingga perubahan-perubahan tersebut akan terdistribusi secara
merata.
Faktor peragam iklim yang mungkin berubah cukup cepat adalah karapatan
dan penyebaran vegetasi peniadaan atau pengurangan vegetasi secara drastis,
misalnya dengan penggundulan hutan dapat mengubah iklim setempat (lokal) dan
global. Perubahan iklim lokal terutama berkaitan dengan neraca air atu siklus
hidrologi, dimana peniadaan vegetasi dapat mengubah wilaya yang lembab menjadi
wilayah yang lebih kering.
4.

Klasifikasi iklim
a. Dasar Klasifikasi Iklim
Unsur iklim yang menunjukan pola kergam yang jelas merupakan daser utama
dari klasifikasi iklim yang dilakukan oleh parah pakar atu istitusi yang relevan. Unsur
iklim yang serig dipakai adalah suhu dan cura hujan.
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik, yang didasarkan pada tujuan
penggunaannya, misal untuk kegunaan

di bidang pertanian, penerbangan,

dll.

Klasifikasi iklim yang spesifik yang sesuai dengan kagunaannya initetap


menggunakan data unsur iklimsebagai landasan tetapi dengan hanya memiliki data

tentang unsur yang relevan, yang secara langsung akan mempengaruhi aktifitas atau
obyak dalam bidang-bidang tersebut.
5.

Klasifikasi Iklim Indonesia


Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilaya kepulauan indonesia sebagian
besar tergolong dalanm zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim
pegunungan atau tropika monsoon.
Variasi suhu udarah di kepulauan indonesia tergantung pada ketinggian
tempet(altitude), di mana suhu akan semakin rendah pada tempat yang semakin
tinggi.Fluktuasi suhu musiman yang minimal ini merupakanciri khas dari daerah
tropika.
Penggolongan (Klasifikasi) iklim di indonesia lebih di tekankan untuk
pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian mengingat sektor pertanian
masih merupakan sumber pencaharian sebagian besar penduduk indonesia. Dalam
hubungannya dengan kegiatan budidaya pertanian, ketersedian air merupakan faktor
yang sering membatasi kegitan produksi pertanian di indonesia. Tanaman tidak dapat
tumbuh normal dan memberikan hasil terbaik jika ketersedian air tidak mencukupi
kebutuhan tanaman.
Klasifikasi iklim untuk wilayah indonesia (juga untuk kawasan Asia Tenggara
umumnya)seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curahujan sebaai kriteria
utamanya.selain karena digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya pertanian,
halini dilakukan karena keragaman (variasi) curah hujan untuk wilayah ini sangat
nyata ; sedangkan unsur-unsur iklim yang lainnya tidak berfluktuasi secara nyata
sepanjang tahun.
a. Klasifikasi Iklim Berdasarkan Badan Koordinasi Survai Tanah Nasional
(Bakosurtanal)

b.
c.
d

Anda mungkin juga menyukai