Anda di halaman 1dari 1078

DR. WIDYA | DR. YOLINA | DR. RETNO | DR.

ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
(belakang pasaraya manggarai)
phone number : 021 8317064
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2
WA 081380385694 / 081314412212

Medan :
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
Phone number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
Www.Optimaprep.Com

I L MU
P E N YA K I T
DALAM

1. TAKIKARDIA: DIAGNOSIS BANDING


Supraventricular
tachycardia (SVT)
Sinus
tachycardia

Reguler
Atrial flutter

QRS sempit

AV nodal reentry
tachycardia

Ireguler

Atrial fibrillation

Takikardia
Ventricular
tachycardia

Reguler
SVT with BBB
QRS lebar

Ireguler

Polymorphic VT

SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIA

SINUS TACHYCARDIA

ATRIAL FLUTTER

ATRIAL FIBRILLATION

MONOMORPHIC VENTRICULAR
TACHYCARDIA

POLYMORPHIC VENTRICULAR
TACHYCARDIA (TORSADE DE
POINTES)

Algoritma
Takikardia

2.DEMAM TIFOID
Tanda dan gejala:
demam persisten
nyeri kepala
gejala abdomen (biasanya berupa nyeri
epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah
bradikardi relatif,
lidah yang tremor dan berselaput
meteorismus.
hepatomegali, splenomegali
7

Patofisiologi Demam Tifoid


S. Typhi masuk sampai
usus halus menembus sel
epitel ke lamina propria
difagosit makrofag
berkembang biak dalam
makrofag ke Plak Peyeri
KGB mesenterika
duktus torasikus
bakterimia ke hepar& lien
bakterimia dan
diekskresikan bersama cairan
empedu ke lumen usus

Sensitivity of Typhoid Cultures

Blood cultures: often (+) in the 1st week. (gold standard)


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in
carriers.

Widal test:

Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H dari salmonella.


Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari hasil pertama.
Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H meningkat setelah 1012 hari.
Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel karena antibodi
terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga 1/160 pada populasi normal.
Karena itu, sebagian memakai batas titer H dan/ O 1/320 sebagai nilai
yang signifikan.

Typhidot
Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
Positif setelah infeksi hari 2-3.

Tubex TF
Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
Positif setelah hari ke 3-4.
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.

Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid


(WHO 2011)

Tatalaksana Demam Tifoid


Kloramfenikol 4x500 mg PO atau IV diberikan
sampai 7 hari bebas demam
Kotrimoksazol 2x2 tabley (1 tablet :
Sulfametoksazol 400mg dan Trimetoprim 80 mg)
diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan Amoksisilin 50-150mg/KgBB selama
2 minggu
Sefalosporin generasi ketiga IV 4 gr dalam
dekstrosa 100cc diberikan selama jam sekali
sehari selama 3-5 hari.
13

BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM

Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

14

3. LEPTOSPIROSIS
Penyebab: Leptospira (hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapang
gelap)
Transmisi: melalui binatang yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mukosa atau kulit yang tidak utuh
Masa inkubasi sekitar 10 hari (2-30 hari).
Leptospirosis berat disebut sebagai Weils disease, ditandai dengan
adanya ikterik.
Sebenarnya self-limited, tetapi bila tidak diobati bisa menimbulkan
komplikasi seperti gagal ginjal, rhabdomyolisis, uveitis, ARDS,
miokarditis.

Infeksi
Infection through the
mucosa or wounded skin

Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ

Disseminate
hematogenously to all
organs
Multiplication can cause:
Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
Uremia & bacteriuria in the kidney
Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
Muscle tenderness in the muscles
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

Gejala dan Tanda


Demam tinggi
mendadak
Nyeri otot dan sendi
Sakit kepala
Diare
Mual muntah

Injeksi konjungtiva
Ikterik
Nyeri tekan
gatroknemius
Splenomegali
Hepatomegali
Ruam di kulit
Edema

Infeksi
Anicteric leptospirosis (90%),
follows a biphasic course:
Initial phase (47 days):
sudden onset of fever,
severe general malaise,
muscular pain (esp calves),
conjunctival congestion,
leptospires can be isolated from
most tissues.

Two days without fever follow.


Second phase (up to 30 days):
leptospires are still detectable in
the urine.
Circulating antibodies emerge,
meningeal inflammation, uveitis &
rash develop.

Therapy is given for 7 days:


Doxycycline 2x100 mg (DOC)
Amoxicillin 3x500 mg
Ampicillin 3x500 mg

Icteric leptospirosis or Weil's


disease (10%), monophasic
course:
Prominent features are renal and
liver malfunction, hemorrhage
and impaired consciousness,
The combination of a direct
bilirubin < 20 mg/dL, a marked
in CK, & ALT & AST <200 units is
suggestive of the diagnosis.
Hepatomegaly is found in 25% of
cases.

Therapy is given for 7 days :


Penicillin (1.5 million units IV
or IM q6h) or
Ceftriaxone (1 g/d IV) or
Cefotaxime (1 g IV q6h)

Pemeriksaan Penunjang Leptospira


Leukopenia
Trombositopenia dapat
terjadi
Shift to the left
Bilirubin meningkat pada
Weils disease
Pemeriksaan serologi IgM
antileptospira dengan ELISA

Baku emas:
Pemeriksaan serologi IgM
antileptospira dengan
metode Microscopic
Agglutination Test (MAT)
Kultur (hasilnya seringkali
negatif)
Hingga 10 hari penyakit,
spesimen diambil dari darah
atau LCS
Minggu kedua sampai hari ke
30 setelah sembuh, spesimen
dari urine.

Tatalaksana Leptospirosis
Kasus rawat jalan
Doksisiklin 2x100 mg
selama 7 hari
Amoksisilin 25-50
mh/kg /hari, 3 kali
sehari

Kasus rawat inap


Penisilin 6 juta Unit/
hari IV
Doksisiklin 2x100 mg
Ceftriaxone 1 gram/24
jam
Cefotaxime 1 gram/6
jam

4. DIET PADA PASIEN


IMUNOKOMPROMAIS
Immunocompromised patients should eat a
balanced diet consisting of beans, nuts, animal
foods, starchy staples (rice, potato, maize), fruits
and vegetables.
A balanced diet will ensure that the individual
consumes sufficient nutrients to maintain energy
and ensure the bodys proper functioning.
The main food groups people need to live a
healthy life include body-building foods (proteins
and minerals).
HIV: Guideline for nutrition, care, and support, WHO, 2011

Body-building Foods (Protein & Mineral)


Contain proteins for cell repair and growth; nutrients such as iron for
blood; and calcium and phosphorusfor strong bones;
Help to build bones and cells important for growth and development;
Help to fight infection and repair the body during times of illness;
Are obtained from legumes (e.g. beans, lentils, cowpeas, pigeon peas,
groundnuts and nuts), milk products (yogurt, cheese and for infants,
breastmilk), animal foods (fish, eggs, chicken, pork and beef) and cereals
(wheat, maize and rice).
Animal products are important sources of nutrients, but because they are
usually more expensive than vegetable protein sources, it may not be
feasible to consume them every day.
Daily consumption of legumes and cereals is recommended.
HIV: Guideline for nutrition, care, and support, WHO, 2011

5. OSTEOARTRITIS
Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
Osteoarthritis: degenerasi sendi fungsi bantalan menghilang
tulang bergesekan satu sama lain.

Harrisons principles of internal medicine.

Pembebanan repetitif, obesitas, usia tua

Heberdens & Bouchards nodes

Penyempitan celah sendi

Penipisan kartilago

Osteofit (spur formation)

Sklerosis

Harrisons principles of internal medicine.

5. ALUR
DIAGNOSIS
ARTRITIS

Prinsip Tatalaksana Osteoartritis

Osteoarthritis: Diagnosis and Treatment.Am Fam Physician. 2012 Jan 1;85(1):49-56.

Ciri
Prevalens

OA

RA

Arthritis

Gout

Spondilitis
Ankilosa

Female>male, >50
tahun, obesitas

Female>male
40-70 tahun

Male>female, >30
thn, hiperurisemia

Male>female,
dekade 2-3

gradual

gradual

akut

Variabel

Inflamasi

Patologi

Degenerasi

Pannus

Mikrotophi

Enthesitis

Poli

Poli

Mono-poli

Oligo/poli

Tipe Sendi

Kecil/besar

Kecil

Kecil-besar

Besar

Predileksi

Pinggul, lutut,
punggung, 1st CMC,
DIP, PIP

MCP, PIP,
pergelangan
tangan/kaki, kaki

MTP, kaki,
pergelangan kaki &
tangan

Sacroiliac
Spine
Perifer besar

Temuan Sendi

Bouchards nodes
Heberdens nodes

Ulnar dev, Swan


neck, Boutonniere

Kristal urat

En bloc spine
enthesopathy

Osteofit

Osteopenia
erosi

erosi

Erosi
ankilosis

Nodul subkutan,
pulmonari cardiac
splenomegaly

Tophi,
olecranon bursitis,
batu ginjal

Uveitis, IBD,
konjungtivitis, insuf
aorta, psoriasis

Normal

RF +, anti CCP

Asam urat

Awitan

Jumlah Sendi

Perubahan
tulang
Temuan
Extraartikular
Lab

6. PNEUMONIA PADA PASIEN


RAWAT INAP
Pneumonia
pada pasien
rawat inap
Community
acquired
pneumonia

Healthcare
associated
pneumonia

Hospital
acquired
pneumonia

Ventilator
acquired
pneumonia

Terjadi dalam
48 jam
pertama
masuk rumah
sakit

CAP yang
terjadi karena
kontak dengan
petugas
kesehatan.
Mis: pasien HD
rutin

Onsetnya
setelah 48-72
jam masuk
rumah sakit

Terjadi setelah
48 jam pasca
intubasi

Am J Respir Crit Care Med Vol 171. pp 388416, 2005 D


OI: 10.1164/rccm.200405-644ST

Pneumonia
Diagnosis pneumonia:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + 2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila 38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis 10.000/leukopenia 4.500
Gambaran radiologis:
Infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

Pneumonia
Faktor modifikasi pada terapi pneumonia:
Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Bakteri enterik Gram negatif

Umur lebih dari 65 tahun


Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multipel
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multipel
Riwayat pengobatan antibiotik

Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang

Pneumonia
Hospital acquired
pneumonia (HAP)
atau pneumonia
nosokomial adalah
infeksi paru yang
terjadi setelah > 48
jam dirawat di rumah
sakit
Etiologi: S.
Pneumoniae, H.
influenza, MRSA, E.
coli, Klebsiella,
proteus

Pneumonia

7. NEFROPATI DIABETIK
Merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal kronik.
Ditandai dengan:
Albuminuria yang persisten (>300 mg/hari atau
>200 g/menit) pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak 3-6 bulan
Penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif
Peningkatan tekanan darah arteri

Patofisiologi Nefropati Diabetik

Nature Reviews Nephrology 10, 88103 (2014) doi:10.1038/nrneph.2013.272

Diagnosis
Skrining untuk nefropati diabetik dilakukan melalui
pemeriksaan urinalisis.
Mendeteksi adanya mikroalbuminuria, yaitu ekskresi
albumin >20 g/menit atau albumin/kreatinin (g/g)
>30. Keadaan ini menunjukkan nefropati diabetik
insipiens yang masih reversibel dengan tatalaksana
yang baik

Pemeriksaan ureum, kreatinin, dan laju filtrasi


glomerulus untuk memeriksa penurunan fungsi
ginjal.
USG untuk memeriksa adanya perubahan struktur
anatomi ginjal.

Tatalaksana
Nefropati
Diabetes

8. CARDIAC
ARREST

Algoritma
Cardiac Arrest
ACLS 2015

Perawatan
Pasca
Resusitasi

9. COR PULMONALE
Cor pulmonale:
Dilation & hypertrophy
of the right ventricle in
response to diseases of
the pulmonary
vasculature and/or lung
parenchyma.
Symptoms & signs:
Dyspnea, elevated JVP,
hepatomegaly, ascites,
lower extremity edema

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Peningkatan hematokrit (tanda polisitemia sekunder)
Defisiensi alpha1-antitrypsin
Antinuclear antibody (ANA) positif bila etiologinya
penyakit kolagen vaskuler
Hiperkoagulasi (peningkatan proteins S dan C,
antithrombin III, factor V Leyden, anticardiolipin
antibodies, homosistein)

Foto toraks
Gambaran dilatasi arteri pulmonal sentral
Hipertrofi ventrikel kanan

Pemeriksaan Penunjang

EKG dapat menunjukkan gambaran:


Deviasi aksis ke kanan
Gambaran hipertrofi ventrikel kanan
P-pulmonale yang nampak jelas pada lead II, III, AVF
RBBB
Low voltage QRS

Pemeriksaan Penunjang
Nuclear scanning menilai V/Q (ventilation/
perfusion)
CT scan untuk mengestimasi massa
ventrikel kanan jantung

Tatalaksana Cor Pulmonale


Tatalaksana penyakit yang mendasari
Memperbaiki oksigenasi
Diberikan bila saturasi oksigen >88%, dengan
target saturasi oksigen 88%.

Medikamentosa

Tatalaksana Medikamentosa
Diuretik untuk menurunkan load jantung
Calcium channel blocker, terutama slow
release nifedipine dan diltiazem
vasodilatasi arteri pulmonal.
PDE-5 inhibitor (sildenafil) melepaskan
nitric oxide yang berfungsi untuk vasodilatasi
Antikoagulan (warfarin) mencegah
trombosis yang sangat sering terjadi pada
pasien cor pulmonal

10. INFEKSI SALURAN KEMIH

Klasifikasi
Klasifikasi anatomik:
Bawah : uretritis, sistitis
Atas
: pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis

Klasifikasi klinis:
Uncomplicated:
ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional,
ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan
ISK

Complicated:
ISK pada laki-laki,
ISK pada kelainan struktural atau fungsional
ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM

Gejala Klinis dan Pemeriksaan


Laboratorium

Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria,
leukosit esterase +.

Sistitis:

Inflamasi pada kandung kemih


Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau,
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.

Urethritis:

Inflammation pada uretra


Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh.
Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Tatalaksana ISK

European Association of Urology, 2015

Bedakan ISK dengan Bakteriuria


Asimtomatik
Pada bakteriuria asimtomatik, tidak ada gejala apapun disertai
dengan hasil pemeriksaan:

Tatalaksana Bakteriuria Asimtomatik


Secara umum,bakteriuria asimtomatik tidak
diberi terapi apapun karena tubuh memiliki
mekanisme klirens terhadap bakteri di
saluran kemih.
Kecuali pada hamilBakteriuria asimtomatik
pada ibu hamil tetap diberikan terapi sesuai
terapi ISK pada kehamilan.

11. Edema paru


Edema paru
karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli
paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.

Gejala dan tanda yang umumnya ditemukan:

sesak nafas
Fatig
Hypoxia
rhonkie.

Tatalaksana
Posisi duduk
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit
bila perlu dengan masker
Jika memburuk maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator.
Perburukan bila:
pasien makin sesak, takipneu
ronchi bertambah
PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi
retensi CO2, hipoventilasi
tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat),

Infus emergensi
Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.

Edema paru
Nitrogliserin sublingual atau intravena
Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg (2tab) tiap 5 10 menit
Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai
dosis 3 5 ug/kgBB.
Untuk menurunkan preload

Morfin sulfat 3 5 mg iv bila TD >100 mmHg


Morfin memiliki efek venodilator, mengurangi aliran darah balik, sehingga
mengurangi preload & efek vasodilator ringan menurunkan afterload
Dapat diulang tiap 25 menit
total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk menenangkan pasien

Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus


Furosemid IV 0,5-1 mg/kg untuk diuresis (efek kedua, dalam 30-60 menit) dan
venodilator aliran balik turun preload turun (efek pertama/cepat, dalam 5
menit

Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi)


Dopamin 2 5 ug/kgBB/menit
Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik

Edema Paru Akut

12. Drug Induced Hepatitis

12. Drug Induced Hepatitis


Tindak lanjut drug induced hepatitis pada terapi TB:
1. Pemberian semua OAT yang bersifat hepatotoksik harus
dihentikan
Pengobatan yang diberikan Streptomisin dan Etambutol
sambil menunggu fungsi hati membaik
Bila fungsi hati normal atau mendekati normal, berikan
Rifampisin dengan dosis bertahap, selanjutnya INH secara
bertahap.
2. Menghentikan pengobatan dengan OAT sampai hasil
pemeriksaan fungsi hati kembali normal dan keluhan (mual,
sakit perut dsb.) telah hilang sebelum memulai pengobatan
kembali.
3. Apabila tidak bisa melakukan pemeriksaan fungsi hati,
dianjurkan untuk menunggu sampai 2 minggu setelah ikterus
atau mual dan lemas serta pemeriksaan palpasi hati sudah
tidak teraba sebelum memulai kembali pengobatan.

12. Drug Induced Hepatitis


Setelah gangguan fungsi hati teratasi, OAT dapat
dimulai kembali satu persatu.
Jika gangguan hati kembali muncul, OAT yang
ditambahkan terakhir harus dihentikan.
Beberapa anjuran untuk memulai pengobatan
dengan rifampisin.
Setelah 3-7 hari, Isoniazid dapat ditambahkan.
Pada pasien yang pernah mengalami ikterus akan
tetapi dapat menerima kembali pengobatan
dengan H dan R, sangat dianjurkan untuk
menghindari penggunaan Pirazinamid.

12. Drug Induced Hepatitis


Penatalaksanaan:
Bila gejala klinis (+) (ikterik, mual muntah)stop OAT
Bila gejala klinis (+) disertai enzim hati >3xstop OAT
Bila gejala klinis (-) disertai hasil laboratorium berikut:
Bilirubin >2stop OAT
Enzim hati >5xstop OAT
Enzim hati >3xteruskan pengobatan dengan pengawasan
Panduan OAT yang dianjurkan:
Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
Monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal
kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), tambahkan rifampisin, desensitisasi
sampai dengan dosis penuh sehingga menjadi RHES.
Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi.

13. Pneumonia
Cough, particularly cough productive of sputum,
is the most consistent presenting symptom of
bacterial pneumonia and may suggest a
particular pathogen, as follows:
Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal
species: May produce green sputum
Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly
sputum
Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputum

13. Pneumonia
Community acquired pneumonia:
Pneumonia yang didapat di masyarakat

Hospital acquired pneumonia (HAP)


Pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan
disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit.

Ventilator associated pneumonia (VAP)


Pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal.

Healthcare associated pneumonia (HCAP), meliputi pasien:


Pernah dirawat di RS selama 2 hari/lebih dalam waktu 90 hari sebelum awitan
pneumonia,
Tinggal di panti atau fasilitas rawat jangka panjang ,
Mendapat antibiotik IV, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari
dari sebelum awitan pneumonia,
Pasien hemodialisis.

13. Pneumonia
Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + 2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila 38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis 10.000/leukopenia 4.500
Gambaran radiologis:
Infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

13. Pneumonia
Diagnosis pneumonia nosokomial:
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantara kriteria berikut:

suhu tubuh > 38oC


sekret purulen
leukositosis

Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

Pneumonia

Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
Rawat jalan
Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
laktam atau laktam + anti laktamase
Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)

Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:


Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
laktam + anti laktamase
laktam ditambah makrolid

Rawat inap non-ICU


Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin
laktam ditambah makrolid

ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: laktam ditambah


makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.

Pneumonia

Pneumonia Severity Index (PSI)

Indikasi rawat inap


pneumonia komuniti (PDPI):
Skor PSI 70
Skor PSI < 70 , tapi dijumpai
salah satu kriteria ini:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 <250 mmHg
Foto toraks infiltrat
multilobus
TD sistolik < 90 mmHg
TD diastolik < 60 mmHg

Pneumonia pada pengguna


NAPZA

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.

14. Gastropati NSAID


Patogenesis gastropati NSAID
inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang
merupakan gastroprotektif menghambat produksi
mukus pada gaster
permeabilisasi membran disrupsi pertahanan
epitelial
produksi mediator proinflamatorik

Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat


bermanifestasi sebagai ulkus peptikum

14. Gastropati NSAID

14. Gastropati NSAID


Tatalaksana gastropati NSAID
Ko-terapi dengan terapi supresi asam
PPI (paling efektif)
antagonis reseptor histamin-2 dosis tinggi (misal
famotidine 2 x 40 mg)
prostaglandin E1 analog (misoprostol 800mcg/hari)

Substitusi dengan inhibitor COX-2


Celecoxib, rofecoxib, lumiracoxib, etoricoxib

15. Gastropati NSAID

Obat antinyeri dapat menyebabkan efek samping pada


gastrointestinal.
Sehingga pada pasien dengan risiko tinggi efek samping
GI lebih dipilih pemberian COX-2 inhibitor atau COX-2
inhibitor ditambah PPI.
Namun COX-2 inhibitor memiliki risiko tinggi terhadap
kejadian kardiovaskular

15. Gastropati NSAID

Meloxicam memiliki
selektivitas COX-2
yang cukup tinggi

16. Krisis Tiroid


Hipertiroidisme yang tidak
ditatalaksana dapat menjadi krisis
tiroid atau thyroid storm
Manifestasi klinis krisis tiroid
diantaranya adalah

Takikardia, aritmia,
Gagal jantung,
Hipotensi,
Hiperpireksia,
Agitasi, delirium, psikosis,
Stupor, koma,
Mual, muntah, diare, dan gagal
hepar.

PENYAKIT ENDOKRIN
Pada soal ini terdapat suhu
41o C sehingga jika
dikonversi menjadi
Fahrenheit adalah (9/5x41 +
32 = 105,8 F) atau skor 30
Terdapat takikardia 120
kali/menit (skor 15)
Didapatkan skor 45 yang
sudah termasuk diagnosis
krisis tiroid
Gambaran klinis
Hiperpireksi (suhu > 40 C),
berketingat,
Takikardia berat, sering
dengan AF,
Mual, muntah, diare,
agitasi, tremor, & delirium

Burch & Wartofskys


scoring system:
45 or more is
highly suggestive
25-44 is suggestive
of impending
storm

Thyrotoxicosis and Thyroid Storm. Endocrinol Metab Clin N Am 35 (2006) 663686

16. Tatalaksana Krisis Tiroid


A multimodality treatment approach to patients with
thyroid storm should be used, including
beta-adrenergic blockade,
antithyroid drug therapy,
inorganic iodide,
corticosteroid therapy,
aggressive cooling with acetaminophen and cooling
blankets,
volume resuscitation,
respiratory support and monitoring in an intensive care
unit.

Management:
Lower circulating THs levels (PTU/metimazol, iodine)
Block peripheral effects of circulating TH (beta-blocker, glucocorticoid)
Supportive care (acetaminophen, cooling blankets, volume
rescucitation, respiratory support)
Treatment of the underlying precipitating event.
Hyperthyroidism Management Guidelines, Endocr Pract. 2011;17(No. 3) e3

17. Gagal Jantung

17. Gagal Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. LWW; 2011.

17. Gagal Jantung


Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor
Kriteria minor dapat diterima bila tidak
disebabkan oleh kondisi medis lain seperti
hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik,
asites, atau sindrom nefrotik
Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif
dan 78% spesifik untuk mendiagnosis
Sources: Heart Failure. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition.
Archives of Family Medicine 1999.

17. Gagal Jantung

Contoh aktivitas fisik biasa: berjalan cepat, naik tangga 2 lantai


Contoh aktivitas fisik ringan: berjalan 20-100 m, naik tangga 1 lantai
Pathobiology of Human Disease: A Dynamic Encyclopedia of Disease Mechanisms

17. Gagal Jantung

Garis Merah
BNP diperiksa jika
diagnosis ke arah gagal
jantung belum tegak
BNP digunakan untuk
mengurangi false positif

Garis biru

Pasien yang secara


klinis jelas gagal
jantung dapat
langsung diperiksa
ekokardiografi

18. Imunisasi
Hepatitis B

A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis


B Virus Infection in the United States Recommendations of the Advisory
Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of Adults

18. Imunisasi Hepatitis B

A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States Recommendations of the Advisory
Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of Adults

19. Tata Laksana CHF

Sources: Heart Failure. Harrisons Principles of Internal Medicine 17th Edition.

MR antagonist
mineralocorticoid
antagonist or aldosteron
antagonist (eg.
Spironolactone)
CRT-D cardiac
resynchronization therapydefibrillator
CRT-P cardiac
resynchronization therapypacemaker
ICD implantable
cardioverter defibrillator
LVAD left ventricular
assisting device
Ivabradine selective
heart rate-lowering
agent in If current (sodium
and potassium current) in
pacemaker cells

20. Asbestosis

Asbestosis adalah pneumokonisos (penyakit interstisial akibat debu organik) yang


disebabkan oleh inhalasi serat asbes.

Manifestasi klinis:
Sesak napas, mudah lelah, kadang disertai batuk produktif & mengi
Bila berlanjut, ronki inspirasi bilateral, finger clubbing, & kor pulmonal.

Pemeriksaan:
Tes fungsi paru: penurunan volume paru, defek restriktif.
Roentgen toraks biasanya menunjukkan perubahan interstisial bilateral di
bagian bawah, sering dengan plak atau penebalan di pleura.

Tatalaksana: sesuai derajat PPOK dan kor pulmonal, hindari rokok, vaksin influenza
& pneumokokal, & menghindari pajanan asbes.

http://patient.info/doctor/asbestos-related-diseases-pro

20. Asbestosis
Asbestosis menyebabkan fibrosis intersisial akibat inhalasi asbestos
Pajanan asbestos predominan pada laki-laki terutama yang bekerja
pada konstruksi, tambang, perkapalan, atau industri otomotif.
Gejala dapat berupa sesak nafas, ronki kering pada inspirasi, clubbing
finger.
Selalu terdapat adanya bukti fibrosis pada paru bawah, dan lebih
dari 50% terdapat penebalan pleura
Pada HRCT:

Subpleural curvilinear opacities


ground-glass opacity
subpleural poorly defined centrilobular nodules
thickening of interlobular septa, parenchymal bands
traction bronchiectasis, dan honeycombing.

20. Diagnosis Banding


Silikosis
Lung silicosis, pneumonitis, fibrosis of lung, Chronic cough,
may be asymptomatic
konsolidasi bilateral dengan opasitas ground glass, terutama
pada regio perihiler
dapat ditemukan eggshell calcification

Asbestosis
opasitas ireguler dengan pola retikuler
dapat ditemukan plak pleura terkalsifikasi atau tidak
terkalsifikasi
dapat ditemukan opasitas ground glass

Farmers lung
normal diantara serangan akut; abnormal saat akut atau
subakut
dapat ditemukan konsolidasi air-space difus.

Occupational Lung Disease


Disease

Exposure

Clinical Findings

Silicosis

Silica in mining, quarrying, and tunneling;


stonecutting, polishing, and cleaning
monumental masonry; sandblasting and glass
manufacturing, foundry work, pottery and
porcelain manufacturing, brick lining, boiler
scaling, and vitreous enameling, Coal miners

Lung silicosis, pneumonitis, fibrosis of


lung, Chronic cough, may be
asymptomatic
Diffuse airspace or ground-glass disease
in a perihilar distribution with air
bronchograms.
Egg-shell calcifications in hilar and
mediastinal lymph nodes

Byssinosis

Textile workers exposed to the dust of cotton,


flax, hemp, and jute

Acute dyspnea, cough, wheezing


Xray:diffuse, ill-defined haziness,
predominantly in the lower lung zones

Bagassosis

Hypersensitivity Pneumonitis caused due to


inhalation of sugarcane fiber waste

Shortness of breath, coughing blood,


low grade fever.
Xray: mottling of lungs or may show a
shadow.

Farmers
lung

breathing in dust containing the spores of special,


heat-tolerating bacteria or moulds often found
on moldy crops. Spores from two types of
bacteria, "Micropolyspora faeni" and
"Thermoactinomyces vulgaris", and certain types
of moulds called "Aspergillus"

Diffuse air-space consolidation is


typical of acute farmer's lung (with
acute antigen exposure). Nodular or
reticulonodular pattern is characteristic
of the subacute phase

21. Ketoasidosis Diabetik


Pencetus KAD:
Insulin tidak
adekuat
Infeksi
Infark

Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)
Harrisons principles of internal medicine

21. Ketoasidosis Diabetik

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001

21. Diabetes Mellitus


Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin. Dimulai setelah diagnosis
KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

21. Diabetes Mellitus


Hyperglycemic hyperosmolar state
Tipe pasien: lansia dengan DM tipe 2, riwayat poliuria
lama, turun berat badan, intake oral berkurang, & berakhir
dengan penurunan kesadaran.

Pemeriksaan: dehidrasi & hiperosmol, hipotensi,


takikardia, gangguan status mental.
Gejala yang tidak ada pada HHS: mual, muntah, nyeri
abdomen, napas Kussmaul yang merupakan ciri KAD.

HHS sering dipresipitasi penyakit berat seperti SKA, stroke,


sepsis, pneumonia.
Harrisons principles of internal medicine

22. Varicose Vein

22. Varicose Vein

22. DVT
Signs and symptoms of DVT include :
Pain in the leg
Tenderness in the calf (this is one of the most
improtant signs )
Leg tenderness
Swelling of the leg
Increased warmth of the leg
Redness in the leg
Bluish skin discoloration
Discomfort when the foot is pulled upward (Homans)

Complication of DVT
Pulmonary embolism
Most serious complication of DVT.

Chronic venous insufficiency


Long-term DVT can degenerate the venous valve.

Post-phlebitic syndrome
Long term complication which occurs due to
damage and scarring to the vein swelling,
discomfort and skin pigmentation.

23. GI Drugs Side Effect

23. Extrapyramidal Syndrome


EPSs, or abnormal induced movement disorders,
unwanted symptoms commonly originating from the
use of antipsychotic medications.

The four different groups of symptoms include


akathisia, dystonia, pseudoparkinsonism, and
dyskinesia.
D2 antagonists blockage of dopamine
receptors in the basal ganglia reduction of
dopamine responses to the brain EPS

23. Extrapyramidal Syndrome


Drugs that commonly causes EPS
Neuroleptics (antipsychotics) haloperidol
Antiemetics metochlopramide
Antidepressant clonazepam, diazepam,
methylfenidate, etc.
Oral contraceptive (rare)

24. Thyroid Disease


Thyroiditis:
Acute:
Bacterial (tender goiter, may be asymmetric, fever, dysphagia,
erythema, lymphadenopathy, ESR, TSH/FT4 N)
radiation, amiodarone, trauma.

Subacute:
Transient thyrotoxicosis transient hypothyroidism normal
thyroid.
Painful, enlarged goiter (viral, granulomatous, or de Quervain): fever,
ESR
Silent (postpartum, autoimmune): painless difuse enlargement or
could be normal, TPO Ab (+), ESR N

Chronic
Hashimotos thyroiditis
Riedels (idiopathic fibrosis, hard nontender, normal function test)
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

24. Tiroiditis Subakut


Tiroiditis subakut dibagi atas ada tidaknya rasa
sakit:
1. Disertai rasa sakit (Subacute painful thyroiditis)
2. Tidak disertai rasa sakit

Tiroiditis limfositik subakut


Tiroiditis post partum
Tiroiditis karena obat

24. Tiroiditis Subakut


Subacute thyroiditis is a self-limited thyroid
condition associated with a triphasic clinical
course of hyperthyroidism, hypothyroidism, and
return to normal thyroid function.
Subacute thyroiditis may be responsible for 1520% of patients presenting with thyrotoxicosis
and 10% of patients presenting with
hypothyroidism.
Recognizing this condition is important because it
is self-limiting.

24. Tiroiditis Subakut


Characteristic course of subacute thyroiditis

Clinical manifestation:
Hyperthyroid pain, palpitation
Hypothiroidism fatigue

24. Tiroiditis Subakut


Tatalaksana
Tidak diperlukan pengobatan antitiroid karena
self-limiting disease, sehingga penatalaksanaan
lebih pada kontrol gejala
Gejala hipertiroid utamanya nyeri sehingga
diberikan NSAID dan beta bloker
Gejala hipotiroid jika kelemahan menyebabkan
penurunan aktivitas dapat diberikan levotiroksin
selama 6 bulan, kemudian dihentikan.

25. Asidosis
KAD produksi keton
meningkat dan dehidrasi
asidosis

25. Asidosis metabolik


Penurunan kadar ion HCO3 diikuti dengan
penurunan tekanan parsiil CO2 di arteri
Penurunan kadar ion HCO3 sebesar 1 meq/L akan
diikuti oleh penurunan pCO2 1,2 mmHg
Penyebab asidosis metabolik
Pembentukan asam yang berlebihan
Berkurangnya kadar ion HCO3
Adanya retensi ion H

Kompensasi paru hiperventilasi penurunan


tekanan CO2

25. Asidosis metabolik


Tampilan klinis asidosis metabolik
pH >7,1 fatigue, sesak nafas (Kussmaul), nyeri
perut, nyeri tulang, mual/muntah
pH<7,1 gejala diatas, efek inotropik negatif,
aritmia, konstriksi vena perifer, dilatasi arteri
perifer, penurunan tekanan darah, aliran darah ke
hati menurun, konstriksi pembuluh darah paru
Asidosis letal jika pH<7 atau kadar ion H
>100nmol/L
Koreksi asidosis metabolik pemberian
bikarbonat

25. Asidosis metabolik


Koreksi asidosis metabolik
Pada penurunan fungsi ginjal,
koreksi dapat dilakukan secara
penuh hingga kadar HCO3 2022 meq/L
Pada KAD,koreksi jika HCO3 <
5 meq/L atau bila terjadi
hiperkalemia berat, koreksi
hingga target HCO3 10 meq/L
Penghitungan koreksi
bikarbonat adalah dengan
menentukan ruang bikarbonat
(Ru-bikar)
Rumus koreksi biknat:
Rerata Ru-bikar x BB x HCO3

Ru-bikar: (0,4 + (2,6:HCO3)) x


BB
Tentukan Ru-bikar saat ini
dan Ru-bikar target.
Contoh: kadar biknat 10,
target 20
Ru-bikar 10 = (0,4 + (2,6:10))
x BB = 66%BB
Ru-bikar 20 = (0,4 + (2,6:20))
x BB = 53%BB
Rerata rubikar = 59,5%BB
Jika BB 60 kg, kebutuhan
bikarbonat:
0,59 x BB (60) x delta biknat
(20-10) = 357 mEq

26. Sindrom Klinefelter

Down Syndrome

27. Hipertensi
Beta bloker tidak boleh diberikan untuk pasien asma
karena menurunkan volume ekspirasi paksa & respons
obat bronkodilator.
ACE inhibitor sebaiknya dihindari karena memiliki efek
samping menginduksi batuk dan bronkospasme yang
diakibatkan oleh penumpukan kinin di jaringan paru.
Calcium antagonist tidak memiliki efek samping yang
mengganggu saluran napas & memiliki sedikit efek
menurunkan reaktivitas bronkus boleh untuk asma.

CCB dihidropiridine amlodipin, nifedipin, nicardipin,


etc

28. Hiperkalemia

28.
Hiperkalemia

Kalium > 5,5 mmol/L


Penurunan eksresi kalium
pada pasien CKD
Tanda dan gejala:
iritabilitas otot dan saraf,
takikardia, diare,
perubahan EKG, aritmia
jantung, paralisis

29. Penyakit ginjal kronik (CKD)

29. Penyakit ginjal kronik (CKD)

PENYAKIT GINJAL

29. Penyakit ginjal kronik (CKD)


Terapi Penyakit Dasar PGK
Waktu yang optimal untuk memberikan terapi untuk penyakit
dasar PGK adalah sebelum terjadinya penurunan LFG (Tabel)
Namun bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal,
terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

Memperlambat Progresifitas PGK


Faktor utama yang menyebabkan perburukan fungsi ginjal
adalah adanya hiperfiltrasi intraglomerular yang disebabkan
oleh berkurangnya massa ginjal dan aktivasi sistem reninangiotensin.
Hiperfiltrasi ini kemudian menyebabkan terjadinya kebocoran
protein melewati glomerulus sehingga timbul proteinuria
Sehingga, cara yang penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
adalah dengan pembatasan asupan protein dan memberikan
obat antihipertensi untuk mengontrol hipertensi sistemik dan
glomerular.

29. Penyakit ginjal kronik (CKD)


Anemia
Penanganan anemia pada PGK adalah dengan memberikan EPO
Status besi harus selalu diperhatikan karena EPO memerlukan
besi untuk dapat bekerja
Transfusi harus dihindari kecuali anemia gagal berespon
terhadap pemberian EPO dan pasien simptomatik
Sasaran Hb menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 gr/dl.

Dalam penanganan nefropati diabetik diperlukan kontrol


gula darah yang baik
Kadar glukosa preprandial yang direkomendasikan adalah 90130 mg/dl dan kadar HbA1c harus <7%.

29. Penyakit ginjal kronik (CKD)


Pemberian terapi antihipertensi
Untuk menurunkan albuminuria dan mengurangi progresifitasnya
meskipun pada pasien diabetes yang normotensi
Secara umum, penggunaan ACE inhibitor dan ARB memiliki efek
renoprotektif, dengan jalan menurunkan tekanan intraglomerular
dan menginhibisi jalur angiotensin yang menginduksi sklerosis
ginjal, serta menghambat jalur mediasi TGF-.

Osteodistrofi renal
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol
(1.25(OH)2D3) , asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
Pemberian pengikat fosfat seperti garam kalsium, alumunium
hidroksida, atau garam magnesium dapat diberikan untuk
menghambat absorpsi fosfat
Garam kalsium yang banyak digunakan adalah kalsium karbonat
(CaCO3) dan kalsium asetat.

29. Penyakit ginjal kronik (CKD)


Imbalans cairan dan elektrolit
Berasumsi bahwa insensible water loss adalah 500-800 ml/hari (sesuai dengan
luas permukaan tubuh), maka air yang masuk per hari dianjurkan 500-800 ml
ditambah jumlah urin
Elektrolit yang harus diawasi kadarnya adalah kalium karena hiperkalemia
dapat menyebabkan aritmia jantung
Selain itu, natrium juga perlu diawasi untuk mengendalikan hipertensi dan
edema

Terapi pengganti ginjal diindikasikan bila klirens kreatinin <15


ml/menit
Dibandingkan dengan pasien nondiabetik, hemodialisis pada pasien DM lebih
sering menimbulkan komplikasi seperti hipotensi (karena adanya neuropati
autonom yang menyebabkan hilangnya refleks takikardia), sulitnya akses vena,
dan cepatnya progresi retinopati

Terapi Pengganti Ginjal


Indikasi memulai terapi pengganti ginjal pada GGA:
Oligouria: urine output<200 cc/ 12 jam
Anuria: urine output<50 cc/ 12 jam
Hiperkalemia: K+>6,5 mmol/L
Asidemia berat: pH <7
Azotemia: kadar urea >200 mg/dL
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma: Na +>155 mmol/L atau <120
mmol/L
Hipertermia
Keracunan obat

30. Intoksikasi Asam Jengkolat


Jengkol mengandung asam jengkolat & sulfur yang dapat mengkristal di
tubulus renal menimbulkan uropati obstruktif, acute kidney injury, atau
penyakit ginjal kronik.
Intoksikasi akut dapat terjadi 5-12 jam setelah makan jengkol

Manifestasi klinis:

Nyeri pinggang
Kolik abdomen
Oliguria
Hematuria

Terapi:
Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam kengkolat

30. GANGGUAN GINJAL AKUT

Definisi

Gangguan ginjal akut (GGA)


adalah kondisi penurunan
mendadak faal ginjal dalam 48
jam berupa kenaikan kadar
kreatinin serum 0,3 mg/dl (26,4
mol/l), atau presentasi kenaikan
kreatinin serum 50% (1,5 kali
kenaikan dari nilai dasar), atau
pengurangan produksi urin
(oligouria yang tercatat 0,5
ml/kg/jam dalam waktu lebih dari
6 jam).

30. Gangguan Ginjal Akut


Jengkol mengandung asam jengkolat melewati
membran glomerulus mengendap sebagai
kistal-kristal
Gejala:

Nyeri perut
Nyeri saat BAK
Oligouria
Hematuria
Uremia

Tatalaksana Natrium bikarbonat, dialisis bila


diperlukan

30. GANGGUAN GINJAL AKUT

Gambar 11. Klasifikasi GGA menurut RIFLE dan AKIN (Sumber:


Cruz,N.D.,et al, 2009. Critical Care 13:211).

Klasifikasi
Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria RIFLE yang
diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada upaya dari kelompok Acute
Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.

GGA prerenal (~55%)


Disebabkan oleh berbagai kondisi yang
menimbulkan hipoperfusi ginjal
penurunan fungsi ginjal tanpa ada kerusakan
parenkim yang berarti.
Dengan kata lain, kondisi syok dapat
menyebabkan GGA prerenal.
Syok adalah kondisi hemodinamik yang tidak
normal sehingga mengakibatkan perfusi dan
oksigenasi jaringan tidak adekuat.

GGA renal (~40%)


GGA renal disebabkan oleh kondisi yang menyebabkan
kerusakan langsung pada parenkim ginjal
Proses inflamasi memegang peranan penting pada
patofisiologi GGA yang terjadi karena iskemia
Dari seluruh sebab GGA renal, nekrosis tubular akut (NTA)
merupakan yang terpenting karena dapat disebabkan oleh
banyak kondisi
Kelainan pada NTA melibatkan komponen vaskular dan
tubuler.
a.
b.
c.
d.
e.

Obstruksi renovaskular
Penyakit pada glomerulus atau pembuluh darah
Nekrosis tubular akut
Nefritis interstitial
Obstruksi intratubular

GGA postrenal (~5%)


Gangguan yang berhubungan dengan obstruksi
saluran kemih
Pada awal obstruksi (jam hingga hari), terjadi
peningkatan tekanan intraluminal di proximal dari
obstruksi
Akibatnya, terjadi distensi gradual dari strukturstruktur pada tempat tersebut dan akhirnya
menyebabkan penurunan LFG.
a. Obstruksi ureter
b.Obstruksi leher vesica urinaria
c. Obstruksi urethra

Patofisiologi GGA

Mekanisme GGA. ( Sumber: Lattanzio, M.R. dan Kopyt, N.P., 2009. New Concepts in Definition, Diagnosis, Pathophysiology, and Treatment, J Am
Osteopath Assoc, 109:13-19.).

Tanda dan Gejala GGA


Organ

Temuan klinis

Kulit

Livido reticularis, iskemia jari-jari, butterfly rash, purpura, vaskulitis sistemik.


Maculopapular rash ditemukan pada nefritis interstitial alergi.

Mata

Keratitis, iritis, uveitis, konjungtiva kering: ditemukan pada vaskulitis autoimun.


Jaundice: penyakit liver.
Band keratopathy (karena hiperkalsemia): mieloma multipel.
Retinopati diabetes.
Retinopati hipertensi.
Atheroemboli.

Kardiovaskular

Nadi iregular: tromboemboli.


Murmur: endokarditis.
Pericardial friction rub: perikarditis uremikum.
JVP meningkat, ronki basah basal, S3: gagal jantung.

Abdomen

Massa pulsatil atau bruits: atheroemboli.


Nyeri tekan abdomen atau CVA: nefrotlitiasis, nekrosis papilar, trombosis arteri atau vena
renalis.
Massa pada pelvis atau rektum, hipertorofi prostat, distensi bladder: obstruksi saluran
kemih.
Iskemia, edema ekstremitas: rabdimiolisis.

Pulmo

Ronki: sindro Goodpasture, Wegener granulomatosis.


Hemoptysis: Wegener granulomatosis.

Diagnosis GGA

Epidemiologi, gambaran klinis, dan diagnosis sebab mayor GGA. ( Sumber: Liu, D.K. dan Chertow, G.M., 2013. Harrisons Principles of Internal
Medicine 18th edition, McGrawHill, chp. 279).

Terapi Spesifik : GGA Prerenal


Pemberian terapi cairan pengganti harus disesuaikan dengan
kondisi pasien.
Pilihan cairan:
Larutan Ringer Laktat (pilihan utama), larutan NaCL (berpotensi menimbulkan
asidosis hiperkloremik).

Dosis:
Pada pemberian awal bolus cepat 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg BB
pada anak nilai respon untuk memutuskan penanganan lanjutannya
Perhitungan jumlah total volume kristaloid yang dibutuhkan dikenal dengan 3
for 1 rule mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml
kristaloid.

Obat-obatan:
Pasien gagal jantung agen inotropik, penurun preload dan afterload,
antiaritmia, atau tindakan invasif seperti intraaortic ballon pumps
Selama pemberian terapi cairan, dokter harus memperhatikan timbulnya
ascites dan edema paru.

Terapi Spesifik
GGA renal (~40%)
NTA iskemik
Pengembalian perfusi renal dilakukan dengan pemberian resusitasi cairan
dan agen vasopressor.

NTA nefrotoksik
Eliminasi agen nefrotoksiknya, juga dapat diberikan penanganan spesifik
untuk toksinnya, misalnya forced alkaline diuresis dilakukan untuk
rabdomiolisis, dan allopurinol/rasburicase untuk sindrom lisis tumor.

Glukokortikoid dan agen imunosupresan lainnya dapat diberikan


pada GGA renal yang lain seperti pada glomerulonefritis akut,
vaskulitis renal, dan nefritis intersititial alergik.
GGA postrenal (~5%)
Menghilangkan obstruksi

Terapi suportif dan pencegahan komplikasi


GGA
Kelebihan volume intravskular
pembatasan garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari), diuretik (Furosemid),
ultrafiltrasi atau dialisis.

Hiponatremia
pembatasan asupan air (<1 L/hari), hindari infus cairan hipotonik
termasuk larutan yang mengandung dextrose.

Hiperkalemia

pembatasan asupan kalium (<40 mmol/hari)


hindari diuretik hemat kalium
gunakan loop-diuretic untuk meningkatkan ekskresi kalium
potassium binding ion-exchange resins (seperti sodium polystyrene
sulfonate atau Kayexelate)
insulin (10 U) dan glukosa (50 ml dekstrosa 50%) untuk meningkatkan
masuknya kalium ke intrasel
2-agonis (salbutamol 10-20 mdg inhalasi atau 0,5-1mg iv)
kalsium glukonas (10 ml larutan 10% dalam 2-5 menit) untuk stabilisasi
miokardium.

Terapi suportif dan pencegahan


komplikasi GGA
Asidosis metabolik
natrium bikarbonat (upayakan bikarbonat serum >15 mmol/L,
pH >7,2).

Hiperfosfatemia
pembatasan asupan fosfat (800 mg/hari), obat pengikat fosfat
(kalium asetat, kalsium karbonat).

Hipokalsemia
kalsium karbonat atau kaslium glukonat (10-20 ml larutan 10%).

Nutrisi
pembatasan asupan protein (0,8-1 g/kg BB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolik, karbohidrat (100 g/hari).

Pemilihan agen terapi


hindari obat-obat nefrotoksis seperti ACE inhibitor/ARB,
eminoglikosida, NSAID, radiokontras kecuali sangat
membutuhkan dan tidak ada alternatif lain.

Terapi Pengganti Ginjal


Indikasi memulai terapi pengganti ginjal pada GGA:
Oligouria: urine output<200 cc/ 12 jam
Anuria: urine output<50 cc/ 12 jam
Hiperkalemia: K+>6,5 mmol/L
Asidemia berat: pH <7
Azotemia: kadar urea >30 mmol/L
Ensefalopati uremikum
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma: Na+>155 mmol/L atau
<120 mmol/L
Hipertermia
Keracunan obat

31. Efusi Pleura


Volume cairan pleura normal
< 30 mL
Terbentuk dari ultrafiltrasi
plasma dari kapiler di pleura
viseral
Fungsi: meminimalkan
gesekan antar-pleura

1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graffs Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.

31. Efusi Pleura


Tekanan hidrostatik kapiler
mendorong cairan ke
ekstravaskular
Permeabilitas kapiler menjaga
keseimbangan pertukaran zat
intra-ekstavaskular
Tekanan onkotik menjaga
cairan tetap di dalam
intravaskular
Saluran limfatik, tempat aliran
molekul besar yang tidak bisa
masuk ke kapiler

1.Strasinger SK, Di Loren zo MS. Serous flu id. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Ph iladelphia:
F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.

31. Efusi Pleura


Tekanan hidrostatik kapiler
Contoh: CHF
Permeabilitas kapiler
Contoh: inflamasi/infeksi

Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)

Tekanan onkotik

Contoh: hipoalbuminemia
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..

EFUSI PLEURA
Perbedaan eksudat
dengan transudat
Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5
Transudat

Eksudat

Rivalta

Kriteria light
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5

31. Efusi Pleura

31. Efusi Pleura

31. Efusi Pleura

Garis Ellis-Damoiseau garis lengkung konveks dengan puncak pada


garis aksilaris media
Segitiga Garland daerah timpani yang dibatasi vertebrae torakalis,
garis Ellis-Damoiseau dan garis horizontal yang melalui puncak cairan
Segitiga Grocco daerah redup kontralateral yang dibatasi garis
vertebrae, perpanjangan garis Ellis-Damoiseau ke kontralateral dan
batas paru belakang

32. Diabetes Mellitus


Kriteria diagnosis DM:

1.

Glukosa darah puasa 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam, atau

2.

Glukosa darah-2 jam 200 mg/dL pada Tes Toleransi Glukosa Oral
dengan beban glukosa 75 gram, atau

3.

Pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL dengan keluhan


klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained weight loss),
atau

4.

Pemeriksaan HbA1C 6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Catatan:
Kecuali terdapat diagnosis klinis yang jelas (contoh: pasien dengan krisis
hiperglikemik atau dengan gejala klasik hiperglikemia dan GDS >200 mg/dL,
tes kedua diperlukan untuk konfirmasi.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.
American Diabetes Association 2016

Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 PERKENI 2011

Diabetes Mellitus
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
GDP 100-125 mg/dL, dan
TTGO-2 jam <140 mg/dL

Toleransi glukosa terganggu (TGT):


Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
Glukosa puasa <100 mg/dL

Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT


Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.

Diabetes Mellitus
Cara pelaksanaan TTGO:
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan &
beraktivitas seperti biasa,
Puasa minimal 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, boleh minum air tanpa gula,
Dilakukan pemeriksaan glukosa puasa,
Diberikan glukosa 75 gram dalam air 250 ml, diminum
dalam 5 menit,
Puasa kembali selama 2 jam,
Dilakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah
beban glukosa,
Selama proses pemeriksaan, subjek tetap istirahat & tidak
merokok.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.

33. Thyroid Disease


Waynes Index
Skor > 19:
hipertiroidisme.
Skor < 11:
eutiroidism.
Skor antara 11-19:
equivocal

33. Thyroid Disease


Billewicz Index:
A score > 25:
hypothyroidism.
A score < - 30:
Exclude
hypothyrodism

34. Tuberkulosis
Tipe Pasien

Definisi

Baru

Belum pernah/sudah pernah OAT <1 bulan

Kambuh/relaps

Pernah sembuh atau OAT lengkap, kembali BTA +

Defaulted/drop out

OAT >1 bulan, tidak mengambil obat 2 bulan

Gagal

Telah berobat tapi BTA tetap + pada akhir bulan ke-5

Kronik

BTA + dengan OAT kategori 2

Bekas TB

BTA -, Ro: tidak aktif

Paduan Obat

Tipe Pasien

Kategori 1:
2RHZE/4(RH)3

Pasien baru, TB paru BTA (-), TB ekstra paru.

Kategori 2
2RHZES/RHZE/5(RHE)3

Kambuh, gagal, default/drop out

Kategori anak
2RHZ/4RH

Anak dengan skor TB 6

Profilaksis anak
6INH 5-10 mg/kgBB

Anak dengan kontak penderita TB BTA (+)

Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk


memantau kemajuan hasil pengobatan:
1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :
Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis pengobatan tahap
lanjutan
Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan Akhir
Pengobatan)
2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1) :

Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur,


diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian OAT tahap lanjutan satu bulan. Apabila
hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat.
Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan dan diperiksa
ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).

Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 2):

Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur,


diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR,
segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT sisipan) dan diperiksa ulang dahak
kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT bulan ke 5 ).

3) Pada bulan ke 5 atau lebih :


Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila hasil
pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan pengobatan sampai
seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR .
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori
1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu sebab belum
bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT kategori 2 dari awal.
Pada pasien TB dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan
dengan paduan OAT kategori 2), pengobatan dinyatakan gagal. Harus
diupayakan semaksimal mungkin agar bisa dilakukan pemeriksaan uji
kepekaan atau dirujuk ke RS Pussat Rujukan TB MDR. Apabila oleh
karena suatu sebab belum bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau
dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan penjelasan, pengetahuan
dan selalu dipantau kepatuhannya terhadap upaya PPI (Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi).

35. Pneumonia
Pulmonary infiltrate, with/without
signs of infection (e.g., fever)
one of the most common &
serious complications in patients
whose immune defenses are
suppressed by:
Disease,
Immunosuppresive therapy for
organ transplants,
Chemotherapy for tumors, or
Irradiation.

Pneumonia
CMV infection:
Prominent intranuclear basophilic
inclusion spanning half the
nuclear diameter are usually set
off from the nuclear membrane
by a clear halo.
In the lungs, the alveolar
macrophages, epithelial and
endothelial cells are affected;
Affected cells are strikingly
enlarged, often to a diameter of
40 m, and the show cellular &
nuclear pleomorphism.

Pneumonia
Pneumocstis jirovecii/carini:
Dyspnea, fever, nonproductive
cough.
Tachypnea, tachycardia, and
cyanosis, but lung auscultation
reveals few abnormalties.
CXR: bilateral diffuse infiltrates
beginning in the perihilar
regions.
Definitive diagnosis is made by
histopatholoic staining
methenamine silver selectively
stain the wall of Pneumocystis
cysts.

Pneumonia

Mycoplama pneumonia is a disease of gradual and insidious onset of several days


to weeks.

A recent Cochrane review determined that M. pneumonia cannot be reliably


diagnose in children and adolescents with commnity-acquired pneumonia based
on clinical signs and symptoms.

The patients history may include the followintg:


Fever, generally low-grade
Malaise
Persistent,slowly worsening, incessant cough. The cough ranges from non-productive to mildly
productive with sputum discoloration developing late in the course of the illness. The absence
of cough makes the diagnosis of M. pneumoniae unlikely.
Headache
Chills but nor rigor
Scratichy sore throat
Sore chest and tracheal tenderness (result of the protracted cough)
Pleuritic chest pain (rare)
Wheexing
Dyspneua (ucommon)

36. Toksisitas Statin

Toksisitas Statin
Peningkatan ringan creatin kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.
Faktor risiko miopati akibat statin:

Usia > 70 tahun


Perempuan
Dosis terapi > 1,5 kali dosis maksimum
Gangguan fungsi hati/ginjal (klirens kreatinin <30 mL/min/1.73 m 2
Berat badan rendah

Terapi dapat dilanjutkan pada pasien yang asimptomatik jika


aminotransferase diawasi dan stabil.
Jika timbul nyeri otot, nyeri tekan, atau kelemahan otot, maka CK harus
diperiksa & obat dhentikan jika aktivitas CK meningkat signifikasn di atas
nilai rujukan

37. Asma
Definisi:
Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.

Episodik tersebut berhubungan


dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005

37. Asma
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan


Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004

37. Asma
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibilitas: perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
Menilai derajat berat asma

Manfaat arus puncak ekspirasi dengan spirometri atau


peak expiratory flow meter:

Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi


bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14
hari, atau respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu
Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan
variabiliti APE harian selama 1-2 minggu. Juga dapat digunakan
menilai derajat asma.
PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004

Asma

Asma

Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan dokter paru indonesia. 2004.

Pengobatan Asma

PDPI. 2011

Pengobatan
Asma

Terapi Maintenance Asma

Nilai selama 3 bulan, jika membaik step-down,


jika tidak terdapat perbaikan step-up

Asma

Terapi Maintenance Asma


Terapi kontroler:
Kortikosteroid inhalasi
LABA (prokaterol, bambuterol, formoterol,
salmeterol) kurang efektif jika digunakan agen
tunggal, harus kombinasi dengan ICS.
Leukotrien modifier (montelukast)

Asma
Controller

Asma Controller

38.Demam rematik
Penyakit sistemik yang terjadi
setelah faringitis akibat GABHS
(Streptococcus pyogenes)
Usia rerata penderita: 10 tahun
Komplikasi: penyakit jantung
reumatik
Demam rematik terjadi pada
sedikit kasus faringitis GABHS
setelah 1-5 minggu
Pengobatan:
Pencegahan dalam kasus faringitis
GABHS: penisilin/ ampisilin/
amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin
generasi I
Dalam kasus demam rematik:
Antibiotik: penisilin/eritromisin
Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
Untuk kasus korea:
fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.

38. Penyakit Jantung Rematik


Sekuelae demam reumatik akut yang tidak ditx adekuat
Manifestasi 10-30 th pasca DRA
Penyakit jantung katup
MS: fusi komisura fish mouth
AI + MS
AS + AI + MS

Source: Valvular Heart Disease. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. 2007.
Sabatine MS. Pocket Medicine. 4th ed. 2011.

Penyakit katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium menentukan ada tidaknya reuma aktif/reaktivasi.


EKG
Pada insufisiensi mitral yang ringan: Hanya terlihat gambaran P mitral dengan
aksis dan kompleks QRS yang masih normal. Pada tahap lanjut terlihat aksis
yang bergeser ke kiri dan disertai hipertrofi ventrikel kiri.

Foto toraks
Kasus ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung
biasanya normal.
Keadaan lebih berat: Terlihat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, serta
mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat perkapuran
pada anulus mitral.

Fonokardiografi: Mencatat konfirmasi bising dan mencatat adanya bunyi jantung


ketiga pada insufisiensi mitral sedang sampai berat.

Ekokardiografi
Mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral.
Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat regurgitasi.

39. Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis adalah stadium akhir fibrosis hepatik
progresif ditandai dengan distorsi arsitektur hepar dan
pembentukan nodul regeneratif.
Terjadi akibat nekrosis hepatoseluler
Sirosis hati kompensatabelum ada gejala klinis, namun
dapat ditemukan gejala awal mudah lelah, lemas, nafsu
makan berkurang, mual, BB turun
Sirosis hati dekompensata gejala klinis yang jelas
(komplikasi gagal hati dan hipertensi porta)

Etiologialkohol, hepatitis, biliaris, kardiak, metabolik,


keturunan, obat
Di Indonesia, 40-50% disebabkan oleh hepatitis B

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

39. Sirosis Hepatis

39. Ensefalopati Hepatikum


Kerusakan hepar
metabolisme ammonia
menurun kadar
ammonia meningkat

39. Ensefalopati Hepatikum

39. Ensefalopati Hepatikum


Lactulose
first-line therapy of HE menurunkan pH kolon dan
mengganggu uptake glutamin pada mukosa usus
menurunkan sintesis dan absorbsi amonia.

Antibiotic (rifaximin, neomycin)


menghambat glutaminase mukosa saluran cerna
menurunkan produksi amonia di usus.

Sodium benzoat
berinteraksi dengan glisin membentuk hipurat,
senyawa yang membutuhkan amonia ketika diekskresi
di renal.

Cirrhosis
Therapy
improve mental status by
diminishing the
absorption of ammonia &
other noxious substances
from the GI tract.

Lactulose (nonabsorbable
carbohydrate)
metabolized by microbes
acidic environment
trap ammonia as charged
NH4+ excreted by the
resultant osmotic diarrhea.

Pathophysiology of disease. 2nd ed. Springer; 2006.

40. Antibiotic-associated diarrhea


Mild diarrhea, 3-4 loose stools per day.
Usually relieved with fasting
Mild or absent of fever, pain, and elevated
white blood cells.
Feval leukocytes and C. difficile assays usually
negative.
Diarrhea usually subsides with discontinuation
of antibiotics.

40. Antibiotic-associated diarrhea


Causes of AAD:
Results of the disruption of the normal microflora
in the gut.
Overgrowth of microorganisms that induce
diarrhea
Decrease in metabolism of carbohydrates and bile
acids.

40. Antibiotic-associated diarrhea


Antibiotics commonly associated with diarrhea:
More frequent

Less frequent

Cephalosporins (3rd and 4th generation)

Ticarcillin-clavulanate

Ampicillin/Amoxicillin

Metronidazole

Clindamycin

Fluoroquinolones

Other penicillins

Rifampin

Macrolides

5-fluorouracil

Tetracyclines

Methotrexate

Trimethoprim-sulfamethoxazole

Cyclophosphamide

40. Antibiotic-associated diarrhea

41. Initial Assessment


Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan
yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu
berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah,
cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment (
penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:


1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik
ATLS Coursed 9th Edition

Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )

3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada
setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan
kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi

ATLS Coursed 9th Edition

ATLS Coursed 9th Edition

Cervical in-lin immobilization

Indikasi Airway definitif

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi


1. Penilaian
a) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan
kontrol servikal in-line immobilisasi
b) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
c) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali
kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris
atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera
lainnya.
d) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
e) Auskultasi thoraks bilateral

2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter

3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition

ATLS Coursed 9th Edition

C. Circulation dengan kontrol perdarahan


1. Penilaian
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal


Mengetahui sumber perdarahan internal
Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus.
Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya
resusitasi masif segera.
Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
Periksa tekanan darah

2. Pengelolaan
1.
2.
3.

4.
5.
6.

Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal


Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada
ahli bedah.
Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk
pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan
darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.
Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur
pelvis yang mengancam nyawa.
Cegah hipotermia

3. Evaluasi

Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition

42. Torsio Testis

43. Appendisitis

Alvarado Score

44. Hirschsprung
Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach

EPIDEMIOLOGI
1 diantara 5000
kelahiran hidup
Laki-laki > wanita

Faktor genetik

ETIOLOGI

Kegagalan
perkembangan
pleksus submukosa
Meissner dan pleksus
mienteric Auerbach
di usus besar

Tidak terdapatnya sel


ganglion parasimpatis
dari pleksus Auerbach
di colon

Terbentuknya
panjang terminal
aganglionik usus
besar yang bervariasi

PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 12
Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif
tidak ada, sfingter ani
internus gagal
mengendur pada
distensi rectum

Ganglion
parasimpatik
intramural tidak ada

Defekasi terganggu

obstruksi

Distensi abdomen

Colon tidak
mengembang

konstipasi

MANIFESTASI KLINIS

KETERLAMBATAN EVAKUASI MEKONIUM

MUNTAH HIJAU

DISTENSI ABDOMEN

DIAGNOSA

GAMBARAN KLINIS
COLOK DUBUR
PEM.PENUNJANG :

BNO POLOS
Gambaran
hearing bone

BARIUM
ENEMA
Gambaran
zona transisi

Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada


abdomen
Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
Abdomen polos
Dilatasi usus
Air-fluid levels.
Empty rectum

Contrast enema
Transition zone
Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
Delayed evacuation of barium

Biopsy :
absence of ganglion cells
hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,

PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi
mengatasi obstruksi,
mencegah terjadinya enterocolitis
membuang segmen aganglionik
mengembalikan kontinuitas usus

TERAPI
SEMENTARA

PEMBEDAHAN

COLOSTOMY

RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON
DEFINITIF
ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE

45. Pneumothorax
Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura

KIRCHER & SWARTEL

A.Ba.b
A.B

X 100% = LUAS PNEUMOTORAK

Jenis pneumotorak berdasarkan fistel


Pneumotorak tertutup (Simple Pneumothorax)
Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup secara
spontan

Pneumotorak terbuka (Open Penumothorax)


Ada hub antara pleura dengan brokus
Ada hub antara pleura dengan dinding dada
Pneumotorak ventil (Tension Pneumothorax)
Berbahaya oleh karena termasuk kegawatan paru
Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi tidak
bisa keluar
Gejala mendadak dan makin lama makin berat
Segera pasang wsd atau mini wsd ( kontra ventil )

Jenis Pneumotorak Menurut kejadian

P. spontan
Primer ( idio patik )
Sekunder ( disertai py dasar )
P. traumatik
P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
P. katamenial
Terapeutik

Udara

Ruptur / kebocoran
dinding alveol

Intertisial paru

Septa lobuler
Perifer

Bleb

Distensi

Pecah

Pneumotoraks

Pato fisiologi

Sentral

Pneumomediastinum

Mekanisme pneumotorak

Diagnosis pneumotorak
Anamnesis
o Gejala penyakit dasar
o Sesak napas mendadak
o Nyeri dada
o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya
PF Takipnea Taki kardi
PF Paru
In : Tertinggal pada pergerakan napas, lebih cembung ,
sela iga melebar
Pal: Fremitus melemah , Deviasi trakea
Per: Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ
Aus: Suara napas melemah / tidak terdengar

Diagnosis pneumotorak
Ro :
Paru kolaps
Pleural line
Daerah avascular
Hiper radio lusen
Sela iga melebar
tanda-tanda pendorongan
Kalau kurang jelas ro torak CT Scan Thorak
NB: tidak dilakukan pada kasus tension
pneumotoraks

PNEUMOTORAKS

WSD

46. Hemoroid

47. TRAUMA GINJAL


MEKANISME TRAUMA :
Langsung
Tidak langsung ( deselerasi)
JENIS TRAUMA:
Tajam
Tumpul
PENCITRAAN
BNO IVP
CT SCAN
MRI
USG TIDAK DIANJURKAN.

DIAGNOSIS
Cedera di daerah
pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
Hematuri (gross /
mikroskopik )
Fraktur costa bg bawah atau
proc.Spinosus vertebra.
Kadang syok
Sering disertai cedera organ
lain

KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE I : KONTUSIO DAN
SUBKAPSULAR HEMATOM

GRADE II : LASERASI KORTEK DAN


PERIRENAL HEMATOM

KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE III : LASERASI DALAM
HINGGA KORTIKOMEDULARI
JUNCTION

GRADE IV : LASERASI MENEMBUS


KOLEKTING SISTEM

KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE V : TROMBOSIS ARTERI
RENALIS,AVULSI PEDIKEL DAN
SHATTERED KIDNEY.

GRADE I DAN II
: CEDERA
MINOR (85%)
GRADE III , IV DAN V : CEDERA
MAYOR. (15%)

KOMPLIKASI

PENATALAKSANAAN
KONSERVATIF

Trauma minor ( awasi vital


sign)

OPERASI
Absolut
Hematom yg pulsatif
Laserasi mayor parenkim dan
pembuluh darah
Relatif
Ekstra vasasi,non viable
tissue,inkomplet
staging,trombosis arterial

AWAL

Perdarahan
Urinoma
Abses peri renal
Urosepsis
Fistula renokutan

LATE

Hipertensi
Hidronefrosis
Urolithiasis
Pyelonefritis kronik

48. Fraktur Patologis Os Femur


Fraktur patologis

fraktur yang terjadi pada tulang yang abnormal


Tulang yang abnormal tersebut bisa sangat lemah sehingga fraktur terjadi dengan trauma
ringan atau bahkan pada aktivitas biasa.

Tulang yang sering terkena:

Vertebra
Pelvis
Femur tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis
Paling sering membutuhkan intervensi pembedahan
Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87%
terjadi pada femur proksimal dan shaft femur.

Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada
orang tua

Umur rata-rata 77 tahun pada wanita


72 tahun pada laki-laki
80% terjadi pada wanita
Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan trauma hebat
Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah osteoporosis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

Osteoporotic proximal femur fractures: a) proximal femoral neck fracture b) middle femoral neck
fracture c) basilar femoral neck fractures d) inter and subtrochanteric fracture.

Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas).

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

49. Lipoma

50. Osteokondroma
Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis
neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat
Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu
hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-selnya dapat menjadi
dewasa).

Klinis:
Terdapat pada usia dewasa muda
benjolan yang keras dan tidak terasa sakit
tumbuh sangat lambat.

Lokasi:
bagian metafisis tulang panjang terutama pada bagian distal femur,
proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %), pelvis dan scapula.

Gambaran foto plain

tulang yang bertangkai diluar pertumbuhan daerah metafisis


Bentuk lesi yang seragam
kartilago dengan kalsifikasi
Corteks dan medulla dihubungkan oleh lesi

Radiologi

Solitary benign pedunculated


osteochondroma of the femur in a 22-yearold man

Bentuknya ada dua macam:


Bertangkai/pedunculatedspt
bunga kol
Mempunyai dasar yang lebar
(Sessile)

Benign solitary sessile osteochondroma of the


fibula in a 19-year-old man

Patologi:
terdapat trabekula matur tulang kortikal dengan sel-sel
kartilago yang seragam
Ketebalan kurang dari 1 cm
Beberapa pulau kecil yang sama bentuknya.

Terapi:
Bila tumor memberikan keluhan karena menekan struktur
didekatnya seperti tendon, saraf, maka dilakukan eksisi

Prognosis:
Baik
Komplikasi degenerasi ganas (menjadi Kondrosarkoma)
lebih kurang 1 %.

51. Trauma Dada


Diagnosis

Etiologi

Tanda dan Gejala

Hemotoraks

Laserasi
pembuluh darah
di kavum toraks

Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,


takikardia, Frothy/ bloody sputum.
Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.

Simple
pneumotoraks

Trauma tumpul
spontan

Jejas di jaringan paru sehingga menyebabkan


udara bocor ke dalam rongga dada.
Nyeri dada, dispneu, takipneu.
Suara napas menurun/ menghilang, perkusi
dada hipersonor

Open
pneumotoraks

Luka penetrasi di Luka penetrasi menyebabkan udara dari luar


area toraks
masuk ke rongga pleura.
Dispneu, nyeri tajam, empisema subkutis.
Suara napas menurun/menghilang
Red bubbles saat exhalasi dari luka penetrasi
Sucking chest wound

Diagnosis

Etiologi

Tanda dan Gejala

Tension
pneumotoraks

Udara yg terkumpul
Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,
di rongga pleura tidak Dispneu, takipneu, takikardia, distensi
dapat keluar lagi
vena jugular, hipotensi, deviasi trakea.
(mekanisme pentil)
Penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas menghilang, perkusi
hipersonor.

Flail chest

Fraktur segmental
Nyeri saat bernapas
tulang iga,
Pernapasan paradoksal
melibatkan minimal 3
tulang iga.

Efusi pleura

CHF, pneumonia,
keganasan, TB paru,
emboli paru

Sesak, batuk, nyeri dada, yang


disebabkan oleh iritasi pleura.
Perkusi pekak, fremitus taktil menurun,
pergerakan dinding dada tertinggal
pada area yang terkena.

Pneumonia

Infeksi, inflamasi

Demam, dispneu, batuk, ronki

52. Gastroskisis & Omphalocele

53. Penanganan Fraktur


1. Tempat kejadian
Masyarakat,

(Injury

Sosial

Disarter)

worker,

Polisi,

petugas medis dll


2. Pra Hospital (Transportation)
3. Hospital Emergency Room, Operating
Room, ICU, Ward Care
4. Rehabilitasi Physical, Psycological

Tujuan Penanganan Fraktur


1. Life saving Prioritas utama
2. Limb saving

Penanganan Nyeri (Relieve pain)

Mengembalikan fungsi (Restore optimum function)

Tindakan Non Operatif

Tindakan Operative

Yang Mempengaruhi Penanganan

Umur

Kelamin

Pekerjaan

Keadaan Fraktur Patologis non Patologis

Penyakit penyerta

Emergency Orthopaedi

Jika tak ditolong segera bisa terjadi

1. Fraktur terbuka

Fraktur disertai hancurnya jaringan (Major crush


injury)

Fraktur dengan amputasi

2. Fraktur dengan ggn neurovaskuler (Compartmen


Syndrome)
3. Dislokasi sendi

Pertolongan Pertama (First Aid)


Life Saving ABCD
Obstructed Airway
Shock : Perdarahan Interna /External
Balut tekan, IV fluid
Limb Saving
Reliave pain Splint & analgetic
Pergerakan fragmen fr
Spasme otot
Udema yang progresif.

Transportasi penderita Dont do harm

Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
R 1 = Recognizing

Anamnesa, PE, Penunjang


R 2 = Reduction

= Diagnosa
= Reposisi

Mengembalikan posisi fraktur keposisi sebelum


fraktur
R 3 = Retaining = Fiksasi /imobilisasi

Mempertahankan hasil fragmen yg direposisi


R 4 = Rehabilitation

Mengembalikan fungsi kesemula

Retaining (Imobilisasi)

Mempertahankan hasil reposisi sampai tulang


menyambung

Kenapa ssd reposisi harus retaining


Manusia bersifat dinamis
Adanya tarikan tarikan otot
Agar penyembuhan lebih cepat

Menghilangkan nyeri

Cara Retaining (Imobilisasi)

Isitrahat

Pasang splint / Sling

Casting / Gips

Traksi Kulit atau tulang

Fiksasi pakai inplant

Sling / Split

Sling : Mis Arm Sling

Splint/ Pembidaian

Cara Imobilisasi

Casting / Gips

Hemispica gip

Long Leg Gip

Below knee cast

Umbrical slab

Retaining (Imobilisasi)
Traksi

Cara imobilisasi dengan menarik

bahagian proksimal dan distal


secara terus menerus.
1. Kulit
2. Tulang

Retaining (Imobilisasi)

Fiksasi pakai inplant


Internal fikasasi
Plate/ skrew

Intra medular nail Kuntsher Nail


Ekternal fiksasi

54. Fibrocystic Disease


Dikenal juga sebagai mammary displasia
benjolan payudara yang sering dialami oleh
sebagian besar wanita.

Benjolan ini harus dibedakan dengan


keganasan.
Umumnya terjadi pada wanita berusia 25-50
tahun (>50%).
Ditandai penambahan jaringan fibrous dan
glandular.

Gejala dan Tanda

benjolan fibrokistik biasanya multipel dan keras


adanya kista, fibrosis,
benjolan konsistensi lunak, terdapat penebalan
Nyeri payudara siklikperubahan hormon
estrogen dan progesteron.
Biasanya payudara teraba lebih keras dan membesar
sesaat sebelum menstruasi
Menghilang seminggu setelah menstruasi selesai.

Benjolan biasanya menghilang setelah wanita


memasuki fase menopause.

Diagnosis
Evaluasi harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan.
Apabila didapatkan benjolan difus (tidak memiliki
batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar
payudara tanpa ada benjolan yang dominan,
Diperlukan pemeriksaan USG, mammogram dan
pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi
berikutnya.

Apabila keluar cairan dari puting, baik bening,


cair, atau kehijauan, sebaiknya diperiksakan
tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan.

USG:
Multiple cysts
Well circumscribed
thins walls
Increased fibrous
stroma

Mammogram
Gambaran
kista dengan
penambahan
jaringan
fibrosa.

The Breast Lump

55. Epididymo-Orchitis
Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.

Etiologi
Dapat disebabkan Bakteri dan virus

Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.

Orkitis sering dikaitkan dengan infeksi prostat atau epidedemis, serta


merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (gonore atau klamidia).
Faktor resiko untuk orkitis yang tidak berhubungan dengan penyakit menular
seksual adalah:
a.
b.
c.
d.

Imunisasi gondongan yang tidak adekuat


Usia lanjut (lebih dari 45 tahun)
Infeksi saluran kemih berulang
Kelainan saluran kemih

Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya

Gejala dan Tanda

Diagnosis

a. Pembengkakan skrotum
b. Testis yang terkena terasa berat,
membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada
testis yang terkena
d. Demam
e. Keluar nanah dari penis
f. Nyeri ketika berkemih / disuria
g. Nyeri saat berhubungan seksual / saat
ejakulasi
h. Nyeri selangkangan
i. Nyeri testis, bias saat mengejan atau
ketika BAB
j. Semen mengandung darah

Diagnosis ditegakkan berdasarkan


gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening di selangkangan dan
di testis yang terkena.
Pemeriksaan lain yang bias
dilakukan adalah :
Analisa air kemih
Pembiakan air kemih
Tes penyaringan untuk klamidia dan
gonore
Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan kimia darah

Tatalaksana
Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik.
Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
Tapi jika penyebabnya virus, hanya diberikan obat
anti nyeri.
Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.

56. Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf
Pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus rabies, dan
ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies
terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar.
Penyakit rabies atau penyakit anjing gila, merupakan
penyakit yang bersifat fatal atau selalu diakhiri
dengan kematian bila tidak ditangani dan diobati
dengan baik.
Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesia
ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 persen akibat
gigitan kucing dan kera.

Gejala Klinis
Stadium Prodromal

Gejala awal berupa demam, malaise, mual, dan rasa nyeri di tenggorokan dalam beberapa hari.

Stadium Sensoris

Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul
dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

Stadium Eksitasi

Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi.
Adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.
Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsang sensorik
seperti meniupkan udara ke muka penderita atau dengan menjatuhkan sinar ke mata atau dengan
menepuk tangan di dekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi, dan takikardi.
Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat
dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

Stadium Paralis

Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga
kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.

Tatalaksana
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani
dengan cepat dan sesegera mungkin.
Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan
air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau deterjen selama 10-15
menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat
merah dan lain-lain).
Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan
secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya
disuntikan secara intra muskuler.
Dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti
tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian
analgetik.

Bila ada indikasi pengobatan :


1. Terhadap luka resiko rendah diberi Vaksin Anti Rabies (VAR) saja

2.

Terhadap luka resiko tinggi, selain VAR juga diberi SAR

3.
4.

Jilatan pada kulit luka


garukan atau lecet (erosi, ekskoriasi)
luka kecil disekitar tangan, badan dan kaki.
Jilatan/luka pada mukosa
luka diatas daerah bahu (muka, kepala, leher)
luka pada jari tangan/kaki, genetalia
luka yang lebar/dalam
luka yang banyak (multipel).

Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies
atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak
ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
Sedangkan apabila kontak dengan air liur pada kulit luka yang tidak
berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR
apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.

57. Acute Limb Ischemia

Manifestasi Klinis
Manifestasi
Klinis

Lebih dari 2
minggu*

Kronik

Iskemi tungkai
kronis kritis

Iskemi tungkai
kronis non
kritis

Akut

<2
minggu*

Iskemi Tungkai
Akut

*2007 Inter-Society Consensus for the Management of


Peripheral Arterial Disease

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan:
Klaudikasio intermiten
Mengurangi nyeri saat aktivitas

Chronic Limb Ischemic


Mengurangi nyeri iskemi
Mengobati ulkus
Meningkatkan kualitas hidup pasien mengembalikan fungsi
tungkai) dan menyelamatkan hidup pasien
Acute Limb Ischemic
Mengurangi perburukan iskemi
Menyelamatkan tungkai dan nyawa
2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease

Tatalaksana
Antiplatelet & modifikasi faktor resiko
(menurunkan resiko PJK)
Terapi suportif mencegah trauma / restriksi
vaskular (olahraga berjalan)
Terapi farmakologi cilostazol (vasodilator &
antiplatelet), angiogenic growth factor
Pembedahan revaskularisasi, amputasi
2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease

Buergers Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
Secara khusus dihubungkan dengan merokok
Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
Presentation
Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
Gangrene
Ulceration

Recurrent superficial thrombophlebitis (phlebitis migrans)


Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
Progresivitas dari distal ke proximal
Remisi klinis dengan penghentian merokok

Buergers treatment
Rawat RS
Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation

Vasoactive drugs
Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost

Pentoxifylline and cilostazol have had good


effects, although there are few supportive data.
Pentoxifylline has been shown to improve pain
and healing in ischaemic ulcers. Cilostazol could
be tried in conjunction with or following failure of
other medical therapies (e.g., nifedipine).
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/1148/treatment/step-bystep.html

Diagnosis

Etiologi

Tanda & Gejala

Deep vein
thrombosis

Multipel

Nyeri dan edema tungkai, nyeri paha saat


dorsofleksi kaki (Homans sign), phlegmasia
cerule dolens, phlegmasia alba dolens

Penyakit berger

Merokok

Nyeri iskemik/ ulserasi tungkai distal,


tromboplebitis superfisial, parestesia

Acute limb
ischemia

Emboli/
aterosklerosis

Klaudikasio intermiten, pulsus defisit, bruit


arteri femoral, CRT melambat, akral dingin,
dan warna kulit abnormal

Chronic limb
ischemia

Aterosklerosis

Nyeri saat istirahat, luka yang tidak kunjung


sembuh, gangrene

Compartment
syndrome

Luka bakar,
fraktur

Pain, palor, pulselessness, paresthesia, dan


paralisis. Nyeri merupakan gejala awal.

Chronic exertional
compartment
syndrome

Repetitive
loading/
exertional
activities

Terjadi pada atlet. Lebih sering mengenai


tungkai bawah. Karakteristik: nyeri saat
melakukan gerakan/ aktivitas, berkurang saat
istirahat. Dapat disertai kelemahan dan
paresthesia dari tungkai yang terlibat.

58. Sumbatan Jalan Napas akibat


Benda Asing

59. CEDERA TULANG PUNGGUNG


Klasifikasi TLISS (Thoracolumbar Injury Severity Score)
Berdasarkan :
Mekanisme cedera yang ditentukan dari foto rontgen
Integritas kompleks ligamen posterior
Status neurologis penderita
Proposed by Vaccaro (FOSA Meeting, AAOS 2005, Washington DC)
A. Mekanisme Cedera

Type
Compression

Qualifiers
Lateral Angulasi > 150
Burst

Translational/
Rotational
Distraction

Point
1
1
1
3
4

B. Neurologic Status
Involvement
Intact
Nerve Root
Cord, Conus
Medullaris

Qualifier

Points

Incomplete
Complete

Cauda Equina

0
1
3
2
3

Score
< 3 : Non Operative
4 : Non operative / Operative
> 5 : Operative

C. Integrity of Post Lig.Complex


PLC disrupted in tension, rotation,
or translation

Intact

Points

Suspected / Indeterminate

0
2

Injured

Compression Fracture
Failure of anterior
column
Stable:
TLSO, hyperextension
bracing
Unstable (>50% height,
>30% kyphosis, multi level)
Posterior instrumented
fusion vs non OR
Progressive deformity

Thoracolumbar Fracture
MANAGEMENT
ConservativeFracture
must be stable
Postural Reduction &
Body Spica
BracingTLSO(Thoracic
lumbar sacral orthosis)

Operative

60. Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada
pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah
balik vena spermatika interna.
Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas
pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul
menderita varikokel.

ETIOLOGI
hilangnya mekanisme pompa otot atau atrofi otot kremaster,
kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus
pampiniformis.
Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava
inferior.
Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis
internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika
interna kiri.
Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v.
spermatika .
Tekanan v. spermatika interna meningkat
Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.

PATOGENESIS
Varikokel mengganggu proses spermatogenesis dengan cara:

1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis hipoksia


2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (katekolamin dan
prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3. Peningkatan suhu testis.
4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan
kanan zat-zat hasil metabolit tidak dapat dialirkan dari
testis kiri ke testis kanan menyebabkan gangguan
spermatogenesis testis kanan infertilitas.

GEJALA KLINIS
Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang
mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.
Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman.
Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya
rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi
dimana varikokel terdapat.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan dgn pasien dalam posisi
berdiri, perhatikan keadaan skrotum kemudian
dilakukan palpasi bentukan seperti kumpulan
cacing-cacing di dalam kantung (bag of worms)
yang berada di sebelah kranial testis, adanya distensi
kebiruan dari dilatasi vena.
Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur
vena harus dipalpasi dengan manuver valsava.

Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3


tingkatan/derajat:
1. Derajat I kecil: varikokel dapat dipalpasi setelah pasien
melakukan manuver valsava
2. Derajat II sedang: varikokel dapat dipalpasi tanpa
melakukan manuver valsava
3. Derajat III besar: varikokel sudah dapat dilihat bentuknya
tanpa melakukan manuver valsava.

(manuver valsava = mengedan)

Pemeriksaan auskultasi
Stetoskop Doppler mendeteksi adanya
peningkatan aliran darah pada pleksus
pampiniformis.

Alat orkidometer
Untuk lebih objektif dalam menentukan besar
atau volume testis

Pemeriksaan analisis semen


Untuk menilai seberapa jauh varikokel telah
menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi.

Hasil analisis semen pada varikokel


menunjukkan pola stress:
menurunnya motilitas sperma
meningkatnya jumlah sperma muda
(immature,)
terdapat kelainan bentuk sperma (tapered).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Angiografi/Venografi
Ultrasonografi (USG)

PENATALAKSANAAN
Indikasi Operasi :
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen
yang abnormal terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau
dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap
hari, harus segera dioperasi dengan tujuan membalikkan
proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi
testis.
Remaja dengan varikokel grade I II tanpa atrofi dilakukan
pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika
didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.

TINDAKAN OPERASI
Ligasi dari vena spermatika interna dapat
dilakukan dengan berbagai teknik.
1.
2.
3.
4.
5.

Teknik Retroperitoneal (palomo)


Teknik Inguinal (ivanissevich)
Teknik Laparoskopik
Microsurgical varicocelectomy (Marmar-Goldstein )
Teknik Embolisasi

PROGNOSIS
6 bulan setelah operasi didapatkan perbaikan
signifikan volume testis kiri dan konsentrasi
spermatozoa.
Kehamilan terjadi pada 3 bulan pasca operasi
berkisar 25% dan meningkat menjadi 50%
pada 6 bulan pasca operasi.

61. Ca Prostat
Tumor pada umumnya tumbuh dengan lambat dan
sisanya terkurung pada kelenjar selama bertahun-tahun
tumor menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala yang
terlihat dari luar (kelainan-kelainan di pengujian fisik).

Kanker dapat menyebar di luar prostat ke sekitar


jaringan.
metastasize ke seluruh area-area lain badan, seperti tulangtulang, paru-paru, dan hati.

Kanker ini paling umum pada pria, terutama mereka yang


berusia di atas 65 tahun.

Faktor Risiko
Genetic, yaitu BRCA1 dan BRCA2
Usia
faktor risiko terbesar kanker prostat
Jarang terjadi pada pria di bawah 40 tahun, namun risiko kanker prostat
akan meningkat setelah usia 50 tahun
Dua dari tiga kasus kanker prostat ditemukan pada pria usia 65 tahun.

Ras/etnis
Orang berkulit hitam memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan orang berkulit
putihAmerika Serikat

Diet
Diet tinggi lemak dan obesitas (kegemukan) meningkatkan risiko
Teorinya, lemak akan meningkatkan produksi hormon testosteron yang akan
membantu perkembangan sel kanker prostat.

Suku bangsa
Pria Asia memiliki risiko lebih rendah dibandingkan Amerika.

Lanjutan . . .
Virus
27% pada jaringan kanker prostat ganas ditemukan Xenotropic
Murine Related Virus (XMRV) penyebab kanker pada hewan.

Gaya hidup
Merokok dan minum alkohol ditengarai menjadi pemicu
munculnya kanker prostat
Sering berganti-ganti pasangan juga membuka kesempatan
terjadinya infeksi virus penyebab kanker yang ditularkan melalui
hubungan kelamin.

Lingkungan
kadmium (bahan pembuat batere)
juga bahan-bahan kimia lain berisiko tinggi mengidap kanker
prostat.

Gejala Kanker Prostat :

Prostatic malignancy

Anatomi Prostat

Image Source: SEER Training Website

Lobes of the Prostate

Anterior lobe
Median lobe
Lateral lobe
Posterior lobe

Image Source: SEER Training Website

Zones of the Prostate


Peripheral, 60 70% keganasan berasal dari zona perifer
Central, 5 10% keganasan berasal dari zona sentral.
Transitional, 10 20% keganasan berasal dari zona
transitional.

Image Source: SEER Training Website

Kanker Prostat dikelompokkan menjadi:


Stadium I :
benjolan/tumor tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik, biasanya
ditemukan secara tidak sengaja setelah pembedahan prostat karena
penyakit lain.

Stadium II :
tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA.

Stadium III :
tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, seperti kelenjar
seminal vesicle yang memproduksi semen tetapi belum sampai
menyebar ke kelenjar getah bening.

Stadium IV:
kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional
maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).

DIAGNOSA

Pria berusia > 50 tahun dianjurkan


setiap setahun
Pemeriksaan PSA total
sekali
Pemeriksaan Digital Rectal Examination
Bila ada keluarga yang menderita kanker prostat,
skrining dianjurkan sejak usia 40 tahun
Digital rectal examination:
konsistensi yang keras
adanya nodul (benjolan di permukaan)
pembesaran prostat yang tidak simetris.

Tes darah. antigen khusus prostat (PSA).


tidak konklusif
Pada tahap pengobatan, penurunan kadar PSA
menandakan efektivitas terapi yang dijalankan.

http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA

PSA Test
Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia

PSAProstate Cancer
PSA >4.0 ng/mL
mandatory biopsy
50% of all the cancers
detected because of an
elevated PSA level are
localized
these patients are
candidates for
potentially curative
therapy

Biopsi Prostat
Skrinning PSA untuk Ca
Prostat, tidak dapat
meningkatkan survival
rate
USG Prostat
Hanya dapat melihat
pembesaran prostat
Tidak menunjukkan
derajat obstruksinya

Diagnosa
Tes PCA3.
PCA3 yang lebih tinggi di urin menunjukkan kehadiran kanker
prostat.
lebih akurat dibandingkan tes darah (PSA)
Interpretasi
Kadar PSA 0,5-4,0ng/ml: normal
Kadar PSA 4,0-10ng/ml: kemungkinan Ca 20%, lakukan TRUS, jika
PSAd (kadar PSA/ volume prostat) >0,15 lakukan biopsi.
Kadar PSA >10ng/ml: keumungkinan Ca 50%, perlu dilakukan TRUS
dan biopsi.

Biopsi.
Beberapa sampel diambil pada bagian-bagian yang berbeda
dari prostat.
Hanya dilakukan bila PSA >3

CT scan, MRI scan dan pemeriksaan penunjang lain


Untuk mengetahui tingkat penyebaran kanker.

Sitologi air kemih atau cairan prostat.

Tatalaksana
Pembedahan:
prostatektomi radikal (T1-2 N0 M0), Orkiektomi

Terapi penyinaran
Terapi penyinaran eksterna; pencangkokan butiran
yodium, emas, atau iridium radioaktif pada jaringan
prostat melalui sayatan kecil

Vaksinasi
Prostvac-VF immunotherapy dibuat dari poxvirus yang
dilemahkan dan direkayasa untuk menghasilkan PSA
dalam merangsang sistem kekebalan

Farmakologis
Manipulasi hormonal.
Tujuannya adalah mengurangi kadar testosteron.
Penurunan kadar testosteron seringkali sangat efektif
dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran
kanker.
Sintetis LHRH (luteinizing hormone releasing
hormone), digunakan untuk mengobati kanker
prostat stadium lanjut. Contohnya adalah lupron
atau zoladeks.
Zat penghambat androgen (misalnya flutamid), yang
berfungsi mencegah menempelnya testosteron
pada sel-sel prostat.

Lanjutan. . .
Kemoterapi
Digunakan untuk mengatasi gejala kanker prostat yang
kebal terhadap pengobatan hormonal.
Diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi beberapa
obat
Obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengobati
kanker prostat adalah:
- Mitoxantronx
- Prednisone
- Paclitaxel
- Dosetaxel
- Estramustin
- Adriamycin.

62. Nefrolithiasis

Nyeri Alih

63. Luka Bakar

Indikasi Resusitasi Cairan

Indikasi Rawat Inap Luka Bakar

64. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi

2. Yellow- prioritas kedua


Dapat menunggu lebih lama, sebelum
transport (45 minutes)

3. Green- Dapat berjalan


Dapat menunggu beberapa jam untuk
transport

4. Black- Meninggal
Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)

Triage Category: Red


Red (Highest) Priority:
Pasien yang
memerlukan
penanganan segera dan
transport secepatcepatnya

Gangguan Airway dan


breathing
Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
Decreased level of
consciousness
Severe medical problems
Shock (hypoperfusion)
Severe burns

Yellow
Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan
dan traportnya dapat
ditunda sementara waktu
Luka bakar tanpa gangguan
airway
Trauma tulang atau sendi
besar atau trauma multiple
tulang
Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa
kerusakan medula spinalis

Green
Green (Low) Priority:
Pasien yang
penanganan dan
transportnya dapat
ditunda sampai yang
terakhir
Fraktur Minor
Trauma jaringan lunak
Minor

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START

Simple Triage And Rapid Treatment

It is a simple step-by-step
triage and treatment
method to be used by the
first rescuers responding

to a multi casualty
incident. It allows these
rescuers to identify victims
at greatest risk for early
death and to provide basic
stabilization maneuvers

If you can walk, go stand


over there!
All of Yall, go over there!
(Texas version )
Mark green

START Algorithm (Airway/Breathing)


RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE

YES

REPOSITION AIRWAY
ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE
DECEASED
Immediate

Patients

Delayed

Deceased

YES

> 30/MINUTE

IMMEDIATE

IMMEDIATE

<30/MINUTE
ASSESS
PERFUSION

START Algorithm (Circulation)


PERFUSION

<2 SECONDS
ASSESS
MENTAL STATUS

> 2 SECONDS
CONTROL
BLEEDING
IMMEDIATE

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START Algorithm (Disability)


MENTAL STATUS

FOLLOWS
SIMPLE
COMMANDS
DELAYED

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

FAILS TO FOLLOW
SIMPLE
COMMANDS
IMMEDIATE

65. Fraktur Le Fort


Fraktur Le fort merupakan tipe fraktur tulangtulang wajah yang merupakan hal klasik terjadi
pada trauma-trauma pada wajah.
Le Fort berasal dari nama seorang ahli bedah
Perancis yaitu Rene Le Fort (1869-1951) yang
mendeskripsikannya pertama kali pada awal
abad 20.

Anatomi Maksila

Anatomi Maksila

Anatomi Sinus

Anatomi Septum Nasi

Etiologi
Traumatic fracture
Perkelahian
Kecelakaan
Tembakan

Pathologic fracture
Penyakit tulang setempat
Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga
tulang mudah patah

Fraktur Le Fort I
(horizontal)
Extra oral :
Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum.
Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris.
Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadangkadang terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival
echymosis.
Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang
atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu (Open bite)

Intra oral :
Echymosis pacta mucobucal rahang atas.
Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai
goyangnya gigi dan lepasnya gigi.
Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi
fraktur atau lepas.
Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah.

Fraktur Le fort II
(pyramidal)
Extra oral :
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut
terasa sakit.
Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal.

Intra oral :
Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan
sehingga timbul kesukaran bernafas.
Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio, luxatio.
Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada
bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa
sakit.

Fraktur Le Fort III


(craniofacial
dysjunction)
Extra oral :

Pembengkakan hebat pada muka dan hidung.


Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.
Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.
Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf
motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola
mata yang temporer.
Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.
Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah.
Paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan
Bells Palsy.

Intra oral :

Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan.
Perdarahan pada palatum dan pharynx.
Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.

66. Pagets Disease


Kelainan tulang, non metabolik kronik
Karakteristikresorpsi, formasi, dan remodeling tulang
yang agresifmenyebabkan ketidakseimbangan proses
pembentukan tulang.
Menyebabkan: deformitas tulang, kelemahan
struktural, mengganggu biomekanika sendi.
Patofisiologi:
Abnormalitas osteoklas, baik kuantitas, ukuran, aktivitas,
jumlah nuclei.
Resorpsi tulang agresifpembentukan kavitas tulang yang
besarrekrutmen dan peningkatan aktifitas
osteoblasformasi tulang yang cepat dan tidak teratur.

Patophysiology

Manifestasi Klinik
Biasanya asimtomatik
Nyeri tulang
Deformitas tulang/
ekstrimitas
Fraktur
Arthropaty
Peningkatan suhu
Gejala neurologis
Transformasi maligna
hiperkalsemia

Clinical Presentation
Pathologic fractures
because of the increased vascularity of
the involved bone
bleeding is a potential danger

Alkaline phosphatase levels

Irregular
bone

markedly elevated as the result of osteoblast activity.

Serum calcium are normal except with generalized


disease or immobilization
Gout and hyperurecemia
as a result of increased bone activity, which causes an
increase in nucleic acid catabolism.
Radiograph
Radiolucent areas in the bone, typical of increased bone resorption
Deformities & fractures may also be present

Treatment
Goals
to relieve pain & prevent fracture & deformities.

Pharmacologic agentsused to suppress osteoclastic


activity
Bisphosphonates & calcitonin are effective agents to decrease
bone pain & bone warmth & also relieve neural decompression,
joint pain & lytic lesions
analgesics & NSAIDs

Assistive devices, including cane, walker.

Vaughn DG, Oftalmologi Umum, ed.14

67. Ablasio Retina


Ablasio retina adalah suatu
keadaan terpisahnya sel
kerucut dan batang retina
(retina sensorik) dari sel
epitel pigmen retina
Mengakibatkan gangguan
nutrisi retina pembuluh
darah yang bila berlangsung
lama akan mengakibatkan
gangguan fungsi
penglihatan

Jenis:
Rhegmatogenosa (paling
sering) lubang / robekan
pada lapisan neuronal
menyebabkan cairan vitreus
masuk ke antara retina
sensorik dengan epitel
pigmen retina
Traksi adhesi antara vitreus
/ proliferasi jaringan
fibrovaskular dengan retina
Serosa / hemoragik
eksudasi ke dalam ruang
subretina dari pembuluh
darah retina

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Etiologi Ablasio Retina


Rhegmatogenosa:

Serosa / hemoragik:

Miopia
Trauma okular
Afakia
Degenerasi lattice

Traksi:
Retinopati DM
proliferatif
Vitreoretinopati
proliferatif
Retinopati prematuritas
Trauma okular

Hipertensi
Oklusi vena retina
sentral
Vaskulitis
Papilledema
Tumor intraokular

Ablasio
Rhegmatogenosa
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology
17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Ablasio Retina
Anamnesis:
Riwayat trauma
Riwayat operasi mata
Riwayat kondisi mata
sebelumnya (cth: uveitis,
perdarahan vitreus, miopia
berat)
Durasi gejala visual &
penurunan penglihatan

Gejala & Tanda:


Fotopsia (kilatan cahaya)
gejala awal yang sering
Defek lapang pandang
bertambah seiring waktu
Floaters

Funduskopi : adanya
robekan retina, retina yang
terangkat berwarna keabuabuan, biasanya ada fibrosis
vitreous atau fibrosis
preretinal bila ada traksi.
Bila tidak ditemukan
robekan kemungkinan suatu
ablasio nonregmatogen

Tatalaksana
Ablasio retina
kegawatdaruratan mata
Tatalaksana awal:
Puasakan pasien u/ persiapan
operasi
Hindari tekanan pada bola
mata
Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
Segera konsultasi spesialis
retina konservatif (untuk
nonregmatogen), pneumatic
retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

68. Keratitis Exposure


Berkurangnya lubrikasi permukaan mata karena
penutupan kelopak mata yang inadekuat
keratitis exposure
Gejala dan tanda:
Nyeri, rasa mengganjal seperti benda asing, fotofobia,
epifora, visus turun
Kedipan mata berkurang, lagoftalmos, meniskus air
mata, pembentukan filamen kornea, erosi epitelial
pungtata,
Kasus yang berat edema kornea, penipisan ataupun
ulkus pada kornea

Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan fisik
Palpebra : entropion,
ektropion, Bell`s palsy,
traksi congenital
coloboma, trauma
palpebra
Proptosis : Herpetic
keratopathy atau kelainan
nervus V

Penatalaksanaan :
Lubrikasi :
Salep antibiotik
(eritromisin) ; gel artificial
tears

Steroid
Weak topical steroid

Amniotic membrane
Tarssoraphy

Kolobama Palpebra
Umumnya, koloboma palpebra merupakan
kelainan kongenital kelopak dimana terlihat
celah kelopak pada bagian tengah setengah
nasal atas
Terkadang full thicknes injury pada kelopak
mata yg menyebabkan disrupsi total disebut
juga sebagai koloboma (acquired coloboma)
Dapat menyebabkan lagoftalmosresiko
konjungtivitis dan keratitis

69. Presbiopia
Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut
Penyebab:
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa

Diperlukan kacamata baca atau adisi :

+ 1.0 D : 40 thn
+ 1.5 D : 45 thn
+ 2.0 D : 50 thn
+ 2.5 D : 55 thn
+ 3 .0 D : 60 thn

Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.

Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.

Koreksi lensa positif untuk menambah


kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
Kekuatan lensa yang biasa digunakan:
+ 1.0 D usia 40 tahun
+ 1.5 D usia 45 tahun
+ 2.0 D usia 50 tahun
+ 2.5 D usia 55 tahun
+ 3.0 D usia 60 tahun

The card is held 14


inches (356 mm) from
the persons's eye for
the test. A result of
14/20 means that the
person can read at 14
inches what someone
with normal vision can
read at 20 inches.

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

70. Lagoftalmos
Lagophthalmos is defined as the inability to close the eyelids completely.
Orbicularis oculi muscle that closes eyelids is innervated by facial nerve
(CNVII)
Lagophthalmos may be the result of the residual effect of seventh cranial
nerve damage secondary from :

congenital (moebius syndrome),


acquired (Bells palsy, vascular lesions),
tumors,
iatrogenic (during surgery),
trauma, infections, or degenerative diseases.

The blink reflex and lid closing are critical to maintain the ocular health
Each blink spreads the tear film over the ocular surface and allows a
continuous layer of moisture.
The inability to close the eyelid may lead to corneal problems such as
epithelial defects, stromal thinning, exposure keratitis, bacterial infection,
perforation, and blindness

Gold weight implantation


is the most commonly
used static procedure and
method for surgical
correction of paralytic
lagophthalmos

http://sdhawan.com/ophthalmology/lens&cataract.pdf E-mail: sdhawan@sdhawan.com

71. Cataract
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract

Morphological classification :
Capsular
Subcapsular
Nuclear
Cortical
Lamellar
Sutural
Chronological classification:
Congenital (since birth)
Infantile ( first year of life)
Juvenile (1-13years)
Presenile (13-35 years)
Senile

Sign & symptoms:


Near-sightedness (myopia
shift) Early in the
development of age-related
cataract, the power of the
lens may be increased
Reduce the perception of
blue colorsgradual
yellowing and opacification of
the lens
Gradual vision loss
Almost always one eye is
affected earlier than the
other
Shadow test +

Klasifikasi morfologi katarak

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011

Oxford American Handbook of Ophthalmology 2011

KATARAK
TRAUMATIK

Typical stellate/rosette/flower-shaped cortical


lens opacity

KATARAK TRAUMATIK
Most common complication of non-perforating and
perforating injuries to the globe.
Intraocular trauma by surgical instruments, lodged foreign
body or intraocular filtration tube is also a possible cause.
Cataracts caused by blunt trauma classically form stellate- or
rosette-shaped posterior axial opacities that may be stable or
progressive,
Penetrating trauma with disruption of the lens capsule forms
cortical changes that may remain focal if small or may
progress rapidly to total cortical opacification.

Clinical features:
Cataract formation after non-perforating injuries such as contusion
or concussion may occur without any damage to the lens capsule
The cataract formation may be slowly progressive or mature
suddenly
It is not always easy to observe initial changes of the lens
Vossius' ring can be seen as circular iris pigment imprinted on the
surface of the lens anterior capsule
Opacification can occur in a variety of lens structures resulting in
discrete, punctate subepithelial changes, or deep in the cortex with
the typical rosette (flower-shaped) opacity
Trauma may also produce anterior or posterior subcapsular
opacities.

72. KONJUNGTIVITIS NEONATAL


Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery
Cause:
Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
Mucopurulent discharge
Chlamydial less inflamed eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
Complication in chlamydia infection pneumonia (10-20% kasus)
Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than
gonococcal caused by eyelid scarring and pannus
Terapi konj. Klamidial oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid)
for 14 days (because of the significant risk for life-threatening
pneumonia)
http://emedicine.medscape.com/article

Neisseria gonorrhoeae

Chlamydia trachomatis

5 to 12 days after birth


Mucopurulent discharge
less inflamed eyelid swelling,
chemosis, and
pseudomembrane formation
Complication pneumonitis
(range 2 weeks 19 weeks after
delivery)
Blindness rare and much
slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus

manifests in the first five days of life


marked bilateral purulent
discharge
local inflammation palpebral
edema
Complication diffuse epithelial
edema and ulceration, perforation of
the cornea and endophthalmitis
Gram-negative intracellular diplococci
on Gram stain
Culture Thayer-Martin agar

Microscopic Findings
Etiology
Chemical
Chlamydia

Bacteria
Virus

Findings
PMNs, few lymphocytes
PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber
cells, intracytoplasmic basophilic
inclusions
PMNs, bacteria
Lymphocytes, plasma cells,
multinucleated giant cells, intranuclear
eosinophilic inclusion

http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html

KONJUNGTIVITIS GO
Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular
diplococci on Gram stain
Masa inkubasi: 1-7 hari
manifests in the first five days of life
Marked bilateral purulent discharge
local inflammation palpebral edema
Complication diffuse epithelial edema and
ulceration, perforation of the cornea and
endophthalmitis kebutaan
Culture Thayer-Martin agar
Topical erythromycin/Tetracycline ointment and IV or
IM third-generation cephalosporin

Non-Infectious

Infectious
# Uncommon, potential
for serious
consequences - severe
keratitis and
endophthalmitis.
Requires early
recognition and
treatment. Needs blood
and CSF culture.
Consider concomitant
chlamydial infection if
poor response to
cephalosporin. Parents
require investigation
and screening.
+ Risk of rapid
progression from
purulent discharge to
denuding of corneal
epithelium, and
perforation of cornea.
The anterior chamber
can fill with fibrinous
exudate, iris can adhere
to cornea and later
blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
followed by bacteraemia
and septic foci.
* Most common
pathogen, 20-50% of
exposed infants will
develop chlamydia
conjunctivitis, 10-20%
will develop pneumonia.
If relapse occurs repeat
course of erythromycin
for further 14 days.
Parents require
treatment.

Nasolacrimal duct obstruction may cause sticky eyes.


Corneal abrasion following trauma at delivery.
Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region).
Foreign body.
Organism

Staphylococcus aureus
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus spp,
Enterococci

Age of Onset

2-5 days

Clinical Features

Therapy

Unilateral, crusted purulent


discharge

Topical soframycin drops qds for 5 days

Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a single


dose (maximum 125mg),
Saline irrigations hourly until exudate
resolves.
Topical erythromycin/Tetracycline
ointment
IV anti-pseudomonal antibiotics.

Neisseria gonorrhoeae #
Infants who are positive
need to be evaluated for
disseminated infections

3 days to 3
weeks

Bilateral, hyperaemic,
chemosis, copious thick white
discharge

Pseudomonas aeruginosa
+

5-18 days

Oedema and erthyema of lid,


purulent discharge.

Topical Gentamicin.
Chlamydia trachomatis *

Herpes simplex

5-14 days

Unilateral or bilateral, mild


conjunctivitis, copious
purulent discharge.

PO erythromycin 50mg/kg/day x 14d


(qid)Alternative, 5 days Azithromycin
syrup
(= pertussis dosing 10mg/kg/day and
5mg/kg day 2-5)

Conjunctivitis with vesicles


elsewhere
Need ophthalmology review
within 24 hours.

Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-21d.

http://www.adhb.govt.nz /newborn/guidel ines/infection /neon atalconjunctivitis.ht m

Topical acyclovir 3% 5 times daily.

73. Congenital Nasolacrimal Duct


Obstruction (CNDO)
Embriology
This condition affects nearly 20 % of all newborns
The development of the lacrimal drainage system begins at
approximately 6 weeks of gestation
Communication between the lacrimal drainage system and
the nose occurs at the end of the sixth month.
Tears are normally produced a few weeks after birth;
hence nasolacrimal duct (NLD) obstruction may not be
recognised until several weeks after birth.

Etiology :
Most commonly, this is due to the presence of a
membrane at the level of the valve of Hasner, which is
present at the nasal opening of the nasolacrimal duct
Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2

Congenital nasolacrimal duct obstruction

Epiphora and matting

Infrequently acute dacryocystitis

Treatment
one third: bilateral
Role out congenital glaucoma
fotophobia
Conservative management by
massage can be done safely upto 1
year of age;
the reason being most of the cases
(96 %) will resolve within the first
year of life
Massage of nasolacrimal duct: 10
strokes 4 times a day
antibiotic drops 4 times daily for
mucopurulent discharge
If no improvement - probe at 12
months
Results - 90% cure by first probing
, 6% by repeated probing

DAKRIOSISTITIS
Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy

74. AMBLIOPIA
Ambliopia/ "lazy eye" hilangnya kemampuan salah satu mata untuk
melihat detail.
Terjadi ketika jalur saraf dari salah satu mata menuju otak tidak
berkembang semasa kanak-kanak.
Hal ini terjadi karena mata yg rusak mengirimkan gambar yang
kabur/salah ke otak otak mjd bingung akhirnya otak
mengacuhkan gambar dr mata yg rusak itu.
Biasanya muncul sebelum usia 6 tahun
Penyebab :
Strabismus (paling sering)
Katarak kongenital
Kelainan refraksi, terutama jika perbedaanantara kedua mata terlalu besar

Tatalaksana:
Koreksi penyebab: kacamata, kontak lens
Menutup mata yang lebih baik (part-time or full-time) utk menstimulasi mata
yg ambliopia.

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/amblyopia

Anisometropia
Def: a difference in refractive error between
their two eyes
Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436

Anisometropic & Amblyopia


When the magnitude of anisometropia exceeded 1.75 D,
the more myopic eye was almost always the sighting
dominant eye.
Anisometropic amblyopia is the second most common
cause of amblyopia (present as single cause in 37% of cases
and present concomitantly with strabismus in an additional
24% of clinical populations.)
Anisometropic amblyopia occurs when unequal focus
between the two eyes causes chronic blur on one retina.
Anisometropic amblyopia can occur with relatively small
amounts of asymmetric hyperopia or astigmatism.
Larger amounts of anisomyopia are necessary for
amblyopia to develop.
Ocular characteristics of anisometropia Stephen J Vincent. Institute of Health and Biomedical Innovation School of Optometry Queensland University of Technology &
http://eyewiki.aao.org/Anisometropic_Amblyopia & Treatment of Anisometropic Amblyopia in Children with Refractive Correction . Pediatric Eye Disease Investigator Group. Ophthalmology
2006;113:895903

Interocular acuity difference criteria in anisometropia

Interocular
Acuity
Difference
Criteria in
Anisometropia

Ocular characteristics of anisometropia


Stephen J Vincent. Institute of Health and
Biomedical Innovation School of Optometry
Queensland University of Technology

anoftalmia

absence of one or both eyes

anisokonia

A difference of the image size on the retina of each eye. It is due


to anisometropia.

anisokoria

an unequal size of the pupils

75. Glaukoma Akut

http://emedicine.medscape.com/article/798811

Angle-closure (acute) glaucoma


The exit of the aqueous humor fluid is sud
At least 2 symptoms:
ocular pain
nausea/vomiting
history of intermittent blurring of vision with halos

AND at least 3 signs:

IOP greater than 21 mm Hg


conjunctival injection
corneal epithelial edema
mid-dilated nonreactive pupil
shallower chamber in the presence of occlusiondenly
blocked

Tatalaksana Glaukoma Akut

Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan
mata tenang operasi
Supresi produksi aqueous humor
Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
Inhibitor karbonat anhidrase:
Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut

Fasilitasi aliran keluar aqueous humor


Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan travoprost 0.004%
(1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
Karena pada fase awal masih mengalami spasme silier sehingga pilokarpin sebagai agen
konstriktor pupil menjadi tdk efektif
Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah serangan
Pengurangan volume vitreus
Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan 20% atau urea
IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
isosorbide oral, urea iv
Extraocular symptoms:
analgesics
antiemetics
Placing the patient in the supine position lens falls away from the iris decreasing pupillary
block
Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Va ughan a nd As burys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia:
McGra w-Hill, 2007.

76. Blefaritis
Definisi

Gejala

Tatalaksana

Blefaritis superfisial

Infeksi kelopak superfisial yang


diakibatkan Staphylococcus

Terdapat krusta dan bila


menahun disertai dengan
meibomianitis

Salep antibiotik
(sulfasetamid dan
sulfisoksazol), pengeluaran
pus

Hordeolum

Peradangan supuratif kelenjar


kelopak mata

Kelopak bengkak, sakit, rasa


mengganjal, merah, nyeri bila
ditekan

Kompres hangat, drainase


nanah, antibiotik topikal

Blefaritis
skuamosa/seboroik

Blefaritis diseratai skuama atau


krusta pada pangkal bulu mata
yang bila dikupas tidak terjadi luka
pada kulit, berjalan bersamaan
dengan dermatitis sebore

Etiologi: kelainan metabolik


atau jamur. Gejala: panas,
gatal, sisik halus dan
penebalan margo palpebra
disertai madarosis

Membersihkan tepi kelopak


dengan sampo bayi, salep
mata, dan topikal steroid

Meibomianitis
(blefaritis posterior)

Infeksi pada kelenjar meibom

Tanda peradangan lokal pada


kelenjar tersebut

Kompres hangat, penekanan


dan pengeluaran pus,
antibiotik topikal

Blefaritis Angularis

Infeksi Staphyllococcus pada tepi


kelopak di sudut kelopak atau
kantus

Gangguan pada fungsi


pungtum lakrimal, rekuren,
dapat menyumbat duktus
lakrimal sehingga mengganggu
fungsi lakrimalis

Dengan sulfa, tetrasiklin,


sengsulfat

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

Demodectic blepharitis
Two distinct Demodex species have been confirmed as
a cause of blepharitis:
Demodex folliculorum can cause anterior blepharitis
associated with disorders of eyelashes,
Demodex brevis can cause posterior blepharitis with
meibomian gland dysfunction and keratoconjunctivitis.

Direct contact is required for transmission of mites


Demodectic blepharitis = blepharitis acarica
Treatment: mercury oxide 1% ointment, pilocarpine
gel, sulfur ointment, and camphorated oil, tea-tree oil

Photographs demonstrating the typical cylindrical dundraff at the root of the eyelashes (a,
red arrow); misdirected lashes (b, blue arrow); meibomian gland dysfunction (c, green
arrow); lid margin inflammation (d, black arrow); bulbar conjunctiva inflammation (e);
corneal infiltration and pannus (f, yellow arrow).

Risk Factor
A close correlation between the severity of rosacea
and Demodex blepharitis
Rosacea predisposes patients to blepharitis mainly by
creating an environment on the skin that congests all the
oil-producing glands necessary for a healthy dermis and
epidermis.

Other factors may change the environment to


encourage mites proliferation, such as the skin
phototype, sunlight exposure, alcohol intake, smoking,
stress, hot beverages, spicy food, and abrupt changes
in temperature
compromised local or systemic immune status (steroids
or diseases such as leukemia and HIV)

Sign and Symptoms


The main symptoms are itching, burning,
foreign body sensation, crusting and redness
of the lid margin, and blurry vision.
Signs include cylindrical dandruff, disorders of
eyelashes, lid margin inflammation,
meibomian gland dysfunction,
blepharoconjunctivitis, and blepharokeratitis.
Persistent infestation of the lash follicles may
lead to malalignment, trichiasis or madarosis

The potential criteria for diagnosis of Demodex


blepharitis are summarized below:
Clinical history:
high index of suspicion when blepharitis, conjunctivitis
or keratitis in adult patients or blepharoconjunctivitis
or recurrent chalazia in young patients are refractory
to conventional treatments, or when there is
madarosis or recurrent trichiasis.

Slit-lamp examination:
typical cylindrical dandruff at the root of eyelashes.

Microscopic confirmation:
detection and counting of Demodex eggs, lavae and
adult mites in epilated lashes.

Phthiriasis palpebrarum
Phthiriasis palpebrarum
(ciliary phthiriasis), caused
by Pthirus pubis, is an
uncommon cause of
blepharoconjunctivitis
In adults, they are
commonly transferred from
groin area to eyes by hands
or less commonly by
infected clothing or bed
linen.
In children, eyelashes are
the most common site of
the infestation

Symptoms
pruritic lid margin to
blepharitis with marked
conjunctival inflammation

Diagnosis can be made by


close examination of lashes
and lid margins with slit
lamp in order to identify the
lice and nits

Treatment

Mechanical removal with forceps


Trimming or plucking of eye lashes
Cryotherapy
Argon laser photocoagulation
Medicine: fluorescein eye drops, physostigmine 0.25%, lindane 1%,
petroleum, yellow mercuric oxide ointment 1%, malathion drops
1% or malathion shampoo 1%, 1% gamma-benzene hexachloride
cream, pyrethrin ointment, permethrin 1% cream
None of the pediculicides are 100% ovicidal; manual removal of nits
after treatment with any product is recommended.
Family members, sexual contacts, and close companions should be
examined and treated appropriately; clothing, towels, and bedding
used by the patient within two to three days before treatment
began should be machine washed

77. TAJAM PENGLIHATAN


Bila tajam penglihatan 6/6: dapat melihat huruf pada jarak
6 meter, yang oleh orang normal dapat dilihat pada jarak 6
mtr
Bila tidak dapat melihat huruf terbesar pada kartu Snellen :
dilakukan uji hitung jari pemeriksa dengan dasar putih. Jari
dapat terlihat oleh orang normal pada jarak 60 mtr
Bila pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 1 mtr
uji lambaian tangan. Orang normal dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 300mtr. Bila mata hanya dapat melihat
pada jarak 1mtr : visus 1/300
Bila hanya mengenal adanya sinar : 1/~
Bila tidak mengenal adanya sinar: visus 0 atau buta total

Ilmu Penyakit Mata,Sidarta Ilyas

78. Perdarahan subkonjungtiva


Perdarahan
subkonjungtiva adalah
perdarahan akibat
rupturnya pembuluh
darah dibawah lapisan
konjungtiva yaitu
pembuluh darah
konjungtivalis atau
episklera.
Dapat terjadi secara
spontan atau akibat
trauma.

Perdarahan
subkonjungtiva akan
hilang atau diabsorpsi
dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati.
Pengobatan penyakit
yang mendasari bila ada.

Subconjunctival hemorrhage
Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival
haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding
underneath the conjunctiva.
A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
Later, the hemorrhage may spread and become green or
yellow, like a bruise.
In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and
harmless condition
however, it may be associated with high blood pressure,
trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no
posterior border of the hemorrhage visible.

Subconjunctival hemorrhage
Causes

Management

Eye trauma
Whooping cough or other
extreme sneezing or coughing
Severe hypertension
Postoperative subconjunctival
bleeding
Acute hemorrhagic
conjunctivitis (picornavirus)
Leptospirosis
Increased venous pressure
(straining, vomiting, choking,
or coughing)

Self-limiting that requires


no treatment in the absence
of infection or significant
trauma.
Artificial tears may be
applied four to six times a
day.
Cold compress in the 1st
hour may stop the bleeding

79. ARMD (Age Related Macular Degeneration)


Degenerasi progresif makula retina yg dpt memberikan
gangguan pd penglihatan sentral
Biasanya tjd pd usia di atas 60 thn
Gejala klinis gradual loss of visual acuity. Where macular
edema is present, patients complain of image distortion
(metamorphopsia),macropsia, or micropsia

Drussen deposit lipofiuscin di lapisan pigmen epitel retina yg


berwarna kekuningan

Sumber: Ophthalmology. Lang. 2000.

80. Neuritis Optik


Inflamasi demielinisasi
nervus optikus
Idiopatik/diasosiasikan
dengan multiple sclerosis
& neuromyelitis optica
Gejala
Kehilangan penglihatan
Skotoma sentral
Dyschromatopsia
(perbedaan persepsi
warna)

Nyeri retro-orbital/okular,
biasanya memberat
dengan gerakan mata
Fenomea Uhthoff
kehilangan penglihatan
dieksaserbasi
panas/olahraga

Fenomena Pulfrich
objek yang bergerak pada
garis lurus tampak seperti
bergerak dalam garis
melengkung

Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis Approach of
Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345
http://emedicine.medscape.com/article/1217083-overview

Neuritis optik
Anterior/papilitis (1/3 kasus)
inflamasi diskus optikus
Pemeriksaan fundus: edema peripapiler

Posterior/retrobulbar (2/3 kasus)


inflamasi di antara mata dengan khiasma optikum,
hanya bisa dilihat dengan pemeriksaan
neuroimaging (pemeriksaan fundus normal)
Neither the patient nor the physician see anything
Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis
Approach of Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345

Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis
Approach of Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345

Tatalaksana:
Pemulihan ketajaman visual:
prednisoneoral/methylprednisolone IV 8 hari
atau tidak diberikan apa-apa
Terapi imunomodulator untuk mencegah MS
(pada risiko tinggi MS dilihat dari MRI)
Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis
Approach of Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345

Pilihan jawaban lain


Papil edema
Edema diskus optikus karena
peningkatan tekanan intrakranial
Gejala TIK: sakit kepala, mual,
muntah, diplopia, tinnitus pulsatil

Hipertensi retinopati
Gejala: asimptomatik/penglihatan
kabur, sakit kepala.
Pemeriksaan fundus: edema
diskus optikus, arteriolosclerosis,
copper wiring & silver wiring,
arteriovenous nicking, perdarahan
retina, mikroaneurisma, cotton
wool spots
http://emedicine.medscape.com/article/1217204-overview
http://emedicine.medscape.com/article/1201779-overview#a1

Pilihan jawaban lain (2)


Retinopati diabetikum
Gejala: floaters, penglihatan kabur/terdistorsi, kehilangan
penglihatan progresif.
Pemeriksaan fundus: mikroaneurisma, perdarahan dot
dan blot, perdarahan flame-shaped, edema retina, hard
exudates, cotton wool spots, edema macula,
+neovaskularisasi

http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview

Diseases
Neuritis optik (1)

Definition/characteristics

Ophthalmoscopic findings

Peradangan optic disc


ditandai dgn disc swelling,
unilateral

Nyeri bola mata dgn gerakan


tertentu, afferent pupil reflex
(-), hiperemia optic disc

Neuritis retrobulbar Bagian dari neuritis optik,


peradangan terjadi jauh
dibelakang optic disc,
unilateral

Nyeri bola mata dgn gerakan


tertentu, afferent pupil reflex
(-), funduskopi normal

Neuropati optik
iskemik (2)

Iskemia optic disc akibat


aterosklerosis, hipertensi,
diabetes

Optic disc swelling dan pucat,


splinter hemorrhage pd
daerah peripapila

Atrofi papil (3)

Etiologi bisa vaskuler,


degeneratif, metabolik,
glaukomatosa

Penurunan visus perlahan,


gangguan penglihatan warna,
defek lapang pandang

(1)

(2)

(3)

Papilledema

Papillitis (optic neuritis)

Retrobulbar neuritis

Unilateral/bilateral
Vision impairment

Swelling of optic nerve head


due to increased ICP
Bilateral
Enlarged blind spot

Inflammation of orbital
portion of optic nerve
Unilateral
Central/paracentral scotoma
to complete blindness

Fundus appearance

Hyperemic disk

Inflammation or infarction
of optic nerve head
Unilateral
Central/paracentral
scotoma to complete
blindness
Hyperemic disk

Vessel appearance

Engorged, tortuous veins

Engorged vessels

Normal

Hemorrhages?

Around disk, not periphery

Normal

Pupillary light reflex

Not affected

Hemorrhages near or on
optic head
Depressed

Treatment

Normalize ICP

Corticosteroids if cause
known

Corticosteroids with caution

Definition

Normal

Depressed

N EU R OLOGI

81. Spinal Stenosis


Definisi:
penyakit degeneratif, terjadi akibat penyempitan kanal
spinal secara perlahan, mulai dari gangguan akibat
penebalan ligamen kuning, sendi faset yang membesar,
dan diskus yang menonjol.

Penyempitan kompresi saraf nyeri (nyeri


punggung bawah, nyeri pantat, dan rasa sakit di kaki
dan mati rasa) biasanya memburuk saat berjalan dan
berkurang saat istirahat.
Istilah stenosis tulang belakang bukan merujuk pada
ditemukannya penyempitan kanal spinal, namun lebih
pada adanya nyeri tungkai yang disebabkan oleh
penekanan saraf yang terkait.

Etiologi
Penyebab paling umum:
arthritis degeneratif dan
penyakit degeneratif
diskus, HNP.
Penyebab lain: tumor,
infeksi, gangguan
metanolisme tulang, mis:
Pagets disease

Gejala dan Tanda:

Nyeri punggung bawah


Kelemahan (kelumpuhan)
Mati rasa / baal
Nyeri
Kesemutan

Diagnosis

Ditegakan secara klinis


X-ray
MRI
Pemeriksaan khusus lain:
EMG

Penatalaksanaan
Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif:
NSAID
Analgesik untuk menghilangkan nyeri.
Blok akar saraf
Fisioterapi
Mempertahankan gerakan tulang belakang, memperkuat otot perut dan
punggung, serta membangun stamina
Membantu menstabilkan tulang belakang.

Korset lumbal
Akupunktur
Menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui berbagai teknik
Memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan metal yang memenetrasi kulit.

Operasi
Dipertimbangkan dilakukan sesegera mungkin apabila ada rasa baal atau
kelemahan yang mengganggu proses berjalan, gangguan fungsi usus besar
(buang air besar) atau kandung kemih (buang air kecil).

82. Tekanan Intra Kranial


Normal : 4-14 mmHg.
Tekanan intrakranial
diatas 20mmHg :
kerusakan otak.
Doktrin Monro-Kellie.
Isi kavitas kranial : otak,
darah, & cairan
cerebrospinal.

Doktrin Monro-Kellie

Kompliance Otak : Tekanan Intrakranial ~ Volume


Intrakranial.

TIK tinggi kerusakan otak.


Lesi massa fokal pergeseran garis tengah dan
herniasi otak.
4 macam herniasi otak :
1. herniasi subfalcine
2. herniasi uncal
3. herniasi transtentorial
4. herniasi tonsillar

Tekanan perfusi otak : pertukaran oksigen dan nutrisi


dari pembuluh darah ke jaringan otak.
Tekanan Perfusi Otak =
Tekanan Arteri Rata-Rata Tekanan Intrakranial.
Tekanan intrakranial > 30 mmHg
Tekanan arteri rata-rata < 90 mmHg
Tekanan perfusi otak < 50 mmHg

Morbiditas dari penderita.

ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central


3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar

PATOFISIOLOGI CEDERA OTAK


Cedera otak primer :
iskemia & berbagai
perubahan fisiologis &
metabolik akibat langsung
trauma.
Cedera otak sekunder
dapat terjadi sesaat
setelah trauma terjadi
atau sebagai akibat dari
cedera otak primernya
tersebut.

Cedera otak primer

Insult sekunder

Cedera otak sekunder.


Mencegah terjadinya cedera
otak sekunder.

Pengelolaan peningkatan TIK


Tindakan umum

Elevasi kepala 30

Meningkatkan venous return CBV menurun TIK turun

Hiperventilasi ringan

Menyebabkan PCO2 vasokonstriksi CBV TIK

Pertahankan tekanan perfusi otak


(CPP) > 70 mmHg
(CPP=MAP-ICP)

Pertahankan normovolemia

Tidak perlu dilakukan dehidrasi, karena menyebabkan CPP


hipoperfusi iskemia

Pertahankan normothermia

Suhu dipertahankan 36-37C


Terapi hipothermia (ruangan berAC)
Setiap kenaikan suhu tubuh 1C meningkatkan kebutuhan cairan
10%
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Pencegahan kejang
Diphenil hidantoin loading
dose 13-18mg/kgBB diikuti
dosis pemeliharaan 68mg/kgBB/hari

Diuretika
Menurunkan produksi CSS
Tidak efektif dalam jangka
lama

Kortikosteroid
Tidak dianjurkan untuk
cedera otak
Bermanfaat untuk anti
edema pada peningkatan
TIK non trauma, misal
tumor/abses otak
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

Manitol
Osmotik diuresis, bekerja
intravaskuler pada BBB yang
utuh
Efek
Dehidrasi (osmotik diuresis)
Rheologis
Antioksidan (free radical
scavenger)

Dosis 0,251g/kgBB/pemberian, diberikan


4-6x/hari
Diberikan atas indikasi:
Ada tanda klinis terjadinya
herniasi
Klinis & radiologis TIK
meningkat

Terapi primer peningkatan TIK


Evakuasi/eksisi massa (hematoma)
Kraniotomi
Memperbaiki BBB
Mengurangi penekanan CBF iskemia

Drainase CSS
Dengan ventrikulostomi
100-200 cc/hari

83. Carpal Tunnel Syndrome

84. Subarachnoid Hematom


Perdarahan fokal di daerah subarahnoid.
CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti
arah girus-girus serebri daerah yg berdktan
dg hematom.
Gejala klinik = kontusio serebri.
Penatalaksanaan : perawatan dengan
medikamentosa dan tidak dilakukan operasi

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

Lucid interval
Kesadaran makin
menurun
Late hemiparesis
kontralateral lesi
Pupil anisokor
Babinsky (+)
kontralateral lesi
Fraktur daerah
temporal
* akibat pecah a.
meningea media

SDH akut : 1- 3 hr
pasca trauma.
SDH subakut : 4-21 hr
pasca trauma.
SDH khronis : > 21
hari.
Gejala: sakit kepala
disertai /tidak disertai
penurunan kesadaran
* akibat robekan
bridging vein

HEMATOM
SUBARAKHNOID
Kaku kuduk
Nyeri kepala
Bisa didapati
gangguan kesadaran
Akibat pecah
aneurisme berry

Aneurysm

10/3/2016 2009, American Heart Association. All rights


reserved.

CT Scan non-contrast showing blood in basal


cisterns (SAH) so called Star-Sign

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery
10/3/2016 2009, American Heart Association. All rights
reserved.

85. Gerakan Involunter Abnormal


Gangguan sistem ekstrapiramidalis:
1. Tremor

serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran.


Timbul karena berkontraksinya otot2 yg berlawanan secara
bergantian, melibatkan 1 atau lebih bagian tubuh.
Jenis-jenis:
Tremor fisiologis, karena ketakutan atau marah
Tremor halus; pada hipertiroid, tremor pada jari dan tangan,
keracunan nikotin, kafein, obat-obatan spt adrenalin, efedrin,
barbiturat)
Tremor kasar; pada penyakit parkinson, gerakan jari seperti
menghitung uang
Tremor intensi; tremor kasar, tjd pada kerusakan serebelum,
diagnosa dgn tes telunjuk hidung

2. Khorea ; (Yunani = menari)


Gerakan otot cepat, aritmik dan kasar
Meliputi 1 ekstremitas, sebagian atau seluruh badan
Umumnya pada anggota gerak atas (lengan, tangan),
terutama distal
Gerakan tidak harmonis antara otot2 penggerak
Anamnesa; luruskan tangan dan lengan, didapatkan
hiperekstensi talang proksimal dan terminal,
pergelangan tangan fleksi dengan sedikit pronasi. Lebih
jelas bila tangan diangkat keatas jari-jari tangan akan
direnggangkan , ibu jari abduksi dan terarah ke bawah.

Korea sydenham
Manifestasi utama dari
demam
rematik
akut
(kriteria JONES pada tahun
1992)
Korea rematik
ditandai
dengan kelemahan otot
dan terjadinya korea
Pasien
menunjukkan
milkman grip sign, gaya
berjalan
kaku
dan
gangguan bicara.

Korea huntington
secara umum ditandai
adanya kedutan pada jarijari dan pada wajah.
Seiring waktu, amplitudo
meningkat,
pergerkan
seperti
menari
mengganggu pergerakan
voluntar dari ekstremitas
dan berlawanan dengan
gaya berjalan. Berbicara
menjadi tidak teratur.
(menyertai pasien dengan
huntington disease)

3. Atetose (yunani = berubah)

Gerakan lebih lamban. Berlainan dari khorea yang


gerakannya berlangsung cepat, mendadak, dan terutama
melibatkan bagian distal, maka atetose ditandai oleh
gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan
melibatkan otot bagian distal. Namun demikian hal ini
cenderung menyebar juga ke proksimal. Atetosis dapat
dijumpai pada banyak penyakit yang melibatkan ganglia
basal.

4. Distonia
Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia
basal. Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot
(atetose) pada lengan / anggota gerak lain, dapat
terjadi jg di otot leher dan punggung.

5. Balismus (hemibalismus)
Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot
proksimal
6. Tik (tic)
Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu
saraf
Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks serabut otot)
Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
Tonik ; lama dan terus menerus

9. Miokloni
Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok otot
Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka, rahang,
lidah faring dan laring
Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual /
auditorial
Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul pada
saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur

86. Radikulopati
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
Etiologi
Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus

Tipe-tipe Radikulopati

Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
sering disebut sciatica.
Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.

Lasegues Test
Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.

Bragards Test
Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
Nyeri dengan dorsiflexion 0 to
35 extradural sciatic nerve
irritation.
Nyeri dengan dorsiflexion from
35 70 intradural problem
(usually IVD lesion).
Nyeri tumpul paha posterior tight hamstring.

Lhermittes Test (or Phenomenon)


Sensasi seperti tersengat listrik
yang menjalar ke secara
radikuler menuju ke arah bawah
sepanjang medula spinalis atau
dapat pula menjalar ke arah
ekstrimitas yang muncul saat
dilakukan fleksi pada leher
(Lhermitte sign +).
Hasil positif :
pasien dengan keterlibatan cervical
cord
spondilitis servikal
tumor
multiple sklerosis.

Patrick Test (FABER) and contra-patrick test


Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test

Contra-patrick Test

Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

87. Golongan Hidantoin

Hidantoin merupakan senyawa laktam dari


asam ureidoasetat ( 2,4-diokso-imidazolidin )
Bersifat sedatif lemah, kadang-kadang bersifat
stimulan.
Salah satu contohnya adalah Fenitoin.
Fenitoin efektif dalam

Interaksi obat:

Serangan tonik-klonik
Kejang parsial

Mekanisme kerja:

Menstabilkan membran sel saraf terhadap depolarisasi


mengurangi masuknya ion-ion natrium dalam neuron
pada keadaan istirahat atau selama depolarisasi
Menekan dan mengurangi influks ion kalsium selama
depolarisasi dan menekan perangsangan sel saraf yang
berulang-ulang.

Efek samping:

Depresi saraf pusat terjadi terutama dalam serebelum


dan sistem vestibular, menyebabkan nistagmus dan
ataksia
Masalah gastrointestinal ( mual, muntah ) sering terjadi
Hiperpelasia gusi bisa menyebabkan gusi tumbuh dan
melampaui gigi anak-anak
Perubahan tingkah laku seperti kebingungan, halusinasi
dan mengantuk sering terjadi.

Inhibisi metabolisme mikrosomal fenitoin dalam


hati disebabkan oleh kloramfenikol, dikomarol,
simetidin, sulfinamid, dan isoniazid.
Penurunan konsentrasi fenitoin dalam plasma
disebabkan oleh karbamazepin yang memperkuat
fenitoin.
Fenitoin menginduksi sistem P-450 yang
menyebabkan peningkatan metabolisme anti
epilepsi lain, anti koagulan, kontrasepsi oral :
kuinidin, doksisiklin, siklosporin, mexiletina,
metadon, dan levodopa.

Dosis:

Permulaan sehari 2-5 mg/kgBB dibagi dalam 2


dosis
Dosis pemeliharaan 2 dd 100-300 mg pada waktu
makan dan minum banyak air
Pada anak-anak 2-16 tahun, permulaan sehari 4-7
mg/BB dibagi dalam 2 dosis dan dosis
pemeliharaan 4-11 mg/BB
Bila dikombinasi dengan fenobarbital dosisnya
dapat diperkecil. Dosis harian rata-rata 200-300
mg.

Golongan Suksinimida

Siksinimida berbeda konstitusinya secara kimia dengan definilhidantoin hanya


dengan penggantian gugus NH pada posisi 1 dengan CH 2 berbeda dengan
fenitoin
Suksinimida hanya berkhasiat pada berbagai epilepsi tipe petit mal
sedangkan gejala grand mal akan lebih diperkuat dengan pemberian obat ini.
Salah satu contohnya adalah Etoksuksimida
Mekanisme kerja:

Merupakan pilihan pertama pada serangan absence


Efek samping:

Etoksuksimida mengurangi perambatan aktivitas listrik abnormal didalam otak


Ethosuximide bekerja dengan cara menghambat aliran kalsium ambang-rendah ('arus
T')Kanal Kalsium tipe T

Berupa sedasi, antara lain rasa mengantuk dan termenung


sakit kepala, anoreksia, dan mual, juga bertahap. Leukopemia jarang terjadi, namun gambaran
darah juga fungsi hati dan urin perlu dikontrol secara teratur.

Dosis:

1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet e.c. ( enterik coated ) berhubung rasanya tidak enak dan
bersifat merangsang.

Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Asam Valproat

Asam valproat ( asam dipropil asetat ) terutama untuk:

Mekanisme kerja:

Keluhan saluran cerna, rambut rontok, gangguan pembekuan darah dan kerusakan hati.

Interaksi obat:

Mengurangi perambatan lepasan listrik abnormal di dalam otak


Memperkuat keja GABA pada sinaps-sinaps inhibisihambatan enzim yang menguraikan GABA ( g-aminobutyric acid) kadar GABA diotak meningkat.

Efek samping:

absence piknoleptik
serangan grand mal
mioklonik.

Menghambat metabolisme fenobarbital meningkatkan kadar barbiturat dalam sirkulasi


Dapat meningkatkan kadar dan fenitoin di dalam darah
Penggunaan bersamaandosis harus dikurangi sampai 30-50 % guna menghindari sedasi berlebih
sebaliknya khasiatnya juga dIperkuat oleh anti epileptika lainnya.

Dosis:

Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. Dari garam natriumnya tablet ( tablet e.c )
kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 gram
sehari.
Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.
Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15 % lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase
natrium dalam Na-valproat ) tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan.

Golongan Barbiturat

Memiliki sifat anti konvulsi yang baik terlepas dari sifat hipnotiknya
Digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang
lebih kontinu terhadap serangan grand mal.
Salah Satu contohnya adalah Fenobarbital
Mekanisme kerja:

Efek samping:

Sedasi seperti pusing, mengantuk, ataksia. Nistagmus, vertigo


Agitasi dan kebingungan terjadi pada dosis tinggi.

Interaksi obat:

Fenobarbital memiliki aktivitas anti epilepsi


membatasi penyebaran lepasan kejang didalam otak
meningkatkan ambang serangan epilepsi.
Mekanisme kerjanya tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan potensiasi efek inhibisi dari neuronneuron yang diperantarai oleh GABA ( asam gama aminobutirat).
Untuk mengatasi efek hipnotiknya obat ini dapat dikombinasi dengan kofein.

Bersifat menginduksi enzim, antara lain mempercepat penguraian kalsiferol ( Vitamin D2 ) dengan
kemungkinan timbulnya rachitas ( penyakit inggris pada anak kecil )
Penggunaannya bersama dengan valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat
ditingkatkan.

Dosis:

1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali), pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kgBB sehari,
pada status epileptikus, dewasa 200-300 mg.

Karbamazepin

Karbamazepin merupakan turunan dibenzazepin mempunyai sistem cincin yang sama


seperti timoleptika opipramol dan hanya berbeda dari senyawa ini pada subsitituen N.
Disaat ini senyawa ini merupakan salah satu anti epileptika yang terpenting dan paling
banyak digunakan.
Mekanisme kerja:

Efek samping:

Pemberian kronik stupor, koma dan depresi pernapasan bersamaan dengan rasa pusing, vertigo, ataksia dan
pandangan kabur
merangsang lambung timbul mual dan muntah
Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia telah terjadi pada beberapa penderita.

Interaksi obat:

Mengurangi perambatan impuls abnormal didalam otak dengan cara menghambat kanal natrium, sehingga
menghambat timbulnya potensial kerja yang berulang-ulang didalam fokus epilepsi.

Metabolisme dalam hati dihambat oleh beberapa obat


Penyesuaian dosis pada gangguan fungsi heparmenghindari gejala-gejala toksik

Dosis:

Permulaan sehari 200-400 mg dibagi dalam beberapa dosis


Berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 800-1200 mg dibagi dalam 2-4 dosis
Pada manula setengah dari sosis ini
Dosis awal bagi anak-anak:
sampai usia 1 tahun 100 mg sehari
1-5 tahun 100-200 mg sehari
5-10 tahun 200-300 mg sehari
dosis pemeliharaan 10-20 mg/kgBB sehari dibagi dalam beberapa dosis.

Golongan Benzodiazepin
Contohdiazepam, dan nitrazepam
Terutama digunakan pada epilepsi petit-mal pada bayi dan anak-anak.
Efektivitas pada:

Absence piknoileptik
serangan mioklonik astatik
serangan propulsif.

Mekanisme Kerja:

Menekan serangan yang berasal dari fokus epileptogenik


efektif pada serangan absence dan mioklonik tetapi terjadi juga toleransi.

Efek samping:

mengantuk, termenung-menung, pusing, dan kelemahan otot.

Dosis:

2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 dengan perlahan-lahan (1-2 menit), bila perlu diulang setelah 30
menit
pada anak-anak 2-5 mg
Pada status epilepticus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg
Pada anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg sekali
Pada konvulsi karena demam: anak-anak 0,25-0,5 mg/kg berat badan bayi
anak-anak dibawah 5 tahun5 mg
setelah 5 tahun 10 mg.

88. Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan unarousable unresponsiveness,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Penyebab dapat disingkat SEMENITE


S ; Sirkulasi gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan maupun infark)
E ; Ensefalitis akibat infeksi baik oleh bakteri, virus,
jamur, dll
M ; Metabolik akibat gangguan metabolic yang
menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar,
uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).
E ; Elektrolit gangguan keseimbangan elektrolit
(seperti kalium, natrium).
N ; Neoplasma tumor baik primer ataupun sekunder
yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya
dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi,
muntah). I ; Intoksikasi keracunan.
T ; Trauma kecelakaan.
E ; Epilepsi.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Gambaran Klinis Berdasarkan Letak Lesi


Central
Neurogenic
hiperventilation

Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

Head Trauma
Biots breathing (aka cluster
respiration)
A respiratory pattern
characterized by periods or
clusters of rapid respirations
of near equal depth or VT
followed by regular periods of
apnea.
Causes:
Biots breathing can be caused by
damage to the medulla oblongata by
stroke (CVA) or trauma,
pressure on the medulla due to uncal
or tentorial herniation
can also be caused by prolonged
opioid abuse.

Cheyne-stokes
Tidal volume waxes and
wanes cyclically with
recurrent periods of
apnea.
Causes include CNS
dysfunction, cardiac
failure with low cardiac
output, sleep, hypoxia,
profound hypocapnia

Apneustic
End-inspiration pause before
expiration.
Reflection of Pontine damage
Central Neurogenic
Exhibits very deep and rapid
respirations
Usually seen with lesions of
the midbrain and upper pons
Respirations are generally
regular and the PaCO2
decrease due to the
hyperventilation

Cluster Breathing
Groups of irregular breathing
with periods of apnea that
occurs at irregular intervals
reflection of lesions in the low
pons or upper medulla
Kussmaul
Deep, rapid respiration with no endexpiratory pause.
Causes profound hypocapnia
Seen in profound metabolic acidosis,
i.e. diabetic ketoacidosis

http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf

Pola Pernapasan
Biots breathing (aka cluster
respiration)
A respiratory pattern
characterized by periods or
clusters of rapid respirations
of near equal depth or VT
followed by regular periods of
apnea.
Causes:
Biots breathing can be caused by
damage to the medulla oblongata by
stroke (CVA) or trauma,
pressure on the medulla due to uncal
or tentorial herniation
can also be caused by prolonged
opioid abuse.

ypes of brain herniation [3] 1) Uncal 2) Central


3) Cingulate 4) Transcalvarial 5) Upward 6)
Tonsillar

89. Dementia
Definition
acquired loss of multiple cognitive abilities significant
enough to interfere with typical daily activities

Multiple potential causes

stroke
amyloid angiopathy
traumatic brain injury
normal pressure hydrocephalus
other medical conditions (e.g., thyroid disorder, low vit B12)
toxin exposure
infection
neurodegeneration

Neurodegenerative Diseases
Alzheimers disease
frontotemporal dementia (FTD)
behavioral variant (Picks disease)
primary progressive aphasias

predominantly
cognitive
symptoms

posterior cortical atrophy (PCA)

progressive supranuclear palsy (PSP)


corticobasal degeneration (CBD)
dementia with Lewy bodies (DLB)
Huntingtons disease

Parkinsons disease
ALS (Lou Gehrigs disease)

cognitive &
motor
symptoms

predominantly
motor
symptoms

Brain Anatomy
Lobe

Function

frontal

restraint, planning, initiative


empathy
language production (left)

temporal

memory
face and object identification
language comprehension (left)

parietal

spatial processing

occipital

visual processing

Frontotemporal Dementia
Definition
clinicopathologic condition consisting of
deterioration of personality and cognition
assoc. with prominent frontal and temporal
lobe atrophy

Accounts for up to 3-20% of dementias


Third behind AD and Lewy Body Dementia in
neurodegenerative dementing illnesses

FTD: Clinical Findings

Behavioral variant (bvFTD)


Disinhibition

socially inappropriate behavior


impulsivity

Apathy
loss of interest, drive, motivation

Loss of sympathy / empathy


Repetitive / compulsive / ritualistic behavior

Language variants (3 subtypes)


progressive nonfluent aphasia (PNFA)
logopenic progressive aphasia (LPA)
semantic dementia (SD)

Frontotemporal Dementia
Established clinical consensus criteria (The Lund and Manchester Groups, J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology 1998;51:1546-1554):

Core features
o Insidious onset and
slow progression
o Early decline of
Social interpersonal
conduct
Regulation of
personal conduct
Insight
o Early emotional
blunting

Supportive features:
Decline in personal
hygiene and grooming
Mental rigidity and
inflexibility
Distractibility and
impersistence
Hyperorality
Perseverative behavior
Speech and language

Diagnosis
Neuropsychology:
Impaired frontal lobe tests in absence of
severe amnesia, aphasia, or visuospatial
deficits
Imaging:
Atrophy or decreased uptake in the
frontal or anterior temporal lobes
(bilateral or unilateral) by MRI, CT, PET,
SPECT
(The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg
Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554)

89.Alzheimer Disease
Suatu gangguan psikiatri yang merupakan bentuk
progresifitas dari dementia, yang berefek pada
gangguan kognitif, behavior, dan fungsional
penyakit penurunan fungsi otak yang kompleks dan
progresif sehingga daya ingat seseorang merosot
tajam dan tidak dapat disembuhkan.
Etiologi
Belum diketahui secara pasti
Kemungkinan faktor genetik dan lingkungan
sedang diteliti (gen ApoE atau -secretase)

Faktor Resiko

Usia
Riwayat keluarga
Hipertensi
Peningkatan LDL
Penurunan HDL
Diabetes

Patogenesis
1. Atrofi kortikal
2. Neurofibrillary Tangles
(NFTs)
3. Plaque Amyloid
4. Kerusakan saraf kolinergik
5. Penurunan sintesis
asetilkolin

1. Atrophy

3. Neurofibrillary tangles

2. Amyloid Plaques

Beta-amyloid Plaques
dense deposits of protein and cellular
material that accumulate outside and around
nerve cells
Amyloid precursor protein (APP) is the
precursor to amyloid plaque.
1. APP sticks through the neuron membrane.
2. Enzymes cut the APP into fragments
protein, including beta-amyloid.

of

3. Beta-amyloid fragments come together


in clumps to form plaques.
Beta-amyloid juga dijumpai pada geriatri
normal, tetapi tidak terkonsentrasi pada
korteks/limbik

Neurofibrillary tangles (NFTs)


Terjadi karena adanya hiperfosforilasi dari protein tau,
sehingga menyebabkan mikrotubul kolaps

4. Terjadinya penurunan aktifitas kolinergik


berpengaruh terhadap keparahan dari Alzheimer
Disease
5. Terjadi penurunan jumlah enzim kolin
asetiltransferase di korteks serebral dan
hipocampus menyebabkan penurunan sintesis
asetilkolin di otak

Diagnosis
a detailed patient history
information from family and
friends
physical and neurological
exams and lab tests

neuropsychological tests
imaging tools such as CT
scan, or magnetic resonance
imaging (MRI). PET scans
are used primarily for
research purposes
MMSE

Tahapan Penurunan Kognitif Menurut MMSE

Mild
(MMSE score
2618)

Moderate
(MMSE score

1710)

Difficulty remembering recent events, ability to manage finances, prepare


food, and carry out other household activities declines. May get lost while

driving. Begins to withdraw from difficult tasks and to give up hobbies.


Patient requires assistance with activities of daily living. Frequently
disoriented with regard to time (date, year, season). Recall for recent
events is severely impaired. May forget some details of past life and names of

family and friends. Functioning may fluctuate from day to day. Patient
generally denies problems. May become suspicious or tearful. Loses ability to
drive safely. Agitation, paranoia, and delusions are common.

Severe
(MMSE score

Patient loses ability to speak, walk, and feed self. Incontinent of urine and
feces. Requires care 24 hours a day and 7 days a week.

90)

Mini Mental State Examination (MMSE)

Gejala Alzheimer

Tujuan Terapi
Menjaga fungsi-fungsi pasien selama mungkin
Menunda perkembangan penyakit

Strategi Terapi
Non farmakologi
Terapi non-farmakologi melibatkan pasien, keluarga,
atau pengasuh khusus untuk mensupport,
menghadapi dan memahami kondisi pasien
Farmakologi
Terapi untuk mengatasi gejala penurunan kognisi
atau menunda progresivitas penyakit
Terapi simptomatik

Terapi Farmakologi
inhibitor kolinesterase akan meningkatkan kadar
asetilkolin (takrin, donepezil, rivastigmin, galantamin)
Antagonis reseptor NMDA : Memantine
Antioksidan dapat memperlambat progresivitas
penyakit ( Vit E, selegilin (MAO inhibitor))
Alternatif terapi : ekstrak gingko biloba sebagai
neuroprotektif --- mengurangi kerapuhan kapiler,
efek antioksidan, dan menghambat agregasi platelet
tetapi masih perlu evidence yang lebih banyak.

Terapi Berdasarkan Stage AD


Mild - Moderate AD
Inhibitor Cholinesterase ( Donepezil, Rivastigmin,
Galantamine)

Moderate - Severe AD
Antagonis NMDA (Memantine)

Terapi simptomatik
Selain gejala gangguan kognitif juga terdapat gejala
gangguan non kognitif seperti depresi,seperti gelisah,
pelupa, dan insomnia
Gejala depresi --- antidepresan (SSRI,TCA)
Insomnia --- perlu hipnotik, atau antidepresan yang
bersifat sedatif
Delusi --- curiga, menduga-duga yang salah, paranoid
--- antipsikotik (dicari yang paling kurang efek
sampingnya) --- atipikal (klozapin, quetiapin,
risperidon)

90. Cedera Medulla Spinalis


Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf
yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan
sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang
vertebra.
Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis,
masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari
tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat
terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan
sementara ataupun permanen terjadi akibat dari
kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut
sebagai cedera medula spinalis.

PATOFISIOLOGI
Kompresi karena tulang,
ligamen,herniasi diskus
intervertebralis & hematom
paling berat akibat kompresi tulang,
trauma hiperekstensi corpus
dislokasi ke posterior.
Regangan jaringan.biasanya terjadi
pada hiperpleksi, toleransi medula
spinalis terhadap regangan
tergantung usia
Edema.timbul segera setelah
trauma
Sirkulasi terganggu.

2 jam pasca cedera terjadi


invasi sel-sel inflamasi
dimulai oleh microglia dan
leukosit polimorfonuklear.
4 jam pasca cedera hampir
separuh medula spinalis
menjadi nekrotik.
6 jam pasca cedera terjadi
edema primer vaskogenik.
48 jam terjadi edema dan
nekrotik kros-sektional pada
tempat cedera.

Manifestasi lesi traumatik


Komusio ,Kontusio,Laserasio,Perdarahan
Kompresi, Hemiseksi ,Transeksi medula spinalis
Sindrom medula spinalis bagian anterior &
posterior
Shok spinal
Aktivitas refleks yg meningkat

Transeksi medula spinalis akan terjadi


masa Spinal Syok
Semua gerakan volunter dibawah lesi hilang
secara mendadak
Semua sensibilitas bawah lesi hilang
Semua refleks hilang.
Berlangsung 3-6 mg

KLASIFIKASI
ASIA (American Spinal Injury Association) dan
IMSOP (International Medical Society of
Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991.
Berdasarkan fungsi:
Berdasarkan tipe dan lokasi:

Berdasarkan fungsi:
Grade A complete
tidak ada fungsi
motorik atau sensorik
sampai sefmen S4-S5

Grade B incomplete
tidak ada fungsi
sensorik tapi fingsi
motorik masik ada di
bawah level cedera
spinal sampai segmen
S4-S5

Grade C incomplete
fungsi motorik masih ada
dibawah level cedera spinal dan
sebagian besar 10 otot
ektrimitas dibawah level cedera
spinal mempunyai kekuatan
motorik <3

Grade D incomplete :
seperti grade C, tapi kekuatan
motorik 3

Grade E normal
fungsi motorik dan sensorik
normal

GEJALA KLINIK
Cervico-Medullary
Syndrome
Respiratory arrest,
hipotensi, tetraplegia.
C1 C4
ggn sensibilitas wajah,
Lengan lebih berat dari
tungkai

Central cord syndrome


Gangguan motorik pada
ekstrimitas atas lebih berat
dari tungkai dengan
gangguan sensibilitas
sembuh spontan

Sacral sparing

GEJALA KLINIK
Anterior Cord Syndrome
Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.

Posterior cord syndrome


Jarang ada, kelemahan dr
batas lesi kebawah
Gangguan proprioseptik

GEJALA KLINIK
Brown-sequard syndrome
Gangguan motorik dan
propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa
suhu dan nyeri pada sisi
kontralateral
Cedera hiperekstensi

Conus Medullaris
syndrome
Daerah T11-T12 dan T12-L1
24% dari kasus
Gangguan lower motor
neuron, flaksid tungkai &
sfingter ani,
spastisitas(kronik).

PENATALAKSANAAN
1.Tentukan cedera medula spinalis akut?
2.Lakukan stabilisasi medula spinalis
3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing
4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi,
hipotensi, shok neurogenik
5.Medical:
methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15
menit
dilanjutkan 5,4mg/kgBB iv hingga 24 jam bila dosis
inisial diberikan <3jam setelah trauma
Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial
diberikan 3-8jam post trauma
Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.

91. Pemeriksaan Tanda Rangsang


Meningeal
A. Brudzinski I
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan
kedua tangan dan kaki diluruskan serta berikan
bantal bila ada
Memutar kepala pasien ke samping kanan kiri serta
menoleh ke kanan kiri apakah ada tahanan untuk
mengecek adanya gejala ekstrapiramidal atau
spasme otot selain tanda meningeal
Memegang kepala penderita dengan tangan kiri dan
kanan, kemudian memfleksikan kepala dagu
penderita ke arah sternum/ dada penderita apakah
ada tahanan atau nyeri di leher. Pada kondisi
normal dagu dapat menyentuh dada
Kaku kuduk (+) : jika dagu tidak dapat menyentuh
dada
Brudzinski (+) : jika bersamaan dengan
pemeriksaan kaku kuduk terlihat fleksi sejenak
pada tungkai bawah

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.

B. Brudzinski II
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
Memfleksikan salah satu kaki lurus pada sendi panggul maksimal
Brudzinski tungkai II(+) : jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral (yang tidak
mengalami parese)
C. Brudzinski III
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada kedua
lengan
D. Brudzinski IV
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi pada kedua
tungkai bawah
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.

E. Kernig
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat mencapai
135 derajat
Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135
derajat

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.

F. Tanda laseque
Pasien berbaring lurus,
Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau
tahanan.
Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
G. Kaku kuduk:
Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.

Refleks Patologis

Keterangan

Babinski

Stimulus : penggoresan telapak kaki bagianl ateral dari posterior


ke anterior.
Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari
jari kaki.

Chaddock

Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar


malleolus lateralis dari posterior keanterior.
Respons : seperti babinski

Oppenheim

Stimulus : pengurutan crista anterior tibia dari proksimal ke


distal
Respons : seperti babinski

Hoffman

Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien.


Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya berefleks

Tromner

Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien


Respons : seperti Hoffman

Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.

92. Gangguan Koordinasi


Apraxia
gangguan dalam melakukan gerakan-gerakan
yang bertujuan, meskipun memiliki keinginan
ataupun kemampuan fisik untuk melakukan hal
tersebut
Gangguan ini disebabkan kelainan fungsi
motoric
Disebabkan kerusakan spesifik pada serebrum
Pengobatan dengan terapi wicara, terapi
okupasi dan terapi fisik

Alexia
hilangnya kemampuan untuk membaca akibat suatu kelainan pada
otak
Disebut juga sebagai kebutaan membaca atau afasia visual

Agnosia
Hilangnya kemampuan untuk mengenali bentuk, suara, atau bau
dimana indera yang berperan tidak mengalami kelainan
Biasanya disebabkan oleh cedera pada otak

Aphasia
gangguan untuk memformulasikan kata-kata atau berbicara akibat
adanya gangguan pada region otak yang berperan

Agraphia
ketidakmampuan untuk menulis akibat penyakit otak
Gangguan ini dapat muncul sendiri saja atau bersamaan dengan
alexia, agnosia, aphasia dan apraxia.

93. Cedera Saraf Perifer

94. Guillane Barre Syndrome

ILM U
PSIK IATR I

95. GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

Gangguan
mood

1 atau lebih
episode
mania atau
hipomania

1 atau lebih
episode
depresi

Dengan/ tanpa
psikosis?

Gangguan
afektif
bipolar

Episode kini
manik/ depresi?

Pedoman Diagnosis Gangguan Bipolar


(PPDGJ-III)
Ditandai setidaknya 2 episode yang menunjukkan
pada 1 waktu tertentu terjadi peninggian mood
dan energi (mania/hipomania), dan pada 1 waktu
lain berupa penurunan mood dan energi
(depresi).
Ada periode penyembuhan sempurna antar
episode.
Manik terjadi tiba-tiba, lamanya antara 2 minggu5 bulan.
Depresi biasanya terjadi selama 6 bulan-1 tahun.

Algoritma Tatalaksana Gangguan Bipolar

Tatalaksana: Mood Stabilizer

Tatalaksana Gangguan Bipolar


FASE AKUT
Manik

MAINTENANCE
Lithium atau Asam valproat,
setidaknya selama 6 bulan.

Lithium, atau
Asam valproat

Depresi
Lithium, atau
Lamotrigine
Monoterapi dengan
antidepresan tidak
direkomendasikan

Antipsikotik perlu diteruskan


bila pasien cenderung memiliki
risiko mengalami gejala psikotik
berulang
Psikoterapi
Electroconvulsive therapy
(ECT)

Gejala psikotik
Antipsikotik, diutamakan
golongan atipikal
American Psychiatric Association, 2010

96. GANGGUAN WAHAM MENETAP


(DSM-IV)

Jenis Gangguan Waham Menetap


(DSM-IV)

97. DEPRESI
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).

Terjadi selama minimal 2 minggu.


PPDGJ

Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2
minggu.

Episode depresif berat: 3 gejala utama + 4 gejala lain > 2


minggu. Jika gejala amat berat & awitannya cepat,
diagnosis boleh ditegakkan meski kurang dari 2 minggu.
Episode depresif berat dengan gejala psikotik: episode
depresif berat + waham, halusinasi, atau stupor depresif.
PPDGJ

DSM-IV Criteria

Terapi Depresi
Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agenagen yang sesuai.
Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.

Terapi Non Farmakologis


PSIKOTERAPI
interpersonal therapy: berfokus pada konteks sosial
depresi dan hub pasien dengan orang lain
cognitive - behavioral therapy : berfokus pada mengoreksi
pikiran negatif, perasaan bersalah yang tidak rasional dan
rasa pesimis pasien

ELECTROCONVULSIVE THERAPY (ECT): aman dan


efektif, namun masih kontroversial
diindikasikan pada :
depresi yang berat diperlukan respons
yang cepat, respon terhadap obat jelek

Terapi Farmakologis

Dosis Obat Antidepresan

Perbandingan Efek Samping Antidepresan

98. MANIA &


HIPOMANIA
Pada prinsipnya, gejala
mania dan hipomania
serupa.
Namun pada mania,
gejala mengganggu
fungsi sosialnya dan
bisa terdapat gejala
psikotik.
Pada hipomania,
umumnya lingkungan
sekitar tidak terganggu
dan tidak ada gejala
psikotik.

Gejala Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.

Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ

99. SEXUAL DYSFUNCTION


Sexual desire disorders

Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD);


Persistently or recurrently deficient (or absent) sexual fantasies and
desire for sexual activity
Sexual Aversion Disorder (SAD)
Persistent or recurrent extreme aversion to, and avoidance of, all
(or almost all) genital sexual contact with a sexual partner.

Sexual arousal disorders

Female Sexual Arousal Disorder (FSAD)


Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until
completion of the sexual activity, an adequate lubrication-swelling
response of sexual excitement.
Male Erectile Disorder
Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until
completion of the sexual activity, an adequate erection.

(APA, 2000)

Orgasmic disorders
Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm)
Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm)
Premature Ejaculation

Sexual pain disorders


Dyspareunia: recurrent or persistent genital pain associated with
sexual intercourse.
Vaginismus: involuntary muscle constriction of the outer third of
the vagina that interferes with penile insertion and intercourse.

Sexual dysfunction due to general medical condition

Substance-Induced Sexual Dysfunction


With impaired desire/With impaired arousal/With impaired
orgasm/With sexual pain/With onset during intoxication

Sexual Dysfunction Not Otherwise Specified (NOS)

Diagnosis Ejakulasi Dini (DSM-IV-TR)

100. DEMENSIA
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan

Klasifikasi Demensia Berdasarkan


Etiologinya
Demensia pada penyakit Alzheimer
Demensia vaskular
Demensia pada penyakit Pick
Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob
Demensia pada penyakit Huntington
Demensia pada Penyakit Parkinson
Demensia pada Penyakit HIV/AIDS
Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (5060%), disusul demensia vaskular (20-30%).

Tanda dan Gejala Awal Demensia Alzheimer

American Academy of Neurology, 2012

Deteksi Dini Demensia


Dengan menggunakan mini mental state
examination (MMSE)/ Folstein test.
Interpretasi skor MMSE:
24-30: kognitif normal
19-23: mild cognitive impairment
10-18: moderate cognitive impairment
<=9: severe cognitive impairment

Demensia

Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia,


J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382

Mild Cognitive Impairment (MCI) dan


Demensia

Mild cognitive impairment (MCI)merupakan permulaan dari


terjadinya demensia. Pada MCI, gangguan umumnya pada analisa
dan pengambilan keputusan sehingga belum mengganggu kegiatan
sehari-hari seperti mandi, makan, memakai sepatu dll seperti yang
terdapat pada demensia.

MCI - Demensia

101. GANGGUAN PSIKIATRI POST PARTUM


Post partum blues
Sering dikenal sebagai baby blues
Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu

Post partum Depression


Kondisi yang lebih serius dari baby blues
Mempengaruhi 1 dari 10 ibu baru
Mengalami perasaan sedih, emosi yang
meningkat, tertekan, lebih sensitif, lelah, merasa
bersalah, cemas dan tidak mampu merawat diri
dan bayi
Timbul beberapa hari setelah melahirkan sampai
setahun sejak melahirkan
Tatalaksanapsikoterapi dan antidepresan

Postpartum Psychosis
Kondisi ini jarang terjadi
1 dari 1000 ibu yang melahirkan
Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung
beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
melahirkan
Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang
harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, bicara cepat, mania
Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat
membahayakan diri dan bayi

Baby Blues vs Postpartum Depression


CHARACTERISTIC

BABY BLUES

POSTPARTUM MAJOR
DEPRESSION

Duration

Less than 10 days

More than two weeks

Onset

Within two to three days


postpartum

Often within first month;


may be up to one year

Prevalence

80 percent

5 to 7 percent

Severity

Mild dysfunction

Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation

Not present

May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

Tatalaksana Postpartum Depression


Tatalaksana utama: PSIKOTERAPI
Tatalaksana farmakologis terutama digunakan untuk depresi
sedang dan berat.
Drug of choice: antidepresan golongan SSRI
Pada ibu menyusui, secara umum antidepresan dapat ditemukan
dalam ASI. Namun pada penggunaan Sertraline, Paroxetine, dan
Nortryptiline, kadar obat tidak terdeteksi dalam serum bayi.
Sedangkan penggunaan Fluoxetine dan Citalopram terdeteksi dalam
serum bayi namun dalam kadar yang sangat rendah dan secara umum
tidak menimbulkan bahaya bagi bayi.

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

Dosis Obat Golongan SSRI


pada Postpartum Depression
STARTING
DOSAGE

DRUG

USUAL
TREATMENT
DOSAGE

Selective serotonin reuptake inhibitors


Citalopram
10 mg
20 to 40 mg
(Celexa)

MAXIMAL
DOSAGE

ADVERSE
EFFECTS

60 mg

Headache,
nausea,
diarrhea,
sedation,
insomnia,
tremor,
nervousness,
loss of libido,
delayed
orgasm

Escitalopram
(Lexapro)

5 mg

10 to 20 mg

20 mg

Fluoxetine
(Prozac)

10 mg

20 to 40 mg

80 mg

Paroxetine
(Paxil)
Sertraline
(Zoloft)

10 mg

20 to 40 mg

50 mg

25 mg

50 to 100 mg

20

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

102. Ansietas
Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari
gejala di antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.

Gangguan
penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku dalam waktu


<3 bulan dari awitan stresor. Tidak berhubungan dengan duka cita
akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas
menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp


minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan
yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik
Tanda fisis:
Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang
melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

PPDGJ
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Tatalaksana Gangguan Panik

Cognitive-Behavioral Therapy

This is a combination of cognitive therapy


Cognitive therapymodify or eliminate
thought patterns contributing to the
patients symptoms
Behavioral therapy aims to help the
patient to change his or her behavior.
Cognitive-behavioral therapy generally
requires at least eight to 12 weeks

SSRIs

Oral benzodiazepine
Iv medication, e.x. Lorazepam
Sometimes beta blockers are used to
reduce anxiety

http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html

the first line of medication treatment for panic


disorder

Tricyclic antidepressants
High-potency benzodiazepines

Some people may need a longer time in


treatment to learn and implement the
skills

Treatment i n Emergency Departement

Medication

Ex: Clonazepam
may cause depression and are associated with
adverse effects during use and after
discontinuation of therapy
Poorer outcome and global functioning than
antidepresant

monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)

Combination Therapy
Psychodynamic therapy
help to relieve the stress that contributes to
panic attacks, they do not seem to stop the
attacks directly

Ven XR :Venlafaxine extended release


SNRI : Serotonin norephinephrine
reuptake inhibitor

http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panicdisorder-break-the-fearcircuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html

103. Klasifikasi Depresi (DSM-IV)

Skizofrenia vs Skizoafektif vs
Gangguan Mood dengan Gejala Psikotik
Skizofrenia

Skizoafektif

Gangguan mood disertai


gejala psikotik

Gejala
psikotik

Kronik, sejak awal


onset sakit

Kronik, sejak awal


onset sakit

Hanyaada setelah episode


gangguan mood terjadi

Gangguan
mood

Tidak ada, atau ada Ada terus menerus


Ada, memenuhi kriteria
tetapi tidak
selama sakit
diagnosis gangguan mood
menonjol
berlangsung. Gejala
(manik/ depresi)
mayor gangguan mood
belum tentu ada

Lama
penyakit

Kronik

Kronik

Episodik

104. PRINSIP TERAPI ANTIPSIKOTIK


Key points for using antipsychotic therapy:
1.
2.

3.

4.

An oral atypical antipsychotic drug should be considered as


first-line treatment.
Choice of medication should be made on the basis of prior
individual drug response, patient acceptance, individual sideeffect profile and cost-effectiveness, other medications being
prescribed and patient co-morbidities.
The lowest-effective dose should always be prescribed
initially, with subsequent titration.
The dosage of a typical or an atypical antipsychotic medication
should be within the manufacturers recommended range.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006

Psikofarmaka
Key points for using antipsychotic therapy:
5.
6.
7.
8.
9.

Treatment trial should be at least 4-8 weeks before changing


antipsychotic medication.
Antipsychotic medications, atypical or conventional, should
not be prescribed concurrently, except for short periods to
cover changeover.
Treatment should be continued for at least 12 months, then if
the disease has remitted fully, may be ceased gradually over
at least 1-2 months.
Prophylactic use of anticholinergic agents should be
determined on an individual basis and re-assessment made at
3-monthly intervals.
A trial of clozapine should be offered to patients with
schizophrenia who are unresponsive to at least two adequate
trials of antipsychotic medications.

Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006

Obat Antipsikotik Tipikal dan Atipikal

105. PSIKOTIK AKUT


Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti
gangguan psikotik akut, harus ada setidaknya
satu dari gejala di bawah ini:
1. Halusinasi
2. Waham
3. Agitasi atau perilaku aneh (bizarre)
4. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
5. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim
(iritabel)
Dengan lama episode >1 hari, tetapi <1 bulan.
PPDGJ-III

PPDGJ

Diagnosis Banding Psikotik Akut


Penyakit

Karakteristik

Skizofrenia

Gangguan isi pikir, waham, halusinasi, minimal 1 bulan

Skizofrenia Paranoid

merasa terancam/dikendalikan

Skizofrenia Hebefrenik

15-25 tahun, afek tidak wajar, perilaku tidak dapat diramalkan,


senyum sendiri

Skizofrenia Katatonik

stupor, rigid, gaduh, fleksibilitas cerea

Skizotipal

perilaku/penampilan aneh, kepercayaan aneh, bersifat magik, pikiran


obsesif berulang

Waham menetap

hanya waham

Psikotik akut

gejala psikotik <4 minggu.

Skizoafektif

gejala skizofrenia & afektif bersamaan

Residual

Gejala negatif menonjol, ada riwayat psikotik di masa lalu yang


memenuhi skizofrenia

Simpleks

Gejala negatif yang khas skizofrenia (apatis, bicara jarang, afek


tumpul/tidak wajar) tanpa didahului halusinasi/waham/gejala
psikotik lain. Disertai perubahan perilaku pribadi yang bermakna
(tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, penarikan diri).

106. RETARDASI MENTAL


Retardasi mental merupakan suatu penurunan
fungsi intelektual secara menyeluruh yang
terjadi pada masa perkembangan dan
dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial
(AAMD).
3 komponen utama yang terganggu:
penurunan fungsi intelektual, adaptasi sosial,
dan masa perkembangan.

Ringan

Masih dapat dididik (educable)


Komunikasi sehari-hari masih baik
Masih dapat merawat diri secara independen (makan,
mandi, mencuci)
Kesulitan utamanya pada pekerjaan akademik di sekolah
(terutama membaca dan menulis)

Sedang

Retardasi mental yang dapat dilatih (trainable)


Keterlambatan pemahaman dan penggunaan bahasa
Kemampuan motorik dan kemampuan merawat diri
terbatas, butuh pengawasan
Kemampuan sekolah terbatas

Berat
Sangat
Berat

Kemampuan serupa dengan RM sedang


Pada kelompok ini, kemampuan motorik sangat
terbatas
Umumnya disertai defisit neurologis

Sangat terbatas untuk mengerti instruksi


Sangat terbatas dalam mobilitas
Hanya mampu komunikasi non verbal yang sederhana
Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000

Mental Retardation

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Klasifikasi Retardasi Mental Berdasarkan IQ


American
Association on
Mental
Retardation
(AAMR)

http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full

PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)

107. GANGGUAN TIDUR


Gangguan tidur non organik mencakup :
Disomnia: kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan pada jumlah, kualitas atau waktu tidur
insomnia, hipersomnia, gangguan jadwal
tidur
Parasomnia: peristiwa episodik abnormal selama
tidur. Pada masa kanak ada hubungan dengan
perkembagan anak, pada orang dewasa berupa
somnabulisme, night terror, nightmare

F51.0 Insomnia non organik


Menurut DSM-IV, insomnia didefinisikan sebagai keluhan
dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan
tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya
satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau
gangguan dalam fungsi individu.
The International Classification of Diseases mendefinisikan
insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama
minimal satu bulan.
Menurut The International Classification of Sleep Disorders,
insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap
malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur
tersebut.

Kriteria Diagnostik Insomnia NonOrganik berdasarkan PPDGJ


1. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau
mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk
2. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu
selama minimal 1 bulan.
3. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan
kekhawatiran yang berlebihan terhadap akibatnya
pada malam hari dan sepanjang siang hari
4. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas
tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat
dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

Klasifikasi Insomnia
Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu
kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan
ini sering berkaitan dengan gangguan cemas.

Middle insomnia (sleep maintenance insomnia), merupakan


kesulitan untuk mempertahankan tidur. Gangguan ini ditandai
dengan seringnya terbangun di malam hari dan suliit memulai tidur
lagi, dan sering berkaitan dengan penyakit organik, nyeri, dan
gangguan depresi.
Terminal insomnia (late insomnia/ early morning wakening
insomnia) ditandai dengan bangun lebih pagi dari yang diperlukan
secara terus menerus. Gangguan ini berkaitan dengan depresi.

F51.1 Hipersomnia non organik


Hipersomnia adalah bertambahnya waktu tidur
sampai 25% dari pola tidur yang biasa.
Gejala :
a) Rasa kantuk siang hari yang berlebihan atau
adanya serangan tidur dan atau transisi yang
memanjak dari saat mulai bangun hingga sadar
penuh.
b) Terjadi setiap hari, lebih dari 1 bulan atau
berulang dengan kurun waktu lebih pendek.
c) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang
menunjukan gejala rasa kantuk pada siang hari.

F51.2 Gangguan jadwal tidur non


organik
Gangguan ini timbul akibat ketidakcocokan antara
ritme sirkadian normal dan siklus tidur-terjaga
normal yang dituntut oleh lingkungan.
Ditandai dengan :
Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama dengan pola
tidur-jaga yang normal bagi masyarakat setempat.
Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan
hipersomnia pada waktu kebanyakan orang jaga, yang
dialami hampir setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan
atau berulang dengan kurun waktu yang lebih pendek.
Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti cemas,
depresi.

F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)


Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan,
yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam
tahap mimpi dari tidur.
Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia

F51.4 Teror tidur (night terrors)

Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 10 menit.
Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga
awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi,
bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat
episode.
Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak
seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.

F51.5 Mimpi buruk (nightmare)


Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang
dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi
menakutkan.
Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis
secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan
mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara
terperinci dan jelas (vivid),
Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera
sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.

Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode


pengobatan paling efektif.

108. CHILDHOOD PSYCHIATRY

ADHD
Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
a pattern of diminished sustained attention and
higher levels of impulsivity in a child or adolescent

The diagnosis of ADHD is based on the consensus


of experts that three observable subtypes:
inattentive,
hyperactive/impulsive, or
combined are all manifestations of the same disorder.

Jenis-jenis ADHD

KULIT & KELAMIN,


MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI

109 & 110. Herpes Simpleks


Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat
mukokutan
Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV
tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital

Gejala klinis:
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Herpes Simpleks
Pemeriksaan
Ditemukan pada sel dan dibiak,
antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi
intranuklear, glass cell)

Pengobatan
doksuridin topikal (pada lesi dini),
asiklovir 5 x 200 mg PO selama 5
hari

Komplikasi
Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada janin
dengan ibu herpes genitalis

Tipe II

111. Pioderma
Selulitis
Etiologi
Stafilokokus, streptokokus

Klinis
Infiltrat difus (batas tidak
tegas/tidak meninggi) di
subkutan, tanda inflamasi (+)

Predileksi
Tungkai bawah

Lab
Leukositosis

Terapi
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari
selama 7-10 hari

Erisipelas
Etiologi
Streptokokus, stafilokokus

Klinis
Eritema merah cerah, batas
tegas, tepi meninggi, tanda
inflamasi (+), jika residif dpt
terjadi elefantiasis

Predileksi
Tungkai bawah

Lab
Leukositosis

Terapi
ProcainePenicilline G 600.0002.000.000 IU selama 6 hari

112.

Keratosis Seboroik
Penuaan kulit, disebut juga papiloma sel basal
Etiologi
Paparan sinar matahari (utama), genetik

Histologi
Proliferasi epitel papilomatosa yang berisi kista sel tanduk
tanpa tanda keganasan
Beberapa mengandung melanin

Tatalaksana
AHA, tazarotene cream 0,1%
2x/hari selama 16 minggu,
terapi laser

113. Paronikia
Merupakan infeksi jaringan lunak sekitar kuku yang dimulai dari selulitis
dan dapat berkembang menjadi abses
Jenis
Akut: Nyeri & purulen, et causa stafilokokus
Kronik: Biasanya disebabkan infeksi jamur

Gejala dan Tanda


Eritema, bengkak, pus terbentuk di bawah kulit, eponikia, kuku berubah
warna

Diagnosis
Pewarnaan Gram, KOH, Tzanck Smear

Tatalaksana
Rendam air hangat 3-4 x/hari
Insisi dan drainase

114. Skrofuloderma
Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)

Lokasi
Leher: dari tonsil atau paru
Ketiak: dari apeks pleura
Lipat paha: dari ekstrimitas bawa KGB inguinal lateral

Perjalanan Penyakit

Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut)


Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar
Perlunakan tidak serentak cold abses pecah
Fistel memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus
seropurulen sikatrik skin bridge

Diagnosis Banding
Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV

Skrofuloderma: Diagnosis Banding


KELAINAN

KARAKTERISTIK

Hidradenitis Supurativa

Infeksi piokokus pada kelenjar apokrin.


Tanda radang akut (+), terdapat gejala
konstitusi. Predileksi: Kelenjar apokrin
daerah ketiak

Limfogranuloma Venerum

Coitus suspectus, gejala konstitusi (+),


tanda radang akut (+). Predileksi: KGB
inguinal medial. Stadium lanjut bubo
bertingkat pembesaran KGB di inguinal
medial dan fossa iliaka

Dermatitis Kontak

Riwayat kontak dengan bahan/benda


tertentu, edema, eritema, papul, vesikel,
ulkus (-)

115.

116. Kusta tipe MB berdasarkan Jopling

Kusta tipe PB berdasarkan Jopling

117. Skabies
Etiologi
Infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var.
hominis
Transmisi: kontak langsung skin to skin, tidak langsung

Gejala: 4 tanda kardinal


Pruritus nokturna
Menyerang manusia secara berkelompok
Terowongan (kunikulus) putih/keabuan, lurus/berkelok,
panjang 1 cm, ujung terdapat papul/vesikel, predileksi pada
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku luar,
lipat ketiak depan, areola mamae, umbilikus, bokong,
genitalia eksterna, perut bawah

Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI: 2007

Skabies: Pemeriksaan & Tatalaksana


Pemeriksaan
Apusan kulit: kulit dibersihkan dengan eter dengan
gerakan cepat selotip dilekatkan & ditekan pada lesi
setelah beberapa detik selotip diangkat diletakkan di
atas gelas objek (6 buah dari lesi yang sama pada satu
gelas objek) diperiksa di bawah mikroskop
Burrow Ink Test: dengan mengoleskan tinta pada daerah
terowongan tinta terabsorpsi terlihat terowongan

Tatalaksana
Memutus rantai penularan: pengobatan kelompok yang
terkena bersamaan, merebus pakaian dengan
air panas, menjemur kasur
Obat: sulfur presipitat 4-20%, benzil
benzoat 20-25%, gameksan 1%, krotamiton
10%, permetrin 5%

Antiskabies
Drugs

Possible adverse Effect

Efektif

Benzyl benzoat 25%

Irritation, anasthesia & hypoesthesia, ocular


irritation, rash, pregnancy category B

All stadium

Permethrine 5%

Mild &transient burning & stinging, pruritus,


pregnancy category B, not recomended for
children under 2 months

All stadium

Gameksan 1%

Toksis to SSP for pregnancy and children


under 6 years old, pregnancy category C

All stadium

Krotamiton 10%

Allergic contact dermatitis/primary irritation, All stadium


pregnancy category C

Sulfur precipitate
6%

Erythema, desquamation, irritation,


pregnancy category C

Not efective for


egg state

118. Keganasan Pada Kulit


Karsinoma Sel Basal

Karsinoma Sel Skuamosa

Berasal dari sel epidermal


pluripoten. Faktor predisposisi:
lingkungan (radiasi, arsen, paparan
sinar matahari, trauma, ulkus
sikatriks), genetik
Usia di atas 40 tahun
Biasanya di daerah berambut,
invasif, jarang metastasis
Bentuk paling sering adalah
nodulus: menyerupai kutil, tidak
berambut, berwarna coklat/hitam,
berkilat (pearly), bila melebar
pinggirannya meninggi di tengah
menjadi ulkus (ulcus rodent)
kadang disertai talangiektasis,
teraba keras

Berasal dari sel epidermis.


Etiologi: sinar matahari, genetik,
herediter, arsen, radiasi,
hidrokarbon, ulkus sikatrik
Usia tersering 40-50 tahun
Dapat bentuk intraepidermal
Dapat bentuk invasif: mula-mula
berbentuk nodus keras, licin,
kemudian berkembang menjadi
verukosa/papiloma. Fase lanjut
tumor menjadi keras, bertambah
besar, invasif, dapat terjadi
ulserasi. Metastasis biasanya
melalui KGB.

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Melanoma Maligna

SCC

Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat

Usia 30-60 tahun


Bentuk:
Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka

Prognosis buruk

BCC

MM

Aktinik Keratosis
Disebut juga solar keratosis
Predisposisi kearah karsinoma sel skuamosa, keilitis aktinik,
KSB, atau melanoma
Klinis
Lesi berisisik timbul akibat paparan sinar matahari berulang/
terbakar matahari
Papul atau plak datar/meninggi dengan permukaan kasar
putih/kekuningan/merah/pigmentasi yang sedikit nyeri atau
asimptomatik

Pemeriksaan
Biopsi untuk bedakan dengan KSS
Terapi
Krioterapi dan elektrokauterisasi

http://www.dermnetnz.org/topics/actinic-keratosis/

119. Varicella (Chicken Pox)


Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan mukosa
Transmisi secara aerogen

Gejala
Masa inkubasi 14-21 hari
Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
Disusul erupsi berupa papul eritematosa vesikel tetesan air (tear drops)
pustul krusta
Predileksi: badan menyebar secara sentrifugal

Pemeriksaan
Percobaan Tzanck

Pengobatan
Simptomatik (antipiretik, analgesik, antipruritus), acyclovir

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Herpes zoster
Herpes Zoster

Lesi Kulit pada Herpes Zoster

Penemuan utama dari PF: kemerahan


yang terdistribusi unilateral sesuai
dermatom
Rash dapat berupa eritematosa,
makulopapular, vesikular, pustular,
atau krusta tergantung tahapan
penyakit
Terapi nyeri: Gabapentine oral/NSAID
topikal/Lidocaine topikal
Anti-Viral (diberikan < 72 jam setelah
onset, atau pada
manula/imunokompromais)
Acyclovir (5x800mg selama 7-10 hari)
Valacyclovir 3x1 g/hari selama 5-10 hari
Famcyclovir 3x500 mg/hari selama 7 hari

Komplikasi
Neuralgia pasca herpes, herpes zoster
oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Herpes zoster
Gejala
Gejala prodromal sistemik (demam, pusing,
malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal)
Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar eritematosa & edema
pustul & krusta
Pembesaran KGB regional
Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis &
otikus

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

120. Ulkus Tropikum


Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
bawah, lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di
daerah tropik

Etiologi
Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis
yang biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii

Klinis
Dimulai dengan luka kecil papula
meluas menjadi vesikel pecah ulkus kecil
terinfeksi kuman meluas ke
samping dan dalam

Ulkus Tropikum
Predileksi terutama di tungkai bawah
Efloresensi:
Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat
autoinokulasi, nyeri, tanpa gejala konstitusi
Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung
berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta
kehijauan), berbau

Tatalaksana
Perbaikan gizi dan higiene
Pengobatan Topikal: salep salisilat 0,1-2%, kompres KMnO4
Pengobatan sistemik:
Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari

Leg ulcer
Penyakit

Keterangan

Ektima

infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk


krusta disertai ulserasi
ulkus superfisial dengan gambaran punched out
appearance atau berbentuk cawan dengan dasar merah dan
tepi meninggi

Ulkus tropikum

Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan


nyeri, biasanya padatungkai bawah, dan lebih sering
ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan
nekrotik dan secret serosanguinolen yang banyak dan
meleleh

Ulkus Varikosum/stasis
vena

dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa.


Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya
tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan
fibrotik
Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis,
tetapi cenderungtimbul di sekitar maleolus medialis

Ulkus varikosum

Ectima

Ulkus tropikum

121. Sediaan Obat Topikal


Ointment

Specific Indication/advantage

Gel/Jelly

More liquid than salve and transparent, good use for mucosa, can
easily washed by water.

Cream/Cremores

Good for topical use in mucosa/skin , easily cleaned, medium


penetration to skin

Salve/Zalf/unguenta

Deep potency in skin penetration, good for likenifikasi lesion, not


easily cleaned, not recommended for interginosa skin

Powder

For dry skin lesion, effective to reduce pruritus

Injection

For systemic disease, Fast onset, 100% bioavailability, can be given to


patient in decrease conciousness

Vehikulum Obat Topikal


Cairan (solusio, tingtura, kompres)

Membersihkan kulit dari debris


Perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, pustula
Keadaan yang basah menjadi kering
Merangsang epitelisasi

Bedak
Penetrasi sedikit
Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah

Salep
Diberikan pada dermatosis yang kering dan kronik, berkrusta
Penetrasi paling kuat
Kontraindikasi pada dermatitis madidans (dengan eksudasi), tidak
dianjurkan pada bagian tubuh yang berambut

Vehikulum obat topikal (contd)


Bedak kocok
Diberikan pada dermatosis yang kering, superfisial, agak luas. Pada keadaan
yang subakut
Penetrasi sedikit, mengurangi gatal
Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut

Krim

Indikasi kosmetik
Dermatosis subakut yang luas, penetrasi >> bedah kocok
Boleh digunakan di daerah berambut
Kontaindikasi: dermatitis madidans

Pasta (campuran bedak & vaselin)


Dermatosis yang agak basah (bersifat mengeringkan)
Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut, tidak dianjurkan pada
daerah lipatan

Linimen (campuran cairan, bedak, salep)


Diberikan pada dermatosis yang subakut
Kontraindikasi: dermatosis madidans
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Jenis Vehikulum topikal


Vehikulum

Keterangan

Solusio

membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan


sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih

Bedak kocok (Losio)

Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas,


serta dermatosis pada keadaan sub akut

Bedak

pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan


superfisial, mempertahankan vesikel atau bula agar tidak
pecah

Salep/ointment

dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam


dan kronik dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan
ulkus bersih

Krim

indikasi kosmetik (tidak lengket, mudah dicuci, mudah


menyebar, dan tidak mengotori baju), dermatosis yang
subakut dan luas, dan boleh digunakan di daerah yang
berambut

122. Media Pertumbuhan Selektif

Eosin methylene blue (EMB): selektif untuk spesies coli


YM (yeast and mold): pH rendah untuk media jamur
MacConkey agar: Untuk bakteri gram (-)
Mannitol salt agar (MSA): Selektif untuk bakteri gram
(+)
Xylose lysine desoxyscholate (XLD): Selektif untuk
bakteri gram (-)
Buffered charcoal yeast extract agar: untuk Legionella
pneumophila
BairdParker agar: Untuk stafilokokus

Media Pertumbuhan Diferensial


Untuk membedakan subspesies
Blood agar
Mengandung darah sapi yang akan menjadi transparan bila terdapat
streptokokus hemolitikus

Eosin methylene blue (EMB)


Untuk membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa

MacConkey (MCK)
Sama seperti EMB

Mannitol salt agar (MSA)


Untuk membedakan bakteri yang memfermentasi manitol

Agar Lowenstein-Jensen
Sebagai media pertumbuhan bakteri
mycobacterium, terutama mycobacterium
tuberculosis
Tampak seperti koloni coklat bergranular

http://www.microbelibrary.org

Media kultur
Media Kultur

Kegunaan

Mc-Conkey

Bersifat selektif dan diferensiasi. Untuk menumbuhkan bakteri


gram negatif dan membedakan bakteri gram negatif yang
dapat memfermentasi laktosa dengan yang tidak. Bakteri yang
dapat memfermentasi laktosamemunculkan warna pink

TCBS (Thiosulfate-citrate-bile
salts-sucrose)

Media selektif untuk menumbuhkan Vibrio cholera dan jenis


vibrio lainnya

Agar Darah

Untuk membedakan bakteri berdasarkan kemampuan


menghemolisis darah

Saboroud Agar

Menumbuhkan jamur dermatofita dan jenis jamur lainnya

Thayer-Martin agar

Untuk menumbuhkan Neisseria, yaitu Neisseria gonorrhoe dan


Neisseria meningitidis

V. cholerae
Large yellow
colonies.

1. Gram negatif, dapat memfermentasi


laktosa
2. Gram negatif, dapat memfermentasi
laktosa
3. Gram positiftidak tumbuh koloni
4. Gram negatif, tidak dapat
memfermentasi laktosa

Trichophyton rubrum

Candida albicans

Proteus mirabilis dan ISK


Bakteri batang gram negatif, berflagella (bergerak
aktif)
Infeksi saluran kemih dan mengeluarkan zat yang
dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran
kemih
Patogenesis:
Produksi enzim urease hidrolisis urea menjadi
amonia urin >> basa memicu pembentukan
kristal sitruvit & kalsium karbonat
Endotoksin induksi respon inflamasi hemolisin

Gejala: sistitis, urgensi, hematuria

Swarming Phenomenon
Swarming adalah terbentuknya zona konsentrik pada
pertumbuhan bakteri yang menutupi permukaan media
pertumbuhan agar darah
Ditemukan pada P. mirabilis dan P. vulgaris
Bakteri tsb memiliki flagela dan bersifat sangat motil sehingga
menimbulkan pola pertumbuhan yang khas dan aroma ikan asin

123. Fascioliasis
Biasanya menginfeksi duktus biliaris dan hati,
namun dapat mengenai bagian tubuh yang
lain
Fase Akut: gejala muncul akibat migrasi parasit
dari intestinal ke dan melewati hati

Gejala dan Tanda


Masalah GI seperti mual, muntah, nyeri perut,
Demam, ruam, dan sulit bernapas dapat terjadi

http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm

Fase Infeksi

Acute Phase
Rarely seen in humans
Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once.
After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent
symptoms
vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present.
Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae
penetrate the liver capsule
Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.

Chronic Phase
Much more common in human populations
Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children)
These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large
adult worms and their metabolic waste in the bile ducts.
Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a
term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.

Halzoun
a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx
This occurs when an individual consumes infected raw liver.
The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable
pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration
The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.

Ectopic Infection
Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity,
intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.

Fasciola Hepatica: Siklus Hidup

Fasciola Hepatica: Telur pada Mikroskopik

A, B, C: Telur Fasciola hepatica. Pengecatan: iodine.


A,B bentuk membulat; C. Terlihat operculum pada terminal

Fasciola Hepatica: Tatalaksana


DOC: Triclabendazole
Dosis: 10 mg/kg/dosis, dalam 2 dosis terpisah 12-24 jam
Alternatif: Nitazoxanide
Untuk fase kronik
2x500 mg/hari selama 7 hari
Praziquantel
Tidak efektif untuk mengobati fasciola, tapi
dipertimbangkan sebagai alternatif ketiga karena
ketersediaannya yang mudah)
Dosis: 75 mg/kg/hari PO 3x/hari selama 1-2 hari
http://emedicine.medscape.com/article/997890-treatment
http://reference.medscape.com/drug/biltricide-praziquantel-342666

Nama cacing

Gejala Klinis

Morfologi

Fasciola
hepatika

Gangguan GIT
mual, muntah, nyeri
abdomen, demam
Peradangan,
penebalan,sumbatan
sal.empedusiroris
periporta

Cacing pipih spt daun


Cacing dewasa memiliki
batil isap kepala dan
perut
Telursulit dibedakan
dengan F.buski, sdkt
melebar pada
abopercular
Telur dikeluarkan belum
matang, matang dalam
air berisi mirasidium

Fasciolopsis
buski

Sebagian besar
asimptomatik.
Nyeri perut
(epigastrium),diare kronik
diselingi konstipasi,tinja
berisi makanan yang tidak
tercerna,anemia akibat
perdarahan
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus

Cacing dewasa memiliki


batil isap kepala dan
perut
Telurelips,dinding
transparan,operkulum
kecil nyaris tidak
terlihat,imatur(tidak
ada embrio)

Bentuk

124. Taeniasis Saginata


Etiologi:
Taenia saginata

Morfologi
Cacing dewasa4-12 m
Skoleks
Leher
Strobilaproglotid

Proglotid gravid15-30
cabang
TelurTelur bulat
berdinding tebal, memiliki
stria radial
Gandahusada S, et al. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2004

http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/gen_info/faqs.html

Gejala klinisringan
Perut tidak nyaman
nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Nafsu makan turun
Berat badan turun

Diagnosis
Ditemukan proglotid
bergerak aktif dlm tinja
Eosinofilia

Th/: Prazikuantel

http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/biology.html

Taenia sp. : Taeniasis


Taenia Solium

Taenia Saginata

Skoleks: mempunyai 4 batil isap


dan rostelum dgn 2 baris kait

Skoleks: mempunyai 4 batil


isap, tanpa kait-kait

Gejala ec cacing: subklinis, nyeri


ulu hati, mencret, mual,
konstipasi, sakit kepala
Gejala ec sistiserkosis:
pseudohipertrofi otot, miositis,
demam tinggi, eisonofilia,
epilepsi, meningoensefalitis,
hidrosefalus

Gejala ec cacing: subklinis,


nyeri ulu hati, mencret,
mual, konstipasi, sakit
kepala

Taenia sp. : Proglotid


Taenia Saginata

Taenia Solium

Proglotid memiliki cabang


uterus sebanyak 15-30 buah

Proglotid memiliki canag


uterus sebanyak 7-12 buah

PERBEDAAN KARAKTERISTIK
T. s a g i n a t a

T. s o l i u m

Penyakit

Taeniasis

Taeniasis dan sistiserkosis

Panjang cacing dws

4-12 m

2-4 m & 8 m

proglotid

1000-2000

800-1000

Skolek

Tanpa rostelum/kait-kait Punya rostelum + kait-kait

Proglotid

Keluar sendiri scr aktif


satu-satu

Keluar bersama tinja 2-3 progl.

Matang

Ovarium 2 lobus

Ovarium trilobus

Gravid

15-30 cabang lateral

7-12 cabang lateral

telur/proglotid

100.000

30.000-50.000

Larva

Cystisercus bovis

Cystisercus cellulose

Hospes perantara

Sapi

Babi dan manusia

Cara infeksi

Makan daging sapi yg


Makan daging babi yg mengandung
mengandung cystisercus cystisercus cellulose (mjd taeniasis)
bovis
dan tertelan telur (mjd sistiserkosis)

TERAPI INFEKSI TAENIA


Taeniasis
Prazikuantel (> usia 4 tahun) 5-10 mg/kgBB SD ATAU
Niklosamida 500 mg Tab

Sistiserkosis dan Neurosistiserkosis


Prazikuantel ATAU
Albendazol
<60 kg: 15 mg/kg/hari, 2x/hari PO selama 8-30 hari, maks 800 mg/hari
>60 kg: 400 mg, 2x/hari selama 8-30 hari

Antikonvulsan
Fenitoin: 300-400 mg/hari, 3x/hari ATAU
Karbamazepin 2x200 mg PO
Steroid
Prednison 5-60 mg/hari PO SD
http://reference.medscape.com/drug/albenza-albendazole-342648#1

ILMU
K E S E H ATAN
ANAK

125. Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit

Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268overview

Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis


Diagnosis :
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
Penatalaksanaan :
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
< 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis


Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali
sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut

Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan


kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

126. Child Developmental Sectors

10/3/2016

712

127. Pemberian ASI pada Ibu dengan


HIV
Sebanyak 90 % penularan HIV pada anak <13
tahun terjadi pada saat perinatal:
selama dalam kandungan Virus HIV bebas dapat
menembus plasenta
proses persalinan porsi terbesar penularan virus
HIV terjadi karena bayi menelan cairan di jalan lahir,
perlukaan karena gesekan,
sesudah kelahiran pemberian ASI (ASI
mengandung virus bebas ataupun CD4 terinfeksi HIV)
Telah diketahui bahwa ASI mengandung virus HIV dan
transmisi melalui ASI adalah sebanyak 15 %.

Memberi ASI memaparkan bayi untuk beresiko


tertular HIV
Tidak memberi ASI angka mortalitas tidak berkurang
karena anak anak yang tidak mendapat ASI beresiko
meninggal akibat penyebab selain HIV
Apabila ibu diketahui mengidap HIV/AIDS terdapat
beberapa alternatif yang dapat diberikan :
ASI Eksklusif
Pemberian ARV
Memanaskan ASI

1. ASI Eksklusif :
Pada periode tersebut hanya ASI yang boleh diberikan
pada bayi, tidak termasuk air sekalipun apalagi makanan
padat
Resiko tertular HIV pada mixed feeding 2-6 x lipat
dibandingkan dengan ASI eksklusif
Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena
virus HIV dapat menular melalui luka.
Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula karena
susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk
2. Pemberian Antiretrovirus
Ibu dengan HIV yang mengkonsumsi ARV menurunkan
resiko transmisi HIV melalui ASI angka penularan
0,9%

3. Memanaskan ASI
Bila ingin memberikan ASI, dapat dilakukan dengan
memerah ASI lalu memanaskannya sehingga virus HIV mati
Metode flash heating ASI ditaruh dalam tempat
kemudian ditaruh di panci kecil berisi air kemudian
dipanaskan mendidih segera diangkat dan dibiarkan
dingin sampai suhu tubuh
Cara ini tidak mengganggu kadar vitamin A, mnurunkan
kadar vitamin B2 dan B6

Transmisi vertikal HIV


Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi
vertikal, dapat terjadi melalui
Plasenta pada waktu hamil (intrauterin),
Waktu bersalin (intrapartum) dan
pasca natal melalui air susu ibu (ASI) resiko 15-25 %

Tidak semua ibu pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi


yang dikandungnya.
Mekanisme transmisi melalui ASI.
HIV-1 berada di dalam ASI dalam bentuk terikat dalam sel atau virus
bebas, namun belum diketahui bentuk mana yang ditularkan ke bayi.
Beberapa zat antibodi yang terdapat di dalam ASI dapat bekerja
protektif terhadap penularan melalui ASI seperti laktoferin, secretory
leukocyte protease inhibitor.
Status vitamin A pada ibu juga penting karena terbukti laju penularan
lebih tinggi pada ibu dengan defisiensi vit A
Suradi R. Tata laksana Bayi dari Ibu pengidap HIV/AIDS. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003: 180 185
Permenkes RI no. 51 tahun 2013. Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak.

Risiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor.


Usia kehamilan.
Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu hamil muda, karena
plasenta merupakan barier yang dapat melindungi janin dari infeksi
pada ibu.
Transmisi terbesar terjadi pada waktu hamil tua dan waktu persalinan.

Beban virus di dalam darah.


Kondisi kesehatan ibu .
Stadium dan progresivitas penyaklit ibu, ada tidaknya komplikasi,
kebiasaan merokok, penggunaan obat-obat terlarang dan defisiensi
vitamin A.

Faktor yang berhubungan dengan persalinan; seperti masa


kehamilan, lamanya ketuban pecah, dan cara persalinan bayi baru
lahir.
Pemberian profilaksis obat antiretroviral
Pemberian ASI

PENCEGAHAN TRANSMISI VERTIKAL


1. Pencegahan primer
Pendekatan yang paling efektif untuk mencegah transmisi vertikal
pencegahan pada wanita usia subur.
Konseling sukarela, rahasia, dan pemeriksaan darah adalah cara
mendeteksi pengidap HIV secara dini

2. Pencegahan sekunder
Pemberian antiretrovirus secara profilaksis
Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibu yang mengidap
HIV/AIDS seperti pada pertolongan persalinan normal dengan
menerapkan universal precaution.
Bila ARV tersedia dapat diberikan kepada bayi.
Obat yang dianjurkan untuk mengurangi transmisi vertikal pada neonatus
adalah Zidovudine selama 6 minggu atau Niverapine sebanyak satu kali
pemberian.

PENCEGAHAN TRANSMISI VERTIKAL


Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir
selama 6 minggu. Obat ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT
atau ZDV) 4 mg/kgBB diberikan 2 kali sehari.
Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis mulai
usia 6 minggu dengan dosis 4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap
hari sampai usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIV ditegakkan.

Pertolongan persalinan oleh petugas terampil


Pembersihan jalan lahir
Persalinan dengan SC
Menjaga kesehatan ibu menjaga nutrisi cukup terutama
vitamin A, riboflavin dan mikronutrien

128. Acquired Prothrombine Complex


Deficiency (APCD) dengan Perdarahan
Intrakranial
Sebelumnya disebut sebagai Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) atau Vitamin K Deficiency Bleeding
Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Hemorrhagic disease of newborn (HDN)


Acquired prothrombrin complex deficiency (APCD)
Stadium

Characteristic

Early HDN

Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.

Classic HDN

Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex


is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.

Vit K deficiency

Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.

Late HDN / APCD

Acquired bleeding disorder in the 2 week to 6 month age infant


caused by reduced vitamin K dependent clotting factor (II, VII,
IX, X) with a high incidence of intracranial hemorrhage and
responds to VK.

Diagnosis APCD
Diagnosis
Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI

Tatalaksana APCD
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol,
berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan
Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
Transfusi PRC sesuai Hb
Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
(Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
Konsultasi bedah syaraf
Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi
baru lahir
Buku PPM Anak IDAI

129. Meningitis & ensefalitis


Meningitis
Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan
pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
N. meningitidis (anak lebih besar)
Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun.
Penyebab tersering: enterovirus
Meningitis fungal: pada imunokompromais
Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang
meningeal (+). Gejala tambahan: iritabel, letargi, muntah,
fotofobia, gejala neurologis fokal, kejang

Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak


Penyebab tersering: ensefalitis viral
Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan
kesadaran, gejala fokal, kejang)
Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.
http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview

Meningitis bakterial: Patofisiologi

Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah
Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
Pada kasus berat sebaiknya ditunda
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun
sangat dianjurkan; 12-18 bln dianjurkan; > 18 bln tidak rutin
dilakukan

CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
EEG jika ditemukan perlambatan umum

Normal CSF Values in Children


White cell count

Biochemistry

Neutrophils
(x 106 /L)

Lymphocytes
(x 106/L)

Protein
(g/L)

Glucose
(CSF:blood ratio)

Normal
(>1 month of
age)

< 0.4

0.6 (or 2.5


mmol/L)

Normal
neonate
(<1 month of
age)

< 20

<1.0

0.6 (or 2.5


mmol/L)

http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/CSF_Interpretation/

Cairan serebrospinal pada infeksi SSP


Bact.men

Viral men

Tekanan

Normal/

Makros.

Keruh

Jernih

Xantokrom

Jernih

Jernih

Lekosit

> 1000

10-1000

500-1000

10-500

< 10

+++

MN (%)

+++

+++

++

Protein

Normal/

Normal

Normal

Glukosa

Normal

Normal

Normal

Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Negatif

PMN (%)

Gram
/Rapid T.

TBC men

Encephali
tis

Encephal
opathy

Penatalaksanaan
Terapi empirik antibiotik
Usia 1-3 bulan
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibai dalam 4 dosis +
sefotaksim 200-300 mgkgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis
atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis

Usia > 3 bulan


Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4
dosis atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis atau
Ampisilin 200 -400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis

130. Trauma Lahir Ekstrakranial


Kaput Suksedaneum

Perdarahan Subgaleal

Paling sering ditemui


Tekanan serviks pada kulit
kepala
Akumulasi darah/serum
subkutan, ekstraperiosteal
TIDAK diperlukan terapi,
menghilang dalam
beberapa hari.

Darah di bawah galea


aponeurosis
Pembengkakan kulit kepala,
ekimoses
Mungkin meluas ke daerah
periorbital dan leher
Seringkali berkaitan dengan
trauma kepala (40%).

Trauma Lahir Ekstrakranial:


Sefalhematoma
Perdarahan sub periosteal akibat ruptur pembuluh
darah antara tengkorak dan periosteum
Etiologi: partus lama/obstruksi, persalinan dengan
ekstraksi vakum, Benturan kepala janin dengan pelvis
Paling umum terlihat di parietal tetapi kadang-kadang
terjadi pada tulang oksipital
Tanda dan gejala:
massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi;
pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal
didalam tulang di bawah massa;
pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang
terlibat

Trauma Lahir Ekstrakranial:


Sefalhematoma
Ukurannya bertambah sejalan dengan bertambahnya
waktu
5-18% berhubungan dengan fraktur tengkorak
Umumnya menghilang dalam waktu 2 8 minggu
Komplikasi: ikterus, anemia
Kalsifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun.
Catatan: Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun
teraba berfluktuasi
Tatalaksana:
Observasi pada kasus tanpa komplikasi
Transfusi jika ada indikasi
Fototerapi (tergantung dari kadar bilirubin total)

131. Sepsis Neonatorum


Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
Jenis :
Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik (Group B
Streptococcus (GBS))

Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1


minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis
(Coagulase-negative Staphylococcus)

Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak


spesifik diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

Kriteria Infeksi, SIRS, Sepsis, Sepsis Berat,


dan Syok Septik

Sindrom disfungsi
multiorgan

Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan


optimal
Goldstein B., Giroir B., Randolph A., Pedriatric Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8.

Kriteria SIRS Neonatorum

Skrining
Kecurigaan besar sepsis bila :
Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B

Bayi usia lebih dari 3 hari


Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B

Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis


Kategori A

Kategori B

Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi


dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)

Tremor

Kejang

Letargi atau lunglai, malas minum


padahal sebelumnya minum dengan baik

Tidak sadar

Mengantuk atau aktivitas berkurang

Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan


tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih

Iritabel, muntah, perut kembung

Persalinan di lingkungan yang kurang


higienis

Tanda-tanda mulai muncul setelah hari


ke-empat

Kondisi memburuk secara cepat dan


dramatis

Air ketuban bercampur mekonium

132. Sindrom Nefrotik

Spektrum gejala yang ditandai


dengan protein loss yang masif dari
ginjal
Pada anak sindrom nefrotik mayoritas
bersifat idiopatik, yang belum
diketahui patofisiologinya secara
jelas, namun diperkirakan terdapat
keterlibatan sistem imunitas tubuh,
terutama sel limfosit-T
Gejala klasik: proteinuria, edema,
hiperlipidemia, hipoalbuminemia
Gejala lain : hipertensi, hematuria,
dan penurunan fungsi ginjal

Di bawah mikroskop: Minimal change


nephrotic syndrome (MCNS)/Nil
Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis)
merupakan penyebab tersering dari
sindrom nefrotik pada anak,
mencakup 90% kasus di bawah 10
tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
Faktor risiko kekambuhan: riwayat
atopi, usia saat serangan pertama,
jenis kelamin dan infeksi saluran
pernapasan akut akut (ISPA) bagian
atas yang menyertai atau mendahului
terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview

Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik
dengan gejala:
Proteinuria massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik 2+)
Hipoalbuminemia 2,5 g/dL
Edema
Dapat disertai hiperkolesterolemia

Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,


dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)
KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.
Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Starlings Law of the Capillary


Pc = hydrostatic pressure of capillary
c = protein (oncotic) pressure of capillary
Pi = hydrostatic pressure of interstitial fluid
i = protein osmotic (oncotic) pressure of the interstitial fluid
Net movement out of capillary into interstitium (ml/min)

FLOWnet = (Pc Pi) (c i)


Basically, movement is governed by (hydrostatic pressure protein (oncotic) pressure)

Capillary endothelium is permeable to


water
Water, ions, small molecules diffuse across
Capillaries are relatively impermeable to
proteins
Plasma protein remains in vascular system
to exert oncotic pressure
The oncotic pressure tends to cause fluid
to move from interstitial fluid to plasma
Capillary pressure tends to cause fluid to
move from plasma to interstitial fluid

Filtration

Pc

Pi

Absorption

Edema : Accumulation of fluid in interstitial space (due to filtration out of the capillaries)
Usually caused by a disruption in Starling forces, that exceeds the ability of lymphatic
system to return it to the circulation

Decreased plasma protein


osmotic pressure (severe
liver failure, nephrotic
syndrome)

Increased capillary protein


permeability (due to release of
vasoactive substances) (e.g.
burns, trauma, infection)

Increased capillary
pressure (failure of
venous pumps,
heart failure)

parasitic infection of
lymph nodes
(filariasis)

EDEMA

Nefrotik vs Nefritik

Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin.
Urin dapat keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites,
edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+, rasio
albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria.
Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200
mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.

Definisi pada Sindrom Nefrotik


Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4
mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps : proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2
LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6
bulan pertama setelah respons awal atau kurang dari 4
kali per tahun pengamatan
Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi 2 kali
dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau 4
kali dalam periode 1 tahun

Definisi pada Sindrom Nefrotik


Dependen steroid : relaps terjadi pada saat
dosis steroid diturunkan atau dalam 14 hari
setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini
terjadi 2 kali berturut-turut
Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada
pengobatan prednison dosis penuh (full dose)
2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Tatalaksana

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

133. Imunisasi
Guide to Contraindications1 and Precautions1 to Commonly Used Vaccines*,
Vaccine

Contraindications1

Hepatitis B
(HepB)

Rotavirus
(RV5
[RotaTeq],
RV1 [Rotarix])

Haemophilus
influenza
type b (Hib)

Precautions1

Severe allergic reaction (e.g.,


anaphylaxis) after a previous dose
or to a vaccine component

Severe allergic reaction (e.g.,


anaphylaxis) after a previous dose
or to a vaccine component
Severe combined
immunodeficiency (SCID)
History of intussusception

Severe allergic reaction (e.g.,


anaphylaxis) after a previous dose
or to a vaccine component
Age <6 weeks

http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html

Moderate/severe acute illness


with/without fever
Infant weighing <2000 g2
Moderate/severe acute illness
with/without fever
Altered immunocompetence
other than SCID
Chronic gastrointestinal disease3
Spina bifida or bladder
exstrophy3
Moderate/severe acute illness
with/without fever

Guide to Contraindications1 and Precautions1 to Commonly Used Vaccines*,


Vaccine

Contraindications1

Diphtheria,
tetanus,
pertussis (DTaP)

Tetanus,
diphtheria,
pertussis (Tdap)
Tetanus,
diphtheria (DT,
Td)

Precautions 1

Severe allergic reaction (e.g.,


Moderate/severe acute illness with/without fever
anaphylaxis) after a previous
Guillain-Barr syndrome (GBS) within 6 weeks after a
dose or to a vaccine
previous dose of tetanus toxoid-containing vaccine
component

History of arthus-type hypersensitivity reactions after a


For pertussis-containing
previous dose of tetanus or diphtheria toxoid-containing
vaccines: encephalopathy
vaccine; defer vaccination until at least 10 years have
(e.g., coma, decreased level
elapsed since the last tetanus-toxoid containing vaccine
of consciousness, prolonged
For pertussis-containing vaccines: progressive or unstable
seizures) not attributable to
neurologic disorder (including infantile spasms for DTaP),
another identifiable cause
uncontrolled seizures, or progressive encephalopathy until
within 7 days of
a treatment regimen has been established and the
administration of a previous
condition has stabilized
dose of DTP or DTaP (for
For DTaP only:
DTaP); or of previous dose of

Temperature of >40.5 C within 48 hours after vaccination


DTP, DTaP, or Tdap (for Tdap)
with a previous dose of DTP/DTaP

Collapse or shock-like state (i.e., hypotonic hyporesponsive


episode) within 48 hours after receiving a previous dose of
DTP/DTaP

Seizure within 3 days after receiving a previous dose of


DTP/DTaP

Persistent, inconsolable crying lasting >3 hours within 48


hours after receiving a previous dose of DTP/DTaP

http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html

Guide to Contraindications1 and Precautions1 to Commonly Used Vaccines*,


Vaccine

Contraindications 1

Precautions 1

Inactivated
Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a
poliovirus vaccine
previous dose or to a vaccine component
(IPV)

Pneumococcal
For PCV13, severe allergic reaction (e.g.,
(PCV13 or PPSV23)
anaphylaxis) after a previous dose of PCV7 or
PCV13 or to a vaccine component, including to
any vaccine containing diphtheria toxoid
For PPSV23, severe allergic reaction (e.g.,
anaphylaxis) after a previous dose or to a
vaccine component

Moderate/severe acute illness


with/without fever

Measles, mumps,
rubella (MMR)4

Moderate/severe acute illness


with/without fever
Recent (within 11 months) receipt of
antibody-containing blood product
(specific interval depends on
product)7
History of thrombocytopenia or
thrombocytopenic purpura
Need for tuberculin skin testing8

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis)


after a previous dose or to a vaccine
component
Known severe immunodeficiency (e.g., from
hematologic and solid tumors, receipt of
chemotherapy, congenital immunodeficiency,
or long-term immunosuppressive therapy 5 or
patients with human immunodeficiency virus
[HIV] infection who are severely
immunocompromised)6
Pregnancy

http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html

Moderate/severe acute illness


with/without fever
Pregnancy

Guide to Contraindications1 and Precautions1 to Commonly Used Vaccines*,


Vaccine

Contraindications 1

Precautions 1

Varicella (Var)4

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a


previous dose or to a vaccine component
Known severe immunodeficiency (e.g., from
hematologic and solid tumors, receipt of
chemotherapy, primary or acquired
immunodeficiency, or long-term
immunosuppressive therapy5 or patients with HIV
infection who are severely immunocompromised)6
Pregnancy

Moderate/severe acute illness


with/without fever
Recent (within 11 months) receipt of
antibody-containing blood product
(specific interval depends on product) 7
Receipt of specific antivirals (i.e., acyclovir,
famciclovir, or valacyclovir) 24 hours before
vaccination; avoid use of these antiviral
drugs for 14 days after vaccination.

Hepatitis A
(HepA)

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a


previous dose or to a vaccine component

Moderate/severe acute illness


with/without fever

Influenza,
inactivated
injectable (IIV)

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a


previous dose of any IIV or LAIV or to a vaccine
component, including egg protein

Moderate/severe acute illness


with/without fever
History of GBS within 6 weeks of previous
influenza vaccination
Persons who experience only hives with
exposure to eggs may receive RIV (if age
1849) or, with additional safety
precautions, IIV.9

Influenza,
recombinant
(RIV)

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a


previous dose of RIV or to a vaccine component.
RIV does not contain any egg protein.9

http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html

Moderate/severe acute illness


with/without fever
History of GBS within 6 weeks of previous
influenza vaccination

Guide to Contraindications1 and Precautions1 to Commonly Used Vaccines*,


Vaccine

Contraindications 1

Influenza, live
attenuated
(LAIV)4, 9

Human
papillomavirus
(HPV)

Precautions 1

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a


previous dose of IIV or LAIV or to a vaccine
component, including egg protein

Conditions for which the ACIP recommends


against use, but which are not contraindications in
vaccine package insert: immune suppression,
certain chronic medical conditions such as
asthma, diabetes, heart or kidney disease, and
pregnancy4, 9
Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a
previous dose or to a vaccine component

Moderate/severe acute illness


with/without fever
History of GBS within 6 weeks of previous
influenza vaccination
Receipt of specific antivirals (i.e.,
amantadine, rimantadine, zanamivir, or
oseltamivir) 48 hours before vaccination.
Avoid use of these antiviral drugs for 14
days after vaccination.
Moderate/severe acute illness
with/without fever
Pregnancy

Meningococcal:
conjugate
(MCV4),
polysaccharide
(MPSV4)

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a


previous dose or to a vaccine component

Moderate/severe acute illness


with/without fever

Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) to a


vaccine component
Known severe immunodeficiency (e.g., from
hematologic and solid tumors, receipt of
chemotherapy, or long-term immunosuppressive
therapy5 or patients with HIV infection who are
severely immunocompromised).
Pregnancy

Moderate/severe acute illness


with/without fever
Receipt of specific antivirals (i.e., acyclovir,
famciclovir, or valacyclovir) 24 hours before
vaccination; avoid use of these antiviral
drugs for 14 days after vaccination.

Zoster (HZV) 4

http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html

134. Croup
Croup (laringotrakeobronkitis
viral) adalah infeksi virus di
saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
Merupakan penyebab stridor
tersering pada anak
Gejala: batuk menggonggong
(barking cough), stridor,
demam, suara serak, nafas
cepat disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam

Steeple sign

Pemeriksaan
Croup is primarily a clinical diagnosis
Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign),
which signifies subglottic narrowing
Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration

Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the


course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest
an underlying anatomic or congenital disorder)

Klasifikasi dan Penatalaksanaan


Ringan

Berat

Gejala:

Gejala:

Terapi:

Demam
Suara serak
Batuk menggonggong
Stridor bila anak gelisah

Terapi:
Rawat jalan
Pemberian cairan oral,
ASI/makanan yang sesuai
Simtomatik

Stridor saat istirahat


Takipnea
Retraksi dinding dada bagian
bawah
Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
dapat diulang dalam 6-24 jam
Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 23 mL NS, nebulisasi selama 20
menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.

Pada anak dengan croup berat yang


memburuk, dipertimbangkan pemberian:
1. Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi
saluran respiratorik.
Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang
berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan
trakeostomi (atau intubasi) daripada pemberian oksigen.
Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung atau kateter
nasofaring dapat membuat anak tidak nyaman dan
mencetuskan obstruksi saluran respiratorik.
Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai
terjadi obstruksi saluran respiratorik dan perlu
dipertimbangkan tindakan trakeostomi.

Pada anak dengan croup berat yang


memburuk, dipertimbangkan pemberian:
2. Intubasi dan trakeostomi
Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik seperti
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat
dan anak gelisah, lakukan intubasi sedini mungkin.
Jika tidak mungkin, rujuk anak tersebut ke rumah sakit
yang memungkinkan untuk dilakukan intubasi atau
tindakan trakeostomi dengan cepat.
Jika tidak mungkin, pantau ketat anak tersebut dan
pastikan tersedianya fasilitas untuk secepatnya dilakukan
trakeostomi, karena obstruksi saluran respiratorik dapat
terjadi tiba-tiba.
Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh orang yang
berpengalaman.

135. Demam Tifoid

Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi


Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
Penularan : fekal-oral
Masa inkubasi : 10-14 hari
Gejala
Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)

Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test

Pemeriksaan biakan Salmonella


The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4

Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Tatalaksana Demam Tifoid

Tatalaksana Demam Tifoid

136. Tetrasklin
Tetracycline is a broad-spectrum antibiotic that crosses
placental barrier
It has a wide range of adverse effects and is known for a
unique property of being incorporated into skeletal and
dental tissues at sites of active mineralization and staining
of these tissues.
Under ultraviolet irradiation, the tissues exhibit
fluorescence, a characteristic feature of tetracycline
molecule.
Because of these adverse effects, its administration is
contraindicated during pregnancy
Discoloration of teeth was reported in children who were
on long-term tetracycline therapy
Venilla v et.al. Tetracycline-Induced Discoloration of Deciduous Teeth: Case Series. Journal of International Oral Health 2014; 6(3):115-119

The discoloration is due to the formation of


tetracycline-calcium orthophosphate complex.
Tetracycline is incorporated into the tooth through the
blood to the coronal portion of the pulp to the subodontoblastic area ending into pre-dentin.
AAP recommendation preparations of the
tetracycline family should not be administered to
children <8 years of age because of their side-effects in
developing hard tissues

Based on the extent and color of


staining, it is classified into:
the first degree (Mild tetracycline
staining) teeth with Yellow to
grayish staining with no banding
and is spread throughout the tooth
uniformly.
Second degree (Moderate
tetracycline staining) teeth with
Yellow brown to dark grayish
staining,
Third degree (severe tetracycline
staining) teeth with blue gray or
blackish staining associated with
banding across the tooth and
fourth degree includes intractable
staining that is so severe that
bleaching is ineffective

Prevention of staining of teeth :


Reducing the dose of the drug,
avoiding the drug in the critical
period of mineralization of teeth.

137. GENETIC DISORDER


Patau
Syndrome
Trisomi 13
noninherited

Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a


cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
(with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia
Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

Sindrom
Klinefelter
47,XXY
noninherited

cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incomplete


puberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological
children (infertility).
Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancer
and SLE.
May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, and
unassertive.

Sindrom
Edward
Trisomi 18
Noninherited

Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability
It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.

mikrosefal; hypotonus, Excess skin at the nape of the neck,


Flattened nose, Separated sutures, Single palm crease, Small ears,
small mouth, Upward slanting eyes, Wide, short hands with short
fingers, White spots on the colored part of the eye (Brushfield
spots), heart defects (ASD, VSD)

Sindrom
Down
Trisomi 21
noninherited Physical development is often slower than normal (Most never
reach their average adult height), delayed mental and social
development (Impulsive behavior, Poor judgment, Short attention
span, Slow learning)

Sindrom
turner
45 + XO
noninherited

The most common feature is short stature, which becomes evident


by about age 5. Ovarian hypofunction. Many affected girls do not
undergo puberty and infertile.
About 30 % have webbed neck, a low hairline at the back of the
neck, limfedema ekstrimitas, skeletal abnormalities, or kidney
problem, 1/3 have heart defect, such as coarctation of the aorta.
Most of them have normal intelligence. Developmental delays,
nonverbal learning disabilities, and behavioral problems are
possible

Jacob Syndrome
47, XYY

No unusual physical features, increased risk of learning


disabilities and delayed development of speech and
language skills. Delayed development of motor skills,
weak muscle tone (hypotonia), hand tremors or other
involuntary movements (motor tics), and behavioral and
emotional difficulties

Marfan syndrome Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).
3 dari 4 kasus
A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and
bersifat diturunkan flexible joints, skoliosis, pektus karinatum/ ekskavatum,
Teeth that are too crowded, Flat feet.

Fragile X syndrome Fragile X syndrome is a genetic condition that causes a


Diturunkan secara range of developmental problems including learning
X-linked dominan disabilities and cognitive impairment.
Usually, males are more severely affected by this disorder
than females.

138. Wilms tumor


Wilms tumor
Tumor ganas ginjal yang terjadi
pada anak, yang terdiri dari sel
spindel dan jaringan lain. Disebut
juga
adenomyosarcoma , embryoma o
f kidney , nephroblastoma ,renal c
arcinosarcoma .
The American Heritage Stedman's Medical Dictionary
Copyright 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company.
Published by Houghton Mifflin Company.

Merupakan tumor solid pada renal


terbanyak pada masa kanakkanak, 5% dari jumlah kanker
pada anak. (smith urology)
Puncak usia adalah pada usia 3 tahun
Lebih sering unilateral ginjal
Etiologi
Non familial: 2 postzygotic
mutation pada single cell
Familial : 1 preygotic mutation
dan subsequent post zygotic
event
Mutasi ini terjadi pada lengan
pendek kromosom 11 (11p13)

Patogenesis &
Pathology
Prekurson wilms tumor (nephrogenic
rest-NR)
Perilobar NR dan intralobar
NR
NR dormant untuk beberapa tahun

Renal mengalami involusi dan


sclerosis
Wilms tumor
Histopatology : Blastemal, epithelial,
dan stromal element, tanpa
anaplasia

Karakteristik
tumor
Wilms tumor :
large, multi lobular, gray or tan in
color, focal area of hemorrhage
and necrosis, biasanya terdapat
fibrous pseudocapsule
Penyebarannya :
1. Direct extension renal
capsule
2. hematogenously renal vein
atau vena cava
3. lymphatic
Metastasis : 85-95% ke paru, 1015% ke liver, 25% ke limf node
regional

Staging tumor
Menurut NWTS (National
Wilms Tumor Study)
Stage I : Tumor terbatas
pada ginjal. Tidak ada
penetrasi ke kapsul
renalis atau keterlibatan
renal sinus vessel. Tumor
tidak rupture pada saat
pengangkatan, tidak ada
residual tumor di batas
pengangkatan tumor.

Stage II : Tumor sudah


meluas dari ginjal tapi
masih dapat diangkat
sempurna. Terdapat
penetrasi permukaan luar
renal kapsul, invasi renal
vessel sinus. Tidak ada
residual tumor, tidak ada
sisa pada batas
pengangkatan, tidak ada
keterlibatan kelenjar
getah bening regional

Stage III : Residual


nonhematogenous
tumor ke abdomen.
Terdapat keterlibatan
kelenjar getah bening,
kontaminasi peritoneal,
implan pada permukaan
peritoneal, tumor
meluar melebihi daerah
pengangkatan, terdapat
trombus tumor

Stage IV : Terdapat
metastasis
hematogenous ke paru,
liver, tulang, dan otak
Stage V: Keterlibatan
bilateral renal

Gejala Klinis
Massa dan rasa sakit pada
abdominal
Macroscopic haematuria
Hypertension
Anorexia, nausea, vomit

Pemeriksaan penunjang
Lab : Urinalisis : hematuria,
anemia, subcapsular
hemorrhage. Jika sudah
metastasis ke liver terdapat
peningkatan creatinin
CT abdominal lihat
ekstensi tumor
Chest xray lihat
metastasis ke paru
Biopsi

CT scan in a patient
with a right-sided
Wilms tumor with
favorable histology.

Gross nephrectomy
specimen shows a Wilms
tumor pushing the
normal renal
parenchyma to the side.

Manajemen
Surgical :
- Keterlibatan kidney unilateral
- Tumor tidak melibatkan organ visceral
Chemotherapy
Radiasi

disease

Sign & symptoms

Renal cell
carcinoma

In contrast to adults, renal cell carcinoma is rare in childhood. However,


there appears to be a subset of affected adolescent males with a unique
chromosomal translocation at Xp11.2
The classic triad of RCC (flank pain, hematuria, and a palpable abdominal
renal mass)

neuroblastoma

NB is the third most common pediatric cancer, accounting for about 8% of


childhood malignancies
The signs and symptoms of NB reflect the tumor site and extent of disease.
Most cases of NB arise in the abdomen, either in the adrenal gland or in
retroperitoneal sympathetic ganglia. Usually a firm, nodular mass that is
palpable in the flank or midline is causing abdominal discomfort

Wilms tumor

Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the
fourth most common childhood cancer
Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or
swelling, without other signs or symptoms. Other symptoms can include
abdominal pain (30 %), hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %)
PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline
and generally does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma
and splenomegaly often will extend across the midline and move with
respiration

disease

Sign & symptoms

Burkit limfoma

Patients with BL present with rapidly growing tumor masses and often have
evidence of tumor lysis with a very high serum lactate dehydrogenase (LDH)
concentration and elevated uric acid levels
The endemic (African) form usually presents as a jaw or facial bone tumor that
spreads to extranodal sites including the mesentery, ovary, testis, kidney, breast,
and especially to the bone marrow and meninges
The nonendemic (sporadic) form usually has an abdominal presentation
Immunodeficiency-related cases more often involve lymph nodes
BL tumor cells are monomorphic, medium-sized cells with round nuclei, multiple
nucleoli, and basophilic cytoplasm
A "starry-sky" pattern is usually present, imparted by numerous benign
macrophages that have ingested apoptotic tumor cells

hodgkin
limfoma

commonly present with painless, non-tender, firm, rubbery, cervical or


supraclavicular lymphadenopathy.
Most patients present with some degree of mediastinal involvement. patients may
present with symptoms and signs of airway obstruction (dyspnea, hypoxia, cough),
pleural or pericardial effusion, hepatocellular dysfunction, or bone marrow
infiltration (anemia, neutropenia, or thrombocytopenia).
Diagnostic Reed-Stemberg cells are large cells that have bilobed, double, or
multiple nuclei and prominent, eosinophilic, inclusion-like nucleoli in at least two
nuclei or nuclear lobes

139. Skor APGAR


Skor APGAR dievaluasi menit ke-1 dan menit ke-5
Tanda

Activity
(tonus otot)

Tidak ada

Pulse

Tidak ada

Grimace
(reflex
irritability)

Tidak ada
respon

Appearance Sianosis
(warna kulit) seluruh
tubuh
Respiration Tidak ada
(napas)

1
tangan dan
kaki fleksi
sedikit
<
100x/menit
Menyeringai
lemah,
gerakan
sedikit
Kebiruan
pada
ekstremitas
Lambat dan
ireguler

2
aktif

> 100 x/menit


Reaksi melawan, batuk,
bersin

Kemerahan di seluruh
tubuh
Baik, menangis kuat

140. Demam Dengue (DF)


Disebabkan oleh virus flavivirus dengan 4 serotipe DE-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4 melalui nyamuk aedes aegypti atau
aedes albopictus
DEN-3 merupakan serotipe yang banyak berhubungan
dengan kasus berat, diikuti dengan serotipe DEN-2
Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih gejala berikut:

Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia

KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in


small hospitals. 1999.

Dengue Fever Immune Response

Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the

DHF. Thin

line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.

molecular mechanisms that contribute


to dengue-induced thrombocytopenia

Pemeriksaan Penunjang

Rumple leede test


A tourniquet test used to determine the presence of
vitamin C deficiency or thrombocytopenia
A circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of which is
4 cm below the crease of the elbow, is drawn on the
inner aspect of the forearm, pressure midway between
the systolic and diastolic blood pressure is applied
above the elbow for 15 minutes
Count petechiae within the circle is made:
10 normal
10-20 marginal
more than 20 abnormal.

Pemantauan Rawat

Alur
Perawatan

141. Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut (GGA) ialah penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis
Terdapat peningkatan kadar kreatinin darah secara progresif 0,5
mg/dL per hari dan peningkatan ureum sekitar 10-20 mg/dL per
hari.
GGA dapat bersifat oligurik dan non-oligurik.
Oliguria ialah produksi urin <1 ml/kgBB/ jam untuk neonatus dan <0,8
ml/kgBB/jam untuk bayi dan anak.

Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik

Tatalaksana Medikamentosa GGA


Terapi sesuai penyakit primer
Bila terdapat infeksi, dosis
antibiotik disesuaikan dengan
beratnya penurunan fungsi
ginjal
Pemberian cairan disesuaikan
dengan keadaan hidrasi
Koreksi gangguan
ketidakseimbangan cairan
elektrolit
Natrium bikarbonat untuk
mengatasi asidosis metabolik
sebanyak 1-2 mEq/kgBB/ hari
sesuai dengan beratnya
asidosis

Pemberian diuretik pada GGA


renal dengan furosemid 1-2
mg/kgBB dua kali sehari dan
dapat dinaikkan secara
bertahap sampai maksimum
10 mg/kgBB/kali. (pastikan
kecukupan sirkulasi dan bukan
merupakan GGA pascarenal).
Bila gagal dengan
medikamentosa, maka
dilakukan dialisis peritoneal
atau hemodialisis.

142. EKSANTEMA AKUT

Morbili/Rubeola/Campak

Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat

Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi

Musin: akhir musim


dingin/ musim semi
Inkubasi: 8-12 hari
Masa infeksius: 1-2 hari
sblm prodromal s.d. 4
hari setelah muncul ruam

Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)

Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.

Morbili
KOMPLIKASI

Otitis Media (1 dari 10 penderita


campak pada anak)
Diare (1 dari 10 penderita campak)
Bronchopneumonia (komplikasi
berat; 1 dari 20 anak penderita
campak)
Encephalitis (komplikasi berat; 1
dari 1000 anak penderita campak)
Pericarditis
Subacute sclerosing
panencephalitis late sequellae
due to persistent infection of the
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1:
100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI


Diagnosis:
manifestasi klinis, tanda
patognomonik bercak Koplik
isolasi virus dari darah, urin,
atau sekret nasofaring
pemeriksaan serologis: titer
antibodi 2 minggu setelah
timbulnya penyakit

Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.

Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:

Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.


Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.

Konseling & Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

Rubella
Togavirus
Yg rentan: orang dewasa
yang belum divaksinasi
Musim: akhir musim
dingin/ awal musim semi.
Inkubasi 14-21 hari
Masa infeksius: 5-7 hari
sblm ruam s.d. 3-5 hari
setelah ruam muncul

Asymptomatik hingga
50%
Prodromal
Anak-anak: tidak bergejala
s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
nyeri tenggorokan, mual,
anoreksia, limfadenitis
oksipital yg nyeri.

Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate

Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.

Roseola Infantum Exanthem Subitum


Human Herpes Virus 6
(and 7)
Yg rentan: 6-36 bulan
(puncak 6-7 bulan)
Musim: sporadik
Inkubasi: 9 hari
Masa infeksius: berada
dalam saliva secara
intermiten sepanjang
hidup; infeksi
asimtomatik persisten.

Demam tinggi 3-4 hari


Demam turun mendadak
dan mulai timbul ruam
kulit.
Kejang yang mungkin
timbul berkaitan dengan
infeksi pada meningens
oleh virus.

Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki
karakteristik: faringitis
eksudatif, demam, dan rash.
Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci
(GABHS)
Masa inkubasi 1-4 hari.
Manifestasi pada kulit diawali
oleh infeksi streptokokus
(umumnya pada
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.

Rash : Timbul 12-48 jam


setelah onset demam. Dimulai
dari leher kemudian menyebar
ke badan dan ekstremitas.
Pemeriksaan : Throat culture
positive for group A strep
Tatalaksana : Antibiotik
antistreptokokal minimal 10
hari (Eritromisin atau Penicillin
G)

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview

143. Inkompatibilitas ABO


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah
direct Coombs test.
Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar

Inkompatibilitas ABO

Inkompatibilitas Rh

Inkompatibilitas ABO jarang


sekali menimbulkan hidrops
fetalis dan biasanya tidak
separah inkompatibilitas Rh

Gejala biasanya lebih parah jika


dibandingkan dengan
inkompatibilotas ABO, bahkan
hingga hidrops fetalis

Risiko dan derajat keparahan


tidak meningkat di anak
selanjutnya

Risiko dan derajat keparahan


meningkat seiring dengan
kehamilan janin Rh (+) berikutnya,
kehamilan kedua menghasilkan bayi
dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya
bisa meninggal in utero

apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak


gambaran banyak spherocyte ditemukan eritoblas dan sedikit
dan sedikit erythroblasts
spherocyte

144. ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut
juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan
insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik
terhadap glikoprotein membran platelet (IgG
autoantibodi pada permukaan platelet)

ITP: Cardinal Features

Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.

ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan

>90% kasus anak merupakan bentuk akut


Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)

Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi
rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi
dengan virus hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit
berupa petekie hingga lebam.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan
risiko timbulnya perdarahan.

Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.

Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :

Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.


Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:


Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.

Tatalaksana
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan
rawat inap bila:

Jumlah hitung trombosit <20.000/L


Perdarahan berat
Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial
Umur <3 tahun

Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk


tidak/menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat dan
lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala).
ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10%
menjadi kronis karena itu keputusan apakah perlu diberi
pengobatan masih diperdebatkan.

Medikamentosa
Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan
pelahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan
sekitar 30.000 - 50.000/L.
Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4
mg/kgBB/hari selama 4 hari.
Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam
waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan.
Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/L dan tidak memiliki
keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.

Medikamentosa
Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ L.

145. Defisiensi Vitamin B


Vitamin B1 (Thiamine)

Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,


body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated

Causes distinctive bright pink tongues, although other


Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies

Vitamin B12: Cobalamin absorption


Initially bound to protein in diet,
liberated by acid and pepsin, then
binds to R factors in saliva and
gastric acids
Freed from R factors by
pancreatic proteases them binds
to Intrinsic Factor secreted by
gastric parietal cells
Absorbed together (Cbl + IF) in
ileum
Released from IF in ileal cell then
exocytosed bound to trans-Cbl II
Cbl bound to transcobalamin II
binds to cell surface receptors
and is endocytosed

Kaferle J. Evaluation of Macrocytosis. Am Fam Physician. 2009;79(3):203-208

Actions of Cobalamin & Folate

Anemia Makrositik (Defisiensi Vitamin B12)


Macrocytosis : mean corpuscular volume
greater than 100 fL

B12 Deficiency Symptoms


Atrophic glossitis (shiny
tongue)
Shuffling broad gait
Anemia and related sx
Vaginal atrophy
Malabsorption
Jaundice
Personality changes
Hyperhomocysteinemia
Neurologic symptoms (next
slide)
Copper deficiency can cause
similar neurologic symptoms

B12 Symptoms: Neurologic

Paresthesias
Memory loss
Numbness
Weakness
Loss of dexterity due to loss
of vibration and position
sense
Symmetric neuropathy
legs>arms
Severe weakness, spasticity,
clonus, paraplegia and
incontinence

Subacute combined
degeneration of the dorsal
(posterior) and lateral spinal
columns
Due to a defect in
myelination
NOT ALL PATIENTS WITH B12
DEFICIENCY RELATED
NEUROLOGIC ABNORMALITIES
ARE ANEMIA OR MACROCYTOSIS

B12 Lab findings


Macroovalocytic anemia
with elevated serum bili and
LDH
Increased red cell
breakdown due to
ineffective hematopoiesis
Retic, WBC & platelets
normal to low
Hypersegmented neurophils
Also occur in renal failure,
fe deficiency, inherited

146. Hypotermia in Neonates


Why neonates prone to
hypothermia
Larger surface area per
unit body weight
Decreased thermal
insulation due to lack of
subcutaneous fat (LBW
infant)
Reduced amount of
brown fat (LBW infant)

Gejala hipotermia
Vasokonstriksi perifer
Akrosianosis
Ekstremitas dingin
Perfusi perifer

Depresi SSP

Letargi
Bradikardia
Apnea
Poor feeding

Peningkatan
metabolisme
Hipoglikemia
Hipoksia
Asidosis metabolik

Peningkatan tekanan
arteri pulmonal
Respiratory distress
Takipnea

Tanda kronik
Penurunan BB
BB tidak bertambah

Diagnosis and Prevention


Axillary temperature
recording for 3 minutes is
recommended for routine
monitoring
Measurement of rectal
temperature is unnecessary
in most situations

Warm delivery room (>250


C)
2. Warm resuscitation
3. Immediate drying
4. Skin-to-skin contact
5. Breastfeeding
6. Bathing postponed
7. Appropriate clothing
8. Mother & baby together
9. Professional alert
10. Warm transportation

146. Kangoroo Mother Care


Metode kanguru diperkenalkan pertama kali oleh
Rey dan Martinez dua orang ahli neonatologi dari
Bogota, Colombia Amerika Selatan pada tahun
1983
KMC bermanfaat untuk meningkatkan
kelangsungan hidup bayi baik sesaat maupun
jangka lama, terutama BBLR dengan berat 1200
2000 g
Metode kanguru teknologi tepat guna yang
sederhana, murah dan dapat digunakan ketika
fasilitas untuk perawatan BBLR sangat terbatas.

Keuntungan menggunakan metode kanguru antara lain :

meningkatnya hubungan ibu-bayi,


stabilisasi suhu tubuh bayi,
stabilisasi laju denyut jantung dan pernapasan,
pertumbuhan dan peningkatan berat badan yang lebih baik,
mengurangi stres baik pada ibu maupun bayi,
tidur bayi lebih lama,
memperpanjang masa kewaspadaan (alert) bayi,
mengurangi lama menangis,
memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi,
meningkatkan produksi ASI,
menurunkan kejadian infeksi, dan
mempersingkat masa rawat di rumah sakit.
menyediakan situasi dan kondisi yang mirip dengan rahim sehingga
memberi peluang bagi BBLR untuk beradaptasi dengan baik di dunia
luar.

Kontraindikasi KMC

Bayi dengan apnea berat


Bayi dengan chest tube
Bayi dengan kondisi metabolik tidak stabil
Bayi dengan luka daerah abdomen atau dengan
distensi abdomen
Bayi dengan gastroskisis/omphalocele
Bayi dengan femoral atau radial arterial line
Bayi dengan persistant pulmonary hypertension
of the newborn

147. Syok Hipovolemik


Syok: sindroma klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi
dalam mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari
segi pasrokan maupun utilisasinya untuk metabolisme
seluler jaringan tubuh.
Syok hipovolemik merupakan syok paling sering dijumpai
pada anak
Fase awal syok: kompensasi tubuh takikardia ekstrimitas
dingin, CRT memanjang pulsasi perifer melemah, TD masih
normal
Kompensasi gagal hipotermia/hipertermia. Penurunan
kesadaran, urin , asidosis metabolik laktat meningkat
Fase akhir: TD tidak terukur, nadi tidak teraba, kesadaran
makin turun, anuria dan MODS

148. Intoleransi Laktosa VS Milk Allergy


Intoleransi Laktosa

Milk Allergy

Definisi

Ketidakmampuan tubuh untuk reaksi hipersensitivitas terhadap


mencerna gula susu/laktosa
protein susu sapi. Dapat melalui 2
akibat defisiensi enzim laktase.
mekanisme : 1). Diperantarai IgE ;
reaksi non imunologis
2). Non IgE (rx hipersensitivitas tipe
IV)

Manifestasi
klinis

mual, keram perut, kembung, Manifestasi tidak hanya pada sal.


nyeri perut, flatus dan diare
cerna, tetapi juga pada mukosa, kulit,
gejala muncul dalam waktu 15 hingga saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa

Pemeriksaan
Klinis

Analisis tinja :
Metode klini test
Kromatografi tinja
pH tinja tinja bersifat
asam
Pemeriksaan radiologis
lactosa-barium meal
Ekskresi galaktosa pada urin
Uji hidrogen napas

Double blind placebo controlled


food challenge (DBPCFC) gold
standar lebih banyak untuk riset
pemeriksaan lain yang resiko lebih
rendah namun memiliki efikasi yg
sama
skin prick test, pengukuran
antibodi IgE spesifik terhadap
protein susu sapi, patch test

149. Pemberian Nutrisi pada Bayi


Prematur
Bayi prematur dengan BBL > 1800 g ( >34 wk) dapat
langsung disusukan ke ibu
Bila dala hari hari pertama ASI belum tercukupi, dapat
diberikan ASI donor dengan sendok/cangkir 8-10x/hari

Bayi prematur BBL 1500-1800 g (32-34 wk) refleks


hisap belum baik, namun refleks menelan sudah ada
ASI dengan sendok/cangkir 10-12x/hari
Bayi prematur BBL 1250 1500 g (30-31 wk) refleks
hisap dan menelan belum ada pipa orogastrik 12
x/hari

Bayi prematur <1250 g biasanya bermasalah, perlu


diberi IVFD satu dua hari pertama dilanjutkan ASI
sebagai trophic feeding 10 ml/kgBB dalam 24 jam
Bila sudah ada toleransi minum, jumlah minum oral
dinaikan sambil menurunkan cairan IV
Jumlah yang diperlukan dalam 24 jam pertama : 60
ml/kgBB/24 jam Hari kedua 80 ml/kgBB/ 24 jam; hari
ketiga 100 ml/kgBB/ 24 jam.
Seterusnya naik 10 ml/kgBB/ 24 jam sampai mencapai 160
ml/kgBB/ 24 jam
Diharapkan dalam 10 hari pertama bayi tidak boleh turun
BB >10% dan setelah 10 hari berat bayi naik 20g/hari

150. Asfiksia Neonatal

Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.

WET LUNG SYNDROME/ TTN/ TRDN)


Alveolus dan bronkus janin terisi cairan
Lahir per vaginam (kompresi jalan lahir)

Cairan dalam paru terperas

Cairan yang tersisa dibatukkan/diserap


Beberapa bayi proses di atas tidak terjadi sal. napas
masih terisi cairan sesak napas

Faktor risiko
FAKTOR RISIKO
1.

Bedah caesar

2.

Hipoksia janin atau


asfiksia berat

3.

Ibu mengalami sedasi

4.

Polihidramnion

DIAGNOSIS
Cukup bulan/kurang bulan
Sesak napas saat atau
segera setelah lahir
Sesak akan membaik dalam
24 jam pertama,
menghilang dalam 72 jam
Foto torak
Foto toraks usia <6 jam ~
PMH

855

Tatalaksana
Tidak ada penanganan khusus
Jarang perlu perawatan level 2 atau 3
Makanan per oral setiap 3 jam melalui sonde
lebih dianjurkan

856

Transient Tachypnea of Newborn

(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial
dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan
dengan perbaikan klinis.

OBSTETRI &
GINEKOLOGI

151. Kala Persalinan: Kala III


Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban

Tanda-tanda pelepasan plasenta :


Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal ini
disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke segmen
uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)

Manajemen Aktif Kala III

Uterotonika
1 menit setelah bayi
lahir
Oksitosin 10 unit IM di
sepertiga paha atas
bagian distal lateral
Dapat diulangi setelah
15 menit jika plasenta
belum lahir

Peregangan Tali
Pusat Terkendali
Tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke
arah dorso-kranial secara
hati-hati

Massase
Uterus
Letakkan telapak
tangan di fundus
masase dengan
gerakan melingkar
secara lembut hingga
uterus berkontraksi
(fundus teraba keras).

Pelepasan Plasenta

Pelepasan mulai pada pinggir placenta. Darah mengalir keluar


antara selaput janin dan dinding rahim, jadi perdarahan sudah ada
sejak sebagian dari placenta terlepas dan terus berlangsung sampai
seluruh placenta lepas.
Terutama terjadi pada placenta letak rendah

Pelepasan Plasenta

Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta hematoma retroplacenter


plasenta terangkat dari dasar Placenta dengan hematom di atasnya jatuh
ke bawah menarik lepas selaput janin.
Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan foetal tidak ada
perdarahan sebelum placenta lahir atau sekurang-kurangnya terlepas
seluruhnya plasenta terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.

Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-bagiannya
dapat tetap berada dalam uterus >
30 menit setelah bayi lahir
Etiologi
Plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi
belum dilahirkan

Plasenta belum lepas: kontraksi


kurang kuat atau plasenta adhesiva
(akreta, inkreta, perkreta)

Retensio plasenta: Terapi


Posisi Plasenta
Terlihat dalam vagina, minta ibu mengedan
Plasenta dapat teraba dalam vagina keluarkan

Pastikan kandung kemih kosong kateterisasi bila perlu


Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM
Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin
dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat
terkendali
Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk
mengeluarkan plasenta secara manual
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa

Retensio Plasenta: Komplikasi

Inversio Uteri
Syok hipovolemik
Perdarahan post partum
Sepsis purpura
Subinvolusi uteri

http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf

152. Teknik Pengecekan Pelepasan


Plasenta: Perasat Kustner
Tangan kanan meregangkan
atau menarik sedikit tali
pusat, sementara tangan kiri
menekan atas simpisis
Bila tali pusat masuk kembali
ke dalam vagina berarti
plasenta belum terlepas, bila
plasenta tetap atau
tidak masuk ke dalam
vagina berarti plaasenta
sudah terlepas

Teknik Pengecekan Pelepasan Plasenta:


Perasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan
mengetok-ngetok fundus
uterus dengan tangan kiri dan
tangan kanan meregangkan
tali pusat sambil merasakan
apakah ada getaran yang
ditimbulkan dari gerakan
tangan kiri

Jika terasa ada getaran, berarti


plasenta belum lepas darI
dinding uterus

Teknik Pengecekan Pelepasan Plasenta:


Perasat Klein
Untuk melakukan
perasat ini minta pasien
untuk meneran
Jika tali pusat tampak
turun atau bertambah
panjang berarti plasenta
telah terlepas, begitu
juga sebaliknya

153. Karakteristik beberapa IMS


Penyakit

Karakteristik

Gonorrhea

Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram


negatif.

Trikomoniasis

Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak


enak, berbusa. Strawberry appearance.

Vaginosis bakterial

Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen,


jarang berbusa. Clue cells.

Kandidosis vaginalis

Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala


susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.

153. TRIKOMONIASIS
Oval, panjang 4-32 m dan
lebar 2,4-14,4 m, memiliki
flagella
Tidak memiliki bentuk kista
Terapi Metronidazole
2 gram, dosis sekali minum
(single dose)
250 mg 3 kali sehari selama 710 hari
500 mg 2 kali sehari selama 5-7
hari
Dapat digunakan untuk
kehamilan trimester
berapapun (CDC)

154. KB: Kontrasepsi Darurat


Fungsi
Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan
Bukan sebagai pil penggugur kandungan
Cara kerja Kondar adalah fisiologis, sehingga tidak mempengaruhi
kesuburan dan siklus haid yang akan datang
Efek samping ringan dan berlangsung singkat
Tidak ada pengaruh buruk di kemudian hari pada organ sistem
reproduksi dan organ tubuh lainnya. (Hanafi, 2004)

Indikasi
Kesalahan penggunaan kontrasepsi
Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam

Kontrasepsi Darurat: Jenis Mekanik


IUD mengandung inert (Lippes Loop)
Menimbulkan reaksi benda asing dengan migrasi
leukosit, limfosit & makrofag
Pemadatan lapisan endometrium gangguan nidasi
hasil konsepsi

IUD yang mengandung Copper


Pemadatan endometrium
Melepaskan ion Cu dengan konsentrasi tinggi
Konsentrasi 2,5 X 10 mol/L bersifat blastosidal atau
membunuhnya sehingga kehamilan tidak terjadi
Konsentrasi yang lebih tinggi bersifat embriotoksik
sehingga kehamilan tidak terjadi

Kontrasepsi Darurat: Jenis Medik


5 metode
Pil KB Kombinasi (mis: Microgynon), Pil Progestin (mis : mini pil), Pil
Estrogen (mis: Premarin), Mifepristone (mis : RU-486), Danazol (mis
: Danocrine)

Cara Kerja
Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi
hasil pembuahan
Mencegah ovulasi / menunda ovulasi dengan mencegah
pengeluaran LH
Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)

Efek Samping
mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil
pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.

155. Kehamilan Gemelli


Kehamilan dengan
dua janin atau lebih
Faktor yang
mempengaruhi:
Faktor obat-obat
konduksi ovulasi,
faktor keturunan,
faktor yang lain belum
diketahui.

Kehamilan Gemelli: Diagnosis


Anamnesis
Ibu mengatakan perut tampak lebih buncit dari seharusnya
umur kehamilan
Gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil
Uterus terasa lebih cepat membesar
Pernah hamil kembar atau terdapat riwayat keturunan
Pemeriksaan Inspeksi dan Palpasi
Kesan uterus lebih besar dan cepat tumbuhnya dari biasa
Teraba gerakan-gerakan janin lebih banyak
Banyak bagian-bagian kecil teraba
Teraba 3 bagian besar janin
Teraba 2 balotemen

Kehamilan Gemelli: Diagnosis


Pemeriksaan Auskultasi
Terdengar dua denyut jantung janin pada 2
tempat yang agak berjauhan dengan perbedaan
kecepatan sedikitnya 10 denyut per menit
Ultrasonografi
Terlihat 2 janin pada triwulan II, 2 jantung yang
berdenyut telah dapat ditentukan pada triwulan I

Kehamilan Gemelli: Komplikasi


Maternal

Anemia
Hydramnion
Preeklampsia
Kelahiran prematur
Perdarahan postpartum
SC

Fetal

Malpresensi
Plasenta previa
Solusio Plasenta
KPD
Prematuritas
Prolaps plasenta
IUGR
Malformasi kongenital

156. Metode Kontrasepsi: Klasifikasi


Metode permanen
Digunakan oleh pasangan yang sudah tidak
menginginkan anak/ berisiko bila memiliki anak
Metode Menjarangkan kehamilan
Untuk memberikan jarak yang layak antar anak
Menunda kehamilan saat pasangan menyesuaikan
kehidupan pascapersalinan

NUR 352

GYNAECOLOGY NURSING

883

Metode Kontrasepsi: Tubektomi


I. TUBEKTOMI
STERILISASI PADA WANITA:
BAGIAN DARI TUBA FALOPII DIBUANG
KEDUA UJUNG DIIKAT ERAT (LIGASI)

BISA DILAKUKAN MELALUI:


STERILISASI POST PARTUM
STERILISASI LAPAROSKOPIK

NUR 352

GYNAECOLOGY NURSING

884

Anatomy

Female Sterilization Overview

Ampulla
Isthmus

Infundibulum

Fimbria

Methods of Female Sterilization


Interval

Post Partum/ Labor & Delivery

Laparoscopic

Pomeroy

Parkland

Irving

Uchida

Filshie Tubal Ligation System

Electrocoagulation (Mono
and Bi -Polar)
Falope Ring

Hulka Clip
Filshie Tubal Ligation
System
Hysteroscopy
Essure
Adiana

Methods of Female Sterilization1


Procedure
Minilaparotomy

Timing
Post Partum
Post Abortion
Interval

Laparoscopy

Interval Only

Technique
Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Tubal Ligation or Excision
Electrocoagulation
(Unipolar, Bipolar)
Mechanical Devices (Clips,
Rings)

Laparotomy

In conjunction with other


surgery (Cesarean
section, salpingectomy,
ovarian cystectomy, etc.)

Mechanical Devices (Clips,


Rings)
Tubal Ligation or Excision

Female Sterilization In: Landry E, ed. Contraceptive Sterilization: Global Issues and Trends. New York: Engender Health; 2002: 139-160

Since 2002, hysteroscopic methods are available and can be performed


interval-only (Essure and Adiana).

Methods of Female Sterilization


Pomeroy Technique
Developed in 1930 by Ralph Hayword
Pomeroy
Incision suprapubic and
subumbilical (PP)
Isthmic portion is ligated twice with
0 or 2-0 plain catgut suture
Segment is then excised
Inspect for hemostasis and the
presence of the tubal lumen
Benefits
Easy technique
Highly effective
Relatively inexpensive (excluding lab
costs for pathology)
Complications
Infection and bleeding
Potential ectopic pregnancy
1

Tied
Cut

Final result

Failure Rate: 7.5/1000

Pregnancy After Tubal Sterilization with Bi-Polar Electrocoagulation. Obstetrics and GYN. August 1999 Volume
94. Herbert B Petterson et al for the CREST Working Group

Metode Kontrasepsi: Vasektomi


II. VASECTOMY:
STERILISASI PRIA
VAS DEFERENS DIPOTONG
KEDUA UJUNG DIIKAT

VASECTOMY

Kontrasepsi Mantap
Keuntungan

Kerugian

Efektif dan permanen


Tidak ada efek samping
jangka panjang
Tidak mempengaruhi proses
menyusui
Tidak mengganggu
hubungan seksual
Tindakan aman &
sederhana

Rasa sakit/ tidak nyaman


jangka pendek
Risiko pembedahan
Tidak dapat dilakukan untuk
orang yang masih memiliki
anak

157 & 158.


HPP: Tatalaksana
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama

Atonia Uteri: Faktor Risiko


Uterus overdistensi (makrosomia, kehamilan kembar,
hidramnion atau bekuan darah)
Induksi persalinan
Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau
anastesia dengan hipotensi)
Persalinan lama
Korioamnionitis
Persalinan terlalu cepat
Riwayat atonia uteri sebelumnya

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Masase uterus dan kompresi bimanual


Oksitosin 10 IU IM & infus 20 IU dalam 500 ml NS/RL 40 tpm

Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial

Perdarahan terus berlangsung

Uterus tidak berkontraksi

Kompresi bimanual
Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis

Berhasil

ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
Identifikasi sumber
perdarahan lain
Laserasi jalan
lahir
Hematoma
parametrial
Ruptur uteri
Inversio uteri
Sisa fragmen
plasenta

Tidak berhasil

Tampon uterus & Rujuk

Terkontrol
Transfusi

Ligasi a. uterina & ovarika

Rawat & Observasi

HISTEREKTOMI

Perdarahan masih

Transfusi

Atonia Uteri: Terapi


Atonia Uteri - Bimanual Massage

159. Gingivitis pada Kehamilan


Perubahan Periodontal selama Kehamilan
Peningkatan inflamasi gingiva
Gigi lepas akibat sekunder dari gingivitis

Patofisiologi
Kadar estrogen terlalu tinggi/rendah pembengkakan
gusi, proliferasi selular, >> inflamasi
Progesteron >> pelebaran pembuluh darah
Perubahan hormon dalam saliva pertumbuhan bakteri
>> plak gigi
Bakteri penyebab: Porphyromonas gingivalis,
Fusobacterium nucleatum,
Treponema denticola
http://www.hindawi.com/journals/mi/2015/623427/

Gingivitis pada Kehamilan


Komplikasi
Bakteri overgrowth inflamasi gingiva bakteri
masuk ke aliran darah bakteremia menembus
barier plasenta infeksi intrauterin
BBLR, prematuritas, IUGR

Tatalaksana
Sebaiknya dimulai sedini mungkin
Pada pasien dengan riwayat prematuritas atau BBLR
diberikan antibiotik
Antibiotik spektrum luas, DOC: antibiotik beta laktam dan
penisilin
Alergi penisilin: makrolida (eritromisin, klindamisin,
azitromisin)
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/20295.pdf

160. Fisiologi Kehamilan


Tanda Awal Kehamilan

Pemeriksaan Penunjang

Serivks dan vagina kebiruan


(Chadwick's sign)
Perlunakan serviks
(Goodell'ssign)
Perlunakan uterus (Ladin's sign
dan Hegar's sign)
Puting berwarna lebih gelap
Massa di pelvis atau abdomen
Rasa tegang pada putting dan
payudara
Mual terutama pagi hari
Sering berkemih

HCG terdeteksi pada test


pack (kualitatif) atau Plano
Test (kuantitatif)
USG
Adanya kantong janin

Diagnosis Kehamilan
Presumptive
sign

Probable
sign

Positive
Diagnostic
test

Amenorrhea
Breast fullness, nause & vomiting

Uterine enlargement
Hegar sign: softening of uterine isthmus, occurs by 6-8 weeks.
Chadwick sign: vaginal & servical cyanosis
Beta HCG: 1 week after embryio implantation or within days of
the 1st missed menstrual period
Fetal heart tones: can be detected 9-10 weeks by Doppler
Fetal movement are first felt at 16-18 weeks
USG: gestational sac at 5-6 weeks

Evans AT, Le Hew HW. Prenatal care. Manual of obstetrics. 7th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2007.
Further reading: DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecol ogy. McGraw-Hill; 2007.

Diagnosis Kehamilan: Fisiologi -hCG


hCG produced by
syncytiotrophoblast
Binds to LH/CG receptors
in corpus luteum
Stimulate progesteron &
estradiol synthesis
Prevent endometrial
shedding

Detectable in serum within 24 hours after


implantation.

Peak level at 1012 weeks of gestation

Nonpregnant value: <5 mIU/mL


Above 25 mIU/mL is considered positive

1. http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=310
2. DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecology. McGraw -Hill; 2007.

Fungsi Hormon selama Kehamilan


Hormon
Estrogen

Fungsi Hormon
Fungsi estrogen dalam kehamilan :
1.Pembesaran uterus
2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara
3.Pembesaran genitalia eksterna wanita

Progresteron

Progesteron yang disekresi selama kehamilan juga membantu


estrogen mempersiapkan payudara ibu untuk laktasi

Prolaktin

Pembesaran alveoli dalam kehamilan, Mempengaruhi inisiasi


kelenjar susu dan mempertahankan laktasi, Menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI

LH

Merangsang pertumbuhan korpus luteum, ovulasi, produksi


estrogen dan progresteron

HCG

Hormon ini berfungsi menyebabkan penurunan sensivitas


insulin dan menurunkan penggunaan glukosa pada ibu.
Peningkatan Hormon HCG pada trimester awal menyebabkan
morning sickness

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG

Test sensitivity for hCG ranging from 10100 mIU/mL.


hCG values are extremely variable at 4-5
weeks & have a percentage of urine hCG
values that is below the sensitivities of
detection for common home pregnancy
tests

Reasons for a (-) test result:


hCG concentration below the sensitivity
threshold
a miscalculation in the onset of the
-HCG in early pregnancy
missed menses, or
3 weeks LMP: 5 - 50 mIU/ml
4 weeks LMP: 5 - 426 mIU/ml
delayed ovulation or delayed
5 weeks LMP: 18 - 7,340 mIU/ml
implantation.
1. http://emedicine.medscape.com/article/262591-overview#aw2aab6b4
2. http://www.americanpregnancy.org/duringpregnancy/hcglevels.html

6 weeks LMP: 1,080 - 56,500 mIU/ml

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG


Human chorionic gonadotropin (hCG): diproduksi oleh
plasenta selama masa kehamilan
Konsentrasi yang terdeteksi pada uji Test Pack berkisar antara
10-100 mIU/ml, muncul paling cepat 7-10 hari setelah
konsepsi
Konsentrasi meningkat cepat, menjadi 2x lipat setiap 3 hari
dan mencapai kadar maksimal pada minggu ke 8-11
kehamilan
Urin pagi hari biasanya mengandung kadar hCG paling tinggi
namun urin sewaktu juga dapat digunakan

Diagnosis Kehamilan: Deteksi -hCG


T E S T PA C K
Di rumah
Bentuk: Strip & compact
Sampel: Urin
Metode: antibodi HCG akan
berubah warna bila terkena HCG
(min. kadar 10-25 IU/ml)
menjadi 2 strip
Apabila masih negatif dan belum
haid diulang 1 minggu lagi

PLANO TEST
Di laboratorium
Bentuk: Kit neo planotest
duoclon
Sampel: urin
Metode: melihat adanya
aglutinasi saat
pencampuran (positif)

Deteksi -hCG: Cara Kerja Testpack

Alat tes kehamilan terdiri dari membran yang dilapisi oleh antibodi anti HCG pada
daerah tesnya
Adanya hormon HCG pada urin akan terikat pada antibodi anti HCG dan
menimbulkan perubahan warna

Deteksi -hCG: Interpretasi


2 garis warna muncul: positif hamil
Hanya garis kontrol yang muncul: hasil tes
negatif
Tidak ada garis yang muncul/hanya muncul
pada area tes: tes tidak valid

Testpack: Keterbatasan
Peningkatan kadar hCG dapat muncul selain pada kehamilan (mis.
Penyakit trofoblastik)
Positif palsu dapat muncul, terutama bila tidak mengikuti petunjuk
penggunaan
Tidak bisa membedakan kehamilan biasa dnegan kehamilan ektopik
Abortus spontan dapat menunjukkan hasil yang tidak pasti pada testpack
Diagnosis pasti tidak boleh ditegakkan hanya dari satu kali tes, namun
harus ditegakkan oleh dokter setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang menyeluruh
Hasil negatif dari sampel wanita diawal masa kehamilan dapat terjadi
akibat konsentrasi hCG yag masih rendah. Pada kasus ini, tes harus
diulang dengan sampel urin segar sekitar min. 2 hari setelah tes pertama

Sampel urin mungkin terlalu encer sehingga mengurangi konsentrasi hCG.


Apabila tes urin negatif dan kehamilan masih dipikirkan lakukan tes urin
pada pagi hari

Bengkak Pada Wanita Hamil

Hamil tubuh memproduksi cairan ekstra 25% dari BB


perut membesar menekan vena pembengkakan terutama
pada kaki
Bila tiba-tiba + TD meningkat hati-hati preeklampsia

Fisiologi Kehamilan: Payudara


Pembesaran dan >> pigmentasi puting & areola
Pembentukan areola sekunder
Areola Montgomery (tuberkel)
12-20 Tuberkel kecil disekitar areola primer, mulai
muncul pada minggu ke-8 akibat aktivasi kelenjar
sebasea

Penonjolan vena dipermukaan


Munculnya kolostrum pada minggu ke-16
terutama pada primigravida

161. Distosia Bahu


Keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu
anterior tidak dapat lewat dibawah simfisis pubis
Diagnosis:
Kesulitan melahrikan wajah dan dagu
Turtle Sign: kepala bayi melekat erat di vulva atau
bahkan tertarik kembali
Kegagalan paksi luar kepala bayi
Kegagalan turunnya bahu

Distosia Bahu: Faktor Predisposisi

Manuver
McRobert

Penekanan
Suprasimfisis

Manuver Lain
Manuver
Manuver Brandt Andrew

Manuver Lovset
Manuver Simpson
Manuver Kristeller

Manuver McRoberts

Kegunaan
Penarikan tali pusat secara terkendali saat ada
kontraksi uterus dan menahan bagian bawah
uterus kearah kepala pasien
Termasuk salah satu prosedur partial breech
extraction
Suatu tindakan mendorong perut ibu saat
persalinan untuk membantu kekuatan kontraksi
agar bayi bisa lahir
Digunakan saat terjadi distosia bahu dengan cara
hiperfleksi tungkai bawah ibu kearah abdomen

162. Presentasi Bokong


Bila bokong merupakan bagian terendah janin
Ada 3 macam presentasi bokong: complete breech(bokong
sempurna),Frank breech(bokong murni),footling
breech(presentasi kaki)
Partus lama merupakan indikasi utk melakukan SC,karena
kelainan kemajuan persalinan merupakan salah satu tanda
disproporsi
Etiologi:
Multiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefal,
plasenta previa, CPD

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Sungsang: Tipe


Tipe-tipe presentase bokong
Bokong murni (Frank Breech) : sendi
panggul janin fleksi maksimal, sendi
lutut janin ekstensi maksimal.
Bokong sempurna (Complete Breech) :
sendi panggul dan sendi lutut fleksi,
tetapi kaki janin sejajar dengan
bokong.
Letak bokong kaki (Incomplete breech
presentation) : salah satu atau keduan
sendi panggul janin ekstensi
sedangkan sendi lutut bisa fleksi atau
ekstensi

Persalinan Sungsang: Teknik


Per vaginam (Bracht)
Cara Klasik
Pengeluaran bahu dan tangan secara klasik
dilakukan jika dengan Bracht bahu dan tangan
tidak bisa lahir

Cara Muller
Cara Lovset

Perasat Bracht
Bokong janin dipegang hingga kedua ibu jari penolong
ada pada bagian belakang pangkal paha & empat jarijari lain berada pada bokong janin (gambar 1)
Ibu meneran arahkan punggung anak ke perut ibu
(hiperlordosis )sampai kedua kaki lahir pegangan
dirubah sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada
lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin (gambar 2)
Dengan pegangan tersebut gerakan hiperlordosis
dilanjutkan sedikit kearah kiri/kanan sesuai dengan
posisi punggung anak dilakukan sampai lahir muluthidung-dahi & seluruh kepala anak
Saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin

Perasat Muller

Perasat Lovset

Perasat Klasik

163. KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan


Pada klien yang tidak menyusui, masa infertilitas
rata-rata sekitar 6 minggu
Pada klien yang menyusui, masa infertilitas lebih
lama, namun, kembalinya kesuburan tidak dapat
diperkirakan
Metode yang langsung dapat digunakan adalah :
Spermisida
Kondom
Koitus Interuptus

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan


Metode

Waktu Pascapersalinan

Ciri Khusus

Catatan

MAL

Mulai segera

Manfaat kesehatan bagi ibu


dan bayi

Harus benar-benar ASI eksklusif


Efektivitas berkurang jika sudah
mulai suplementasi

Kontrasepsi
Kombinasi

Jangan sebelum 6-8mg


pascapersalinan
Jika tidak menyusui
dapat dimulai 3mg
pascapersalinan

Akan mengurangi ASI


Selama 6-8mg pascapersalinan
mengganggu tumbuh
kembang bayi

Merupakan pilihan terakhir bagi


klien yang menyusui
Dapat diberikan pada klien dgn
riw.preeklamsia
Sesudah 3mg pascapersalinan
akan meningkatkan resiko
pembekuan darah

Bila menyusui, jangan


mulai sebelum 6mg
pascapersalinan
Bila tidak menyusui
dapat segera dimulai

Dapat dipasang
langsung
pascapersalinan

Dapat digunakan setiap


saat pascapersalinan

Tidak pengaruh terhadap laktasi

Kontrasepsi
Progestin

AKDR

Kondom/Sper
misida

Selama 6mg pertama


pascapersalinan, progestin
mempengaruhi tumbuh
kembang bayi
Tidak ada pengaruh pada ASI

Perdarahan ireguler dapat


terjadi

Tidak ada pengaruh terhadap


ASI
Efek samping lebih sedikit
pada klien yang menyusui

Insersi postplasental
memerlukan petugas terlatih
khusus

Sebaiknya dengan kondom dengan


pelicin

KB: Kontrasepsi Pasca Persalinan


Metode

Waktu
Pascapersalinan

Diafrag
ma

Tunggu sampai
6mg
pascapersalinan

KB
Tidak
Alamiah
dianjurkan
sampai siklus
haid kembali
teratur

Ciri Khusus

Catatan

Tidak ada
Perlu pemeriksaan
pengaruh
dalam oleh
terhadap laktasi
petugas

Tidak ada
Suhu basal tubuh
pengaruh
kurang akurat jika
terhadap laktasi
klien sering
terbangun malam
untuk menyusui

164. Gangguan Proses Persalinan:


Fase Aktif Memanjang
DE F I NI SI
Laju pembukaan yang tidak adekuat setelah
persalinan aktif didiagnosis

Diagnosis Laju Pembukaan Tidak Adekuat Bervariasi

< 1 cm/jam selama sekurang-kurangnya 2 jam setelah kemajuan


persalinan

< 1,2 cm/jam pada primigravida dan < 1,5 cm per jam pada
multipara

> 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap


(rata-rata 0,5 cm per jam)
http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234

Etiologi: Distosia ec. Kelainan Tenaga


His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus
dan disertai relaksasi yang merata

Jenis Kelainan His


Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik)
His lemah, pendek, jarang tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong
janin

His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik)


His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat

Incoordinate uterine contraction


Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada
dominasi fundus

Faktor predisposisi
Primigravida, terutama primi tua
Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

HIS NORMAL
Selama kehamilan: kontraksi ringan (Braxton-Hicks)
Kehamilan > 30 minggu: kontraksi lebih sering
Kehamilan > 36 minggu: kontraksi lebih meningkat dan lebih kuat
Awal Kala I
Tiap 10 menit sekali, lama 20-40 detik

Selama Kala I
Meningkat 2-4 kali/10 menit, lama 60-90 detik

Kala II
4-5 kali/10 menit, lama 90 detik, disertai periode relaksasi

Pemantauan Manual
Pantau his selama 10 menit, telapak tangan ditelakkan di fundus untuk
mengetahui kekuatan dan lama kontraksi
Pantau DJJ dan lihat tanda-tanda hipoksia
Lakukan pencatatan pada partograf

164. Fase Aktif Memanjang: Gejala dan Tanda


Kontraksi melemah, sehingga menjadi kurang kuat, lebih
singkat dan/atau lebih jarang, ATAU
Kualitas kontraksi tetap sama seperti semula, tidak
mengalami kemajuan ataupun melemah

Ibu terus mengejan dengan kekuatan yang sama selama


berjam-jam, atau menyadari persalinan lebih mudah untuk
dikendalikan (kontraksi tidak semakin nyeri/ his tidak
bertambah kuat)
Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami
perubahan

http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234

Inersia Uteri: Tatalaksana


1.

Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian


terbawah janin dan keadaan janin

2.

Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalan-jalan

3.

Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan


dikerjakan misalnya pada letak kepala :
a.
b.

a.
b.

Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm,
dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat
membuka
Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin stop istirahat
Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg) ulang lagi
pemberian oksitosin drips
Bila inersia uteri + CPD seksio sesaria
Bila semula his kuat inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips
tidak berguna Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

DIAGNOSIS

PERDARAHAN

SERVIKS

BESAR UTERUS

GEJALA LAIN

Abortus imminens

Sedikit-sedang

Tertutup lunak

Sesuai usia
kehamilan

Tes kehamilan +
Nyeri perut
Uterus lunak

Abortus insipiens

Sedang-banyak

Terbuka lunak

Sesuai atau lebih


kecil

Nyeri perut >>


Uterus lunak

Abortus inkomplit

Sedikit-banyak

Terbuka lunak

Lebih kecil dari usia


kehamilan

Nyeri perut >>


Jaringan +
Uterus lunak

Abortus komplit

Sedikit-tidak ada

Tertutup atau
terbuka lunak

Lebih kecil dari usia


kehamilan

Sedikit atau
tanpa nyeri
perut
Jaringan keluar
Uterus kenyal

Abortus septik

Perdarahan berbau

Lunak

Membesar, nyeri
tekan

Demam
leukositosis

Missed abortion

Tidak ada

Tertutup

Lebih kecil dari usia


kehamilan

Tidak terdapat
gejala nyeri
perut
Tidak disertai
ekspulsi jaringan
konsepsi

165.

Abortus Imminens

Abortus Komplit

Abortus Insipiens

Abortus Inkomplit

Missed Abortion

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Abortus: Tatalaksana Umum


Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus
dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai
ibu bebas demam untuk 48 jam:

Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam


Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
Segera rujuk ibu ke rumah sakit
Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat
dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca
keguguran
Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Tatalaksana
Abortus Inkomplit

Abortus Komplit

Evakuasi isi uterus (dengan jari atau


AVM)
Kehamilan > 16 minggu infus 40 IU
oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau
RL dengan kecepatan 40 tpm untuk
membantu pengeluaran hasil
konsepsi.
Evaluasi tanda vital pasca tindakan
setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke
ruang rawat.
Pemeriksaan PA jaringan
Evaluasi tanda vital, perdarahan
pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin/6 jam selama 24
jam. Periksa kadar hemoglobin setelah
24 jam. BIla hasil pemantauan baik
dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat
diperbolehkan pulang.

Tidak diperlukan evakuasi lagi.


Konseling untuk memberikan
dukungan emosional dan
menawarkan KB pasca
keguguran.
Observasi keadaan ibu.
Apabila terdapat anemia
sedang, berikan tablet sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 2
minggu, jika anemia berat
berikan transfusi darah.
Evaluasi keadaan ibu setelah 2
minggu.

166. Abortus Mola


Abortus pada kehamilan dengan mola
Gejala dan Tanda
Sesuai dengan kehamilan mola (tidak ada DJJ< >
besar dari usia kehamilan, Beta HCG sangat tinggi
sindrom preeklampsia, hipermesis)
Keluar jaringan lunak seperti anggur/mata
ikan/gelembung

Mola Hidatidosa: Hubungan dengan Hipertiroid

Hydatidiform Mole
Extremely high hCG level mimic TSH

Hyperthyroidism

Mola Hidatidosa: Diagnosis


Pemeriksaan kadar hCG
sangat tinggi, tidak sesuai usia
kehamilan
Pemeriksaan USG ditemukan
adanya gambaran vesikuler atau
badai salju
Komplit: badai salju
Partial: terdapat bakal janin dan
plasenta

Pemeriksaan Doppler tidak


ditemukan adanya denyut
jantung janin

167 & 168. Hipertiroid pada Kehamilan


DOC (PTU dan methimazole)
PTU (utama)
Efek teratogenik <<
Efek samping: Hipotiroid pada janin

Methimazole (jarang digunakan di Indonesia)


efek teratogenik berupa sindrom teratogenik embriopati
metimazole yang ditandai dengan atresi esofagus atau koanal

blocker (propanolol)
Mengurangi gejala akut hipertiroid
Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada
neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam
Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15
mg per hari)
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47

Indikasi Pembedahan
Dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU >450 mg atau methimazole >300 mg)
Timbul efek samping serius penggunaan obat
anti tiroid
Struma yang menimbulkan gejala disfagia,
atau obstruksi jalan napas
Tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya
pada pasien gangguan jiwa)

Hipertiroid pada Kehamilan: Tatalaksana


Rawat inap dan tirah baring untuk mengontrol kadar hormon tiroid
Medikamentosa
PTU 300-450 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis. Bila FT4 dan FT3 sudah normal
dosis pemeliharaan 50-300 mg/hari, dalam dosis terbagi ATAU
Metimazol 15-100 mg/hari, dibagi dalam 3 dosis bila sudah Normal: 5-20
mg/hari
Larutan yodium (Lugol) 3 tetes dalam segelas air putih diminum 1x/hari selama
1-2 minggu
Propanolol mengurangi manifestasi simpatetik, 40-80 mg/hari, dalam 3-4
dosis
Kontra Indikasi: penyakit paru obstruktif, blokade jantung, dekomp kordis,
DM

Tiroidektomi dapat dipertimbangkan ketika kondisi hipertiroid telah teratasi


lewat pengobatan
Setelah bayi lahir, periksa kadar hormon tiroidnya untuk menyingkirkan
kemungkinan hipotiroidisme pada bayi akibat pengobatan selama ibu hamil
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Mola Hidatidosa:
Tatalaksana

169. Pemeriksaan His


Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat
diatur oleh ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi
Sifat Khas
Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke punggung
bawah

Penyebab rasa sakit belum diketahui secara pasti. Beberapa dugaan


penyebab antara lain
Pada saat kontraksi terjadi kekurangan
O pada meometrium
Penekanan ganglion syaraf di serviks
dan uterus bagian bawah
Peregangan servik akibat dari pelebaran
serviks
Peregangan peritoneum sebagai organ
yang menyelimuti uterus

Pemeriksaan His
Sifat kontraksi otot rahim
Setelah kontraksi tidak berelaksasi kembali ke keadaan
sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek
tonusnya dibanding sebelum kontraksi (retraksi)
membantu rongga rahim mengecil dan anak secara perlahan
didorong ke bawah dan tidak naik lagi keatas setelah his
hilang segmen atas makin tebal dengan majunya
persalinan, juga setelah bayi lahir
Kontraksi tidak sama kuatnya,
tetapi paling kuat didaerah fundus
uteri dan berangsur berkurang
kebawah. Kontraksi yang paling
lemah terjadi pada segmen bawah
rahim

Pemeriksaan His
Awal persalinan kontraksi uterus selama 15-20 detik
Fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata
60 detik
Dalam satu kali kontraksi selama 3 fase, yaitu fase naik,
puncak dan turun
Pada saat fase naik lamanya 2 kali fase lainnya

Pemeriksaan kontraksi uterus meliputi, frekuensi,


durasi lama, intensitas kuat /lemah
Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi
sampai muncul kontraksi berikutnya.

170. Prolaps Tali Pusat


Terjadi ketika tali pusat keluar dari uterus sebelum
janin
Faktor Risiko

Prolaps Tali Pusat


Diagnosis Prolaps tali pusat dapat dipastikan bila:
Tali pusat tampak atau teraba pada jalan lahir lebih rendah
dari bagian terendah janin (tali pusat terkemuka, saat
ketuban masih utuh)
Tali pusat tampak pada vagina setelah ketuban pecah (tali
pusat menumbung, saat ketuban sudah pecah)

Faktor Predisposisi

Multiparitas
Kehamilan multipel
Ketuban pecah dini
Hidramnion
Tali pusat yang panjang
Malpresentasi

Prolaps Tali Pusat: Tatalaksana


Tali Pusat Terkemuka
Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dapat diminimalisasi
dengan posisi knee chest atau Trendelenburg
Rujuk ibu untuk seksio sesarea

Tali Pusat Menumbung


Tidak berdenyut: janin telah mati sebisa mungkin pervaginam
tanpa tindakan agresif
Masih berdenyut:
Berikan oksygen.
Hindari memanipulasi tali pusat. Jangan memegang atau memindahkan tali
pusat yang tampak pada vagina secara manual
Posisi ibu Trendelenburg atau knee-chest
Dorong bagian terendah janin ke atas secara manual untuk mengurangi
kompresi pada tali pusat
Rujuk untuk SC. Pada saat proses transfer dengan ambulans, posisi knee
chest kurang aman, sehingga posisikan ibu berbaring ke kiri.

171. Partograf
Tujuan Utama

Tidak boleh digunakan pada:

Mencatat hasil observasi


dan menilai kemajuan
persalinan
Mendeteksi apakah
persalinan berjalan normal
atau terdapat
penyimpangan, dengan
demikian dapat melakukan
deteksi dini setiap
kemungkinan terjadinya
partus lama

1. Wanita pendek, tinggi


kurang dari 145 cm
2. Perdarahan antepartum
3. Pre-eklampsia eklampsia
4. Persalinan prematur
5. Bekas sectio sesarea
6. Kehamilan ganda
7. Kelainan letak janin
8. Fetal distress
9. Dugaan distosia karena
panggul sempit

Partograf: Umum
Denyut jantung janin: setiap 12 jam
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap
12 jam
Nadi: setiap 12 jam
Pembukaan serviks: setiap 4 jam
Penurunan: setiap 4 jam
Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4
jam
Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2-4 jam

Partograf: Pencatatan Kondisi Bayi


Denyut jantung janin: setiap 12 jam
DJJ Normal: 110-160 x/menit
Menilai Air Ketuban
U : selaput ketuban utuh (belum pecah)
J : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban jernih
M : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
D : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban bercampur darah
K : selaput ketuban telah pecah dan air ketuban kering (tidak mengalir lagi)

Molase Tulang Kepala Janin


Semakin besar penyusupan semakin besar kemungkinan disporposi kepala panggul. Lambang yang
digunakan:
0: tulang tulang kepala janin terpisah, sutura mudah dipalpasi
1: tulang-tulang kepa janin sudah saling bersentuhan
2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tapi masih bisa dipisahkan
3: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

Partograf: Kemajuan Persalinan


Pembukaan Serviks
Angka pada kolom kiri 0-10 pembukaan serviks
Menggunakan tanda X pada titik silang antara angka yang sesuai dengan temuan
pertama pembukaan serviks pada fase aktif dengan garis waspada
Hubungan tanda X dengan garis lurus tidak terputus

Penurunan bagian terbawah janin


Tulisan turunnya kepala dan garis tidak terputus dari 0-5 pada sisi yang sama
dengan angka pembukaan serviks
Berikan tanda pada waktu yang sesuai dan hubungkan dengan garis lurus.

Garis waspada
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada waspadai
kemungkinan adanya penyulit persalinan
Jika persalinan telah berada di sebelah kanan garis bertindak yang sejajar dengan
garis waspada perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian persalinan

Garis bertindak dan waktu


Waktu mulainya fase aktif persalinan diberi angka 1-16, setiap kotak: 1 jam yang
digunakan untuk menentukan lamanya proses persalinan telah berlangsung
Waktu aktual saat pemeriksaan merupakan kotak kosong di bawahnya yang harus
diisi dengan waktu yang sebenarnya saat kita melakukan pemeriksaan

Partograf: Kontraksi Uterus


Terdapat lima kotak mendatar untuk kontraksi
Pemeriksaan dilakukan setiap 30 menit, raba
dan catat jumlah dan durasi kontaksi dalam 10
menit
Misal jika dalam 10 menit ada 3 kontraksi yang
lamanya 20 setik maka arsirlah angka tiga
kebawah dengan warna arsiran yang sesuai
untuk menggambarkan kontraksi 20 detik
(arsiran paling muda warnanya)

Partograf
Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Catat obat dan cairan yang diberikan di kolom yang
sesuai. Untuk oksitosin dicantumkan jumlah tetesan
dan unit yang diberikan

Kondisi Ibu
Catat nadi ibu setiap 30 menit dan beri tanda titik
pada kolom yang sesuai. Ukur tekanan darah ibu tiap
10 menit dan beri tanda pada kolom yang sesuai.
Temperatur dinilai setiap dua jam dan catat di tempat
yang sesuai

Volume urine, protein dan aseton


Lakukan tiap 2 jam jika memungkinkan

172. ANC pada Kehamilan


Pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental
serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas
sehingga mampu menghadapi persalinan, kala
nifas, persiapan pemberian ASI dan
kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar
(Wiknjosastro, 2005.; Manuaba, 2008).

Jadwal ANC: WHO


Minimal 4 kali selama kehamilan dalam waktu
sebagai berikut (WHO):
Trismester I : satu kali kunjungan (sebelum usia
kehamilan 14 minggu)
Trismester II : satu kali kunjungan (usia kehamilan
antara 14-28 minggu)
Trismester III : dua kali kunjungan (usia kehamilan
antara 28-36 minggu dan sesudah usia kehamilan
36 minggu)

Jadwal ANC:
Royal College of Obstetric & Gynaecologist

Kunjungan Pertama ANC

Catat identitas ibu hamil


Catat kehamilan sekarang
Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan
Pemeriksaan 7 T

(Timbang) berat badan


Ukur (Tekanan) darah
Ukur (Tinggi) fundus uteri
Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama
kehamilan
Tes terhadap penyakit menular sexual
Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin,
2002).

Kunjungan Kedua ANC: < 28 Minggu


Seperti kunjungan pertama ditambah:
Kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia
(tanya ibu tentang gejala gejala preeklamsia,
pantau tekanan darah, evaluasi edema,
periksa untuk apakah ada kehamilan ganda)

Kunjungan Ketiga ANC: 28-36 Minggu


Sama seperti kunjungan kedua ditambah
palpasi abdominal untuk mengetahui
kehamilan ganda

Kunjungan Keempat ANC


Sama dengan kunjungan ketiga ditambah
deteksi letak janin dan kemungkinan
komplikasi

Prenatal & antenatal care

173. Solusio Plasenta


Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
Diagnosis
Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

Faktor Predisposisi

Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi

Solusio Plasenta:
Plasenta: Tata
Laksana
Solusio
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC

Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan

174. TORCH
Infeksi TORCH

T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus (CMV)
H=herpes simplex (HSV)

Bayi yang dicurigai terinfeksi TORCH

Bayi dengan IUGR


Trombositopenia
Ruam abnormal
Riwayat ibu sakit saat hamil
Adanya gejala klasik infeksi

TORCH: Herpes Simpleks Tipe II


Etiologi
Herpes genital Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II)
Dapat berada dalam bentuk laten, menjalar melalui serabut
syaraf sensorik dan berdiam di ganglion sistem syaraf
otonom
Gejala dan Tanda
Bayi: lepuh pada kulit tidak selalu muncul sehingga
mungkin tidak diketahui
Laboratorium
Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk mendeteksi
secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh
HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan
Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikut-pencegahannya

Herpes Simpleks pada Kehamilan: Terapi


Inisial
Acyclovir

Famcyclovir

Valacyclovir

400 mg TID for 250 mg TID for 1 gram BID for


7-10 days
7-10 days
7-10 days
200 mg 5x/day
for 7-10 days

CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR 2006;55(No. RR-11)

Herpes Simpleks pada Kehamilan: Terapi


pada Kasus Berulang
Acyclovir

Famcyclovir

Valacyclovir

400 mg TID for 125 mg BID for 500 mg BID for


5 days
5 days
3-5 days
200 mg 5x/day
for 5 days

(1 gm BID for 1
day)

1 gram once
daily for 5 days

800 mg BID for


5 days
(800 mg TID for 2
days)
CDC. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. MMWR 2006;55(No. RR-11)

175. TIPE TENGGELAM


Tipe Kering (Dry drowning):
akibat dari reflek vagal yang dapat menyebabkan henti jantung
atau akibat dari spasme laring karena masuknya air secara tibatiba kedalam hidung dan traktus respiratorius bagian atas.
Banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa yang banyak
dibawah pengaruh obat-obatan (Hipnotik sedatif) atau alkohol
tidak adausaha penyelamatan diri saat tenggelam.

Tipe Basah (Wet drowning)


terjadi aspirasi cairan
Aspirasi air sampai paru menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah paru. Air bergerak dengan cepat ke membran kapiler
alveoli. Surfaktan menjadi rusak sehingga menyebabkan
instabilitas alveoli, ateletaksis dan menurunnya kemampuan
paru untuk mengembang.

Tipe Tenggelam
Secondary drowning/near drowning
Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.

Immersion syndrome
Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
Akibat refleks vagal

PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
Percobaan getah paru (lonset proef)
Pemeriksaan diatome (destruction test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).

Tes getah paru (lonset proef)


Kegunaan melakukan percobaan paru (lonsef proef)
yaitu mencari benda asing (pasir, lumpur, tumbuhan,
telur cacing) dalam getah paru-paru mayat.
Syarat melakukannya adalah paru-paru mayat
harus segar / belum membusuk.
Cara melakukan percobaan getah paru (lonsef proef)
yaitu permukaan paru-paru dikerok (2-3 kali) dengan
menggunakan pisau bersih lalu dicuci dan iris
permukaan paru-paru. Kemudian teteskan diatas objek
gelas. Syarat sediaan harus sedikit mengandung
eritrosit.

Tes Diatom
TES DIATOM
Diatom adalah alga atau ganggang
bersel satu dengan dinding terdiri
dari silikat (SiO2) yang tahan panas
dan asam kuat.

Bila seseorang mati karena


tenggelam maka cairan bersama
diatome akan masuk ke dalam
saluran pernafasan atau pencernaan
kemudian diatome akan masuk
kedalam aliran darah melalui
kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar
keseluruh jaringan.

4 CARA PEMERIKSAAN DIATOM:


Pemeriksaan mikroskopik langsung.
Pemeriksaan permukaan paru disiram
dengan air bersih iris bagian perifer
ambil sedikit cairan perasan dari
jaringan perifer paru, taruh pada
gelas objek tutup dengan kaca
penutup. Lihat dengan mikroskop.

Pemeriksaan mikroskopik jaringan


dengan metode Weinig dan Pfanz.

Chemical digestion. Jaringan


dihancurkan dengan menggunakan
asam kuat sehingga diharapkan
diatom dapat terpisah dari jaringan
tersebut.

Inseneration. Bahan organik


dihancurkan dengan pemanasan
dalam oven.

Tes Kimia Darah


TEST KIMIA DARAH
Mengetahui ada tidaknya
hemodilusi atau
hemokonsentrasi pada
masing-masing sisi dari
jantung, dengan cara
memeriksa gaya berat spesifik
dari kadar elektrolit antara lain
kadar sodium atau clorida dari
serum masing-masing sisi.
Dianggap reliable jika
dilakukan dalam waktu 24 jam
setelah kematian

Test Gettler: Menunjukan


adanya perbedaan kadar
klorida dari darah yang diambil
dari jantung kanan dan
jantung kiri. Pada korban
tenggelam di air laut kadar
klorida darah pada jantung kiri
lebih tinggi dari jantung
kanan.Pada korban tenggelam
di air tawar, hal sebaliknya
yang terjadi.
Tes Durlacher: Penentuan
perbedaan berat plasma
jantung kanan dan kiri. Pada
semua kasus tenggelam berat
jenis plasma jantung kiri lebih
tinggi daripada jantung kanan .

176.MALPRAKTEK/ KELALAIAN MEDIS


Malpraktek pada prinsipnya merujuk pada suatu
praktek profesi yang buruk karena tidak sesuai standar
profesi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dapat berupa pelanggaran terhadap standar
kompetensi, standar perilaku, dan standar pelayanan.
Tidak semua kerugian yang timbul dalam pelayanan
kedokteran dapat dikategorikan malpraktek, karena
ada kerugian yang terjadi meski dokter telah
melakukan tindakan sesuai standar.

Unsur Yang Harus Dipenuhi Dalam


Malpraktek
Duty of care
Dokter telah menyatakan kesediaan untuk merawat pasien
tersebut. Harus ditinjau juga legalitas dari semua pihak
(dokter, pasien, RS).

Breach of duty
Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.

Injury
Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang
timbul dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya
kesempatan mendapat penghasilan.

Proximated cause
Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas
antara tindakan dokter dengan kerugian yang dialami
pasien.

Breach of Duty
Breach of duty dapat berupa:
Nonfeasance: Tidak melakukan tindakan medis yang
merupakan kewajiban baginya. Misalnya: pasien syok
tetapi tidak ditangani syoknya.
Misfeasanse : Melakukan pilihan tindakan medis yang
tepat tetapi prosedurnya tidak tepat. Misalnya: pasien
apendisitis akut dioperasi, tetapi gunting tertinggal di
abdomen pasien.
Malfeasanse : melakukan tindakan yang jelas melanggar
hukum. Misalnya: dokter melakukan abortus provokatus
kriminalis.

177. ASFIKSIA
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.

Pemeriksaan Luar Post Mortem


Luka dan ujung-ujung ekstremitas sianotik (warna biru keunguan)
yang disebabkan tubuh mayat lebih membutuhkan HbCO2 daripada
HbO2.
Tardieus spot pada konjungtiva bulbi dan palpebra. Tardieus spot
merupakan bintik-bintik perdarahan (petekie) akibat pelebaran
kapiler darah setempat.

Lebam mayat cepat timbul, luas, dan lebih gelap karena


terhambatnya pembekuan darah dan meningkatnya
fragilitas/permeabilitas kapiler. Hal ini akibat meningkatnya kadar
CO2 sehingga darah dalam keadaan lebih cair. Lebam mayat lebih
gelap karena meningkatnya kadar HbCO2..
Busa halus keluar dari hidung dan mulut. Busa halus ini disebabkan
adanya fenomena kocokan pada pernapasan kuat.

Pemeriksaan Dalam Post Mortem


Organ dalam tubuh lebih gelap & lebih berat dan ejakulasi
pada mayat laki-laki akibat kongesti / bendungan alat tubuh
& sianotik.
Darah termasuk dalam jantung berwarna gelap dan lebih
cair.
Tardieus spot pada pielum ginjal, pleura, perikard, galea
apponeurotika, laring, kelenjar timus dan kelenjar tiroid.
Busa halus di saluran pernapasan.
Edema paru.
Kelainan lain yang berhubungan dengan kekerasan seperti
fraktur laring, fraktur tulang lidah dan resapan darah pada
luka.

Asfiksia Mekanik
Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (gagging dan choking)

Penekanan dinding saluran pernafasan:


Penjeratan (strangulation)
Pencekikan (manual strangulation)
Gantung (hanging)

External pressure of the chest yaitu penekanan dinding


dada dari luar.
Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
Inhalation of suffocating gases.

Pembekapan
Obstruksi mekanik aliran udara dari
lingkungan sekitar ke dalam mulut dan atau
rongga hidung, yang menghambat pemasukan
udara ke paru-paru, dengan cara menutup
mulut dan hidung. Penutupan lubang hidung
dan mulut bisa menggunakan tangan, bantal,
atau kantong plastik.

Pemeriksaan Forensik pada Kasus


Pembekapan
Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan
atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang,
hidung, lidah dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.
Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam
bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung
lidah juga dapat mengalami memar atau cedera.
Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan
tandatanda kekerasan.
Ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun pada
pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan kerokan bawah
kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.

178. KODEKI

Pasal 1:Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


sumpah dokter.

Pasal 2: Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya


sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3: Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh


dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi.

Pasal 4: Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri.

Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.

Pasal 6: Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan


menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji
kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7:Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.

Pasal 7a: Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion)
dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b: Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien

Pasal 7c: Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d: Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.

Pasal 8: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan


masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9: Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap Pasien


Pasal 10:Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan
segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia
tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas
persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11: Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien
agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya
dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang


diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Pasal 13: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia
dan mampu memberikannya.

KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap


Teman Sejawat
Pasal 14: Setiap dokter memperlakukan
teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
Pasal 15: Setiap dokter tidak boleh mengambil
alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang
etis.

KODEKI-Kewajiban Dokter Terhadap


Diri Sendiri
Pasal 16: Setiap dokter harus memelihara
kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan
baik.
Pasal 17: Setiap dokter harus senantiasa
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran/kesehatan.

Penjelasan
KODEKI
pasal 3

Penjelasan
KODEKI
pasal 3

179. PEMERIKSAAN MAYAT BAYI


Hal yang perlu diperiksa adalah:
Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah cukup
bulan untuk dilahirkan? (Untuk membedakan kasus abortus
dengan kasus pembunuhan anak)
Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?
(Untuk membedakan kasus stillbirth dengan bayi lahir hidup)

Apakah ada tanda perawatan bayi? (Untuk membedakan


kasus infantisida atau pembunuhan)
Apakah penyebab kematian bayi?

Infantisida (Pembunuhan Anak


Sendiri)
Infanticide atau pembunuhan anak sendiri adalah
pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu
dengan atau tanpa bantuan orang lain terhadap
bayinya pada saat dilahirkan atau beberapa saat
sesudah dilahirkan, oleh karena takut diketahui
orang lain bahwa ia telah melahirkan anak.
Pasal berkaitan infantisida: pasal 341-343 KUHP.

Pemeriksaan dalam kasus Infantisida


Hal-hal yang harus ditentukan atau yang perlu
dijelaskan dokter dalam pemeriksaannya adalah:
Berapa umur bayi dalam kandungan, apakah sudah
cukup bulan untuk dilahirkan.
Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat
dilahirkan.
Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir.
Apakah bayi sudah pernah dirawat.
Apakah penyebab kematian bayi.

Penentuan Usia Janin


Bayi dianggap cukup bulan jika: Panjang badan di atas
45 cm, berat badan 2500 3500 gram, lingkar kepala
lebih dari 34 cm.
Untuk menentukan umur bayi dalam kandungan, ada
rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu
menentukan umur bayi dari panjang badan bayi.
Untuk bayi (janin) yang berumur di bawah 5 bulan, umur
sama dengan akar pangkat dua dari panjang badan. Jadi
bila dalam pemeriksaan didapati panjang bayi 20 cm, maka
taksiran umur bayi adalah 20 yaitu antara 4 sampai 5
bulan dalam kandungan atau lebih kurang 20 22 minggu
kehamilan.
Untuk janin yang berumur di atas 5 bulan, umur sama
dengan panjang badan (dalam cm) dibagi 5 atau panjang
badan (dalam inchi) dibagi 2.

Penentuan Usia Janin


Keadaan ujung-ujung jari: apakah kuku-kuku telah melewati
ujung jari seperti anak yang dilahirkan cukup bulan atau
belum. Garis-garis telapak tangan dan kaki dapat juga
digunakan, karena pada bayi prematur garis-garis tersebut
masih sedikit.
Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus
testiculorum maka hal ini dapat diketahui dari terabanya
testis pada scrotum, demikian pula halnya dengan keadaan
labia mayora apakah telah menutupi labia minora atau
belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang
telah menutupi labia minora terdapat pada anak yang
dilahirkan cukup bulan dalam kandungan si-ibu.
Hal tersebut di atas dapat diketahui bila bayi segar, tetapi
bila bayi telah busuk, labia mayora akan terdorong keluar.

Penentuan Bayi Lahir Hidup/ Mati


Pemeriksaan luar: Pada bayi yang lahir hidup, pada
pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti tong . biasanya
tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin.
Kadang-kadang placenta juga masih bersatu dengan tali
pusat. Warna kulit bayi kemerahan.
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam
keadaan hidup atau mati, pada dasarnya adalah sebagai
berikut:

Adanya udara di dalam paru-paru.


Adanya udara di dalam lambung dan usus,
Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah, dan
Adanya makanan di dalam lambung.

Penentuan pasti dengan tes apung paru.

Tes Apung Paru


Keluarkan paru-paru dengan mengangkatnya mulai dari trachea
sekalian dengan jantung dan timus. Kesemuanya ditaruh dalam
baskom berisi air. Bila terapung artinya paru-paru telah terisi udara
pernafasan.

Untuk memeriksa lebih jauh, pisahkan paru-paru dari jantung dan


timus, dan kedua belah paru juga dipisahkan. Bila masih terapung,
potong masing-masing paru-paru menjadi 12 20 potonganpotongan kecil. Bagian-bagian ini diapungkan lagi. Bagian kecil paru
ini ditekan dipencet dengan jari di bawah air. Bila telah bernafas,
gelembung udara akan terlihat dalam air. Bila masih mengapung,
bagian kecil paru-paru ditaruh di antara 2 lapis kertas dan dipijak
dengan berat badan. Bila masih mengapung, itu menunjukkan bayi
telah bernafas. Sedangkan udara pembusukan akan keluar dengan
penekanan seperti ini, jadi ia akan tenggelam.

Bayi Lahir Mati: Still birth vs Dead Born


Still birth, artinya dalam kandungan masih hidup, waktu dilahirkan
sudah mati. Ini mungkin disebabkan perjalanan kelahiran yang
lama, atau terjadi accidental strangulasi dimana tali pusat melilit
leher bayi waktu dilahirkan.

Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:

Bau mayat seperti susu asam.


Warna kulit kemerah-merahan.
Otot-otot lemas dan lembek.
Sendi-sendi lembek sehingga mudah dilakukan ekstensi dan fleksi.
Bila lebih lama didapati bulae berisi cairan serous encer dengan dasar
bullae berwarna kemerah-merahan.
Alat viseral lebih segar daripada kulit.
Paru-paru belum berkembang.

Ada/ Tidaknya Tanda Perawatan


Tidak adanya tanda perawatan adalah sbb:
Tubuh masih berlumuran darah,
Ari-ari (placenta), masih melekat dengan tali pusat dan
masih berhubungan dengan pusar (umbilicus),
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak
tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air,
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi
serta di daerah yang mengandung lipatan-lipatan kulit,
seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.

180. POLA HUBUNGAN DOKTER-PASIEN


Priestly Model (paternalistik) : Dokter mendominasi
dalam menentukan tatalaksana pasien.
Collegial/ collaborative Model : Dokter dan Pasien
adalah MITRA, berdiskusi bersama untuk menentukan
yang terbaik bagi kesembuhan pasien.
Engineering Model : Pasien dominandalam
menentukan keputusan bagi dirinya. Biasanya
hubungan ini terjadi pad pasien sehat yang datang
untuk medical check up saja.

181. VISUM ET REPERTUM (VER)


Dasar: PASAL 133 KUHAP
Dalam hal penyidik untuk kepentingan
peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Permintaan VeR menurut Ps.133 KUHAP

WEWENANG PENYIDIK
TERTULIS (RESMI)
TERHADAP KORBAN, BUKAN TERSANGKA
ADA DUGAAN AKIBAT PERISTIWA PIDANA
BILA MAYAT :
IDENTITAS PADA LABEL
JENIS PEMERIKSAAN YANG DIMINTA
DITUJUKAN KEPADA : AHLI KEDOKTERAN FORENSIK /
DOKTER DI RUMAH SAKIT
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

Ketentuan Lain dalam VeR Korban Hidup


SURAT PERMINTAAN VER DAPAT TERLAMBAT :
KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU SEBELUM KE
POLISI
SPV MENYEBUTKAN PERISTIWA PIDANA YANG DIMAKSUD
VER = SURAT KETERANGAN, JADI DAPAT DIBUAT
BERDASARKAN REKAM MEDIS (RM telah menjadi barang
bukti sejak datang SPV)
PEMBUATAN VER TANPA IJIN PASIEN, SEDANGKAN SKM
LAIN HARUS DENGAN IJIN.
SEBAIKNYA DIANTAR PETUGAS AGAR DAPAT DIPASTIKAN
IDENTITAS KORBAN DAN STATUSNYA SEBAGAI BARANG
BUKTI
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

VeR dan Rekam Medis


Seorang pasien yang datang berobat ke RS dengan perlukaan
dan/atau keracunan, apalagi dengan anamnesis yang menunjukkan
adanya kemungkinan kaitan dengan suatu tindak pidana, pertamatama harus DIANGGAP sebagai kasus forensik, tanpa melihat ada
atau tidaknya Surat Permintaan VER dari polisi.
Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pencatatan
anamnesis secara lengkap dan detil. Pemeriksaan fisik dilakukan
seperti biasa, akan tetapi pencatatan luka-lukanya dilakukan secara
lengkap dan mendetil.
VER kasus forensik klinik dibuat berdasarkan rekam medis korban,
yang dibuat oleh dokter IGD, dokter yang merawat, SpF maupun
perawat. Suatu VER yang baik hanya dapat dihasilkan dari Rekam
Medis (RM) yang baik pula.
Cara Pencatatan Rekam Medis untuk Kasus Forensik Klinik,
Djaja Surya Atmadja

Sanksi Hukum Bila Menolak


Pembuatan VeR
PASAL 216 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau
permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh
pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh
pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna

182. KLASIFIKASI LUKA MENURUT KUHP


Klasifikasi luka dan pasal yang berhubungan:
Luka ringan pasal 352 KUHP = luka derajat satu
Luka sedang pasal 351 (1) atau 353 (1) = luka
derajat dua
Luka berat pasal 90 KUHP

Luka Ringan dan Luka Sedang


Luka derajat satu (pasal 352 KUHP): Luka tersebut
TIDAK menyebabkan penyakit atau halangan
dalam menjalankan pekerjaan
jabatan/pencaharian.
Luka derajat dua (pasal 351(1) KUHP): luka
tersebut TELAH menyebabkan penyakit atau
halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/
pencaharian untuk SEMENTARA WAKTU.

Luka Ringan dan Luka Sedang


Untuk membedakan luka derajat satu atau dua, maka dilakukan
pengujian dengan beberapa kriteria sbb:
Apakah luka tersebut memerlukan perawatan medis, seperti
penjahitan luka, pemberian infus dsb
Apakah luka atau cedera tersebut menyebabkan terjadinya gangguan
fungsi (fungsiolesa)?
Apakah lokasinya di tempat yang rawan, seperti mulut, hidung, leher,
skrotum?
Apakah lukanya tunggal, sedikit, atau banyak?

Bila luka tersebut mutlak memerlukan perawatan medis,


menyebabkan gangguan fungsi, lokasinya pada lokasi rawan dan
jumlah lukanya banyak, maka lukanya pada umumnya merupakan
luka derajat dua. Jika tidak ada satupun hal tersebut
yang terpenuhi maka derajat lukanya adalah satu. Pembedaan luka
derajat satu dan dua pada banyak kasus merupakan hal yang sulit,
sehingga kesimpulan seorang dokter dengan dokter lainnya kadang
berbeda.

Luka Berat
Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau
Yang menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian
Kehilangan salah satu pancaindera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP
merupakan luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut
tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka lukanya termasuk
derajat satu atau dua.

Klasifikasi Luka dan Visum et Repertum


Pada beberapa keadaan hasil visum et repertum yang dibutuhkan
penyidik, korban masih dalam perawatan dokter sehingga dokter
belum dapat menentukan kualifikasi lukanya. Dalam keadaan
demikian, dokter membuat visum et repertum sementara, di mana
di dalamnya dokter tidak mencantumkan kualifikasi luka namun
dapat menjadi alat bukti penyidik untuk menahan pelaku kejahatan.
Jika dengan berlalunya waktu korban menjadi sembuh, dokter harus
mengirimkan lagi visum et repertum lanjutan di mana kualifikasi
luka telah dicantumkan.
Bila korban ternyata meninggal dunia, penyidik akan mengajukan
SPV untuk pemeriksaan mayat.

Idris, A. Munim. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan, 2011

Gambar pada Soal

183. TEKNIK SAMPLING

Probability Sampling Techique lebih baik


dibanding non-probability
Simple Random Sampling: pengambilan sampel dari
semua anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam
populasi itu. Cara ini merupakan cara paling baik dalam
pengambilan sampel.
Stratified Sampling: Penentuan sampling tingkat
berdasarkan karakteristik tertentu (usia, jenis kelamin,
dsb). Misalnya untuk mengambil sampel dipisahkan
dulu jenis kelamin pria dan wanita. Baru kemudian dari
kelompok pria diambil sampel secara acak, demikian
juga dari kelompok wanita.

Probability Sampling Techique lebih


baik dibanding non-probability
Cluster Sampling: disebut juga sebagai teknik sampling daerah.
Pemilihan sampel berdasarkan daerah yang dipilih secara acak.
Contohnya mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta.
Seluruh penduduk dari 20 kecamatan terpilih dijadikan sampel.

Multistage random sampling: teknik sampling yang menggunakan 2


teknik sampling atau lebih secara berturut-turut. Contohnya
mengambil secara acak 20 kecamatan di Jakarta (cluster sampling).
Kemudian dari masing-masing kecamatan terpilih, diambil 50
sampel secara acak (simple random sampling).
Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan
tertentu. Misalnya setiap kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai
disuatu kantor, pengambilan sampel hanya nomor genap atau yang
ganjil saja.

Non-probability Sampling
Purposive/ judgmental Sampling: sampel yang dipilih
secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.
Snowball Sampling: Dari sampel yang sedikit tersebut
peneliti mencari informasi sampel lain dari yang
dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama
jumlah sampelnya makin banyak
Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)

184. BENTUK KELUARGA

Keluarga inti (nuclear family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak kandung.
Keluarga besar (extended family): Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu,
cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak suami atau
pihak isteri.
Keluarga campuran (blended family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung
serta anak-anak tiri.
Keluarga orang tua tunggal (single parent family): Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita,
mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anakanak mereka tinggal bersama.
Keluarga hidup bersama (commune family): Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak
yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
Keluarga serial (serial family): Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta
memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu
keluarga.
Keluarga komposit ( composite family): keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
Keluarga kohabitasi (Cohabitation): dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa
memiliki anak atau tidak.

185. JENIS RUJUKAN


Interval referral: pelimpahan wewenang dan
tanggungjawab penderita sepenuhnya kepada dokter
konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama jangka
waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya.
Collateral referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita hanya untuk satu
masalah kedokteran khusus saja.
Cross referral: menyerahkan wewenang dan
tanggungjawab penanganan penderita sepenuhnya kepada
dokter lain untuk selamanya.
Split referral: menyerahkan wewenang dan tanggungjawab
penanganan penderita sepenuhnya kepada beberapa
dokter konsultan, dan selama jangka waktu pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi
rujukan tidak ikut campur.

Jenis Rujukan Berdasarkan


Tingkatannya
Rujukan horizontal : rujukan yang dilakukan
antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila
perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan
fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap.
Misalya rujukan dari RS tipe B ke RS tipe B lainnya

Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan


antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Misalnya rujukan dari puskesmas ke RS

186. PELAPORAN KLB


Alur pelaporan KLB adalah sebagai berikut:
Masyarakat

Puskesmas

Dinkes
Kabupaten

Dinkes
Propinsi

Kementerian
Kesehatan

Prosedur KLB Keracunan Pangan


Petugas Puskesmas setelah menerima laporan atau informasi dari
masyarakat, RS, dll, segera melakukan pengecekan ke lapangan tentang
kebenaran berita kasus keracunan;
Memberikan pertolongan berupa pengobatan kepada penderita
keracunan, dan bila diperlukan mengirim penderita ke unit pelayanan
kesehatan yang lebih tinggi untuk referal sistem (Rumah Sakit);
Mengambil contoh makanan/minuman yang diduga sebagai penyebab
keracunan
Melaporkan adanya kejadian keracunan makanan ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota segera (menggunakan telepon, fax, form W1, sms, dan e-mail);
Bergabung dengan TIM KLB Keracunan Dinas Kesehatan Kab/Kota
melakukan kajian Penyelidikan Epidemiologi.
Hasil Penyelidikan Epidemiologi Tim Surveilans inilah yang digunakan
Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota memberikan keterangan/ penjelasan
kepada publik/ masyarakat tentang kasus yang terjadi.

Laporan Puskesmas ke Dinas Kesehatan


Laporan W1(Laporan Wabah)
Isi Laporan: Tempat KLB, Jumlah
P/M, Gejala/tanda-tanda.
Dalam jangka waktu 24 jam
setelah mengetahui kepastian
(hasil pengecekan lapangan)
adanya tersangka KLB.
Selain melalui pos, penyampaian
isi laporan dapat dilakukan
dengan sarana komunikasi cepat
lainnya, sesuai situasi dan kondisi
yang ada.
Pembuat laporan: Kepala
Puskesmas.

Laporan W2
Laporan mingguan KLB.
Isi laporan : jumlah penderita dan
kematian PMTKLB selama satu
minggu yang tercatat di
Puskesmas.
Pembuatan laporan setiap
minggu.
Pengiriman laporan : setiap
Senin/Selasa.
Pembuat laporan : Kepala
Puskesmas.

KRITERIA KLB
(Permenkes 1501, tahun 2010)

Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada


atau tidak dikenal pada suatu daerah
Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun
waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis
penyakitnya
Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut
jenis penyakitnya
Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah
per bulan dalam tahun sebelumnya
Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya
Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen)
atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

187. JENIS POSYANDU


Terdapat 4 jenis posyandu:
Posyandu
Posyandu
Posyandu
Posyandu

pratama (warna merah)


madya (warna kuning)
purnama (warna hijau)
mandiri (warna biru)

Posyandu Pratama
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu
yang masih belum mantap, kegiatannya belum
bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya
terbatas.
Keadaan ini dinilai gawat sehingga
intervensinya adalah pelatihan kader ulang.
Artinya kader yang ada perlu ditambah dan
dilakukan pelatihan dasar lagi.

Posyandu Madya
Rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih.
Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi,
dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%.
Kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.
Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu :
Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang
sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD)
untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya,
termasuk menentukan program tambahan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.

Posyandu Purnama
Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun,
rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) lebih dari 50%.
Sudah ada program tambahan.
Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :
Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk
mengarahkan masyarakat menetukan sendiri
pengembangan program di posyandu
Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh
Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal
50% KK atau lebih.

Posyandu Mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur, cakupan 5 program
utama sudah bagus, ada program tambahan
dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari
50% KK.
Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat.

188. PENGUKURAN MORTALITAS


Ukuran

Definisi

Crude death rate/ angka


kematian kasar

angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama


satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate

persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,


untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu

jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas


(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi

jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran


hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000

Soal
Case fatality rate = jumlah meninggal karena
suatu penyakit/ jumlah kasus penyakit
tersebut.
Dalam hal ini, jumlah kasus tetanus
neonatorum sebesar 20 kasus, sedangkan
yang meninggal sebesar 15 kasus.
Maka case fatality ratenya adalah 15/20.

189. BIAS DALAM PENELITIAN


Apakah yang dimaksud dengan bias?
Bias adalah kesalahan sistematik pada
penelitian yang menyebabkan distorsi estimasi
hubungan antara paparan dan hasil/outcome.
Adanya bias dapat menyebabkan hubungan
paparan-outcome yang sebenarnya tidak ada
menjadi ada, atau sebaliknya.

Apa Saja Bias dalam Penelitian


Kedokteran?
Ada puluhan macam bias dalam penelitian
kedokteran, namun secara umum, bias dibagi
menjadi 3 jenis:
Selection bias (bias seleksi): sampel tidak
representatif
Information/misclassification/measurement bias
(bias informasi/pengukuran): kesalahan dalam
pengukuran paparan
Confounding (bias perancu): distorsi/ penyimpangan
hubungan antara paparan-penyakit oleh faktor lain
(confounder/perancu)

Selection Bias
Kesalahan sistematis dalam pemilihan subjek penelitian.
Misalnya:
Subjek penelitian tidak merepresentasikan kondisi populasi
sebenarnya (contoh: penelitian tentang ca paru di mana subyek
yang direkrut lebih banyak ca paru stadium awal karena subyek ca
paru stadium lanjut kebanyakan cepat meninggal. Sedangkan yang
banyak dijumpai di populasi pada umumnya adalah pasien ca paru
stadium lanjut).
Pemilihan subyek kasus dan kontrol tidak sebanding (contoh: di
kelompok kasus, subyek usianya lebih tua daripada di kelompok
kontrol, sehingga outcome di kelompok kasus lebih buruk )
Banyak subjek yang loss to follow up (contoh: awal penelitian ada
100 subyek, tapi di akhir hanya ada 40 subyek pengambilan
kesimpulan menjadi tidak valid)

Information/ Measurement Bias


Kesalahan sistematis dalam : mengamati, memilih
instrumen, mengukur, membuat
klasifikasi,mencatat informasi, dan membuat
interpretasi tentang paparan maupun penyakit,
sehingga mengakibatkan distorsi penaksiran
pengaruh paparan terhadap penyakit.
Jenisnya antara lain: Recall bias, Interviewer bias,
Instrument bias, Observer bias

Information/ Measurement Bias


Recall bias: Pengetahuan akan status penyakit
mempengaruhi penentuan status paparan,
didapatkan dari wawancara/berdasarkan ingatan
subyek.
Contoh: penelitian minum obat saat hamil dengan
kejadian kelainan kongenital. Ibu yang memiliki anak
kelainan kongenital akan lebih berusaha mengingatingat obat apa saja yang diminumnya saat hamil,
dibandingkan dengan ibu yang anaknya sehat.
Sehingga lebih mungkin ibu-ibu yang memiliki anak
kelainan kongenital menyebutkan bahwa mereka
mengkonsumsi obat saat kehamilan.

Information/ measurement bias


Bias pewawancara/Interviewer bias: terjadi jika
subjek diwawancara atau diinvestigasi rekam
medisnya oleh peneliti sendiri.
Contoh: penelitian minum obat saat hamil
dengan kejadian kelainan kongenital. Pada ibu
yang memiliki anak kelainan kongenital, peneliti
menggali pertanyaan lebih banyak dan lebih
mendalam untuk mendapatkan faktor risikonya
dibanding saat mewawancarai ibu dengan anak
yang sehat.

Information/ measurement bias


Instrument bias: kesalahan pada alat ukur yang
digunakan untuk memperoleh data. Misalnya alat
ukur tidak ditera dengan baik, atau menggunakan
alat ukur berbeda-beda untuk pengumpulan data
1 variabel.
Observer bias: kesalahan pada orang yang
mengukur atau mencatat data. Misalnya: peneliti
mengukur tekanan darah 1000 orang dari pagi
hingga sore. Kemungkinan hasil tekanan darah
orang yang diukur di sore hari tidak seakurat hasil
orang diukur di pagi hari.

Jenis Bias lainnya


Prevalence-incidence bias: bagian dari selection bias,
di mana insidens dan prevalens suatu penyakit
sangat jauh berbeda sehingga yang diteliti tidak
sesuai dengan kenyataan di populasi.
Contohnya,penelitian untuk meneliti efektivitas obat A terhadap
kanker paru. Dalam kenyataan, kebanyakan pasien baru terdiagnosis
kanker paru saat stadium IV sehingga cepat meninggal dan tidak dapat
menjadi subyek penelitian. Sehingga mayoritas yang menjadi subyek
penelitian adalah pasien kanker paru stadium awal, dan memiliki
respon baik terhadap obat A. kesimpulan penelitian tersebut sulit
untuk diterapkan di populasi, karena insidens kanker paru lebih tinggi
pada stadium IV sebenarnya tetapi pasiennya tidak bertahan hidup
lama (prevalensnya rendah).

Jenis Bias Lainnya


Referral bias/ verification bias adalah bias dalam penelitian
diagnostik (untuk menguji suatu pemeriksaan baru,
dibandingkan dengan gold standard), di mana pasien yang
pemeriksaannya negative tidak dilanjutkan dengan
pemerksaan gold standardnya sehingga menyebabkan
sensitivitas pemeriksaan jadi lebih tinggi daripada yang
seharusnya.
Loss to follow up bias merupakan bias pada studi kohort. Bias
ini terjadi pada studi kohort dalam waktu yang panjang dan
subyeknya banyak yang drop out di tengah penelitian
sehingga dapat mengacaukan hasil.

Confounding/ Bias Perancu


Confounder adalah faktor ketiga yang
berhubungan dengan paparan dan outcome,
dan mempengaruhi sebagian/seluruh
hubungan antara keduanya.
Contoh: penelitian ingin mengetahui hubungan
konsumsi alkohol dengan PJK. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa konsumsi alkohol berhubungan
dengan PJK. Namun ternyata, orang yang
mengkonsumsi alkohol umumnya juga memiliki
kebiasaan merokok. Sementara merokok juga
menyebabkan PJK. Jadi sebenarnya apakah konsumsi
alkohol yang menyebabkan PJK? Atau kebiasaan
merokoknya yang menyebabkan PJK? Dalam hal ini,
kebiasaan merokok adalah confounding.

190. JENIS KEGIATAN IMUNISASI


Imunisasi rutin: akegiatan imunisasi yang secara rutin dan terus
menerus harus dilakukan pada periode waktu yang telah
ditentukan.

Imunisasi tambahan: kegiatan imunisasi yang dilakukan atas dasar


ditemukannya masalah dari hasil pemantauan atau evaluasi.
Kegiatan ini sifatnya tidak rutin, membutuhkan biaya khusus dan
kegiatannya dilaksanakan pada suatu periode tertentu.

Backlog fighting
Crash program
Imunisasi dalam penanganan KLB (Outbreak Response Imunization/ORI)
Imunisasi massal

Kriteria Imunisasi Tambahan


Backlog fighting: upaya aktif melengkapi imunisasi dasar pada anak
yang berumur 1 - 3 tahun. Sasaran prioritas adalah desa/kelurahan
yang selama 2 tahun berturut turut tidak mencapai desa UCI.
Crash program: ditujukan untuk wilayah yang memerlukan
intervensi secara cepat untuk mencegah terjadinya KLB.
Kriteria pemilihan lokasi adalah:
1. Angka kematian bayi tinggi dan angka PD3I tinggi;
2. Infrastruktur (tenaga, sarana, dana kurang);
3. Desa yang selama 3 tahun berturut-turut tidak mencapai target
UCI

Imunisasi Massal
PIN (Pekan Imunisasi Nasional)Polio: tanpa mempertimbangkan status
imunisasi polio sebelumnya, pemberian imunisasi dilakukan 2 (dua) kali
masing-masing 2 (dua) tetes dengan selang waktu 1 (satu) bulan.
Sub PIN: upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan
satu kasus polio dalam wilayah terbatas (kabupaten) dengan pemberian
dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada
seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun.
Catch Up Campaign Campak: dilakukan untuk pemutusan transmisi
penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini
dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak
sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam, tanpa
mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.

THT-KL

191. Benda Asing di Liang Telinga


Usaha mengeluarkan benda asing sering
mendorongnya lebih ke dalam
Besar pengait serumen
Kecil cunam/pengait
Binatang hidup di liang telinga
Masukkan tampon basah ke liang telinga, teteskan cairan
misalnya rivanol/obat anestesi lokal (lidocain 2%)/mineral
oil/alcohol/spirit/air kloroform, dll + 10 menit
Mati dikeluarkan menggunakan pinset/irigasi dengan
air bersih hangat

Baterai jangan dibasahi! (efek korosif)


Soepardi E, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012
Dhingra PL, et al. Diseases of Ear, Nose, and Throat. 6th ed. Kundli: Elsevier; 2014
http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1185.html
http://emedicine.medscape.com/article/763712-overview#showall

http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1185.html

http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1185.html

Pilihan jawaban lain


Irigasi dengan H2O2 3% OMSK tipe aman
(H2O2 3% 3-5 hari)
Irigasi dengan betadine (povidone iodine)
otomikosis (povidone iodine tetes 5%)
Irigasi dengan karbogliserin 10%
melunakkan serumen yang tidak dapat
dibersihkan dengan pengait/kuret (tetes
karbogliserin 10% 3 hari)
Soepardi E, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2012

192. Uji Penala


Uji pendengaran dengan garputala dapat
membedakan ketulian karena tuli konduktif
Tes Rinne

Tes Weber

Tes Swabach

Diagnosis

Positif

Tidak ada
lateralisasi

Sama dengan
pemeriksa

normal

Negatif

Lateralisasi ke
telinga yang sakit

memanjang

Tuli konduktif

Positif

Lateralisasi ke
telinga yang sehat

memendek

Tuli sensorineural

192. Uji Penala


Cara Pemeriksaan :
Tes Rinne penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada
prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan
depan telinga
Positif (+) bila masih terdengar
Negatif (-) bila tidak terdengar
Tes Weber penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan
di garis tengah kepala
Tes Swabach penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu
segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa
Memendek bila pemeriksa masih mendengar

192. Uji Penala


Kesimpulan:
Pendengaran normal : AC > BC (AC 2 kali lebih
panjang dibandingkan BC)
Tuli konduktif : BC > AC atau AC = BC
Tuli sensorineural : AC > BC (namun AC < 2 kali
lebih panjang dibanding BC)

193. Jaras Penghidu


Hiposmia dapat
disebabkan oleh
obstruksi hidung seperti
pada rinitis alergi, rinitis
vasomotor, rinitis atrofi,
hipertrofi konka, deviasi
septum, polip, tumor
dan berbagai penyakit
sistemik.

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

193. Gangguan penghidu

194. Otosklerosis
Penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis di daerah kaki stapes,
stapes kaku suara tidak dapat
dihantarkan dengan baik
Insidens: paling tinggi pada kulit putih (8-10%)
Etiologi : belum pasti, namun ada keterlibatan
faktor keturunan dan gangguan perdarahan
pada stapes
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

194. Otosklerosis
Manifestasi klinis
Perempuan > laki-laki
Umumnya pada usia 11-45 tahun
Awal : tuli konduktif, dapat menjadi tuli campur
maupun tuli saraf bila menyebar ke koklea
Gangguan tinitus
Sering terjadi bilateral
Pendengaran lebih baik dalam ruangan bising
(Paracusis Willisii)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

194. Otosklerosis
Diagnosis:
Membran timpani utuh, normal, mungkin
berwarna kemerahan akibat pelebaran pembuluh
darah promontium (Schwartes sign)
Tuba paten tanpa riwayat penyakit telinga/trauma
telinga sebelumnya
Diperkuat dengan pemeriksaan audiometri nada
murni dan impedance

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

195. Abses Peritonsil


Abses Peritonsilar
Tonsilitis yang tidak diobati dengan adekuat penyebaran infeksi pembentukan pus di peritonsil

Gejala dan Tanda


Nyeri hebat + penjalaran ke sisi telinga yang sama (otalgia)
Odinofagia & disfagia drooling
Iritasi pada m. pterifoid interna trismus
Uvula bengkak terdorong kesisi kontralateral

Terapi
Aspirasi jarum bila pus (-) selulitis antibiotik. Bila pus (+) abses
Bila pus ada pada aspirasi jarum disedot sebanyak mungkin

Abses Retrofaring
Biasanya pada anak < 5 tahun ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa yang
menampung aliran dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius & telinga
tengah > usia 6 tahun atrofi

Etiologi
ISPA limfadenitis retrofaring
Trauma dinding belakang faring (tulang ikan, tindakan medis)
TB vertebra servikalis atas (abses dingin)

Gejala dan Tanda

Rasa nyeri dan sukar menelan (utama)


Demam, leher kaku, dan nyeri
Sesak napas karena sumbatan (terutama di hipofaring)
Benjolan pada dinding belakang faring, mukosa bengkak dan hiperemis

Diagnosis
Berdasarkan riwayat ISPA, trauma
Foto rontgen: pelebaran ruang retrofaring > 7 mm pada anak dan dewasa,
dan pelebaran retrotrakeal > 14 mm pada anak dan > 22 mm pada dewasa
Berkurangnya lordosis vertebra servikal

Terapi
Medikamentosa dengan antibiotika dosis tinggi, parenteral
Tindakan bedah pungsi dan insisi abses dengan laringoskopi langsung

Abses Parafaring
Etiologi
Langsung, akibat tusukan jarum saat tonsilektomi
Supurasi kel. Limfa leher dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan
vertebra servikal
Penjalaran infeksi ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula

Gejala dan Tanda


Trismus, indurasi/ pembengkakan disekitar angulus mandibula, demam tinggi,
pembengkakan dinding lateral faring sehingga menonjol kearah medial

Diagnosis
Riwayat penyakit, foto rontgen jaringan lunak AP
atau CT scan

Terapi
Antibiotika dosis tinggi parenteral untuk aerob &
anaerob
Evakuasi abses (insisi dari luar dan intra oral)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

Abses Submandibula
Ruang Submandinbula tdd: ruang sublingual dan ruang
submaksila
Etiologi
Sumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, kel. Limfa
submandibula

Gejala dan Tanda


Demam & nyeri leher, bengkak di
bawah mandibula dan atau bawah
lidah, dapat berfluktuasi, trismus

Terapi
Antibiotika dosis tinggi utk aerob &
anaerob
Evakuasi abses

Angina Ludovici
Infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa
pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses,
keras pada perabaan submandibula

Etiologi
Infeksi dari gigi atau dasar mulut

Gejala dan Tanda


Nyeri tenggorok dan leher, bengkak
daerah submandibula, hiperemis &
keras pada perabaan

Terapi
Antibiotika dosis tinggi untuk aerob &
anaerob secara parenteral
Eksplorasi dan evakuasi jaringan
nekrosis

196. Otitis Eksterna


Tanda OE:
Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang atau tragus
ditekan.
Otitis externa sirkumskripta (furuncle)
Etiologi: Staph. aureus, Staph. albus
Terbatas pada kelenjar minyak/rambut yg
terobstruksi
Hanya pada bagian kartilago telinga, tidak
ada jaringan penyambung di bawah kulit
sangat nyeri
Th/: AB topikal, analgetik topikal.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

196. Otitis Externa


Otitis eksterna difus (swimmers ear)
Etiologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
Kondisi lembab & hangat bakteri tumbuh
Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
Jika edema berat pendengaran berkurang
Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colistin, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen otitis eksterna.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

196. Otitis Externa


Malignant otitis externa (necrotizing OE)
Pada pasien diabetik lansia atau imunokompromais.
OE dapat menjadi selulitis, kondritis, osteitis,
osteomielitis neuropati kranial.

Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah


tampak di posteroinferior sambungan kartilago dengan
tulang, di 1/3 dalam.
Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), &
pembengkakan liang telinga.
Th/: antibiotik topikal & sistemik, debridemen agresif.
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Serumen Obturans
Serumen obturans adalah serumen yang tidak
berhasil dikeluarkan dan menyebabkan
sumbatan pada kanalis akustikus eksternus.
Menimbulkan tuli konduktif.
Serumen dilunakkan terlebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.

197. Rhinosinusitis
Diagnosis

Clinical Findings

Rinosinusitis akut 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut.
Sinusitis kronik

Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari
gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada
anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.

Sinusitis
dentogen

Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan


oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara
langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.

Sinusitis jamur

Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan


radioterapi.Ciri: sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik,
terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada
membran berwarna
putih
keabuan
pada irigasi antrum.
Buku Ajar
THT-KL
FKUI; 2007.

Normal sinonasal mucociliary clearance is predicated on


(1) ostial patency, (2) ciliary function, and (3) mucus
consistency. Impairment of any of these factors at the
osteomeatal complex may result in mucus stasis, which
under the proper conditions induces bacterial growth.

197. Rhinosinusitis
Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
1.
2.
3.

common cold;
influenza;
measles, whooping cough, etc.

Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:


1.
2.

Abses apikal,
Cabut gigi.

Organisme penyebab umumnya: Streptococcus


pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat
ditemukan.

197. Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

197. Rhinosinusitis

198.Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal dari
a. ethmoidalis posterior
atau a. sphenopalatina,
sering sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi atau
arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior selama
2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

199. Kelainan Telinga Luar

Pseudokista
Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.
Biasanya pasien datang karena
benjolan di daun telinga yang
tidak nyeri & tidak diketahui
penyebabnya.
Terapi: cairan dikeluarkan secara
steril, lalu dibalut tekan sengan
semen gips selama 1 minggu
supaya perikondrium melekat
pada tulang rawan kembali.

199. Kelainan Telinga Luar


Hematoma of the auricle

Severe blunt trauma to the auricle may cause hematoma.


Edematous, fluctuant, & ecchymotic pinna.
If left untreated may cause infection perichondritis.
Th/: incision & drainage/needle aspiration pressure bandage

Perichondritis of the Auricle


Most often as a result of trauma, with penetration of the skin &
a contaminated wound.
The auricle becomes hot, red, swollen, & tender after the
contaminating injury
infection under the perichondrium necrosis of the cartilage
fibrosis severe auricular deformity (cauliflower ear)
Th/: antibiotics. If there is fluctuance from pus drainage.

Keloid
May develop at the same piercing site on the lobe.

200. Rhinitis Kronik/ Atrofi


Infeksi hidung kronik, ditandai oleh atrofi
progresif pada mukosa dan tulang konka
Secara klinis mukosa hidung menghasilkan
sekret yang kental dan cepat mengering
sehingga berbentuk krusta berbau busuk
Pada pemeriksaan histopatologi tampak
metaplasia epitel toraks bersilia menjadi epitel
kubik/gepeng berlapis, silia menghilang,
lapisan submukosa lebih tipis, kelenjar atrofi

200. Rhinitis Atrofi


Etiologi: infeksi kuman spesifik (Klebsiella,
Stafilokokus, Pseudomonas), defisiensi Fe,
defisiensi vitamin A, sinusitis kronik, kelainan
hormonal, penyakit kolagen
Gejala: napas berbau, ingus kental berwarna
hijau, kerak (krusta) hijau, gangguan
penghidu, sakit kepala, hidung tersumbat
Pengobatan: konservatif dan operatif

Diagnosis

Clinical Findings

Rinitis alergi

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa


edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Rinitis
vasomotor

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin.


Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres.
Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.

Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor.
Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak
& mukopurulen.
Rinitis atrofi /
ozaena

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa


pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media
& inferior, sekret & krusta hijau.

Rinitis
Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Anda mungkin juga menyukai