Anda di halaman 1dari 2

TENTANG PADANG HATI

Padang hati yang aku ketahui adalah tempat yang kering dan sulit untuk ditanami. Tempat lapang
itu butuh hujan -- bukan sekedar hujan biasa, mungkin butuh sebuah unsur chemistry lain. Aku
tahu, aku harus ekstra mengubah susunan kimia organik maupun anorganik pada tanah rasa itu.
Memilih bibit bibit terbaik yang mengindahkan.

Yah, visiku memang ingin mengindahkannya dengan jatuh cinta yang sebegitu suci. Untuk jatuh
cinta itu aku butuh angin sejuk pembawa kegembiraan, aliran air bening pembawa kebaikan,
tanaman hijau pembawa kenyamanan dan mungkin langit biru yang begitu lapang dan berjiwa
besar.

Oh.. Tuhan, izinkan menjadi indah padang hati itu. Aku ingin menyusun esensi esensi itu
dengan sistematis. Seperti ingin mengarsiteknya dengan sedemikian rupa. Kemudian
menjaganya dengan aman dan rapat serta menunggu seseorang yang tepat.

Padang hati itu adalah padang hatiku.

Aku tahu, pasti ada saatnya musafir menjelajah ke padang hatiku. Kemungkinan akan ada
beberapa yang akan merawatnya, atau ada juga memetik bunga, menangkap kupu kupu,
menumpang membasuh muka, mencari buah, menjejak membekas dan pergi begitu saja. Sudah
satu yang aku rasakan.

Tapi tahukah, aku salah mengartikan kedatangannya. Ia ternyata hanya sebuah jembatan untuk
dilewati, sebuah buku yang mesti dipelajari, sebuah ilmu yang mesti diserap dan akhirnya aku
tak menyalahkannya.

Memang pada mulanya padang hati itu luluh lantah. Semuanya terbengkalai. Namun tanpa
disangka sangka miracle itu terjadi. Bibit bibit yang luluh lantah itupun tumbuh dengan
abstrak menjadi sebuah karya arsitek yang kontemporer, sebuah lukisan sekulerisme dengan ruh
menawan, sebuah kembang api penuh warna dengan letupan letupan yang mengagetkan.
Tahukah, aku malah dapat begitu kental mengecap sari patinya yang unik. Dan aku rasa padang
hati itu menuju sebuah rasa yang hampir sempurna. Sudah selayaknya aku berkata AKU
SUDAH SIAP DAN BERANI DENGAN RASA RASA UNIK YANG BARU.

Anda mungkin juga menyukai