Dokumen - Tips Batako PDF
Dokumen - Tips Batako PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batako
Penggunaan bata merah dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding sudah
populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai dengan saat ini,
namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri yaitu berat
per meter kubiknya yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap besarnya beban
mati pada struktur bangunan. Menurut Wijanarko, W. 2008 yang dikutipnya dari
Tjokrodimuljo, 1996. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi
berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan antara lain sebagai berikut:
1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga
terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara yang dapat
digunakan adalah dengan menambah bubuk aluminium kedalam campuran adukan
beton.
2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat, batu apung atau agregat
buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa.
3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau
pasir yang disebut beton non pasir.
Batako tergolong suatu komposit dengan matriks adalah perekat (semen) dan
pengisinya (filler) adalah agregat (batu kecil atau pasir). Proses penguatan atau
pengerasan pada batako sangat tergantung pada perbandingan (ratio berat) air : sekam
padi, normalnya bervariasi dari 0,8 1,2. Batako dikualifikasikan menjadi dua
golongan yaitu batako normal dan batako ringan. Sedangkan untuk batako ringan
adalah batako yang memiliki densitas < 1,8 gr/cm3 (Maydayani, 2009), begitu juga
kekuatan mekaniknya
bahan bakunya (mix design). Jenis batako ringan terbagi menjadi dua bagian yaitu:
batako ringan berpori ( aerated concrete) dan batako ringan non aerated. Batako ringan
ini dibuat dari campuran air, semen, pasir dan sekam padi.
Batako yang baik adalah setiap batako permukaannya rata dan saling tegak lurus
serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut PUBI-(1982)
pasal 6 antara lain adalah permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu
bulan, waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang 400 mm, lebar
200 mm, tebal 100 200 mm, kadar air 25 35% dari berat, dengan kuat tekan 2 7
MPa (Wijanarko, W, 2008).
2.2.
Sekam Padi
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua
belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras, sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau
limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau
bahan bakar, limbah sekam padi seperti gambar 2.2 berikut.
Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi Sekam Padi (Badan penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 1994).
Komoponen
9,02
Protein kasar
3,03
Lemak
1,18
Serat kasar
35,68
Abu
17,71
Karbohidrat kasar
B. Menurut DTC IPB
Karbon (zat arang)
1,33
Hidrogen
1,54
Oksigen
33,64
Silikat
16,98
Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk density) 1125 kg/m3, dengan nilai kalori 1
kg sekam sebesar 3300 k.kalori. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 1994 yang dikutip dari Houston (1972) sekam memilki bulk density 0,100
gr/ml, nilai kalori antara 3300 3600 k. kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas
0,271 BTU .
memanfaatkan beton sekam padi sebagai panel dinding (batako) memberikan hasil
bahwa semakin besarnya penambahan proporsi sekam padi pada campuran
menjadikan bahan bangunan lebih ringan, akan tetapi kekuatan yang didapat lebih
rendah. Oleh karena itu, pada penelitian ini mencoba untuk melakukan peningkatan
kekuatan dengan campuran semen pasir secara bervariasi. (Sumaryanto D., Satyarno
I., Tjokrodimulyo K, 2009).
2.3. Semen
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif yang
memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral lain menjadi suatu massa yang
padat. Definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan semen yang biasa
digunakan untuk konstruksi beton untuk bangunan. Secara kimia semen dicampur
dengan air untuk dapat membentuk massa yang mengeras, semen semacam ini disebut
semen hidrolis atau sering disebut juga semen portland.
Massa jenis semen yang diisyaratkan oleh ASTM adalah 3,15 gr/cm3, pada
kenyataannya massa jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3,03 gr/cm3 sampai
3,25 gr/cm3. Variasi ini akan berpengaruh proporsi campuran semen dalam campuran.
Pengujian massa jenis ini dapat dilakukan menggunakan Le Chatelier Flask menurut
standar ASTM C 348-97.
Nama
SNI 15-0129-2004
SNI 15-0302-2004
Semen
Portland
Pozolan/Portland
Semen
Portland/
Ordinary
SNI 15-3758-2004
Semen Masonry
SNI 15-7064-2004
Bahan yang mempunyai sifat pozolan adalah bahan yang mengandung sifat silica
aluminium dimana bentuknya halus dengan adanya air, maka senyawa-senyawa ini
akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar membentuk
senyawa yang mempunyai sifat seperti semen. Semen Portland pozolan dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut:
1. Semen portland pozolan jenis SPP A yaitu semen Portland pozolan yang
dapat dipergunakan untuk semua tujuan pembuatan adukan beton serta tahan
sulfat sedang dan panas hidrasinya sedang.
2. Semen portland pozolan jenis SSP B yaitu semen Portland pozolan yang
dapat dipergunakan untuk semua adukan beton tersebut tahan sulfat sedang
dan panas hidrasi rendah.
2.4. Agregat
Pembagian agregat sangat menolong dalam memperbaiki keawetan serta stabilitas
volume dari beton ringan. Karakteristik fisik dari agregat dalam beberapa hal
komposisi kimianya dapat mempengaruhi sifat-sifat beton ringan dalam keadaan
plastis maupun keadaan telah mengeras dengan hasil-hasil yang berbeda. berikut ini
merupakan jenis-jenis agregat:
1.
Agregat Biasa
Jenis ini dapat digunakan untuk tujuan umum dan menghasilkan beton dengan
massa jenis yang berkisar antara 2,3 2,5 gr/cm3. Agregat ini seperti pasir dan kerikil
yang dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dari batuan alluvial dan glasial. Pasir dan
kerikil dapat juga diperoleh dengan cara menggali dari dasar sungai dan laut
(Sihombing Berlian, 2009).
2.
Agregat Ringan
Jenis ini dipakai untuk menghasilkan beton ringan dalam sebuah bangunan yang
beratnya sendiri sangat menentukan. Beton yang digunakan dengan agregat ringan
mempunyai sifat tahan api yang baik. Agregat ini mempunyai pori sangat banyak,
sehingga daya serapnya jauh lebih besar dibandingkan dengan daya serap agregat
lainnya. Oleh karena itu penakarannya harus dilakukan secara volumetrik. Massa jenis
agregat ringan berkisar antara 0,35 - 0,85 gr/cm3. Dalam penelitian ini menggunakan 2
(dua) jenis agregat yaitu agregat biasa (pasir) dan agregat ringan sekam padi
(Sihombing Berlian, 2009).
3.
Agregat Berat
Jenis ini dapat digunakan secara efektif dan ekonomis untuk jenis beton yang
2.5. Pasir
Agregat yang digunakan untuk pembuatan beton ringan ini adalah pasir yang lolos
ayakan mengacu pada SNI 03-6866-2002, yang diameternya lebih kecil 5 mm.
Adapun kegunaan pasir ini adalah untuk mencegah keretakan pada genteng beton
apabila sudah mengering. Karena dengan adanya pasir akan mengurangi penyusutan
yang terjadi mulai dari pencetakan hingga pengeringan.
Pasir ini memang sangat penting dalam pembuatan beton ringan, tapi apabila
kadarnya terlalu besar akan mengakibatkan kerapuhan jika sudah mengering. Ini
disebabkan daya rekat antara partikel-partikel berkurang dengan adanya pasir dalam
jumlah yang besar, sebab pasir tersebut tidak bersifat merekat akan tetapi hanya
sebagai pengisi (Filler). Pasir yang baik digunakan untuk pembuatan beton ringan
berasal dari sungai, tetapi pasir dari laut harus dihindarkan karena dapat
mengakibatkan perkaratan dan masih mengandung tanah lempung yang dapat
membuat genteng menjadi retak-retak.
2.6. Air
Air juga sangat berperan penting dalam proses pembuatan beton ringan yang
kegunaannya untuk melunakkan campuran agar bersifat plastis. Air yang digunakan
adalah air yang baik terhindar dari asam dan limbah. Air minum yang di kota relatif
bebas dari bahan-bahan lainnya yang dapat merugikan genteng beton. Namun tidak
demikian semua air yang dapat diminum itu baik digunakan untuk dipakai campuran
beton ringan. Jadi air harus dipilih agar tidak mengandung kotoran-kotoran yang dapat
mempengaruhi mutu dari batako ringan.
Adapun pengujian beton ringan antara lain pengujian sifat mekanik dan sifat fisis.
2.7.1. Sifat Mekanik
2.7.1.1 Kuat Tekan
Pengukuran kuat tekan () dilakukan dengan menggunakan Ultimate Testing
Machine (UTM) dan kecepatan penekanan konstan sebesar 2 mm/menit, dan mengacu
pada standar SNI 03 0691-1996 yang memenuhi persamaan berikut (Sihombing
Berlian, 2009).
F
A
(2.1)
Keterangan :
= Kuat tekan (N/m2)
F = Beban yang diberikan (N)
A= Luas penampang silinder (m2).
HI =
E
A
(2.2)
Keterangan:
HI = Nilai Impak/ Kuat Impak( J/m2)
E = Energi(Joule)
A = Luas Penampang (m2)
2.7.1.3 Kekerasan
P
D2
(2.3)
Keterangan:
Hv = Kekerasan Vikers (N/m2)
P = Beban yang diberikan (N)
D = Panjang diagonal jejak indentor (m)
2.7.2.Sifat Fisis
2.7.2.1 Densitas
pc =
Mk
A
M k + M 1 M ba
(2.4)
Keterangan :
Mk = Massa benda di udara (gram)
Mt = Massa tali penggantung di dalam air (gram)
Mba = Massa benda beserta tali penggantung di dalam air (gram)
A = Densitas air = 1 gr/cm3.
WA =
Mj Mk
x 100 %
Mk
( 2 .5 )
Keterangan :
WA= Water Absorption (%)
Mk= Massa benda di udara
Mj = Massa benda dalam kondisi saturasi/jenuh (gram)
Besarnya penyerapan suara atau daya redam suara dari batako ringan berpori perlu
diukur, guna mengetahui sejauh mana aplikasi material tersebut dapat diterapkan.
Level intensitas suara atau tingkat kenyaringan dari suatu material diukur dalam
decibel (dB).
Uji penyerapan suara dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Koefisien penyerapan suara (Mediastika, C. E, 2005).
Ia
Jlh suara yang diserap
=
Ii total energi suara da tan g
(2.6)
Keterangan :
Ia = Intensitas suara yang diserap (dB)
Ii = Intensitas sumber suara yang datang (dB).
Permukaan yang keras, rata, seperti beton, bata, batu, atau gelas, memantulkan
hampir semua energi bunyi yang jatuh padanya. Gejala pemantulan bunyi hampir
sama dengan pemantulan cahaya, dimana sinar bunyi datang dan sinar bunyi pantul
terletak dalam bidang datar sama dan sudut gelombang bunyi datang sama dengan
sudut gelombang bunyi pantul (hukum pemantulan). Namun harus diingat, bahwa
panjang gelombang bunyi jauh lebih panjang dari gelombang sinar cahaya, dan hukum
pemantulan bunyi hanya berlaku jika panjang gelombang bunyi adalah kecil
dibandingkan dibandingkan ukuran pemantul (Leslie l. Doelle, 1993).
meramalkan dengan tepat kelakuan bunyi dalam ruang tertutup karena penghalang
yang biasanya ada dalam akustik ruang adalah terlampau kecil dibanding dengan
panjang gelombang bunyi yang dapat didengar. Walaupun akustik geometri
merupakan pendekatan yang berguna bila berhubungan dengan masalah-masalah yang
berkaitan dengan bunyi frekuensi tinggi, akustik geometri ini hampir tak dapat
digunakan untuk frekuensi dibawah 250 Hz. Dengan perkataan lain, bunyi frekuensi
rendah (panjang gelombang besar) tidak akan mengikuti hukum akustik geometri bila
mereka berhubungan dengan elemen arsitektur dengan ukuran kecil (Leslie l. Doelle,
1993).
3. Refraksi
adalah 1 atau 100%. Jika sebagian energi bunyi ada yang diteruskan atau
ditransmisikan, maka pada saat melewati material pembatas tersebut, gelombang
bunyi akan mengalami peristiwa refraksi, yaitu peristiwa membias/membeloknya arah
perambatan gelombang bunyi karena melewati material yang berbeda kerapatannya
(Mediastika, C. E, 2009).
4. Resonansi
Bahan lembut, berpori dan kain serta juga manusia, menyerap sebagian besar
gelombang bunyi yang menumbuk mereka, dengan perkataan lain, mereka adalah
penyerap bunyi. Dari defenisi, penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi
menjadi suatu bentuk lain, biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika
menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini
adalah sangat kecil, sedangakan kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak
= 10 log
I
Io
(2.7)
Keterangan:
Io= Intensitas tingkat acuan (Intensitas minimum = 1,0 x10-12W/m2 ).
I= Intensitas bunyi (watt/m2)
= Taraf Intensitas (dB)
(dB)
I (W/m2)
140
100
120
120
100
1 x 10-2
75
3 x 10-5
70
1 x 10-5
65
3 x 10-6
40
1 x 10-8
Bisikan
20
1 x 10-10
Gemerisik daun
10
1 x 10-11
Batas pendengaran
1 x 10-12