1.1.1.1
A. Iklim
Secara umum kondisi iklim di wilayah studi tidak terlepas dari kondisi iklim regional di daerah
Kabupaten Murung Raya. Data iklim yang disajikan berikut ini diambil dari Stasiun Pengamat
Meteorologi dan Geofisika terdekat yag mewakili lokasi yaitu di Muara Teweh .
Kondisi iklim di lokasi rencana kegiatan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan letak geografis,
dimana wilayah ini merupakan daerah ekuator.
Berdasarkan klasifikasi Schmidt & Fergusson, tipe iklim untuk lokasi rencana kegiatan termasuk
tipe Iklim A (iklim basah), dimana kondisi tersebut digambarkan melalui dominasi besarnya curah
hujan harian (di atas 100 mm/hari) yang mencapai lebih dari 9 bulan. Besarnya curah hujan
tahunan rata-rata (Annual Rainfall) berkisar antara 1.854 mm sampai 4.521 mm, dengan rata-rata
3.140,5 mm. Curah hujan minimum terjadi antara bulan Juni sampai September, sedangkan curah
hujan maksimum terjadi antara bulan Oktober sampai bulan Mei. Data curah hujan dapat dilihat
pada Tabel 2.17.
Jan
Feb
Mar
440,30
334,40
208,00
310,00
262,00
206,00
237,00
207,00
382,00
377,40
180,40
328,30
244,30
254,92
406,20
313,60
362,60
124,90
282,40
412,50
257,60
291,99
201,50
163,60
257,00
429,00
268,00
336,00
166,00
73,00
161,00
221,10
379,70
215,90
241,90
434,60
400,50
296,60
420,00
199,50
263,60
183,50
164,10
260,77
324,10
265,60
597,00
470,00
585,00
276,00
223,00
253,00
312,00
310,60
378,60
593,70
354,10
439,70
319,90
276,70
330,90
389,10
317,30
387,20
197,90
361,97
Apr
510,80
328,40
217,00
547,00
257,00
369,00
237,00
425,00
145,90
680,50
366,20
199,20
192,40
239,00
1492,00
587,20
266,40
313,00
377,30
473,40
374,30
409,43
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
203,70
225,40
296,00
240,00
227,00
199,00
178,00
297,00
373,40
277,10
239,40
173,80
224,20
351,90
273,80
398,70
370,00
158,90
286,70
391,60
222,30
267,04
89,20
200,00
360,00
185,00
262,00
243,00
18,00
178,00
64,10
326,90
105,90
252,40
49,90
140,30
196,10
251,90
184,00
176,00
155,00
95,40
223,00
178,86
82,50
136,00
92,00
20,00
203,00
61,00
105,00
305,00
84,60
241,70
34,90
28,60
199,40
229,50
32,40
27,60
205,40
163,80
72,80
368,70
80,30
132,10
5,70
59,00
74,00
126,00
215,00
328,00
19,30
131,00
267,70
150,90
27,70
79,30
118,70
18,20
142,00
126,10
146,70
247,60
50,90
291,40
47,10
127,25
55,40
398,00
100,00
1,00
275,00
168,00
18,00
167,00
79,20
60,30
312,10
19,90
204,60
164,50
136,30
110,20
128,20
174,80
13,10
302,10
116,70
143,07
119,50
222,00
153,00
110,00
276,00
351,00
112,00
491,00
406,90
253,40
258,20
77,70
278,90
16,90
290,50
86,70
234,00
302,40
326,40
365,80
218,00
235,73
521,20
421,00
381,70
367,00
343,00
918,00
199,00
210,00
348,30
414,30
473,70
349,60
251,30
333,00
378,80
222,00
219,50
398,30
250,80
453,90
351,10
371,69
415,40
332,00
234,00
377,00
157,00
254,00
342,00
404,00
185,40
222,00
433,50
297,20
351,00
575,60
453,40
384,50
484,80
358,30
638,40
336,20
336,20
360,57
Sumber: Hasil Pengolahan data curah hujan tahun 1991 2011 dari Stasiun Muara Teweh
Rata-rata
tahunan
2969,30
3085,40
2969,70
3182,00
3330,00
3709,00
1854,30
3141,00
2810,50
3536,20
3190,30
2615,60
2710,70
3198,12
4521,90
3081,80
3352,50
3006,60
3034,70
4061,70
2588,60
B. Kualitas Udara
Untuk mengetahui kondisi awal kualitas udara ambien di sekitar wilayah studi di lokasi
pengembangan Terminal Khusus Batubara PT MGM, maka dapat dilihat dari hasil pemantauan
kualitas udara ambien selama Triwulan I tahun 2012, triwulan III dan triwulan IV tahun 2011. Lokasi
pemantauan adalah di lingkungan kerja (Kantor Menyango, Jalan Tambang, Workshop Jamut dan
Jamut) dan lingkungan sekitarnya / desa-desa yang terkena dampak ( Desa Pelaci, Batu Bua,
Maruei dan Beras Belange). Data hasil pemantauan kualitas udara ambien untuk parameter TSP
(debu) ditampilkan pada Gambar 2.35 dan Tabel 2.18.
Dari hasil pemantauan parameter TSP (debu) terlihat bahwa hampir di semua lokasi pemantauan
kadar debu masih berada di bawah baku mutu kualitas udara ambien berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemar Udara, kecuali di Hauling Road pada
Triwulan III sebesar 350,42 g/m3 dan Workshop Jamut sebesar 254,7 g/m 3 . Tingginya kadar
debu tersebut diakibatkan aktivitas transportasi yang padat di sepanjang jalan angkut batubara
yang mengakibatkan kadar debu yang beterbangan konsentrasinya tinggi dan telah melampaui
baku mutu yang ditetapkan.
Lokasi
Triwulan 1- 2012
Triwulan IV-2011
Office Menyango
82
97,22
91,67
Hauling Road
350,42
Workshop Jamut
133
254,7
Office Jamut
50
73,2
125
Desa Pelaci
122
56,19
72,2
49
44,76
60,1
47
211,9
41,6
103
70
50,55
Baku Mutu
(g/m3)
230
C. Intensitas Kebisingan
Intensitas kebisingan yang timbul di wilayah Terminal Khusus Batubara PT MGM berasal dari
operasional alat-alat berat untuk kegiatan penambangan, transportasi (truk gandeng kelas berat)
dan aktivitas bongkar muat batubara. Sumber kebisingan lain berasal dari aktivitas masyarakat di
sekitarnya.
Data intensitas kebisingan diperoleh dari hasil pemantauan selama Triwulan III dan IV tahun 2011.
Kemudian data tersebut dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48
MENLH/11/1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebisingan untuk pemukiman dan industri.
Tabel 2. 3 Hasil Pemantauan Intensitas Kebisingan di Lingkungan Kerja dan Lingkungan
Sekitar PT MGM
No
Lokasi
Baku Mutu
Triwulan IV-2011
(dBA)
66,7
65,3
70
52,6
70
Office Menyango
Hauling Road
Workshop Jamut
53,5
65,3
70
Office Jamut
49,2
49,1
70
Desa Pelaci
48,3
46,4
55
49,2
44,6
55
52,3
41,6
55
46,3
48,4
55
Tingkat kebisingan di lokasi studi berkisar antara 41,6 dBA 66,7 dBA. Jika mengacu kepada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep-48/MENLH/11/1996, dimana nilai ambang batas
kebisingan untuk kawasan permukiman adalah 55 dBA dan untuk kawasan industri adalah 70
dBA, maka semua lokasi pemantauan masih di bawah nilai ambang batas.
1.1.1.2 Geologi
A. Fisiografi
Fisiografi merupakan suatu corak struktur permukaan bumi yang berkaitan dengan proses
pembentukannya, dan sistem/formasi geologi daerah studi menjadi salah satu komponen
acuannya. Secara umum kondisi topografi di daerah Kabupaten Murung Raya didominasi oleh
perbukitan bergelombang sedang hingga tinggi dengan kemiringan lereng antara 15 40% dan
lebih besar dari 40% atau rata-rata didominasi oleh lereng dengan kemiringan yang cukup tinggi.
Wilayah studi termasuk ke dalam daerah dengan morfologi bergelombang sampai berbukit-bukit
yang memiliki kemiringan lereng antara 7 40%. Morfologi umum wilayah studi dicirikan dengan
adanya perpotongan antara bukit yang rendah dengan lembah terbuka yang menuju arah barat
laut dengan lebar lembah sekitar 500 meter (dari puncak ke puncak). Relief maksimum adalah 80
meter dan elevasi diatas permukaan laut sekitar 300 meter.
Alur-alur primer dan sekunder cenderung membentuk formasi terali, sementara alur-alur yang lebih
besar yang menuju sungai cenderung membentuk pola sungai dendritik. Jalan-jalan sungai ini
mempunyai lebar sekitar 15 meter dan kedalaman sekitar 6 meter. Jalan-jalan tersebut dapat
meningkat dan menurun dengan laju sekitar 1 m/jam dan mengisi tepi-tepi sungainya. Sungaisungai kecil ordo 2 dan 3 mengikuti pola aliran sungai trellis-dendritik.
Wilayah pertambangan PT. MGM termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Murung Raya.
Berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Kota Muara Laung (1990/1991). Pada umumnya
wilayah Kabupaten Murung Raya terdiri dari formasi geologi yang tergolong tua, terkecuali
kawasan endapan alluvium (kwarter) di bagian Selatan. Dari sudut faktor dan proses
pembentukannya, wilayah Kabupaten Murung Raya dapat dibedakan sebagai berikut:
Jalur aliran sungai, terletak di tepi sungai berupa tanggul sungai, meander dan dataran
banjir.
Dataran alluvial, terbentang di bagian selatan wilayah dengan Sungai Barito menjadi
porosnya, berupa dataran rendah.
Lipatan, berupa kawasan perbukitan yang mengalami pengangkatan lebih lanjut sehingga
terjadi lipatan, dijumpai pada bagian wilayah perbukitan.
Ikhtisar data morfologi di wilayah studi dapat dilihat pada Tabel 2.20 sebagai berikut.
Tabel 2. 4 Ikhtisar Data Morfologi di dalam daerah Studi
Satuan Morfologi
Luas
(%)
5
Beda ketinggian
(m)
0 10
Kemiringan
(%)
02
Perbukitan kerucut
50 100
2 10
Perbukitan bergelombang
lemah sedang
Perbukitan bergelombang
sedang kuat
30
10 30
10 25
60
25 80
25 45
Dataran aluvial
Sebaran
di bantaran sungai besar,
terutama sungai Laung
di sepanjang kiri kanan
Sungai Laung
di sepanjang kiri kanan
Sungai Laung
di hulu sungai-sungai,
terutama Sungai Laung
C. Stratigrafi Regional
Stratigrafi regional daerah penelitian dan sekitarnya terdiri dari 8 formasi batuan sedimen dan 2
formasi batuan beku (Gambar 2.38). Berikut adalah penjelasan masing-masing formasi tersebut
(dari tua ke muda):
1.
Formasi Tanjung
Formasi Tanjung merupakan formasi batuan sedimen tertua pada Cekungan Barito yang
diendapkan pada Eosen Bawah. Formasi ini terdiri dari perselingan batupasir (kuarsa),
batulempung dan batulanau sisipan batubara, batugamping, dan konglomerat.
2.
3.
Formasi Ujohbilang
Formasi Ujohbilang terendapkan selaras di atas Formasi Batu Ayau, berumur Oligosen
Bawah, dan tersebar di bagian timur sampai timur laut daerah penelitian. Formasi
Ujohbilang ini dicirikan oleh batulumpur (dominan) dan sedikit batupasir.
4.
5.
Formasi Warukin
Formasi Warukin diendapkan tidak selaras di atas Formasi Karamuan dan Formasi Puruk
Cahu, berumur Miosen Tengah, dan pada umumnya tersebar di bagian timur daerah
penelitian. Formasi ini dicirikan oleh batupasir kuarsa berbutir halus sedang, bersisipan
batulempung karbonan dan batulanau karbonan. Formasi-formasi batuan sedimen di atas
diterobos oleh intrusi batuan beku andesit diorit dan batuan gunung api Bondang
(andesit dan basalt).
UMUR
FORMASI
HOLOSEN
ALUVI UM
PLISTOSEN
Anap
PLIOSEN
AKHIR
TENGAH
Warukin
AWAL
Puruk Cahu
AKHIR
AWAL
Batuan
Gunung Api
Malasan
Ujoh bilang
Halog
AKHIR Batu Kelau
Batu Ayau
TENGAH
AWAL
Tanjung
PALEOSEN
MESOZOIKUM
PALEOZOIKUM
1.1.1.3 Hidrogeologi
1. Hidrogeologi Regional
Daerah penelitian termasuk dalam formasi Batu Ayau yang berumur Eosen Atas. Formasi ini
dapat dibagi menjadi dua strata, yaitu strata bawah yang tersusun terutama dari batulumpur,
batulanau dan batupasir berselingan dengan lapisan-lapisan batubara. Ketebalan strata ini
berkisar antara 100 300 meter, umumnya 200 meter. Strata atas tersusun terutama dari
batulumpur dan batulanau, batupasir dan konglomerat pasiran. Di dalam strata ini terdapat
perselingan dengan lapisan batubara sebanyak 2 8 lapisan, termasuk 2 4 lapisan yang
dapat ditambang. Strata ini dapat digolongkan ke dalam formasi sedimen atau batuan klastik
dengan ketebalan berkisar antara 300 600 meter, umumnya 480 meter. Dalam kelompok ini
batulumpur dan batulanau bertindak sebagai akuiklud, sedangkan batupasir dan konglomerat
pasiran bertindak sebagai akuifer.
2. Akuifer Dalam Batuan Kuarter
Batuan kuarter di daerah ini terdiri dari pasir, lempung kekuningan abu-abu, lempung
gembur berselingan dengan lapukan batuan dasar. Batuan ini dapat dikelompokkan ke dalam
batuan aluvial dengan ketebalan berkisar antara 2,15 28,6 meter. Ketebalan paling besar
dijumpai di bagian utara. Di bagian tengah selatan ketebalan batuan ini berkisar antara 3 5
meter. Berdasarkan laporan pemboran inti, batuan aluvial ini cukup permeabel.
3. Akuifer Dalam Lapisan Batupasir dan Konglomerat Pasiran
Batuan ini terdistribusi terutama di atas lapisan ke dua batubara. Dari kajian litologi dapat
diidentifikasi lapisan-lapisan ini, baik yang berada di lapisan tanah penutup maupun lapisan
antara (interburden). Lapisan batupasir dan konglomerat pasiran yang berada di atas lapisan
batubara dinilai berpotensi sebagai akuifer, sedangkan lapisan batubara di bawahnya
kemungkinan berfungsi sebagai akuiklud yang dibentuk oleh rekahan-rekahan pada lapisan
batubara tersebut. Seri lapisan batuan dari batupasir dan konglomerat pasiran sampai
batubara tersebut kemudian secara keseluruhan membentuk suatu lapisan akuifer. Hal ini
dapat dibuktikan pada sumur gali (test pit).
Ditinjau dari posisi serta penyebaran lapisan yang berpotensi sebagai akuifer serta analisis
muka air tanah yang terdeteksi di sumur gali maupun di lubang-lubang bor eksplorasi, dapat
disimpulkan bahwa, akuifer tersebut dapat digolongkan sebagai akuifer bebas. Imbuhan
berasal dari infiltrasi air hujan yang kemudian mengalir sebagai air tanah yang selanjutnya
mengalir ke sungai terdekat.
Untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik hidrolik akuifer bebas tersebut telah
dibuat sumur gali dengan kedalaman 10 m. Uji pemompaan yang dilakukan pada sumur gali
tersebut pada dasarnya tidak dapat memberikan hasil yang cukup akurat, namun dapat
digunakan untuk memberikan gambaran tentang akuifer bebas tersebut. Dengan
menggunakan metode Jacob untuk uji penurunan (drawdown) serta metode Theis & Jacob
untuk uji kambuhan (recovery), harga transmisivitas berkisar antara 5,3x10-4 m2/detik sampai
5,9x10-4 m2/detik.
Secara litologik, lapisan batupasir - konglomerat pasiran - batubara pada posisi yang lebih
dalam dapat berfungsi sebagai akuifer tertekan. Namun bila ditinjau dari karakteristik batupasir
yang umumnya bersifat relatif kompak, maka akuifer tersebut diperkirakan memiliki
konduktivitas hidrolik yang relatif kecil, yaitu berkisar pada 10-7 m/detik, seperti yang sering
ditemukan pada lapangan-lapangan batubara lain di Kalimantan. Sementara itu lapisan
batubara umumnya bersifat akuiklud karena rekahan-rekahan yang terkandung di dalamnya.
1.1.1.4 Hidrologi
Sungai Barito merupakan sungai terbesar yang mengalir di selatan daerah penelitian dan
mempunyai lebar antara 200-250 m serta kedalaman berkisar antara 10-25 m (keadaan normal, di
bagian palung), mengalir relatif arah Barat-Timur. Sungai Laung adalah anak Sungai Barito dan
merupakan sungai utama yang mengalir di daerah penelitian dengan arah relatif Utara-Selatan,
mempunyai lebar antara 50-75 m serta kedalaman berkisar 3-10 m. Sungai lain yang cukup besar
dan mengalir di daerah penelitian adalah Sungai Meruwei, Sungai Tahujan serta Sungai
Mantubuh. Sifat-sifat sungai-sungai di atas secara keseluruhan dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sungai Barito, Sungai Laung dan Sungai Meruwei merupakan sungai yang berair sepanjang tahun
namun dengan kedalaman yang berbeda. Luas DAS Barito sangat besar, maka Sungai Barito
selalu berair dan dapat dilayari sepanjang tahun. Sungai Laung dan Sungai Maruwei, karena luas
DAS-nya yang lebih kecil dari DAS Barito, maka kedalaman sungai ini relatif sensitif terhadap
curah hujan. Pada musim hujan, Sungai Laung dapat dilayari oleh speedboat hingga sampai ke
Desa Tumbang Tonduk, yaitu desa yang berada di hulu Sungai Laung. Pada musim kemarau
speedboat hanya bisa menjangkau Desa Batu Bua I dan II.
Sungai Tahujan mempunyai cabang ke arah hulu, yaitu Sungai Tahujan Merah dan Sungai Tahujan
Putih. Sungai Mantubuh mengalir atau bermuara ke dalam Sungai Tahujan Putih di arah hulu.
Kedalaman air Sungai Tahujan Merah, Tahujan Putih serta Sungai Mantubuh berkisar 1,0 1,50
meter pada musim kemarau, karena sungai-sungai ini berada di hulu Sungai Tahujan. Sungai
Tahujan hanya bisa dilayari oleh perahu motor kecil (cis).
1.1.1.5 Tanah
A. Jenis Tanah
Lokasi kegiatan Pembangunan Terminal Khusus PT Marunda Grahamineral berada pada posisi
antara 3525,3 - 3456 LU dan antara garis bujur 1144719,7 - 1144752 BT. Lokasi yang
dibatasi lintang dan bujur tersebut dalam peta sistem lahan (Bakosurtanal seri RePPProT, 1987)
mencakup dua sistem lahan, yaitu :
1. Sistem lahan BKN (Bakunan), yaitu sistem lahan dengan fisiografi merupakan lembahlembah kecil diantara perbukitan, dengan kemiringan lahan datar sampai landai (0
8%).Lahannya merupakan bentukan baru dari sedimentasi material dari sungai berupa
pasir, debu dan liat. Dengan demikian, tanah pada lahan ini merupakan tanah yang berumur
relatif muda. Jenisnya terdiri atas Tropaquepts (Kambisol gleik), Fluvaquents atau bisa juga
Tropofluvents (Aluvial gleik). Bertekstur agak halus sampai halus. Sistem lahan ini
menempati areal di bagian Selatan areal lokasi studi, yaitu berada di sekitar pinggiran
sungai Barito.
2. Sistem lahan MPT (Maput), yaitu sistem lahan yang mempunyai fisiografi Perbukitan batuan
bukan endapan yang tidak simetris atau teratur. Bahan induk pembentuk lahannya adalah
batupasir, lanau, atau batulumpur. Topografinya tergolong curam dengan kemiringan lahan
26-40%. Tanah dalam sistem ini terdiri dari asosiasi Tropudults (Podsolik), dan Dystropepts
(Kambisol). Arealnya realtif lebih besar daripada BKN, yaitu menempati areal pada bagian
Utara lokasi studi.
Untuk lebih jelasnya posisi kedua sistem lahan pada areal lokasi studi dapat dilihat pada Gambar
2.40.
Tropaquepts, Fluvaquents, dan Tropofluvents adalah tanah-tanah yang mengalami jenuh air
selama lebih dari 6 bulan, sehingga khususnya pada bagian subsoilnya menampakkan gejala
hidromorfik,yaitu ditunjukkan dengan warnanya yang abu-abu (terang sampai pucat, atau nilai Hue
pada Soil Munsell Chart-nya 2 atau kurang). Tropaquepts merupakan tanah yang relatif telah lebih
berkembang dibandingkan Fluvaquents dan Tropofluvents, dimana pada penampang tanah
Tropaquepts telah menampakkan gejala-gejala perkembangan horison (lapisan tanah), sedangkan
pada dua jenis tanah lainnya perbedaan antar lapisan tanah lebih diakibatkan oleh perbedaan
pengendapan material tanahnya, dan bukan akibat proses-proses pedogenesis didalamnya.
Tanah Tropudults yang menempati sistem lahan di bagian Utara lokasi studi adalah tanah yang
penyebarannya lebih dominan dibanding tanah Dystropepts yang merupakan asosiasinya. Tanah
Tropudults adalah tanah dengan sifat mempunyai horison argilik (horison penimbunan fraksi liat
halus) pada sebagian subsoilnya. Disamping itu secara kimiawi kesuburannya lebih rendah
dibanding Dystropepts, disebabkan kejenuhan basanya kurang dari 35% dan Kapasitas Tukar
Kationnya (KTKnya) juga rendah. Hal ini dikarenakan Tropudults adalah tanah yang tua, sehingga
telah banyak mengalami pencucian unsur hara, sementara disisi lain mineral yang terkandungnya
pun telah mengalami pelapukan yang cukup lanjut.
Adapun Dystropepts adalah tanah yang berkembang secara insitu, namun perkembangannya
belum sampai lanjut (perkembangan awal). Diferensiasi horison sudah mulai terlihat, seperti ;
terbentuknya agregat tanah (namun masih lemah), degradasi warna, dan degradasi tekstur
berdasarkan kedalaman. Pada subsoilnya hanya memperlihatkan horison kambik (horison yang
belum cukup dikatakan sebagai horison argilik atau spodik). Sehubungan tanah ini relatif masih
muda, maka kandungan unsur haranya juga masih cukup baik, kejenuhan basanya masih di atas
35% tetapi tidak melebihi 50%.
B.
Kesuburan Tanah
Belum ada data hasil analisis laboratorium sampel tanah yang diambil khusus dari lokasi studi
(areal Terminal Khusus PT Marunda Grahamineral). Oleh karena itu status kesuburan tanah di
lokasi studi belum bisa dikemukakan secara jelas dan rinci.
Namun melihat data perkiraan secara kualitatif pada legenda Peta Sistem Lahan di atas
menunjukkan bahwa kesuburan tanah di areal studi seluruhnya tergolong rendah (indeks 2). Hal
ini memang cukup umum dijumpai di dataran Kalimantan, dimana tanah-tanahnya secara alami
bersifat marjinal baik secara kimiawi, maupun fisik. Secara kimiawi kandungan unsur hara dan
kapasitas tukar kationnya rendah, dan secara fisik terdapat faktor-faktor penghambat bagi
pengembangan tanaman budidaya seperti masalah drainase buruk atau terhambat (pada lahanlahan datar dan pelembahan), dan lereng yang cukup curam (pada daerah-daerah yang berbukit
atau bergunung).
C. Erosi
Pemantauan terhadap proses erosi yang terjadi dan pengelolaannya di wilayah pertambangan
batubara PT Marunda Grahamineral lebih banyak difokuskan di lokasi pertambangan batubaranya
(seperti di Kawi Utara dan Mantubuh Tenggara), karena di kedua lokasi ini topografi lahannya
termasuk curam. Berdasarkan hasil pengukuran laju erosi hasil pemantauan triwulan pertama
tahun 2012 lalu, menunjukkan di lokasi areal penambangan batubara PT MGM erosinya berkisar
23,42 ton/ha/th dan 51,87 ton/ha/th atau keduanya termasuk bahaya erosi kelas II (sedang).
Pengelolaan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkecil proses erosi yang berlangsung,
dan sedimentasinya,serta untuk menahan jumlah air larian (run off), adalah :
a. Membuat bangunan konsevasi tanah seperti garden cannel, checkdam, pengendali jurang,
saluran drainase, dan lain-lain.
b. Menanam cover crops untuk memperkecil kecepatan air limpasan dan meningkatkan
infiltrasi.
Adapun di areal lokasi studi (Terminal Khusus PT Marunda Graha Mineral) belum ada data dan
keterangan mengenai kondisi erosi yang terjadi. Namun apabila melihat uraian mengenai sistem
lahan yang ada, dimana untuk Sistem Lahan BKN yang memiliki kemiringan lahan 0 8% (datar
landai), maka diperkirakan proses erosinya tidak terlalu intensif (karena datar), sedangkan untuk
Sistem Lahan MPT yang memiliki kemiringan 26-40%, dimungkinkan erosinya cukup tinggi, namun
ini pun masih harus melihat data lainnya seperti curah hujan, vegetasi yang tumbuh, dan
penanganan/pengelolaan lahannya (bila ada).
Adapun air sungai Barito yang terlihat keruh (mengandung partikel sedimentasi), perlu diteliti
secara komperhensif, cermat, dan akurat darimana sumber partikel pengeruhnya, apakah
memang sejak dari hulu sebelum areal tambang PT MGM atau apakah sesudahnya. Mengingat di
bagian hulu sebelum lokasi PT MGM cukup banyak juga aktivitas manusia, baik HTI ataupun
pertambangan lainnya.
Berdasarkan hasil laporan pemantauan yang dilakukan, ada 8 titik sampling untuk memantau
kegiatan ini yaitu Settling pond 1 jamut, Settling pond 3 Mantubuh, Settlingpond 3 Kawi Tengah,
Settlingpond 8 kawi Utara, Settlingpond 9 Kawi Utara, Settlingpond 10 Kawi Utara, Settlingpond 11
Kawi Utara dan Settlingpond 2 jamut. Parameter yang diperiksa selama periode pemantauan yaitu
parameter yang ditetapkan melalui kepmen LH No 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
bagi Usaha dan atau kegiatan pertambangan Batu Bara. Parameter tersebut diantaranya adalah
pH, Residu Tersuspensi, Besi Total dan Mangan Total. Berikut ini hasil pemantauan yang dilakukan
selama tahun 2011.
Secara keseluruhan dilihat dari grafik yang ditampilkan secara umum hampir semua parameter
baik itu pH, Residu Tersuspensi, Besi Total maupun Mangan Total sudah memenuhi baku mutu
yang ditetapkan. Kalaupun ada parameter yang tidak memenuhi baku mutu sifatnya hanya
sementara karena mungkin kondisi yang ekstrim tetapi pada akhirnya semuanya memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan. Kondisi air yang keluar dari titik sampling di lokasi penambangan
sangat penting karena akan memberikan pengaruh terhadap kondisi sungai disekitarnya.
Sesuai dengan hasil pemantauan terdahulu maka ada ada beberapa sungai dan anak sungai yang
diperkirakan terpengaruh oleh kegiatan yang dilakukan.
Sungai tersebut diantaranya adalah:
WS 3 S. Bambang Baja
WS 4 - Pertemuan S. Mantubuh KW 10
WS 7 S. Bulu Km - 43
Berikut ini adalah hasil pemantauan untuk titik sampling yang berada di sungai sesuai
periode pemantauan pada tahun 2011.
Untuk Kualitas Air Sungai atau permukaan ketetapan yang di gunakan adalah PP No 82 tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kelas sungai yang di
pergunakan adalah kelas II. Sesuai dengan kelas yang ditetapkan secara umum semua parameter
yang di uji sudah memenuhi baku mutu yang ditetapkan kecuali untuk parameter pH dan TSS.
Kondisi pH yang terukur ada di bawah baku mutu yang ditetapkan hal ini bisa terjadi karena
kondisi alam di kalimantan yang cenderung untuk membuat pH air asam karena terjadinya
pelapukan tanaman atau kondisi batuan yang ada di dasar sungai yang bersifat asam.
Oleh karenanya, sebagai rujukan dalam rencana pembangunan Terminal Khusus ini digunakan
peta Status Hutan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Murung Raya, 2010. Berdasarkan peta status
hutan tersebut lokasi pengembangan Terminal Khusus Batubara tersebut bukan diperuntukan
sebagai kegiatan kehutanan, tapi termasuk ke dalam areal penggunaan lain (APL). Penjelasan
mengenai lahan pengembangan Terminal Khusus Batubara pada peta status hutan dapat dilihat
pada Gambar 2.41.
Rencana lokasi kegiatan pengembangan Terminal Khusus Batubara PT. MGM berada di tepi
Sungai Barito di dalam wilayah Desa Beras Belange dengan luas lahan sebesar 10,38 Ha.
Penggunaan lahan di lokasi tersebut pada saat ini adalah berupa perkebunan milik masyarakat
(Lihat Gambar 2.42). Letak rencana pengembangan Terminal Khusus Batubara ini bersebelahan
dengan terminal khusus eksisting PT. MGM.
Kegiatan lain yang berada disekitar kegiatan batubara PT.MGM termasuk rencana pengembangan
Terminal Khusus Batubara diperkirakan diantaranya adalah PT. KAWI (Karunia Ika Wood Industri),
PT. Barito Pasifik Lumber (PT. BPL), PT. Jayanti Jaya, PT. Aghatis dan PT. Dacrydium. Disamping
itu, terdapat rencana pertambangan batubara PT. Maruwei Coal yang berada di bagian Utara
wilayah konsensi tambang PT. MGM. sebesar 99.600 Ha. Di sebelah Timur terdapat areal konsesi
pertambangan batubara PT. Bauh Coalindo Tuhup.
1.1.2.2 Transportasi
A.
Transportasi Regional
Uraian rona transportasi regional dalam sub bab ini lebih membahas masalah akses pencapaian
dari luar proyek ke lokasi proyek serta aktivitas angkutan sungai untuk penumpang dan komoditi
lainnya. Adapun uraian rinci adalah sebagai berikut:
1)
Transportasi Udara
Pencapaian ke lokasi proyek (Terminal Khusus batubara PT.MGM) tersebut dari Jakarta via
transportasi udara dapat ditempuh dengan 2 alternatif pencapaian, yaitu sebagai berikut;
2)
Transportasi Darat
Pencapaian menuju ke lokasi proyek PT.MGM melalui angkutan darat dapat dilakukan dilakukan
melalui 3 alternatif pencapaian, yaitu:
Alternatif kedua, dari Banjarmasin perjalanan ke Muara Teweh ( 430 km sebelah Utara
Banjarmasin) melalui Buntok dengan menggunakan transportasi darat (minibus) dapat
ditempuh selama 8 10 jam. Kemudian perjalanan dari Muara Teweh ke lokasi rencana
kegiatan di Beras Belange dengan cara sama seperti pada perjalanan alternatif pertama.
3)
Transportasi Sungai
Pemanfaatan transportasi sungai untuk menuju ke lokasi Terminal Khusus batubara PT.MGM
melalui Sungai Barito. Aktivitas transportasi Sungai Barito dari Banjarmasin hingga ke hulu (Puruk
Cahu) digunakan baik untuk kegiatan transportasi pelayanan masyarakat hingga untuk
pengangkutan batubara dan komoditi lainnya seperti kayu gelondongan, rotan dan karet.
Untuk pelayanan penumpang dilayani oleh jenis bis air, kapal motor dan speed boat, sedangkan
untuk jangkauan pelayanan jarak pendek dilayani jenis klotok. Untuk pelayanan angkutan barang
dilayani jenis kapal motor (truk air). Pelayaran truk air dengan tujuan Banjarmasin-Puruk Cahu
untuk mengangkut komoditi antara lain berupa rotan dan karet. Waktu tempuh yang dibutuhkan
oleh truk air dari Banjarmasin ke Puruk Cahu bisa mencapai 2 hari perjalanan.
Pelayanan penumpang baik yang berukuran besar maupun kecil (speed boat) terpusat di
Banjarmasin. Untuk kapal motor dan bis air dengan jangkauan pelayanan Banjarmasin Buntok
Muara Teweh Puruk Cahu terpusat di Dermaga Banjar Raya Kota Banjarmasin dengan
berkapasitas angkut 60 penumpang. Waktu tempuh perjalanan dengan menggunakan bis air dari
Banjarmasin Puruk Cahu selama 3,5 hari. Sedangkan waktu tempuh perjalanan BanjarmasinMuara Teweh adalah selama 2,5 hari.
Untuk speed boat pelayanan antara lain adalah Banjarmasin Mangkatip dan Banjarmasin
Batampang, pelayanan speed boat terpusat di Dermaga Ujung Murung Banjarmasin dengan
kapasitas angkut penumpang 24 26 penumpang/speed boat. Disamping itu pelayanan speed
boat juga meliputi BuntokJenamas. Waktu tempuh yang dibutuhkan perjalanan dengan
menggunakan moda speed boat dari Banjarmasin Mangkatip selama 3,5 jam, BanjarmasinBatampang selama 4 jam dan untuk perjalanan Buntok Jenamas selama 5 jam.
Disamping itu, jalur Sungai Barito dari Banjarmasin sampai ke Puruk Cahu dilalui juga oleh jenis
moda lainnya yaitu seperti Motor Getek, Tug Boat, Tongkang dan LCT. Tug Boat terdiri dari Tug
Boat penarik kayu gelondongan dan batubara maupun yang lepas (tanpa moda yang ditarik).
B.
Sungai Barito membentang dari perbatasan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan dan
bermuara di pantai Kalimantan Selatan melewati Kota Banjarmasin. Sungai Barito mempunyai
panjang lebih dari 900 kilometer. Lokasi Terminal Khusus Jamut PT.MGM berada pada arah hulu
Sungai Barito yaitu di Desa Beras Belange. Kedalaman air sungai di lokasi Terminal Khusus Jamut
dapat mencapai kedalaman sekitar 9,5 m. Lebar sungai yang ada di sekitar terminal khusus
mencapai 240 meter.
Pengangkutan batubara PT.MGM dari Beras Belange ke Buntok yang berjarak 260 km
menggunakan tongkang dengan kapasitas angkut maksimum 3.000 4.500 ton/tongkang dengan
jenis tongkang 180-240 ft ( 70 m). Kondisi ini karena alur pelayaran Sungai Barito dari Beras
Belange menuju ke Buntok pada musim kemarau hanya dapat dilayari dengan kapasitas angkut
maksimum 3.000 ton / tongkang. Berkaitan dengan adanya rencana peningkatan kapasitas
produksi batubara, maka diperkirakan adanya penambahan jumlah tongkang dengan kapasitas
tersebut untuk pengangkut batubara ke Buntok. Selanjutnya dari Buntok batubara diangkut ke
Pulau laut yang berjarak 750 km yang dapat menggunakan tongkang dengan kapasitas angkut
5000 ton/tongkang 7000 ton/tongkang. Dari Pulau Laut dengan menggunakan fasilitas terminal
khusus IBT (Indonesia Bulk Terminal) batubara selanjutnya diangkut dengan kapal menuju ke
tujuan pangsa pasar.
Kondisi di sekitar Terminal Khusus tidak ada kegiatan lain selain pengangkutan batubara PT.
MGM, dimana batubara diangkut dari stockpile terminal khusus dengan menggunakan barge
loading conveyor (BLC) menuju tongkang. Kegiatan di hilir terminal khusus selain adanya pusat
kegiatan Desa Beras Belange terdapat juga logpond milik PT. Aghatis. Disamping itu lebih jauh ke
hilir dari Terminal Khusus Jamut terdapat Desa Muara Tuhup. Di sebelah hulu Terminal Khusus
milik PT.MGM ini terdapat pusat kegiatan masyarakat yaitu Desa Muara Laung I dan Desa Muara
Laung II. Lalulintas angkutan sungai disekitar terminal khusus selain digunakan oleh kegiatan
angkutan sungai masyarakat sekitar juga digunakan oleh beberapa jenis moda kegiatan angkutan
sungai dari Banjarmasin menuju ke Puruk Cahu. Jenis moda angkutan sungai yang digunakan dari
Banjarmasin ke Puruk Cahu antara lain adalah berupa bis air, truk air, tug boat dan LCT yang
menggangkut penumpang dan berbagai jenis komoditi.
1.1.3.2 Flora
Gambaran umum deskripsi komunitas vegetasi di lokasi studi didapat dari dokumen penelitian dan
pemantauan sebelumnya di sekitar wilayah studi. Informasi ini memberikan deskripsi komunitas
vegetasi di lokasi studi yang merupakan satu kesatuan ekologis, sehingga akan melengkapi
parameter penelitian di wilayah studi saat ini khususnya mengenai keragaman, komposisi jenis
dan struktur vegetasi, termasuk struktur fisiognomi, bentuk kehidupan dan struktur kuantitatifnya.
Tipe vegetasi yang terdapat di lokasi studi adalah vegetasi alami berupa vegetasi hutan dan
vegetasi budidaya berupa pekarangan, kebun atau ladang. Hutan yang terdapat di lokasi proyek
penambangan dan sekitarnya merupakan sisa-sisa hutan hujan tropis dataran rendah Kalimantan
yang dikenal sebagai hutan Dipterocarpaceae. Tetapi, berdasarkan peta dalam Buku Data Pokok
Pembangunan Daerah Tingkat II Barito Utara, hasil updating Bappeda Tingkat II Barito Utara
Tahun 1996, fungsi hutan di dalam konsesi PT MGM termasuk ke dalam 3 fungsi hutan, yaitu
hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan yang dapat dikonversi.
Dari sisi keanekaragaman jenis tumbuhannya, sisa hutan alami yang ada masih tumbuhi oleh
jenis-jenis Shorea spp., Dipterocarpus spp.,Vatica spp., Hopea spp., dan lain sebagainya yang
termasuk ke dalam famili dipterocarpaceae. Beberapa famili lainnya di luar dipterocarpaceae juga
ditemukan di sekitar wilayah studi seperti Fabaceae (Dialium spp.), Anacardiaceae (Mangifera
spp.), Euphorbiaceae (Macaranga spp.), dan sebagainya. Jenis-jenis semak dan herba yang
ditemukan di wilayah studi diantaranya Calamus sp., Pandanus sp., Melastoma sp., dan
sebagainya. Di lingkungan masyarakat sekitar, jenis-jenis tumbuhan hutan ini juga mempunyai nilai
ekonomis yang tinggi diantaranya adalah sebagai bahan bangunan, bahan baku untuk beberapa
jenis industri, serta bahan kerajinan.
Kelompok jenis budidaya ditemukan di pekarangan, kebun, dan ladang berupa tanaman sayuran,
buah-buahan serta tanaman ornamental seperti Tebu (Saccarum officinarum),Singkong (Manihot
utillissima), Pisang (Musa paradisiaca), Rambutan (Nephelium lappaceum), Nangka (Artocarpus
heterophyllus), Kacapiring (Gardenia jasminoides), Kastuba (Euphorbia pulcherrima), Hanjuang
(Dracaena fragrans), dan lain sebagainya.
1.1.3.3 Fauna
Kehadiran kelompok jenis fauna daratan di wilayah penelitian memperlihatkan ketersediaan
sumberdaya penunjang bagi aktivitas hidupnya, serta menggambarkan tipe-tipe habitat yang
terdapat di wilayah studi. Pengamatan kelompok jenis fauna darat yang terdapat di wilayah
penelitian terutama kelompok jenis yang sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti dari
kelompok mamalia, reptilia, amfibia dan aves (burung) akan memberikan gambaran kondisi
lingkungan di lokasi setempat.
Data sekunder hasil studi sebelumnya dari dokumen ANDAL PT MGM, mencatat beberapa jenis
satwa liar di sekitar wilayah studi yang termasuk kelompok jenis mamalia seperti; Bekantan
(Nasalis larvatus), Berang-berang (Cynogalea bennetti), Beruang madu (Helarctos malayanus),
Binturong (Arctictis binturong), Kancil (Tragulus javanicus), Kelampiau/ Kelawet (Hylobates
muelleri), Kijang (Muntiacus muntjak), Trenggiling (Manis javanicus), Landak (Hystrix brachiura),
Lutung (Presbytis frontata), Rusa (Cervus unicolor), Jelarang (Ratufa bicolor), Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestrina), dan Babi Hutan (Sus barbatus).
Kelompok jenis burung yang dominan tercatat adalah penghuni habitat semak belukar dan habitat
tepian (forest edge) yaitu Bondol Kalimantan (Lonchura fuscans) dan Cinenen Jawa (Orthotomus
sepium). Selain juga terdapat burung-burung yang hidup di habitat arboreal, habitat tajuk tengah
vegetasi, serta habitat lantai hutan seperti Elang Bondol (Haliastur indus), Rangkong Papan
(Buceros bicornis), Kuau Raja (Argusianus argus), Srigunting Hitam (Dicrurus macrocercus),
Tekukur biasa (Streptopelia chinensis)Kucica Hutan (Copsychus malabaricus), Cingcoang coklat
(Brachypteryx leucoprys), dan sebagainya. Kelompok jenis lainnya selain mamalia dan jenis-jenis
burung adalah reptilia (yang tercatat 10 jenis) dan amfibia (5 jenis), diantaranya yaitu; Ular
Sawa/Sanca (Phyton reticulatus), Ular Daun (Trimeresurus sp.), Bunglon (Calotus jubatus), Kadal
(Mabuia multifasciata), katak bertanduk (Megophrys montana), Katak Pohon (Hyla sp.), dan Kodok
(Bufo sp.). Diharapkan survey yang akan dilakukan selanjutnya dapat mencatat lebih banyak lagi
jenis fauna/satwa liar yang hidup di wilayah studi.
1.1.4.1
Tapak terminal khusus batubara PT. MGM terletak di Desa Beras Belange, Kecamatan Laung
Tuhup. Terminal khusus ini telah beroperasi sejak tahun 2004. Rencana perluasan wilayah
terminal khusus, 10 Ha, masih berada di dalam wilayah Desa Beras Belange.
Aktifitas terminal khusus angkutan tongkang batubara, selama ini menggerakkan kurang lebih atau
rata-rata 4-5 tongkang perhari, kapasitas 14.000 ton/hari. Kegiatan mobilitas tongkang,
menyentuh wilayah perairan Muara Tuhup. Ke hulu, meski mobilitas tongkang tidak mencapai ke
wilayah ibukota Kecamatan, namun aktifitas pekerja mempengaruhi Desa Laung Tuhup I dan II
wilayah ibukota Kecamatan. Di wilayah darat aktifitas terminal khusus diperkirakan akan menarik
pencari kerja Desa Muara Laung II. Wilayah desa-desa luar tapak terminal khusus dikategorikan
sebagai wilayah pengaruh.
Tabel 2. 5 Desa-desa Wilayah Pengaruh Kegiatan Terminal khusus Batubara PT. MGM
Desa
Beras Belange
Muara
II
Laung
Muara Laung I
Muara Tuhup
Desa
Jumlah Penduduk
Kepadatan Penduduk
Pertumbuhan
Penduduk
2007
2011
Perubahan
(%)
2007
2011
Perubahan
(%)
2007
2011
37
10.1
-50
-18.9
4.18
Beras Belange
202
275
Muara Laung II
1008
1037
3.63
29
+600
1.0
27.89
Muara Laung I
3876
5031
30
12.58
32
+146
-1.3
8.43
Muara Tuhup
3068
3545
16
15
50
+300
3.2
29.66
1.1.4.3
Untuk menghitung angkatan kerja, kami membatasi usia angkatan kerja produktif yang berpeluang
bekerja di kegiatan terminal khusus batubara atau perusahaan lain, yaitu usia 20-40 tahun.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah angkatan kerja di desa-desa wilayah pengaruh
kegiatan terminal khusus PT. MGM rata-rata 41% dari jumlah penduduk desanya. Dengan jumlah
rata-rata anggota keluarga sebesar 4 jiwa, maka rata-rata angkatan produktif 1 orang.
Secara kumulatif jumlah angkatan kerja di masing-masing desa mencapai 71 hingga 1320 jiwa,
dengan jumlah angkatan kerja terbanyak di Desa Muara Laung I, disusul kemudian Muara Tuhup
dan jumlah terendah di Desa Tapak proyek. Secara sosial kategori, yaitu desa dengan mayoritas
penduduk Bakumpai dan Daya, maka jumlah angkatan kerja di desa mayoritas Bakumpai memiliki
jumlah terbesar, sementara desa dengan mayoritas Dayak, memiliki jumlah angkatan kerja relatif
rendah.
Tabel 2. 7 Jumlah Angkatan Kerja di Desa-desa Wilayah Rencana Perluasan Terminal
khusus
Jumlah
Penduduk
No
(Jiwa)
Desa
Jumlah
Angkatan
Kerja (ratarata)
(Jiwa)
Jumlah
(KK)
Jumlah
Anggota
Keluarga
(Jiwa)
Rata-rata Jumlah
angkatan Kerja
(Jiwa)
Beras Belange
275
113
41
71
Muara Laung II
1037
425
41
242
Muara Laung I
5031
2063
41
1320
Muara Tuhup
3545
1454
41
840
1.1.4.4
Tingkat pendidikan desa tapak dan wilayah pengaruh aktifitas terminal khusus seperti disajikan
pada Tabel 2.24. Tabel tersebut menunjukkan relatif tidak ada perbedaan yang mencolok tingkat
pendidikan penduduk di masing-masing desa dan/atau desa berdasarkan kategori sosialnya, yaitu
desa mayoritas Bakumpai dan Dayak. Pada umumnya tingkat pendidikan penduduk adalah
Sekolah Dasar dan SMP atau SMA. Kecuali Muara Tuhup, terdapat sejumlah kecil warga desa
yang mampu mencapai tingkat perguruan tinggi.
Meskipun angka-angka tersebut berdasarkan hasil sensus tahun 2007, namun besar jumlah
mereka yang mencapai pendidikan tersebut relatif tidak akan berubah secara mencolok.
Tabel 2. 8 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa-desa Wilayah Terminal khusus
Kelompok Sosial
No
Desa
Jumlah
Penduduk
Bakumpai
Jenis
Kelamin
SD
Jml
SMP/SMA
%
Jml
Dayak
PT
SD
Jml
Jml
SMP/SMA
%
Jml
PT
Jml
Beras
Belange
202
L
P
3
6
1.5
3.0
1
1
0.5
0.5
62
73
30.7
36.1
28
19
13.9
9.4
2
3
1
1.5
Muara
Laung II
1008
L
P
446
416
44.2
41.3
73
34
7.2
3.4
3
1
0.3
0.1
2
1
0.1
0.1
0.1
Muara
Laung I
3876
L
P
1135
1164
29.3
30.0
562
491
14.5
12.7
67
62
1.7
1.6
11
9
0.3
0.2
14
10
0.4
0.3
2
2
0.1
0.1
Muara
Tuhup
3068
L
P
1000
992
32.6
32.3
396
304
12.8
9.9
12
16
0.4
0.5
4
3
0.1
0.1
1
-
1
-
1.1.4.5
Penggunaan lahan desa-desa sekitar wilayah pengaruh kegiatan batubara PT. MGM, seperti
disajikan pada Tabel 2.25, hutan, meliputi hutan konservasi (16%), hutan produksi terbatas (40%),
hutan produksi (20%) dan hutan konfersi (16%). Sedangkan lahan produktif yang diperkirakan
menjadi sumber penghidupan penduduk adalah 1% lading dan 7% kebun.
Luas tersebut mewarnai pemilikan lahannya, seperti disajikan pada Tabel 2.26. Pada tabel
tersebut terlihat sekitar 1/5 (17%) hingga 2/3 rumah tangga penduduk, tidak memiliki lahan. Dilhat
dari kategori sosialnya, yaitu penduduk Bakumpai dan Dayak, maka di kalangan penduduk
Bakumpai menduduki jumlah penduduk yang banyak tidak memiliki lahan. Sedangkan warga
Dayak berkisar 1/10 hingga setengah warga desanya yang tidak memiliki lahan.
Luas pemilikan lahan ladang, khususnya di kalangan penduduk Bakumpai berkisar kurang dari 2
Ha, sementara warga Dayak mencapai 2-4 Ha lebih.
Gambaran serupa terjadi dengan kepemilikan lahan kebun. Di kalangan penduduk Bakumpai
relatif mengalami pemilikan lahan kebun relatif terbatas, baik dalam jumlah dan luas
kepemilikannya. Sementara warga/penduduk Dayak memiliki luas dan jumlah pemilik relatif lebih
baik dibandingkan dengan warga desa kelompok Bakumpai.
Tabel 2. 9 Penggunaan Lahan di Wilayah Kecamatan Laung Tuhup
No
Penggunaan Lahan
Luas
(Ha)
Pemukiman
152
0.05
Hutan Konservasi
51.031
16.40
123.288
39.63
Hutan Produksi
62.875
20.21
Hutan Konversi
49.283
15.84
Lahan Kering/Ladang
3.426
1.10
Lahan Kebun
21.045
6.76
Total
311.100
100
Desa
Jumlah
Rumah
Tangga
Beras
71
Belange
Muara
242
Laung II
Muara
1320
Laung I
Muara
840
Tuhup
Sumber: BITA, 2007
1.1.4.6
Tidak
Punya
31
56.4
14.5
15
156
62.5
54
21.6
761
77.9
100
630
74.6
112
Tidak
Punya
2-4
27.3
1.8
31
56.4
15.4
13
24
3.6
27
10.9
12
12
160
93.6
5.3
1.2
10.2
78
38
38
806
82.5
87
8.9
50
5.1
34
3.5
13.3
85
10.1
18
18
429
50.8
189
22.4
175
21
52
6.2
Secara umum mata pencaharian penduduk seluruh Kecamatan Laung Tuhup yang mengandalkan
penghidupannya di sektor tradisional (pertanian) dan non-pertanian relatif berimbang (Tabel 2.27).
Di sektor pertanian atau tradisional, penduduk dikategorikan sebagai petani ladang, karet ataupun
petani rotan. Sedangkan aktifitas di peternakan dan perikanan/nelayan relatif rendah.
Mata Pencaharian
Jumlah
Sektor Pertanian
Petani ladang
1694
40.5
Petani karet
261
6.2
Petani rotan
0.0
Peternakan
0.0
Nelayan
Sub-total
Non-pertanian
Pertukangan
Bengkel
Buruh swasta
Penambang emas
Huller
Angkutan perahu/klotok
70
1.7
1957
46.8
39
0.9
0.0
1301
31.1
19
0.5
0.0
12
0.3
0.1
0.0
Pengrajin
0.0
10
Kontraktor
0.0
11
Pengusaha
0.0
12
Pedagang
59
1.4
13
Pegawai desa
14
Pegawai negeri
15
16
17
18
15
0.4
165
4.0
Polri/TNI
0.1
Ojeg
0.0
Pegawai perusahaan
339
8.1
Lain-lain
189
4.5
Sub-total
1967
47.0
Total
4183
100
Di sektor non-tradisional, sumber penghidupan utama penduduk adalah sebagai buruh di sektor
swasta (perusahaan). Selebihnya bergerak di berbagai jenis kegiatan dalam jumlah relatif kecil.
Akan tetapi, di desa-desa tapak dan sekitar wilayah pengaruh kegiatan terminal khusus PT. MGM,
sebagian besar penduduknya bergelut di sektor no-pertanian. (Tabel 2.28).
Tabel 2. 12 Mata Pencaharian Penduduk Desa-desa Wilayah Terminal khusus
Mata Pencaharian
No
Desa
Pertanian
Jml
Perikanan
%
Jml
Non-Pertanian
%
Beras Belange
25
48.1
Muara Laung II
83
36.4
Muara Laung I
46
5.1
0.1
Muara Tuhup
255
30.9
15
1.8
Dirung
Surawung
84
84.8
Jml
Lainnya
%
Jml
27
52
124
54.4
21
9.2
822
91.4
30
3.3
546
66.3
0.9
10
10.1
5.1
Desa
Listrik
SD
SMP
SMA
Pasar
Toko/Warung
PLN
Non-PLN
Jumlah
Rumah
Total
Beras Belange
27
71
Muara
II
10
121
242
Muara Laung I
32
882
320
Muara Tuhup
37
221
840
Laung
membangun fasilitas asrama di Palangkaraya untuk siswa dan mahasiswa dari wilayah
Kecamatan Laung Tuhup.
Tanggapan dan harapan seperti dikemukakan penduduk saat sosialisasi pengembangan terminal
khusus yang dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2012.
JUMLAH
1.
Puskesmas
3 Bh
2.
20 Bh
3.
Posyandu
50 Bh
Jika di tinjau dari jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan di tingkat Kecamatan
dikategorikan memadai dibandingkan dengan penduduk yang harus dilayani, dan demikian pula
khusus diwilayah tapak proyek yaitu desa Beras Belange sudah terdapat Puskesmas Pembantu
dan Posyandu masing-masing sebanyak satu buah.
2. Jenis dan Tenaga Kesehatan
Sumberdaya Kesehatan yang ada di wilayah Studi yaitu: Dokter Umum, Bidan, Perawat, Ahli Gizi,
dan Sanitarian, selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2. 15 Jumlah Dan Jenis Tenaga Kesehatan Di Kecamatan Laung Tuhup Tahun 2011
No.
JUMLAH
1.
Dokter Umum
3 orang
2.
Bidan
19 orang
3.
Perawat
37 orang
4.
Ahli Gizi
1 orang
5.
Sanitarian
2 orang
Ditinjau dari jenis dan jumlah tenaga Kesehatan yang ada masih belum tersedianya tenaga Dokter
Gigi, perawat Gigi, Asisten Apoteker dan Analis Kesehatan.
3. Pola Penyakit
Pola Penyakit (sepuluh Besar Penyakit) di wilayah kabupaten Murung Raya tahun 2010, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
JENIS PENYAKIT
JUMLAH KASUS
1.
ISPA
9.584
2.
Diare
3.616
3.
Malaria
3.342
4.
2.823
5.
Thypoid
2.643
6.
Kulit alergi
2.429
7.
2.289
8.
Gastritis
2.135
9.
Penyakit lainnya
2.195
10.
Asma
988
Jumlah kasus kejadian penyakit yang termasuk tiga besar adalah penyakit ISPA, Diare, dan
Malaria.
4. Sarana Sanitasi Dasar
Sarana sanitasi dasar dalam hal ini adalah sumber air untuk kebutuhan penduduk dalam
memenuhi keperluan sehari-hari seperti minum dan memasak, dalam hal ini khususnya diwilayah
studi yaitu desa Beras Belange Kecamatan Laung Tuhup sumber air yang digunakan adalah air
permukaan /sungai.