Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

Sesi 3
Status Internus dan Status Neurologis
Saat kondisi fisik lebih tenang dalam posisi berbaring, hasil menunjukan TD: 110/80 mmHg, N:
90X/m, RR: 20X/m, suhu afebril, kulit lembab. Konjungtiva/ sclera normal. Paru: sonor,
vesikuler, ronkhi -/-. Jantung: BJ murni, murmur -, gallop -. Abdomen: NT epigastrium, H/L: tak
teraba, BU + normal. Fungsi motorik, sensorik dan koordinasi: dalam batas normal, kecuali
tremor kasar, refleks fisiologis normal, patologis: -.
Laboratorium: dalam batas normal
Status Mental:
Kesadaran neurologis: kompos mentis, psikologis dan social: terganggu. Aktivitas psikomotor
pada awal wawancara hiperaktif dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak kooperatif, lalu
pada pertengahan wawancara tampak lebih tenang. Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas
inkohorensi, tanpa hendaya berbahasa. Gangguan isi pikir berupa waham curiga, non bizar,
sistematik. Gangguan persepsi halusinasi visual dan auditorik +, ilusi -. Pemeriksaan fungsi
kognitif: penurunan memori jangka pendek/ segera dan remote memory, perhatian/konsentrasi
terganggu (seven serial test + ), disorientasi waktu tempat dan orang, fungsi eksekutif ( + pikiran
abstrak) terganggu, agnosias +. Kemampuan menolong diri terganggu (indeks ADL: 11
apraxia +, IADL: 8 fungsi eksekutif lainnya terganggu ).
Pemeriksaan diagnostic lanjut/ penunjang:
Keluarga menolak dilakukan pemeriksaan diagnostic lanjut (misal CT Scan ), kecuali Lab, EKG,
rontgen dengan alas an biaya. Pemeriksaan Psikometri akan dilakukan bila kondisi pasien mulai
tenang.

Sesi 4
Psikometri: Hasil CDT dan MMSE, sebagai berikut
PEMBAHASAN KASUS
Pemeriksaan fisik:
Tanda vital
-

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Nadi

: 90/menit

Pernafasan

: 20X/m

Suhu

: afebril

Inspeksi
-

Conjunctiva/sklera normal

Palpasi
-

Abdomen

: NT epigastrium

Hepar/Lien

: tak teraba

Auskultasi
-

Paru

: sonor, vesikuler, ronkhi -/-

Jantung

: BJ murni, murmur -, gallop -

Laboratorium
-

Dalam batas normal

Status Mental:
-

Kesadaran neurologis: kompos mentis


Psikologis dan sosial: terganggu. Aktivitas psikomotor pada awal wawancara hiperaktif
dengan ekspresi gelisah, irritable, sikap tidak kooperatif, lalu pada pertengahan
wawancara tampak lebih tenang. Arus pikir produktivitas kurang, kontinuitas
inkohorensi, tanpa hendaya berbahasa. Gangguan isi pikir berupa waham curiga, non

bizar, sistematik. Gangguan persepsi halusinasi visual dan auditorik +, ilusi -.


Pemeriksaan fungsi kognitif: penurunan memori jangka pendek/ segera dan remote
memory, perhatian/konsentrasi terganggu (seven serial test + ), disorientasi waktu tempat

dan orang, fungsi eksekutif ( + pikiran abstrak) terganggu, agnosias +. Kemampuan


menolong diri terganggu (indeks ADL: 11 apraxia +, IADL: 8 fungsi eksekutif
lainnya terganggu ).
Psikometri:
1. CDT

No Komponen yang dinilai

Skor

Menggambarkan lingkaran tertutup

Menempatkan angka angka

Ke-12 angka diletakan dengan tepat

Kedua jarum jam pada posisi yg benar

Jumlah skor dari pemeriksaan CDT adalah dua, menunjukan adanya gangguan kognitif.

2. MMSE

Orientasi
:2
Registrasi
:3
Atensi dan kalkulasi : 1
Recall
:1
Bahasa
: 3 ( nama benda: 1, pengulangan/pengertian verbal: 1, tulis: 1 )

Jumlah nilai dari pemeriksaan MMSE adalah sepuluh, yang menunjukan adanya
gangguan kognitif.
Diagnosis Multiaksial
AKSIS I : F00.0 Demensia Alzheimer
AKSIS II : tidak ada diagnosis (gambaran kepribadian anankastik)
AKSIS III : tidak ada diagnosis
AKSIS IV : keluarga, pekerjaan, sosial
AKSIS V : 40 - 31 beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi
DIAGNOSIS
Kelompok kami mendiagnosa pasien ini menderita penyakit Demensia Alzheimer, karena
memenuhi kriteria diagnostik, yaitu:
A. Perkembangan defisit kognitif multiple terdiri dari

Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru


dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).

Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut:


-

Afasia ( gangguan bahasa)

Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik


walaupun fungsi motorik adalah utuh)

Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda


walaupun fungsi sensorik adalah utuh)

Gangguan

dalam

fungsi

eksekutif

(yaitu

merencanakan

dan

mengorganisasi dan abstrak)


Kriteria diagnostik juga ditunjang dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan status
mental pasien.
PENATALAKSANAAN
1) Medikamentosa

Cholinesterase inhibitors: donepezil, rivastigmin, galantamine

2) Non-Medikamentosa

Terapi pada pasien

Rehabilitasi kognitif

Aktivitas terstruktur, jadwal rutin

Kesehatan tidur/nutrisi

Intervensi lingkungan

Modifikasi atau penyesuaian fisik dengan suasana yang nyaman, aman,


tenang

Warna ruang yang lembut dan leluasa bergerak

Hindari lukisan seram / abstrak

Non stressful, konstan, familiar

Keluarga

Informasi / edukasi diagnosis dan terapi, diskusi ke depan/ prognosis,


konseling

Manfaatkan sarana yang ada di masyarakat 9day care, kelompok


pendukung) untuk pasien maupun keluarga

PROGNOSIS
Pasien dengan penyakit Alzheimer mempunyai survival rate 5 10 tahun setelah diagnosis
ditegakan dan seringkali meninggal karena infeksi. Penurunan kognitif serta sifat ketergantungan
yang dialami pasien Alzheimer memberikan beban mental, fisik dan ekonomi yang berat
terutama kepada keluarga dan kerabat dekat yang mengurus pasien.

TINJAUAN PUSTAKA
Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi
nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51

tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir penyakit
Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya
telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.
Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih tidak diketahui, telah terjadi
kemajuan dalam mengerti dasar molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama
neuropatologi gangguan. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa sebanyak 40% pasien
mempunyai riwayat keluarga menderita tipe Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan
sebagian dalam perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Dukungan
tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa angka persesuaian untuk kembar monozigotik
adalah lebih tinggi dari angka untuk kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah
tercatat baik gangguan telah ditransmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal
dominan, walaupun transmisi tersebut adalah jarang.
Neuropatologi. Observasi makroskopis neuroanatomik klasik pada otak dari seseorang
pasien dengan penyakit Alzheimer adalah atrofi difus dengan pendataran sulkus kortikal dan
pembesaran ventrikel serebral. Temuan mikroskopis klasik dan patognomonik adalah bercak
bercak senilis, kekusutan neurofibriler, hilangnya neuronal (kemungkinan sebanyak 50% di
korteks), dan degenerasi granulovaskular pada neuron. Kekusutan neurofibriler bercampur
dengan elemen sitoskeletal, terutama protein tau berfosforilasi, walaupun protein sitoskeletal
lainnya juga ditemukan. Kekusutan neurofibriler adalah tidak unik pada penyakit Alzheimer,
karena keadaan tersebut juga ditemukan pada sindrom down, demensia pugilistik (punch drunk
syndrome), kompleks demensia parkinson dari Guam, penyakit Hallervorden-Spatz, dan otak
orang lanjut usia yang normal. Kekacauan neurofibriler biasanya ditemukan di korteks,
hipokampus, substansia nigra dan lokus sereleus.
Plak senilis, juga dikenal sebagai plak amiloid, adalah jauh lebih indikatif untuk penyakit
Alzheimer, walaupun keadaan tersebut juga ditemukan pada Sindrom Down dan, sampai derajat
tertentu, pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, beta/ A4 dan astrosit,
prosesus neuronal distrofik, dan mikroglia. Jumlah dan kepadatan plak senilis yang terdapat pada
otak orang yang telah meninggal (postmortem) telah dihubungkan dengan beratnya penyakit
pada orang yang terkena tersebut.

Protein prekursor amiloid. Gen untuk protein prekursor amiloid adalah pada lengan
panjang dari kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, sesungguhnya terdapat
empat bentuk protein prekursor amiloid. Protein beta /A4, yang merupakan kandungan utama
dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42 asam amino yang merupakan produk
penghancuran protein prekursor amiloid. Pada sindrom Down, terdapat tiga cetakan protein
prekursor amiloid, dan pada penyakit dimana terjadi mutasi pada kodon 717 dalam gen protein
prekursor amiloid, suatu proses patologis menghasilkan deposisi protein beta/ A4 yang
berlebihan. Pertanyaan apakah proses pada protein prekursor amiloid yang abnormal adalah
penyebab utama yang penting pada penyakit Alzheimer masih belum terjawab tetapi banyak
kelompok peneliti secara aktif mempelajari proses metabolik normal dari protein prekursor
amiloid dan prosesnya pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer dalam usaha untuk
menjawab pertanyaan tersebut.
Kelainan neurotransmiter. Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologis
adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit
Alzheimer. Beberapa penelitian telah melaporkan data yang konsisten dengan hipotesis bahwa
suatu degenerasi sspesifik pada neuron kolinergik ditemukan pada nukleus bassalis meynerti
pada pasien dengan penyakit Alzheimer. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik
pada penyakit Alzheimer adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetiltransferase
adlah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin dan penurunan konsentrasi kolin asetiltransferase
menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis
defisit kolinergik berasal dari observasi bahwa antagonis kolinergik, seperti scopolamine dan
atropine, mengganggu kemampuan kognitif sedangkan agonis kolinergik seperti physostigmine
dan arecholine, telah dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas
norepinefrin pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron yang mengandung
norepinefrin didalam lokus sereleus yang telah ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis
otak dari pasien dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmiter lain yang berperan dalam
patofisiologis penyakit Alzheimer adalah dua peptida neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin,
keduanya telah dilaporkan menurun pada penyakit Alzheimer.
Penyebab potensial lainnya. Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan
perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan

metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kekurangan cairan yaitu lebih
kaku dibandingkan normal. Beberapa peneliti telah menggunakan pencitraan spektroskopik
resonansi molekular untuk memeriksa hipotesis tersebut pada pasien dengan demensia tipe
Alzheimer. Toksisitas aluminium juga telah dihipotesiskan sebagai faktor kausatif, karena kadar
aluminium yang tinggi telah ditemukan dalam otak beberapa pasien dengan penyakit Alzheimer.
Suatu gen telah dihubungkan dalam etiologi penyakit Alzheimer. Orang dengan satu
salinan gen menderita penyakit Alzheimer tiga kali lebih sering dari pada orang tanpa gen E4.
Orang dengan dua gen E4 mempunyai kemungkinan menderita penyakit delapan kali lebih
sering dari pada orang tanpa gen E4.
ETIOLOGI

Genetik: autosomal dominan, early onset kromosom 21q & late onset kromosom19, sporadic
pada kromosom6

gangguan fungsi imunitas

infeksi virus: terdapat antibodi reaktif & neurofibrillary tangles (NFT) (x: penyakit
Creutzfeldt-Jacob & Kuru) plak amiloid SSP gagangguan fungsi luhur

lingkungan:
-

polusi udara/industry

intoksikasi logam

MANIFESTASI KLINIS

Kehilangan daya ingat/memori, terutama memori jangka pendek. Pada orang tua normal, dia
tidak ingat nama tetangganya, tetapi dia tahu orang itu adalah tetangganya. Pada penderita
Alzheimer, dia bukan saja lupa nama tetangganya tetapi juga lupa bahwa orang itu adalah
tetangganya.

Kesulitan melakukan aktivitas rutin yang biasa, seperti tidak tahu bagaimana cara membuka
baju atau tidak tahu urutan-urutan menyiapkan makanan.

Disorientasi orang, waktu dan tempat

Penurunan dalam memutuskan sesuatu atau fungsi eksekutif, misalnya tidak dapat
memutuskan menggunakan baju hangat untuk cuaca dingin atau sebaliknya.

Salah menempatkan barang

Perubahan tingkah laku. Mood dapat berubah ubah tanpa ada alasan yang jelas

Mudah curiga dan tersinggung

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis lengkap

Tanda vital

Pemeriksaan status mental

Mini Mental State Examination (MMSE)

Pemeriksaan medikasi dan kadar obat

Skrinning darah dan urin untuk alkohol, obat obatan dan logam berat

Elektrokardiogram

Pemeriksaan neurologis: CT atau MRI kepala

Tes neuropsikologis

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakan berdasarkan Kriteria diagnostik Demensia Alzheimer menurut DSM IV
B. Perkembangan defisit kognitif multiple terdiri dari

Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru


dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).

Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut:


-

Afasia ( gangguan bahasa)

Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik


walaupun fungsi motorik adalah utuh)

Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda


walaupun fungsi sensorik adalah utuh)

Gangguan

dalam

fungsi

eksekutif

(yaitu

merencanakan

mengorganisasi dan abstrak)


Dan didukung dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (psikometri).
PENATALAKSANAAN
3) Medikamentosa

Cholinesterase inhibitors: donepezil, rivastigmin, galantamine

4) Non-Medikamentosa

Terapi pada pasien

dan

Rehabilitasi kognitif

Aktivitas terstruktur, jadwal rutin

Kesehatan tidur/nutrisi

Intervensi lingkungan

Modifikasi atau penyesuaian fisik dengan suasana yang nyaman, aman,


tenang

Warna ruang yang lembut dan leluasa bergerak

Hindari lukisan seram / abstrak

Non stressful, konstan, familiar

Keluarga

Informasi / edukasi diagnosis dan terapi, diskusi ke depan/ prognosis,


konseling

Manfaatkan sarana yang ada di masyarakat 9day care, kelompok


pendukung) untuk pasien maupun keluarga

Anda mungkin juga menyukai