Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit jamur pada kuku atau onikomikosis merupakan salah satu penyakit yang masih
sering dijumpai yaitu sekitar 18-24% dari kelainan kuku dan 30% dari penyakit dermatomikosis.
Onikomikosis dapat disebabkan oleh golongan jamur dermatofita (91%), nondermatofita (4%)
dan yeast/ragi (5%).
Penyebab onikomikosis tersering oleh golongan ragi adalah Candida albicans, sedangkan
dari golongan non dermatofita dapat disebabkan oleh Scopulariopsis brevicalis, Aspergilus,
Fusarium dan Acremonium. Onikomikosis paling banyak disebabkan oleh golongan dermatofita,
dan disebut tinea unguium, biasanya disebabkan oleh Trichophyton rubrum (71%),
T.mentagrophytes (21%), Epidermophyton floccosum.
Di Eropa insidensi tinea unguium sebesar 27% dan eropa timur 13,8%, sedangkan di
Indonesia maupun Banda Aceh belum pernah ada yang melaporkan. Meningkatnya prevalensi
terjadinya onikomikosis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lingkungan panas dan
lembab akibat pemakaian sepatu yang sempit dan iklim tropis, orang dengan imunosupresi,
pemakaian alat bersama di tempat fasilitas umum serta adanya tinea pedis yang berulang yang
merupakan reservoir dan dapat meluaskan infeksi jamur sampai ke bantalan kuku.

BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
No.RM

: Tn. T
: Laki-laki
: 62 thn
: Sewon
: Islam
: Swasta
: 090253

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Kuku ibu jari tangan rusak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang laki-laki berusia 62 tahun datang ke Poli Kulit & Kelamin dengan keluhan kuku
jempol tangannya rusak. Keluhan dirasakan kurang lebih 1 bulan (pasien tidak ingat
persisnya), keluhan tidak disertai rasa gatal maupun nyeri. Kulit di sekitar kuku tidak
tampak bengkak, kemerahan, maupun mengeluarkan nanah. Pasien belum pernah
mengobati keluhannya sebelumnya. Pasien mengaku sehari hari bekerja beternak hewan

III.

dan pasien sering berada di kebun.


Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-), riwayat alergi (-), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa sebelumnya (-), riwayat alergi (-)

Pemeriksaan Fisik
o Keadaan Umum
o Vital Sign
o Kepala
o Leher
o Thoraks
o Abdomen
o Ekstremitas

: Baik
: Tidak diperiksa
: Dbn
: Dbn
: Tidak diperiksa
: Tidak diperiksa
: Dbn

Status Dermatologi
Pada kuku ibu jari tangan kanan : Tampak perubahan warna (discoloration) menjadi kecoklatan,
kuku juga terlihat menebal, bagian lateral dan distal rusak (onychodystrophy).

IV.Pemeriksaan Penunjang :
Tidak dilakukan
V. Diagnosis Kerja
:
Onikomikosis (Tinea Unguium)
VI.

Diagnosis Banding
o Liken Planus
o Psoriasis kuku

VII.

Penatalaksanaan
:
Topikal : Ciclopirox 8 % solusio, di oles 1x/minggu selama 6 bulan
Sistemik : Itrakonazol 200 mg (2 kapsul)/hari selama 3-4 bulan

BAB III
PEMBAHASAN
A. ANALISA KASUS
Diagnosis pada kasus ini adalah onikomikosis, Onikomikosis adalah infeksi jamur pada
satu atau lebih unit kuku yang disebabkan oleh dermatofita, non dermatofita dan yeast. Pada
pasien ini, keluhan yang terjadi disebabkan oleh dermatotita (Tinea Unguium). Diagnosis
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pasien tidak
merasakan nyeri maupun gatal karena keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat kosmetis
karena dapat menimbulkan rasa malu. Pasien onikomikosis dapat diidentifikasi dari penampilan
kukunya tetapi karena gambaran infeksi lainnya pada kuku menyerupai gambaran onikomikosis
sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium sebelum pemberian terapi karena terapi pada
onikomikosis bersifat jangka panjang, mahal dan pertimbangan efek samping yang dapat timbul.

Kuku yang terinfeksi memiliki bentuk yang tidak normal tetapi tidak gatal atau terasa
sakit sekali. Infeksi ringan hanya memberikan sedikit gejala atau bahkan tidak menimbulkan
gejala. Pada infeksi yang lebih berat, kuku tampak keputihan, menebal dan terlepas dari dasar
kuku. Biasanya sisa-sisa peradangan terkumpul dibawah ujung kuku. Pada onikomikosis yang
disebabkan dermatofita, yakni tinea unguium,gambaran tersering adalah distrofi dan debris pada
kuku subungual distal. Sedangkan yang disebabkan kandida sering didahului oleh paronikia
atau peradangan jaringan sekeliling kuku yang kronik akibat pekerjaan basah atau
iritasikronik.
B. ANATOMI KUKU
Kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate), lipatan kuku lateral dan proksimal,
hiponikium, bantalan kuku (nail bed) dan matriks. Lempeng kuku berwarna translucent,
lempeng kuku merupakan struktur yang paling besar, melekat kuat pada bantalan kuku dimana
perlekatan ini kurang kuat kearah proksimal, terpisah dari sudut postolateral. Seperempat bagian
kuku ditutupi oleh lunula putih. Lipatan kuku bagian proksimal dan memiliki dua permukaan
epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral. Matriks kuku dapat dibagi atas bagian dorsal yaitu bagian
intermedia yang menutupi lempeng kuku bagian proksimal sampai ujung distal dari lunula, dan
bagian ventral.
Kuku tangan tumbuh lebih cepat dari kuku kaki, yakni sepanjang 2-3 mm perbulan,
sedangkan kuku kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100 sampai 180 hari (6 bulan) untuk
mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18 bulan untuk satu kuku kaki. Kecepatan
pertumbuhan kuku menurun pada penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia
lanjut.
C. KLASIFIKASI
Onikomikosis dermatofita dapat memperlihatkan beberapa pola klinis yaitu:
1. Distal and Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO)
DLSO adalah presentasi tersering infeksi kuku dermatofita. Kuku jari kaki lebih sering
terjadi daripada kuku jari tangan. Jamur menginvasi kuku dan dasar kuku melalui penetrasi
lipatan distal atau lateral. Kuku menjadi menebal dan warnanya berubah, dengan bebagai
derajat onikolisis (pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku) meskipun lempeng kuku awalnya

tidak terpengaruh. Infeksi dapat mengenai satu sisi kuku atau menyebar ke seluruh dasar kuku.
Akhirnya lempeng kuku menjadi rapuh dan mudah hancur. Penyebab tersering adalah T.rubrum.
DLSO yang disebabkan oleh dermatofita dan nondermatofita memiliki presentasi klinis
serupa sehingga penting untuk dilakukan pengambilan sampel pemeriksaan jamur. Tinea
unguium pada kuku jari kaki biasanya terjadi sekunder akibat tinea pedis, sedangkan infeksi
kuku jari tangan mengikuti tinea manuum, tinea capitis atau tinea corporis. Tinea unguium dapat
hanya pada satu kuku atupun semua kuku. Kuku jari pertama dan kelima paling sering
mengalami infeksi karena pemakaian alas kaki lebih merusak bagian kuku ini. Infeksi
dermatofita pada kuku jari tangan terjadi dengan pola seperti kuku jari kaki, tetapi lebih
jarang. Infeksi kuku jari tangan biasanya unilateral.
2. Superficial White Onychomycosis (SWO)
Infeksi pada SWO biasanya berawal di lapisan superfisial lempeng kuku dan
menyebar ke bagian yang lebih dalam. Lesi putih hancur terjadi pada permukaan kuku,
terutama pada kuku jari kaki. Secara perlahan menyebar sampai seluruh lempeng kuku,
dan beberapa bentuk memperlihatkan penetrasi dalam. Bentuk ini tidak akan berespon baik
terhadap terapi topikal. Kondisi ini sering dijumpai pada anak-anak dan biasanya akibat infeksi
T. interdigitale.
3. Proximal Subungual Onychomycosis (PSO)
PSO biasanya pada kuku jari kaki. Infeksi dapat berawal pada lipatan kuku
proksimal, dengan penetrasi ke dalam lempeng kuku yang baru terbentuk ataupun di bawah
lempeng kuku proksimal. Bagian distal kuku tetap normal sampai proses akhir penyakit.
T.rubrum adalah penyebab tersering. PSO paling jarang terjadi pada populasi umum namun
lebih sering pada pasien AIDS. Pada pasien AIDS infeksi sering cepat menyebar dari tepi
proksimal dan permukaan atas kuku sehingga terjadi perubahan warna lempeng (diskolorisasi)
putih mencolok tanpa penebalan.
4. Endonyx Onychomycosis

Pada endonyx onychomycosis jamur dengan segera berpenetrasi ke lapisan keratin


lempeng kuku.

Lempeng kuku

berubah

warna

menjadi

putih

tanpa

onikolisis

dan

hiperkeratosis subungual. Organisme penyebab tersering adalah T. soudanense dan T.violaceum.


5. Total Dystrophic Onychomycosis (TDO)
Setiap variasi presentasi klinis diatas dapat berlanjut menjadi TDO, dimana
lempeng kuku hampir seluruhnya rusak. TDO primer sangat jarang dan biasanya
disebakan oleh Candida sp., terutama pada pasien imunokompromais. Pola campuran juga
dapat terlihat, kombinasi dari PSO dengan SWO, DLSO dengan SWO.
Onikomikosis candidal dapat terjadi melalui satu dari empat cara berikut:
1. Paronikia kronis dengan distrofi kuku sekunder
Paronikia kronis pada kuku jari tangan biasanya terjadi hanya pada pasien dengan
pekerjaan basah dan pada anak-anak karena sering mengisap jari. Pembengkakan lipatan
kuku posterior terjadi sekunder akibat pencelupan kronis di air atau kemungkinan akibat
reaksi alergi makanan, dan kutikula terlepas dari lempeng kuku sehingga kehilangan sifat kedap
air. Mikroorganisme (yeast dan bakteri) memasuki ruang subkutikula menyebabkan pelepasan
kutikula dan menjadi lingkaran setan. Infeksi dan inflamasi pada area matriks kuku
secepatnya menjadi distrofi kuku proksimal.
2. Infeksi distal kuku
Infeksi distal kuku dengan candida sangat jarang dan hampir semua pasien
memiliki fenomena Raynaud atau beberapa bentuk insufisiensi vaskular lainnya, atau sedang
menggunakan kortikosteroid oral. Masih belum jelas apakah masalah vaskular yang mendasari
terjadinya onikolisis ataukah infeksi yeast yang menyebabkan onikolisis. Meskipun klinis
onikomikosis candidal tidak dapat dibedakan secara jelas dengan DLSO, namun pada candida
tidak ada infeksi kuku jari kaki dan hiperkeratosis subungual terjadi lebih ringan.
3. Candidosis mukokutaneus kronis
Candidosis mukokutaneus kronis memiliki etiologi multifaktor yang mengurangi
imunitas dimediasi seluler. Tanda klinis bervariasi sesuai keparahan imunosupresi. Pada kasus

berat terjadi penebalan nyata kuku jari dan terbentuk granuloma candida dan meliputi membrane
mukosa.
4. Kandisosis sekunder
Onikomikosis candida sekunder terjadi pada penyakit lain apparatus kuku, terutama
psoriasis.
Non Dermatofita
Tidak seperti dermatofita, moulds kecuali Neoscytalidium sp. bukan keratinolitik dan
merupakan penginvasi sekunder daripada patoogen primer lempeng kuku. Scopulariopsis
brevicaulis,

jamur

tanah

tersering

menjadi

penyebab

infeksi

kuku nondermatofita.

Neoscytalidium dimidiatum diisolasi dari kuku yang sakit dan infeksi pada kulit tangan dan kaki
pada pasien daerah tropis. Infeksi mould telah dilaporkan pada semua kelompok usia namun
lebih sering pada individu lanjut usia, laki-laki, dan kuku jari kaki. Insidensi infeksi mould pada
kuku sulit dinilai karena seringkali tidak dibedakan antara jamur dermatofitosis dan
onikomikosis bentuk lain. Infeksi mould tidak menular tetapi kebanyakan tidak berespon
baik terhadap terapi standard untuk dermatofita atau candida. Mould nondermatofita
biasanya terjadi sekunder pada kuku yang telah sakit atau mengalami trauma, sehingga hanya
pada satu kuku. Mould nondermatofita dicurigai sebagai agen penyebab onikomikosis jika
pengobatan antijamur sebelumnya gagal, dan pemeriksaan mikroskopik positif namun tidak
didapatkan isolat dermatofita.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Mikroskopi Langsung
Pemeriksaan mikroskopi langsung dengan kalium hidroksida (KOH) murah dan mudah
dilaksanakan, namun memiliki keterbatasan. Akurasi hasil pemeriksaan KOH 20% sangat
tergantung dari beberapa faktor yaitu tempat pengambilan spesimen, faktor matriks kuku,
gelembung udara maupun bintik lemak yang dapat menyerupai bentuk materi jamur yang
bisa menimbulkan kesalahan interpretasi pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan ini hanya
berfungsi sebagai penyaring ada atau tidaknya infeksi, tetapi tidak dapat menentukan spesies
penyebabnya.

Sebelum diperiksa di bawah mikroskop, kuku dilunakkan dan dijernihkan dalam larutan
KOH 20-30%. Dimetil sulfoksida (DMSO) 40% juga dapat dipakai untuk melunakkan kuku.
Larutan KOH diteteskan pada objek glass, kemudian spesimen diletakkan di atasnya.
Setelah ditutup dengan deck objek penutup, dilewatkan di atas api bunsen untuk
mempercepat proses penghancuran keratin sekaligus menghilangkan gelembung udara pada
objek glass. Lalu diamati di bawah mikroskop maka akan terlihat elemen-elemen jamur
seperti hifa dan spora. Gambaran jamur dapat diperjelas menggunakan tinta parker biru yaitu
Chlorazol black E. Tinta parker paling sering digunakan karena mudah didapatkan.
Spesimen diperiksa untuk identifikasi elemen-elemen jamur, yakni hifa atau artospora jamur.
Terdapatnya sejumlah besar filamen dalam lempeng kuku, terutama bila berupa artospora
memiliki arti diagnostik untuk dermatofita. Adanya pseudofilamen dan filamen disertai ragi
di dalam nail bed memberi petunjuk onikomikosis oleh Candida spp. Terdapatnya filamenfilamen tipis dan tebal, dengan bermacam-macam ukuran, bentuk dan arah di dalam nail bed
yang sama memberi kesan infeksi campuran beberapa jamur patogen.
2. Kultur
Kultur merupakan pemeriksaan jamur, meskipun hasil pemeriksaan dengan
mikroskopis langsung negatif. Melalui kultur, spesies jamur patogen dapat diidentifikasi.
Kegagalan pertumbuhan jamur pada medium ditemukan bila pasien telah mendapat terapi
topikal atau sistemik. Kegagalan tumbuh ini juga lebih banyak pada bahan kuku dibanding
kulit karena kebanyakan bahan diambil dari distal kuku dimana kebanyakan jamur sudah tua
dan mati. Oleh karena itu dianjurkan untuk mengikutsertakan bahan kulit atau potongan
kuku untuk pembiakan jamur pada media. Spesimen yang dikumpulkan di cawan petri
diambil dengan sengkelit yang telah disterilkan di atas api bunsen, kemudian bahan kuku
ditanam pada dua media Media I : terdiri dari media yang mengandung antibiotik dan anti
jamur (Mycobitotic/mycocel), media II: yang tidak mengandung antibiotik dan anti jamur
PDA (Potato Dextrose Agar)/SDA (Sabourauds Dextrose Agar). Media diinokulasikan
dalam keadaan steril, lalu diinkubasi pada suhu 24- 28C selama 4-6 minggu. Koloni
dermatofita akan tampak setelah 2 minggu, sedangkan non dermatofita terlihat dalam
seminggu, hasil negatif jika tidak tampak pertumbuhan setelah 3-6 minggu.
3. Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi dilakukan jika hasil pemeriksaan mikroskopi langsung


dan kultur meragukan. Dengan pemeriksaan histopatologi dapat ditentukan apakah jamur
tersebut invasif pada lempeng kuku atau daerah subungual disamping itu kedalaman
penetrasi jamur dapat dilihat. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi dapat diperoleh
melalui lempeng kuku yang banyak mengandung debris dan potongan kuku. Bahan
pemeriksaan histopatologi dapat langsung dimasukkan dalam parafin, atau terlebih dahulu
dalam larutan formalin 10% semalaman agar jamur terfiksasi dengan baik, kemudian blok
parafin dipotong tipis hingga ketebalan 4 -10 dengan menggunakan mikrotom dan
dilakukan pewarnaan PAS, dan dapat dilihat adanya hifa dan atau spora dengan
menggunakan mikroskop.
4. Pemeriksaan PCR
PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara invitro. Metode ini
pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Beberapa tahun yang lalu
metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita
secara langsung dari kulit, rambut dan kuku.

E. DIAGNOSIS BANDING
Psoriasis kuku
Pada psoriasis kuku, gambaran nail pitting dan tanda onikolisis berupa tetesan minyak
warna coklat kemerahan yang tidak ada pada onikomikosis serta keterlibatan jari

pada kedua tangan dapat membedakannya dari onikomikosis.


Liken planus
Terjadi inflamasi dasar kuku yang mempengaruhi matriks kuku. Bila tidakditerapi, matriks
dapat dirusak dengan timbulnya pterigium di mana kulit kutikeltumbuh di atas dan menutupi
lempeng kuku yang tipis. Secara khas, area lunula lebih terangkat dibandingkan bagian
distal.

F. PENATALAKSANAAN
Prinsip
predisposisi yang

penatalaksanaan

onikomikosis

adalah

menghilangkan

faktor

memudahkan terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti-jamur

yang sesuai dengan penyebab dan keadaan patologi

kuku.5

kemungkinan

kaki

kambuh,

kuku

harus

tetap

pendek,

Untuk

membatasi

harus dikeringkan setelah

mandi, kaus kaki yang menyerap keringat harus dipakai, dan bedak kaki anti jamur dapat
digunakan.
Terapi topical :
Obat topikal berbentuk krim dan solusio sulit untuk penetrasi ke dalam kuku,sehingga tidaK
efektif untuK pengobatan onikomikosis. Obat topikal formulasi khusus dapat meningkatkan
penetrasi obat ke dalam kuku, yaitu :
- Bifonazol-urea : kombinasi derivat azol, yaitu bifonazol 1 % denganurea 40 % dalam
bentuk salep. Urea untuk melisiskan kuku yang rusak sehingga penetrasi obat jamur
meningkat. Namun dapat terjadi iritasi kulit disekitar kuku oleh karena urea.
- Amorolfine : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Digunakan dalam
bentuk cat kuku konsentrasi 5 %
- Ciclopiroxolamin 8 %: suatu derivat piridon dengan spectrum anti jamur luas, juga
digunakan dalam bentuk cat kuku. Diperlukan ketekunan pasien karena umumnya masa
pengobatan panjang. Meskipun penggunaan obat topikal

mempunyai

keterbatasan,

namun masih mempunyai tempat untuk pengobatan onikomikosis karena tidak adanya
risiko sistemik, relatif lebih murah, dan dapat sebagai kombinasi dengan obat oral untuk
memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku mudah digunakan.
Terapi sistemik :
Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah flukonazol,
itrakonazol, dan terbinafin. Griseofulvin tidak lagi merupakan obat pilihan untuk tinea
unguium karena memerlukan waktu lama, sehingga kemungkinan terjadi efek samping lebih
besar, serta kurang efektif. Derivatazol bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum
anti

jamur

yang

luas,sedangkan

terbinafin

bersifat fungisidal tetapi efektivitas

terutama pada dermatofita.


- Itrakonazol 200 mg/hari selama 3-4 bulan, atau 400 mg per hari selama seminggu tiap
bulan selama 3-4 bulan, baik untuk penyebab dermatofita maupun kandida.

- Terbinafin 250 mg/hari selama 3 bulan. Obat ini sangat efektif terhadap dermatofit, tetapi
kurang efektif terhadap Candida.
- Dapat pula diberikan flukonazol 150-300 mg/hari.

G. PROGNOSIS
Meskipun diterapi dengan obat dosis optimal, 1 di antara 5 kasus onikomikosis
ternyata tidak memberi respon baik. Penyebab kegagalan diduga adalah diagnosis yang
tidak akurat, salah identifikasi penyebab,

adanya

penyakit

yang

lain.

Pada

beberapa kasus, karakteristik kuku tertentu, yaitu pertumbuhan lambat serta sangat
tebal

juga

merupakan

penyulit,

selain

faktor

predisposisi

terutama

keadaan

immunocompromised.

BAB IV
RINGKASAN
Pasien datang dengan keluhan kuku ibu jari tangan rusak tetapi p asien tidak merasakan

nyeri maupun gatal karena keluhan pada pasien onikomikosis selalu bersifat kosmetis
karena dapat menimbulkan rasa malu. Tampak perubahan warna (discoloration) menjadi
kecoklatan,

kuku

juga

terlihat

menebal,

bagian

lateral

dan

distal

rusak

(onychodystrophy). Pasien mengatakan tidak pernah terdapat bengkak, kemerahan,


maupun keluar nanah dari kulit sekitar kuku yang rusak. Pada kasus ini pola klinis yang
terdapat pada pasien adalah Distal and Lateral Subungual Onychomycosis (DLSO).
DLSO adalah presentasi tersering infeksi kuku dermatofita. Sebenarnya diagnosis dan
penyebab

dapat

ditentukan

berdasarkan

pemeriksaan

klinis

dan

pemeriksaan

laboratorium. Tapi pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, karena
pengambilan sampel harus diambil dari bawah lempeng kuku dan dasar kuku dengan
kuret atau bor.

Pada onikomikosis yang disebabkan dermatofita, yakni tinea unguium,gambaran


tersering adalah distrofi dan debris pada kuku subungual distal. Sedangkan yang
disebabkan kandida sering didahului oleh paronikia

atau

peradangan

jaringan

sekeliling kuku yang kronik akibat pekerjaan basah atau iritasikronik. Karena
diagnosis pada kasus ini ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, sehingga etiologi
penyebab kurang bisa di pastikan. Penatalaksanaan yang dapat berupa obat topical yaitu
Ciclopirox 8% suatu derivat piridon dengan spectrum anti jamur luas, menurut penelitian
terbaru dilaporkan dapat menembus semua lapisan kuku, digunakan dalam bentuk cat
kuku sehingga mudah digunakan. Tetapi khasiatnya rendah bila digunakan sebagai
monoterapi, sehingga dapat dikombinasikan dengan terapi oral untuk memperpendek
masa pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

1. Bramono K. Onikomikosis. Dalam: Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,


Dwihastuti P, Widaty S, editor. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2001: 46-54.
2. Onychomycosis Treatment & Management, 2015. Emedicine.medscape.com
3. Shannon Verma, Michael P. Heffernan. Superficial Fungal Infection: in Fitzpatricks
Dermatology In General Medsicine. 7th ed. vol. 2, The Mc Graw Hill Companies, 2008.
1807-1821.
4. Shemer A. Update : Medical treatment of onychomycosis. Dermatol Ther 2012; 25 : 582593.
5. Stewart CL, Rubin AI. Update : nail unit dermatophatology. Dermatol Ther 2012; 25 :
551-568.

Anda mungkin juga menyukai