Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ILMU BAHAN MAKANAN II

ZAT TOKSIK DAN ZAT ANTI GIZI


Dosen Pengajar :
Afra Sausania, S.TP, M.Sc

Disusun Oleh :
HUSNUL HATIMAH
NIM. 150400180

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PSIG ALIH JENJANG
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bahan pangan sering kali ditemukan senyawa-senyawa kimia yang tidak
mempunyai nilai nutrisi. Adanya senyawa-senyawa kimia tersebut selalu dihubungkan
dengan sifat-sifat yang tidak diinginkan dan kadang-kadang beracun sehingga
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa kimia
tersebut terdapat dalam bermacam-macam bentuk, dari garam anorganik yang sederhana
sampai molekul yang besar dan kompleks. Bahaya yang ditimbulkannya dapat berupa
bahaya keracunan yang akut, atau bersifat menahun dan dapat menimbulkan perubahan
sifat (mutagen).
Secara garis besar, senyawa beracun dalam bahan makanan dapat digolongkan
menjadi tiga golongan : senyawa beracun alamiah seperti singkong (mengandung
HCN/asam sianida), cendawan (muskarin), biji bengkuang (pakirizida), jengkol (asam
jengkolat), ikan buntal, sebagian kerang dan udang; senyawa beracun dari mikroba
seperti botulinin yang diproduksi Clostridium botulinum, toksoflavin dan asam bonkrek
yang

diproduksi

Psedomonas

cocovenenans,

enterotoksin

yang

diproduksi

Staphylococcus aureus, mikotoksin yang diproduksi kapang (mold) atau jamur; dan
senyawa beracun oleh residu dan pencemaran seperti pestisida (insektisida, funisida, dan
rodentisida), kontaminasi radioaktif.
Keracunan yang disebabkan oleh mikroorganisme dibedakan menjadi dua macam
yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi keracunan yang disebabkan termakannya
mikroorganisma patogen secara langsung sehingga menimbulkan gejala sakit; sedangkan
intoksikasi adalah terjadinya keracunan yang disebabkan oleh termakannya toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme patogen.
Selain senyawa kimia beracun pada bahan makanan ada pula senyawa kimia yang
dapat menghambat zat gizi. Yang disebut juga zat anti gizi. Zat Anti Gizi adalah suatu
senyawa yang apabila diberikan baik langsung maupun tidak langsung pada organisme
hidup dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan gangguan metabolise dan atau tidak
tersedianya suatu unsur gizi bagi tubuh.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
senyawa racun alami yang terkandung pada tanaman pangan atau zat toksik secara kimia,

senyawa beracun dari mikroba atau zat toksik secara mikrobiologi dan zat toksik secara
fisik akibat dari residu dan pencemaran dan zat anti gizi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui zat toksik atau racun secara kimia
2. Mengetahui zat toksik atau racun secara mikrobiologi
3. Mengetahui zat toksik atau racun secara fisik
4. Mengetahui zat anti gizi

BAB II
ISI

A. Zat Toksik Pangan Secara Kimia


Sejumlah jenis bahan makanan sudah mengandung bahan beracun secara alamiah
sejak asalnya. Racun ini berupa ikatan organik yang disintesa (hasil metabolisme) bahan
makanan, baik makanan nabati maupun bahan makanan hewani, seperti jenis ikan
tertentu, kerang-kerangan dan sebagainya. Berikut adalah bahan pangan yang
mengandung racun alami.
1. Kacang merah (Phaseolus vulgaris)
Racun alami yang dikandung oleh kacang merah disebut fitohemaglutinin
(phytohaemagglutinin), yang termasuk golongan lektin. Keracunan makanan oleh
racun ini biasanya disebabkan karena konsumsi kacang merah dalam keadaan mentah
atau yang dimasak kurang sempurna. Gejala keracunan yang ditimbulkan antara lain
adalah mual, muntah, dan nyeri perut yang diikuti oleh diare. Telah dilaporkan bahwa
pemasakan yang kurang sempurna dapat meningkatkan toksisitas sehingga jenis
pangan ini menjadi lebih toksik daripada jika dimakan mentah. Untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya keracunan akibat konsumsi kacang merah, sebaiknya kacang
merah mentah direndam dalam air bersih selama minimal 5 jam, air rendamannya
dibuang, lalu direbus dalam air bersih sampai mendidih selama 10 menit, lalu
didiamkan selama 45-60 menit sampai teksturnya lembut.
2. Singkong
Singkong (Manihot utilissima) mengandung senyawa yang berpotensi racun
yaitu linamarin dan lotaustralin. Keduanya termasuk golongan glikosida
sianogenik. Linamarin terdapat pada semua bagian tanaman, terutama terakumulasi
pada akar dan daun. Singkong dibedakan atas dua tipe, yaitu pahit dan manis.
Singkong tipe pahit mengandung kadar racun yang lebih tinggi daripada tipe manis.
Jika singkong mentah atau yang dimasak kurang sempurna dikonsumsi, maka racun
tersebut akan berubah menjadi senyawa kimia yang dinamakan hidrogen sianida
(HCN), yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Singkong manis mengandung
sianida kurang dari 50 mg per kilogram, sedangkan yang pahit mengandung sianida
lebih dari 50 mg per kilogram. Meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat
ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg
per kilogram berat badan per hari. Menurut FAO, singkong dengan kadar 50 mg/kg
masih aman untuk dikonsumsi manusia.
Gejala keracunan sianida antara lain meliputi penyempitan saluran nafas,
mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian.
Untuk mencegah keracunan singkong, sebelum dikonsumsi sebaiknya singkong

dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotongpotong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu
dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus. Singkong tipe manis hanya
memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat
non toksik. Singkong yang umum dijual di pasaran adalah singkong tipe manis.
3. Pucuk bambu (rebung)
Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida
sianogenik. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu, maka
sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu dibuang daun terluarnya,
diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam selama
8-10 menit. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain
meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala.
4. Biji buah-buahan
Contoh biji buah-buahan yang mengandung racun glikosida sianogenik adalah
apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan peach. Walaupun bijinya mengandung racun, tetapi
daging buahnya tidak beracun. Secara normal, kehadiran glikosida sianogenik itu
sendiri tidak membahayakan. Namun, ketika biji segar buah-buahan tersebut
terkunyah, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hidrogen sianida, yang bersifat
racun. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan pucuk
bambu. Dosis letal sianida berkisar antara 0,5-3,0 mg per kilogram berat badan.
Sebaiknya tidak dibiasakan mengkonsumsi biji dari buah-buahan tersebut di atas. Bila
anak-anak menelan sejumlah kecil saja biji buah-buahan tersebut, maka dapat timbul
gejala keracunan dan pada sejumlah kasus dapat berakibat fatal.
5. Kentang
Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan
glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan chaconine.
Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak menimbulkan
efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian, kentang yang berwarna
hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat mengandung kadar
glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi. Racun tersebut terutama terdapat pada daerah
yang berwarna hijau, kulit, atau daerah di bawah kulit. Kadar glikoalkaloid yang
tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan gejala keracunan berupa rasa seperti terbakar
di mulut, sakit perut, mual, dan muntah. Sebaiknya kentang disimpan di tempat yang
sejuk, gelap, dan kering, serta dihindarkan dari paparan sinar matahari atau sinar

lampu. Untuk mencegah terjadinya keracunan, sebaiknya kentang dikupas kulitnya


dan dimasak sebelum dikonsumsi.
6. Tomat hijau
Tomat mengandung racun alami yang termasuk golongan glikoalkaloid. Racun
ini menyebabkan tomat hijau berasa pahit saat dikonsumsi. Untuk mencegah
terjadinya keracunan, sebaiknya hindari mengkonsumsi tomat hijau dan jangan pernah
mengkonsumsi daun dan batang tanaman tomat.
7. Parsnip (semacam wortel)
Parsnip mengandung racun alami yang disebut furokumarin (furocoumarin).
Senyawa ini dihasilkan sebagai salah satu cara tanaman mempertahankan diri dari
hama serangga. Kadar racun tertinggi biasanya terdapat pada kulit atau lapisan
permukaan tanaman atau di sekitar area yang rusak. Racun tersebut antara lain dapat
menyebabkan sakit perut dan nyeri pada kulit jika terkena sinar matahari. Kadar racun
dapat berkurang karena proses pemanggangan atau perebusan. Lebih baik bila
sebelum dimasak, parsnip dikupas terlebih dahulu.
8. Seledri
Seledri mengandung senyawa psoralen, yang termasuk ke dalam golongan
kumarin. Senyawa ini dapat menimbulkan sensitivitas pada kulit jika terkena sinar
matahari. Untuk menghindari efek toksik psoralen, sebaiknya hindari terlalu banyak
mengkonsumsi seledri mentah, dan akan lebih aman jika seledri dimasak sebelum
dikonsumsi karena psoralen dapat terurai melalui proses pemasakan.
9. Zucchini (semacam ketimun)
Zucchini mengandung racun alami yang disebut kukurbitasin (cucurbitacin).
Racun ini menyebabkan zucchini berasa pahit. Namun, zucchini yang telah
dibudidayakan (bukan wild type) jarang yang berasa pahit. Gejala keracunan zucchini
meliputi muntah, kram perut, diare, dan pingsan. Sebaiknya hindari mengkonsumsi
zucchini yang berbau tajam dan berasa pahit.

10. Bayam
Asam oksalat secara alami terkandung dalam kebanyakan tumbuhan, termasuk
bayam. Namun, karena asam oksalat dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh,
maka konsumsi makanan yang banyak mengandung asam oksalat dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan defisiensi nutrien, terutama kalsium. Asam oksalat merupakan

asam kuat sehingga dapat mengiritasi saluran pencernaan, terutama lambung. Asam
oksalat juga berperan dalam pembentukan batu ginjal. Untuk menghindari pengaruh
buruk akibat asam oksalat, sebaiknya kita tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung senyawa ini terlalu banyak.
Bermacammacam senyawa beracun yang sering kali terdapat dalam bahan
nabati yang lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Nama Zat Toksik dalam Bahan Makanan dan Gejala Keracunannya
Nama
Toksin
Proteasa
Inhibitor

Hemaglutini
n

Saponin

Glikosinolat

Sianogen

Pigmen
gosipol
Latirogen

Alergen
Sikasin

Senyawa kimia
Protein
BM:
24.000

Sumber

Kacang4.000- kacangan, kacang


polong, kentang,
ubi jalar, bijibijian
Kacang10.000- kacangan, kacang
polong,

Gejala Keracunan

Pertumbuhan
dan
penggunaan makanan
kurang
baik,
pembesaran kelenjar
pankreas
Protein
Pertumbuhan
dan
BM:
penggunaan makanan
124000
kurang
baik,
penggupalan
butir
darah merah (invitro)
Glikosida
Kedelai,
bit, Hemolisis butir darah
kacang
tanah, merah
bayam, asparagus
Tioglikosida
Kol
dan Hipotiroid
dan
sejenisnya, lobak, pembengkakan
mustard
kelenjar tiroid
Glukosida
KacangKeracunan HCN
sianogenetik
kacangan, kacang
polong,
rami,
buah-bauhan
berbiji
keras,
singkong, linseed
Gosipol
Biji kapas
Kerusakan
hati,
pendarahan,
pembengkakan.
-aminopropioVetch, chickpea
Osteolatirisme
nitril
dan
(susunan kerangka tak
turunannya asam Chikpea
sempurna)
-N-Oksalil-L-,
Neurolatirisme
-diamino
Alergi
Protein (?)
Semua
bahan Kanker hati dan organ
pangan
lain.
MetilazoksiBiji-bijian
dari Anemia
hemolitik

Favison

Fitoaleksin

Pirolizidin
alkaloid

Safrol
- Amantin

Atraktilosida

metanol
Vasin
dan
konvisin
(pirimidin-glukosida)
Furan sederhana
(ipomeamarone)

genus Cycas
Kacang-kacang
fava beans

yang akut
Merangsang
syaraf
pusat,
kelumpuhan
organ pernapasan

Ubi jalar

Benzofuran
(prosalin)
Asetilenat furans
(wyrone)
Isoflavonoid
(pisatin
dan
faseolin)
Dihipropiroles

Seledri, parsnips

Pulmonary
edema,
kerusakan hati dan
ginjal
Sensivitas
kulit
terhdap sinar matahari

Allyl-sibtutited
benzene
Bicyclic
octapeptides

Broad beans
Peas,
beans

french Cell lysis in vitro

Families
compositae and
borag inaccae;
herbal teas
Sassafras,
lada
hitam
Amanita phalloid,
jamur

Glikosida steroid

Kerusakan hati dan


paru

paru,
karsinogen
Karsinogen
Salvia,
muntahmuntah,
konvulsi,
meninggal
Glikogen deplesi

Theistle
(Atractylis
gummifera)
Pikirizida ** (?)
Biji bengkuang
*fennema (1997) ** Poerwosoedarmo dan sediaoetama (1977) dalam Winarno (2002)
B. Zat Toksik Pangan Secara Mikrobiologi
Sebelum membahas senyawa racun dari mikroba, perlu terlebih dahulu dipahami
dua istilah yang mirip pengertiannya, yaitu infeksi dan keracunan. Infeksi adalah suatu
istilah yang digunakan bila seseorang setelah mengkonsumsi makanan atau minuman
yang mengandung bakteri patogen mendapat gejala-gejala penyakit. Keracunan yang
disebut juga intoksikasi disebabkan mengkonsumsi makanan yang telah mengandung
senyawa beracun yang diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun kapang
(mikotoksin).
Berikut akan dibahas dan dibedakan zat toksik pangan secara mikrobiologi yang
disebabkan oleh bakteri dan kapang.

1. Zat Toksik oleh Bakteri


Beberapa senyawa racun yang dapat menyebabkan intoksikasi adalah bakteri
clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenans
sedang dari kapang, biasanya disebut mikotoksin yaitu Aspergillus flavus,
Penicillium sp, dan lain sebagainya.
Pencemaran makanan dapat pula terjadi dengan mikroba atau jasad renik yang
kemudian menghasilkan racun dan ikut tertelan bersama makanan tersebut; dapat
menyebabkan keracunan makanan (Food intoxication).
Jenis coccus sering mencemari makanan kue basah, yang tidak disimpan
cukup hiegenis dan telah lama disimpan di udara terbuka sebelumm dikonsumsi.
Jenis coccus yang pathogen dapat tumbuh subur dan menghasilkan exotoxin maupun
endotoxin; bahan toksik ini kemudian ikut termakan. Exotoxin ialah racun yang
dihasilkan kemudian dikeluarkan dari sel mikroba, sedangkan endotoxin tetap di
dalam sel mikroba, tetapi setelah mikroba mati dan dihancurkan di dalam saluran
pencernaan, endotoxin tersebut keluar dari sel dan menyebabkan keracunan. Di sini
yang menyebabkan penyakit bukan mikrobanya secara infeksi, tetapi bahan
beracunnya yang telah dihasilkan oleh mikroba tersebut, tidak peduli mikrobanya
masih hidup atau tidak.
1) Clostridium botulinum
Senyawa beracun yang diproduksi clostridium botulinum disebut botulinin
dan keracunan yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi makanan yang
mengandung botulinin disebut botulisme. Botulinin merupakan neurotoksin
yang sangat berbahaya bagi manusia dan sering kali akut dan menyebabkan
kematian.
Gejala-gejala botulisme timbul dalam waktu 12 hingga 36 jam. Dimulai
dengan gangguan pencernaan yang akut, mual, muntah-muntah, serta pusing.
Kemudian diikuti dengan terjadinya pandangan ganda, setiap benda terlihat
menjadi dua, sulit menelan dan berbicara, kemudian diikuti kelumpuhan saluran
pernapasan dan jantung dan kematian terjadi karena kesulitn bernapas. Korban
dapat meninggal dalam waktu tiga sampai enam hari.
Botulinin merupakan sebuah molekul protein dengan daya keracunan yang
sangat kuat; satu mikrogram saja sudah cukup membunuh seorang manusia.
Untungnya karena merupakan protein, botulinin bersifat termolabil dan dapat
diinaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80oC selam 30 menit.

Botulinin dapat diproduksi oleh beberapa jenis clostridium botulinum yaitu


tipe A,B C, D, E, F, dan G. Tipe yang paling berhaya adalah tipe A dan B,
sedangkan tipe E dan F dalam derajat yang lebih lemah juga tetap berbahaya
bagi manusia. Garam dengan konsentrasi 8% atau lebih serta pH 4,5 atau kurang
dapat menghambat pertumbuhan C, botulinum sehingga produksi botulinin
dapat dicegah.
2) Pseudomonas cocovenenans
Senyawa beracun yang dapat diproduksi oleh Pseudomonas cocovenenans
adalah toksoflavin dan asam bongkrek. Kedua senyawa beracun tersebut
diproduksi dalam jenis makanan yang disebut tempe bongkrek, suatu tempe
yang dibuat dengan bahan utama ampas kelapa. Pada umumnya tempe bongkrek
yang jadi atau berhasil dengan baik (kompak dan berwarna putih) hanya
ditumbuhi kapang tempe rhizopus oligosporus, tetapi tempe yang gagal dan
rapuh disamping R. Oligosporus biasanya juga tumbuh sejenis bakteri yang
diebut Pseudomonas cocovenenans, bakteri yang sebenarnya tidak dikehendaki
ada dalam tempe bongkrek. Bakteri inilah yang menyebabkan terbentuknya
toksin dalam tempe bongkrek.
Toksoflavin (C7H7N5O2) merupakan pigmen berwarna kuning, bersifat
flouresens, dan stabil terhadap oksidator. LD50 toksoflavin adalah 1,7 mg per
kg berat badan.

Gambar 1. Asam bongkrek


Asam bongkrek (C28H38O7) merupakan asam trikarboksilat tidak jenuh.
Asam bongkrek bersifat sangat fatal dan biasanya merupakan penyebab
kematian. Hal ini disebabkan toksin tersebut dapat mengganggu metabolisme
glikogen dengan memobilisasi glikogen dari hati sehingga terjadi hiperglikimia
yang kemudian berubah menjadi hipoglikimia. Pertumbuhan Pseudomonas

cocovenenans di laboratorium dapat dicegah bila pH subtrat diturunkan dibawah


5,5 atau dengan penambahan garam NaCl pada subtrat pada konsentrasi 2,753,0%.
3) Staphylococcus aureus
Senyawa beracun yang diproduksi Staphylococcus aureus disebut
enterotoksin dan dapat berbentuk dalam makanan karena pertumbuhan bakteri
tersebut. Disebut enterotoksin karena menyebakan gastro enteritis. Enterotoksin
sangat stabil terhadap panas, dan paling tahan panas ialah enterotoksin tipe B.
Pemanasan yang dilakukan oleh proses pemasakan normal tidak akan mampu
menginaktifkan toksin tersebut dan tetap dapat menyebabkan keracunan.
Sumber penularan Staphylococcus aureus adalah manusia atau hewan
melalui hidung, tenggorokan, kulit, dan luka yang bernanah. Gejala keracunan
yang terjadi adalah banyak mengeluarkan ludah, mual, muntah, kejang perut,
diare, sakit kepala, berkeringat dingin yang terjadi hanya satu dan dua hari.
Sesudah itu, penderita akan sembuh. Biasanya jarang terjadi kematian.
2. Zat Toksik oleh Mikotoksin
Mikotoksin sebagai metabolit sekunder dari kapang (fungi) merupakan
senyawa toksik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan hewan berupa
mikotoksikosis dengan berbagai bentuk perubahan klinis dan patologis yang ditandai
dengan gejala muntah, sakit perut, paru-paru bengkak, kejang, koma, dan pada kasus
yang jarang terjadi dapat menyebabkan kematian. Namun, perlu dijelaskan bahwa
tidak semua kapang memproduksi toksin, bahkan beberapa diantaranya berguna bagi
proses pengolahan makanan seperti tempe, tauco, kecap, dan keju. Hingga saat ini
telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sering ditemukan dalam
bebijian yaitu aflatoksin, vomitoksin, okratoksin A, fumonisin dan zearalenon.

Tabel 2. Mikotoksin dalam Beberapa Komoditas dan Efeknya


Mikotoksin
Komoditas
Sumber Kapang
Aflatoksin
B1, Jagung, kacang A flavus
B2, G1 G2
tanah
dan

Efek Kesehatan
Aflatoksin B1 oleh IARC
diidentifikasikan
sebagai

komoditas
lainnya

Deoksinivalenol
(DON)

Fumosin B1

Gandum, jagung F.
dan barley
graminearium
F. croowellense
F. Culmorum
Jagung,
F. moniliforme

Okratoksin A

Barley, gandum,
dan
komoditasnya

A Ochraceus,
penicillium,
verrucosum

Zaralenon

Jagung, gadum

F.
graminearium
F. croowellense
F. Culmorum

karsinogen potensial bagi


manusia. Mempunyai efek
terhadap kesehatan pada
bebbagai hewankhususnya
ayam.
Toksisitas pada manusia
terjadi di India, Cina,
Jepang, dan Korea. Toksik
pada hewan terutama babi.
IARC menduga karsinogen
pada
manusia.
Toksik
terhadap babi dan unggas.
Penyebab ELEM (Euguine
Leucoencephalomalacia),
penyakit fatal pada kuda.
IARC menduga sebagai
karsinogen pda manusia.
Karsinogen
pada
uji
laboratorium hewan dan
babi.
IARC
mengindentifikasi
sebagai
karsinogen
potensial pada manusia.
Mempengaruhi
sistem
reproduksi pada babi betina.

1) Aflatoksin
Aflatoksin adalah senyawa beracun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus, atau
oleh jenis Asprgillus lain misalnya A. Parasiticus, aflatoksin dapat digolongkan
menjadi aflaktoksi B (flouresencens biru) dan aflatoksin G (flouresencens hijau) serta
turunan-turunannya. Jenis-jenis aflatoksin yang telah dikenal dan berhasil diisolasi
adalah aflatoksin B1, B2, G1, G2, M1, M2, GM1, B2a, Ro, B3, 1-OCH3B2, dan 1CH3G2.
Aflatoksin B2 dan G2 adalah aflatoksin B1 dan G1 yang telah mengalami
dehidrasi, sedangkan aflatoksin M1 dan M2 merupakan derivat hidroklisasi dari
aflatoksin B1 dan B2. Dari berbagai jenis aflatoksin tersebut, aflatoksin B1
merupakan jenis yang paling beracun terhadap beberapa jenis ternak terutama kalkun
dan bersifat karsinogenik pada hati.

Gambar 10.4. Aflatoksin


Batas maksimum kandungan aflatoksin yang diperbolehkan dalam bahan makanan
di Amerika Serikat adalah 20 ppb, sedang di Australia 15 ppb untuk kacang tanah dan
5 ppb untuk bahan bukan kacang tanah.
2) Deoksinivalenol (DON)
Deoksinivalenol (DON, vomitoksin) adalah mikotoksin jenis trikotesena tipe B
yang paling polar dan stabil yang diproduksi oleh kapang (fusarium graminerium
(Gibberella zeae) dan F. Culmorum): stabil secara termal karena itu sangat sulit untuk
menghilangkannya dari komoditas pangan. Keberadaan DON kadangkala disertai
pula oleh mikotoksin lain yang dihasilkan oleh Fusarium seperti zearalenon,
nivalenon (dan trikotesena lain) dan juga fumonisin. DON antara lain dapat
menyebabkan terjadinya mikotoksikosis pada hewan.
DON banyak terdapat pada tanaman biji-bijian seperi gandum, barley, oat, gandum
hitam, tepung jagung, sorgum, tritikalus, dan beras. Pembentukan DON pada tanaman
pertanian tergantungpada iklim dan sangat bervariasi antara daerah dengan geografis
tertentu. Karena senyawa ini stabil, DON dapat pula ditemukan pada produk sereal
seperti sereal untuk sarapan, roti, mie instan, makanan bayi, malt dan bir.

Gambar 3. Deaoksinivalenol
3) Fumonisin

Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang


Fusarium sp., terutam F.moniliforme dan F.proliferatum. Kapang lain yang juga
mampu memproduksi fumonisin, yaitu F. Nygamai, F. Anthiphilum, F.diamini dan
F.napiforme.
F.moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5-27,50 oC dengan suhu
maksimum 32-370oC. Kapang fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara di
dunia, terutama negara beriklim tropis dan subtropis. Komoditas pertanian yang
sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum, dan berbagai produk
pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1
(FB1), FB2, FB3, dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2, dan FP3. Diantara jenis
fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal dengan juga dengan
nama makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar
dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
4) Okratoksin A
Okratoksin A (OTA) merupakan jenis mikotoksin yang banyak mengkontaminasi
komoditas pertanian dan pakan. Okratoksin A ini diketahui pertama kali pada tahun
1965 di Afrika Selatan yang diproduksi oleh kapang Aspergillus ochraceus. OTA
dapat juga dihasilkan oleh kapang penecillium verrucosum dan P. Viridicatum
(umumnya subtropis) dan A. Carbonarius (umumnya tropis).
OTA pertama kali ditemukan sebagai kontaminan alami pada sampel jagung.
Konsentrasi OTA biasanya kurang dari 50 mcg/kg (ppb); namun jika diproduk pangan
tersebut disimpan dengan cara yang tidak baik maka konsentrasi OTA tersebut bisa
meningkat. Senyawa ini terdapat pada produk seperti kopi, bir, buah kering, wine,
kakao, dan kacang-kacangan. Keberadaan OTA juga ditemukan selama proses
pembuatan bir, roti, sereal sarapan dan pengolahan kopi, pakan, dan daging.

Gambar 4. Okratoksin

OTA merupakan mikotoksin yang bersifat teratogenik, mutagenik dan karsinogenik


dan berpotensi menyebabkan kerusakan terutama pada hati dan ginjal (akut maupun
kronis). OTA dapat pula menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan untuk
sejumlah spesies mamalia.
5) Zearalenon
Zearalenon merupakan toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang fusarium
graminearum, F. Tricinctum, dan F. Moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu
optimum 20-250oC dan kelembaban 40-60%. Zearalenon pertama kali diisolasi pada
tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi.

Gambar 5. Zearalenon
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantranya zearalenon yang memiliki aktifitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya.
Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5-formilzearalenon. Komoditas yang
banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia
lainnya.
C. Zat Toksik Pangan Secara Fisik
1. Residu Peptisida dan Insektisida
Peptisida yag jumlahnya ratusan bahkan ribuan yang telah beredar dipasaran
dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok: 1) berdasarkan zat kimianya,
menjadi pestisida organik dan anorganik; 2) berdasarkan tujuan dan sasarannya,
pestisida dapat dibedakan menjadi golongan insektisida (serangga), herbisida,
fungisida, nematosida (cacing), rodentisida (tikus), bakterisida dan sebagainya.
Berbagai jenis insektisida pada mulanya berasal dari zat anorganik, yaitu
logam berat yang beracun seperti misalnya timbal, antimon, arsen, merkuri,

selenium, sulfur, thallium, zink dan fluorine. Sebelum Perang Dunia II, praktis
seluruh insektisida berasal dari zat anorganik. Baru setelah perang dunia berakhir
muncul

insektisida

sintesis

dari

bahan

organik

yang

disebut

DDT

(Dichlorodiphenyltrichloroethan), yang sangat manjur dalam memberantas hama


tanaman. Daya racunnya terutama dapat mengganggu transmisi axonic dari impulsimpuls syaraf, dan karena itu mengganggu sistem syaraf terutama otak.
Sejak itu beberapa senyawa sejenis DDT, yang dikenal sebagai insektisida
organokhlorin, mulai, berkembang pesat. Di antara senyawa-senyawa tersebut yang
memiliki toksisitas tinggi adalah endrin, sedangkan sisanya memiliki toksisistas
sedang seperti : DDT, aldrin, lindane, BHC, heptachlor, chlordane, dicofol dan lain
sebagainya.
Insektisida organophosphorus pertama muncul dengan nama tepp dan
psarathion, diikuti malthion dan kemudian disusul dengan diazinon. Kini bahkan
telah dapat dihasilkan organophosphorus yang berbentuk cairan dan padatan yang
masing-masing dikenal sebagai phosposphorothioathes dan phosphorodithioathes.
Daya kerja kedua racun tersebut pada serangga dan mamalia ialah dengan cara
menghambat enzim chlorineterase (ChE) yang secara normal dapat memecahkan
neurotransmitter acetylcholine (Ach). Karena itu daya kerjanya bukan pada axonic
tetapi pada ganglion, jadi mula-mula hiperaktif, konvrilsi dan kemudian diikuti
dengan kelumpuhan. Pada tahun 1953, kembali muncul insektisida organik yang
baru, yang disebut kelompok carbamate. Insektisida pertama muncul dengan nama
carbaryl (Sevin), memiliki kerja analog, yaitu carbamylating enzim, sehingga
menghambat cholorienasterase.
Carbaryl serta carbamate lainnya sangat cepat dimetabolisis baik oleh tanaman
maupun dalam sistem biologis hewan. Hal ini berarti proses degradasinya sangat
cepat, sehingga sebagian besar ternak dapat mengeluarkan sebagian besar carbaryl
yang tercerna dalam waktu 24 jam.
Carbofuran (furadan) termasuk kelompok insektisida carbamate yang banyak
digunakan dipertanian untuk berbagai tujuan. Tingkat toksisitasnya pada mamalia
cukup tinggi bila dikonsumsi melalui mulut. Insektisida ini jug sangat cepat
termetabolisis oleh tanaman dan serangga serta binatang berderajat tinggi.
Kini beberapa jenis carbamate banyak ditemui dipasaran diantaranya propoxur
(Baygon), pirimicarb, metal adicarb, kamat, methiocarb, dan lain sebagainya.
Golongan carbamate yang tinggi daya toksisitasnya adalah adicarboxamyl
carbofuran (Furadan), methomyl, methyocarb, dan zeetran.

Organokhlorin merupakan insektisida yang banyak digunakan dibanding


dengan pestisida lain karena memiliki afinitas terhadap tenunan biologi sangat
tinggi. Hal ini berarti semakin tinggi derajat makhluk tersebut, semakin mudah
menyerap residu. Insektisida organophosphorus sulit diserap dalam tenunan biologi,
kecuali pada makhluk air terutama moluska yang mampu menyerap diazinon sampai
450 ppm dari air atau tanah. Jumlah tersebut akan dapat membahayakan bila
dikonsumsi oleh manusia maupun ternak. Bila insektisida tersebut terserap oleh
ikan, biasanya akan menyebabkan ikan mati. Karena insektisida tersebut sangat
beracun pada ikan, maka bila terserap oleh jaringan tubuh ikan, senyawa tersebut
jarang terdapat secara utuh dalam waktu lebih lama dari satu minggu.
1) Polychlorinated Biphenlys (PCBs)
Polychlorinated Biphenlys adalah senyawa yang mengandung klorin tinggi
yang biasanya berasal dari industri plastik, sering dibuang dan mencemari
lingkungan. Senyawa ini tidak pernah digunakan sebagai pestisida. Tetapi
karena struktur kimianya mirip dengan insektisda organoklorin, maka penting
dibahas disini, sebab dalam analisis sering dilaporkan sebagai DDT. Dalam
menganalisis residu PCB menggunakan gas liquid chromatography, ternyata
waktu retensi dari PCB, DDT, dan DDE, serta organoklorin lainnya yang hampir
sama. Sehingga tidaklah mustahil bahwa beberapa hasil analisis DDT mungkin
keliru dengan PCB. Untuk menghindari hal tersebut, perlu dilakukan analisis
pembanding dengan menggunakan TLC, clumn Chomatography atau Mass
Spectrography.
PCB bersifat racun pada burung dan biasanya terikut dalam rantai makanan
manusia. Selain itu, PCB bekerja sinergis dengan organokhlorin. Maught (1973)
menyatakan kemungkinan terjadinya PCB dari uap DDT oleh sinar matahari di
atmosfir.
2) Fungisida dan Herbisida
Sebagian besar fungisida organik bersifat biodegradable dan terdapat
dalam tanah hanya beberapa hari saja. Selain itu memiliki daya keracunan
terhadap mamalia yang rendah, tidak terserap oleh bahan biologis, dan diserap
oleh lingkungan dalam jumlah yang kecil.
Jenis fungisida yang sering digunakan diperkebunan buah dan sayur adalah
benomyl dan methyl thiophanate. Pestisida yang mengandung merkuri banyak
digunakan dalam bentuk fungisida untuk benih-benih biji tanaman, dengan dosis

10 ppm. Keracunan merkuri pada ternak dan manusia biasanya disebabkan oleh
lingkungan dalam jumlah kecil.
Penggunaan herbisida masih jauh lebih rendah bila dibanding dengan
organokhlorin, demikian juga dengan daya keracunannya terhadap mamalia.
Herbisida biasanya tidak terakumulasi dalam bahan biologi. Sedangkan dalam
tanah, sebagian besar herbisida organik dapat dipecahsangat cepat, meskipun
ada kekecualiannya, seperti cetrazine, momizon, dan sebagainya. Sedangkan
herbisida yang paling tahan dalam tanah adalah propazin, diikuti oleh pichloran
dan simazin.Masalah utama bagi kesehatan adalah apabila mengkonsumsi benih
yang telah diberi herbisida atau fungisida tersebut secara tidak sengaja.
Arsen banyak digunakan untuk pembuatan herbisida dengan zat aktifnya
sodium arsenat, meskipun sangat beracun tetapi arsen yang masuk ke tubuh
melalui mulut (makanan) sebagian besar akan dikeluarkan dari badan secara
cepat, dan hanya sedikit sekali yang tersimpan dalam tenunan tubuh. Keracunan
arsen lebih banyak terjadi karena sengaja atau kecelakaan karena kekeliruan,
sedangkan keracunan akibat residu masih sangat jarang terjadi.
Meskipun menggunakan DDT telah dilarang digunakan sejak tahun 1974
dan penggunaan terbatas untuk memberantas faktor penyakit malaria sampai
akhir tahun 1995, hingga saat ini masih ditemukan residu organoklorin pada
produk ternak serta produk lainnya. Batas yang disarankan (WHO/FAO, 1972)
untuk DDT dan dieldrin masing-masing 1,25 dan 0,15 ppm.
2. Pencemaran Logam Berat
1) Timbal
Timbal (Plumbum, Pb) disebut juga timah hitam adalah jenis logam tertua
yang pernah dikenal manusia. Hal itu dibuktikan dengan telah ditemukannya
peninggalan benda arkeologi dari timbal yang telah berumur 3000 tahun sebelum
Masehi. Timbal juga merupakan jenis logam berat yang terbesar ada dalam
deposit perut bumi. Timbal ditambang bersama penambangan sulfide dalam
bentuk galena, yang mengandung kadar timbal sekitar 1-6%.
Pencemaran timbal pada lingkungan begitu hebat sehingga makanan yang
dikonsumsi, air yang diminum, dan udara yang dihirup, biasanya telah
terkontaminasi timbal. Karena itu, timbal merupakan non-essential trace element
yang paling tinggi kadarnya dalam tubuh manusia, yaitu 100-400 mg per orang,
tergantung berat badan. Meskipun hampir di setiap tenunan tubuh terdapat residu
timbal, tetapi sebagian besar terkontaminasi di dalam tulang serta jeroan hati dan
ginjal. Karena alasan tersebut hasil ternak tersebut tinggi kandungan timbalnya.

Sumber kontaminasi timbal berasal dari udara yang tercemari akibat


banyaknya gedung-gedung yang dirubuhkan, dari asap yang dikeluarkan melalui
knalpot mobil, serta air yang melalui pipa saluran dari timbal atau pematrian
timbal. Kontaminasi dalam makanan dapat terjadi melalui kemasan kaleng yang
dipatri, zat warna tekstil, atau makanan yang tercemari oleh udara dan air yang
telah tercemar oleh timbal. Makanan/jajanan di berbagai stasiun bus dan angkot
banyak terekspos debu timbal di udara dengan kadar 2-8 mikrogram/m3.
Setiap makanan, termasuk ASI (Air Susu Ibu) telah pula tercemar oleh
timbal. Makanan yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah makanan kaleng
(50-100 g/kg); jeroan terutama hati, ginjal ternak (150 g/kg), ikan (170 g/kg)
dan kelompok paling tinggi adalah kerang-kerangan (molusca) dan udangudangan (crustacean) rata-rata lebih tinggi dari 250 g/kg.
Jenis makanan yang tergolong rendah derajat kontaminasi timbalnya adalah
susu sapi, buah-buahan dan sayuran serta biji-bijian (15-20 g/kg) sedang daging
masih termasuk kadar medium (50 g/kg). Biasanya hasil tanaman rendah
kandungan timbalnya, sayur-sayuran berbentuk daun, lebih tinggi daripada ubi
atau biji-bijian. Hasil tanaman yang berasal dari daerah dekat jalan raya atau
jalan tol 10 kali lebih tinggi kadar timbalnya dibanding dari daerah pedalaman
atau di pedesaan.
Kaleng kemasan dan alat-alat dapur juga dapat merupakan sumber
kontaminasi timbal, khususnya alat dapur yang terbuat dari kuningan/tembaga
yang dilapisi timah hitam dan timah putih. Kandungan timbal pada peralatan
tersebut banyak terlepas dan larut dalam sayur dan lauk pada saat pemasakan.

Keracunan timbal
Secara umum tertimbunnya timbal dalam tubuh akan bersifat racun
kumulatif, yang dapat mengakibatkan efek yang kontinyu. Terutama pada sistem
hematopoietic dan urat syaraf dan ginjal serta mempengaruhi perkembangan
otak anak balita. Pada wanita hamil muda, kadar timbal yang tinggi dapat
menyebabkan keguguran atau kelahiran premature. Pada kadar yang agak tinggi
akan menghambat perkembangan sistem syaraf dan otak janin (fetus) dalam
kandungan.

Ion timbal ikut menyebar di setiap kalsium yang bergerak dalam sistem
syaraf, sehingga hal itu akan mempengaruhi biokimia dan perkembangan sel-sel
otak tanpa membunuh si jabang bayi itu sendiri. Karena air susu ibu sebagian
besar berasal dari darah, adanya timbal dalam darah merupakan ancaman
tersendiri pada bayi yang akan disusuinya.
Pada wanita usia setengah lanjut maupun yang telah lanjut usia, keracunan
timbal dapat mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit rapuh
tulang yang mengakibatkan bengkoknya tulang punggung sehingga menjadi
bungkuk. Dr. Ellen Silbergerd (1989) menyatakan bahwa kadar timbal di dalam
darah wanita akan meningkat setelah menopause. Hal ini terjadi karena timbal
yang biasanya telah disimpan oleh tubuh di dalam tulang, hati dan ginjal; pada
saat

memasuki

menopause

terjadi

proses

perubahan

hormonal

yang

mengakibatkan timbal yang telah dipindahkan ke tulang dan bagian tubuh lain
beberapa tahun sebelumnya ditarik kembali masuk ke dalam darah.
Kadar timbal yang cukup tinggi di dalam darah dapat menginaktifkan
vitamin D dan akibatnya akan mempengaruhi penggunaan ion kapur (kalsium) di
dalam tubuh, dimana adanya vitamin D dan kalsium diperlukan untuk
memperkuat struktur tulang. Semakin tinggi kadar timbal dalam tulang wanita
semasa muda akan mempertinggi peluang terjadinya osteoporosis ketika wanita
tersebut memasuki usia lanjut.
2) Merkuri
Logam merkuri bila menguap akan mengumpul di udara. Di udara gas
merkuri akan turun ke bumi lewat air hujan dan kembali ke tanah dan perairan
di muka bumi ini dari danau, sungai hingga laut. Sebagin besar merkuri akan
menempel pada sediment dan diubah menjadi metal merkuri oleh bakteri
Methanohacterium omellanskii. Merkuri yang sudah berubah menjadi senyawa
metil merkuri tetap akan larut dalam air. Di perairan, metal merkuri masuk ke
tubuh ikan lalu terakumulasi pada pemangsa alaminya hingga meracuni
manusia. Daya serap metil merkuri di tubuh mencapai 95 persen.
Batas maksimum merkuri yang boleh dikomsumsi adalah 0,3 mg/orang per
minggu atau 0,005 mg/kg berat badan, dan dari jumlah tersebut tidak boleh
lebih dari 0,0033 mg/kg berat badan sebagai metil merkuri. Merkuri selain
meracuni ikan, juga bertanggung jawab terhadap keracunan bahan makanan.

D. Zat Anti Gizi


Zat Anti Gizi adalah suatu senyawa yang apabila diberikan baik langsung
maupun tidak langsung pada organisme hidup dalam jumlah tertentu dapat
mengakibatkan gangguan metabolise dan atau tidak tersedianya suatu unsur gizi bagi
tubuh. Berikut adalah beberapa zat anti gizi.
1. Antitripsin
Sebagai salah satu senyawa anti-gizi, antitripsin merupakan kelompok
penghambat enzim, yang secara luas dapat didefinisikan sebagai substansi yang dapat
mengurangi aktivitas enzim.dapat mengurangi efisiensi kerja pencerna protein yang
dilakukan enzim tripsin.
Secara in vivo, suatu substansi dapat menurunkan aktivitas enzim melalui
beberapa cara, antara lain:
a.

mempengaruhi pengikatan dan transformasi substrat menjadi produk

b.

menjadikan substrat tidak tersedia.

c.

mengganggu biosintesis enzim.

d.

meningkatkan kecepatan pergantian/ perputaran enzim

e.

mempengaruhi hormon, yang dapat mempengaruhi level aktivitas enzim.


Penghambat tipe pertama merupakan yang paling banyak terdapat dalam bahan

makanan. Antitripsin mungkin merupakan penghambat enzim proteolitik yang paling


banyak tersebar pada berbagai tanaman dan hewan. Legum dikenal mengandung
banyak konstituen anti-gizi, antara lain penghambat tripsin dan fitat.
Senyawa ini dapat mempengaruhi penggunaan protein dan metabolisme di
dalam tubuh. Anti tripsin yang terdapat pada kedelai mentah dapat menekan
pertumbuhan, mengurangi daya cerna protein, menyebabkan pembengkakan pankreas,
mendorong hiper dan hipo sekresi enzim-enzim pankreas, menaikkan kebutuhan asam
amino yang mengandung sulfur dan menekan penyerapan lemak. Pengaruh ini saling
berhubungan satu dengan lainnya
2. Asam Fitat
Asam fitat dan senyawa fitat dapat mengikat mineral seperti kalsium,
magnesium, seng dan tembaga sehingga berpotensi mengganggu penyerapan mineral.
Selain mengikat mineral, fitat juga bisa berikatan dengan protein sehingga
menurunkan nilai cerna protein bahan. Kandungan fitat didalam biji-bijian dan
kacang-kacangan relatif tinggi. Defisiensi terjadi jika makanan tersebut rutin
dikonsumsi sementara menu makanan tidak bervariasi (dan sebagian besar berupa
pangan serealia dan kacang-kacangan). Fitat bisa dihidrolisis dengan bantuan asam

atau enzim (indigenus atau eksogenus). Ini sebabnya mengapa proses perkecambahan
dan fermentasi (seperti pada pembuatan tempe) bisa mereduksi kadar fitat didalam
bahan.
Asam fitat bersifat larut air sehingga perendaman juga dapat mereduksi kadar
fitat. Kombinasi perendaman dengan pemanasan dan/atau blansir (keduanya
dilakukan sebelum perendaman) akan mereduksi asam fitat dengan lebih efektif.
Pemanasan tidak merusak asam fitat (karena sifatnya tahan panas) tapi merusak
struktur bahan sehingga fitat lebih mudah terekstrak ke air perendam. Blansir akan
meningkatkan suhu bahan (bagian dalam menjadi sekitar 45-60 drjt C) yang
merupakan suhu optimum aktivitas enzim penghidrolisis fitat yang secara alami
terdapat di dalam bahan. Sehingga, kombinasi pemanasan dan atau blansir dengan
perendaman akan mereduksi kadar fitat secara signifikan.
Asam fitat menunjukkan sifat rakhitogenik yaitu dapat menimbulkan penyakit
tulang karena tubuh kekurangan kalsium. Terbentuknya senyawa fitat-mineral dapat
menyebabkan menurunnya ketersediaan mineral bagi tubuh. Asam fitat juga dapat
berikatan dengan protein membentuk senyawa tidak larutsehingga mengurangi nilai
gizi protein
3. Goitrogen (Oligopeptida)
Terdiri dari 2 atau 3 gugus asam amino yang menimbulkan pembengkakan
kelenjar gondok. Goitrogen adalah zat yang menghambat sintesis hormon tiroid
(tiroksin dan triiodotironin), sehingga mengurangi output dari hormon ini.
Penghambatan ini menyebabkan, melalui umpan balik negatif, peningkatan output
Thyrotropin (thyroid-stimulating hormone). Peningkatan Thyrotropin merangsang
sekresi kelebihan hormon tiroid dan pertumbuhan berlebih dari sel-sel tiroid, sehingga
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (goiter). Beberapa goitrogens (misalnya,
tiosianat) mengurangi atau menghambat penyerapan iodida; lainnya (misalnya,
tiourea, thiouracil) menghambat sistem peroksidase dan dengan demikian mencegah
pengikatan yodium untuk thyroglobulin (protein besar yang dibelah untuk membentuk
hormon tiroid dan bahwa disimpan dalam folikel kelenjar tiroid).
Goitrogens dapat berkontribusi pada pembesaran kelenjar tiroid pada orang
yang terkena dampak kekurangan yodium kronis. Beberapa makanan, seperti
singkong, padi-padian, ubi jalar, kacang-kacangan tertentu, dan anggota keluarga
kubis, mengandung goitrogens. Goitrogens dapat dihancurkan dengan memasak,
namun mereka dapat menjadi faktor signifikan pada orang dengan defisiensi yodium

hidup bersama yang mengandalkan makanan pokok goitrogenic sebagaimana dalam


makanan mereka.
4. Antivitamin
Antivitamin adalah subtansi alami atau sintetis yang menghambat penyerapan
suatu vitamin dalam diet. Sebagian besar antivitamin bekerja dengan cara kompetisi
langsung dengan vitamin.
Ada zat-zat yang ada pada bahan makanan asal hewan dan nabati yang dapat
bekerja sebagai anti-vitamin. Sifat ini disebabkan karena rumus bangun kimiawi yang
hampir sama, sehingga ada kompetisi antara vitamin dan anti-vitaminnya, atau karena
anti-vitamin bereaksi dengan vitamin itu.
Beberapa contoh dari anti-vitamin adalah sebagai berikut:
Tiamin

ikan segar, kerang, khamir, linseed,

Riboflavin
Niasin
Biotin
Piridoksin

mustard (antagonis. thiaminase)


ackee (Blighia sapida
jagung, cantle (millet)
putih telur mentah (antagonis : avidin)
linseed
(Limun
usitatissimun)

Asam pantotenat
Vitamin D
Vitamin K

(antagonis : linatine)
Khamir
rumput kering (antagonis : B- karotin)
sweet clover (Melilotus offici- nalis)

antagonis:dicoumarol)
Antagonis thiamin (thiaminase) dapat merusak molekul thiamin, diketemukan
pada banyak macam ikan, terutama di limpa, hati, jantung dan usus. Juga pada
tumbuh-tumbuhan seperti bracken fern (Pteridium aquillinum). Antagonis niasin
diperkirakan ada pada jagung, karena manusia dan binatang yang makannya terdiri
dari jagung, menderita defisiensi niasin.
5. Avidin
Avidin merupakan zat anti gizi yang dapat mengikat biotin sehingga vitamin
yang penting itu tidak lagi tersedia, meskipun demikian ini tidak menyebabkan
kekurangan vitamin itu pada manusia. Hal ini disebabkan biotin banyak terdapat pada
makanan-makanan biasa.
Avidin mampu mengikat biotin, sehingga tak dapat diserap melalui pencernaan.
Di samping itu ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin dan biotin dalam
urine hingga sepersepuluh dari normal, serta kenaikan kadar kolesterol. Avidin
terdapat pada albumin (putih telur) dengan pemanasan daya racun avidin akan
hilang.

6. Ovomucoid
Ovomucoid merupakan protein pada telur yang memiliki aktivitas antitripsin.
Protein tersebut meliputi sekitar 12% bahan kering albumin, mengandung 22%
karbohidrat, serta kaya akan gugus -SH (2% dari ovomucoid adalah sulfur).
7. Asam Askorbat Oksidase
Asam askorbat oksidase atau disingkat askobase merupakan enzim yang hanya
mengkatalisis reaksi oksidasi asam askorbat saja, baiki asam askorbat alami ataupun
sintesis,

tetapi

tidak

mengkatalisis

senyawa

yang

lain

misalnya

sistein,

glutation,tirosin dan phenol. Enzim heksosidase tersebut mempunyai aktifitas optimal


pada pH 5,6 5,9. Asam askorbat oksidase dapat mengakibatkan defisiensi vitamin C
akibat intake zat gizi yang kurang dari makanan.
Terdapat pada bahan makanan:
Tanaman kobis Cucurbita mexima (labu), ketimun, apel, selada, cress (sejenios
seledri yang daunnya pedas) buah persik, bunga kol, sejenis bayam, kacang hijau,
kapri, wortel, kentang, pisang, tomat, beet dan koherabsi. Cucurlistacea (ketimun,
labu, dan melon kuning) lebih kaya akan asam askuorbat oksidase daripada spesies
yang lain.
8. Hemaglutinin (lektin)
Dapat mengikat molekul gula sehingga mengurangi efisiensi karbohidrat dalam
proses metabolism produksi energi. Menghambat aglutinasi (pengendapan) sel darah
merah. Menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya cerna protein. Zat ini
banyak terdapat pada kacang-kacangan.

BAB III
KESIMPULAN
1. Beberapa zat toksik alami yang mengandung senyawa kimia adalah Kacang merah
dengan racun alami yang dikandungnya fitohemaglutinin (phytohaemagglutinin) ;
Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitu linamarin, lotaustralin
dan hidrogen sianida (HCN) ; Pucuk bambu (rebung) terdapat racun alami dalam
golongan glikosida sianogenik ; Biji buah-buahan apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan
peach mengandung racun glikosida sianogenik ; Kentang terdapat racun alami yang
dikandung dalam golongan glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu
solanin dan chaconine ; Tomat hijau mengandung racun alami yang termasuk
golongan glikoalkaloid ; Parsnip (semacam wortel) mengandung racun alami yang
disebut furokumarin (furocoumarin) ; Seledri mengandung senyawa psoralen, yang
termasuk ke dalam golongan kumarin ; Zucchini (semacam ketimun) mengandung
racun alami yang disebut kukurbitasin (cucurbitacin) ; Bayam mengandung asam
oksalat yang dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh.
2. Zat toksik pangan secara mikrobiologi yang disebabkan oleh bakteri dan kapang.
Beberapa senyawa racun yang disebabkan oleh bakteri adalah Clostridium
botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenan. Sedangkan zat
toksik oleh mikotoksin diantaranya sering ditemukan dalam bebijian yaitu aflatoksin,
vomitoksin, okratoksin A, fumonisin dan zearalenon.
3. Zat Toksik Pangan Secara Fisik terdiri dari akibat residu peptisida dan insektisida
(Polychlorinated Biphenlys (PCBs) dan fungisida dan herbisida) serta pencemaran
logam berat yang disebabkan karena timbal dan merkuri.

4. Zat Anti Gizi adalah suatu senyawa yang apabila diberikan baik langsung maupun
tidak langsung pada organisme hidup dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan
gangguan metabolise dan atau tidak tersedianya suatu unsur gizi bagi tubuh.
Beberapa zat anti gizi adalah antitripsin, asam fitat, goitrogen (Oligopeptida),
antivitamin, avidin, ovomucoid, asam askorbat oksidase dan hemaglutinin (lektin).

DAFTAR PUSTAKA
http://garnisah.blogspot.co.id/2011/11/zat-anti-gizi.html (online) Diakses 29 Januari 2016
http://miafransiscaa3.blogspot.co.id/2014/04/zat-anti-gizi.html (online) Diakses 29 Januari
2016
https://www.academia.edu/8834123/SENYAWA_BERACUN_DALAM_BAHAN_BAHAN_
PANGAN (online) Diakses 26 Januari 2016
http://senyawaberacun.blogspot.co.id/ (online) Diakses 26 Januari 2016
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/197807
162006042-AI_MAHMUDATUSSA'ADAH/zat_toksik.pdf (online) Diakses 26 Januari 2016
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunalamitanaman.pdf (online) Diakses 26
Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai