Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 1.7 juta orang Indonesia berpotensi mengalami gangguan tiroid.
Walaupun tiroid merupakan masalah kesehatan secara umum, pada beberapa
pasien gangguan tiroid bisa tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun. Masalah
utama yang sering muncul pada gangguan tiroid yaitu hipotiroid dan hipertiroid.
WHO Global Database on Iodine Deficiency 2004 menyatakan proporsi anak usia
sekolah (6-12 tahun) mengalami defisiensi iodium sebesar 285.4 juta dan pada
populasi umum sebesar 1.988 milyar penduduk dunia. Di Asia, terdapat 187 juta
(38.3%) anak usia sekolah (6-12 tahun) dan 1.2 milyar populasi umum (35.6%)
dengan defisiensi iodium. Regional Oceania terdapat 2,1 juta (59,4%) anak usia
sekolah (6-12 tahun) dan 19,2 juta populasi umum (64,5%). Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan masalah yang serius
karena mempunyai dampak yang besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas
sumber daya manusia. Diperkirakan sebanyak 200-800 juta orang yang
mengalami kekurangan yodium. Hasil survei nasional pemetaan GAKY
(gangguan Akibat Kekurangan Yodium) menunjukkan bahwa sebanyak 42 juta
penduduk tinggal di daerah endemik.1
Hipertiroid pada anak dan remaja sebagian besar merupakan penyakit
autoimun. Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan
prevalensi hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Dalam sebuah studi berbasis
populasi nasional hipertiroid di Inggris dan Irlandia pada tahun 2004, insiden
tahunan hipertiroid adalah 0,9 per 100.000 anak <15 tahun, dengan penyakit
Graves merupakan 96 persen dari kasus.2 Sebuah studi nasional dari Denmark
melaporkan insidensi hipertiroid adalah 0,79 per 100.000 pada anak <15 tahun
dalam jangka waktu 1982 hingga 1988, dan meningkat dua kali lipat sebanyak
1,58 per 100.000 di tahun-tahun 1998-2012.3 Sebuah laporan menggunakan data
dari National Health and Nutritional Examination Surveys (NHANES)
menganalisa remaja dan dewasa muda, menemukan bahwa tirotoksikosis lebih
1

umum pada orang kulit hitam non-Hispanik daripadaorang Meksiko-Amerika atau


kulit putih non-Hispanik.4 Dalam laporan dari 143 anak-anak dengan penyakit
Graves, 38 persen didiagnosis prapubertas.5 Anak perempuan lebih sering terkena
daripada anak laki-laki, dengan perbandingan sekitar 5:1. Rasio ini jauh lebih
rendah di antara anak-anak muda, menunjukkan bahwa sekresi estrogen dalam
beberapa cara mempengaruhi terjadinya penyakit Graves.2
Krisis tiroid, juga disebut sebagai badai tiroid, adalah keadaan
hipermetabolik akut yang mengancam jiwa, yang disebabkan oleh pelepasan
berlebihan hormon tiroid

pada individu dengan tirotoksikosis. Krisis tiroid

mungkin presentasi awal dari tirotoksikosis pada anak-anak yang tidak


terdiagnosis, terutama pada neonatus. Presentasi klinis termasuk demam,
takikardia, hipertensi, dan kelainan neurologis dan GI. Hipertensi dapat diikuti
oleh gagal jantung kongestif yang berhubungan dengan hipotensi dan shock.
Karena badai tiroid hampir selalu berakibat fatal jika tidak diobati, diagnosis yang
cepat dan pengobatan agresif sangat penting. Untungnya, kondisi ini sangat jarang
terjadi pada anak-anak.6
Badai tiroid adalah kedaruratan yang mengancam jiwa akut. Jika tidak
diobati, badai tiroid hampir selalu berakibat fatal pada orang dewasa (tingkat
kematian 90%) dan kemungkinan akan menyebabkan hasil yang sama berat pada
anak, meskipun kondisi ini sangat jarang pada anak-anak bahwa data ini tidak
tersedia. Dengan terapi antitiroid yang adekuat dan blokade simpatik, perbaikan
klinis seharusnya terjadi dalam waktu 24 jam. Terapi yang memadai harus
menyelesaikan krisis dalam waktu seminggu. Pengobatan untuk orang dewasa
telah mengurangi angka kematian kurang dari 20%. 7 Dengan penanganan dini
krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20% dan
prognosis biasanya akan baik.8
Pada kasus ini akan dibahas mengenai pasien anak perempuan usia 13
tahun 3 bulan dengan diagnosa struma dan krisis tiroid. Diharapkan melalui
laporan kasus ini kedepannya dapat dijadikan bahan pembelajaran sehingga dapat
dilakukan penanganan yang efektif sehingga dapat menekan angka mortalitas dan

morbiditas yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup anak di


kemudian hari.
BAB II
LAPORAN KASUS
Pasien anak perempuan berusia 13 tahun 3 bulan rujukan dari RSUD
Brebes dengan Struma hipertiroid. Berdasarkan anamnesa diperoleh data bahwa
pasein sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sering pusing,
dada berdebar-debar, nyeri dada, nafas sering sesak bila berjalan jauh, demam
tidak ada,timbul benjolan di leher semakin lama semakin membesar. Pasien
dibawa ke dokter spesialis anak, dilakukan pemeriksaan laboratorium tiroid dan
didapatkan kesan hipertiroid. Pasien diberikan 4 macam obat, tetapi orang tua
tidak tahu jenis obat yang diberikan, orang tua dijelaskan oleh dokter bahwa obat
jantung dan tiroid. Keluhan tidak ada perbaikan setelah mengkonsumsi obat yang
diberikan. 5 hari yang lalu pasien mengeluh dada berdebar-debar, tangan gemetar,
demam, sering berkeringat, mual, muntah. Pasien dirawat di RSUD Brebes selama
5 hari. Pemeriksaan penunjang yang disertakan dari RSUD Brebes Hb:13.4 g/dl;
Ht:39.7%; lekosit: 13730/ mmk, trombosit:376000/mmk, T3:2.43mmol/l (0.791.49); T4:10.89ug/dl (4.5-12.0), dan TSH 1.27mIU/L (0.47-4.64). Foto thorax
kesan Tb aktif bilateral, cardiomegali. Selama di RSUD Brebes pasien
mendapatkan terapi infuse RL 20 tpm, inj ketorolac 2x1, inj ranitidine 2x1, inj
ondansentrone 2x1. Selama 5 hari perawatan pasien tidak ada perbaikan kemudian
rujuk ke RSDK.
Dari pemeriksaan awal di UGD pada tanggal 21 April 2015, keadaan
umum: sadar, gelisah, sulit fokus dan konsentrasi, tremor, dan tampak kurus.
Berat badan 35 kg, dan tinggi badan 151cm. Tanda vital HR 136x/ menit, RR
28x/menit, T 380C, nadi regular, TD 130/90 mmHg P99 130/88. Mata eksoftalmus
+/+. Hidung terdapat nafas cuping hidung, mulut tidak sianosis. Leher terdapat
massa dengan diameter 5 cm, batas tidak tegas, berbenjol (-), nyeri tekan (-),
bergerak saat menelan. Pemeriksaan jantung: bunyi jantung I-II normal, bising
pansistolik grade IV/6 di SIC III lpss, menjalar ke axilla, gallop (-), thrill (-). Paru-

paru: simetris, retraksi (-), suara dasar vesikuler, suara tambahan hantaran(-),
ronkhi (-), wheezing (-). Abdomen datar, supel, bising usus (+) normal. Hepar
3cm bawah area costalis, tajam, kenyal. Lien S0. WAZ: NA, HAZ -0.91, BMI
-1.81. Ekstremitas akral hangat, tremor +/+, muscle wasting -/-.
Hasil laboratorium 21 April 2015 Hb 13.5 g/dl, Ht 40.8%, eritrosit
5300/mmk, leukosit 7900/mmk, trombosit 364000/mmk, tubex (4) positif, Mg
0.88 mmol/L, Ca 2.4 mmol/L, Na 143 mmol/L, K 4.7 mmol/L, Cl 109 mmol/L,
T3 total 6.5 mmol/L (1,1-2,9); TSHS < 0.05mIU/L (0,7-6,4); FT4 79.84pmoll/L
(13-27). Hitung jenis 7/0/1/56/30/3, AMC 1%, mielosit 1%, metamielosit 1%,
gambaran darah eritrosit anisositosis ringan (mikrosit, normosit), poikilositosis
ringan (obvalosit, pear shape cell, anulosit), trombosit clumping (+), jumlah sulit
dinilai, bentuk besar (+), giant (+), leukosit jumlah tampak normal, limfosit
teraktifasi (+), hipersegmentasi (+).Data penunjang ECHO tanggal 21 April 2015:
balance chambers, mitral valve prolaps (mv-anterior), tampak kalsifikasi pada
katub mitral anterior, koaptasi tidak sempurna, mitral regurgitasi mild-moderate,
exentric jet, fungsi ventrikel normal. Pasien mendapatkan terapi infuse D5 NS
960/40/10 tpm, inj methylprednisolon 15 mg iv bolus single dose, per oral
paracetamol 500 mg/8 jam, PTU 150 mg/ 6 jam, lugol 6 tetes/ 8 jam, propanolol
35 mg/ 12 jam. Diit 3 kali nasi dan 3 kali susu. Diprogramkan pemantauan
tekanan darah tiap 12 jam pukul 06.00 dan 18.00, pemantauan diuresis tiap 12
jam.
Pasien didiagnosa:
1. Struma
2. Krisis tiroid dengan gagal jantung, exoftalmus, observasi muntah tanpa
tanda dehidrasi, hipertensi, demam.

Perjalanan Penyakit:
Tanggal
Klinis

BB
TB
Struma
Eksoftalmus
NYHA
Laboratorium
EKG
Echo
USG

Terapi

22 April 2015
Pusing berkurang, demam (-), muntah (-),
dada berdebar-debar (+), nyeri perut
berkurang
Suhu 36.80C
TD 110/70 mmHg P50 106/62
Nadi 132 x/ menit regular, isi dan tegangan
cukup
SpO2 99%
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
LED 1 jam 49/mm, 2 jam 75/mm. CRP 2.02
mg/L, ASTO negative.
USG tiroid kesan: ukuran lobus kanan dan kiri
tiroid membesar dengan struktur parenkim
kasar inhomogen stippled hipoekoik multiple
dan tampak peningkatan vaskularisasi,
penebalan isthmus disertai multiple nodul
didalamnya, nodul pada glandula parotis
kanan dan kiri, multiple limfadenopati reaktif
pada level 2,3 dan 5 regio colli kanan (ukuran
terbesar 3.12x1 cm), serta pada level 2,3 dam
5 regio colli kiri (ukuran terbesar 2.78x 0.72
cm).
Infuse D5 NS 960/40/10 tpm
Methylprednisolon per oral 12 mg/ 6 jam
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam

23 April 2015
Pusing (+), berdebar-debar, nyeri perut (+),
nyeri dada kiri (+) hilang timbul tidak menjalar,
tremor (+).
Suhu 37 oC
TD 125/60 mmHg P90 119/76
HR 132x/ menit regular, isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit,
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
EKG, irama sinus, frekuensi 130x/ menit,
deviasi sumbu NAD, posisi elektrik 60o,
interval PR 0.12 sec, interval QRS 0.06 sec, P
pulmonal (-), P mitral (+), S dalam di V1 (-), R
tinggi di V6 (+), R/S < 1 di V1, T tall (-), ST
elevasi (-), ST depresi (-). Kesan: sinus
takikardi, NAD, LAE, LVH

Infuse D5 NS 960/40/10 tpm


Methylprednisolon per oral 12 mg/ 6 jam
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam

Tanggal
Klinis

BB
TB
Struma
Eksoftalmus
NYHA
Laboratorium
EKG
Echo
USG

25 April 2015
Nyeri kepala (+), demam (+), nyeri perut (+),
nyeri dada (+),tremor (-)
Suhu 38oC
TD 140/80 mmHg P99 130/88
HR 120x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 26x/ menit, SpO2 99
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
-

Terapi

Infuse D5 NS 960/40/10 tpm


Methylprednisolon per oral 12 mg/ 6 jam
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam

Tanggal
Klinis

27 April 2015
Nyeri kepala (+), demam (-), nyeri perut (+),
nyeri dada (+),tremor (-)
Suhu 36.5oC
TD 130/80 mmHg P99 130/88
HR 132x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit, SpO2 99%
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II

BB
TB
Struma
Eksoftalmus
NYHA

26 April 2015
Nyeri kepala (+), demam (-), nyeri perut (+),
nyeri dada (+),tremor (-)
Suhu 37.2oC
TD 140/80 mmHg P99 130/88
HR 124x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit, SpO2 99%
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
Urin rutin: warna kuning jernih, berat jenis
1.010, protein negative, urobilinogen 0.2 U/ dl,
sedimen epitel 2-4/LPK, lekosit 2-3/ LPB.
Ureum 47
Creatinin 0.5.
Infuse D5 NS 960/40/10 tpm
Methylprednisolon per oral 12 mg/ 6 jam
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam
Captopril 6.25 mg/ 12 jam
28 April 2015
Pusing (+), demam (-), dada berdebar-debar
berkurang,tremor (-)
Suhu 37oC
TD 120/70 mmHg P90 119/76
HR 117x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit, SpO2 99%
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II

Laboratorium
EKG
Echo
USG

Pediatric opthalmologi didapatkan VOD >


3/60, VOS > 3/60, kedua mata nyeri sampai
ke kepala, papil edema (-), spasme (-),
lagoftalmus (-), gerak bola mata bebas ke
segala arah, kesan eksoftalmus (+), segmen
anterior tenang, lensa jernih. Kesimpulan: saat
ini tidak ditemukan kelainan retinopati
hipertensi maupun kelainan lain.
Infuse D5 NS 960/40/10 tpm
Methylprednisolon per oral 12 mg/ 6 jam
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam
Captopril 6.25 mg/ 12 jam

Urin rutin: warna kuning jernih, berat jenis


1.010, protein negative, urobilinogen 0.2 U/ dl,
sedimen epitel 2-4/LPK, lekosit 2-3/ LPB.
Ureum 47
Creatinin 0.5.

Tanggal
Klinis

29 April 2015
Demam (-), sakit gigi, batuk (+), nyeri sendi
(+), tremor (-)
Suhu 36.3oC
TD 140/90 mmHg P99 130/88
HR 124x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 26x/ menit, SpO2 99%

30 April 2015
Nyeri kepala (+), demam (-), nyeri dada (+),
nyeri sendi (+), tremor (-)
Suhu 36.8oC
TD 120/80 mmHg P90 119/76
HR 115x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit, SpO2 99%

BB
TB
Struma
Eksoftalmus
NYHA
Laboratorium
EKG
Echo
USG
Terapi

35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
-

35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
-

Infuse stop
Methylprednisolon per oral 8 mg/ 6 jam,
tapering off
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam

Methylprednisolon per oral 8 mg/ 6 jam,


tapering off
Paracetamol 500 mg/8 jam k/p
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam
Amoxicillin 500 mg/ 8 jam

Terapi

Infuse D5 NS 960/40/10 tpm


Methylprednisolon per oral 10 mg/ 6 jam,
tapering off
Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 12 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam

Tanggal
Klinis

31 April 2015
Demam (-), sakit gigi, pusing (+), tremor (-)
Suhu 37oC
TD 140/80 mmHg P99 130/88
HR 115x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 28x/ menit, SpO2 99%

BB
TB
Struma
Eksoftalmus
NYHA
Laboratorium
EKG
Echo
USG

35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II

Terapi

Methylprednisolon per oral stop


Paracetamol 500 mg/8 jam
PTU 150 mg/ 6 jam
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 35 mg/ 8 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam
Furosemid tab/ 12 jam

Tanggal
Klinis

5 Mei 2015
Demam (-), nyeri kepala kadang, nyeri tekan
epigastrium (-)
Suhu 36.9oC
TD 130/70 mmHg P99 130/88
HR 120x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit, SpO2 99%
35 kg
151 cm

BB
TB

4 Mei 2015
Nyeri kepala (+), demam (-), nyeri dada (+),
nyeri sendi (+), tremor (-)
Suhu 37oC
TD 140/70 mmHgP99 130/88
HR 133x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 24x/ menit, SpO2 99%
35 kg
151 cm
Massa dengan diameter 5cm
Eksoftalmus +/+
NYHA II
Hb 14.2 g/dl, Ht 42.5%, eritrosit 5330/mmk,
leukosit 13900/mmk, trombosit 461000/mmk
Ureum 39 mg/dL
Creatinin 0.33 mg/dL
T3 total 4.06 mmol/L, TSHS < 0.05 (rendah),
T4 total 317.10 (tinggi)
EKG tanggal 3 Mei 2015: irama sinus rhythm,
frekuensi 115x/ menit, deviasi sumbu NAD,
posisi elektrik isoelektrik, interval PR 0.16 sec,
interval QRS 0.04 sec, P pulmonal (-), P mitral
(-), T tall (-), ST elevasi (-), ST depresi (-).
Kesan: sinus takikardi, NAD.
Paracetamol 500 mg/8 jam k/p
Methimazol 150 mg/ hari
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 5 mg/ 8 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam
Amoxicillin 500 mg/ 8 jam
Furosemid tab/ 12 jam
7 Mei 2015
Demam (-), nyeri dada (-)
Suhu 37oC
TD 130/80 mmHg P99 130/88
HR 128x/ menit, nadi regular isi dan tegangan
cukup
RR 22x/ menit, SpO2 99%
35 kg
151 cm

Struma
Eksoftalmus
NYHA
Laboratorium
EKG
Echo
USG
Terapi

Massa dengan diameter 5cm


Eksoftalmus +/+
NYHA II
USG ginjal dalam batas normal
Echo dengan hasil mitral regurgitasi ringan,
eksentrik jet, mitral valve anterior prolaps,
takikardi, EF 80%, fungsi LV dan RV dalam
batas normal, fungsi diastolik sulit dinilai.
Paracetamol 500 mg/8 jam k/p
Thyrasol 3x 7 mg
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 10 mg/ 8 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam
Amoxicillin 500 mg/ 8 jam
Furosemid tab/ 12 jam

Massa dengan diameter 5cm


Eksoftalmus +/+
NYHA II

Thyrasol 3x 7 mg
Lugol 6 tetes/ 8 jam
Propanolol 10 mg/ 8 jam
Captopril 6.25 mg/ 8 jam
Amoxicillin 500 mg/ 8 jam
Furosemid tab/ 12 jam

Pasien dirawat di RSDK sejak tanggal 21 April 2015 sampai 7 Mei 2015.
Selama 3 hari perawatan di RSDK pasien bebas demam, kemudian pada hari ke
empat perawatan pasien demam. Pada hari perawatan selanjutnya pasien sudah
bebas demam. Pada tanggal 21 April 2015 pasien dilakukan pemeriksaan USG
tiroid pada har perawatan. Pada tanggal 26 April 2015pasien dikonsulkan ke
bagian nefrologi karena hipertensinya. Pasien mendapatkan terapi tambahan
captopril 6.25/ 12 jam.Pada tanggal 27 April 2015 pasien dikonsulkan ke bagian
pediatric opthalmologidengan kesan tidak ditemukan kelainan retinopati
hipertensi maupun kelainan lain.Pada tanggal 28 April 2015terapi captopril naik
menjadi 6.25 mg/ 8 jam dan methylprednisolone mulai tapering off. Pada tanggal
30 April 2015 pasien mengeluh sakit gigi, kemudian dikonsulkan ke bagian gigi
dan mulut. Dari hasil pemeriksaan gigi dan mulut didapati gingival abses ec 46
ganggrena pulpa, pasien mendapatkan terapi tambahan amoxicillin 500 mg/ 8 jam.
Pada tanggal 31 April 2015 terapi methylprednisolone di stop dan pasien
mendapatkan terapi tambahan furosemid tab/ 12 jam. Pada tanggal 4 Mei 2015
pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin, ureum, creatinin, T3,
TSHS, dan T4 total. Pasien dilakukan pemeriksaan EKG ulang. Terapi PTU
diganti dengan methimazol 150 mg/ hari. Pada tanggal 5 Mei 2015 pasien

dilakukan pemeriksaan USG ginjal dan Echo ulang. Terapi methimazol diganti
dengan thyrasol 3x7 mg. Pada tanggal 7 Mei 2015 pasien diijinkan untuk pulang.

BAB III
KRISIS TIROID DAN PEMBAHASAN KASUS
1. Definisi
Krisis tiroid, beberapa kepustakaan menggunakan istilah Thyroid Storm
(TS), krisis tirotoksikosis atau thyrotoxicosis storm, merupakan suatu keadaan
hipermetabolik yang diinduksi oleh hormon tiroid, bersifat akut dan
mengancam jiwa, yang ditandai dengan manifestasi-manifestasi tirotoksikosis
yang berlebihan.9
2. Insidensi
Krisis tiroid merupakan komplikasi penyakit hipertiroid yang sangat
jarang terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Insidennya hanya
sekitar 1% sampai 2% dari pasien tirotoksikosis yang dirawat, diperkirakan
lebih banyak terjadi pada perempuan, sementara mortalitas pasien-pasien yang
dirawat antara 10% sampai 75%.9 Dalam studi kasus di Jepang tahun 2012
diperkirakan insidensi krisis tiroid adalah 0,2/100.000 penduduk/ tahun, dan
krisis tiroid hanya terjadi pada 5,4% dari pasien tirotosik yang dibawa ke ke
rumah sakit.10
10

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari krisis tiroid adalah sebagai berikut:
a. Sistem saraf dan kejiwaan. Pasien hipertiroid sering memberikan gejala
kecemasan, perasaan kejiwaan yang tertekan. Depresi, emosional yang labil,
konsentrasi yang menurun, mungkin mengalami penurunan prestasi sekolah
dan pekerjaan. Pada beberapa kasus yang jarang gangguan mental bisa sangat
berat meliputi gejala manik-depresi, schizoid, atau reaksi paranoid. Gejala
karakteristik pasien tirotoksikosis bisa menunjukkan hiperkinesia. Selama
wawancara pasien bisa menunjukkan gejala sering mengubah posisi dan
pergerakan yang cepat. Peningkatan refleks dan tremor mungkin pula
didapatkan. Pada pasien anak-anak manifestasi gejala klinik cenderung lebih
berat, misalnya tidak mampu berkonsentrasi, penurunan prestasi sekolah.9
b. Sistem kardiovaskuler. Hormon tiroid mempunyai efek langsung pada sistem
konduksi jantung, sehingga mungkin terjadi efek takikardi supraventrikuler.
Fibrilasi atrial dapat terjadi pada 2-20% kasus. 9, 11 Hormon tiroid mempunyai
efek positif peningkatan kecepatan kontraksi dan relaksasi dari otot jantung,
serta peningkatan penggunaan ATP dalam proses kontraksi miokard.12, 13
Pada kondisi krisis hipertiroid dimulai dengan keluhan berdebar, terdapat
takikardia, hipertensi sistolik, peningkatan curah jantung dan kontraktilitas
miokard, mungkin dapat ditemukan kardiomegali, dan pada auskultasi
terdengar bising pansistolik akibat insufisiensi mitral yang terjadi karena
gangguan fungsi muskulus papilaris.

11, 14

Insufisiensi katup dapat menjadi

faktor penting terjadinya disfungsi miocard pada pasien dengan tirotoksikosis.


Mitral dan trikuspid regurgitasi yang paling sering terjadi dan biasanya akan
kembali normal setelah kondisi tiroid diatasi. Hormon tiroid memiliki efek
kronotropik langsung pada jantung. Takikardia dianggap sebagai penyebab
dilatasi kardiomiopati. 13
Hormon tiorid juga akan meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan
terjadinya hipertensi. Hormon T3 merangsang transkripsi rantai berat miosin
dan menghambat rantai berat miosin, memperbaiki kontraktilitas otot
jantung. T3 juga meningkatkan kontraksi diastolik jantung, sehingga pada

11

kondisi hipertiroidisme dimana terjadi jumlah T3 yang besar akan


mempengaruhi kontraktilitas diastolik jantung sehingga menyebabkan
perubahan cardiac output dan peningkatan nadi yang signifikan.13 Tekanan
darah normal pada anak adalah tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan
darah diastolik (TDD) dibawah persentil 90 berdasarkan jenis kelamin, usia
dan tinggi badan. Hipertensi dinyatakan sebagai TDS dan/ atau TTD
persentil 95 menurut jenis kelamin, usia, dan tinggi badan pada 3 kali
pengukuran. Prahipertensi yaitu rerata TDS atau TTD persentil 90 tetapi <
persentil 95 merupakan keadaan yang beresiko tinggi berkembang menjadi
hipertensi. Klasifikasi Hipertensi pada anak tingkat 1 (hipertensi bermakna)
bila TDS atau TTD adalah antara persentil 95-99. Tingkat 2 (hipertensi berat)
TDS atau TTD > 5 mmHg diatas persentil 99. Krisis hipertensi rerata TDS
atau TTd > 50% diatas persentil 95 disertai gejala dan tanda klinis.15, 16
c. Sistem Muskuloskeletal. Katabolisme otot yang berlebihan menyebabkan otot
atrofi, dan lemah. Kekuatan otot menjadi menurun sehingga kekuatan
berjalan, berlari, dan perubahan posisi jongkok ke berdiri mengalami
penurunan. Hipertiroidisme mungkin disertai Myasthenia gravis.9, 10
d. Sistem Gastrointestinal. Nafsu makan meningkat, dan beberapa pasien nafsu
makannya tidak terkendali. Meskipun demikian umumnya disertai penurunan
berat badan. Motilitas usus besar meningkat, sehingga terkait hiperdefikasi,
tetapi jarang didapatkan diare. Pada tahap lanjut akan menyebabkan bisa
menyebabkan malnutrisi, dan berakibat fungsi hati abnormal.9, 10
e. Mata. Perubahan pada mata sangat bervariasi. Pada krisis tiroid mungkin
terjadi retraksi pada kelopak mata, edem kelopak mata, dan lagopththalmus.
Proptosis terjadi pada 20-30% kasus.9
f. Gangguan suhu. Bila hormon tiroid di sekresi dalam jumlah yang besar, BMR
dapat meningkat 100% di atas normal. Tidak adanya hormone tiroid dapat
mengurangi setengah jumlah BMR yang menyebabkan penurunan produksi
panas. Tirotropin merangsang peningkatan sekresi tiroksin dari kelenjar tiroid.
Peningkatan tiroksin tersebut meningkatkan kecepatan metabolisme di seluruh
tubuh. Pada kondisi hipermetabolisme ini tubuh menghasilkan panas yang
berlebih.12

12

Tabel 1. Manifestasi klinis dari krisis tiroid

Sumber: Papi G, Corsello SM, Pontecorvi A.9


Pada kasus ini diperoleh data bahwa terdapat manifestasi klinis:

Sistem saraf dan kejiwaan: sering mengeluh pusing, gelisah, sulit


fokus dan konsentrasi, dan terdapat tremor.

13

Sistem kardiovaskuler: dada berdebar-debar, nyeri dada, sering sesak


bila berjalan jauh, takikardi, hipertensi stage II, pada pemeriksaan
jantung terdapat bising pansistolik grade IV/6 di SIC III lpss
menjalar ke axilla, terdapat mitral valve prolaps, dan regurgitasi

katup mitral mild-moderate


Sistem Muskuloskeletal: an tampak kurus dan mudah lelah
Sistem Gastrointestinal: terdapat keluhan mual dan muntah sejak 1

bulan terakhir
Mata: terdapat eksoftalmus dan gangguan visus
Gangguan suhu: terdapat demam dan sering berkeringat.
4. Diagnosis
Penegakan diagnosis krisis tiroid berdasarkan pada gambaran klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Gambaran klinis diperoleh dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis riwayat pasien yang termasuk gejala hipertiroid
meliputi sifat mudah marah, gelisah, tingkat emosional yang labil, penurunan
berat badan, banyak berkeringat dan tidak toleransi terhadap panas, permorma
sekolah yang buruk karena penurunan konsentrasi, mual, muntah, diare, nyeri
abdominal, jaundice, dan kecemasan. Pemeriksaan fisik meliputi demam
dengan suhu > 38,5oC, gangguan kardiovaskular berupa hipertensi, tandatanda gagal jantung antara lain atrial fibrilasi atau takikardi ventrikuler, dan
gangguan neurologis berupa agitasi, hiperrefleksia, tremor, kejang, dan koma.8
Untuk memudahkan menegakkan diagnosis, digunakan skor kriteria
Burch dan Wartofsky, jika skor lebih dari 45 berarti diagnosis krisis tiroid bisa
ditegakkan. Berikut tabel skor Kriteria krisis tiroid menurut Burch dan
Wartofsky.17
Tabel 2. Skor Kriteria krisis tiroid menurut Burch dan Wartofsky
Kriteria
Disfungsi Pengaturan Suhu
Suhu 37.2o-37.7oC
Suhu 37.8o-38.2oC
Suhu 38.3o-38.8oC
Suhu 38.9o-39.3oC
Suhu 39.4o-39.9oC
Suhu 40oC atau lebih

Skor
5
10
15
20
25
30

14

Gangguan Sistem Saraf Pusat


Tidak ada
Gelisah
Delirium
Kejang atau koma
Disfungsi Gastrointestinal
Tidak ada
Diare, mual, muntah, nyeri abdomen
Ikterik
Disfungsi Kardiovaskular
90-109
110-119
120-129
130-139
140
Gagal Jantung Kongestif
Tidak ada
Ringan (udem)
Sedang (ronki basah basal)
Berat (edema paru)
Fibrilasi Atrium
Tidak ada
Ada
Riwayat adanya kondisi/ penyakit pemicu
Tidak ada
Ada
Sumber: Burch HB, Wartofsky L.17

0
10
20
30
0
10
20
5
10
15
20
25
0
5
10
15
0
10
0
10

Pada kasus ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,


berdasarkan skor Burch dan wartofsky diperoleh skor

Disfungsi Pengaturan Suhu


: Suhu 37.8o-38.2oC
Gangguan Sistem Saraf Pusat
: Gelisah
Disfungsi Gastrointestinal
: Mual, muntah
Disfungsi Kardiovaskular
: 140
Gagal Jantung Kongestif
: Ringan
Fibrilasi Atrium
: tidak ada
Riwayat adanya kondisi/ penyakit pemicu: tidak ada
Total skor

=10
=10
=10
= 25
=5
=0
=0
= 55

Oleh karena itu berdasarkan kriteria tersebut, dengan jumlah skor >45, kasus
ini merupakan kasus dengan krisis tiroid.

15

Krisis tiroid diduga diakibatkan adalah akibat bahwa pelepasan


mendadak atau dumping cadangan tiroksin dan triiodotironin dari kelenjar
tiroid. Pemeriksaan lebih teliti telah mengungkapkan bahwa kadar T 4 dan T3
serum pada pasien dengan krisis tiroid tidaklah lebih tinggi daripada pasien
tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Terdapat bukti bahwa pada tirotoksikosis
terdapat peningkatan jumlah tempat pengikatan katekolamin, sehingga jantung
dan jaringan saraf mengalami peningkatan kepekaanterhadap katekolamin
dalam sirkulasi. Tambahan pula, terdapat penurunan pengikatan terhadap
TBG, dengan peningkatan T3 dan T4 bebas. Teori saat ini bahwa dalam
keadaan seperti ini, dengan tempat pengikatan yang bertambah yang tersedia
untuk katekolamin, suatu penyakit akut; infeksi atau stres bedah memacu
pengeluaran katekolamin, yang bersama-sama kadar T4 dan T3 bebas yang
tinggi, menimbulkan problem akut ini. Penemuan laboratorium termasuk T 4,
FT4 dan T3 serum, juga TSH yang tersupresi.8, 12
Pada kasus ini data awal nilai T3 sudah meningkat tetapi T4 dan TSH masih
dalam rentang normal. Hasil laboratorium pada tanggal 21 April 2015 hari
pertama perawatan menunjukkan T3 total 6.5 mmol/L, TSHS < 0.05 (rendah),
FT4 79.84 (tinggi). Setelah pasien mendapatkan terapi T3 total 4.06 mmol/L,
TSHS < 0.05 (rendah), T4 total 317.10 (tinggi). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium pasien mendukung diagnosis krisis tiroid.
5. Etiologi dan faktor pencetus
Meski patofisiologi terjadinya krisis tiroid sampai saat ini belum jelas
beberapa teori yang pernah diajukan diantaranya adalah:9
1. Kadar hormon tiroid yang tinggi diperkirakan berperan pada kasus-kasus
terjadinya thyroid storm yang dipicu tindakan palpasi kelenjar tiroid secara
kasar, terapi I131, penghentian PTU, atau pemberian litium, yodium dan
pemeriksaan dengan kontras yang mengandung yodium. Pendapat ini tidak
didukung oleh fakta bahwa kadar hormone T3 dan T4 dalam serum tidak
berbeda bermakna pada kasus yang mengalami komplikasi ataupun yang
tidak. Selain itu, tidak terjadi thyroid storm pada anak yang konsentrasi T 3
dan T4 meningkat secara tiba-tiba setelah secara tidak sengaja memakan
16

preparat T4. Namun, penelitian-penelitian terakhir mendapatkan adanya kadar


hormone tiroid bebas yang relative tinggi pada kasus-kasus thyroid storm.
2. Kenaikan hormon tiroid secara cepat merupakan teori patogenesis lain yang
diajukan. Menurunnya kadar protein-protein pengikat seperti pada kasus paska
operasi akan meningkatkan secara cepat kadar hormon tiroid bebas. Hal
serupa juga terjadi pada manipulasi kelenjar hormon tiroid yang berlebihan
selama operasi atau paska palpasi kelenjar secara kasar.
3. Aktivasi reseptor adrenergik. Menurut teori ini, kelenjar tiroid dipersarafi saraf
simpatik dan katekolamin dapat menstimulasi sintesis hormon tiroid.
Peningkatan hormon tiroid meningkatkan densitas reseptor b-adrenegik,
dengan demikian memperkuat efek katekolamin. Hal yang meyokong teori ini
adalah adanya respon dramatik pemberian beta-blocker pada kasus thyroid
storm dan terjadinya thyroid storm setelah termakannya obat-obat adrenergic
secara tidak sengaja seperti pseudoefedrin.
4. Teori-teori lainnya termasuk toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya
zat mirip katekolamin pada pasien tirotoksikosis, dan efek langsung saraf
simpatis terhadap hornon tiroid karena strukturnya yang mirip katekolamin.
Beberapa faktor pencetus dari krisis tiroid adalah sebagai berikut (tabel 3):
Tabel 3. Faktor pencetus dari krisis tiroid

17

Sumber: Papi G, Corsello SM, Pontecorvi A.9


Pada kasus ini tidak didapatan faktor resiko ataupun pencetus terjadinya krisis
tiroid.
6. Terapi
Pengelolaan krisis tiroid ditujukan untuk menurunkan sintesis dan
sekresi hormone tiroid, menurunkan pengaruh perifer hormone tiroid,
menghambat konversi T4 ke T3, terapi mencegah dekompensasi sistemik,
terapi penyakit pemicu dan terapi suportif.18

18

Gambar 1. Prinsip Terapi pada Krisis Tiroid


Sumber: Papi G, Corsello SM, Pontecorvi A.9
Obat golongan beta blocker seperti propanolol digunakan untuk
mengendalikan laju jantung pada pasien hipertiroid pada takikardia termasuk
sinus takikardia, atrial fibrilasi, hipertensi sistolik, dan gagal jantung
kongestif. Obat brta blocker juga sering digunakan dengan tujuan menurunkan
konversi T4 menjadi T3 dan menghambat pengaruh perifer hormone tiroid.
Pemberian terapi beta blocker namun pernah dilaporkan dapat memperburuk
ejection fraction dan mengakibatkan henti jantung pada tirotoksikosis.
Propanolol dapat diberikan , 2-3 mg/kgBB/hari atau 40-80 mg setiap 4-8 jam
per

oral

atau

0.5-1

mg

intravena

setiap

jam

atau

0.01-0.1

mg/kgBB/harimaksimal 5 mg dalam 10-15 menit.Propranolol 40-80 mg tiap 6


jam per oral, sangatlah penting dalam memantau aritmia dan gejala
adrenergiknya. Propanolol dapat diberikan intravena dengan dosis dengan
dosis, mulai dengan dosis yang kecil. Bila ada gagal jantung berat atau asma
dan aritmia, pemberian secara hati-hati verapamil intravena dengan dosis 5-10
mg cukup efektif.12, 18
19

Obat-obatan yang dapat menghambat secara menyeluruh dan sistesis


hormone tiroid dengan cepat yaitu propiltiourasil (PTU) dan methimazole
(MMI). PTU merupakan tionamid pilihan pertama karena dapat juga
menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Namun PTU ini tidak tesedia
dalam bentuk injeksi. Oleh karena itu bila krisis tiroid disertai dengan
gangguan gastrointestinal termasuk penurunan perfusi splanknik akibat syok
maka dosis yang diberikan harus cukup tinggi. Dosis loading 600-1000mg,
dan dilanjutkan 200-300 mg setiap 4-6 jam atau 6-10 mg/kgBB/hari dalam
dosis terbagi setiap 6 jam.12, 18, 19
Sekresi hormone tiroid dapat juga dihambat dengan sediaan yang
mengandung iodium sangat tinggi yang dapat menurunkan uptake iodium di
kelenjar tiroid. Cairan lugol atau cairan jenuh kalium iodium dapat diberikan.
Terapi iodium harus diberikan setelah sekitar 1 jam pemberian PTU atau
methimazole, oleh karena itu iodium yang digunakan secara tunggal ikut
berperan dalam meningkatkan cadangan hormone tiroid sehingga dapat
memperburuk krisis tiroid. Sediaan iodium dapat juga menjecah konversi T4
menjadi T3. Cairan lugol dapat diberikan dengan dosis 2-8 tetes setiap 6
jam.12, 18
Obat-obatan golongan glukokortikoid memegang peranan yang penting
pada terapi krisis tiroid. Glukokortikoid dapat menurunkan uptake iodium dan
titer antibody yang terstimulasi oleh hormone tiroid. Selain itu hidrokortison
dan dexametason dapat menurunkan konversi T4 menjadi T3 dan mempunyai
efek langsung terhadap proses autoimun pada penyakit Graves dan terbukti
memperbaiki prognosis. Dexamethasone diberikan dengan dosis 1-2 mg tiap 6
jam atau hidrokortison 100 mg intravena setiap 6-8 jam.18, 20
Terapi antipiretik yang direkomendasikan adalah golongan asetaminofen
karena antipiretik golongan salisilat akan menggantikan hormone tiroid terikat
pada reseptornya dalam darah sehingga akan meningkatkan bioavability
akibatnya memperburuk krisis tiroid.18
Terapi antihipertensi pada krisis tiroid pada anak, golongan diuretik dan
-blocker merupakan obat yang dianggap amandan efektif untuk diberikan

20

kepada anak. Golongan obat lain yang perlu dipertimbangkanuntuk diberikan


kepada anak hipertensi bila ada penyakit penyerta adalah penghambatACE
(angiotensin converting enzyme) pada anak yang menderita diabetes melitus
atauterdapat proteinuria, serta -adrenergic atau penghambat calcium-channel
pada anak-anakyang mengalami migrain. Selain itu pemilihan obat
antihipertensi

juga

tergantung

daripenyebabnya,

misalnya

pada

glomerulonefritis akut pascastreptokokus pemberian diuretic merupakan


pilihan utama, karena hipertensi pada penyakit ini disebabkan oleh
retensinatrium dan air. Golongan penghambat ACE dan reseptor angiotensin
semakin banyak digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi
proteinuria. Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang
mengalamipenurunan fungsi ginjal. Meskipun captopril saat ini telah
digunakan secara luas padaanak yang menderita hipertensi, tetapi saat ini
banyak pula dokter yang menggunakan obatpenghambat ACE yang baru, yaitu
enalapril. Obat ini memiliki masa kerja yang panjang,sehingga dapat diberikan
dengan interval yang lebih panjang dibandingkan dengan captopril.15, 16
Dosis untuk captopril 0.3- 0.5 mg/kgBB/hari, maksimal 6 mg/kgBB/hari.
Dosis furosemid 0.5 mg-2 mg/ kgBB/hari, dengan dosis maksimal 6mg/kgBB/
hari. Diuretic dimulai dengan dosis minimal atau penghambat adrenergik
mulai dengan dosis minimalis, jika diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai
mencapai dosis maksimal. Bila tekanan darah tidak turun tambahkan atau
ganti dengan penghambat adrenergic atau ganti diuretik (tiazid), lanjutkan
sampai mencapai dosis maksimal. Bila tekanan darah tidak turun tambahkan
golongan vasodilator (hidralazin) atau rujuk ke bagian nefrologi.16
Pada kasus ini, pasien mendapatkan terapi PTU 150 mg/ 6 jam. Pasien
tidak mendapatkan dosis loading PTU. Terapi antipiretik yang diberikan
adalah paracetamol 500 mg per oral yang merupakan golongan
asetaminofen. Pasien mendapatkan terapi lugol 6 tetes tiap 8 jam, pasien
mendapatkan terapi glukokortikoid methylprednisolon, dengan dosis 15 mg
intravena single dose dan dilanjutkan methylprednisolon 12 mg tiap 6 jam

21

dan tapering sampai stop pada perawatan hari ke 11. Dosis terapi yang
diberikan sudah sesuai dengan penatalaksanaan krisis tiroid. Pasien juga
mendapatkan terapi propanolol 35 mg tiap 12 jam dan pada hari perawatan
ke 6 pasien mendapatkan terapi captopril 6.25mg tiap 12 jam. Pada hari
perawatan ke 9 TD pasien 140/50 mmHg, dan pada hari perawatan ke 11 TD
140/80 mmHg. Pasien mendapatkan tambahan terapi diuretik furosemid
tab tiap 12 jam, propanolol naik menjadi tiap 8 jam. Pada hari perawatan ke
16 dosis propanolol 10 mg tiap 8 jam dan captopril naik menjadi 6.25 tiap 8
jam.
7. Prognosis
Angka mortalitas krisis tiroid cukup tinggi, sehingga diagnosis dini yang
tepat dan terapi agresif yang adekuat dapat menurunkan mortalitas. Angka
kematian orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%, bahkan beberapa
menyebutkan hingga 75% dari populasi pasien yang rawat inap. Dengan
penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang
dari 20% dan prognosis biasanya akan baik.8
Pada kasus ini, prognosis quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena
kegawatdaruratan dapat ditangani dengan baik, quo ad sanam adalah dubia
ad malam karena penyakit hipertiroid memerlukan pengobatan dan
pemantauan yang lama dapat kembali mengalami krisis tiroid bila terdapat
faktor pencetus ataupun tidak mendapat pemantauan yang baik, quo ad
fungsionam adalah dubia ad bonam selama kondisi hipertiroid dapat
terkontrol dengan baik.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.

Infodatin. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
Williamson S, Greene SA. Incidence of thyrotoxicosis in childhood: a
national population based study in the UK and Ireland. Clinical
endocrinology. 2010;72(3):358-63. Epub 2009/09/23.
Havgaard Kjaer R, Smedegard Andersen M, Hansen D. Increasing
Incidence of Juvenile Thyrotoxicosis in Denmark: A Nationwide Study,

22

4.

5.

6.

7.

8.
9.
10.

11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

1998-2012. Hormone research in paediatrics. 2015;84(2):102-7. Epub


2015/06/27.
McLeod DS, Cooper DS, Ladenson PW, Whiteman DC, Jordan SJ.
Race/Ethnicity and the prevalence of thyrotoxicosis in young Americans.
Thyroid : official journal of the American Thyroid Association.
2015;25(6):621-8. Epub 2015/03/07.
Poyrazoglu S, Saka N, Bas F, Isguven P, Dogu A, Turan S, et al.
Evaluation of diagnosis and treatment results in children with Graves'
disease with emphasis on the pubertal status of patients. Journal of
pediatric endocrinology & metabolism : JPEM. 2008;21(8):745-51. Epub
2008/10/02.
Swee du S, Chng CL, Lim A. Clinical characteristics and outcome of
thyroid storm: a case series and review of neuropsychiatric derangements
in thyrotoxicosis. Endocrine practice : official journal of the American
College of Endocrinology and the American Association of Clinical
Endocrinologists. 2015;21(2):182-9. Epub 2014/11/06.
Ono Y, Ono S, Yasunaga H, Matsui H, Fushimi K, Tanaka Y. Factors
Associated With Mortality of Thyroid Storm: Analysis Using a National
Inpatient Database in Japan. Medicine. 2016;95(7):e2848. Epub
2016/02/18.
Emerson UF-RaCH. Further Thoughts on the Diagnosis and Diagnostic
Criteria for Thyroid Storm. Thyroid : official journal of the American
Thyroid Association. 2012;22:11.
Papi G, Corsello SM, Pontecorvi A. Clinical concepts on thyroid
emergencies. Frontiers in endocrinology. 2014;5:102. Epub 2014/07/30.
Akamizu T, Satoh T, Isozaki O, Suzuki A, Wakino S, Iburi T, et al.
Diagnostic criteria, clinical features, and incidence of thyroid storm based
on nationwide surveys. Thyroid : official journal of the American Thyroid
Association. 2012;22(7):661-79. Epub 2012/06/14.
Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme Patogenesis dan
Tatalaksana. Kardiologi Indonesia. 2007;28:375-86.
Anwar R. Fungsi Dan Kelainan Kelenjar Tiroid. Bandung: Subbagian
Fertilitas Dan Endokrin Reproduksi Bagian Obstetri Dan Ginekologi
UNPAD, 2005.
Cristina Boccalandro FB, Philip Orlander, Chik Fong Wei. Severe
Reversible Dilated Cardiomyopathy And Hyperthyroidism: Case report
And Review Of The Literature. Endocrine Practice. 2003;9(2).
Ontoseno T. Gangguan Jantung Pada Anak Dengan Penyakit Kritis.
Surabaya: FK Unair RSU Dr. Soetomo, 2006.
Made Supartha IKS, Ida Bagus Agung Winaya. Hipertensi pada Anak.
Majalah Kedokteran Indonesia. 2009;59(5).
Nanan Sekarwana DR, Dany Hilmanto. Konsensus Tatalaksana Hipertensi
pada Anak Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011.
Burch HB WL. Life-threatening Thyrotoxicosis, Thyroid Storm.
Endocrinol Metab Clin North Am. 1993;22:263-77.

23

18.
19.
20.

Nayak B BK. Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin


N Am. 2006;35:663-86.
Muhammad Faizi NE. Penatalaksanaan Hipertiroid Pada Anak. Surabaya:
FK Unair RSU Dr. Soetomo, 2006.
Gao G, Dai J, Qian Y, Ma F. Meta-analysis of methylprednisolone pulse
therapy for Graves' ophthalmopathy. Clin Experiment Ophthalmol.
2014;42(8):769-77. Epub 2014/03/13.

24

Anda mungkin juga menyukai