LK Fraktur Costa Dan Humerus
LK Fraktur Costa Dan Humerus
Disusun Oleh
ANGGUN EKA APRILIYANI
P.1337420614030
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kerangka tubuh manusia terdiri dari susunan berbagai macam tulang yang satu
sama lainnya saling berhubungan, terdiri dari: Tulang kepala: 8 buah; Tulang kerangka
dada: 25 buah; Tulang wajah: 14 buah; Tulang belakang dan pinggul: 26 buah; Tulang
telinga dalam: 6 buah; Tulang lengan: 64 buah dan Tulang lidah: 1 buah Tulang kaki: 62
buah.
Fungsi kerangka antara lain:
humerus.
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Sedangkan fraktur
humerus adalah kontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian
tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di
rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta
berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga
dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan
untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Penanganan segera pada klien yang
dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah
satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2010
: 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang
berlebihan dan infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Fraktur costa dan humerus
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Arief Mansjoer, 2008).
Sedangkan menurut Linda Juall C dalam buku Nursing Care Plans and
Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang
disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang.
Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi
Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi,
disamping
itu adanya
yang menyertai
Fraktur
hilangnya
2. Etiologi
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan padakulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi
diet,
tetapi
kadang-kadang
dapat
disebabkan
kegagalan
absorbsiVitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:
a. Faktor intrinsic
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan
(fatigue fracture), dan kepadatan atau kekerasan tulang.
b. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
4. Klasifikasi
5. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hemoglobin,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat
bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
mengikat di dalam darah.
2. Radiologi
Pada rontgen dapat dilihat gambaran fraktur (tempat fraktur, garis fraktur
(transversa, spiral atau kominutif) dan pergeseran lainnya dapat terbaca jelas).
Radiografi humerus AP dan lateral harus dilakukan. Sendi bahu dan siku harus
terlihat dalam foto. Radiografi humerus kontralateral dapat membantu pada
perencanaan preoperative. Kemungkinan fraktur patologis harus diingat. CTscan, bone-scan dan MRI jarang diindikasikan, kecuali pada kasus dengan
kemungkinan fraktur patologis. Venogram/anterogram menggambarkan arus
vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang lebih kompleks.
6. Penatalaksanaan
a. Konservatif
Pada umumnya, pengobatan patah tulang shaft humerus dapat ditangani
secara tertutup karena toleransinya yang baik terhadap angulasi, pemendekan
serta rotasi fragmen patah tulang. Angulasi fragmen sampai 300 masih dapat
ditoleransi, ditinjau dari segi fungsi dan kosmetik. Hanya pada patah tulang
terbuka dan non-union perlu reposisi terbuka diikuti dengan fiksasi interna.
Dibutuhkan reduksi yang sempurna disamping imobilisasi; beban pada
lengan dengan cast biasanya cukup untuk menarik fragmen ke garis tengah.
Hanging cast dipakai dari bahu hingga pergelangan tangan dengan siku fleksi 90
dan bagian lengan bawah digantung dengan sling disekitar leher pasien. Cast
(pembalut) dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan pembalut pendek (short cast)
dari bahu hingga siku atau functional polypropylene brace selama 6 minggu.
Pergelangan tangan dan jari-jari harus dilatih gerak sejak awal. Latihan
pendulum pada bahu dimulai dalam 1 minggu perawatan, tapi abduksi aktif
ditunda hingga fraktur mengalami union. Fraktur spiral mengalami union sekitar 6
minggu, variasi lainnya sekitar 4-6 minggu. Sekali mengalami union, hanya sling
(gendongan) yang dibutuhkan hingga fraktur mengalami konsolidasi.
Pengobatan non bedah kadang tidak memuaskan pasien karena pasien
harus dirawat lama. Itulah sebabnya pada patah tulang batang humerus dilakukan
operasi dan pemasangan fiksasi interna yang kokoh.
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
1) Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus
dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada
fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena
berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan.
Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat sepanjang waktu
dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti dengan fuctional
brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah dilaporkan mengalami
union.
2) Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada
hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff.
Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan
pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa
yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian
coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage.
Splint seringkali diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca
trauma.
3) Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik
ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang
tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu
dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.
hidrostatik
jaringan
lunak
dan
yang
tidak
dapat
dipercaya
dan
ketidakmampuan
untuk
mengeluh
hanging
cast
tidak
nyaman,
membosankan dan frustasi. Mereka bisa merasakan fragmen bergerak dan hal ini
kadang-kadang cukup dianggap menyusahkan. Hal penting yang perlu diingat
bahwa tingkat komplikasi setelah internal fiksasi pada humerus tinggi dan
sebagian besar fraktur humerus mengalami union tanpa tindakan operatif.
Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan, diantaranya:
1) Cedera multiple berat.
2) Fraktur terbuka.
3) Fraktur segmental.
4) Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser.
5) Fraktur patologis.
6) Siku melayang (floating elbow) pada fraktur lengan bawah (antebrachi) dan
humerus tidak stabil bersamaan.
7) Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi.
8) Non-union.
BAB III
LAPORAN KASUS
RUANG
: Rajawali 1B
BAGIAN
: Bedah Pria
No. RM
: C603843
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tgl. Pasien masuk RS
: 23-09-2016
: 26-09-2016
I.
I.
II.
IDENTITAS
1. Nama pasien
2. Pekerjaan
3. Umur
4. Pendidikan
5. Alamat
6. Status Perkawinan
7. Agama
8. Diagnosis medis
: Tn. D
: Buruh
: 58 Tahun
: SLTP
: Blora
:Kawin
: Islam
: fraktur costa 5,6,7,8,9,10 posterior kanan dan humerus
: Istri
: Ny. S
: Blora
: 081228551xxx
: 130/80 mmHg
HR
: 99 x/menit
RR
: 24 x/menit
Suhu : 36.60C
4. Kepala
a. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tak ada peningkatan vena jugularis
b. Kepala: Mesochepal, tidak ada lesi dan benjolan, rambut rapi dan mudah rontok
c. Mata: tidak ada edema Palpebra, konjunctiva tampak pucat, sclera tidak ikterik
d. Hidung: Simetris, tidak ada lendir didalam hidung, tidak ada polip
e. Mulut: Mukosa bibir lembab, mulut bersih, gusi tidak ada pembengkakan
tidak ada stomatitis
f. Telinga: Simetris, tidak ada serumen, tidak ada benjolan
5. Dada
Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tampak intercosta k eIV-V, pada mid clavicula sedikit
2 cm medial sinistra
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
6. Abdomen
a. Inspeksi
b. Auskultasi
c. Palpasi
d. Perkusi
: Thympani
7. Genetalia
Klien terpasang kateter, tidak ada pembesaran skrotum, tidak ada darah/ lendir yang
keluar dari genitalia. Klien tidak memiliki hemorroid.
8. Ekstremitas
Ekstrimitas atas: akral teraba hangat, tidak terdapat sianosis, tidak ada edema, dan
capilarirefil 4 detik. Terpasang infus pada ekstremitas sebelah kiri. Ekstremitas kanan
dibidai untuk imobilisasi
Ekstrimitas bawah: tidak ada edema, tidak terdapat sianosis, capilarirefil 4 detik,
tidak ada varises.
C. POLA FUNGSIONAL
1. Pola Persepsi Kesehatan
Untuk menjaga kesehatan, klien dan keluarga makan dan tidur teratur. Klien selalu
memeriksakan kesehatannya di puskesmas. Saat klien sakit, klien disarankan untuk
memeriksakan diri ke Rumah Sakit.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Sebelum sakit klien selalu makan 3x sehari secara teratur dengan makanan yang
mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Pasien minum air putih kira-kira 1 liter
perhari. Klien tidak mempunyai pantangan maupun alergi terhadap suatu makanan.
Setelah sakit klien makan sehari 3 kali tetapi dengan porsi yang berkurang yaitu
porsi dari sebelumya. Klien setiap harinya meminum air putih sekitar 900cc/hari.
Antropometri
: BB = 58 kg
TB= 165cm
Biochemical
: Hb : 8,8 g/dL
Clinical Sign
: Turgor kulit baik, rambut hitam
IMT : BB= 58 = 21,5
(TB)2 2,7
3. Eliminasi
Sebelum sakit
a. BAK sebelum sakit
Frekuensi
: 5-6x per hari.
Jumlah kencing
: 700 cc/ hari
Warna
: jernih
Berbau khas urine.
b. BAB sebelum sakit
Frekuensi
: 1x per hari.
Konsistensi
: lunak.
Warna
: kuning kecoklatan.
Klien tidak menggunakan obat pencahar
Selama sakit
a. BAK selama sakit
Keluhan
: Tidak ada keluhan.
Jumlah kencing
: 950 cc/ hari
Klien terpasang kateter urine.
b. BAB selama sakit
Keluhan
: tidak ada keluhan.
Konsistensi
: lunak.
Warna
: kuning kecoklatan.
Klien selama dirawattidak menggunakan obat pencahar
4. Pola Istirahat dan tidur
Sebelum sakit klien tidur selama 8 jam. Setelah sakit Klien tidak mengalami
gangguan tidur. Setiap hari klien tidur selama 7 jam di malam hari dan 2 jam di
siang hari.
5. Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum dirawat dirumah sakit, aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien sebagai
buruh di kayu. Klien jarang berolahraga karena kesibukannya mengurus
pekerjaannya.
Pada saat di rawat di rumah sakit klien tidak melakukan activity daily living secara
mandiri karena klien diharuskan untuk imobilisasi tangan kanannya karena kondisi
klien yang lemah sehingga ruang gerak klien menjadi terbatas. Untuk memenuhi
ADLs nya klien dibantu oleh keluarga yang menunggu dan perawat.
Setelah sakit :
No.
1.
Aktivitas
Mandi
2. Mengenakan Pakaian
3. Makan
4. Berjalan
5. Duduk
6. Eliminasi
Sensori
D. PROGRAM TERAPI
Terapi
Rut
26-9-2016
27-9-2016
28-9-2016
e
IV
IV
IV
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil laboratorium
25 September 2016
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
KET
8.8
g/dL
13.00 16.00
Hematologi Paket
Hemoglobin
Hematokrit
27.5
40 54
Eritrosit
3.39
10^6/uL
4.4 5.9
MCH
26
Pg
27.00 36.00
MCV
81.1
fL
76 96
MCHC
32
g/dL
29.00 36.00
Leukosit
8.4
10^6/uL
3.8 10.6
Trombosit
144
10^6/uL
150 400
RDW
13.3
11.60 - 14.80
MPV
9.8
fL
4.00 11.00
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
KET
Hemoglobin
11.6
g/dL
13.00 16.00
Hematokrit
35.6
40 54
Eritrosit
4.45
10^6/uL
4.4 5.9
MCH
26.1
Pg
27.00 36.00
MCV
80
fL
76 96
MCHC
32.6
g/dL
29.00 36.00
Leukosit
8.6
10^6/uL
3.8 10.6
Trombosit
183
10^6/uL
150 400
RDW
13.5
11.60 - 14.80
MPV
10.3
fL
4.00 11.00
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
27 September 2016
Hematologi Paket
Tanggal/jam
Daftar focus
Masalah
keperawatan
Etiologi
1.
26 September
2016
Nyeri akut
08.00
DO:
dadanya.
hasil
Agen cidera
fisik (trauma)
pemeriksaan
radiologi
Tampak
5,6,7,8,9
dan
10
posterior kanan.
Skala nyeri menggunakan
2.
26 September
2016
08.00
VAS= 4
DS :
Klien mengatakan semakin
Hambatan
Nyeri
mobilitas fisik
mengalami
kelemahan.
DO :
Tangan klien tampak susah
digerakkan, saat tangan klien
digerakkan
3.
klien
tampak
26 September
kesakitan.
DS: Klien mengatakan takut
2016
08.00
Ansietas
Ancaman pada
status terkini
TTV
4.
TD
: 130/80 mmHg
HR
: 99 x/menit
RR
: 24 x/menit
26 September
Suhu : 36.60C
DS: Klien mengatakan lemas
Ketidakefektifan
Kurang
2016
DO:
perfusi jaringan
pengetahuan
08.00
-konjungtiva pucat,
perifer
tentang faktor
pemberat
(trauma)
G. INTERVENSI
N
O
1.
TGL
DIAGNOSA
TUJUAN
INTERVENSI
26
KEPERAWATAN
Nyeri Akut b.d
Setelah dilakukan
1. Kaji karakteristik
September
tindakan keperawatan
2016
09.00
adanya trauma
selama 3 x 24 jam
nyeri PQRST
2. Observasi reaksi
ketidaknyamanan
klien berkurang.
nyeri klien
3. Kontrol
Dengan KH :
a. Mampu
mengontrol nyeri
(tahu
penyebab,
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
mampu
menggunakan
teknik
non
farmakologi)
b. Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang dengan
ruangan,
pencahayaan dan
kebisisngan.
4. Ajarkan
teknik
relaksasi
distraksi.
manajemen nyeri
5. Kolaborasi
c. Menyatakan rasa
pemberian
nyaman setelah
dan
PARAF
nyeri berkurang
analgetik
dan
program
2.
selanjutnya.
dilakukan 1. Kaji kemampuan
26
Hambatan
Setelah
September
mobilitas fisik
tindakan keperawatan
2016
09.00
berhubungan
selama 3 x 24 jam
dengan Nyeri
diharapkan mobilitas
klien dapat kembali
seperti
biasanya
secara
optimal.
klien
dalam
mobilisasi
2. Ajarkan
klien
untuk melakukan
gerakan
aktif
pada ekstremitas
26
Ansietas
Setelah
September
berhubungan
tindakan keperawatan
2016
09.00
dengan ancaman
selama 3 x 24 jam
diharapkan
klien
berkurang.
KH :
a. Klien
ansietas
dapat
Dengan
mampu
mengidentifikasi
dan
dan
nonverbal
ansietas.
2. Beri lingkungan
yang tenang dan
suasana
penuh
istirahat.
3. Beri kesempatan
klien
mengungkapkan
ansietasnya
mengungkapkan
gejala cemas.
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan
4. Berikan
privasi
kepada
klien
dengan
orang
terdekat.
dan menunjukkan
teknik
untuk
mengontrol
cemas
c. Vital sign dalam
batas normal
d. Ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat
aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
4.
26
Ketidakefektifan
kecemasan.
Setelah dilakukan
September
perfusi jaringan
tindakan keperawatan
pengkajian
perifer
selama 3 x 24 jam
komprehensif
berhubungan
diharapkan perfusi
terhadap sirkulasi
dengan kurang
perifer
pengetahuan
Dengan KH :
- tekanan sistol dan
2016
09.00
tentang faktor
diastol dalam
pemberat (trauma)
-
rentang normal
tidak ada tandatanda peningkatan
tekanan
intrakranial.
Keefektifan
pompa jantung;
keadekuatan
volume darah
1. Lakukan
2. Instruksikan
keluarga
untuk
mengobservasi
kulit jika ada isi
atau laserasi
3. Monitor adanya
tromboplebitis
4. Pantau tingkat
ketidaknyamanan
atau nyeri saat
melakukan latihan
fisik
yang dipompa
5. Pantau status
cairan termasuk
untuk mendukung
asupan dan
tekanan perfusi
haluaran
sistemik
H. IMPLEMENTASI
TGL/JAM
26
September
2016
11.00
DIAGNOSA
IMPLEMENTASI
RESPON KLIEN
KEPERWATAN
Nyeri Akut b.d
1. Mengkaji karakteristik DS :
Klien kooperatif.
Agen cedera fisik:
nyeri PQRST.
DO :
adanya trauma
Klien tampak kesakitan.
DS :
Anak klien mengatakan
2. Mengobservasi reaksi ayahnya sering mengeluh
non verbal dari ketidak kesakitan.
DO :
nyamanan nyeri klien
Klien tampak meringis
kesakitan.
DS :
3. Mengajarkan
teknik
Klien kooperatif
DO :
Klien tampak rileks.
26
September
Hambatan
2016
11.00
DS :
Klien kooperatif
klien dalam mobilisasi. DO :
Pertahankan
Klien hanya tiduran di
Mengkaji kemampuan
imobilisasi
DS :
Klien kooperatif
DO :
Klien merasa nyaman
PARAF
September
Ansietas
2016
11.00
berhubungan
dengan ancaman
26
Ketidakefektifan
September
perfusi
2016
11.00
perifer
jaringan
komprehensif terhadap
rasa
klien
lebih tenang
DS: Klien kooperatif
DO:
Klien tampak lemas
sirkulasi perifer
berhubungan
dengan
Melakukan pengkajian
mau
kurang
Menginstruksikan
keluarga
untuk
pengetahuan
mengobservasi
kulit
tentang
jika
atau
faktor
pemberat
ada
isi
laserasi
(trauma)
27
September
2016
10.00
1. Mengontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri
dan
kebisingan.
2. Mengajarkan
DS :
Klien memahami
penjelasan perawat
DO :
Klien tampak
memahaminya
teknik
distraksi relaksasi
DS :
Klien kooperatif
DO :
Klien tampak rileks.
27
September
Hambatan
2016
10.00
1. Melakukan pengkajian DS :
Klien kooperatif
tentang kemampuan
DO :
mobilisasi klien
Klien masih tetap tiduran.
DS :
Klien kooperatif
DO :
Klien tampak antusias
2. Mengajakan klien
untuk melakukan
gerakan aktif pada
bagian yang tidak
27
Ansietas
sakit.
Beri kesempatan
September
berhubungan
mengungkapkan
2016
10.00
dengan ancaman
ansietasnya
klien DS :
Klien
mengungkapkan
terkini.
Ketidakefektifan
September
2016
10.00
rasa
cemasnya.
DO :
Klien tampak lega.
pada status
27
mau
Melakukan pengkajian
perfusi jaringan
komprehensif terhadap
berhubungan
sirkulasi perifer
kooperatif
DO:
Klien sudah tidak lemas
dengan kurang
Menginstruksikan
lagi.
pengetahuan
keluarga
tentang faktor
mengobservasi
kulit
pemberat
jika
atau
(trauma)
laserasi
28
September
2016
10.00
adanya trauma
28
Hambatan
September
2016
10.00
Nyeri
ada
untuk
isi
1. Mengajarkan
teknik DS :
Klien
distraksi relaksasi
2. Menunggu
jadwal penjelasan
operasi
memahami
yang
gerakan
bagian
aktif
yang
tidak
sakit.
Beri lingkungan
28
Ansietas
pada status
yang DS :
Klien
memahami
tenang dan suasana penuh
penjelasan perawat
istirahat.
DO :
Cemas klien berkurang
September
berhubungan
2016
10.00
dengan ancaman
28
terkini.
Ketidakefektifan
September
2016
10.00
Melakukan pengkajian
perfusi jaringan
komprehensif terhadap
perifer
sirkulasi perifer
kooperatif
DO:
Klien tidak merasa lemas.
berhubungan
Menginstruksikan
dengan kurang
keluarga
untuk
pengetahuan
mengobservasi
kulit
tentang faktor
jika
atau
pemberat
laserasi
ada
isi
(trauma)
I. EVALUASI
TGL/JAM
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
26 September Nyeri Akut b.d agen cidera
2016
12.00
SOAP
PARAF
suhu
ruangan,
Nyeri
jika
digerakkan sakit.
O : klien tampak tiduran
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Mengajarkan klien
untuk
pada
dioperasi
O : ekspresi wajah klien takut
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 3
Beri lingkungan yang tenang dan
Nyeri
Klien
mengatakan
bahwa
cemasnya berkurang
O : Klien tampak tenang
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi.
S : klien mengatakan tidak terasa
lemas lagi.
O :
-konjungtiva pucat,
-Hb= 11,6 gr/dL
- capillary refill= 2 detik
Nyeri
gerakan-
gerakan kecil
sakit.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1,2
S : klien mengatakan tidak terasa
lemas lagi.
O :
-konjungtiva berwarna merah muda,
(trauma)
BAB IV
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Dari kasus diatas klien atas nama Tn. D menderita sakit fraktur costa
5,6,7,8,9,10 dan humerus tanpa disertai komplikasi. Fraktur yang dialami klien
merupakan fraktur tertutup sehingga munculah diagnosa keperawatan yang
diantaranya ada nyeri akut, hambatan mobilitas fisik dan ansietas. Dari data diatas
data yang menunjang untuk menegakkan diagnose nyeri akut adalah saat pengkajian
PQRST dengan VAS nyeri skala 4. Lalu data yang menunjang diangkatnya diagnosa
hambatan mobilitas fisik adalah klien hanya bisa tertidur di atas tempat tidurnya
karena ekstremitas bagian kanan klien di imobilisasi dan klien juga mengalami
fraktur di costa 5,6,7,8,9,10 sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya hambatan
mobilitas. Ketidakefektifan perfusi jaringan karena Hb klien rendah, capillary refill=
4 dan klien merasa lemas. Diagnosa keperawatan yang dapat diambil lagi adalah Dan
yang terakhir data atau alasan yang menunjang diangkatnya diagnosa cemas adalah
klien mengatakan bahwa klien takut dioperasi, ekspresi wajah klien terlihat ketakutan.
Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan klien tentang prosedur tindakan
medis yang klien jalani. Berdasarkan hasil pengkajian keluhan utam klien adalah
nyeri sehingga perioritas masalah yang dilakukan adalah managemen mengatasi
nyeri. Dari diagnose keperawatan yang telah disebutkan diperlukan intervensi yang
dapat mengurangi faktor yang memperberat penyakitnya. Dan perlu sekali
diperhatikan imobilisasi pada ekstremitas distal klien agar di imobilisasi supaya
fraktur yang dialami oleh klien tidak bertambah parah. Serta memberi dan mengganti
bidai pada ekstremitas yang mengalami fraktur agar klien nyaman. Melatih mobilisasi
pada anggota tubuh yang sehat pada klien juga perlu diperhatikan agar anggota tubuh
yang sehat tidak mengalami lumpuh layu.
B. Kesimpulan
Dari kasus diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur costa dan humerus merupakan
gangguan system muskuloskeletal. Dimana penyakit ini dapat berakibat fatal jika
tidak diatasi dengan baik. Upaya yang perlu dilakukan adalah memilih intervensi dan
implementasi yang dapat menunjang pengurangan faktor risiko penyakit. Jika faktor
pendukung terjadinya komplikasi dari penyakit ini dapat dikurangi maka akan terjadi
kondisi yang stabil.
DAFTAR PUSTAKA
Herdinan. 2015. NANDA (Diagnosa Keperawatan). Jakarta: EGC
Huda Nurarif Afif.dkk. 2015.NIC-NOC. Jakarta. Media Action.
Mansjoer A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 : Edisi 3. Medika Aesculapius.
FKUI : Jakarta
Rasjad C. 2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone Hal 380- 395.
Gramedia : Jakarta.
Sjamsuhidajat, R., Jong, D. W. 2012.Buku ajar imu bedah, edisi revisi. Jakarta: EGC.
Tucker, Susan Martin. 2007. Standar Perawatan Pasien Perencanaan kolaboratif &
Intervensi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wijayaningsih, Kartika Sari. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta : Trans Info
Medika.