Anda di halaman 1dari 33

RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL

1.1.1 Aspek Geofisik dan Kimia

1.1.1.1

Iklim, Kualitas Udara dan Kebisingan

A. Iklim
Secara umum kondisi iklim di wilayah studi tidak terlepas dari kondisi iklim regional di daerah
Kabupaten Murung Raya. Data iklim yang disajikan berikut ini diambil dari Stasiun Pengamat
Meteorologi dan Geofisika terdekat yag mewakili lokasi yaitu di Muara Teweh .
Kondisi iklim di lokasi rencana kegiatan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan letak geografis,
dimana wilayah ini merupakan daerah ekuator.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt & Fergusson, tipe iklim untuk lokasi rencana kegiatan termasuk
tipe Iklim A (iklim basah), dimana kondisi tersebut digambarkan melalui dominasi besarnya curah
hujan harian (di atas 100 mm/hari) yang mencapai lebih dari 9 bulan. Besarnya curah hujan
tahunan rata-rata (Annual Rainfall) berkisar antara 1.854 mm sampai 4.521 mm, dengan rata-rata
3.140,5 mm. Curah hujan minimum terjadi antara bulan Juni sampai September, sedangkan curah
hujan maksimum terjadi antara bulan Oktober sampai bulan Mei. Data curah hujan dapat dilihat
pada Tabel 2.17.

Tabel 2. 1 Curah Hujan di Lokasi Rencana Kegiatan (mm)


Tahun
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Rata-rata

Jan

Feb

Mar

440,30
334,40
208,00
310,00
262,00
206,00
237,00
207,00
382,00
377,40
180,40
328,30
244,30
254,92
406,20
313,60
362,60
124,90
282,40
412,50
257,60
291,99

201,50
163,60
257,00
429,00
268,00
336,00
166,00
73,00
161,00
221,10
379,70
215,90
241,90
434,60
400,50
296,60
420,00
199,50
263,60
183,50
164,10
260,77

324,10
265,60
597,00
470,00
585,00
276,00
223,00
253,00
312,00
310,60
378,60
593,70
354,10
439,70
319,90
276,70
330,90
389,10
317,30
387,20
197,90
361,97

Apr
510,80
328,40
217,00
547,00
257,00
369,00
237,00
425,00
145,90
680,50
366,20
199,20
192,40
239,00
1492,00
587,20
266,40
313,00
377,30
473,40
374,30
409,43

May

Jun

Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

203,70
225,40
296,00
240,00
227,00
199,00
178,00
297,00
373,40
277,10
239,40
173,80
224,20
351,90
273,80
398,70
370,00
158,90
286,70
391,60
222,30
267,04

89,20
200,00
360,00
185,00
262,00
243,00
18,00
178,00
64,10
326,90
105,90
252,40
49,90
140,30
196,10
251,90
184,00
176,00
155,00
95,40
223,00
178,86

82,50
136,00
92,00
20,00
203,00
61,00
105,00
305,00
84,60
241,70
34,90
28,60
199,40
229,50
32,40
27,60
205,40
163,80
72,80
368,70
80,30
132,10

5,70
59,00
74,00
126,00
215,00
328,00
19,30
131,00
267,70
150,90
27,70
79,30
118,70
18,20
142,00
126,10
146,70
247,60
50,90
291,40
47,10
127,25

55,40
398,00
100,00
1,00
275,00
168,00
18,00
167,00
79,20
60,30
312,10
19,90
204,60
164,50
136,30
110,20
128,20
174,80
13,10
302,10
116,70
143,07

119,50
222,00
153,00
110,00
276,00
351,00
112,00
491,00
406,90
253,40
258,20
77,70
278,90
16,90
290,50
86,70
234,00
302,40
326,40
365,80
218,00
235,73

521,20
421,00
381,70
367,00
343,00
918,00
199,00
210,00
348,30
414,30
473,70
349,60
251,30
333,00
378,80
222,00
219,50
398,30
250,80
453,90
351,10
371,69

415,40
332,00
234,00
377,00
157,00
254,00
342,00
404,00
185,40
222,00
433,50
297,20
351,00
575,60
453,40
384,50
484,80
358,30
638,40
336,20
336,20
360,57

Sumber: Hasil Pengolahan data curah hujan tahun 1991 2011 dari Stasiun Muara Teweh

Rata-rata
tahunan

2969,30
3085,40
2969,70
3182,00
3330,00
3709,00
1854,30
3141,00
2810,50
3536,20
3190,30
2615,60
2710,70
3198,12
4521,90
3081,80
3352,50
3006,60
3034,70
4061,70
2588,60

B. Kualitas Udara
Untuk mengetahui kondisi awal kualitas udara ambien di sekitar wilayah studi di lokasi
pengembangan Terminal Khusus Batubara PT MGM, maka dapat dilihat dari hasil pemantauan
kualitas udara ambien selama Triwulan I tahun 2012, triwulan III dan triwulan IV tahun 2011. Lokasi
pemantauan adalah di lingkungan kerja (Kantor Menyango, Jalan Tambang, Workshop Jamut dan
Jamut) dan lingkungan sekitarnya / desa-desa yang terkena dampak ( Desa Pelaci, Batu Bua,
Maruei dan Beras Belange). Data hasil pemantauan kualitas udara ambien untuk parameter TSP
(debu) ditampilkan pada Gambar 2.35 dan Tabel 2.18.
Dari hasil pemantauan parameter TSP (debu) terlihat bahwa hampir di semua lokasi pemantauan
kadar debu masih berada di bawah baku mutu kualitas udara ambien berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemar Udara, kecuali di Hauling Road pada
Triwulan III sebesar 350,42 g/m3 dan Workshop Jamut sebesar 254,7 g/m 3 . Tingginya kadar
debu tersebut diakibatkan aktivitas transportasi yang padat di sepanjang jalan angkut batubara
yang mengakibatkan kadar debu yang beterbangan konsentrasinya tinggi dan telah melampaui
baku mutu yang ditetapkan.

Gambar 2. 1 Hasil Pemantauan Konsentrasi TSP (Debu)


Tabel 2. 2 Hasil Pemantauan Debu di Lingkungan Kerja dan Lingkungan Sekitar PT MGM
N
o

Hasil Pemantauan (g/m3)

Lokasi

Triwulan 1- 2012

Triwulan III - 2011

Triwulan IV-2011

Office Menyango

82

97,22

91,67

Hauling Road

350,42

Workshop Jamut

133

254,7

Office Jamut

50

73,2

125

Desa Pelaci

122

56,19

72,2

Desa Batu Bua

49

44,76

60,1

Desa Maruwei (Hauling)

47

211,9

41,6

Desa Beras Belange

103

70

50,55

Sumber : Laporan Pemantauan Lingkungan PT MGM 2011-2012

Baku Mutu
(g/m3)
230

C. Intensitas Kebisingan
Intensitas kebisingan yang timbul di wilayah Terminal Khusus Batubara PT MGM berasal dari
operasional alat-alat berat untuk kegiatan penambangan, transportasi (truk gandeng kelas berat)
dan aktivitas bongkar muat batubara. Sumber kebisingan lain berasal dari aktivitas masyarakat di
sekitarnya.
Data intensitas kebisingan diperoleh dari hasil pemantauan selama Triwulan III dan IV tahun 2011.
Kemudian data tersebut dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48
MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan untuk pemukiman dan industri.
Tabel 2. 3 Hasil Pemantauan Intensitas Kebisingan di Lingkungan Kerja dan Lingkungan
Sekitar PT MGM
No

Lokasi

Hasil Pemantauan (dBA)

Baku Mutu

Triwulan III - 2011

Triwulan IV-2011

(dBA)

66,7

65,3

70

52,6

70

Office Menyango

Hauling Road

Workshop Jamut

53,5

65,3

70

Office Jamut

49,2

49,1

70

Desa Pelaci

48,3

46,4

55

Desa Batu Bua

49,2

44,6

55

Desa Maruwei (Hauling)

52,3

41,6

55

Desa Beras Belange

46,3

48,4

55

Sumber: Laporan Pemantauan Lingkungan PT MGM, 2011

Tingkat kebisingan di lokasi studi berkisar antara 41,6 dBA 66,7 dBA. Jika mengacu kepada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996, dimana nilai ambang batas
kebisingan untuk kawasan permukiman adalah 55 dBA dan untuk kawasan industri adalah 70
dBA, maka semua lokasi pemantauan masih di bawah nilai ambang batas.

1.1.1.2 Geologi
A. Fisiografi
Fisiografi merupakan suatu corak struktur permukaan bumi yang berkaitan dengan proses
pembentukannya, dan sistem/formasi geologi daerah studi menjadi salah satu komponen
acuannya. Secara umum kondisi topografi di daerah Kabupaten Murung Raya didominasi oleh
perbukitan bergelombang sedang hingga tinggi dengan kemiringan lereng antara 15 40% dan
lebih besar dari 40% atau rata-rata didominasi oleh lereng dengan kemiringan yang cukup tinggi.
Wilayah studi termasuk ke dalam daerah dengan morfologi bergelombang sampai berbukit-bukit
yang memiliki kemiringan lereng antara 7 40%. Morfologi umum wilayah studi dicirikan dengan
adanya perpotongan antara bukit yang rendah dengan lembah terbuka yang menuju arah barat
laut dengan lebar lembah sekitar 500 meter (dari puncak ke puncak). Relief maksimum adalah 80
meter dan elevasi diatas permukaan laut sekitar 300 meter.
Alur-alur primer dan sekunder cenderung membentuk formasi terali, sementara alur-alur yang lebih
besar yang menuju sungai cenderung membentuk pola sungai dendritik. Jalan-jalan sungai ini
mempunyai lebar sekitar 15 meter dan kedalaman sekitar 6 meter. Jalan-jalan tersebut dapat
meningkat dan menurun dengan laju sekitar 1 m/jam dan mengisi tepi-tepi sungainya. Sungaisungai kecil ordo 2 dan 3 mengikuti pola aliran sungai trellis-dendritik.

Wilayah pertambangan PT. MGM termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Murung Raya.
Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Muara Laung (1990/1991). Pada umumnya
wilayah Kabupaten Murung Raya terdiri dari formasi geologi yang tergolong tua, terkecuali
kawasan endapan alluvium (kwarter) di bagian Selatan. Dari sudut faktor dan proses
pembentukannya, wilayah Kabupaten Murung Raya dapat dibedakan sebagai berikut:

Jalur aliran sungai, terletak di tepi sungai berupa tanggul sungai, meander dan dataran
banjir.

Dataran alluvial, terbentang di bagian selatan wilayah dengan Sungai Barito menjadi
porosnya, berupa dataran rendah.

Patahan, merupakan kawasan perbukitan yang mengalami pengangkatan dan terjadi


sesar, terletak pada dataran dengan ketinggian di atas 100 meter dari permukaan laut.

Lipatan, berupa kawasan perbukitan yang mengalami pengangkatan lebih lanjut sehingga
terjadi lipatan, dijumpai pada bagian wilayah perbukitan.

Ikhtisar data morfologi di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 2.20 sebagai berikut.
Tabel 2. 4 Ikhtisar Data Morfologi di dalam daerah Studi
Satuan Morfologi

Luas
(%)
5

Beda ketinggian
(m)
0 10

Kemiringan
(%)
02

Perbukitan kerucut

50 100

2 10

Perbukitan bergelombang
lemah sedang
Perbukitan bergelombang
sedang kuat

30

10 30

10 25

60

25 80

25 45

Dataran aluvial

Sebaran
di bantaran sungai besar,
terutama sungai Laung
di sepanjang kiri kanan
Sungai Laung
di sepanjang kiri kanan
Sungai Laung
di hulu sungai-sungai,
terutama Sungai Laung

Sumber: Peta Topografi. PT MGM, 1997

B. Struktur Geologi Regional


Secara regional wilayah studi yaitu Sungai Laung dan sekitarnya dapat dimasukkan ke dalam
Cekungan Barito Utara dengan morfologi yang disusun oleh satuan-satuan morfologi perbukitan
bergelombang sedang-kuat.
Secara umum struktur geologi Cekungan Barito terdiri dari struktur lipatan yang berarah sumbu
relatif baratdaya-timur laut dan sesar-sesar turun berarah timur laut-baratdaya (Gambar 2.37). Di
bagian barat daerah penelitian terdapat struktur lipatan dengan arah umum relatif baratlauttenggara. Struktur geologi yang ditemui dalam batuan sedimen berupa paleochannel, silang siur
atau bidang perlapisan diagonal, ripple mark serta jejak-jejak berongga. Perubahan-perubahan
pada fasies memberi pengaruh pada hampir semua jenis batuan, meskipun beberapa lapisan
batubara menunjukkan tanda-tanda yang stabil. Di utara terdapat kecenderungan patahan dan
penyelingan lapisan dengan ketebalan yang makin meningkat ke arah timur dan barat.
Perlipatan disebabkan oleh gaya kompresi regional arah tenggara-barat daya yang menghasilkan
struktur-struktur lipatan asimetrik, lipatan sekunder serta struktur-struktur monoklin. Perlipatan
cenderung melemah ke arah utara. Sesar-sesar normal umumnya mempunyai arah baratdaya dan
timurlaut dengan pergeseran yang cukup besar dalam orde ratusan meter yang mengakibatkan
pengulangan singkapan batubara di daerah blok-blok down thrown. Sesar-sesar normal dengan
pergeseran dalam orde puluhan meter mempunyai arah timurlaut-timur.

Gambar 2. 2 Peta Morfologi

Gambar 2. 3 Peta Geologi Regional

C. Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional daerah penelitian dan sekitarnya terdiri dari 8 formasi batuan sedimen dan 2
formasi batuan beku (Gambar 2.38). Berikut adalah penjelasan masing-masing formasi tersebut
(dari tua ke muda):
1.

Formasi Tanjung
Formasi Tanjung merupakan formasi batuan sedimen tertua pada Cekungan Barito yang
diendapkan pada Eosen Bawah. Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir (kuarsa),
batulempung dan batulanau sisipan batubara, batugamping, dan konglomerat.

2.

Formasi Batu Ayau, Formasi Halog-Batu Kelau


Tidak ada hubungan yang jelas antara Formasi Batu Ayau dan Formasi Halog-Batu Kelau
dengan Formasi Tanjung, karena formasi tersebut terdapat di sub-cekungan Barito.
Formasi Batu Ayau berumur Eosen dan mempunyai hubungan menjari dengan Formasi
Halog-Batu Kelau. Formasi Batu Ayau merupakan penyusun utama stratigrafi daerah
Sungai Laung dan sekitarnya, dan juga merupakan formasi pembawa lapisan batubara
(coal bearing formation). Formasi ini disusun oleh batupasir, batulempung dan batulanau,
umumnya setempat bersifat karbonan, bersisipan dengan tufa dan batubara. Formasi
Halog dicirikan oleh batupasir kuarsa, sedikit konglomerat, batulumpur dan batugamping
(jarang/setempat). Formasi Batu Kelau didominasi oleh serpih, batulanau, batulumpur dan
sedikit batupasir.

3.

Formasi Ujohbilang
Formasi Ujohbilang terendapkan selaras di atas Formasi Batu Ayau, berumur Oligosen
Bawah, dan tersebar di bagian timur sampai timur laut daerah penelitian. Formasi
Ujohbilang ini dicirikan oleh batulumpur (dominan) dan sedikit batupasir.

4.

Formasi Karamuan dan Formasi Puruk Cahu


Formasi Karamuan dan Formasi Puruk Cahu terendapkan tidak selaras di atas Formasi
Ujohbilang dan mempunyai hubungan menjari serta berumur Oligosen Atas Miosen
Bawah. Formasi Karamuan dicirikan oleh batulumpur warna abu-abu bersifat gampingan
dan berfosil, batupasir serta batulanau yang bersifat serpihan dan karbonan. Formasi
Puruk Cahu dicirikan oleh batulempung abu-abu tua berfosil berselingan dengan
batulanau dengan lensa tipis batubara, batupasir dengan sisipan breksi dan lensa-lensa
batubara. Selama Kala Oligosen Atas Miosen Bawah tersebut juga terendapkan batuanbatuan dari anggota Batugamping Penuut, Batugamping Jangkaan, Formasi Montalat
serta dan Formasi Berai.

5.

Formasi Warukin
Formasi Warukin diendapkan tidak selaras di atas Formasi Karamuan dan Formasi Puruk
Cahu, berumur Miosen Tengah, dan pada umumnya tersebar di bagian timur daerah
penelitian. Formasi ini dicirikan oleh batupasir kuarsa berbutir halus sedang, bersisipan
batulempung karbonan dan batulanau karbonan. Formasi-formasi batuan sedimen di atas
diterobos oleh intrusi batuan beku andesit diorit dan batuan gunung api Bondang
(andesit dan basalt).

UMUR

FORMASI

HOLOSEN

ALUVI UM

PLISTOSEN

Anap

PLIOSEN
AKHIR
TENGAH

Warukin

AWAL

Puruk Cahu

AKHIR
AWAL

Batuan
Gunung Api
Malasan

Ujoh bilang

Halog
AKHIR Batu Kelau

Batu Ayau

TENGAH
AWAL

Tanjung

PALEOSEN
MESOZOIKUM
PALEOZOIKUM

Batuan beku, metamorf, dan


Batuan metasedimen

Sumber: dari Peta Geologi Lembar MuaraTeweh, S. Supriatna, 1990

Gambar 2. 4 - Stratigrafi Regional Wilayah Studi

1.1.1.3 Hidrogeologi
1. Hidrogeologi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam formasi Batu Ayau yang berumur Eosen Atas. Formasi ini
dapat dibagi menjadi dua strata, yaitu strata bawah yang tersusun terutama dari batulumpur,
batulanau dan batupasir berselingan dengan lapisan-lapisan batubara. Ketebalan strata ini
berkisar antara 100 300 meter, umumnya 200 meter. Strata atas tersusun terutama dari
batulumpur dan batulanau, batupasir dan konglomerat pasiran. Di dalam strata ini terdapat
perselingan dengan lapisan batubara sebanyak 2 8 lapisan, termasuk 2 4 lapisan yang
dapat ditambang. Strata ini dapat digolongkan ke dalam formasi sedimen atau batuan klastik
dengan ketebalan berkisar antara 300 600 meter, umumnya 480 meter. Dalam kelompok ini
batulumpur dan batulanau bertindak sebagai akuiklud, sedangkan batupasir dan konglomerat
pasiran bertindak sebagai akuifer.
2. Akuifer Dalam Batuan Kuarter
Batuan kuarter di daerah ini terdiri dari pasir, lempung kekuningan abu-abu, lempung
gembur berselingan dengan lapukan batuan dasar. Batuan ini dapat dikelompokkan ke dalam
batuan aluvial dengan ketebalan berkisar antara 2,15 28,6 meter. Ketebalan paling besar
dijumpai di bagian utara. Di bagian tengah selatan ketebalan batuan ini berkisar antara 3 5
meter. Berdasarkan laporan pemboran inti, batuan aluvial ini cukup permeabel.
3. Akuifer Dalam Lapisan Batupasir dan Konglomerat Pasiran
Batuan ini terdistribusi terutama di atas lapisan ke dua batubara. Dari kajian litologi dapat
diidentifikasi lapisan-lapisan ini, baik yang berada di lapisan tanah penutup maupun lapisan
antara (interburden). Lapisan batupasir dan konglomerat pasiran yang berada di atas lapisan
batubara dinilai berpotensi sebagai akuifer, sedangkan lapisan batubara di bawahnya
kemungkinan berfungsi sebagai akuiklud yang dibentuk oleh rekahan-rekahan pada lapisan
batubara tersebut. Seri lapisan batuan dari batupasir dan konglomerat pasiran sampai
batubara tersebut kemudian secara keseluruhan membentuk suatu lapisan akuifer. Hal ini
dapat dibuktikan pada sumur gali (test pit).
Ditinjau dari posisi serta penyebaran lapisan yang berpotensi sebagai akuifer serta analisis
muka air tanah yang terdeteksi di sumur gali maupun di lubang-lubang bor eksplorasi, dapat
disimpulkan bahwa, akuifer tersebut dapat digolongkan sebagai akuifer bebas. Imbuhan
berasal dari infiltrasi air hujan yang kemudian mengalir sebagai air tanah yang selanjutnya
mengalir ke sungai terdekat.
Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik hidrolik akuifer bebas tersebut telah
dibuat sumur gali dengan kedalaman 10 m. Uji pemompaan yang dilakukan pada sumur gali
tersebut pada dasarnya tidak dapat memberikan hasil yang cukup akurat, namun dapat
digunakan untuk memberikan gambaran tentang akuifer bebas tersebut. Dengan
menggunakan metode Jacob untuk uji penurunan (drawdown) serta metode Theis & Jacob
untuk uji kambuhan (recovery), harga transmisivitas berkisar antara 5,3x10-4 m2/detik sampai
5,9x10-4 m2/detik.
Secara litologik, lapisan batupasir - konglomerat pasiran - batubara pada posisi yang lebih
dalam dapat berfungsi sebagai akuifer tertekan. Namun bila ditinjau dari karakteristik batupasir
yang umumnya bersifat relatif kompak, maka akuifer tersebut diperkirakan memiliki
konduktivitas hidrolik yang relatif kecil, yaitu berkisar pada 10-7 m/detik, seperti yang sering
ditemukan pada lapangan-lapangan batubara lain di Kalimantan. Sementara itu lapisan
batubara umumnya bersifat akuiklud karena rekahan-rekahan yang terkandung di dalamnya.

4. Hubungan antara Airtanah dan Air Permukaan


Kondisi hidrogeologi daerah penyelidikan pada dasarnya sangat ditentukan oleh kondisi
morfologi dan struktur geologi. Kondisi morfologi daerah penyelidikan menentukan pola aliran
air tanah bebas yang umumnya mengalir ke arah lembah atau sungai. Imbuhan (recharge)
berasal dari air hujan yang terinfiltrasi dan selanjutnya mengalir ke arah lembah sungai
terdekat. Sementara itu akuifer tertekan dikontrol oleh struktur geologi. Daerah imbuhan
akuifer ini adalah singkapan batuan yang menyusun akuifer tersebut. Imbuhan umumnya
berasal dari air hujan yang terinfiltrasi dan mungkin saja dari air sungai bila sungai tersebut
memotong singkapan batuan yang membentuk akuifer. Sungai Belawan mengalir dari arah
baratdaya memotong singkapan batubara di banyak lokasi, kemudian mengalir ke sungai
Lubui di selatan. Panjang total sekitar 3000 meter dengan luas daerah aliran sungai sebesar
3,18 km2. Sungai-sungai ini mendapat imbuhan yang berasal dari air hujan. Sekitar 8 % air
hujan merupakan air larian atau runoff dengan debit berkisar antara 0,00475 7,27512
m3/detik (China Coal Overseas Development Co., 1993). Selain itu sungai-sungai ini
mendapat imbuhan dari air tanah. Air tanah di daerah penelitian cukup produktif dan
menunjukkan gejala belum terganggu. Dari beberapa uji pemompaan yang dilakukan di
daerah Bondang dan Kawi Utara, dapat diketahui bahwa produktifitas air tanah di daerah
penelitian mempunyai debit dengan kisaran antara 120 192 liter/menit.

1.1.1.4 Hidrologi
Sungai Barito merupakan sungai terbesar yang mengalir di selatan daerah penelitian dan
mempunyai lebar antara 200-250 m serta kedalaman berkisar antara 10-25 m (keadaan normal, di
bagian palung), mengalir relatif arah Barat-Timur. Sungai Laung adalah anak Sungai Barito dan
merupakan sungai utama yang mengalir di daerah penelitian dengan arah relatif Utara-Selatan,
mempunyai lebar antara 50-75 m serta kedalaman berkisar 3-10 m. Sungai lain yang cukup besar
dan mengalir di daerah penelitian adalah Sungai Meruwei, Sungai Tahujan serta Sungai
Mantubuh. Sifat-sifat sungai-sungai di atas secara keseluruhan dapat dijelaskan sebagai berikut:

pola aliran berbentuk sub tralis dendritik,


secara individual membentuk pola aliran sub paralel,
terhadap sesamanya mengalir saling sejajar,
secara umum berstadia muda dewasa.

Sungai Barito, Sungai Laung dan Sungai Meruwei merupakan sungai yang berair sepanjang tahun
namun dengan kedalaman yang berbeda. Luas DAS Barito sangat besar, maka Sungai Barito
selalu berair dan dapat dilayari sepanjang tahun. Sungai Laung dan Sungai Maruwei, karena luas
DAS-nya yang lebih kecil dari DAS Barito, maka kedalaman sungai ini relatif sensitif terhadap
curah hujan. Pada musim hujan, Sungai Laung dapat dilayari oleh speedboat hingga sampai ke
Desa Tumbang Tonduk, yaitu desa yang berada di hulu Sungai Laung. Pada musim kemarau
speedboat hanya bisa menjangkau Desa Batu Bua I dan II.
Sungai Tahujan mempunyai cabang ke arah hulu, yaitu Sungai Tahujan Merah dan Sungai Tahujan
Putih. Sungai Mantubuh mengalir atau bermuara ke dalam Sungai Tahujan Putih di arah hulu.
Kedalaman air Sungai Tahujan Merah, Tahujan Putih serta Sungai Mantubuh berkisar 1,0 1,50
meter pada musim kemarau, karena sungai-sungai ini berada di hulu Sungai Tahujan. Sungai
Tahujan hanya bisa dilayari oleh perahu motor kecil (cis).

Gambar 2. 5 Luas Sub DAS Laung

1.1.1.5 Tanah
A. Jenis Tanah
Lokasi kegiatan Pembangunan Terminal Khusus PT Marunda Grahamineral berada pada posisi
antara 3525,3 - 3456 LU dan antara garis bujur 1144719,7 - 1144752 BT. Lokasi yang
dibatasi lintang dan bujur tersebut dalam peta sistem lahan (Bakosurtanal seri RePPProT, 1987)
mencakup dua sistem lahan, yaitu :
1. Sistem lahan BKN (Bakunan), yaitu sistem lahan dengan fisiografi merupakan lembahlembah kecil diantara perbukitan, dengan kemiringan lahan datar sampai landai (0
8%).Lahannya merupakan bentukan baru dari sedimentasi material dari sungai berupa
pasir, debu dan liat. Dengan demikian, tanah pada lahan ini merupakan tanah yang berumur
relatif muda. Jenisnya terdiri atas Tropaquepts (Kambisol gleik), Fluvaquents atau bisa juga
Tropofluvents (Aluvial gleik). Bertekstur agak halus sampai halus. Sistem lahan ini
menempati areal di bagian Selatan areal lokasi studi, yaitu berada di sekitar pinggiran
sungai Barito.
2. Sistem lahan MPT (Maput), yaitu sistem lahan yang mempunyai fisiografi Perbukitan batuan
bukan endapan yang tidak simetris atau teratur. Bahan induk pembentuk lahannya adalah
batupasir, lanau, atau batulumpur. Topografinya tergolong curam dengan kemiringan lahan
26-40%. Tanah dalam sistem ini terdiri dari asosiasi Tropudults (Podsolik), dan Dystropepts
(Kambisol). Arealnya realtif lebih besar daripada BKN, yaitu menempati areal pada bagian
Utara lokasi studi.
Untuk lebih jelasnya posisi kedua sistem lahan pada areal lokasi studi dapat dilihat pada Gambar
2.40.
Tropaquepts, Fluvaquents, dan Tropofluvents adalah tanah-tanah yang mengalami jenuh air
selama lebih dari 6 bulan, sehingga khususnya pada bagian subsoilnya menampakkan gejala
hidromorfik,yaitu ditunjukkan dengan warnanya yang abu-abu (terang sampai pucat, atau nilai Hue
pada Soil Munsell Chart-nya 2 atau kurang). Tropaquepts merupakan tanah yang relatif telah lebih
berkembang dibandingkan Fluvaquents dan Tropofluvents, dimana pada penampang tanah
Tropaquepts telah menampakkan gejala-gejala perkembangan horison (lapisan tanah), sedangkan
pada dua jenis tanah lainnya perbedaan antar lapisan tanah lebih diakibatkan oleh perbedaan
pengendapan material tanahnya, dan bukan akibat proses-proses pedogenesis didalamnya.
Tanah Tropudults yang menempati sistem lahan di bagian Utara lokasi studi adalah tanah yang
penyebarannya lebih dominan dibanding tanah Dystropepts yang merupakan asosiasinya. Tanah
Tropudults adalah tanah dengan sifat mempunyai horison argilik (horison penimbunan fraksi liat
halus) pada sebagian subsoilnya. Disamping itu secara kimiawi kesuburannya lebih rendah
dibanding Dystropepts, disebabkan kejenuhan basanya kurang dari 35% dan Kapasitas Tukar
Kationnya (KTKnya) juga rendah. Hal ini dikarenakan Tropudults adalah tanah yang tua, sehingga
telah banyak mengalami pencucian unsur hara, sementara disisi lain mineral yang terkandungnya
pun telah mengalami pelapukan yang cukup lanjut.
Adapun Dystropepts adalah tanah yang berkembang secara insitu, namun perkembangannya
belum sampai lanjut (perkembangan awal). Diferensiasi horison sudah mulai terlihat, seperti ;
terbentuknya agregat tanah (namun masih lemah), degradasi warna, dan degradasi tekstur
berdasarkan kedalaman. Pada subsoilnya hanya memperlihatkan horison kambik (horison yang
belum cukup dikatakan sebagai horison argilik atau spodik). Sehubungan tanah ini relatif masih
muda, maka kandungan unsur haranya juga masih cukup baik, kejenuhan basanya masih di atas
35% tetapi tidak melebihi 50%.

Gambar 2. 6 Peta Sistem Lahan pada Areal Lokasi Studi

B.

Kesuburan Tanah

Belum ada data hasil analisis laboratorium sampel tanah yang diambil khusus dari lokasi studi
(areal Terminal Khusus PT Marunda Grahamineral). Oleh karena itu status kesuburan tanah di
lokasi studi belum bisa dikemukakan secara jelas dan rinci.
Namun melihat data perkiraan secara kualitatif pada legenda Peta Sistem Lahan di atas
menunjukkan bahwa kesuburan tanah di areal studi seluruhnya tergolong rendah (indeks 2). Hal
ini memang cukup umum dijumpai di dataran Kalimantan, dimana tanah-tanahnya secara alami
bersifat marjinal baik secara kimiawi, maupun fisik. Secara kimiawi kandungan unsur hara dan
kapasitas tukar kationnya rendah, dan secara fisik terdapat faktor-faktor penghambat bagi
pengembangan tanaman budidaya seperti masalah drainase buruk atau terhambat (pada lahanlahan datar dan pelembahan), dan lereng yang cukup curam (pada daerah-daerah yang berbukit
atau bergunung).
C. Erosi
Pemantauan terhadap proses erosi yang terjadi dan pengelolaannya di wilayah pertambangan
batubara PT Marunda Grahamineral lebih banyak difokuskan di lokasi pertambangan batubaranya
(seperti di Kawi Utara dan Mantubuh Tenggara), karena di kedua lokasi ini topografi lahannya
termasuk curam. Berdasarkan hasil pengukuran laju erosi hasil pemantauan triwulan pertama
tahun 2012 lalu, menunjukkan di lokasi areal penambangan batubara PT MGM erosinya berkisar
23,42 ton/ha/th dan 51,87 ton/ha/th atau keduanya termasuk bahaya erosi kelas II (sedang).
Pengelolaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkecil proses erosi yang berlangsung,
dan sedimentasinya,serta untuk menahan jumlah air larian (run off), adalah :
a. Membuat bangunan konsevasi tanah seperti garden cannel, checkdam, pengendali jurang,
saluran drainase, dan lain-lain.
b. Menanam cover crops untuk memperkecil kecepatan air limpasan dan meningkatkan
infiltrasi.
Adapun di areal lokasi studi (Terminal Khusus PT Marunda Graha Mineral) belum ada data dan
keterangan mengenai kondisi erosi yang terjadi. Namun apabila melihat uraian mengenai sistem
lahan yang ada, dimana untuk Sistem Lahan BKN yang memiliki kemiringan lahan 0 8% (datar
landai), maka diperkirakan proses erosinya tidak terlalu intensif (karena datar), sedangkan untuk
Sistem Lahan MPT yang memiliki kemiringan 26-40%, dimungkinkan erosinya cukup tinggi, namun
ini pun masih harus melihat data lainnya seperti curah hujan, vegetasi yang tumbuh, dan
penanganan/pengelolaan lahannya (bila ada).
Adapun air sungai Barito yang terlihat keruh (mengandung partikel sedimentasi), perlu diteliti
secara komperhensif, cermat, dan akurat darimana sumber partikel pengeruhnya, apakah
memang sejak dari hulu sebelum areal tambang PT MGM atau apakah sesudahnya. Mengingat di
bagian hulu sebelum lokasi PT MGM cukup banyak juga aktivitas manusia, baik HTI ataupun
pertambangan lainnya.

1.1.1.6 Kualitas Air


Kegiatan yang akan dilakukan merupakan kegiatan pengembangan atau ekspansi dari kegiatan
yang lama.Kegiatan yang akan dilakukan adalah pengembangan Terminal Khusus Batubara Jamut
yang akan dibangun di Jamut Desa Beras Belange Kecamatan Laung Tuhup Kabupaten Murung
Raya dengan luas area mencapai 10,3 Ha. Untuk mengetahui kualitas air di sekitar rencana
kegiatan perluasan/ekspansi digunakan data sekunder yang diperoleh dari hasil pelaksanaan
pemantauan lingkungan kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT MGM pada tahun
pemantauan 2011.

Berdasarkan hasil laporan pemantauan yang dilakukan, ada 8 titik sampling untuk memantau
kegiatan ini yaitu Settling pond 1 jamut, Settling pond 3 Mantubuh, Settlingpond 3 Kawi Tengah,
Settlingpond 8 kawi Utara, Settlingpond 9 Kawi Utara, Settlingpond 10 Kawi Utara, Settlingpond 11
Kawi Utara dan Settlingpond 2 jamut. Parameter yang diperiksa selama periode pemantauan yaitu
parameter yang ditetapkan melalui kepmen LH No 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
bagi Usaha dan atau kegiatan pertambangan Batu Bara. Parameter tersebut diantaranya adalah
pH, Residu Tersuspensi, Besi Total dan Mangan Total. Berikut ini hasil pemantauan yang dilakukan
selama tahun 2011.

Secara keseluruhan dilihat dari grafik yang ditampilkan secara umum hampir semua parameter
baik itu pH, Residu Tersuspensi, Besi Total maupun Mangan Total sudah memenuhi baku mutu
yang ditetapkan. Kalaupun ada parameter yang tidak memenuhi baku mutu sifatnya hanya
sementara karena mungkin kondisi yang ekstrim tetapi pada akhirnya semuanya memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan. Kondisi air yang keluar dari titik sampling di lokasi penambangan
sangat penting karena akan memberikan pengaruh terhadap kondisi sungai disekitarnya.
Sesuai dengan hasil pemantauan terdahulu maka ada ada beberapa sungai dan anak sungai yang
diperkirakan terpengaruh oleh kegiatan yang dilakukan.
Sungai tersebut diantaranya adalah:

WS 1 S. Mantubuh, di hulu pit

WS 2 - S. Mantubuh, di hilir pit

WS 3 S. Bambang Baja

WS 4 - Pertemuan S. Mantubuh KW 10

WS 5 Pertemuan S. Bulu Hulu, SP. 03

WS 6 Pertemuan S. Bulu Hilir, SP. 03

WS 7 S. Bulu Km - 43

WS 8 S. Jamut Hilir CCP

WS 9 S. Jamut Hulu CCP

Berikut ini adalah hasil pemantauan untuk titik sampling yang berada di sungai sesuai
periode pemantauan pada tahun 2011.

Untuk Kualitas Air Sungai atau permukaan ketetapan yang di gunakan adalah PP No 82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kelas sungai yang di
pergunakan adalah kelas II. Sesuai dengan kelas yang ditetapkan secara umum semua parameter
yang di uji sudah memenuhi baku mutu yang ditetapkan kecuali untuk parameter pH dan TSS.
Kondisi pH yang terukur ada di bawah baku mutu yang ditetapkan hal ini bisa terjadi karena
kondisi alam di kalimantan yang cenderung untuk membuat pH air asam karena terjadinya
pelapukan tanaman atau kondisi batuan yang ada di dasar sungai yang bersifat asam.

1.1.2 Aspek Tata Ruang dan Transportasi


1.1.2.1 Tata Ruang dan Lahan
Sejak dibentuknya Kabupaten Murung Raya pada tahun 2002, kegiatan berkaitan dengan tata
ruang yang dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Murung Raya telah menghasilkan berbagai
dokumen tata ruang, termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan RTRW Kecamatan
dimana berdasarkan data terakhir pada tahun 2009 terdapat RTRW 10 Kecamatan. Pada tahun
2009 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bekerja sama dengan konsultan
tata ruang di Palangkaraya dokumen tersebut dibuat. RTRW tersebut saat ini masih dalam proses
evaluasi/revisi untuk disesuaikan dengan RTRW Provinsi Kalimantan Tengah.

Oleh karenanya, sebagai rujukan dalam rencana pembangunan Terminal Khusus ini digunakan
peta Status Hutan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Murung Raya, 2010. Berdasarkan peta status
hutan tersebut lokasi pengembangan Terminal Khusus Batubara tersebut bukan diperuntukan
sebagai kegiatan kehutanan, tapi termasuk ke dalam areal penggunaan lain (APL). Penjelasan
mengenai lahan pengembangan Terminal Khusus Batubara pada peta status hutan dapat dilihat
pada Gambar 2.41.
Rencana lokasi kegiatan pengembangan Terminal Khusus Batubara PT. MGM berada di tepi
Sungai Barito di dalam wilayah Desa Beras Belange dengan luas lahan sebesar 10,38 Ha.
Penggunaan lahan di lokasi tersebut pada saat ini adalah berupa perkebunan milik masyarakat
(Lihat Gambar 2.42). Letak rencana pengembangan Terminal Khusus Batubara ini bersebelahan
dengan terminal khusus eksisting PT. MGM.
Kegiatan lain yang berada disekitar kegiatan batubara PT.MGM termasuk rencana pengembangan
Terminal Khusus Batubara diperkirakan diantaranya adalah PT. KAWI (Karunia Ika Wood Industri),
PT. Barito Pasifik Lumber (PT. BPL), PT. Jayanti Jaya, PT. Aghatis dan PT. Dacrydium. Disamping
itu, terdapat rencana pertambangan batubara PT. Maruwei Coal yang berada di bagian Utara
wilayah konsensi tambang PT. MGM. sebesar 99.600 Ha. Di sebelah Timur terdapat areal konsesi
pertambangan batubara PT. Bauh Coalindo Tuhup.

1.1.2.2 Transportasi
A.

Transportasi Regional

Uraian rona transportasi regional dalam sub bab ini lebih membahas masalah akses pencapaian
dari luar proyek ke lokasi proyek serta aktivitas angkutan sungai untuk penumpang dan komoditi
lainnya. Adapun uraian rinci adalah sebagai berikut:
1)

Transportasi Udara

Pencapaian ke lokasi proyek (Terminal Khusus batubara PT.MGM) tersebut dari Jakarta via
transportasi udara dapat ditempuh dengan 2 alternatif pencapaian, yaitu sebagai berikut;

Alternatif pertama, dimulai dari Jakarta ke Banjarmasin menggunakan pesawat terbang.


Penerbangan dari Jakarta via Bandara Soekarno-Hatta menuju Banjarmasin via Bandara
Syamsudin Noor dengan waktu tempuh selama 1 jam 20 menit. Dari Banjarmasin
menggunakan akses darat menuju Muara Teweh. Selanjutnya dari Muara Teweh
menggunakan akses sungai ke lokasi proyek (rencana Terminal Khusus II batubara
PT.MGM).

Alternatif kedua, dimulai dari Jakarta menggunakan pesawat terbang ke Palangkaraya.


Penerbangan dari Jakarta via Bandara Soekarno-Hatta menuju Palangkaraya via Bandara
Cilik Riwut dengan waktu tempuh selama 1 jam 30 menit. Dari Bandara Cilik Riwut
dilanjutkan penerbangan ke Muara Teweh dengan pesawat kecil dengan waktu tempuh
selama 45 menit. Dari Muara Teweh dilanjutkan dengan transportasi sungai menuju lokasi
proyek (rencana pengembangan Terminal Khusus batubara PT.MGM)

2)

Transportasi Darat

Pencapaian menuju ke lokasi proyek PT.MGM melalui angkutan darat dapat dilakukan dilakukan
melalui 3 alternatif pencapaian, yaitu:

Alternatif pertama, menggunakan kendaraan mobil dari Palangkaraya perjalanan menuju ke


Buntok melewati Timpah dengan waktu selama 5 6 jam. Selanjutnya dari Buntok menuju
Muara Teweh diperkirakan menempuh jalan selama 3 jam. Dari Muara Teweh perjalanan
dilanjutkan ke Desa Beras Belange melalui Sungai Barito dengan menggunakan speedboat
(perahu motor) sekitar 2 - 3 jam.

Alternatif kedua, dari Banjarmasin perjalanan ke Muara Teweh ( 430 km sebelah Utara
Banjarmasin) melalui Buntok dengan menggunakan transportasi darat (minibus) dapat
ditempuh selama 8 10 jam. Kemudian perjalanan dari Muara Teweh ke lokasi rencana
kegiatan di Beras Belange dengan cara sama seperti pada perjalanan alternatif pertama.

Alternatif ketiga, perjalanan dari Banjarmasin ke Palngkaraya dengan menggunakan


kendaraan mobil dengan lama perjalanan selama 3 4 jam. Kemudian perjalanan dari
Palangkaraya menuju Muara Teweh dan ke rencana lokasi kegiatan di Desa Beras Belange
dengan cara sama seperti pada perjalanan alternatif pertama.

Gambar 2. 7 Peta Kawasan Hutan di Wilayah Studi

Gambar 2. 8 Peta Penggunaan Lahan di Wilayah Studi

3)

Transportasi Sungai

Pemanfaatan transportasi sungai untuk menuju ke lokasi Terminal Khusus batubara PT.MGM
melalui Sungai Barito. Aktivitas transportasi Sungai Barito dari Banjarmasin hingga ke hulu (Puruk
Cahu) digunakan baik untuk kegiatan transportasi pelayanan masyarakat hingga untuk
pengangkutan batubara dan komoditi lainnya seperti kayu gelondongan, rotan dan karet.
Untuk pelayanan penumpang dilayani oleh jenis bis air, kapal motor dan speed boat, sedangkan
untuk jangkauan pelayanan jarak pendek dilayani jenis klotok. Untuk pelayanan angkutan barang
dilayani jenis kapal motor (truk air). Pelayaran truk air dengan tujuan Banjarmasin-Puruk Cahu
untuk mengangkut komoditi antara lain berupa rotan dan karet. Waktu tempuh yang dibutuhkan
oleh truk air dari Banjarmasin ke Puruk Cahu bisa mencapai 2 hari perjalanan.
Pelayanan penumpang baik yang berukuran besar maupun kecil (speed boat) terpusat di
Banjarmasin. Untuk kapal motor dan bis air dengan jangkauan pelayanan Banjarmasin Buntok
Muara Teweh Puruk Cahu terpusat di Dermaga Banjar Raya Kota Banjarmasin dengan
berkapasitas angkut 60 penumpang. Waktu tempuh perjalanan dengan menggunakan bis air dari
Banjarmasin Puruk Cahu selama 3,5 hari. Sedangkan waktu tempuh perjalanan BanjarmasinMuara Teweh adalah selama 2,5 hari.
Untuk speed boat pelayanan antara lain adalah Banjarmasin Mangkatip dan Banjarmasin
Batampang, pelayanan speed boat terpusat di Dermaga Ujung Murung Banjarmasin dengan
kapasitas angkut penumpang 24 26 penumpang/speed boat. Disamping itu pelayanan speed
boat juga meliputi BuntokJenamas. Waktu tempuh yang dibutuhkan perjalanan dengan
menggunakan moda speed boat dari Banjarmasin Mangkatip selama 3,5 jam, BanjarmasinBatampang selama 4 jam dan untuk perjalanan Buntok Jenamas selama 5 jam.
Disamping itu, jalur Sungai Barito dari Banjarmasin sampai ke Puruk Cahu dilalui juga oleh jenis
moda lainnya yaitu seperti Motor Getek, Tug Boat, Tongkang dan LCT. Tug Boat terdiri dari Tug
Boat penarik kayu gelondongan dan batubara maupun yang lepas (tanpa moda yang ditarik).
B.

Transportasi Sungai di Terminal Khusus Jamut dan Sekitarnya

Sungai Barito membentang dari perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dan
bermuara di pantai Kalimantan Selatan melewati Kota Banjarmasin. Sungai Barito mempunyai
panjang lebih dari 900 kilometer. Lokasi Terminal Khusus Jamut PT.MGM berada pada arah hulu
Sungai Barito yaitu di Desa Beras Belange. Kedalaman air sungai di lokasi Terminal Khusus Jamut
dapat mencapai kedalaman sekitar 9,5 m. Lebar sungai yang ada di sekitar terminal khusus
mencapai 240 meter.
Pengangkutan batubara PT.MGM dari Beras Belange ke Buntok yang berjarak 260 km
menggunakan tongkang dengan kapasitas angkut maksimum 3.000 4.500 ton/tongkang dengan
jenis tongkang 180-240 ft ( 70 m). Kondisi ini karena alur pelayaran Sungai Barito dari Beras
Belange menuju ke Buntok pada musim kemarau hanya dapat dilayari dengan kapasitas angkut
maksimum 3.000 ton / tongkang. Berkaitan dengan adanya rencana peningkatan kapasitas
produksi batubara, maka diperkirakan adanya penambahan jumlah tongkang dengan kapasitas
tersebut untuk pengangkut batubara ke Buntok. Selanjutnya dari Buntok batubara diangkut ke
Pulau laut yang berjarak 750 km yang dapat menggunakan tongkang dengan kapasitas angkut
5000 ton/tongkang 7000 ton/tongkang. Dari Pulau Laut dengan menggunakan fasilitas terminal
khusus IBT (Indonesia Bulk Terminal) batubara selanjutnya diangkut dengan kapal menuju ke
tujuan pangsa pasar.
Kondisi di sekitar Terminal Khusus tidak ada kegiatan lain selain pengangkutan batubara PT.
MGM, dimana batubara diangkut dari stockpile terminal khusus dengan menggunakan barge

loading conveyor (BLC) menuju tongkang. Kegiatan di hilir terminal khusus selain adanya pusat
kegiatan Desa Beras Belange terdapat juga logpond milik PT. Aghatis. Disamping itu lebih jauh ke
hilir dari Terminal Khusus Jamut terdapat Desa Muara Tuhup. Di sebelah hulu Terminal Khusus
milik PT.MGM ini terdapat pusat kegiatan masyarakat yaitu Desa Muara Laung I dan Desa Muara
Laung II. Lalulintas angkutan sungai disekitar terminal khusus selain digunakan oleh kegiatan
angkutan sungai masyarakat sekitar juga digunakan oleh beberapa jenis moda kegiatan angkutan
sungai dari Banjarmasin menuju ke Puruk Cahu. Jenis moda angkutan sungai yang digunakan dari
Banjarmasin ke Puruk Cahu antara lain adalah berupa bis air, truk air, tug boat dan LCT yang
menggangkut penumpang dan berbagai jenis komoditi.

1.1.3 Aspek Biologi


1.1.3.1 Biota Air
Ekosistem perairan di wilayah studi terdiri dari sungai-sungai besar dan kecil, yaitu Sungai Barito
dan anak-anak/cabang sungai seperti Sungai Montallat, Sungai Teweh, Sungai Lahei, Sungai
Laung, Sungai Babuat, Sungai Joloi, Sungai Busang. Sungai Barito sendirimemiliki panjang 900
km dengan lebar 150 650 meter dan mempunyai kedalaman sekitar 8 meter. Dasar perairan
didominasi oleh kerikil dan pasir. Perairan sungai umumnya berair sepanjang tahun.
Komponen lingkungan biota air di wilayah studi yang akan diteliti adalah plankton (fitoplankton dan
zooplankton), benthos (macrobenthos) dan nekton (diantaranya jenis-jenis ikan). Hasil analisis
penelitian sebelumnya memperlihatkan dari seluruh lokasi sungai yang diteliti tersaring 43 jenis
fitoplankton yang sebarannya pada setiap sungai bervariasi antara 2 sampai 9 jenis dengan
kelimpahan antara 66 individu/liter sampai 462 individu/liter. Jenis-jenis yang tercatat diantaranya
Chaetophora sp.,Cyclonexis sp.,Spirogyra sp.,Dermatophyton sp., Lemanea sp.,danSpirulina Sp.
Sedangkan untuk zooplankton, dari semua lokasi sampling tersaring 22 jenis zooplankton yang
termasuk kelompok Protozoa, Copepoda, Rotifera, Bryozoa dan Crustacea. Jenis zooplankton yang
frekuensi tersaringnya paling tinggi adalah; Amoeba sp. Chilodonella sp. Panagrolaimus sp., dan
Nabella sp. Secara kuantitatif, kelimpahan plankton ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
musim, arus air, kecerahan, daya hantar listrik/konduktifitas dan nutrien terutama nitrat, sehingga
penelitian di wilayah studi saat ini dapat menunjukkan hasil yang berbeda.
Jenis benthos yang tercatat termasuk dalam kelompok Gastropoda, Coleoptera, Hemiptera,
Odonata, Nematoda dan Crustacea. Dan jenis-jenis nekton yaitu Baung (Macrones microcanthus),
Jelawat (Leptobarbus hoevenii), Sepat Siam (Tricogaster tricopterus), Lele (Clarias batrachus),
UdangGalah (Macrobrachium sp.), dan lain sebagainya.

1.1.3.2 Flora
Gambaran umum deskripsi komunitas vegetasi di lokasi studi didapat dari dokumen penelitian dan
pemantauan sebelumnya di sekitar wilayah studi. Informasi ini memberikan deskripsi komunitas
vegetasi di lokasi studi yang merupakan satu kesatuan ekologis, sehingga akan melengkapi
parameter penelitian di wilayah studi saat ini khususnya mengenai keragaman, komposisi jenis
dan struktur vegetasi, termasuk struktur fisiognomi, bentuk kehidupan dan struktur kuantitatifnya.
Tipe vegetasi yang terdapat di lokasi studi adalah vegetasi alami berupa vegetasi hutan dan
vegetasi budidaya berupa pekarangan, kebun atau ladang. Hutan yang terdapat di lokasi proyek
penambangan dan sekitarnya merupakan sisa-sisa hutan hujan tropis dataran rendah Kalimantan
yang dikenal sebagai hutan Dipterocarpaceae. Tetapi, berdasarkan peta dalam Buku Data Pokok
Pembangunan Daerah Tingkat II Barito Utara, hasil updating Bappeda Tingkat II Barito Utara
Tahun 1996, fungsi hutan di dalam konsesi PT MGM termasuk ke dalam 3 fungsi hutan, yaitu
hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan yang dapat dikonversi.

Dari sisi keanekaragaman jenis tumbuhannya, sisa hutan alami yang ada masih tumbuhi oleh
jenis-jenis Shorea spp., Dipterocarpus spp.,Vatica spp., Hopea spp., dan lain sebagainya yang
termasuk ke dalam famili dipterocarpaceae. Beberapa famili lainnya di luar dipterocarpaceae juga
ditemukan di sekitar wilayah studi seperti Fabaceae (Dialium spp.), Anacardiaceae (Mangifera
spp.), Euphorbiaceae (Macaranga spp.), dan sebagainya. Jenis-jenis semak dan herba yang
ditemukan di wilayah studi diantaranya Calamus sp., Pandanus sp., Melastoma sp., dan
sebagainya. Di lingkungan masyarakat sekitar, jenis-jenis tumbuhan hutan ini juga mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi diantaranya adalah sebagai bahan bangunan, bahan baku untuk beberapa
jenis industri, serta bahan kerajinan.
Kelompok jenis budidaya ditemukan di pekarangan, kebun, dan ladang berupa tanaman sayuran,
buah-buahan serta tanaman ornamental seperti Tebu (Saccarum officinarum),Singkong (Manihot
utillissima), Pisang (Musa paradisiaca), Rambutan (Nephelium lappaceum), Nangka (Artocarpus
heterophyllus), Kacapiring (Gardenia jasminoides), Kastuba (Euphorbia pulcherrima), Hanjuang
(Dracaena fragrans), dan lain sebagainya.

1.1.3.3 Fauna
Kehadiran kelompok jenis fauna daratan di wilayah penelitian memperlihatkan ketersediaan
sumberdaya penunjang bagi aktivitas hidupnya, serta menggambarkan tipe-tipe habitat yang
terdapat di wilayah studi. Pengamatan kelompok jenis fauna darat yang terdapat di wilayah
penelitian terutama kelompok jenis yang sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti dari
kelompok mamalia, reptilia, amfibia dan aves (burung) akan memberikan gambaran kondisi
lingkungan di lokasi setempat.
Data sekunder hasil studi sebelumnya dari dokumen ANDAL PT MGM, mencatat beberapa jenis
satwa liar di sekitar wilayah studi yang termasuk kelompok jenis mamalia seperti; Bekantan
(Nasalis larvatus), Berang-berang (Cynogalea bennetti), Beruang madu (Helarctos malayanus),
Binturong (Arctictis binturong), Kancil (Tragulus javanicus), Kelampiau/ Kelawet (Hylobates
muelleri), Kijang (Muntiacus muntjak), Trenggiling (Manis javanicus), Landak (Hystrix brachiura),
Lutung (Presbytis frontata), Rusa (Cervus unicolor), Jelarang (Ratufa bicolor), Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestrina), dan Babi Hutan (Sus barbatus).
Kelompok jenis burung yang dominan tercatat adalah penghuni habitat semak belukar dan habitat
tepian (forest edge) yaitu Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) dan Cinenen Jawa (Orthotomus
sepium). Selain juga terdapat burung-burung yang hidup di habitat arboreal, habitat tajuk tengah
vegetasi, serta habitat lantai hutan seperti Elang Bondol (Haliastur indus), Rangkong Papan
(Buceros bicornis), Kuau Raja (Argusianus argus), Srigunting Hitam (Dicrurus macrocercus),
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis)Kucica Hutan (Copsychus malabaricus), Cingcoang coklat
(Brachypteryx leucoprys), dan sebagainya. Kelompok jenis lainnya selain mamalia dan jenis-jenis
burung adalah reptilia (yang tercatat 10 jenis) dan amfibia (5 jenis), diantaranya yaitu; Ular
Sawa/Sanca (Phyton reticulatus), Ular Daun (Trimeresurus sp.), Bunglon (Calotus jubatus), Kadal
(Mabuia multifasciata), katak bertanduk (Megophrys montana), Katak Pohon (Hyla sp.), dan Kodok
(Bufo sp.). Diharapkan survey yang akan dilakukan selanjutnya dapat mencatat lebih banyak lagi
jenis fauna/satwa liar yang hidup di wilayah studi.

1.1.4 Aspek Sosial dan Budaya

1.1.4.1

Wilayah Administrasi Desa Tapak dan Pengaruh Sekitar Terminal


khusus Batubara PT. MGM

Tapak terminal khusus batubara PT. MGM terletak di Desa Beras Belange, Kecamatan Laung
Tuhup. Terminal khusus ini telah beroperasi sejak tahun 2004. Rencana perluasan wilayah
terminal khusus, 10 Ha, masih berada di dalam wilayah Desa Beras Belange.

Aktifitas terminal khusus angkutan tongkang batubara, selama ini menggerakkan kurang lebih atau
rata-rata 4-5 tongkang perhari, kapasitas 14.000 ton/hari. Kegiatan mobilitas tongkang,
menyentuh wilayah perairan Muara Tuhup. Ke hulu, meski mobilitas tongkang tidak mencapai ke
wilayah ibukota Kecamatan, namun aktifitas pekerja mempengaruhi Desa Laung Tuhup I dan II
wilayah ibukota Kecamatan. Di wilayah darat aktifitas terminal khusus diperkirakan akan menarik
pencari kerja Desa Muara Laung II. Wilayah desa-desa luar tapak terminal khusus dikategorikan
sebagai wilayah pengaruh.
Tabel 2. 5 Desa-desa Wilayah Pengaruh Kegiatan Terminal khusus Batubara PT. MGM
Desa

Kategori Wilyah Pengaruh

Beras Belange

Wilayah tapak proyek

Muara
II

Wilayah pengaruh kegiatan di daratan Muara Laung

Laung

Muara Laung I

Wilayah pengaruh kegiatan ibukota Kecamatan

Muara Tuhup

Wilayah pengaruh mobilitas tongkang di hilir terminal khusus

1.1.4.2 Jumlah, Kepadatan dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk


Jumlah, kepadatan dan tingkat pertumbuhan penduduk dapat dilihat Tabel 2.22. Selama lima
tahun terakhir, seluruh desa wilayah pengaruh kegiatan proyek, mengalami peningkatan sekitar 337%. Demikian pula dengan angka pertumbuhan penduduknya, mencapai 10-27 kali lipat.
Sementara kepadatan penduduknya mencapai 1 hingga 3 kali lipat, kecuali Desa Tapak terminal
khusus mengalami penurunan setengahnya. Baik peningkatan dan/atau penurunan tersebut, tidak
diketahui faktor penyebabnya, khususnya terkait dengan kegiatan PT. MGM di wilayah itu. Hal ini
karena selain PT. MGM di wilayah tersebut terdapat pula kegiatan perusahaan lain, baik yang
masih beroperasi atau pun telah meninggalkan wilayah sekitar proyek. Pada tahap ini faktor utama
penyebab perubahan tersebut belum dapat diketahui secara pasti.
Tabel 2. 6 Perubahan Jumlah dan Kepadatan Penduduk serta Pertumbuhannya (2007-2011)
N
o

Desa

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk

Pertumbuhan
Penduduk

2007

2011

Perubahan
(%)

2007

2011

Perubahan
(%)

2007

2011

37

10.1

-50

-18.9

4.18

Beras Belange

202

275

Muara Laung II

1008

1037

3.63

29

+600

1.0

27.89

Muara Laung I

3876

5031

30

12.58

32

+146

-1.3

8.43

Muara Tuhup

3068

3545

16

15

50

+300

3.2

29.66

Sumber: BPS, Kecamatan Dalam Angka, Laung Tuhup 2010

1.1.4.3

Jumlah Angkatan Kerja di Desa-desa Wilayah Pengaruh Terminal


khusus PT. MGM

Untuk menghitung angkatan kerja, kami membatasi usia angkatan kerja produktif yang berpeluang
bekerja di kegiatan terminal khusus batubara atau perusahaan lain, yaitu usia 20-40 tahun.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah angkatan kerja di desa-desa wilayah pengaruh
kegiatan terminal khusus PT. MGM rata-rata 41% dari jumlah penduduk desanya. Dengan jumlah
rata-rata anggota keluarga sebesar 4 jiwa, maka rata-rata angkatan produktif 1 orang.
Secara kumulatif jumlah angkatan kerja di masing-masing desa mencapai 71 hingga 1320 jiwa,
dengan jumlah angkatan kerja terbanyak di Desa Muara Laung I, disusul kemudian Muara Tuhup
dan jumlah terendah di Desa Tapak proyek. Secara sosial kategori, yaitu desa dengan mayoritas
penduduk Bakumpai dan Daya, maka jumlah angkatan kerja di desa mayoritas Bakumpai memiliki

jumlah terbesar, sementara desa dengan mayoritas Dayak, memiliki jumlah angkatan kerja relatif
rendah.
Tabel 2. 7 Jumlah Angkatan Kerja di Desa-desa Wilayah Rencana Perluasan Terminal
khusus
Jumlah
Penduduk
No

(Jiwa)

Desa

Jumlah
Angkatan
Kerja (ratarata)
(Jiwa)

Jumlah Rumah Tangga

Jumlah
(KK)

Jumlah
Anggota
Keluarga
(Jiwa)

Rata-rata Jumlah
angkatan Kerja
(Jiwa)

Beras Belange

275

113

41

71

Muara Laung II

1037

425

41

242

Muara Laung I

5031

2063

41

1320

Muara Tuhup

3545

1454

41

840

Sumber : Diolah dari Kecamatan Dalam Angka 2007.


Usia kerja produktif di perhitungkan usia 20-40 tahun.
Kategori tersebut disesuaikan dengan peluang untuk dapat bekerja di lingkungan proyek.

1.1.4.4

Tingkat Pendidikan Penduduk

Tingkat pendidikan desa tapak dan wilayah pengaruh aktifitas terminal khusus seperti disajikan
pada Tabel 2.24. Tabel tersebut menunjukkan relatif tidak ada perbedaan yang mencolok tingkat
pendidikan penduduk di masing-masing desa dan/atau desa berdasarkan kategori sosialnya, yaitu
desa mayoritas Bakumpai dan Dayak. Pada umumnya tingkat pendidikan penduduk adalah
Sekolah Dasar dan SMP atau SMA. Kecuali Muara Tuhup, terdapat sejumlah kecil warga desa
yang mampu mencapai tingkat perguruan tinggi.
Meskipun angka-angka tersebut berdasarkan hasil sensus tahun 2007, namun besar jumlah
mereka yang mencapai pendidikan tersebut relatif tidak akan berubah secara mencolok.
Tabel 2. 8 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa-desa Wilayah Terminal khusus
Kelompok Sosial
No

Desa

Jumlah
Penduduk

Bakumpai

Jenis
Kelamin

SD
Jml

SMP/SMA
%

Jml

Dayak
PT

SD

Jml

Jml

SMP/SMA
%

Jml

PT
Jml

Beras
Belange

202

L
P

3
6

1.5
3.0

1
1

0.5
0.5

62
73

30.7
36.1

28
19

13.9
9.4

2
3

1
1.5

Muara
Laung II

1008

L
P

446
416

44.2
41.3

73
34

7.2
3.4

3
1

0.3
0.1

2
1

0.1
0.1

0.1

Muara
Laung I

3876

L
P

1135
1164

29.3
30.0

562
491

14.5
12.7

67
62

1.7
1.6

11
9

0.3
0.2

14
10

0.4
0.3

2
2

0.1
0.1

Muara
Tuhup

3068

L
P

1000
992

32.6
32.3

396
304

12.8
9.9

12
16

0.4
0.5

4
3

0.1
0.1

1
-

1
-

Sumber: BITA, 2007

1.1.4.5

Penggunaan Lahan dan Kepemilikan Lahan Wilayah Pengaruh


Terminal khusus Batubara PT. MGM

Penggunaan lahan desa-desa sekitar wilayah pengaruh kegiatan batubara PT. MGM, seperti
disajikan pada Tabel 2.25, hutan, meliputi hutan konservasi (16%), hutan produksi terbatas (40%),

hutan produksi (20%) dan hutan konfersi (16%). Sedangkan lahan produktif yang diperkirakan
menjadi sumber penghidupan penduduk adalah 1% lading dan 7% kebun.
Luas tersebut mewarnai pemilikan lahannya, seperti disajikan pada Tabel 2.26. Pada tabel
tersebut terlihat sekitar 1/5 (17%) hingga 2/3 rumah tangga penduduk, tidak memiliki lahan. Dilhat
dari kategori sosialnya, yaitu penduduk Bakumpai dan Dayak, maka di kalangan penduduk
Bakumpai menduduki jumlah penduduk yang banyak tidak memiliki lahan. Sedangkan warga
Dayak berkisar 1/10 hingga setengah warga desanya yang tidak memiliki lahan.
Luas pemilikan lahan ladang, khususnya di kalangan penduduk Bakumpai berkisar kurang dari 2
Ha, sementara warga Dayak mencapai 2-4 Ha lebih.
Gambaran serupa terjadi dengan kepemilikan lahan kebun. Di kalangan penduduk Bakumpai
relatif mengalami pemilikan lahan kebun relatif terbatas, baik dalam jumlah dan luas
kepemilikannya. Sementara warga/penduduk Dayak memiliki luas dan jumlah pemilik relatif lebih
baik dibandingkan dengan warga desa kelompok Bakumpai.
Tabel 2. 9 Penggunaan Lahan di Wilayah Kecamatan Laung Tuhup
No

Penggunaan Lahan

Luas
(Ha)

Pemukiman

152

0.05

Hutan Konservasi

51.031

16.40

Hutan Produksi Terbatas

123.288

39.63

Hutan Produksi

62.875

20.21

Hutan Konversi

49.283

15.84

Lahan Kering/Ladang

3.426

1.10

Lahan Kebun

21.045

6.76

Total

311.100

100

Tabel 2. 10 Jumlah dan Luas Pemilikan Ladang


No
1
2
3
4

Desa

Jumlah
Rumah
Tangga

Beras
71
Belange
Muara
242
Laung II
Muara
1320
Laung I
Muara
840
Tuhup
Sumber: BITA, 2007

1.1.4.6

Luas Pemilikan (Ha)


22
%
%
4

Tidak
Punya

31

56.4

14.5

15

156

62.5

54

21.6

761

77.9

100

630

74.6

112

Luas Pemilikan (Ha)


4

Tidak
Punya

2-4

27.3

1.8

31

56.4

15.4

13

24

3.6

27

10.9

12

12

160

93.6

5.3

1.2

10.2

78

38

38

806

82.5

87

8.9

50

5.1

34

3.5

13.3

85

10.1

18

18

429

50.8

189

22.4

175

21

52

6.2

Mata Pencaharian Penduduk

Secara umum mata pencaharian penduduk seluruh Kecamatan Laung Tuhup yang mengandalkan
penghidupannya di sektor tradisional (pertanian) dan non-pertanian relatif berimbang (Tabel 2.27).
Di sektor pertanian atau tradisional, penduduk dikategorikan sebagai petani ladang, karet ataupun
petani rotan. Sedangkan aktifitas di peternakan dan perikanan/nelayan relatif rendah.

Tabel 2. 11 Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Laung Tuhup


No

Mata Pencaharian

Jumlah

Sektor Pertanian

Petani ladang

1694

40.5

Petani karet

261

6.2

Petani rotan

0.0

Peternakan

0.0

Nelayan
Sub-total

Non-pertanian

Pertukangan

Bengkel

Buruh swasta

Penambang emas

Huller

Angkutan perahu/klotok

Angkutan speed boat

70

1.7

1957

46.8

39

0.9

0.0

1301

31.1

19

0.5

0.0

12

0.3

0.1

Buruh menyadap karet

0.0

Pengrajin

0.0

10

Kontraktor

0.0

11

Pengusaha

0.0

12

Pedagang

59

1.4

13

Pegawai desa

14

Pegawai negeri

15
16
17
18

15

0.4

165

4.0

Polri/TNI

0.1

Ojeg

0.0

Pegawai perusahaan

339

8.1

Lain-lain

189

4.5

Sub-total

1967

47.0

Total

4183

100

Sumber: BITA, 2007

Di sektor non-tradisional, sumber penghidupan utama penduduk adalah sebagai buruh di sektor
swasta (perusahaan). Selebihnya bergerak di berbagai jenis kegiatan dalam jumlah relatif kecil.
Akan tetapi, di desa-desa tapak dan sekitar wilayah pengaruh kegiatan terminal khusus PT. MGM,
sebagian besar penduduknya bergelut di sektor no-pertanian. (Tabel 2.28).
Tabel 2. 12 Mata Pencaharian Penduduk Desa-desa Wilayah Terminal khusus
Mata Pencaharian
No

Desa

Pertanian
Jml

Perikanan
%

Jml

Non-Pertanian
%

Beras Belange

25

48.1

Muara Laung II

83

36.4

Muara Laung I

46

5.1

0.1

Muara Tuhup

255

30.9

15

1.8

Dirung
Surawung

84

84.8

Sumber: BITA, 2007

Jml

Lainnya
%

Jml

27

52

124

54.4

21

9.2

822

91.4

30

3.3

546

66.3

0.9

10

10.1

5.1

1.1.4.7 Ketersediaan dan Jenis Fasilitas Umum


Di seluruh desa wilayah kegiatan terminal khusus batubara, telah memiliki Sekolah Dasar.
Sedangkan Sekolah Lanjutan Pertama dan Atas berada di ibukota Kecamatan, serta di Desa
Muara Sungai Tuhup (Muara Tuhup). Desa ini sekaligus menjadi pusat pasar mingguan bagi
penduduk dari wilayah sekitar dan aliran sungai Laung di Laung Tuhup dan sungai Tuhup di Muara
Tuhup. Keberadaan pasar di kedua desa tersebut, mewarnai pula tumbuhnya usaha
warungan/took. Sedangkan di desa Tapak terminal khususnya terdapat 3 warung saja.
Jenis fasilitas umum lain yang berkembang di desa-desa sekitar terminal khusus adalah pelayanan
penerangan oleh PLN. Selain PLN, penduduk, khususnya kelompok Bakumpai memiliki
penerangan non-PLN relatif lebih besar dibandingkan warga Dayak, kecuali di desa tapak terminal
khusus sepertiga warganya memiliki penerangan non-PLN (Tabel 2.29).
Tabel 2. 13 Jumlah dan Jenis Fasilitas Umum yang Tersedia
Sekolah
No

Desa

Listrik

SD

SMP

SMA

Pasar

Toko/Warung

PLN

Non-PLN

Jumlah
Rumah
Total

Beras Belange

27

71

Muara
II

10

121

242

Muara Laung I

32

882

320

Muara Tuhup

37

221

840

Laung

Sumber: Kecamatan Laung Tuhup Dalam Angka, 2010

1.1.4.8 Tanggapan dan Harapan Penduduk


Pada tahap awal ini, tanggapan dan harapan penduduk desa-desa dalam wilayah pengaruh
kegiatan terminal khusus batubara PT. MGM, secara umum adalah:
1. Kegiatan CD/CSR belum/tidak dirasakan oleh desa-desa sekitar, karena aktifitas selama
ini terbatas di satu desa saja, kurangnya mensinergikan dengan program desa dan
kecamatan;
2. Pengelolaan bongkar muat batubara ke tongkang dan lokasi stockpile perlu ditingkatkan
dengan menggunakan pengaman di cerobong pemuatan batubara ke tongkang,
pembuatan kolam air limbah dan penanaman tanaman di sekitar stockpile, untuk
mencegah pencemaran abu terbang dan kondisi sungaI mengingat pemanfaatan air
sungai untuk kehidupan sehari-hari oleh penduduk sekitar;
3. Kontribusi untuk desa Beras belange/tapak proyek perlu ditingkatkan khususnya bantuan
penyediaan BBM untuk listrik desa;
4. Perlunya pihak perusahaan membantu peningkatan kondisi kondisi jalan Muara Tuhup
Muara Laung dan Puruk Cahu, penerangan jalan desa dan listrik di desa sekitar;
5. Perlunya proaktif dan peningkatan kerjasama pihak perusahaan dengan pihak desa dan
kecamatan untuk menangani berbagai persoalan yang terjadi dan pelaksanaan CD/CSR
yang dikembangkan;
6. Studi tentang lalu lintas di sungai hendaknya melibatkan instansi terkait;
7. Dokumen AMDAL hendaknya dibagikan ke desa-desa;
8. Sebelum penutupan tambang hendaknya konstribusi perusahaan, diharapkan pihak
perusahaan memberikan manfaat bagi desa sekitar, dan perlunya pihak perusahaan

membangun fasilitas asrama di Palangkaraya untuk siswa dan mahasiswa dari wilayah
Kecamatan Laung Tuhup.
Tanggapan dan harapan seperti dikemukakan penduduk saat sosialisasi pengembangan terminal
khusus yang dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2012.

1.1.5 Aspek Kesehatan Masyarakat


Gambaran aspek Kesehatan Masyarakat di wilayah studi meliputi; Sarana pelayanan kesehatan,
jenis tenaga kesehatan, pola penyakit, dan sarana sanitasi dasar ( dalam hal ini air bersih yang
digunakan penduduk di wilayah studi ).
1. Sarana Pelayanan Kesehatan
Jumlah dan jenis Sarana Pelayanan Kesehatan yang terdapat diwilayah studi disajikan sebagai
berikut:
Tabel 2. 14 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Di Kecamatan Laung Tuhup Tahun 2011
NO.

JENIS SARANA PELAYANAN KESEHATAN

JUMLAH

1.

Puskesmas

3 Bh

2.

Puskesmas Pembantu (Pustu)

20 Bh

3.

Posyandu

50 Bh

Sumber: Kabupaten Murung Raya Dalam Angka, 2011

Jika di tinjau dari jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan di tingkat Kecamatan
dikategorikan memadai dibandingkan dengan penduduk yang harus dilayani, dan demikian pula
khusus diwilayah tapak proyek yaitu desa Beras Belange sudah terdapat Puskesmas Pembantu
dan Posyandu masing-masing sebanyak satu buah.
2. Jenis dan Tenaga Kesehatan
Sumberdaya Kesehatan yang ada di wilayah Studi yaitu: Dokter Umum, Bidan, Perawat, Ahli Gizi,
dan Sanitarian, selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. 15 Jumlah Dan Jenis Tenaga Kesehatan Di Kecamatan Laung Tuhup Tahun 2011
No.

JENIS TENAGA KESEHATAN

JUMLAH

1.

Dokter Umum

3 orang

2.

Bidan

19 orang

3.

Perawat

37 orang

4.

Ahli Gizi

1 orang

5.

Sanitarian

2 orang

Sumber: Kabupaten Murung Raya Dalam Angka, 2011

Ditinjau dari jenis dan jumlah tenaga Kesehatan yang ada masih belum tersedianya tenaga Dokter
Gigi, perawat Gigi, Asisten Apoteker dan Analis Kesehatan.
3. Pola Penyakit
Pola Penyakit (sepuluh Besar Penyakit) di wilayah kabupaten Murung Raya tahun 2010, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. 16 Sepuluh Kasus Penyakit Terbanyak Menurut Jenis Penyakit di Kabupaten


Murung Raya, 2010
No.

JENIS PENYAKIT

JUMLAH KASUS

1.

ISPA

9.584

2.

Diare

3.616

3.

Malaria

3.342

4.

Penyakit sistem otot & Jaringan

2.823

5.

Thypoid

2.643

6.

Kulit alergi

2.429

7.

Tekanan Darah tinggi

2.289

8.

Gastritis

2.135

9.

Penyakit lainnya

2.195

10.

Asma

988

Sumber: Kabupaten Murung Raya Dalam Angka, 2010/2011

Jumlah kasus kejadian penyakit yang termasuk tiga besar adalah penyakit ISPA, Diare, dan
Malaria.
4. Sarana Sanitasi Dasar
Sarana sanitasi dasar dalam hal ini adalah sumber air untuk kebutuhan penduduk dalam
memenuhi keperluan sehari-hari seperti minum dan memasak, dalam hal ini khususnya diwilayah
studi yaitu desa Beras Belange Kecamatan Laung Tuhup sumber air yang digunakan adalah air
permukaan /sungai.

Anda mungkin juga menyukai