Di susun oleh :
Universitas Sahid
2019
1. PENDAHULUAN
2. TUJUAN
1) Mengetahui toksikan alami dalam bahan pangan
2) Mengetahui mekanisme toksik yang dapat meracuni tubuh serta
pencegahannya
3) Mengetahui toksik yang diakibatkan oleh proses pengolahan
pangan
4) Pembentukan toksik oleh proses pengolahan pangan
5) Mengetahui dampak toksik dalam tubuh
3. MANFAAT
Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa dapat mengetahui
berbagai jenis toksikan alami pada bahan pangan, mekanisme toksikan
dan mengetahui cara pencegahan pembentukan toksik
1. Toksikan dalam bahan pangan
A. Toksikan Alami
1) Kacang Merah
2) Singkong
3) Kentang
4) Jengkol
Jengkol mengandung asam jengkol (jengkolic acid) yang dapat
mengakibatkan penyakit yang menyerang saluran perkencingan.
Keracunan jengkol ditandai dengan sedikitnya air kencing yang dihasilkan,
serta rasa pegal dan melilit di daerah pinggang. Keracunan ini biasanya
timbul apabila seseorang mengonsumsi jengkol mentah karena umunya
kadar asam jengkol akan menurun apabila jengkol telah dimasak. Untuk
itu, masaklah jengkol sampai benar-benar matang kalau memang ingin
mengonsumsi jengkol dengan aman.
5) Biji Buah-Buahan
a) Seleksi makanan
1) Membeli sayuran dan buah-buahan yang masih dalam keadaan
baik.
2) Tidak membeli kentang yang berwarna hijau atau yang telah
bertunas.
3) Tidak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran mentah atau yang
dimasak tidak sempurna, bila buah-buahan dan sayuran tersebut
biasa dikonsumsi setelah dimasak sempurna.
b) Persiapan dan konsumsi
1) Memasak kacang merah, singkong, dan pucuk bambu secara
sempurna pada suhu didih setelah sebelumnya direndam dalam
air bersih dan dicuci dengan air bersih.Ketika mengkonsumsi
buah-buahan segar, hindari mengkonsumsi biji buah-buahan
sepertiapel, apr
2) ikot, pir, dll, meskipun daging buah-buahan tersebut aman untuk
dikonsumsi.
3) Menyimpan kentang di tempat yang gelap, sejuk, dan kering.
Hindari mengkonsumsi kentang yang menunjukkan tanda-tanda
hijau, bertunas, dan membusuk.
Jika kentang terpapar sinar, baik itu sinar matahari maupun sinar
lampu dalam waktu lama, maka jumlah solanin yang dibentuk
pada kulit kentang akan meningkat sehingga risiko keracunannya
pun dapat meningkat pula.
Tahap proses pengolahan pangan merupakan tahap yang paling potensial untuk
bercampunrnya pangan dengan bahan bahan kimia berbahaya karena pada proses
ini sering ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP).
Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunsksn sebagai makanan dan biasanya bukan merupaan komponen khas
makanan,mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pengolahan.
Jenis bahan tambahan pangan ada dua jenis yaitu GRAS (General Rocognized as
Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksisk misalnya gula (glukosa). Sedangkan
jenis lainnya yaitu ADI (Acceptable Daily Intake) jenis ini selalu ditetapkan batas
penggunaan hariannya (daily Intake) demi menjaga melindungi kesehatan
konsumen.
1. Akrilamida
Bahaya Acrylamide:
cara mengurangi HCA dan formasi PAH dalam daging yang dimasak :
Menghindari pemanggangan dengan api langsung atau permukaan logam
panas dan menghindari waktu memasak yang lama pada suhu tinggi.
Menggunakan oven microwave untuk memasak daging sebelum terkena
suhu tinggi dapat juga secara substansial mengurangi pembentukan HCA
dengan mengurangi waktu daging dalam kontak dengan panas tinggi untuk
selama pemasakan. Membalik secara berkala ketika memanggang sate,
hamburger maupun steak. Membuang bagian hangus daging dan
mengurangi dalam menggunakan saus gravy juga dapat mengurangi HCA
dan paparan PAH. Hindari penggunaan minyak goreng secara berulang kali
yang melibatkan oksidasi dan polimerisasi yang menghasilkan asam lemak
trans dan terbentuknya radikal bebas. (Ingrid S. Surono)
3. Toksin lisinoalanin
berasal dari bahan pangan berprotein yang diolah secara tidak benar.
Bahan pangan berprotein tersebut misalnya terdapat pada daging, susu,
telur, dan lainnya. Lisinoalanin merupakan hasil reaksi asam amino yang
ditemukan pada bahan pangan berprotein yang diberi perlakuan alkali,
pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu yang lama. Pembentukan
lisinoalanin akan menurunkan daya cerna protein karena terbentuknya
ikatan silang antar protein. Lisinoalanin terdiri dari residu lisin yang grup
epsilon aminonya terikat pada grup metil residu alanin. Jika kedua residu
tersebut terdapat dalam rantai protein, maka akan membentuk ikatan
menyilang intra-molekuler atau antar-molekul protein. Lisinoalanin ini
bukan suatu dipeptida karena tidak mempunyai grup peptida, serta jika
dihirolisis dengan asam tidak menghasilkan dua asam amino. Terdapat 4
stereoisomer yang mungkin terjadi, yaitu LL, LD, DL, dan DD. Dari keempat
stereoisomer tersebut, ditemukan bahwa isomer LD adalah isomer yang
paling aktif yeng mengakibatkan terjadinya sitomegali. Terdapat dua
mekanisme pembentukan lisinoalanin yaitu melalui reaksi beta-eliminasi
dan reaksi substitusi
Pada kondisi alkali atau di bawah kondisi alkali, lisin akan bergabung
dengan residu dehiroalanin yang dibentuk melalui reaksi beta-
eliminasi dari sistein, fosforilserin, atau glikosilserin. Selama
pembentukannya, atom H dapat diberikan kembali kepada kedua sisi
cis atom C dehiroalanin, sehingga bagian alanin dari Lisinoalanin yang
terbentuk dapat berupa isomer L-V atau D-V. oleh karena itu, secara
teoritis LL-LAL dan DL-LAL dapat terbentuk dalam suatu protein
dengan jumlah yang sama. Isomer DL- dan DD- juga dapat terbentuk
dalam alkali kuat jika lisin mengalami reseminasi.
https://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/157/RACUN -ALAMI-
PADA-TANAMAN-PANGAN.html
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170411140436-262-
206652/delapan- jenis-buah-dan-sayur-yang-mengandung-racun/
Amrein, T., Bachmann, S., Noti, A., Bi edermann, M., Barbosa, M.,
Biedermann, B., Grob, K., Keiser, A., Realini, P., Escher, F., & Amado, R.
(2003). Potential of acrylamide formation, sugars, and free asparagine in
potatoes: A comparison of varietys and farming systems. Journal of
Agricultural and Food Chemistry 51: 5556 -5560.
Amrein, T. M., Schonbachler, B., Rohner, F., Lukac, H., Schneider, H., Keiser,
A., Escher, F., & Amado, R. (2004). Potential for acrylamide formation in
potatoes: data from the 2003 harvest. European Food Research and
Technology 219:572-578.
https://www.academia.edu/5795312/PAPER_KEAMANAN_PANGAN_DA
N_TOKSIKOLOGI_TOKSIN_LISINOALANIN