Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D DENGAN


FRAKTUR COSTA DAN HUMERUS DEXTRA
DI RUANG RAJAWALI I B RSUP Dr. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh
ANGGUN EKA APRILIYANI
P.1337420614030

PRODI D-IV KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerangka tubuh manusia terdiri dari susunan berbagai macam tulang yang satu
sama lainnya saling berhubungan, terdiri dari: Tulang kepala: 8 buah; Tulang kerangka
dada: 25 buah; Tulang wajah: 14 buah; Tulang belakang dan pinggul: 26 buah; Tulang
telinga dalam: 6 buah; Tulang lengan: 64 buah dan Tulang lidah: 1 buah Tulang kaki: 62
buah.
Fungsi kerangka antara lain:

menahan seluruh bagian-bagian tubuh agar tidak rubuh


melindungi alat tubuh yang halus seperti otak, jantung, dan paru-paru
tempat melekatnya otot-otot
untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
tempat pembuatan sel-sel darah terutama sel darah merah
memberikan bentuk pada bangunan tubuh buah
Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang fraktur costa dan fraktur

humerus.
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Sedangkan fraktur
humerus adalah kontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian
tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di
rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta
berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga
dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan
untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Penanganan segera pada klien yang
dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah
satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2010
: 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang
berlebihan dan infeksi.

Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi persendian


yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah latihan yang
dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus otot (Potter & Perry, 2007). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas
biasa sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post
operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih
klien dan menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan
langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan
kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat
berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien fraktur melalui metode ilmiah.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur costa dan humerus.
Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian fraktur costa dan humerus
2. Menjelaskan etiologi dari fraktur costa dan humerus
3. Menjelaskan patofisiologi dari fraktur costa dan humerus
4. Menjelaskan klasifikasi dari fraktur costa dan humerus
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari fraktur costa dan humerus
6. Menjelaskan penatalaksanaan pada fraktur costa dan humerus
7. Menjelaskan komplikasi dari fraktur costa dan humerus
8. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur costa dan humerus
C. Manfaat Penulisan
1. Mengetahui pengertian fraktur costa dan humerus
2. Mengetahui etiologi fraktur costa dan humerus
3. Mengetahui patofisiologi fraktur costa dan humerus
4. Mengetahui klasifikasi fraktur costa dan humerus
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur costa dan humerus
6. Mengetahui penatalaksanaan pada fraktur costa dan humerus
7. Mengetahui komplikasi fraktur costa dan humerus
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien fraktur costa dan humerus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Fraktur costa dan humerus
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Arief Mansjoer, 2008).
Sedangkan menurut Linda Juall C dalam buku Nursing Care Plans and
Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang

disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang.
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi

pada tulang costa.

Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi,
disamping

itu adanya

komplikasi dan gangguan lain

yang menyertai

memerlukan perhatiankhusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak


fraktur costa sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.
Fraktur costa seperti pada gambar dibawah ini fraktur costa 4:

Fraktur
hilangnya

Humerus adalah diskontinuitas atau


struktur dari tulang humerus.

2. Etiologi
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan padakulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi

diet,

tetapi

kadang-kadang

dapat

disebabkan

kegagalan

absorbsiVitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
a. Faktor intrinsic
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan
(fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
b. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
4. Klasifikasi

Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma Association


(OTA):
1. Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
a. A1: spiral
b. A2: oblik (>30)
c. A3: transversal (<30)

Gambar Tipe A = fraktur sederhana.


A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3
pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.
2. Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)
a. B1: spiral wedge
b. B2: bending wedge
c. B3: fragmented wedge

Gambar Tipe B = fraktur baji (wedge fracture).


B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge fracture), B2 = bending wedge fracture, B3
= fragmented wedge fracture
3. Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
a. C1: Spiral
b. C2: Segmental
c. C3: Ireguler (significant comminution)

Gambar Tipe C = complex fracture.


C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, A3 = fraktur
ireguler.
Berdasarkan arah pergeserannya, fraktur humerus dibagi menjadi:
1. Fraktur sepertiga proksimal humerus
Fraktur yang mengenai proksimal metafisis sampai insersi m. pectoralis
mayor diklasifikasikan sebagai fraktur leher humerus. Fraktur di atas insersi
pectoralis mayor menyebabkan fragmen proksimal abduksi dan eksorotasi
rotator cuff serta distal fragmen bergeser ke arah medial. Fraktur antara insersi
m. pectoralis mayor dan deltoid umumnya terlihat adduksi pada akhir distal dari
proksimal fragmen dengan pergeseran lateral dan proksimal dari distal fragmen.
2. Fraktur sepertiga tengah dan distal humerus
Jika fraktur terjadi di distal dari insersi deltoid pada sepertiga tengah
korpus humerus, pergeseran ke medial dari fragmen distal dan abduksi dari
fragmen proksimal akan terjadi.

5. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat di dalam darah.
2. Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur
(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).
Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus
terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CTscan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan
kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.
6. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani
secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan
serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat
ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang
terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada
lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.
Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90
dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast
(pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast)
dari bahu hingga siku atau functional polypropylene brace selama 6 minggu.

Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan
pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif
ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6
minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling
(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien
harus dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan
operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
1) Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus
dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada
fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan.
Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu
dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional
brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami
union.
2) Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada
hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff.
Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan
pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa
yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian
coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage.
Splint seringkali diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca
trauma.
3) Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik
ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang
tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu
dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.

4) Shoulder spica cast


Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi
dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi
cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ektremitas atas.
5) Functional bracing
Memberikan efek kompresi

hidrostatik

jaringan

lunak

dan

mempertahankan aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi


yang berdekatan. Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma
setelah pasien diberikan hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak
berkurang. Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak,
pasien

yang

tidak

dapat

dipercaya

dan

ketidakmampuan

untuk

mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan


untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi
varus (kearah midline).
b. Tindakan operatif
Pasien kadang-kadang

mengeluh

hanging

cast

tidak

nyaman,

membosankan dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini
kadang-kadang cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat
bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan
sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:
1) Cedera multiple berat.
2) Fraktur terbuka.
3) Fraktur segmental.
4) Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser.
5) Fraktur patologis.
6) Siku melayang (floating elbow) pada fraktur lengan bawah (antebrachi) dan
humerus tidak stabil bersamaan.
7) Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi.
8) Non-union.

BAB III
LAPORAN KASUS
RUANG

: Rajawali 1B

BAGIAN

: Bedah Pria

No. RM

: C603843

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tgl. Pasien masuk RS

: 23-09-2016

Tgl. Pengkajian dilakukan

: 26-09-2016

I.

I.

II.

IDENTITAS
1. Nama pasien
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Pendidikan
5. Alamat
6. Status Perkawinan
7. Agama
8. Diagnosis medis

: Tn. D
: Buruh
: 58 Tahun
: SLTP
: Blora
:Kawin
: Islam
: fraktur costa 5,6,7,8,9,10 posterior kanan dan humerus

PENANGGUNG JAWAB PASIEN


1. Penanggung pasien
2. Nama penanggung pasien
3. Alamat penanggung pasien
4. Nomor telepon
RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama

: Istri
: Ny. S
: Blora
: 081228551xxx

Klien mengeluh nyeri pada lengan atas kanan dan dadanya.


2. Riwayat penyakit sekarang :
5 hari yang lalu sebelum klien masuk IGD RSDK klien mengalami
kecelakaan tertimpa tumpukan kayu pada bagian dada dan tangan kanannya.
Kemudin klien diperiksakan ke RSU CEPU karena fasilitas kesehatan yang
belum memadai kemudian klien dirujuk ke RSUD Blora untuk penanganan
lebih lanjut. Dari RSUD Blora klien drawat inap selama 3 hari. Lalu, klien
dirujuk ke RSDK karena berdasarkan hasil pemeriksaan di Blora klien
disarankan untuk operasi di RSDK.
3. Riwayat keperawatan dahulu
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat di Rumah Sakit dan
belum pernah dilakukan tindakan operasi.
4. Riwayat keperawatan keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak memiliki penyakit menular seperti TB
Paru, HIV ataupun penyakit keturunan seperti DM atau Hipertensi.
B. DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
1. Skala Koma Glasglow: 14
a. Motorik
:5
b. Verbal
:5
c. Eyes
:4
2. Kesadaran
: Composmentis
3. Tanda-tanda vital
TD

: 130/80 mmHg

HR

: 99 x/menit

RR

: 24 x/menit

Suhu : 36.60C
4. Kepala
a. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada peningkatan vena jugularis
b. Kepala: Mesochepal, tidak ada lesi dan benjolan, rambut rapi dan mudah rontok
c. Mata: tidak ada edema Palpebra, konjunctiva tampak pucat, sclera tidak ikterik
d. Hidung: Simetris, tidak ada lendir didalam hidung, tidak ada polip
e. Mulut: Mukosa bibir lembab, mulut bersih, gusi tidak ada pembengkakan
tidak ada stomatitis
f. Telinga: Simetris, tidak ada serumen, tidak ada benjolan
5. Dada
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tampak intercosta k eIV-V, pada mid clavicula sedikit
2 cm medial sinistra

Palpasi

: ictus cordis teraba di intercosta ke IV-V, pada mid clavicula

Perkusi
Auskultasi

sedikit 2cm medial sinistra.


: konfiguran jantung dalam batas normal
:bunyi jantung S1 - S2 normal, tidak ada gallop

Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
6. Abdomen

: Bentuk simetris, ekspansi dada asimetris


: nyeri tekan terdapat pada costa dextra
: sonor seluruh lapang paru
: vesikuler

a. Inspeksi

: Simetris, warna kulit merata

b. Auskultasi

: bising usus 8 kali/menit

c. Palpasi

: Tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan

d. Perkusi

: Thympani

7. Genetalia
Klien terpasang kateter, tidak ada pembesaran skrotum, tidak ada darah/ lendir yang
keluar dari genitalia. Klien tidak memiliki hemorroid.
8. Ekstremitas
Ekstrimitas atas: akral teraba hangat, tidak terdapat sianosis, tidak ada edema, dan
capilarirefil 4 detik. Terpasang infus pada ekstremitas sebelah kiri. Ekstremitas kanan
dibidai untuk imobilisasi
Ekstrimitas bawah: tidak ada edema, tidak terdapat sianosis, capilarirefil 4 detik,
tidak ada varises.
C. POLA FUNGSIONAL
1. Pola Persepsi Kesehatan
Untuk menjaga kesehatan, klien dan keluarga makan dan tidur teratur. Klien selalu
memeriksakan kesehatannya di puskesmas. Saat klien sakit, klien disarankan untuk
memeriksakan diri ke Rumah Sakit.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Sebelum sakit klien selalu makan 3x sehari secara teratur dengan makanan yang
mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Pasien minum air putih kira-kira 1 liter
perhari. Klien tidak mempunyai pantangan maupun alergi terhadap suatu makanan.
Setelah sakit klien makan sehari 3 kali tetapi dengan porsi yang berkurang yaitu
porsi dari sebelumya. Klien setiap harinya meminum air putih sekitar 900cc/hari.
Antropometri
: BB = 58 kg
TB= 165cm
Biochemical
: Hb : 8,8 g/dL

Clinical Sign
: Turgor kulit baik, rambut hitam
IMT : BB= 58 = 21,5
(TB)2 2,7
3. Eliminasi
Sebelum sakit
a. BAK sebelum sakit
Frekuensi
: 5-6x per hari.
Jumlah kencing
: 700 cc/ hari
Warna
: jernih
Berbau khas urine.
b. BAB sebelum sakit
Frekuensi
: 1x per hari.
Konsistensi
: lunak.
Warna
: kuning kecoklatan.
Klien tidak menggunakan obat pencahar
Selama sakit
a. BAK selama sakit
Keluhan
: Tidak ada keluhan.
Jumlah kencing
: 950 cc/ hari
Klien terpasang kateter urine.
b. BAB selama sakit
Keluhan
: tidak ada keluhan.
Konsistensi
: lunak.
Warna
: kuning kecoklatan.
Klien selama dirawattidak menggunakan obat pencahar
4. Pola Istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien tidur selama 8 jam. Setelah sakit Klien tidak mengalami
gangguan tidur. Setiap hari klien tidur selama 7 jam di malam hari dan 2 jam di
siang hari.
5. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum dirawat dirumah sakit, aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien sebagai
buruh di kayu. Klien jarang berolahraga karena kesibukannya mengurus
pekerjaannya.
Pada saat di rawat di rumah sakit klien tidak melakukan activity daily living secara
mandiri karena klien diharuskan untuk imobilisasi tangan kanannya karena kondisi
klien yang lemah sehingga ruang gerak klien menjadi terbatas. Untuk memenuhi
ADLs nya klien dibantu oleh keluarga yang menunggu dan perawat.
Setelah sakit :

No.
1.

Aktivitas

Klasifikasi Tingkat Fungsional Klien


0
1
2
3
4

Mandi

2. Mengenakan Pakaian

3. Makan

4. Berjalan

5. Duduk

6. Eliminasi

Kesimpulan : aktivitas klien sebagian dibantu dengan orang lain


Keterangan :
0 = Mandiri
1 = Membutuhkan bantuan (peralatan)/alat bantu
2 = Pertolongan orang lain
3 = Alat bantu + pertolongan orang lain
4 = Tergantung sepenuhnya
Kekuatan otot :
2
5
5

6. Pola Peran dan Hubungan


Klien adalah seorang Ayah yang mempunyai 3 orang anak dan seorang istri.
Hubungan klien dengan keluarga sangat baik.
7. Pola Kognitif, Persepsi Sensori
Kognitif
: klien sudah mengetahui penyakitnya. Baik klien maupun keluarga
Persepsi

belum mengerti penuh dengan pengobatan yang diberikan.


: klien dapat berorientasi dengan benar tentang waktu, tempat, dan
orang-orang yang disekitarnya. Klien meyakini bahwa Ia akan sembuh

Sensori

dan dapat berkumpul dengan keluarganya.


: P : nyeri saat digerakkan
Q : ditusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul

8. Pola Persepsi Diri


Klien dapat berorientasi dengan benar tentang waktu, tempat, orang disekitarnya.
Klien mengerti tentang keadaan yang dialami saat ini dan mempunyai persepsi klien
dapat sembuh dan dapat beraktivitas kembali seperti semula.

9. Pola Seksual dan Reproduksi


Klien merupakan seorang ayah dan suami dengan 3 orang anak. Selama di rumah
sakit klien tidak bisa melakukan hubungan seksual dengan istrinya.
10. Pola Mekanisme Koping
Klien selalu memusyawarahkan dengan keluarga bila ada masalah, termasuk dengan
penyakit yang dialami sekarang dan macam-macam pengobatannya.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Klien memeluk agama Islam dan rajin beribadah. Sebelum sakit klien selalu
mengerjakan sholat 5 waktu tanpa bantuan orang lain. Selama sakit pasien tidak
dapat menjalankan

sholat 5 waktu. Walaupun begitu tetap berusaha dan selalu

berdoa agar cepat sembuh.

D. PROGRAM TERAPI
Terapi

Rut

26-9-2016

27-9-2016

28-9-2016

Infus RL (20 tpm)


Infus NaCl (20 tpm)
PRC

e
IV
IV
IV

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
25 September 2016
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

KET

8.8

g/dL

13.00 16.00

Hematologi Paket
Hemoglobin

Hematokrit

27.5

40 54

Eritrosit

3.39

10^6/uL

4.4 5.9

MCH

26

Pg

27.00 36.00

MCV

81.1

fL

76 96

MCHC

32

g/dL

29.00 36.00

Leukosit

8.4

10^6/uL

3.8 10.6

Trombosit

144

10^6/uL

150 400

RDW

13.3

11.60 - 14.80

MPV

9.8

fL

4.00 11.00

HASIL

SATUAN

NILAI NORMAL

KET

Hemoglobin

11.6

g/dL

13.00 16.00

Hematokrit

35.6

40 54

Eritrosit

4.45

10^6/uL

4.4 5.9

MCH

26.1

Pg

27.00 36.00

MCV

80

fL

76 96

MCHC

32.6

g/dL

29.00 36.00

Leukosit

8.6

10^6/uL

3.8 10.6

Trombosit

183

10^6/uL

150 400

RDW

13.5

11.60 - 14.80

MPV

10.3

fL

4.00 11.00

PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI

27 September 2016

Hematologi Paket

2. Pemeriksaan Radiologi (25 September 2016)


Klinis: Fraktur Costae 5,6,7 Fraktur Humeral
Kesan:
Hernidiafragma kanan setinggi costa 9 posterior
Sinus kostofrenikus kanan tumpul, kiri lancip
Tampak diskontinuitas komplit pada costae 5,6,7,8,9 dan 10 posterior kanan
F. DAFTAR MASALAH
No

Tanggal/jam

Daftar focus

Masalah
keperawatan

Etiologi

1.

26 September

DS: - klien mengeluh nyeri

2016

Nyeri akut

pada lengan kanan dan

08.00
DO:

dadanya.
hasil

Agen cidera
fisik (trauma)

pemeriksaan

radiologi

Tampak

diskontinuitas komplit pada


costae

5,6,7,8,9

dan

10

posterior kanan.
Skala nyeri menggunakan
2.

26 September
2016
08.00

VAS= 4
DS :
Klien mengatakan semakin

Hambatan

Nyeri

mobilitas fisik

hari lengan klien sulit untuk


digerakkan dan berangsurangsur

mengalami

kelemahan.
DO :
Tangan klien tampak susah
digerakkan, saat tangan klien
digerakkan
3.

klien

tampak

26 September

kesakitan.
DS: Klien mengatakan takut

2016

akan menjalani operasi

08.00

DO: klien tampak gelisah

Ansietas

Ancaman pada
status terkini

TTV

4.

TD

: 130/80 mmHg

HR

: 99 x/menit

RR

: 24 x/menit

26 September

Suhu : 36.60C
DS: Klien mengatakan lemas

Ketidakefektifan

Kurang

2016

DO:

perfusi jaringan

pengetahuan

08.00

-konjungtiva pucat,

perifer

tentang faktor

-Hb= 8,8 gr/dL

pemberat

- capillary refill= 4 detik

(trauma)

G. INTERVENSI
N
O
1.

TGL

DIAGNOSA

TUJUAN

INTERVENSI

26

KEPERAWATAN
Nyeri Akut b.d

Setelah dilakukan

1. Kaji karakteristik

September

Agen cedera fisik:

tindakan keperawatan

2016
09.00

adanya trauma

selama 3 x 24 jam

nyeri PQRST
2. Observasi reaksi

diharapkan rasa nyeri

ketidaknyamanan

klien berkurang.

nyeri klien
3. Kontrol

Dengan KH :
a. Mampu
mengontrol nyeri
(tahu

penyebab,

lingkungan

yang

dapat
mempengaruhi

mampu

nyeri seperti suhu

menggunakan
teknik

non

farmakologi)
b. Melaporkan
bahwa

non verbal dari

nyeri

berkurang dengan

ruangan,
pencahayaan dan
kebisisngan.
4. Ajarkan
teknik
relaksasi

distraksi.
manajemen nyeri
5. Kolaborasi
c. Menyatakan rasa
pemberian
nyaman setelah

dan

PARAF

nyeri berkurang

analgetik

dan

program
2.

selanjutnya.
dilakukan 1. Kaji kemampuan

26

Hambatan

Setelah

September

mobilitas fisik

tindakan keperawatan

2016
09.00

berhubungan

selama 3 x 24 jam

dengan Nyeri

diharapkan mobilitas
klien dapat kembali
seperti

biasanya

secara

optimal.

klien

dalam

mobilisasi
2. Ajarkan

klien

untuk melakukan
gerakan

aktif

pada ekstremitas

yang tidak sakit.


Dengan KH :
3. Pertahankan
a. Klien meningkat
Imobilisasi pada
dalam aktivitas
ekstremitas yang
fisik
b. Klien
bisa
sakit
4. Rawat
balut
menggerakkan
bidainya.
tangannya tanpa
5. Kolaborasi
kesakitan.
dengan
ahli
c. Bisa melakukan
fisioterapi untuk
kegiatan seharimelatih
fisik
harinya
tanpa
klien.
bantuan.
3.

26

Ansietas

Setelah

September

berhubungan

tindakan keperawatan

2016
09.00

dengan ancaman

selama 3 x 24 jam

pada status terkini.

diharapkan
klien
berkurang.
KH :
a. Klien

dilakukan 1. Kaji tanda verbal

ansietas
dapat
Dengan
mampu

mengidentifikasi
dan

dan

nonverbal

ansietas.
2. Beri lingkungan
yang tenang dan
suasana

penuh

istirahat.
3. Beri kesempatan
klien
mengungkapkan
ansietasnya

mengungkapkan
gejala cemas.
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan

4. Berikan

privasi

kepada

klien

dengan

orang

terdekat.

dan menunjukkan
teknik

untuk

mengontrol
cemas
c. Vital sign dalam
batas normal
d. Ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat

aktivitas

menunjukkan
berkurangnya
4.

26

Ketidakefektifan

kecemasan.
Setelah dilakukan

September

perfusi jaringan

tindakan keperawatan

pengkajian

perifer

selama 3 x 24 jam

komprehensif

berhubungan

diharapkan perfusi

terhadap sirkulasi

dengan kurang

jaringan klien normal.

perifer

pengetahuan

Dengan KH :
- tekanan sistol dan

2016
09.00

tentang faktor

diastol dalam

pemberat (trauma)
-

rentang normal
tidak ada tandatanda peningkatan
tekanan

intrakranial.
Keefektifan
pompa jantung;
keadekuatan
volume darah

1. Lakukan

2. Instruksikan
keluarga

untuk

mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
3. Monitor adanya
tromboplebitis
4. Pantau tingkat
ketidaknyamanan
atau nyeri saat
melakukan latihan
fisik

yang dipompa

5. Pantau status

dari ventrikel kiri

cairan termasuk

untuk mendukung

asupan dan

tekanan perfusi

haluaran

sistemik
H. IMPLEMENTASI
TGL/JAM
26
September
2016
11.00

DIAGNOSA

IMPLEMENTASI

RESPON KLIEN

KEPERWATAN
Nyeri Akut b.d
1. Mengkaji karakteristik DS :
Klien kooperatif.
Agen cedera fisik:
nyeri PQRST.
DO :
adanya trauma
Klien tampak kesakitan.
DS :
Anak klien mengatakan
2. Mengobservasi reaksi ayahnya sering mengeluh
non verbal dari ketidak kesakitan.
DO :
nyamanan nyeri klien
Klien tampak meringis
kesakitan.
DS :
3. Mengajarkan

teknik

relaksasi dan distraksi.

Klien kooperatif
DO :
Klien tampak rileks.

26
September

Hambatan

2016
11.00

mobilitas fisik b.d


Nyeri

DS :
Klien kooperatif
klien dalam mobilisasi. DO :
Pertahankan
Klien hanya tiduran di
Mengkaji kemampuan

imobilisasi

pada tempat tidur.

ekstremitas yang sakit


26

Rawat balut bidainya

DS :
Klien kooperatif
DO :
Klien merasa nyaman

PARAF

September

Ansietas

2016
11.00

berhubungan
dengan ancaman

Mengkaji tanda verbal dan DS :


Klien
nonverbal ansietas.
mengungkapkan
cemasnya.
DO :
Ekspresi wajah

ada status terkini.

26

Ketidakefektifan

September

perfusi

2016
11.00

perifer

jaringan

komprehensif terhadap

rasa

klien

lebih tenang
DS: Klien kooperatif
DO:
Klien tampak lemas

sirkulasi perifer

berhubungan
dengan

Melakukan pengkajian

mau

kurang

Menginstruksikan
keluarga

untuk

pengetahuan

mengobservasi

kulit

tentang

jika

atau

faktor

pemberat

ada

isi

laserasi

(trauma)
27
September
2016
10.00

Nyeri Akut b.d


Agen cedera fisik:
adanya trauma

1. Mengontrol lingkungan
yang

dapat

mempengaruhi

nyeri

seperti suhu ruangan,


pencahayaan

dan

kebisingan.
2. Mengajarkan

DS :
Klien memahami
penjelasan perawat
DO :
Klien tampak
memahaminya

teknik

distraksi relaksasi

DS :
Klien kooperatif
DO :
Klien tampak rileks.

27
September

Hambatan

2016
10.00

mobilitas fisik b.d


Nyeri

1. Melakukan pengkajian DS :
Klien kooperatif
tentang kemampuan
DO :
mobilisasi klien
Klien masih tetap tiduran.

DS :
Klien kooperatif
DO :
Klien tampak antusias

2. Mengajakan klien
untuk melakukan
gerakan aktif pada
bagian yang tidak
27

Ansietas

sakit.
Beri kesempatan

September

berhubungan

mengungkapkan

2016
10.00

dengan ancaman

ansietasnya

klien DS :
Klien
mengungkapkan

terkini.
Ketidakefektifan

September
2016
10.00

rasa

cemasnya.
DO :
Klien tampak lega.

pada status

27

mau

Melakukan pengkajian

DS: Klien dan keluarga

perfusi jaringan

komprehensif terhadap

berhubungan

sirkulasi perifer

kooperatif
DO:
Klien sudah tidak lemas

dengan kurang

Menginstruksikan

lagi.

pengetahuan

keluarga

tentang faktor

mengobservasi

kulit

pemberat

jika

atau

(trauma)

laserasi

28

Nyeri Akut b.d

September

Agen cedera fisik:

2016
10.00

adanya trauma

28

Hambatan

September

mobilitas fisik b.d

2016
10.00

Nyeri

ada

untuk
isi

1. Mengajarkan

teknik DS :
Klien
distraksi relaksasi
2. Menunggu
jadwal penjelasan
operasi

memahami
yang

diberikan oleh perawat


DO :
Klien tampak tenang.
Pertahankan
DS :
Klien kooperatif
imobilisasi
pada
DO :
ekstremitas yang sakit Klien masih nyaman.
Rawat balut bidainya
DS :
Mengajakan
klien Klien kooperatif
DO :
untuk
melakukan

gerakan
bagian

aktif

pada Klien tampak antusias

yang

tidak

sakit.
Beri lingkungan

28

Ansietas

pada status

yang DS :
Klien
memahami
tenang dan suasana penuh
penjelasan perawat
istirahat.
DO :
Cemas klien berkurang

September

berhubungan

2016
10.00

dengan ancaman

28

terkini.
Ketidakefektifan

September
2016
10.00

Melakukan pengkajian

DS: Klien dan keluarga

perfusi jaringan

komprehensif terhadap

perifer

sirkulasi perifer

kooperatif
DO:
Klien tidak merasa lemas.

berhubungan

Menginstruksikan

dengan kurang

keluarga

untuk

pengetahuan

mengobservasi

kulit

tentang faktor

jika

atau

pemberat

laserasi

ada

isi

(trauma)
I. EVALUASI
TGL/JAM

DIAGNOSA

KEPERAWATAN
26 September Nyeri Akut b.d agen cidera
2016
12.00

fisik: adanya trauma

SOAP

PARAF

S : Klien mengatakan masih nyeri


O : Klien masih tampak kesakitan
P : nyeri saat digerakkan
Q : ditusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3
- Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti

suhu

ruangan,

pencahayaan dan kebisingan.

26 September Hambatan mobilitas fisik b.d S : Klien mengatakan tangannya


2016
12.00

Nyeri

jika
digerakkan sakit.
O : klien tampak tiduran
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Mengajarkan klien

untuk

melakukan gerakan aktif pada


bagian yang tidak sakit dan
mengimobilisasi

pada

ekstremitas yang sakit.


26 September Ansietas berhubungan dengan S : klien mengatakan cemas akan
2016
12.00

ancaman pada status terkini.

dioperasi
O : ekspresi wajah klien takut
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 3
Beri lingkungan yang tenang dan

26 September Ketidakefektifan perfusi


2016
12.00

jaringan perifer berhubungan


dengan kurang pengetahuan
tentang faktor pemberat
(trauma)

suasana penuh istirahat.


S : klien mengatakan badannya
terasa lemas.
O :
-konjungtiva pucat,
-Hb= 8,8 gr/dL
- capillary refill= 4 detik
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

27 September Nyeri Akut b.d faktor


2016
11.00

biologis : Adanya multiple


lesi

27 September Hambatan mobilitas fisik b.d


2016
11.00

Nyeri

S : Klien mengatakan masih terasa


nyeri
O : Klien tampak kesakitan
P : nyeri saat digerakkan
Q : ditusuk-tusuk
R : lengan kanan atas
S : skala nyeri 4
T : hilang timbul
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1, 2, 3, 4
S : Klien mengatakan tangannya
jika
digerakkan masih sakit.
O : klien tampak tiduran

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi 1,3
27 September Ansietas berhubungan dengan S :
2016
11.00

ancaman pada status terkini.

27 September Ketidakefektifan perfusi


2016
11.00

jaringan berhubungan dengan


kurang pengetahuan tentang
faktor pemberat (trauma)

Klien

mengatakan

bahwa

cemasnya berkurang
O : Klien tampak tenang
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi.
S : klien mengatakan tidak terasa
lemas lagi.
O :
-konjungtiva pucat,
-Hb= 11,6 gr/dL
- capillary refill= 2 detik

28 September Nyeri Akut b.d faktor


2016
12.00

biologis : Adanya multiple


lesi

28 September Hambatan mobilitas fisik b.d


2016
12.00

Nyeri

A : Masalah teratasi sebagian


P : Lanjutkan intervensi
Rencana operasi
S : Klien mengatakan masih terasa
nyeri
O : Klien tampak kesakitan
P : nyeri saat digerakkan
Q : ditusuk-tusuk
R : lengan kiri atas
S : skala nyeri 3
T : hilang timbul
A: Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Rencana Operasi
S : Klien mengatakan tangannya
jika
O :

digerakkan masih sakit.


klien tampak melakukan

gerakan-

gerakan kecil

untuk bagian yang tidak

28 September Ketidakefektifan perfusi


2016
12.00

jaringan perifer berhubungan


dengan kurang pengetahuan

sakit.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2
S : klien mengatakan tidak terasa
lemas lagi.
O :
-konjungtiva berwarna merah muda,

tentang faktor pemberat

-Hb= 11,6 gr/dL

(trauma)

- capillary refill= 2 detik


A : Masalah teratasi teratasi
P : Hentikan intervensi
Rencana operasi

BAB IV
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Dari kasus diatas klien atas nama Tn. D menderita sakit fraktur costa
5,6,7,8,9,10 dan humerus tanpa disertai komplikasi. Fraktur yang dialami klien
merupakan fraktur tertutup sehingga munculah diagnosa keperawatan yang
diantaranya ada nyeri akut, hambatan mobilitas fisik dan ansietas. Dari data diatas
data yang menunjang untuk menegakkan diagnose nyeri akut adalah saat pengkajian
PQRST dengan VAS nyeri skala 4. Lalu data yang menunjang diangkatnya diagnosa
hambatan mobilitas fisik adalah klien hanya bisa tertidur di atas tempat tidurnya
karena ekstremitas bagian kanan klien di imobilisasi dan klien juga mengalami
fraktur di costa 5,6,7,8,9,10 sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya hambatan
mobilitas. Ketidakefektifan perfusi jaringan karena Hb klien rendah, capillary refill=
4 dan klien merasa lemas. Diagnosa keperawatan yang dapat diambil lagi adalah Dan
yang terakhir data atau alasan yang menunjang diangkatnya diagnosa cemas adalah
klien mengatakan bahwa klien takut dioperasi, ekspresi wajah klien terlihat ketakutan.
Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan klien tentang prosedur tindakan
medis yang klien jalani. Berdasarkan hasil pengkajian keluhan utam klien adalah
nyeri sehingga perioritas masalah yang dilakukan adalah managemen mengatasi
nyeri. Dari diagnose keperawatan yang telah disebutkan diperlukan intervensi yang
dapat mengurangi faktor yang memperberat penyakitnya. Dan perlu sekali
diperhatikan imobilisasi pada ekstremitas distal klien agar di imobilisasi supaya
fraktur yang dialami oleh klien tidak bertambah parah. Serta memberi dan mengganti
bidai pada ekstremitas yang mengalami fraktur agar klien nyaman. Melatih mobilisasi

pada anggota tubuh yang sehat pada klien juga perlu diperhatikan agar anggota tubuh
yang sehat tidak mengalami lumpuh layu.
B. Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur costa dan humerus merupakan
gangguan system muskuloskeletal. Dimana penyakit ini dapat berakibat fatal jika
tidak diatasi dengan baik. Upaya yang perlu dilakukan adalah memilih intervensi dan
implementasi yang dapat menunjang pengurangan faktor risiko penyakit. Jika faktor
pendukung terjadinya komplikasi dari penyakit ini dapat dikurangi maka akan terjadi
kondisi yang stabil.

DAFTAR PUSTAKA
Herdinan. 2015. NANDA (Diagnosa Keperawatan). Jakarta: EGC
Huda Nurarif Afif.dkk. 2015.NIC-NOC. Jakarta. Media Action.
Mansjoer A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 : Edisi 3. Medika Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Rasjad C. 2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone Hal 380- 395.
Gramedia : Jakarta.
Sjamsuhidajat, R., Jong, D. W. 2012.Buku ajar imu bedah, edisi revisi. Jakarta: EGC.
Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif &
Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Medika.

Anda mungkin juga menyukai