Kasus
Tita, seorang anak berusia 40 bulan ke klinik dengan keluhan demam 5
hari. Tidak didapatkan diare. Tidak didapatkan penderita DBD di lingkungan
sekitar tempat tinggal. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan anak aktif,
frekuensi napas 30 kali per menit, nadi 132 kali/menit. Pada saat diperiksa
didapatkan ruam seluruh tubuh sejak tadi malam, mata tampak merah, tidak
terdapat keputihan pada kornea. Terdapat ulserasi pada mulut. Anak belum pernah
mendapatkan imunisasi DPT 3 dan campak. Pasien mendapatkan vitamin A di
Posyandu 2 bulan yang lalu.
a.Lakukan penilaian dan klasifikasi permasalahan pasien secara lengkap
menurut MTBS untuk kasus di atas
b. Jelaskan pengobatan dan tindak lanjutnya!
B. Jawaban Pertanyaan Kasus
a. Berdasarkan alur MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)
Pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, tenaga kesehatan
memeriksa kemungkinan tanda bahaya umum, menanyakan keluhan utama
yang dapat berupa keluhan batuk atau sukar bernafas, diare, demam,
masalah pada telinga serta, memeriksa status gizi, anemia, dan riwayat
imunisasi. Pasien tidak memiliki tanda bahaya umum seperti gangguan
minum atau menyusui, muntah, kejang dan letargis. Anak tidak menderita
batuk dan sesak nafas. Frekuensi nafas 30 kali per menit dan nadi 132 kali
per menit menandakan bahwa nilai masih dalam batas normal. Anak
menderita demam sejak 5 hari yang lalu dengan tanda-tanda ditemukannya
ruam kemerahan di seluruh tubuh sejak tadi malam dan terdapat ulserasi
pada mulut.
Keadaan demam pada anak tersebut menandakan bahwa anak
menderita campak dengan komplikasi mulut. Terkait riwayat imunisasi
anak belum pernah mendapatkan imunisasi DPT dan campak sehingga
resiko terkena campak semakin besar. Riwayat pemberian vitamin A di
posyandu sekitar 2 bulan yang lalu. Keadaan status gizi anak baik, tidak
mempunyai masalah telinga, tidak anemia dan tidak memiliki keluhan lain.
BAGAN MTBS
Campak
dengan
komplikasi
mulut
A.
Tidak
diberikan
karena
dalam fase
bermanifest
C. Pembahasan
Pasien pada kasus diatas dapat diklasifikasikan dalam penyakit
campak dengan komplikasi mata dan/atau mulut. Pada kasus tersebut
pasien perlu diberikan vitamin A sesuai dosis pengobatan,antibiotic yang
sesuai,jika ada kekeruhan mata beri salep kloramfenikol tanpa
kortikosteroid,jika demam >38,5 beri parasetamol,pemberian gentian
violet untuk luka di mulut dan jika ada masalah lain segera rujuk.
Pada pemberian antibiotik yang sesuai, dokter perlu memberikan
penjelasan kepada ibu mengapai obat tersebut diberikan, menentukan dosis
yang sesuai dengan berat badan atau umur anak. Dokter memberikan dosis
antibiotic yang first line yaitu kotrimoksazol atau dengan second line yaitu
amoxicilin. Berikut adalah pemberian dosis pemberian antibiotic pada anak
usia 2 bulan hingga 5 tahun
kotrimoksazol
Umur
Sirup per 5 ml ( 40 mg
mg SMZ)
1
2
2,5
3 ( 2 sendok takar)
TMP+200 mg SMZ)
2,5 ml ( sendok takar)
5 ml (1 sendok takar)
7,5 ml (1 sendok takar)
10 ml ( 2 sendok takar)
2/3
3/4
amoxicilin
Umur
2 bulan - <4 bulan
4 bulan - < 12 bulan
12 bulan - < 3 tahun
3 tahun - < 5 tahun
Tablet 500 mg
Tablet 100 mg
1/8
3 tahun - <5tahun
(14- <19 kg)
Badan
2bulan - <6 bulan
(4 - <7 kg)
Sirup 120mg/5
ml
2,5 ml ( sendok
takar)
5 ml (1 sendok
takar)
7,5 ml (1
sendok takar)
Dosis
50.000 IU ( kapsul biru)
100.000 IU (1 kapsul biru)
200.000 IU (1 kapsul merah)
Langkah selanjutnya adalah oleskan gentian violet 0,25% kemudian tidak lupa di
akhiri dengan cuci tangan lagi oleh ibu.
D. Tinjauan Pustaka dan Analisis Referensi
Berdasarkan tanda-tanda yang dialami pasien anak, maka penyakit tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai campak yang disertai dengan komplikasi mulut
dan/atau mata
a. Definisi
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia.
Campak adalah penyakit infeksi menular akut yang disebabkan virus,
dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput
lendir dan selaput pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian di ikuti
erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan
deskuamasi dari kulit. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri
dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus : (1)
stadium masa tunas berlangsung kira-kira 10-12 hari, (2) stadium
prodromal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan
ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring dan
peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan
keluarnya ruam mulai dari belakang telingan menyebar ke muka, badan,
lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008)
b. Epidemiologi
Di Indonesia, menurut survei kesehatan rumah tangga (SKRT)
campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit
utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam
penyakit utama pada anak usia 1-4 tahun (0,77%). Campak merupakan
penyakit endemis, terutama di negara berkembang. Penyakit campak
bersifat endemis di seluruh dunia, pada tahun 2013 terjadi 145.700
kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar 400
kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagain besar
anak kurang dari 5 tahun. (World Health Organization., 2015).
Berdasarkan laporan DirJen PP&PL Depkes RI tahun 2014, masih
banyak kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang
dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173
kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus campak adalah
anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun, kasus
campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun (3591
kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383). (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2015).
c. Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA
virus genus Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. Virus ini dari famili
yang sama dengan virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus
human metapneumoirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus).
(Maldonado, 2012) Virus campak akan berada di sekret nasofaring dan
di dalam darah, minimal selama tunas dan dalam waktu yang singkat
sesudah timbulnya ruam. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada
temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4
minggu disimpan dalam temperatur 35 derajat Celcius, dan beberapa
hari pada suhu 0 derajat Celcius. Virus tidak aktif pada pH rendah.
Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini
menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bisa dimasukkan
ke dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan maka
infektivitasnya akan hilang. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008)
Virus campak berukuran 100-250 nm dan mengandung inti untai
RNA tunggal yang diselubungi dengan lapisan lipid. Virus campak
berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm,
dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di
dalamnya terdapat nukleokapsid yang berbentuk bulat lonjong, terdiri
dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA) yang
antigenitas
campak
merangsang
pembentukan
Patogenesis
ataupun
konjungtiva.
2-3
Viremia primer
3-5
di
sistem
retikuloendotelial
Viremia sekunder.
7-11
11-14
15-17
e. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari). Gejala klinis
terjadi setelah masa inkubasi yang terdiri dari tiga stadium :
(1). Stadium Prodormal
Berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4hari) ditandai dengan
demam yang dapat mencapai 39,50C 1,10C. Selain demam, gejala
yang timbul dapat berupa malaise, coryza (peradangan akut membran
mukosa rongga hidung), konjungtivitis(mata merah), dan batuk. Gejalagejala saluran pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan
yang disebabkan oleh virus-virus lain. konjungtivitis dapat disertai mata
berair dan sensitif terhadap cahaya (fotofobia). Tanda patognomonik
berupa enantema mukosa buccal yang disebut Koplik spots yang
muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. (Menon P, 2013) Bercak ini
berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya
didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak koplik ini hanya
sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya
tidak dilakukan pemeriksaan. (Ranuh, 2011)
(2) Stadium eksantem :
Timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal
yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar
ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6-7 hari. Demam
umumnya memuncak (mencapai 40 derajat Celcius) pada hari ke 2-3
setelah munculnya ruam. Jika demam menetap setelah hari ke-3 atau
ke-4 umumnya mengindikasikan adanya komplikasi. (Bulos, 2012)
(3) Stadium Penyembuhan (konvalesens) :
Setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang sesuai
dengan pola timbulnya. Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi
didapatkan
leukopenia
dan
limfositopenia.
Pemeriksaan
g. Diagnosis Banding
Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisinya
juga berupa ruam makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah
adanya
stadium
prodormal
demam
disertai
coryza,
batuk,
disertai batuk.
Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang
stadium prodromal.
Demam scarlet (scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan
campak.
h. Tatalaksana
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif,
berupa tirah baring, antipiretik (parasetamol 10-15mg/KgBB/dosis
dapat diberikan sampai setiap 4 jam), cairan yang cukup, suplemen
nutrisi, dan vitamin A. (World Health Organization., 2015). Vitamin A
dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons
antibodi terhadap virus campak. Pemberian vitamin A dapat
menurunkan angka kejadian komplikasi seperti diare dan pneumonia.
Vitamin A diberikan satu kali per hari selama 2 hari dengan dosis:
200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
100.000 IU pada anak umur 6-11 bulan
50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal
dengan dosis sesuai umur penderita diberikan antara
Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100mg/KgBB/hari dalam 4
dosis intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol
75mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala
sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per oral.
i. Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu :
Usia muda, terutama di bawah 1 tahun
Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak
Saluran
laringotrakeobronkitis (croup)
Saluran pencernaan : diare yang dapat diikuti dehidrasi
Telinga : otitis media
Mata : keratitis
Sistematik : septikemia karena infeksi bakteri sekunder
Sususan saraf pusat :
o Ensefalitis akut : timbul pada 0,01-0,1% kasus
pernapasan
bronkopneumonia,
j. Prognosis
Campak merupakan self limited disease, namun sangat
infeksius. Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan
faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya komplikasi. Kematian
dampak meningkat sampai 5-15% saat kejadian KLB campak. (Menon
P, 2013)
k. Pencegahan
Dengan vaksinisasi campak atau vaksinasi MMR (Measles,
Mumps, Rubella). Sesuai jadwal yang terdapat pada IDAI, vaksin
DAFTAR PUSTAKA
Health
Organization.
(2015).
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en/.
Available
from: