Anda di halaman 1dari 17

TERAPI PENGLIHATAN-BERBASIS PROGRAM UNTUK MENGONTROL

MIOPIA PADA REMAJA


Samia A. Abdel Rahman Mohamed
Departemen Ilmu Kesehatan Rehabilitasi, Fakultas Terapan Ilmu Kedokteran,
Universitas Raja Saud, Riyadh, Arab Saudi
Abstrak : Terapi penglihatan dan rehabilitasi telah digunakan untuk keberhasilan
pengobatan berbagai gangguan visual untuk lebih dari 90 tahun. Latihan mata
dianggap sebagai salah satu terapi penglihatan berbasis program. Miopia sebagai
kelainan refraksi yang dapat dikendalikan melalui penggunaan terapi penglihatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan program
khusus latihan mata untuk mengontrol myopia pada remaja perempuan Saudi. Lima
belas siswa perempuan diambil dari dua sekolah di kota Riyadh. Mereka berkisar di
usia 12 sampai 15 tahun. Program pelatihan mata ini harus dilakukan oleh semua
subjek selama enam minggu. Ketajaman penglihatan diukur dengan menggunakan
perangkat autorefraksi sebelum dan setelah enam minggu. Hasil menunjukan
peningkatan yang signifikan dari ketajaman penglihatan di mata kanan (p = 0,028)
dan mata kiri (p= 0,020) menunjukkan bahwa latihan mata sebagai terapi penglihatan
berbasis program bisa meningkatkan ketajaman penglihatan bagi remaja perempuan
dengan myopia.
Kata kunci : Terapi penglihatan latihan mata gangguan penglihatan myopia
ketajaman penglihatan

PENDAHULUAN
Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata
terakumulasi menghasilkan fokus gambar di depan retina pada keadaan mata tidak
berakomodasi saat istirahat. Orang dengan myopia akan melihat objek dekat dengan
jelas tapi akan tampak kabur jika melihat objek jauh. Pada myopia, bola mata terlalu
panjang, atau kornea terlalu curam, sehingga gambar yang terfokus pada vitreous
bukan pada retina di belakang mata.
Miopia adalah salah satu kondisi visual yang paling umum, telah dilaporkan
hingga 60% sampai 80% dari orang dewasa muda di Taiwan, Hong kong, dan
Singapura. Demografis, Miopia menunjukan kecenderungan rasial terhadap orang
Asia, Afrika Amerika cenderung menunjukan sedikitnya jumlah miopia. miopia
sedang seringkali dengan komplikasi sekunder berupa pemanjangan panjang aksial.
Hal ini dapat meningkatkan resiko ablasi retina, kelainan chorioretinal, degenerasi
makula dan glaukoma.
Karena resiko kesehatan mata, dampak fiscal dan frekuensi tinggi miopia,
telah ada minat yang besar untuk penelitian terhadap pemahaman etiologi dan
memperlambat perkembangannya. Tujuan utama mengkontrol miopia adalah untuk
menghambat miopia pada anak-anak usia optimal, dan mengurangi keparahan
kondisi. Miopia tinggi (lebih besar dari -6,00 dioptri) dapat muncul pada anak usia
dini dan mungkin memiliki faktor dari genetik. Hyman dkk, menunjukkan bahwa
anak-anak dengan miopia minimal -1,25 dioptri pada usia 7 tahun berada pada resiko
untuk pengembangan yang lebih cepat daripada miopia pada anak-anak yang lebih
tua, terlepas dari karakteristik dasar lainnya. Pada awal miopia cenderung bertambah
cepat sampai masa dewasa awal dan menunjukan resiko lebih tinggi untuk komplikasi
ocular. Hal ini dapat dibandingkan dengan miopia fungsional, yang cenderung
menunjukan onset kemudian. Miopia fungsional terkait dengan pseudomyopia atau
miopia palsu. Hal ini sering dikaitkan dengan nearpoint esophoria, mengurangi

akomodasi dan kekuatan akomodasi sekunder untuk periode panjang pada jarak kerja
pendek.
Saw dkk. menyatakan bahwa pasien sendiri berkeinginan untuk mengontrol
kemajuan miopia dengan harapan meningkatkan ketajaman tanpa bantuan,
mengurangi ketergantungan pada kacamata, penurunan ketebalan lensa dan
penurunan elongasi aksial untuk menurunkan resiko penyakit mata.
Praktisi perawatan mata dan peneliti penglihatan juga telah menunjukkan
banyak minat untuk teknik yang dapat mengurangi besarnya miopia. Saat ini,
berbagai metode untuk mengontrol miopia telah di eksplorasi dan membuat banyak
kemajuan selama dekade terakhir. Salah satu metode ini adalah terapi penglihatan.
Terapi penglihatan adalah serangkaian prosedur pengobatan yang disarankan oleh
dokter spesialis mata untuk meningkatkan beberapa jenis masalah penglihatan yang
tidak dapat membantu dengan hanya menggunakan kacamata atau lensa kontak. Hal
ini sama halnya dengan terapi fisik untuk mata dimana gangguan penglihatan
dikoreksi untuk meningkatkan fungsi visual dan kinerja pasien. Masalah penglihatan
pada anak dapat mengganggu ketika harus menggunakan mata dari dekat, terutama di
sekolah. Masalah pemfokusan ini membuat tidak mungkin bagi anak anak untuk
membaca, belajar dan mengerjakan tugas. Oleh karena itu, terapi penglihatan adalah
jenis terapi fisik untuk mata dan otak. Ini adalah pengobatan non-bedah yang sangat
efektif untuk

masalah penglihatan yang umum seperti lazy eye (mata malas),

penglihatan ganda, rabun jauh dan ketidakmampuan belajar. Program pelatihan visual
untuk meningkatkan penglihatan meliputi latihan mata, teknik relaksasi otot,
biofeedback, penutupan mata atau pemijatan mata sendiri atau dengan kombinasi.
Dasar khusus terapi penglihatan untuk mengontrol miopia berasal dari dua
model utama yang berkaitan dengan nearwork : teori penyalahgunaan dan teori
skeffington stress nearpoint. Teori ini menyatakan bahwa rabun timbul dari
penggunaan

berlebihan

dari

mata

untuk

bekerja.

Beberapa

studi

telah

mengkonfirmasi bahwa miopia meningkat selama bertahun-tahun saat usia sekolah,


tetapi belum ditentukan apakah ini karena faktor genetik, faktor pertumbuhan lainnya

atau dari lingkungan, saw dkk, menemukan bukti bahwa miopia mungkin memiliki
pengaruh lingkungan yang kuat. Dalam studi cross sectional skala besar, mereka
menemukan prevalensi peningkatan miopia di perkotaan dibandingkan daerah
pedesaan di Asia yang berhubungan dengan peningkatan nearwork pada perkotaan
terutama populasi usia sekolah. Ciuffreda dan vasudevan menemukan bahwa
nearwork diinduksi oleh myopia. Skeffington mengusulkan teori populer lain
mengenai perkembangan myopia. Dia percaya bahwa peningkatan kultural pada
nearwork tidak kompatibel dengan penglihatan kita dan fisiologi penglihatan.
Ketidakcocokan ini menimbulkan respon stress untuk melokalisasi vergence lebih
dekat dari pesawat. Ketidakcocokan yang dihasilkan menyebabkan gejala asthenopia,
penurunan fungsi visual dan menghindari pekerjaan. Miopia berkembang sebagai
bentuk kompensasi. Dengan kata lain, elemen kunci model skeffington adalah drive
untuk konvergensi pelokalan lebih dekat dari akomodasi karena tuntutan visual yang
nearpoint, salah satu pengobatan untuk ketidakcocokan ini adalah lensa rendah
ditambah dekat untuk meningkatkan efisiensi penglihatan. Ini menghilangkan
kebutuhan untuk adaptasi dgn tuntutan nearpoint. Terapi penglihatan pada kedua
model dengan memperlakukan masalah penglihatan fungsional dan memperkuat
keterampilan visual.
Ada peningkatan dalam perawatan optometrik oleh terapi penglihatan yang
memerlukan latihan bergradasi dengan lebih sering berkunjung ke praktek untuk
terapi dengan interval yang lebih pendek antara kunjungan kantor. Terapi penglihatan
telah terbukti efektif dalam konvergensi insufisiensi dan mapan di amerika serikat
dan beberapa Negara lain, tetapi belum pernah dievaluasi di arab Saudi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki efektivitas senam mata
khusus dirancang untuk mengontrol miopia untuk remaja perempuan Saudi yang
berusia 12 sampai 15 tahun.

MATERI DAN METODE


Subjek : total sampel yang didapatkan berjumlah 15 orang remaja puteri yang secara
acak didaptkan dari 2 sekolah di kota Riyadh (5 orng subjek dari sekolah Al-Khaleej
dan 10 orang subjek dari sekolah menengah putrid 44)
kriteria inklusi:
1. remaja putri Saudi Arabia yang menderita myopia yang tidak melebihi -3,50 D
2. Berumur 12-15 tahun
3. memakai kacamata setidaknya selama setahun
Desain Penelitian : sebuah desain exploratory-causal yang digunakan untuk
mengetahui efektivitas latihan mata untuk mengontrol myopia untuk remaja putrid
Saudi Arabia
Materi : Auto Refraction Device (WR-5100k, Autorefractor/Keratometer) digunakan
untuk memastikan tingkat myopia (keta jaman penglihatan) sebelum dan
sesudah 6 minggu latihan mata. Pita pengukur digunakan untuk
menentukan jarak dalam beberapa latihan mata. Stopwatch
digunakan untuk menentukan kalkulasi waktu untuk setiap latihan
mata.
Prosedur yang digunakan telah disetujui oleh Menteri Pendidikan
di Kota Riyadh dan telah dikirimkan kepada masing-masing orang
tua subjek serta telah mendapatkan persetujuan dari pihak orang
tua. Prosedur yang dilaksanakan langkah demi langkah kepada
setiap subjek :
1. Miopia telah diukur oleh optometri
2. Program latihan mata telah diperkenalkan kepada seluruh
subjek secara individu

3. Miopia telah diukur dari setiap subjek oleh optometri setelah 6


minggu
perawatan.
Program latihan mata ini memiliki 2 program yaitu program
Office exercises dan Home Exercises.
a. Office exercises
1. Latihan telapak tangan
Subjek diminta untuk menghangatkan telapak tangannya
dengan cara menggosokkannya satu sama lain, Pangkal jari
kelingking kanan akan berada diatas pangkal jari kelingking kiri
membentuk huruf V terbalik. Subjek diminta untuk menutupi
kedua matanya dengan telapak tangan, pangkal jari kelingking
kanan akan berada pada batang hidung (untuk menghindari
penekanan pada bola mata, apabila subjek dapat melihat cahaya
melalui sela-sela jari maka subjek diminta untuk merapatkan jarijarinya hingga matanya tertutup penuh dan tidak dapat melihat
apapun. Kehangatan dari kedua tangan dan menghalangi cahaya
untuk masuk akan membuat tekanan bola mata turun dan
membuat bola mata rileks, latihan dilakukan dengan posisi
duduk dikursi kelas dan bersandar sehingga kedua siku akan
diistirahatkan diatas meja kelas.
2. Latihan berayun.
Latihan ini berguna untuk menetralkan menetapkan
pandangan dan meningkatkan penglihatan mata dengan
gerakan untuk mengembalikan proses melihat, setiap subjek
diminta untuk fokus pada sebuah objek didepannya saat subjek
diminta untuk berdiri dari posisi duduk. Kemudian subjek diminta
untuk mengayunkan keseluruhan badannya kekanan kemudian
kekiri saat subjek tetap fokus kepada objek, objek berwarna

kuning cerah yang diletakkan pada papan tulis sejauh 2 meter


dengan ketinggian 1,15 meter dari lantai.
3. Latihan pemusatan (fiksasi pusat)
Pemusatan diadakan pada saat ini, latihan ini untuk melatih
mata agar tidak berlebihan dalam bekerja, latihan in melibatkan
latihan mata untuk fokus pada 1 titik dari keseluruhan gambar.
Setiap subjek diminta untuk melihat bagian-bagian dari gambar
yang diletakkan dipapan tulis dengan jarak 2 meter dan tinggi
1,15 meter dari lantai, subjek diminta untuk memberi nama
setiap bagian dari gambar. Latihan ini dilakukan dengan posisi
akan berdiri dari duduk.
Office exercises 1 dan 2 dilakukan ketika subjek
menggunakan kaca mata, latihan ini dilakukan ketika waktu sekolah
sekitar jam 08.00 pagi sampai jam 12.00 siang. Setiap latihan yang
dilakukan memakan waktu 1 menit dan 3x pengulangan dengan
sela istirahat selama 30 detik diantaranya, total latihan memakan
waktu 9 menit dengan sela 4 menit istirahat. Oleh karena itu Office
exercises dilakukan selama 13-15 per harinya untuk setiap subjek,
latihan ini dilaksanakan pada hari senin dan selasa setiap minggu
selama 6 minggu.
b. Home exercises
1. Melihat kearah
2. Melihat kearah
3. Melihat kearah
4. Melihat kearah

dahi.
hidung.
bahu kanan tanpa menolehkan kepala.
bahu kiri tanpa menolehkan kepala.

Setiap Home exercises dipraktikkan selama setengah menit


kemudian rileks selama setengah menit dengan cara menutup mata

dan menghangatkannya dengan telapak tangan dan meletakkannya


diatas mata.
Subjek diminta untuk mempraktikkan Home exercises 2x
setiap hari dirumah, sekali sebelum sekolah dan sebelum tidur saat
subjek tidak memakai kaca mata. Setiap latihan dilakukan selama 1
menit dan 3x pengulangan dengan istirahat 30 detik diantaranya.
Subjek diaharapkan untuk menyelesaikan 24 menit latihan setiap
hari selama 6 minggu.

Analisis statistik : Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16


windows. Sarana dan standar deviasi dari tingkat myopia untuk masing masing mata
di hitung. Studi banding dilakukan antara perbedaan rata-rata dari tingkat myopia
sebelum pengobatan dan setelah enam minggu latihan mata untuk setiap mata dengan
menggunakan paired t-tes. Hipotesis alternative diterima pada tingkat 5% dari
probabilitas.
HASIL
Analisis statistik dilakukan pada 15 orang remaja putri dengan
miopia, dengan rentang umur 12-15 tahun (mean 13,60 0,99
tahun). Data statistik yang dianalisis menunjukkan mean dan
standar deviasi dari ketajaman penglihatan sebelum dan setelah 6
minggu tindakan. (Tabel 1).
Paired Simple T-Test menunjukkan peningkatan signifikan
pada ketajaman penglihatan yang dibandingkan dengan nilai mean

pre-intervensi dengan nilai mean post-intervensi pada mata kanan


(p= 0,028) dan mata kiri (p=0,020). (tabel 1 dan figure 1).
PEMBAHASAN
Miopia umumnya bersifat komplek dengan dampak yang cukup besar pada
ekonomi dan sosial pada individu yang sangat berpengaruh, morbiditas okular.
Indikasinya bahwa prevalensi miopia pada remaja muda telah meningkat secara
substansial selama beberapa dekade terakhir dan sekarang mendekati 10-25% dan 6080%, masing-masing di masyarakat industri dari barat dan timur.
Orang rabun memiliki banyak pilihan untuk meningkatkan penglihatan
mereka. Terapi potensial berkisar dari lensa koreksi dan operasi untuk diet khusus,
latihan penglihatan dan intervensi perilaku, semua cara untuk pengobatan
komplementer. Pengobatan alternative menyajikan kemungkinan pengubahan
penglihatan melalui teknik alami. Pendekatan tersebut mendapatkan popularitas,
seperti yang ditunjukan oleh proliferasi program untuk mencegah dan mengobati
penglihatan yang kurang.
Dalam istilah klinis secara luas diakui bahwa mata rabun adalah mata retan,
terutama pada tingkat lebih besar dari -6 D dan salah satu yang sangat rentan terhadap
berbagai patologi okular. Pengembangan terapi semakin dikembangkan di seluruh
dunia. Pasien semakin sadar mengetahui melalui internet, dari epidemiologi miopia,
karakteristik keturunan dan konsekuensi patologis. Oleh karena itu tantangan klinis
untuk miopia semakin menarik.

Tabel 1: Perbandingan antara sebelum dan sesudah


pelatihan mata selama 6 minggu untuk ketajaman
penglihatan
Measur
ed Eye

Time of
Measure

MeanS
D

Minimu
m

Maximu
m

t-value

Right

Left

Preinterventi
on
Postinterventi
on
Preinterventi
on
Postinterventi
on

1.430.
66
1.330.
67
1.430.
64

-2.75

-0.50

-2.50

-0.25

-2.25

-0.25

--2.25

-0.25

-2.45

0.028*
0.020*

-3.68

0.020*

1.120.
69

SD: Standar Deviasi

*: Signifikansi

1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Right Eye

Left Eye

Ketajaman penglihatan masuk sebelum dan sesudah intervensi setelah 6 minggu


Studi telah diterapkan untuk menyelidiki efek dari intervensi yang berbeda
dalam memperlambat perkembangan miopia pada anak-anak dan remaja. Mereka
mempelajari efektivitas kacamata bifocal, tetes sikloplegik, obat penurun tekanan

intarokular, antagonis reseptor muskarinik dan lensa kontak untuk mengontrol


perkembangan miopia dan menyatakan bahwa sebagian besar teori terapi untuk
miopia memiliki manfaat pengobatan kecil yang bertahan untuk jangka waktu yang
relatif singkat atau memiliki efek samping yang signifikan. Beberapa penelitian
meneliti efek terapi penglihatan mengendalikan miopia.
Latihan mata untuk koreksi penglihatan alami sering di kaitkan dengan karya
seorang pria bernama William H. Bates, seorang dokter mata pada awal tahun 1990an. Metode ini dikenal dengan nama metode Bates. Dia berteori bahwa penyebab
rabun jauh adalah ketegangan. Oleh karena itu, teknik relaksasi bisa membalikkan
masalah. Ketika mata relaks, maka akan kembali ke fungsi normal. Latihan mata
telah diakui untuk meningkatkan berbagai kondisi termasuk malasah vergence,
gangguan motilitas okular, disfungsi akomodatif, ambliopia, ketidakmampuan belajar,
disleksia, ansthenopia, myopia, mabuk, kinerja olaharaga, stereopsis, kelainan bidang
visual, ketajaman visual dan kesejahteraan umum.
Hasil penelitian ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dari ketajaman
visual pada terapi penglihatan berbasis program yang diterapkan terus menerus
selama enam minggu.
Baltimore proyek (September-Desember 1943) adalah studi terbesar terapi
penglihatan untuk mengontrol myopia. Studi ini menyelidiki efek dari terapi
penglihatan langsung pada perkembangan myopia pada 103 pasien usia sekolah dan
dewasa muda dengan berbagai myopia (-0,50 D sampai -9,00 D). subjek menerima
rata-rata 25 sesi latihan penglihatan dilakukan oleh dokter mata dan terapis. Secara
keseluruhan, studi ini melaporkan bahwa ketajaman penglihatan meningkat. Perlu
disebutkan bahwa tidak ada standarisasi protokol terapi, waktu dan jumlah terapi atau
penentuan kesalahan bias.
Rosen dkk. meneliti efek dari pelatihan visual pada 29 subjek myopia. Subjek
menerima evaluasi optometric lengkap sebelum secara acak ditugaskan untuk salah
satu dari tiga kelompok eksperimental. Satu kelompok perlakuan menerima program
pelatihan visual dengan umpan balik dan penghargaan komponen, kelompok lain

menerima pelatihan visual tanpa umpan balik dan penghargaan dan kelompok control
tanpa pengobatan. Pelatihan berlangsung selama enam minggu. Hasil menunjukkan
peningkatan yang signifikan dari ketajaman visual dalam kelompok yang menerima
pelatihan visual.
Rupolo dkk. meneliti efek dari teknik pelatihan visual melalui penggunaan
teknik biofeedback akustik pada ketajaman penglihatan. Mereka melaporkan bahwa
terknik pelatihan penglihatan yang digunakan menyebabkan tidak ada perbaikan
dalam ukuran objektif dari ketajaman penglihatan, tetapi tidak menyebabkan
peningkatan dalam satu ukuran relatif subjektif dari ketajaman penglihatan dan
perbaikan parallel dalam kondisi psiklogis. Gallaway dan Schieman menyatakan
bahwa terapi penglihatan berhasil dalam meningkatkan vergence fusional negative
dan menghilangkan gejala pada sebagian besar pasien dengan konvergensi kelebihan
dan harus dianggap sebagai pengobatan yang efektif untuk kondisi ini. Adler
menyelidiki terapi penglihatan yang menilai latihan mata rutin untuk pengobatan dan
menyatakan bahwa meskipun waktu pengobatan sedikit lama, terapi penglihatan
merupakan metode yang efektif untuk pengobatan konvergence.
Barret menyatakan bahwa pada studi ini mengevaluasi hasil terapi penglihatan
bahwa sebagian besar hanya didasarkan ada gambaran klinis daripada bukti kuat dan
tidak ada pengawasan. Penulis menyatakan bahwa terapi penglihatan untuk office
exercise bisa meningkatkan myopia. Lee menyatakan bahwa terapi penglihatan untuk
office exercise dan home exercise diindikasikan terutama untuk anak usia sekolah
atau dewasa muda dan direkomendasikan dilakukan 12-24 sesi untuk hasil efektif.
Scheimn dkk, melaporkan bahwa terapi penglihatan dapat digunakan untuk
mengendalikan beberapa kelainan visual. Mereka menyatakan bahwa terapi
penglihatan efektif dalam meningkatkan amplitudo akomodasi dan fasilitas
akomodasi pada anak usia sekolah dengan insufisiensi akomodasi gejala dan
disfungsi akomodasi.
Komunitas ilmiah secara bertahap merangkul gagasan bahwa rehabilitasi
motorik, sensorik dan gangguan kognitif dapat mengubah reorganisasi otak dan

mengakibatkan pemulihan fungsional. Berdasarkan apa yang sekarang dikenal


tentang neuroplastisitas, dapat disimpulkan bahwa mekanisme terapi visual dan
rehabilitasi adalah melalui penguatan koneksi sinaptik dan mendorong reorganisasi
kortikal untuk memaksimalkan efisiensi penglihatan. Prinsip-prinsip ditekankan
dalam terapi visual adalah prinsip yang sama digunakan oleh spesialisasi rehabilitasi
lain untuk memaksimalkan pemulihan fungsi melalui induksi neuroplastisits. Ini
termasuk : pengulangan, motivasi, pemuatan, integritas multi indera dan umpan balik.
Temuan penelitian ini mengkonfirmasi bahwa pengobatan myopia remaja oleh
terapi visual adalah modalitas pengobatan yang sangat efektif. Prosedur perawatan
yang relatif sederhana dan murah, waktu pengobatan singkat dan pengurangan gejala
harus meyakinkan praktisi jika terapi visual adalah alat yang efektif untuk
mengendalikan myopia. Namun demikian, masih ada kebutuhan untuk penelitian
prospektif multisenter menggunakan control placebo menyerupai terapi visual. Selain
itu, neuroimaging non-invasif harus diperoleh untuk menilai perubahan dalam
arsitektir saraf. Penelitian plastisitas kortikal mungkin memainkan peran dalam
modalitas pengobatan yang telah meningkatkan efisiensi visual pasien yang tak
terhitung jumlahnya. Hal ini juga harus dicatat bahwa dalam penelitian ini, tidak ada
penilaian perawatan sebelum dan sesudah. Ini dapat menyebabkan kebiasan yang
akan mempengaruhi data. Sepengetahuan penelti, penelitian ini adalah yang pertama
untuk menyelidiki efektivitas terapi visual untuk mengontrol myopia di kalangan
remaja putri Saudi Arabia.
KESIMPULAN
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan ketajaman visual
untuk remaja putri Saudi Arabia dengan myopia, berusia 12-15 tahun, dimungkinkan
melalui penggunaan jangka singkat untuk program latihan mata. Hasil ini
menunjukkan bahwa dokter harus mempertimbangkan penggunaan latihan mata
sebagai cara meningkatkan ketajaman visual bagi remaja yang menderita miopia.

REFERENSI
1. Gwiazda, J., 2009. Treatment options for myopia. Potential method of myopia

control in children. J.Optom. Vis. Sci., 86: 1-5. Behav. Optom., 20:
123-127.
2. Vitale, S., L. Ellwein, M.F. Cotch, F.L. Ferris and R. Sperduto, 2008.
Prevalence of refractive error in the United States, 1999-2004. Arch.
Ophthalmol., 126: 1111-1119.
3. Saw, S., E. Shih-Yen, A. Koh and D. Tan, 2002. Interventions to retard
myopia progression in children. Opthalmology, 109: 415-427.
4. Hyman, L., J. Gwiazda, M. Hussein, T.T. Norton, Y. Wang, W. MarshTootle and D. Everett, 2005. Relationship of age, sex and ethnicity with
myopia progression and axial elongation in the correction of myopia
evaluation trial. Arch. Ophthalmol., 123:977-987
5. Xie, R., X.T. Zhou, F. Lu, M. Chen, A. Xue, S. Chen and J. Qu, 2009.
Correlation Between myopia and major biometric parameters of the eye:
A retrospective clinical study. Optom. Vis. Sci., 86: E503-E508
6. Saw, S., G. Gazzard, E. Shih-Yen and W. Chua, 2005. Myopia and
associated pathological complications.Opthal. Physio. Opt., 25:381-391
7. Rosenfield, M. and B. Gilmartin, 1998. Methods of myopia control and
reduction. In: Rosenfield M and B. Gilmartin. Myopia and Nearwork.
Butterworth Optom., Oxford, pp: 101-201
8. Lee, D., 2009. Current methods of myopia control: A literature review
and update. J. Behav. Optom., 20: 87-93
9. Rouse, M.W., 1987. Management of binocular anomalies: efficacy of
vision therapy in the treatment of accommodative deficiencies. Am. J.
Optom. Physiol. Opt., 64: 415-420.
10. Wold, R.M., J.R. Pierce and J. Keddington, 1978. Effectiveness of
optometric vision therapy. J. Am. Optom. Assoc., 49:1047-1054.

11. Kulp, M.T.,E.Borsting, G.L.Mitchell, M.Scheiman, S. Cotter, J. Cooper,


M. Rouse, R. London and J. Wensveen, 2008. Feasibility of using
placebo vision therapy in a multicenter clinical trial. Optom. Vis.Sci.,
85: 255-261.
12. Worrall, O.D. and S. Russell, 2012. Eye-Releated Quackery.
Available at: http://www. srmhp.org/archives/ vision-therapy.html.
Retrived 27 August 2012.
13. Goss, D.A. and B.B. Rainey, 2009. Prospective data from a randomized
longitudinal study of accommodation & convergence training as a
potential method of myopia control in children. J. Behav Optom., 20:
123-127
14. Birnbaum, M., 2008. Optometric Management of Nearpoint Vision
Disorders. Optometric Extension Program, Santa Ana, CA.
15. Ciuffreda, K. and B. Vasudevan, 2008. Nearwork-Induced transient
myopia (NITM) and permanent myopia-is there link? Ophthal. Physiol.
Opt., 28: 103-104.
16. Bowan, M., 1996. Stress and eye: New speculations on refractive error.
J. Behav. Optom.,7: 115-122.
17. Barrett, B.T., 2009. A critical evaluation of the evidence supporting the
practice of behavioural vision therapy. Ophthal. Physiol. Opt., 29: 4-25.
18. Daum, K.M., 1991. Accommodative response. In: Eskridge JB, Amos
JF, Bartlett JD, eds. Clinical Procedures in Optometry. Lippincott,
Philadelphia, pp: 677-686.
19. Sherman, A. and L.J. Press, 2007. Myopia control therapy. In: Press, LJ.
Applied Concepts in Vision Therapy. Optometric Extension Program,
Santa Ana, CA, pp: 298-309.
20. Saw, S., 2003. A synopsis of the prevalence rates and environmental risk
factors for myopia. Clin. Exp.86: 289-294.
21. Gilmartin, B., 2004. Myopia: pathways to therapy. Optom. Vis. Sci., 81:
1-3.

22. Kaplan, R.M., 1994. Seeing Without Glasses: Improving Your Vision
Naturally. Beyond Words Publishing, Hillsboro, OR.
23. Kemery, W.E., 2000. Hypnosis may help visual

problems.

Hypnotherapy Rev., 11: 2-3.


24. Curtin, B.J., 1985. The Myopias: Basic Science and Clinical
Management. Harper & Row, Philadelphia.
25. Tano, Y., 2002. Pathological myopia: where are we now? Am. J.
Ophthalmol., 134: 645-660.
26. Vongphanit, J., P. Mitchell and J.J. Wang, 2002. Prevalence and
progression

of

myopic

retinopathy

in

an

older

population.

Ophthalmology, 109: 704-711.


27. Wong, T.Y., P.J. Foster, G.J. Johnson and S.K. Seah, 2003. Refractive
errors, axial ocular dimensions and age-related cataracts: the Tanjong
Pagar survey. I.O.V.S., 44:1479-1485
28. Matson, J.L., W.J. Helsel and S.J. LaGrow, 1983. Training visual
efficiency in myopic persons. Behav. Res. Ther., 21:115-118
29. Walline, J.J., K. Lindsley, S.S. Vedula, S.A. Cotter, D.O. Mutti and J.D.
Twelker, 2011. Interventions to slow progression of myopia in children.
Cochrane

Database

Syst.

Rev.

Dec

7;(12):

CD004916.

doi:

10.1002/14651858.CD00491g.pub3.
30. Rosen, R.C., H.R. Schiffman and H. Meyers, 1984. Behavioral
treatment of myopia: refractive error and acuity changes in relation to
axial length and intraocular pressure. Am. J. Optom. Physiol. Opt., 61:
100-105
31. Rupolo, G., M. Angi, E. Sabbadin, S. Caucci, E. Pilotto, E. Racano and
C. Bertolini, 1997. Treating myopia with acoustic biofeedback: a
prospective study on the evolution of visual acuity and psychological
distress. Psychosom. Med., 59: 313-317.
32. Eye
Exercises
to
Improve

Vision.

Available

http://www.christianet.com/lasiksurgery/eyeexercisestoimprovevision

at:

33. Rawstron, J.A., C.D. Burley and M.J. Elder, 2005. A systematic review
of the applicability and efficacy of eye exercises. J. Pediatr. Ophthalmol.
Strabismus, 42: 82-88.
34. Goss, D.A. and B.B. Rainey, 2009. Control of myopia with nearpoint
plus as a function of near phoria: Literature review and additional
prospective data. J. Behav. Optom., 20: 115-122.
35. Grosvernor, T. and D. Goss, 1999. Clinical Management of Myopia.
Butterworth-Heinemann, Boston.
36. Gallaway, M. and M. Schieman. The efficacy of vision therapy for
convergence excess. J. Am. Optom. Assoc., 68: 81-86.
37. Adler, P., 2002. Efficacy of treatment for convergence insufficiency
using vision therapy. Ophthalmic. Physiol. Opt., 22: 565-571.
38. Helveston, E.M., 2005. Visual training: current status in ophthalmology.
Am. J. Ophthalmol., 140: 903-910.
39. Scheiman, M., S. Cotter, M.T. Kulp, G.L. Mitchell, J. Cooper, M.
Gallaway, K.B. Hopkins, M. Bartuccio and I. Chung, 2011. Treatment
of accommodative dysfunction in children: results from a random
clinical trial. Optom. Vis. Sci., 88: 1343-1352.
40. Stein, D.G. and S.W. Hoffman, 2003. Concepts of CNS plasticity in the
context of brain damage and repair.J. Head Trauma Rehabil., 18: 317341.
41. Huang, J.C., 2009. Neuroplasticity as a proposed mechanism for the
efficacy of optometric vision therapy and rehabilitation. J. Behav.
Optom., 20: 95-99.
42. Peachey, G.T., 2007. Principles of vision therapy. In: Press LJ, ed.
Applied Concepts in Therapy. Optometric Extension Program
Foundation, Santa Ana, CA, pp: 9-20.

Anda mungkin juga menyukai