Disusun Oleh :
HUSNUL HATIMAH
NIM. 150400180
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bahan pangan sering kali ditemukan senyawa-senyawa kimia yang tidak
mempunyai nilai nutrisi. Adanya senyawa-senyawa kimia tersebut selalu dihubungkan
dengan sifat-sifat yang tidak diinginkan dan kadang-kadang beracun sehingga
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Senyawa-senyawa kimia
tersebut terdapat dalam bermacam-macam bentuk, dari garam anorganik yang sederhana
sampai molekul yang besar dan kompleks. Bahaya yang ditimbulkannya dapat berupa
bahaya keracunan yang akut, atau bersifat menahun dan dapat menimbulkan perubahan
sifat (mutagen).
Secara garis besar, senyawa beracun dalam bahan makanan dapat digolongkan
menjadi tiga golongan : senyawa beracun alamiah seperti singkong (mengandung
HCN/asam sianida), cendawan (muskarin), biji bengkuang (pakirizida), jengkol (asam
jengkolat), ikan buntal, sebagian kerang dan udang; senyawa beracun dari mikroba
seperti botulinin yang diproduksi Clostridium botulinum, toksoflavin dan asam bonkrek
yang
diproduksi
Psedomonas
cocovenenans,
enterotoksin
yang
diproduksi
Staphylococcus aureus, mikotoksin yang diproduksi kapang (mold) atau jamur; dan
senyawa beracun oleh residu dan pencemaran seperti pestisida (insektisida, funisida, dan
rodentisida), kontaminasi radioaktif.
Keracunan yang disebabkan oleh mikroorganisme dibedakan menjadi dua macam
yaitu infeksi dan intoksikasi. Infeksi keracunan yang disebabkan termakannya
mikroorganisma patogen secara langsung sehingga menimbulkan gejala sakit; sedangkan
intoksikasi adalah terjadinya keracunan yang disebabkan oleh termakannya toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme patogen.
Selain senyawa kimia beracun pada bahan makanan ada pula senyawa kimia yang
dapat menghambat zat gizi. Yang disebut juga zat anti gizi. Zat Anti Gizi adalah suatu
senyawa yang apabila diberikan baik langsung maupun tidak langsung pada organisme
hidup dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan gangguan metabolise dan atau tidak
tersedianya suatu unsur gizi bagi tubuh.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dalam makalah ini akan dibahas mengenai
senyawa racun alami yang terkandung pada tanaman pangan atau zat toksik secara kimia,
senyawa beracun dari mikroba atau zat toksik secara mikrobiologi dan zat toksik secara
fisik akibat dari residu dan pencemaran dan zat anti gizi.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui zat toksik atau racun secara kimia
2. Mengetahui zat toksik atau racun secara mikrobiologi
3. Mengetahui zat toksik atau racun secara fisik
4. Mengetahui zat anti gizi
BAB II
ISI
dicuci untuk menghilangkan tanah yang menempel, kulitnya dikupas, dipotongpotong, direndam dalam air bersih yang hangat selama beberapa hari, dicuci, lalu
dimasak sempurna, baik itu dibakar atau direbus. Singkong tipe manis hanya
memerlukan pengupasan dan pemasakan untuk mengurangi kadar sianida ke tingkat
non toksik. Singkong yang umum dijual di pasaran adalah singkong tipe manis.
3. Pucuk bambu (rebung)
Racun alami pada pucuk bambu termasuk dalam golongan glikosida
sianogenik. Untuk mencegah keracunan akibat mengkonsumsi pucuk bambu, maka
sebaiknya pucuk bambu yang akan dimasak terlebih dahulu dibuang daun terluarnya,
diiris tipis, lalu direbus dalam air mendidih dengan penambahan sedikit garam selama
8-10 menit. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong, antara lain
meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, dan sakit kepala.
4. Biji buah-buahan
Contoh biji buah-buahan yang mengandung racun glikosida sianogenik adalah
apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan peach. Walaupun bijinya mengandung racun, tetapi
daging buahnya tidak beracun. Secara normal, kehadiran glikosida sianogenik itu
sendiri tidak membahayakan. Namun, ketika biji segar buah-buahan tersebut
terkunyah, maka zat tersebut dapat berubah menjadi hidrogen sianida, yang bersifat
racun. Gejala keracunannya mirip dengan gejala keracunan singkong dan pucuk
bambu. Dosis letal sianida berkisar antara 0,5-3,0 mg per kilogram berat badan.
Sebaiknya tidak dibiasakan mengkonsumsi biji dari buah-buahan tersebut di atas. Bila
anak-anak menelan sejumlah kecil saja biji buah-buahan tersebut, maka dapat timbul
gejala keracunan dan pada sejumlah kasus dapat berakibat fatal.
5. Kentang
Racun alami yang dikandung oleh kentang termasuk dalam golongan
glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu solanin dan chaconine.
Biasanya racun yang dikandung oleh kentang berkadar rendah dan tidak menimbulkan
efek yang merugikan bagi manusia. Meskipun demikian, kentang yang berwarna
hijau, bertunas, dan secara fisik telah rusak atau membusuk dapat mengandung kadar
glikoalkaloid dalam kadar yang tinggi. Racun tersebut terutama terdapat pada daerah
yang berwarna hijau, kulit, atau daerah di bawah kulit. Kadar glikoalkaloid yang
tinggi dapat menimbulkan rasa pahit dan gejala keracunan berupa rasa seperti terbakar
di mulut, sakit perut, mual, dan muntah. Sebaiknya kentang disimpan di tempat yang
sejuk, gelap, dan kering, serta dihindarkan dari paparan sinar matahari atau sinar
10. Bayam
Asam oksalat secara alami terkandung dalam kebanyakan tumbuhan, termasuk
bayam. Namun, karena asam oksalat dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh,
maka konsumsi makanan yang banyak mengandung asam oksalat dalam jumlah besar
dapat mengakibatkan defisiensi nutrien, terutama kalsium. Asam oksalat merupakan
asam kuat sehingga dapat mengiritasi saluran pencernaan, terutama lambung. Asam
oksalat juga berperan dalam pembentukan batu ginjal. Untuk menghindari pengaruh
buruk akibat asam oksalat, sebaiknya kita tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung senyawa ini terlalu banyak.
Bermacammacam senyawa beracun yang sering kali terdapat dalam bahan
nabati yang lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Nama Zat Toksik dalam Bahan Makanan dan Gejala Keracunannya
Nama
Toksin
Proteasa
Inhibitor
Hemaglutini
n
Saponin
Glikosinolat
Sianogen
Pigmen
gosipol
Latirogen
Alergen
Sikasin
Senyawa kimia
Protein
BM:
24.000
Sumber
Gejala Keracunan
Pertumbuhan
dan
penggunaan makanan
kurang
baik,
pembesaran kelenjar
pankreas
Protein
Pertumbuhan
dan
BM:
penggunaan makanan
124000
kurang
baik,
penggupalan
butir
darah merah (invitro)
Glikosida
Kedelai,
bit, Hemolisis butir darah
kacang
tanah, merah
bayam, asparagus
Tioglikosida
Kol
dan Hipotiroid
dan
sejenisnya, lobak, pembengkakan
mustard
kelenjar tiroid
Glukosida
KacangKeracunan HCN
sianogenetik
kacangan, kacang
polong,
rami,
buah-bauhan
berbiji
keras,
singkong, linseed
Gosipol
Biji kapas
Kerusakan
hati,
pendarahan,
pembengkakan.
-aminopropioVetch, chickpea
Osteolatirisme
nitril
dan
(susunan kerangka tak
turunannya asam Chikpea
sempurna)
-N-Oksalil-L-,
Neurolatirisme
-diamino
Alergi
Protein (?)
Semua
bahan Kanker hati dan organ
pangan
lain.
MetilazoksiBiji-bijian
dari Anemia
hemolitik
Favison
Fitoaleksin
Pirolizidin
alkaloid
Safrol
- Amantin
Atraktilosida
metanol
Vasin
dan
konvisin
(pirimidin-glukosida)
Furan sederhana
(ipomeamarone)
genus Cycas
Kacang-kacang
fava beans
yang akut
Merangsang
syaraf
pusat,
kelumpuhan
organ pernapasan
Ubi jalar
Benzofuran
(prosalin)
Asetilenat furans
(wyrone)
Isoflavonoid
(pisatin
dan
faseolin)
Dihipropiroles
Seledri, parsnips
Pulmonary
edema,
kerusakan hati dan
ginjal
Sensivitas
kulit
terhdap sinar matahari
Allyl-sibtutited
benzene
Bicyclic
octapeptides
Broad beans
Peas,
beans
Families
compositae and
borag inaccae;
herbal teas
Sassafras,
lada
hitam
Amanita phalloid,
jamur
Glikosida steroid
paru,
karsinogen
Karsinogen
Salvia,
muntahmuntah,
konvulsi,
meninggal
Glikogen deplesi
Theistle
(Atractylis
gummifera)
Pikirizida ** (?)
Biji bengkuang
*fennema (1997) ** Poerwosoedarmo dan sediaoetama (1977) dalam Winarno (2002)
B. Zat Toksik Pangan Secara Mikrobiologi
Sebelum membahas senyawa racun dari mikroba, perlu terlebih dahulu dipahami
dua istilah yang mirip pengertiannya, yaitu infeksi dan keracunan. Infeksi adalah suatu
istilah yang digunakan bila seseorang setelah mengkonsumsi makanan atau minuman
yang mengandung bakteri patogen mendapat gejala-gejala penyakit. Keracunan yang
disebut juga intoksikasi disebabkan mengkonsumsi makanan yang telah mengandung
senyawa beracun yang diproduksi oleh mikroba, baik bakteri maupun kapang
(mikotoksin).
Berikut akan dibahas dan dibedakan zat toksik pangan secara mikrobiologi yang
disebabkan oleh bakteri dan kapang.
Efek Kesehatan
Aflatoksin B1 oleh IARC
diidentifikasikan
sebagai
komoditas
lainnya
Deoksinivalenol
(DON)
Fumosin B1
Gandum, jagung F.
dan barley
graminearium
F. croowellense
F. Culmorum
Jagung,
F. moniliforme
Okratoksin A
Barley, gandum,
dan
komoditasnya
A Ochraceus,
penicillium,
verrucosum
Zaralenon
Jagung, gadum
F.
graminearium
F. croowellense
F. Culmorum
1) Aflatoksin
Aflatoksin adalah senyawa beracun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus, atau
oleh jenis Asprgillus lain misalnya A. Parasiticus, aflatoksin dapat digolongkan
menjadi aflaktoksi B (flouresencens biru) dan aflatoksin G (flouresencens hijau) serta
turunan-turunannya. Jenis-jenis aflatoksin yang telah dikenal dan berhasil diisolasi
adalah aflatoksin B1, B2, G1, G2, M1, M2, GM1, B2a, Ro, B3, 1-OCH3B2, dan 1CH3G2.
Aflatoksin B2 dan G2 adalah aflatoksin B1 dan G1 yang telah mengalami
dehidrasi, sedangkan aflatoksin M1 dan M2 merupakan derivat hidroklisasi dari
aflatoksin B1 dan B2. Dari berbagai jenis aflatoksin tersebut, aflatoksin B1
merupakan jenis yang paling beracun terhadap beberapa jenis ternak terutama kalkun
dan bersifat karsinogenik pada hati.
Gambar 3. Deaoksinivalenol
3) Fumonisin
Gambar 4. Okratoksin
Gambar 5. Zearalenon
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantranya zearalenon yang memiliki aktifitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya.
Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5-formilzearalenon. Komoditas yang
banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia
lainnya.
C. Zat Toksik Pangan Secara Fisik
1. Residu Peptisida dan Insektisida
Peptisida yag jumlahnya ratusan bahkan ribuan yang telah beredar dipasaran
dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok: 1) berdasarkan zat kimianya,
menjadi pestisida organik dan anorganik; 2) berdasarkan tujuan dan sasarannya,
pestisida dapat dibedakan menjadi golongan insektisida (serangga), herbisida,
fungisida, nematosida (cacing), rodentisida (tikus), bakterisida dan sebagainya.
Berbagai jenis insektisida pada mulanya berasal dari zat anorganik, yaitu
logam berat yang beracun seperti misalnya timbal, antimon, arsen, merkuri,
selenium, sulfur, thallium, zink dan fluorine. Sebelum Perang Dunia II, praktis
seluruh insektisida berasal dari zat anorganik. Baru setelah perang dunia berakhir
muncul
insektisida
sintesis
dari
bahan
organik
yang
disebut
DDT
10 ppm. Keracunan merkuri pada ternak dan manusia biasanya disebabkan oleh
lingkungan dalam jumlah kecil.
Penggunaan herbisida masih jauh lebih rendah bila dibanding dengan
organokhlorin, demikian juga dengan daya keracunannya terhadap mamalia.
Herbisida biasanya tidak terakumulasi dalam bahan biologi. Sedangkan dalam
tanah, sebagian besar herbisida organik dapat dipecahsangat cepat, meskipun
ada kekecualiannya, seperti cetrazine, momizon, dan sebagainya. Sedangkan
herbisida yang paling tahan dalam tanah adalah propazin, diikuti oleh pichloran
dan simazin.Masalah utama bagi kesehatan adalah apabila mengkonsumsi benih
yang telah diberi herbisida atau fungisida tersebut secara tidak sengaja.
Arsen banyak digunakan untuk pembuatan herbisida dengan zat aktifnya
sodium arsenat, meskipun sangat beracun tetapi arsen yang masuk ke tubuh
melalui mulut (makanan) sebagian besar akan dikeluarkan dari badan secara
cepat, dan hanya sedikit sekali yang tersimpan dalam tenunan tubuh. Keracunan
arsen lebih banyak terjadi karena sengaja atau kecelakaan karena kekeliruan,
sedangkan keracunan akibat residu masih sangat jarang terjadi.
Meskipun menggunakan DDT telah dilarang digunakan sejak tahun 1974
dan penggunaan terbatas untuk memberantas faktor penyakit malaria sampai
akhir tahun 1995, hingga saat ini masih ditemukan residu organoklorin pada
produk ternak serta produk lainnya. Batas yang disarankan (WHO/FAO, 1972)
untuk DDT dan dieldrin masing-masing 1,25 dan 0,15 ppm.
2. Pencemaran Logam Berat
1) Timbal
Timbal (Plumbum, Pb) disebut juga timah hitam adalah jenis logam tertua
yang pernah dikenal manusia. Hal itu dibuktikan dengan telah ditemukannya
peninggalan benda arkeologi dari timbal yang telah berumur 3000 tahun sebelum
Masehi. Timbal juga merupakan jenis logam berat yang terbesar ada dalam
deposit perut bumi. Timbal ditambang bersama penambangan sulfide dalam
bentuk galena, yang mengandung kadar timbal sekitar 1-6%.
Pencemaran timbal pada lingkungan begitu hebat sehingga makanan yang
dikonsumsi, air yang diminum, dan udara yang dihirup, biasanya telah
terkontaminasi timbal. Karena itu, timbal merupakan non-essential trace element
yang paling tinggi kadarnya dalam tubuh manusia, yaitu 100-400 mg per orang,
tergantung berat badan. Meskipun hampir di setiap tenunan tubuh terdapat residu
timbal, tetapi sebagian besar terkontaminasi di dalam tulang serta jeroan hati dan
ginjal. Karena alasan tersebut hasil ternak tersebut tinggi kandungan timbalnya.
Keracunan timbal
Secara umum tertimbunnya timbal dalam tubuh akan bersifat racun
kumulatif, yang dapat mengakibatkan efek yang kontinyu. Terutama pada sistem
hematopoietic dan urat syaraf dan ginjal serta mempengaruhi perkembangan
otak anak balita. Pada wanita hamil muda, kadar timbal yang tinggi dapat
menyebabkan keguguran atau kelahiran premature. Pada kadar yang agak tinggi
akan menghambat perkembangan sistem syaraf dan otak janin (fetus) dalam
kandungan.
Ion timbal ikut menyebar di setiap kalsium yang bergerak dalam sistem
syaraf, sehingga hal itu akan mempengaruhi biokimia dan perkembangan sel-sel
otak tanpa membunuh si jabang bayi itu sendiri. Karena air susu ibu sebagian
besar berasal dari darah, adanya timbal dalam darah merupakan ancaman
tersendiri pada bayi yang akan disusuinya.
Pada wanita usia setengah lanjut maupun yang telah lanjut usia, keracunan
timbal dapat mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit rapuh
tulang yang mengakibatkan bengkoknya tulang punggung sehingga menjadi
bungkuk. Dr. Ellen Silbergerd (1989) menyatakan bahwa kadar timbal di dalam
darah wanita akan meningkat setelah menopause. Hal ini terjadi karena timbal
yang biasanya telah disimpan oleh tubuh di dalam tulang, hati dan ginjal; pada
saat
memasuki
menopause
terjadi
proses
perubahan
hormonal
yang
mengakibatkan timbal yang telah dipindahkan ke tulang dan bagian tubuh lain
beberapa tahun sebelumnya ditarik kembali masuk ke dalam darah.
Kadar timbal yang cukup tinggi di dalam darah dapat menginaktifkan
vitamin D dan akibatnya akan mempengaruhi penggunaan ion kapur (kalsium) di
dalam tubuh, dimana adanya vitamin D dan kalsium diperlukan untuk
memperkuat struktur tulang. Semakin tinggi kadar timbal dalam tulang wanita
semasa muda akan mempertinggi peluang terjadinya osteoporosis ketika wanita
tersebut memasuki usia lanjut.
2) Merkuri
Logam merkuri bila menguap akan mengumpul di udara. Di udara gas
merkuri akan turun ke bumi lewat air hujan dan kembali ke tanah dan perairan
di muka bumi ini dari danau, sungai hingga laut. Sebagin besar merkuri akan
menempel pada sediment dan diubah menjadi metal merkuri oleh bakteri
Methanohacterium omellanskii. Merkuri yang sudah berubah menjadi senyawa
metil merkuri tetap akan larut dalam air. Di perairan, metal merkuri masuk ke
tubuh ikan lalu terakumulasi pada pemangsa alaminya hingga meracuni
manusia. Daya serap metil merkuri di tubuh mencapai 95 persen.
Batas maksimum merkuri yang boleh dikomsumsi adalah 0,3 mg/orang per
minggu atau 0,005 mg/kg berat badan, dan dari jumlah tersebut tidak boleh
lebih dari 0,0033 mg/kg berat badan sebagai metil merkuri. Merkuri selain
meracuni ikan, juga bertanggung jawab terhadap keracunan bahan makanan.
b.
c.
d.
e.
atau enzim (indigenus atau eksogenus). Ini sebabnya mengapa proses perkecambahan
dan fermentasi (seperti pada pembuatan tempe) bisa mereduksi kadar fitat didalam
bahan.
Asam fitat bersifat larut air sehingga perendaman juga dapat mereduksi kadar
fitat. Kombinasi perendaman dengan pemanasan dan/atau blansir (keduanya
dilakukan sebelum perendaman) akan mereduksi asam fitat dengan lebih efektif.
Pemanasan tidak merusak asam fitat (karena sifatnya tahan panas) tapi merusak
struktur bahan sehingga fitat lebih mudah terekstrak ke air perendam. Blansir akan
meningkatkan suhu bahan (bagian dalam menjadi sekitar 45-60 drjt C) yang
merupakan suhu optimum aktivitas enzim penghidrolisis fitat yang secara alami
terdapat di dalam bahan. Sehingga, kombinasi pemanasan dan atau blansir dengan
perendaman akan mereduksi kadar fitat secara signifikan.
Asam fitat menunjukkan sifat rakhitogenik yaitu dapat menimbulkan penyakit
tulang karena tubuh kekurangan kalsium. Terbentuknya senyawa fitat-mineral dapat
menyebabkan menurunnya ketersediaan mineral bagi tubuh. Asam fitat juga dapat
berikatan dengan protein membentuk senyawa tidak larutsehingga mengurangi nilai
gizi protein
3. Goitrogen (Oligopeptida)
Terdiri dari 2 atau 3 gugus asam amino yang menimbulkan pembengkakan
kelenjar gondok. Goitrogen adalah zat yang menghambat sintesis hormon tiroid
(tiroksin dan triiodotironin), sehingga mengurangi output dari hormon ini.
Penghambatan ini menyebabkan, melalui umpan balik negatif, peningkatan output
Thyrotropin (thyroid-stimulating hormone). Peningkatan Thyrotropin merangsang
sekresi kelebihan hormon tiroid dan pertumbuhan berlebih dari sel-sel tiroid, sehingga
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (goiter). Beberapa goitrogens (misalnya,
tiosianat) mengurangi atau menghambat penyerapan iodida; lainnya (misalnya,
tiourea, thiouracil) menghambat sistem peroksidase dan dengan demikian mencegah
pengikatan yodium untuk thyroglobulin (protein besar yang dibelah untuk membentuk
hormon tiroid dan bahwa disimpan dalam folikel kelenjar tiroid).
Goitrogens dapat berkontribusi pada pembesaran kelenjar tiroid pada orang
yang terkena dampak kekurangan yodium kronis. Beberapa makanan, seperti
singkong, padi-padian, ubi jalar, kacang-kacangan tertentu, dan anggota keluarga
kubis, mengandung goitrogens. Goitrogens dapat dihancurkan dengan memasak,
namun mereka dapat menjadi faktor signifikan pada orang dengan defisiensi yodium
Riboflavin
Niasin
Biotin
Piridoksin
Asam pantotenat
Vitamin D
Vitamin K
(antagonis : linatine)
Khamir
rumput kering (antagonis : B- karotin)
sweet clover (Melilotus offici- nalis)
antagonis:dicoumarol)
Antagonis thiamin (thiaminase) dapat merusak molekul thiamin, diketemukan
pada banyak macam ikan, terutama di limpa, hati, jantung dan usus. Juga pada
tumbuh-tumbuhan seperti bracken fern (Pteridium aquillinum). Antagonis niasin
diperkirakan ada pada jagung, karena manusia dan binatang yang makannya terdiri
dari jagung, menderita defisiensi niasin.
5. Avidin
Avidin merupakan zat anti gizi yang dapat mengikat biotin sehingga vitamin
yang penting itu tidak lagi tersedia, meskipun demikian ini tidak menyebabkan
kekurangan vitamin itu pada manusia. Hal ini disebabkan biotin banyak terdapat pada
makanan-makanan biasa.
Avidin mampu mengikat biotin, sehingga tak dapat diserap melalui pencernaan.
Di samping itu ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin dan biotin dalam
urine hingga sepersepuluh dari normal, serta kenaikan kadar kolesterol. Avidin
terdapat pada albumin (putih telur) dengan pemanasan daya racun avidin akan
hilang.
6. Ovomucoid
Ovomucoid merupakan protein pada telur yang memiliki aktivitas antitripsin.
Protein tersebut meliputi sekitar 12% bahan kering albumin, mengandung 22%
karbohidrat, serta kaya akan gugus -SH (2% dari ovomucoid adalah sulfur).
7. Asam Askorbat Oksidase
Asam askorbat oksidase atau disingkat askobase merupakan enzim yang hanya
mengkatalisis reaksi oksidasi asam askorbat saja, baiki asam askorbat alami ataupun
sintesis,
tetapi
tidak
mengkatalisis
senyawa
yang
lain
misalnya
sistein,
BAB III
KESIMPULAN
1. Beberapa zat toksik alami yang mengandung senyawa kimia adalah Kacang merah
dengan racun alami yang dikandungnya fitohemaglutinin (phytohaemagglutinin) ;
Singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun yaitu linamarin, lotaustralin
dan hidrogen sianida (HCN) ; Pucuk bambu (rebung) terdapat racun alami dalam
golongan glikosida sianogenik ; Biji buah-buahan apel, aprikot, pir, plum, ceri, dan
peach mengandung racun glikosida sianogenik ; Kentang terdapat racun alami yang
dikandung dalam golongan glikoalkaloid, dengan dua macam racun utamanya, yaitu
solanin dan chaconine ; Tomat hijau mengandung racun alami yang termasuk
golongan glikoalkaloid ; Parsnip (semacam wortel) mengandung racun alami yang
disebut furokumarin (furocoumarin) ; Seledri mengandung senyawa psoralen, yang
termasuk ke dalam golongan kumarin ; Zucchini (semacam ketimun) mengandung
racun alami yang disebut kukurbitasin (cucurbitacin) ; Bayam mengandung asam
oksalat yang dapat mengikat nutrien yang penting bagi tubuh.
2. Zat toksik pangan secara mikrobiologi yang disebabkan oleh bakteri dan kapang.
Beberapa senyawa racun yang disebabkan oleh bakteri adalah Clostridium
botulinum, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas cocovenenan. Sedangkan zat
toksik oleh mikotoksin diantaranya sering ditemukan dalam bebijian yaitu aflatoksin,
vomitoksin, okratoksin A, fumonisin dan zearalenon.
3. Zat Toksik Pangan Secara Fisik terdiri dari akibat residu peptisida dan insektisida
(Polychlorinated Biphenlys (PCBs) dan fungisida dan herbisida) serta pencemaran
logam berat yang disebabkan karena timbal dan merkuri.
4. Zat Anti Gizi adalah suatu senyawa yang apabila diberikan baik langsung maupun
tidak langsung pada organisme hidup dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan
gangguan metabolise dan atau tidak tersedianya suatu unsur gizi bagi tubuh.
Beberapa zat anti gizi adalah antitripsin, asam fitat, goitrogen (Oligopeptida),
antivitamin, avidin, ovomucoid, asam askorbat oksidase dan hemaglutinin (lektin).
DAFTAR PUSTAKA
http://garnisah.blogspot.co.id/2011/11/zat-anti-gizi.html (online) Diakses 29 Januari 2016
http://miafransiscaa3.blogspot.co.id/2014/04/zat-anti-gizi.html (online) Diakses 29 Januari
2016
https://www.academia.edu/8834123/SENYAWA_BERACUN_DALAM_BAHAN_BAHAN_
PANGAN (online) Diakses 26 Januari 2016
http://senyawaberacun.blogspot.co.id/ (online) Diakses 26 Januari 2016
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/197807
162006042-AI_MAHMUDATUSSA'ADAH/zat_toksik.pdf (online) Diakses 26 Januari 2016
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunalamitanaman.pdf (online) Diakses 26
Januari 2016