71 - Pembahasan CBT TO 4 Batch Nov 2016 PDF
71 - Pembahasan CBT TO 4 Batch Nov 2016 PDF
ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
(belakang pasaraya manggarai)
phone number : 021 8317064
pin BB D3506D3E / 5F35C3C2
WA 081380385694 / 081314412212
Medan :
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
Phone number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
Www.Optimaprep.Com
I L MU
P E N YA K I T
DALAM
Reguler
Atrial flutter
QRS sempit
AV nodal reentry
tachycardia
Ireguler
Atrial fibrillation
Takikardia
Ventricular
tachycardia
Reguler
SVT with BBB
QRS lebar
Ireguler
Polymorphic VT
SUPRAVENTRICULAR TACHYCARDIA
SINUS TACHYCARDIA
ATRIAL FLUTTER
ATRIAL FIBRILLATION
MONOMORPHIC VENTRICULAR
TACHYCARDIA
POLYMORPHIC VENTRICULAR
TACHYCARDIA (TORSADE DE
POINTES)
Algoritma
Takikardia
2.DEMAM TIFOID
Tanda dan gejala:
demam persisten
nyeri kepala
gejala abdomen (biasanya berupa nyeri
epigastrium, diare atau konstipasi), mual, muntah
bradikardi relatif,
lidah yang tremor dan berselaput
meteorismus.
hepatomegali, splenomegali
7
Widal test:
Typhidot
Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
Positif setelah infeksi hari 2-3.
Tubex TF
Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
Positif setelah hari ke 3-4.
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Golongan Fluorokionolon:
- Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
- Siprofloksasin 2x500mg selama 6 hari
- Ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari
- Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
- Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
14
3. LEPTOSPIROSIS
Penyebab: Leptospira (hanya dapat dilihat dengan mikroskop lapang
gelap)
Transmisi: melalui binatang yang masuk ke dalam tubuh manusia
melalui mukosa atau kulit yang tidak utuh
Masa inkubasi sekitar 10 hari (2-30 hari).
Leptospirosis berat disebut sebagai Weils disease, ditandai dengan
adanya ikterik.
Sebenarnya self-limited, tetapi bila tidak diobati bisa menimbulkan
komplikasi seperti gagal ginjal, rhabdomyolisis, uveitis, ARDS,
miokarditis.
Infeksi
Infection through the
mucosa or wounded skin
Proliferate in the
bloodstream or
extracellularly within organ
Disseminate
hematogenously to all
organs
Multiplication can cause:
Hepatitis, jaundice, & hemorrhage in the liver
Uremia & bacteriuria in the kidney
Aseptic meningitis in CSF & conjunctival or scleral hemorrhage in the aqueous humor
Muscle tenderness in the muscles
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.
Injeksi konjungtiva
Ikterik
Nyeri tekan
gatroknemius
Splenomegali
Hepatomegali
Ruam di kulit
Edema
Infeksi
Anicteric leptospirosis (90%),
follows a biphasic course:
Initial phase (47 days):
sudden onset of fever,
severe general malaise,
muscular pain (esp calves),
conjunctival congestion,
leptospires can be isolated from
most tissues.
Baku emas:
Pemeriksaan serologi IgM
antileptospira dengan
metode Microscopic
Agglutination Test (MAT)
Kultur (hasilnya seringkali
negatif)
Hingga 10 hari penyakit,
spesimen diambil dari darah
atau LCS
Minggu kedua sampai hari ke
30 setelah sembuh, spesimen
dari urine.
Tatalaksana Leptospirosis
Kasus rawat jalan
Doksisiklin 2x100 mg
selama 7 hari
Amoksisilin 25-50
mh/kg /hari, 3 kali
sehari
5. OSTEOARTRITIS
Kartilago: bantalan antara tulang untuk menyerap tekanan & agar
tulang dapat digerakkan.
Osteoarthritis: degenerasi sendi fungsi bantalan menghilang
tulang bergesekan satu sama lain.
Penipisan kartilago
Sklerosis
5. ALUR
DIAGNOSIS
ARTRITIS
Ciri
Prevalens
OA
RA
Arthritis
Gout
Spondilitis
Ankilosa
Female>male, >50
tahun, obesitas
Female>male
40-70 tahun
Male>female, >30
thn, hiperurisemia
Male>female,
dekade 2-3
gradual
gradual
akut
Variabel
Inflamasi
Patologi
Degenerasi
Pannus
Mikrotophi
Enthesitis
Poli
Poli
Mono-poli
Oligo/poli
Tipe Sendi
Kecil/besar
Kecil
Kecil-besar
Besar
Predileksi
Pinggul, lutut,
punggung, 1st CMC,
DIP, PIP
MCP, PIP,
pergelangan
tangan/kaki, kaki
MTP, kaki,
pergelangan kaki &
tangan
Sacroiliac
Spine
Perifer besar
Temuan Sendi
Bouchards nodes
Heberdens nodes
Kristal urat
En bloc spine
enthesopathy
Osteofit
Osteopenia
erosi
erosi
Erosi
ankilosis
Nodul subkutan,
pulmonari cardiac
splenomegaly
Tophi,
olecranon bursitis,
batu ginjal
Uveitis, IBD,
konjungtivitis, insuf
aorta, psoriasis
Normal
RF +, anti CCP
Asam urat
Awitan
Jumlah Sendi
Perubahan
tulang
Temuan
Extraartikular
Lab
Healthcare
associated
pneumonia
Hospital
acquired
pneumonia
Ventilator
acquired
pneumonia
Terjadi dalam
48 jam
pertama
masuk rumah
sakit
CAP yang
terjadi karena
kontak dengan
petugas
kesehatan.
Mis: pasien HD
rutin
Onsetnya
setelah 48-72
jam masuk
rumah sakit
Terjadi setelah
48 jam pasca
intubasi
Pneumonia
Diagnosis pneumonia:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + 2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila 38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis 10.000/leukopenia 4.500
Gambaran radiologis:
Infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
Faktor modifikasi pada terapi pneumonia:
Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Pneumonia
Hospital acquired
pneumonia (HAP)
atau pneumonia
nosokomial adalah
infeksi paru yang
terjadi setelah > 48
jam dirawat di rumah
sakit
Etiologi: S.
Pneumoniae, H.
influenza, MRSA, E.
coli, Klebsiella,
proteus
Pneumonia
7. NEFROPATI DIABETIK
Merupakan salah satu penyebab utama gagal
ginjal kronik.
Ditandai dengan:
Albuminuria yang persisten (>300 mg/hari atau
>200 g/menit) pada dua kali pemeriksaan
dengan jarak 3-6 bulan
Penurunan laju filtrasi glomerulus yang progresif
Peningkatan tekanan darah arteri
Diagnosis
Skrining untuk nefropati diabetik dilakukan melalui
pemeriksaan urinalisis.
Mendeteksi adanya mikroalbuminuria, yaitu ekskresi
albumin >20 g/menit atau albumin/kreatinin (g/g)
>30. Keadaan ini menunjukkan nefropati diabetik
insipiens yang masih reversibel dengan tatalaksana
yang baik
Tatalaksana
Nefropati
Diabetes
8. CARDIAC
ARREST
Algoritma
Cardiac Arrest
ACLS 2015
Perawatan
Pasca
Resusitasi
9. COR PULMONALE
Cor pulmonale:
Dilation & hypertrophy
of the right ventricle in
response to diseases of
the pulmonary
vasculature and/or lung
parenchyma.
Symptoms & signs:
Dyspnea, elevated JVP,
hepatomegaly, ascites,
lower extremity edema
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
Peningkatan hematokrit (tanda polisitemia sekunder)
Defisiensi alpha1-antitrypsin
Antinuclear antibody (ANA) positif bila etiologinya
penyakit kolagen vaskuler
Hiperkoagulasi (peningkatan proteins S dan C,
antithrombin III, factor V Leyden, anticardiolipin
antibodies, homosistein)
Foto toraks
Gambaran dilatasi arteri pulmonal sentral
Hipertrofi ventrikel kanan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Nuclear scanning menilai V/Q (ventilation/
perfusion)
CT scan untuk mengestimasi massa
ventrikel kanan jantung
Medikamentosa
Tatalaksana Medikamentosa
Diuretik untuk menurunkan load jantung
Calcium channel blocker, terutama slow
release nifedipine dan diltiazem
vasodilatasi arteri pulmonal.
PDE-5 inhibitor (sildenafil) melepaskan
nitric oxide yang berfungsi untuk vasodilatasi
Antikoagulan (warfarin) mencegah
trombosis yang sangat sering terjadi pada
pasien cor pulmonal
Klasifikasi
Klasifikasi anatomik:
Bawah : uretritis, sistitis
Atas
: pielonefritis, abses renal/perinefrik, prostatitis
Klasifikasi klinis:
Uncomplicated:
ISK pada individu tanpa kelainan struktural atau fungsional,
ISK pada individu tanpa penyakit yang menimbulkan kerentanan
ISK
Complicated:
ISK pada laki-laki,
ISK pada kelainan struktural atau fungsional
ISK pada perempuan hamil, dengan kateter, imunodefisien, DM
Pielonefritis
Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis
Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare,
Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria,
leukosit esterase +.
Sistitis:
Urethritis:
Tatalaksana ISK
sesak nafas
Fatig
Hypoxia
rhonkie.
Tatalaksana
Posisi duduk
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit
bila perlu dengan masker
Jika memburuk maka dilakukan intubasi endotrakeal,
suction, dan ventilator.
Perburukan bila:
pasien makin sesak, takipneu
ronchi bertambah
PaO2 tidak bisa dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi
dan aliran tinggi
retensi CO2, hipoventilasi
tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat),
Infus emergensi
Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila
ada.
Edema paru
Nitrogliserin sublingual atau intravena
Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg (2tab) tiap 5 10 menit
Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai
dosis 3 5 ug/kgBB.
Untuk menurunkan preload
13. Pneumonia
Cough, particularly cough productive of sputum,
is the most consistent presenting symptom of
bacterial pneumonia and may suggest a
particular pathogen, as follows:
Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal
species: May produce green sputum
Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly
sputum
Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or
bad-tasting sputum
13. Pneumonia
Community acquired pneumonia:
Pneumonia yang didapat di masyarakat
13. Pneumonia
Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + 2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila 38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis 10.000/leukopenia 4.500
Gambaran radiologis:
Infiltrat sampai konsolidasi dengan air bronchogram, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
13. Pneumonia
Diagnosis pneumonia nosokomial:
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah
dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua
infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas
dasar :
Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
Pneumonia nosokomial, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Pneumonia
Pneumonia
Petunjuk terapi empiris menurut PDPI
Rawat jalan
Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya:
laktam atau laktam + anti laktamase
Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
Pneumonia
Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.
Meloxicam memiliki
selektivitas COX-2
yang cukup tinggi
Takikardia, aritmia,
Gagal jantung,
Hipotensi,
Hiperpireksia,
Agitasi, delirium, psikosis,
Stupor, koma,
Mual, muntah, diare, dan gagal
hepar.
PENYAKIT ENDOKRIN
Pada soal ini terdapat suhu
41o C sehingga jika
dikonversi menjadi
Fahrenheit adalah (9/5x41 +
32 = 105,8 F) atau skor 30
Terdapat takikardia 120
kali/menit (skor 15)
Didapatkan skor 45 yang
sudah termasuk diagnosis
krisis tiroid
Gambaran klinis
Hiperpireksi (suhu > 40 C),
berketingat,
Takikardia berat, sering
dengan AF,
Mual, muntah, diare,
agitasi, tremor, & delirium
Management:
Lower circulating THs levels (PTU/metimazol, iodine)
Block peripheral effects of circulating TH (beta-blocker, glucocorticoid)
Supportive care (acetaminophen, cooling blankets, volume
rescucitation, respiratory support)
Treatment of the underlying precipitating event.
Hyperthyroidism Management Guidelines, Endocr Pract. 2011;17(No. 3) e3
Garis Merah
BNP diperiksa jika
diagnosis ke arah gagal
jantung belum tegak
BNP digunakan untuk
mengurangi false positif
Garis biru
18. Imunisasi
Hepatitis B
A Comprehensive Immunization Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States Recommendations of the Advisory
Committee on Immunization Practices (ACIP) Part II: Immunization of Adults
MR antagonist
mineralocorticoid
antagonist or aldosteron
antagonist (eg.
Spironolactone)
CRT-D cardiac
resynchronization therapydefibrillator
CRT-P cardiac
resynchronization therapypacemaker
ICD implantable
cardioverter defibrillator
LVAD left ventricular
assisting device
Ivabradine selective
heart rate-lowering
agent in If current (sodium
and potassium current) in
pacemaker cells
20. Asbestosis
Manifestasi klinis:
Sesak napas, mudah lelah, kadang disertai batuk produktif & mengi
Bila berlanjut, ronki inspirasi bilateral, finger clubbing, & kor pulmonal.
Pemeriksaan:
Tes fungsi paru: penurunan volume paru, defek restriktif.
Roentgen toraks biasanya menunjukkan perubahan interstisial bilateral di
bagian bawah, sering dengan plak atau penebalan di pleura.
Tatalaksana: sesuai derajat PPOK dan kor pulmonal, hindari rokok, vaksin influenza
& pneumokokal, & menghindari pajanan asbes.
http://patient.info/doctor/asbestos-related-diseases-pro
20. Asbestosis
Asbestosis menyebabkan fibrosis intersisial akibat inhalasi asbestos
Pajanan asbestos predominan pada laki-laki terutama yang bekerja
pada konstruksi, tambang, perkapalan, atau industri otomotif.
Gejala dapat berupa sesak nafas, ronki kering pada inspirasi, clubbing
finger.
Selalu terdapat adanya bukti fibrosis pada paru bawah, dan lebih
dari 50% terdapat penebalan pleura
Pada HRCT:
Asbestosis
opasitas ireguler dengan pola retikuler
dapat ditemukan plak pleura terkalsifikasi atau tidak
terkalsifikasi
dapat ditemukan opasitas ground glass
Farmers lung
normal diantara serangan akut; abnormal saat akut atau
subakut
dapat ditemukan konsolidasi air-space difus.
Exposure
Clinical Findings
Silicosis
Byssinosis
Bagassosis
Farmers
lung
Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)
Harrisons principles of internal medicine
22. DVT
Signs and symptoms of DVT include :
Pain in the leg
Tenderness in the calf (this is one of the most
improtant signs )
Leg tenderness
Swelling of the leg
Increased warmth of the leg
Redness in the leg
Bluish skin discoloration
Discomfort when the foot is pulled upward (Homans)
Complication of DVT
Pulmonary embolism
Most serious complication of DVT.
Post-phlebitic syndrome
Long term complication which occurs due to
damage and scarring to the vein swelling,
discomfort and skin pigmentation.
Subacute:
Transient thyrotoxicosis transient hypothyroidism normal
thyroid.
Painful, enlarged goiter (viral, granulomatous, or de Quervain): fever,
ESR
Silent (postpartum, autoimmune): painless difuse enlargement or
could be normal, TPO Ab (+), ESR N
Chronic
Hashimotos thyroiditis
Riedels (idiopathic fibrosis, hard nontender, normal function test)
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.
Clinical manifestation:
Hyperthyroid pain, palpitation
Hypothiroidism fatigue
25. Asidosis
KAD produksi keton
meningkat dan dehidrasi
asidosis
Down Syndrome
27. Hipertensi
Beta bloker tidak boleh diberikan untuk pasien asma
karena menurunkan volume ekspirasi paksa & respons
obat bronkodilator.
ACE inhibitor sebaiknya dihindari karena memiliki efek
samping menginduksi batuk dan bronkospasme yang
diakibatkan oleh penumpukan kinin di jaringan paru.
Calcium antagonist tidak memiliki efek samping yang
mengganggu saluran napas & memiliki sedikit efek
menurunkan reaktivitas bronkus boleh untuk asma.
28. Hiperkalemia
28.
Hiperkalemia
PENYAKIT GINJAL
Osteodistrofi renal
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol
(1.25(OH)2D3) , asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
Pemberian pengikat fosfat seperti garam kalsium, alumunium
hidroksida, atau garam magnesium dapat diberikan untuk
menghambat absorpsi fosfat
Garam kalsium yang banyak digunakan adalah kalsium karbonat
(CaCO3) dan kalsium asetat.
Manifestasi klinis:
Nyeri pinggang
Kolik abdomen
Oliguria
Hematuria
Terapi:
Hidrasi agresif untuk meningkatkan aliran urine
Alkalinisasi (biknat) untuk melarutkan kristal asam kengkolat
Definisi
Nyeri perut
Nyeri saat BAK
Oligouria
Hematuria
Uremia
Klasifikasi
Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria RIFLE yang
diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada upaya dari kelompok Acute
Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.
Obstruksi renovaskular
Penyakit pada glomerulus atau pembuluh darah
Nekrosis tubular akut
Nefritis interstitial
Obstruksi intratubular
Patofisiologi GGA
Mekanisme GGA. ( Sumber: Lattanzio, M.R. dan Kopyt, N.P., 2009. New Concepts in Definition, Diagnosis, Pathophysiology, and Treatment, J Am
Osteopath Assoc, 109:13-19.).
Temuan klinis
Kulit
Mata
Kardiovaskular
Abdomen
Pulmo
Diagnosis GGA
Epidemiologi, gambaran klinis, dan diagnosis sebab mayor GGA. ( Sumber: Liu, D.K. dan Chertow, G.M., 2013. Harrisons Principles of Internal
Medicine 18th edition, McGrawHill, chp. 279).
Dosis:
Pada pemberian awal bolus cepat 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg BB
pada anak nilai respon untuk memutuskan penanganan lanjutannya
Perhitungan jumlah total volume kristaloid yang dibutuhkan dikenal dengan 3
for 1 rule mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml
kristaloid.
Obat-obatan:
Pasien gagal jantung agen inotropik, penurun preload dan afterload,
antiaritmia, atau tindakan invasif seperti intraaortic ballon pumps
Selama pemberian terapi cairan, dokter harus memperhatikan timbulnya
ascites dan edema paru.
Terapi Spesifik
GGA renal (~40%)
NTA iskemik
Pengembalian perfusi renal dilakukan dengan pemberian resusitasi cairan
dan agen vasopressor.
NTA nefrotoksik
Eliminasi agen nefrotoksiknya, juga dapat diberikan penanganan spesifik
untuk toksinnya, misalnya forced alkaline diuresis dilakukan untuk
rabdomiolisis, dan allopurinol/rasburicase untuk sindrom lisis tumor.
Hiponatremia
pembatasan asupan air (<1 L/hari), hindari infus cairan hipotonik
termasuk larutan yang mengandung dextrose.
Hiperkalemia
Hiperfosfatemia
pembatasan asupan fosfat (800 mg/hari), obat pengikat fosfat
(kalium asetat, kalsium karbonat).
Hipokalsemia
kalsium karbonat atau kaslium glukonat (10-20 ml larutan 10%).
Nutrisi
pembatasan asupan protein (0,8-1 g/kg BB/hari) jika tidak
dalam kondisi katabolik, karbohidrat (100 g/hari).
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
3.Mundt LA, Shanahan K. Serous body fluid. Graffs Text book of urinalysis and body fluids. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Willams & Wilkins; 2011. p.241-52.
1.Strasinger SK, Di Loren zo MS. Serous flu id. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Ph iladelphia:
F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17.
Aliran Limfatik
Contoh: obstruksi (keganasan),
destruksi (radioterapi)
Tekanan onkotik
Contoh: hipoalbuminemia
1.Strasinger SK, Di Lorenzo MS. Serous fluid. Urinalysis and body fluids. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2008. p.221-32.
2.Light RW. Physiology of the pleural space. In: Light RW, ed. Pleural diseases. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013:8-17..
EFUSI PLEURA
Perbedaan eksudat
dengan transudat
Tes rivalta: prinsipnya,
cairan yang mengandung
protein akan mengendap
pada pH 4-5
Transudat
Eksudat
Rivalta
Kriteria light
1/lebih:
LDH cairan pleura/LDHserum >0,6
LDH cairan >2/3 LDH serum
Protein pleura/Protein serum >0,5
1.
Glukosa darah puasa 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam, atau
2.
Glukosa darah-2 jam 200 mg/dL pada Tes Toleransi Glukosa Oral
dengan beban glukosa 75 gram, atau
3.
4.
Catatan:
Kecuali terdapat diagnosis klinis yang jelas (contoh: pasien dengan krisis
hiperglikemik atau dengan gejala klasik hiperglikemia dan GDS >200 mg/dL,
tes kedua diperlukan untuk konfirmasi.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.
American Diabetes Association 2016
Diabetes Mellitus
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
GDP 100-125 mg/dL, dan
TTGO-2 jam <140 mg/dL
Diabetes Mellitus
Cara pelaksanaan TTGO:
Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien makan &
beraktivitas seperti biasa,
Puasa minimal 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, boleh minum air tanpa gula,
Dilakukan pemeriksaan glukosa puasa,
Diberikan glukosa 75 gram dalam air 250 ml, diminum
dalam 5 menit,
Puasa kembali selama 2 jam,
Dilakukan pemeriksaan glukosa darah 2 jam sesudah
beban glukosa,
Selama proses pemeriksaan, subjek tetap istirahat & tidak
merokok.
Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.
34. Tuberkulosis
Tipe Pasien
Definisi
Baru
Kambuh/relaps
Defaulted/drop out
Gagal
Kronik
Bekas TB
Paduan Obat
Tipe Pasien
Kategori 1:
2RHZE/4(RH)3
Kategori 2
2RHZES/RHZE/5(RHE)3
Kategori anak
2RHZ/4RH
Profilaksis anak
6INH 5-10 mg/kgBB
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 2):
35. Pneumonia
Pulmonary infiltrate, with/without
signs of infection (e.g., fever)
one of the most common &
serious complications in patients
whose immune defenses are
suppressed by:
Disease,
Immunosuppresive therapy for
organ transplants,
Chemotherapy for tumors, or
Irradiation.
Pneumonia
CMV infection:
Prominent intranuclear basophilic
inclusion spanning half the
nuclear diameter are usually set
off from the nuclear membrane
by a clear halo.
In the lungs, the alveolar
macrophages, epithelial and
endothelial cells are affected;
Affected cells are strikingly
enlarged, often to a diameter of
40 m, and the show cellular &
nuclear pleomorphism.
Pneumonia
Pneumocstis jirovecii/carini:
Dyspnea, fever, nonproductive
cough.
Tachypnea, tachycardia, and
cyanosis, but lung auscultation
reveals few abnormalties.
CXR: bilateral diffuse infiltrates
beginning in the perihilar
regions.
Definitive diagnosis is made by
histopatholoic staining
methenamine silver selectively
stain the wall of Pneumocystis
cysts.
Pneumonia
Toksisitas Statin
Peningkatan ringan creatin kinase (CK) di plasma dijumpai pada sebagian
pasien yang mendapat statin, terutama terkait dengan aktivitas fisik berat.
Faktor risiko miopati akibat statin:
37. Asma
Definisi:
Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.
37. Asma
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
Riwayat penyakit / gejala :
Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004
37. Asma
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75%
atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibilitas: perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/ oral) 2 minggu.
Menilai derajat berat asma
Asma
Asma
Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan dokter paru indonesia. 2004.
Pengobatan Asma
PDPI. 2011
Pengobatan
Asma
Asma
Asma
Controller
Asma Controller
38.Demam rematik
Penyakit sistemik yang terjadi
setelah faringitis akibat GABHS
(Streptococcus pyogenes)
Usia rerata penderita: 10 tahun
Komplikasi: penyakit jantung
reumatik
Demam rematik terjadi pada
sedikit kasus faringitis GABHS
setelah 1-5 minggu
Pengobatan:
Pencegahan dalam kasus faringitis
GABHS: penisilin/ ampisilin/
amoksisilin/ eritromisin/ sefalosporin
generasi I
Dalam kasus demam rematik:
Antibiotik: penisilin/eritromisin
Antiinflamasi: aspirin/kortikosteroid
Untuk kasus korea:
fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview
Behrman RE. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011.
Source: Valvular Heart Disease. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. 2007.
Sabatine MS. Pocket Medicine. 4th ed. 2011.
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2011.
Pemeriksaan Penunjang
Foto toraks
Kasus ringan tanpa gangguan hemodinamik yang nyata, besar jantung
biasanya normal.
Keadaan lebih berat: Terlihat pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri, serta
mungkin tanda-tanda bendungan paru. Kadang-kadang terlihat perkapuran
pada anulus mitral.
Ekokardiografi
Mengevaluasi gerakan katup, ketebalan, serta adanya perkapuran pada mitral.
Ekokardiografi Doppler dapat menilai derajat regurgitasi.
Sodium benzoat
berinteraksi dengan glisin membentuk hipurat,
senyawa yang membutuhkan amonia ketika diekskresi
di renal.
Cirrhosis
Therapy
improve mental status by
diminishing the
absorption of ammonia &
other noxious substances
from the GI tract.
Lactulose (nonabsorbable
carbohydrate)
metabolized by microbes
acidic environment
trap ammonia as charged
NH4+ excreted by the
resultant osmotic diarrhea.
Less frequent
Ticarcillin-clavulanate
Ampicillin/Amoxicillin
Metronidazole
Clindamycin
Fluoroquinolones
Other penicillins
Rifampin
Macrolides
5-fluorouracil
Tetracyclines
Methotrexate
Trimethoprim-sulfamethoxazole
Cyclophosphamide
Primary Survey
A. Airway dengan kontrol servikal
1. Penilaian
a) Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)
b) Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi
2. Pengelolaan airway
a) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line
immobilisasi
b) Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat
yang rigid
c) Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal
d) Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabell )
3. Fiksasi leher
4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada
setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan
kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
5. Evaluasi
2. Pengelolaan
a) Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12
liter/menit)
b) Ventilasi dengan Bag Valve Mask
c) Menghilangkan tension pneumothorax
d) Menutup open pneumothorax
e) Memasang pulse oxymeter
3. Evaluasi
ATLS Coursed 9th Edition
2. Pengelolaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3. Evaluasi
D. Disability
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor
GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek
cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi,
ventilasi dan circulation.
E. Exposure/Environment
1.Buka pakaian penderita, periksa jejas
2.Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan
tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
ATLS Coursed 9th Edition
43. Appendisitis
Alvarado Score
44. Hirschsprung
Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
EPIDEMIOLOGI
1 diantara 5000
kelahiran hidup
Laki-laki > wanita
Faktor genetik
ETIOLOGI
Kegagalan
perkembangan
pleksus submukosa
Meissner dan pleksus
mienteric Auerbach
di usus besar
Terbentuknya
panjang terminal
aganglionik usus
besar yang bervariasi
PATOFISIOLOGI
Gagal migrasi bakal sel
ganglion dari cranio- caudal
Minggu 5 12
Segmen
aganglionik
Peristaltik propulsif
tidak ada, sfingter ani
internus gagal
mengendur pada
distensi rectum
Ganglion
parasimpatik
intramural tidak ada
Defekasi terganggu
obstruksi
Distensi abdomen
Colon tidak
mengembang
konstipasi
MANIFESTASI KLINIS
MUNTAH HIJAU
DISTENSI ABDOMEN
DIAGNOSA
GAMBARAN KLINIS
COLOK DUBUR
PEM.PENUNJANG :
BNO POLOS
Gambaran
hearing bone
BARIUM
ENEMA
Gambaran
zona transisi
Contrast enema
Transition zone
Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
Delayed evacuation of barium
Biopsy :
absence of ganglion cells
hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
Prinsip terapi
mengatasi obstruksi,
mencegah terjadinya enterocolitis
membuang segmen aganglionik
mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI
SEMENTARA
PEMBEDAHAN
COLOSTOMY
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON
DEFINITIF
ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
45. Pneumothorax
Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura
A.Ba.b
A.B
P. spontan
Primer ( idio patik )
Sekunder ( disertai py dasar )
P. traumatik
P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
P. katamenial
Terapeutik
Udara
Ruptur / kebocoran
dinding alveol
Intertisial paru
Septa lobuler
Perifer
Bleb
Distensi
Pecah
Pneumotoraks
Pato fisiologi
Sentral
Pneumomediastinum
Mekanisme pneumotorak
Diagnosis pneumotorak
Anamnesis
o Gejala penyakit dasar
o Sesak napas mendadak
o Nyeri dada
o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya
PF Takipnea Taki kardi
PF Paru
In : Tertinggal pada pergerakan napas, lebih cembung ,
sela iga melebar
Pal: Fremitus melemah , Deviasi trakea
Per: Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ
Aus: Suara napas melemah / tidak terdengar
Diagnosis pneumotorak
Ro :
Paru kolaps
Pleural line
Daerah avascular
Hiper radio lusen
Sela iga melebar
tanda-tanda pendorongan
Kalau kurang jelas ro torak CT Scan Thorak
NB: tidak dilakukan pada kasus tension
pneumotoraks
PNEUMOTORAKS
WSD
46. Hemoroid
DIAGNOSIS
Cedera di daerah
pinggang,punggung dan
dada bawah dengan nyeri
Hematuri (gross /
mikroskopik )
Fraktur costa bg bawah atau
proc.Spinosus vertebra.
Kadang syok
Sering disertai cedera organ
lain
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE I : KONTUSIO DAN
SUBKAPSULAR HEMATOM
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE III : LASERASI DALAM
HINGGA KORTIKOMEDULARI
JUNCTION
KLASIFIKASI TR GINJAL:
GRADE V : TROMBOSIS ARTERI
RENALIS,AVULSI PEDIKEL DAN
SHATTERED KIDNEY.
GRADE I DAN II
: CEDERA
MINOR (85%)
GRADE III , IV DAN V : CEDERA
MAYOR. (15%)
KOMPLIKASI
PENATALAKSANAAN
KONSERVATIF
OPERASI
Absolut
Hematom yg pulsatif
Laserasi mayor parenkim dan
pembuluh darah
Relatif
Ekstra vasasi,non viable
tissue,inkomplet
staging,trombosis arterial
AWAL
Perdarahan
Urinoma
Abses peri renal
Urosepsis
Fistula renokutan
LATE
Hipertensi
Hidronefrosis
Urolithiasis
Pyelonefritis kronik
Vertebra
Pelvis
Femur tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis
Paling sering membutuhkan intervensi pembedahan
Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87%
terjadi pada femur proksimal dan shaft femur.
Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada
orang tua
Osteoporotic proximal femur fractures: a) proximal femoral neck fracture b) middle femoral neck
fracture c) basilar femoral neck fractures d) inter and subtrochanteric fracture.
Gambaran radiologi yang khas pada osteoporis adalah penipisan korteks dan
daerah trabekular yang lebih lusen (sumsum meluas).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
49. Lipoma
50. Osteokondroma
Osteokondroma/Osteocartilagenous Exostosis
neoplasma tulang jinak yang paling sering didapat
Oleh sebagian ahli dianggap bukan neoplasma, tetapi sebagai suatu
hamartoma (pertumbuhan baru, dimana sel-selnya dapat menjadi
dewasa).
Klinis:
Terdapat pada usia dewasa muda
benjolan yang keras dan tidak terasa sakit
tumbuh sangat lambat.
Lokasi:
bagian metafisis tulang panjang terutama pada bagian distal femur,
proksimal tibia dan proksimal humerus (35 %), pelvis dan scapula.
Radiologi
Patologi:
terdapat trabekula matur tulang kortikal dengan sel-sel
kartilago yang seragam
Ketebalan kurang dari 1 cm
Beberapa pulau kecil yang sama bentuknya.
Terapi:
Bila tumor memberikan keluhan karena menekan struktur
didekatnya seperti tendon, saraf, maka dilakukan eksisi
Prognosis:
Baik
Komplikasi degenerasi ganas (menjadi Kondrosarkoma)
lebih kurang 1 %.
Etiologi
Hemotoraks
Laserasi
pembuluh darah
di kavum toraks
Simple
pneumotoraks
Trauma tumpul
spontan
Open
pneumotoraks
Diagnosis
Etiologi
Tension
pneumotoraks
Udara yg terkumpul
Tampak sakit berat, ansietas/gelisah,
di rongga pleura tidak Dispneu, takipneu, takikardia, distensi
dapat keluar lagi
vena jugular, hipotensi, deviasi trakea.
(mekanisme pentil)
Penggunaan otot-otot bantu napas,
suara napas menghilang, perkusi
hipersonor.
Flail chest
Fraktur segmental
Nyeri saat bernapas
tulang iga,
Pernapasan paradoksal
melibatkan minimal 3
tulang iga.
Efusi pleura
CHF, pneumonia,
keganasan, TB paru,
emboli paru
Pneumonia
Infeksi, inflamasi
(Injury
Sosial
Disarter)
worker,
Polisi,
Tindakan Operative
Umur
Kelamin
Pekerjaan
Penyakit penyerta
Emergency Orthopaedi
1. Fraktur terbuka
Pengelolaan Fraktur di RS
Prinsip : 4 R
R 1 = Recognizing
= Diagnosa
= Reposisi
Retaining (Imobilisasi)
Menghilangkan nyeri
Isitrahat
Casting / Gips
Sling / Split
Splint/ Pembidaian
Cara Imobilisasi
Casting / Gips
Hemispica gip
Umbrical slab
Retaining (Imobilisasi)
Traksi
Retaining (Imobilisasi)
Diagnosis
Evaluasi harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan.
Apabila didapatkan benjolan difus (tidak memiliki
batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar
payudara tanpa ada benjolan yang dominan,
Diperlukan pemeriksaan USG, mammogram dan
pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi
berikutnya.
USG:
Multiple cysts
Well circumscribed
thins walls
Increased fibrous
stroma
Mammogram
Gambaran
kista dengan
penambahan
jaringan
fibrosa.
55. Epididymo-Orchitis
Epididimo orkitis adalah inflamasi akut yang
terjadi pada testis dan epididimis yang
memiliki ciri yaitu nyeri hebat dan terdapatnya
pembengkakan di daerah belakang testis yang
juga disertai skrotum yang bengkak dan
merah.
Cara membedakan orchitis dengan torsio
testis yaitu melalui Prehn Sign yaitu membaik
jika scrotum yang sakit dinaikkan.
Etiologi
Dapat disebabkan Bakteri dan virus
Virus yang paling sering menyebabkan orkitis adalah virus gondong (mumps)
Sekitar 15-25% pria yang mengalami gondongan (parotitis) orkitis ketika masa setelah
pubernya
Orkitis juga ditemukan pada 2-3% pria yang menderita bruselosis.
Sedang untuk faktor resiko orkitis yang berhubungan dengan penyakit menular
seksual antara lain :
a. Berganti-ganti pasangan
b. Riwayat penyakit menular seksual pada pasangan
c. Riwayat gonore atau penyakit menular seksual lainnya
Diagnosis
a. Pembengkakan skrotum
b. Testis yang terkena terasa berat,
membengkak dan teraba lunak
c. Pembengkakan selangkangan pada
testis yang terkena
d. Demam
e. Keluar nanah dari penis
f. Nyeri ketika berkemih / disuria
g. Nyeri saat berhubungan seksual / saat
ejakulasi
h. Nyeri selangkangan
i. Nyeri testis, bias saat mengejan atau
ketika BAB
j. Semen mengandung darah
Tatalaksana
Jika penyebabnya bakteri maka diberikan antibiotik.
Selain itu diberikan obat pereda nyeri dan anti
peradangan.
Tapi jika penyebabnya virus, hanya diberikan obat
anti nyeri.
Penderita sebaiknya menjalani tirah baring.
Skrotumnya diangkat dan dikompres dengan es.
56. Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf
Pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus rabies, dan
ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies
terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar.
Penyakit rabies atau penyakit anjing gila, merupakan
penyakit yang bersifat fatal atau selalu diakhiri
dengan kematian bila tidak ditangani dan diobati
dengan baik.
Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesia
ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 persen akibat
gigitan kucing dan kera.
Gejala Klinis
Stadium Prodromal
Gejala awal berupa demam, malaise, mual, dan rasa nyeri di tenggorokan dalam beberapa hari.
Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul
dengan gejala cemas dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.
Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi,
hiperlakrimasi, dan pupil dilatasi.
Adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi.
Kontraksi otot-otot faring dan otot-otot pernapasan dapat ditimbulkan oleh rangsang sensorik
seperti meniupkan udara ke muka penderita atau dengan menjatuhkan sinar ke mata atau dengan
menepuk tangan di dekat telinga penderita.
Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsi, dan takikardi.
Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat
dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga
kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena
gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
Tatalaksana
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani
dengan cepat dan sesegera mungkin.
Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka
gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan
air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau deterjen selama 10-15
menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat
merah dan lain-lain).
Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitan situasi), maka diberi
Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan
secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya
disuntikan secara intra muskuler.
Dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti
tetanus, antibiotik untuk mencegah infeksi dan pemberian
analgetik.
2.
3.
4.
Untuk kontak (dengan air liur atau saliva hewan tersangka/hewan rabies
atau penderita rabies), tetapi tidak ada luka, kontak tak langsung, tidak
ada kontak, maka tidak perlu diberikan pengobatan VAR maupun SAR.
Sedangkan apabila kontak dengan air liur pada kulit luka yang tidak
berbahaya, maka diberikan VAR atau diberikan kombinasi VAR dan SAR
apabila kontak dengan air liur pada luka berbahaya.
Manifestasi Klinis
Manifestasi
Klinis
Lebih dari 2
minggu*
Kronik
Iskemi tungkai
kronis kritis
Iskemi tungkai
kronis non
kritis
Akut
<2
minggu*
Iskemi Tungkai
Akut
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan:
Klaudikasio intermiten
Mengurangi nyeri saat aktivitas
Tatalaksana
Antiplatelet & modifikasi faktor resiko
(menurunkan resiko PJK)
Terapi suportif mencegah trauma / restriksi
vaskular (olahraga berjalan)
Terapi farmakologi cilostazol (vasodilator &
antiplatelet), angiogenic growth factor
Pembedahan revaskularisasi, amputasi
2007 Inter-Society Consensus for the Management of Peripheral
Arterial Disease
Buergers Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
Secara khusus dihubungkan dengan merokok
Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
Presentation
Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
Gangrene
Ulceration
Buergers treatment
Rawat RS
Memastikan diagnosis dan arterial imaging.
Vasoactive dilation is done during initial
admission to hospital, along with debridement of
any gangrenous tissue.
Tatalaksana selanjutnya diberikan bergantung
keparahan dan derajat nyeri
Penghentian rokok menurunkan insidens
amputasi dan meningkatkan patensi dan limb
salvage pada pasien yang melalui surgical
revascularisation
Vasoactive drugs
Nifedipine dilatasi perifer dan meningkatkan
aliran darah distal
Diberikan bersamaan dengan penghentian rokok,
antibiotik dan iloprost
Diagnosis
Etiologi
Deep vein
thrombosis
Multipel
Penyakit berger
Merokok
Acute limb
ischemia
Emboli/
aterosklerosis
Chronic limb
ischemia
Aterosklerosis
Compartment
syndrome
Luka bakar,
fraktur
Chronic exertional
compartment
syndrome
Repetitive
loading/
exertional
activities
Type
Compression
Qualifiers
Lateral Angulasi > 150
Burst
Translational/
Rotational
Distraction
Point
1
1
1
3
4
B. Neurologic Status
Involvement
Intact
Nerve Root
Cord, Conus
Medullaris
Qualifier
Points
Incomplete
Complete
Cauda Equina
0
1
3
2
3
Score
< 3 : Non Operative
4 : Non operative / Operative
> 5 : Operative
Intact
Points
Suspected / Indeterminate
0
2
Injured
Compression Fracture
Failure of anterior
column
Stable:
TLSO, hyperextension
bracing
Unstable (>50% height,
>30% kyphosis, multi level)
Posterior instrumented
fusion vs non OR
Progressive deformity
Thoracolumbar Fracture
MANAGEMENT
ConservativeFracture
must be stable
Postural Reduction &
Body Spica
BracingTLSO(Thoracic
lumbar sacral orthosis)
Operative
60. Varikokel
Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada
pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah
balik vena spermatika interna.
Varikokel merupakan salah satu penyebab infertilitas
pada pria; dan didapatkan 21-41% pria yang mandul
menderita varikokel.
ETIOLOGI
hilangnya mekanisme pompa otot atau atrofi otot kremaster,
kelemahan kongenital, proses degeneratif pleksus
pampiniformis.
Hipertensi v. renalis atau penurunan aliran ginjal ke vena kava
inferior.
Turbulensi dari v. supra renalis kedalam juxta v. renalis
internus kiri berlawanan dengan kedalam v. spermatika
interna kiri.
Tekanan segment iliaka (oleh feses) pada pangkal v.
spermatika .
Tekanan v. spermatika interna meningkat
Sekunder : tumor retro, trombus v. renalis, hidronefrosis.
PATOGENESIS
Varikokel mengganggu proses spermatogenesis dengan cara:
GEJALA KLINIS
Pasien biasanya mengeluh belum mempunyai anak
setelah beberapa tahun menikah, atau kadang-kadang
mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa
nyeri.
Varikokel jarang menimbulkan rasa tidak nyaman.
Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya
rasa sakit yang tumpul atau rasa berat pada sisi
dimana varikokel terdapat.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan dgn pasien dalam posisi
berdiri, perhatikan keadaan skrotum kemudian
dilakukan palpasi bentukan seperti kumpulan
cacing-cacing di dalam kantung (bag of worms)
yang berada di sebelah kranial testis, adanya distensi
kebiruan dari dilatasi vena.
Jika varikokel tidak terlihat secara visual, struktur
vena harus dipalpasi dengan manuver valsava.
Pemeriksaan auskultasi
Stetoskop Doppler mendeteksi adanya
peningkatan aliran darah pada pleksus
pampiniformis.
Alat orkidometer
Untuk lebih objektif dalam menentukan besar
atau volume testis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Angiografi/Venografi
Ultrasonografi (USG)
PENATALAKSANAAN
Indikasi Operasi :
Varikokel secara klinis pada pasien dengan parameter semen
yang abnormal terkait dengan atrofi testikular ipsilateral atau
dengan nyeri ipsilateral testis yang makin memburuk setiap
hari, harus segera dioperasi dengan tujuan membalikkan
proses yang progresif dan penurunan durasi-dependen fungsi
testis.
Remaja dengan varikokel grade I II tanpa atrofi dilakukan
pemeriksaan tahunan untuk melihat pertumbuhan testis, jika
didapatkan testis yang menghilang pada sisi varikokel, maka
disarankan untuk dilakukan varikokelektomi.
TINDAKAN OPERASI
Ligasi dari vena spermatika interna dapat
dilakukan dengan berbagai teknik.
1.
2.
3.
4.
5.
PROGNOSIS
6 bulan setelah operasi didapatkan perbaikan
signifikan volume testis kiri dan konsentrasi
spermatozoa.
Kehamilan terjadi pada 3 bulan pasca operasi
berkisar 25% dan meningkat menjadi 50%
pada 6 bulan pasca operasi.
61. Ca Prostat
Tumor pada umumnya tumbuh dengan lambat dan
sisanya terkurung pada kelenjar selama bertahun-tahun
tumor menghasilkan sedikit atau tidak ada gejala-gejala yang
terlihat dari luar (kelainan-kelainan di pengujian fisik).
Faktor Risiko
Genetic, yaitu BRCA1 dan BRCA2
Usia
faktor risiko terbesar kanker prostat
Jarang terjadi pada pria di bawah 40 tahun, namun risiko kanker prostat
akan meningkat setelah usia 50 tahun
Dua dari tiga kasus kanker prostat ditemukan pada pria usia 65 tahun.
Ras/etnis
Orang berkulit hitam memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan orang berkulit
putihAmerika Serikat
Diet
Diet tinggi lemak dan obesitas (kegemukan) meningkatkan risiko
Teorinya, lemak akan meningkatkan produksi hormon testosteron yang akan
membantu perkembangan sel kanker prostat.
Suku bangsa
Pria Asia memiliki risiko lebih rendah dibandingkan Amerika.
Lanjutan . . .
Virus
27% pada jaringan kanker prostat ganas ditemukan Xenotropic
Murine Related Virus (XMRV) penyebab kanker pada hewan.
Gaya hidup
Merokok dan minum alkohol ditengarai menjadi pemicu
munculnya kanker prostat
Sering berganti-ganti pasangan juga membuka kesempatan
terjadinya infeksi virus penyebab kanker yang ditularkan melalui
hubungan kelamin.
Lingkungan
kadmium (bahan pembuat batere)
juga bahan-bahan kimia lain berisiko tinggi mengidap kanker
prostat.
Prostatic malignancy
Anatomi Prostat
Anterior lobe
Median lobe
Lateral lobe
Posterior lobe
Stadium II :
tumor terbatas pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA.
Stadium III :
tumor telah menyebar ke luar dari kapsul prostat, seperti kelenjar
seminal vesicle yang memproduksi semen tetapi belum sampai
menyebar ke kelenjar getah bening.
Stadium IV:
kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening regional
maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang dan paru-paru).
DIAGNOSA
http://www.cancer.gov/cancertopics/factsheet/detection/PSA
PSA Test
Tes yang mengukur kadar prostate specific
antigen (PSA) dalam darah
PSA protein yang dihasilkan oleh prostat
Laki-laki secara normal memiliki kadar PSA
rendah, dan kadarnya akan meningkat seiring
dengan usia
PSAProstate Cancer
PSA >4.0 ng/mL
mandatory biopsy
50% of all the cancers
detected because of an
elevated PSA level are
localized
these patients are
candidates for
potentially curative
therapy
Biopsi Prostat
Skrinning PSA untuk Ca
Prostat, tidak dapat
meningkatkan survival
rate
USG Prostat
Hanya dapat melihat
pembesaran prostat
Tidak menunjukkan
derajat obstruksinya
Diagnosa
Tes PCA3.
PCA3 yang lebih tinggi di urin menunjukkan kehadiran kanker
prostat.
lebih akurat dibandingkan tes darah (PSA)
Interpretasi
Kadar PSA 0,5-4,0ng/ml: normal
Kadar PSA 4,0-10ng/ml: kemungkinan Ca 20%, lakukan TRUS, jika
PSAd (kadar PSA/ volume prostat) >0,15 lakukan biopsi.
Kadar PSA >10ng/ml: keumungkinan Ca 50%, perlu dilakukan TRUS
dan biopsi.
Biopsi.
Beberapa sampel diambil pada bagian-bagian yang berbeda
dari prostat.
Hanya dilakukan bila PSA >3
Tatalaksana
Pembedahan:
prostatektomi radikal (T1-2 N0 M0), Orkiektomi
Terapi penyinaran
Terapi penyinaran eksterna; pencangkokan butiran
yodium, emas, atau iridium radioaktif pada jaringan
prostat melalui sayatan kecil
Vaksinasi
Prostvac-VF immunotherapy dibuat dari poxvirus yang
dilemahkan dan direkayasa untuk menghasilkan PSA
dalam merangsang sistem kekebalan
Farmakologis
Manipulasi hormonal.
Tujuannya adalah mengurangi kadar testosteron.
Penurunan kadar testosteron seringkali sangat efektif
dalam mencegah pertumbuhan dan penyebaran
kanker.
Sintetis LHRH (luteinizing hormone releasing
hormone), digunakan untuk mengobati kanker
prostat stadium lanjut. Contohnya adalah lupron
atau zoladeks.
Zat penghambat androgen (misalnya flutamid), yang
berfungsi mencegah menempelnya testosteron
pada sel-sel prostat.
Lanjutan. . .
Kemoterapi
Digunakan untuk mengatasi gejala kanker prostat yang
kebal terhadap pengobatan hormonal.
Diberikan sebagai obat tunggal atau kombinasi beberapa
obat
Obat-obatan yang bisa digunakan untuk mengobati
kanker prostat adalah:
- Mitoxantronx
- Prednisone
- Paclitaxel
- Dosetaxel
- Estramustin
- Adriamycin.
62. Nefrolithiasis
Nyeri Alih
64. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama
memerlukan penanganan
segeraberkaitan dengan kondisi
sirkulasi atau respirasi
4. Black- Meninggal
Akan meninggal dalam penanganan
emergensi memiliki luka yang
mematikan
Yellow
Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan
dan traportnya dapat
ditunda sementara waktu
Luka bakar tanpa gangguan
airway
Trauma tulang atau sendi
besar atau trauma multiple
tulang
Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa
kerusakan medula spinalis
Green
Green (Low) Priority:
Pasien yang
penanganan dan
transportnya dapat
ditunda sampai yang
terakhir
Fraktur Minor
Trauma jaringan lunak
Minor
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
START
It is a simple step-by-step
triage and treatment
method to be used by the
first rescuers responding
to a multi casualty
incident. It allows these
rescuers to identify victims
at greatest risk for early
death and to provide basic
stabilization maneuvers
NONE
YES
REPOSITION AIRWAY
ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS
NONE
DECEASED
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
YES
> 30/MINUTE
IMMEDIATE
IMMEDIATE
<30/MINUTE
ASSESS
PERFUSION
<2 SECONDS
ASSESS
MENTAL STATUS
> 2 SECONDS
CONTROL
BLEEDING
IMMEDIATE
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
FOLLOWS
SIMPLE
COMMANDS
DELAYED
Immediate
Patients
Delayed
Deceased
FAILS TO FOLLOW
SIMPLE
COMMANDS
IMMEDIATE
Anatomi Maksila
Anatomi Maksila
Anatomi Sinus
Etiologi
Traumatic fracture
Perkelahian
Kecelakaan
Tembakan
Pathologic fracture
Penyakit tulang setempat
Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga
tulang mudah patah
Fraktur Le Fort I
(horizontal)
Extra oral :
Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum.
Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris.
Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadangkadang terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival
echymosis.
Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang
atas dan rahang bawah telah kontak lebih dulu (Open bite)
Intra oral :
Echymosis pacta mucobucal rahang atas.
Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai
goyangnya gigi dan lepasnya gigi.
Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi
fraktur atau lepas.
Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah.
Fraktur Le fort II
(pyramidal)
Extra oral :
Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut
terasa sakit.
Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
Perdarahan dari hidung yang disertai cairan cerebrospinal.
Intra oral :
Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan
sehingga timbul kesukaran bernafas.
Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio, luxatio.
Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada
bagian hidung terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa
sakit.
Intra oral :
Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan.
Perdarahan pada palatum dan pharynx.
Pernafasan tersumbat karena tertekan oleh dorsum lidah.
Patophysiology
Manifestasi Klinik
Biasanya asimtomatik
Nyeri tulang
Deformitas tulang/
ekstrimitas
Fraktur
Arthropaty
Peningkatan suhu
Gejala neurologis
Transformasi maligna
hiperkalsemia
Clinical Presentation
Pathologic fractures
because of the increased vascularity of
the involved bone
bleeding is a potential danger
Irregular
bone
Treatment
Goals
to relieve pain & prevent fracture & deformities.
Jenis:
Rhegmatogenosa (paling
sering) lubang / robekan
pada lapisan neuronal
menyebabkan cairan vitreus
masuk ke antara retina
sensorik dengan epitel
pigmen retina
Traksi adhesi antara vitreus
/ proliferasi jaringan
fibrovaskular dengan retina
Serosa / hemoragik
eksudasi ke dalam ruang
subretina dari pembuluh
darah retina
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Serosa / hemoragik:
Miopia
Trauma okular
Afakia
Degenerasi lattice
Traksi:
Retinopati DM
proliferatif
Vitreoretinopati
proliferatif
Retinopati prematuritas
Trauma okular
Hipertensi
Oklusi vena retina
sentral
Vaskulitis
Papilledema
Tumor intraokular
Ablasio
Rhegmatogenosa
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology
17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Ablasio Retina
Anamnesis:
Riwayat trauma
Riwayat operasi mata
Riwayat kondisi mata
sebelumnya (cth: uveitis,
perdarahan vitreus, miopia
berat)
Durasi gejala visual &
penurunan penglihatan
Funduskopi : adanya
robekan retina, retina yang
terangkat berwarna keabuabuan, biasanya ada fibrosis
vitreous atau fibrosis
preretinal bila ada traksi.
Bila tidak ditemukan
robekan kemungkinan suatu
ablasio nonregmatogen
Tatalaksana
Ablasio retina
kegawatdaruratan mata
Tatalaksana awal:
Puasakan pasien u/ persiapan
operasi
Hindari tekanan pada bola
mata
Batasi aktivitas pasien sampai
diperiksa spesialis mata
Segera konsultasi spesialis
retina konservatif (untuk
nonregmatogen), pneumatic
retinopexy, bakel sklera,
vitrektomi tertutup
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan fisik
Palpebra : entropion,
ektropion, Bell`s palsy,
traksi congenital
coloboma, trauma
palpebra
Proptosis : Herpetic
keratopathy atau kelainan
nervus V
Penatalaksanaan :
Lubrikasi :
Salep antibiotik
(eritromisin) ; gel artificial
tears
Steroid
Weak topical steroid
Amniotic membrane
Tarssoraphy
Kolobama Palpebra
Umumnya, koloboma palpebra merupakan
kelainan kongenital kelopak dimana terlihat
celah kelopak pada bagian tengah setengah
nasal atas
Terkadang full thicknes injury pada kelopak
mata yg menyebabkan disrupsi total disebut
juga sebagai koloboma (acquired coloboma)
Dapat menyebabkan lagoftalmosresiko
konjungtivitis dan keratitis
69. Presbiopia
Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut
Penyebab:
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
+ 1.0 D : 40 thn
+ 1.5 D : 45 thn
+ 2.0 D : 50 thn
+ 2.5 D : 55 thn
+ 3 .0 D : 60 thn
Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
70. Lagoftalmos
Lagophthalmos is defined as the inability to close the eyelids completely.
Orbicularis oculi muscle that closes eyelids is innervated by facial nerve
(CNVII)
Lagophthalmos may be the result of the residual effect of seventh cranial
nerve damage secondary from :
The blink reflex and lid closing are critical to maintain the ocular health
Each blink spreads the tear film over the ocular surface and allows a
continuous layer of moisture.
The inability to close the eyelid may lead to corneal problems such as
epithelial defects, stromal thinning, exposure keratitis, bacterial infection,
perforation, and blindness
71. Cataract
Any opacity of the lens or loss of transparency of the lens that causes
diminution or impairment of vision
Classification : based on etiological, morphological, stage of maturity
Etiological classification :
Senile
Traumatic (penetrating, concussion, infrared irradiation, electrocution)
Metabolic (diabetes, hypoglicemia, galactosemia, galactokinase deficiency,
hypocalcemia)
Toxic (corticosteroids, chlorpromazine, miotics, gold, amiodarone)
Complicated (anterior uveitis, hereditary retinal and vitreoretinal disorder, high myopia,
intraocular neoplasia
Maternal infections (rubella, toxoplasmosis, CMV)
Maternal drug ingestion (thalidomide, corticosteroids)
Presenile cataract (myotonic dystrophy, atopic dermatitis)
Syndromes with cataract (downs syndrome, werners syndrome, lowes syndrome)
Hereditary
Secondary cataract
Morphological classification :
Capsular
Subcapsular
Nuclear
Cortical
Lamellar
Sutural
Chronological classification:
Congenital (since birth)
Infantile ( first year of life)
Juvenile (1-13years)
Presenile (13-35 years)
Senile
KATARAK
TRAUMATIK
KATARAK TRAUMATIK
Most common complication of non-perforating and
perforating injuries to the globe.
Intraocular trauma by surgical instruments, lodged foreign
body or intraocular filtration tube is also a possible cause.
Cataracts caused by blunt trauma classically form stellate- or
rosette-shaped posterior axial opacities that may be stable or
progressive,
Penetrating trauma with disruption of the lens capsule forms
cortical changes that may remain focal if small or may
progress rapidly to total cortical opacification.
Clinical features:
Cataract formation after non-perforating injuries such as contusion
or concussion may occur without any damage to the lens capsule
The cataract formation may be slowly progressive or mature
suddenly
It is not always easy to observe initial changes of the lens
Vossius' ring can be seen as circular iris pigment imprinted on the
surface of the lens anterior capsule
Opacification can occur in a variety of lens structures resulting in
discrete, punctate subepithelial changes, or deep in the cortex with
the typical rosette (flower-shaped) opacity
Trauma may also produce anterior or posterior subcapsular
opacities.
Neisseria gonorrhoeae
Chlamydia trachomatis
Microscopic Findings
Etiology
Chemical
Chlamydia
Bacteria
Virus
Findings
PMNs, few lymphocytes
PMNs, lymphocytes, plasma cells, Leber
cells, intracytoplasmic basophilic
inclusions
PMNs, bacteria
Lymphocytes, plasma cells,
multinucleated giant cells, intranuclear
eosinophilic inclusion
http://80.36.73.149/almacen/medicina/oftalmologia/enciclopedias/duane/pages/v4/v4c006.html
KONJUNGTIVITIS GO
Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular
diplococci on Gram stain
Masa inkubasi: 1-7 hari
manifests in the first five days of life
Marked bilateral purulent discharge
local inflammation palpebral edema
Complication diffuse epithelial edema and
ulceration, perforation of the cornea and
endophthalmitis kebutaan
Culture Thayer-Martin agar
Topical erythromycin/Tetracycline ointment and IV or
IM third-generation cephalosporin
Non-Infectious
Infectious
# Uncommon, potential
for serious
consequences - severe
keratitis and
endophthalmitis.
Requires early
recognition and
treatment. Needs blood
and CSF culture.
Consider concomitant
chlamydial infection if
poor response to
cephalosporin. Parents
require investigation
and screening.
+ Risk of rapid
progression from
purulent discharge to
denuding of corneal
epithelium, and
perforation of cornea.
The anterior chamber
can fill with fibrinous
exudate, iris can adhere
to cornea and later
blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
followed by bacteraemia
and septic foci.
* Most common
pathogen, 20-50% of
exposed infants will
develop chlamydia
conjunctivitis, 10-20%
will develop pneumonia.
If relapse occurs repeat
course of erythromycin
for further 14 days.
Parents require
treatment.
Staphylococcus aureus
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus spp,
Enterococci
Age of Onset
2-5 days
Clinical Features
Therapy
Neisseria gonorrhoeae #
Infants who are positive
need to be evaluated for
disseminated infections
3 days to 3
weeks
Bilateral, hyperaemic,
chemosis, copious thick white
discharge
Pseudomonas aeruginosa
+
5-18 days
Topical Gentamicin.
Chlamydia trachomatis *
Herpes simplex
5-14 days
Etiology :
Most commonly, this is due to the presence of a
membrane at the level of the valve of Hasner, which is
present at the nasal opening of the nasolacrimal duct
Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2
Treatment
one third: bilateral
Role out congenital glaucoma
fotophobia
Conservative management by
massage can be done safely upto 1
year of age;
the reason being most of the cases
(96 %) will resolve within the first
year of life
Massage of nasolacrimal duct: 10
strokes 4 times a day
antibiotic drops 4 times daily for
mucopurulent discharge
If no improvement - probe at 12
months
Results - 90% cure by first probing
, 6% by repeated probing
DAKRIOSISTITIS
Partial or complete obstruction of the nasolacrimal duct
with inflammation due to infection (Staphylococcus aureus
or Streptococcus B-hemolyticus), tumor, foreign bodies,
after trauma or due to granulomatous diseases.
Clinical features : epiphora, acute, unilateral, painful
inflammation of lacrimal sac, pus from lacrimal punctum,
fever, general malaise, pain radiates to forehead and teeth
Diagnosis : Anel test(+) :not dacryocystitis, probably skin
abcess; (-) or regurgitation (+) : dacryocystitis. Swab and
culture
Treatment : Systemic and topical antibiotic, irrigation of
lacrimal sac, Dacryocystorhinotomy
74. AMBLIOPIA
Ambliopia/ "lazy eye" hilangnya kemampuan salah satu mata untuk
melihat detail.
Terjadi ketika jalur saraf dari salah satu mata menuju otak tidak
berkembang semasa kanak-kanak.
Hal ini terjadi karena mata yg rusak mengirimkan gambar yang
kabur/salah ke otak otak mjd bingung akhirnya otak
mengacuhkan gambar dr mata yg rusak itu.
Biasanya muncul sebelum usia 6 tahun
Penyebab :
Strabismus (paling sering)
Katarak kongenital
Kelainan refraksi, terutama jika perbedaanantara kedua mata terlalu besar
Tatalaksana:
Koreksi penyebab: kacamata, kontak lens
Menutup mata yang lebih baik (part-time or full-time) utk menstimulasi mata
yg ambliopia.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001014.htm
http://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/glossary-of-eye-and-vision-conditions/amblyopia
Anisometropia
Def: a difference in refractive error between
their two eyes
Children who have anisometropia are known
to be at risk of amblyopia.
However there is considerable variability
among professional groups and clinician
investigators as to which aspects of refractive
error should be used to define anisometropia
Associations between Anisometropia, Amblyopia, and Reduced Stereoacuity in a School-Aged Population with a High Prevalence of Astigmatism
Dobson et al. Investigative Ophthalmology & Visual Science, October 2008, Vol. 49, No. 10. 4427-4436
Interocular
Acuity
Difference
Criteria in
Anisometropia
anoftalmia
anisokonia
anisokoria
http://emedicine.medscape.com/article/798811
Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila tekanan normal dan
mata tenang operasi
Supresi produksi aqueous humor
Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25% dan 0.5%,
levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan carteolol 1% dua kali sehari dan
timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan 0.5% gel satu kali sehari (bekerja dalam 20 menit,
reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan)
Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
Inhibitor karbonat anhidrase:
Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4
jam)
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006
76. Blefaritis
Definisi
Gejala
Tatalaksana
Blefaritis superfisial
Salep antibiotik
(sulfasetamid dan
sulfisoksazol), pengeluaran
pus
Hordeolum
Blefaritis
skuamosa/seboroik
Meibomianitis
(blefaritis posterior)
Blefaritis Angularis
Demodectic blepharitis
Two distinct Demodex species have been confirmed as
a cause of blepharitis:
Demodex folliculorum can cause anterior blepharitis
associated with disorders of eyelashes,
Demodex brevis can cause posterior blepharitis with
meibomian gland dysfunction and keratoconjunctivitis.
Photographs demonstrating the typical cylindrical dundraff at the root of the eyelashes (a,
red arrow); misdirected lashes (b, blue arrow); meibomian gland dysfunction (c, green
arrow); lid margin inflammation (d, black arrow); bulbar conjunctiva inflammation (e);
corneal infiltration and pannus (f, yellow arrow).
Risk Factor
A close correlation between the severity of rosacea
and Demodex blepharitis
Rosacea predisposes patients to blepharitis mainly by
creating an environment on the skin that congests all the
oil-producing glands necessary for a healthy dermis and
epidermis.
Slit-lamp examination:
typical cylindrical dandruff at the root of eyelashes.
Microscopic confirmation:
detection and counting of Demodex eggs, lavae and
adult mites in epilated lashes.
Phthiriasis palpebrarum
Phthiriasis palpebrarum
(ciliary phthiriasis), caused
by Pthirus pubis, is an
uncommon cause of
blepharoconjunctivitis
In adults, they are
commonly transferred from
groin area to eyes by hands
or less commonly by
infected clothing or bed
linen.
In children, eyelashes are
the most common site of
the infestation
Symptoms
pruritic lid margin to
blepharitis with marked
conjunctival inflammation
Treatment
Perdarahan
subkonjungtiva akan
hilang atau diabsorpsi
dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati.
Pengobatan penyakit
yang mendasari bila ada.
Subconjunctival hemorrhage
Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival
haemorrhage) also known as hyposphagma, is bleeding
underneath the conjunctiva.
A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
Later, the hemorrhage may spread and become green or
yellow, like a bruise.
In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and
harmless condition
however, it may be associated with high blood pressure,
trauma to the eye, or a base of skull fracture if there is no
posterior border of the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage
Causes
Management
Eye trauma
Whooping cough or other
extreme sneezing or coughing
Severe hypertension
Postoperative subconjunctival
bleeding
Acute hemorrhagic
conjunctivitis (picornavirus)
Leptospirosis
Increased venous pressure
(straining, vomiting, choking,
or coughing)
Nyeri retro-orbital/okular,
biasanya memberat
dengan gerakan mata
Fenomea Uhthoff
kehilangan penglihatan
dieksaserbasi
panas/olahraga
Fenomena Pulfrich
objek yang bergerak pada
garis lurus tampak seperti
bergerak dalam garis
melengkung
Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis Approach of
Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345
http://emedicine.medscape.com/article/1217083-overview
Neuritis optik
Anterior/papilitis (1/3 kasus)
inflamasi diskus optikus
Pemeriksaan fundus: edema peripapiler
Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis
Approach of Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345
Tatalaksana:
Pemulihan ketajaman visual:
prednisoneoral/methylprednisolone IV 8 hari
atau tidak diberikan apa-apa
Terapi imunomodulator untuk mencegah MS
(pada risiko tinggi MS dilihat dari MRI)
Prez Bartolom F, Garca Vasco L, Abreu Ventura N, Arcos Villegas G, Santos Bueso E, et al. (2015) Diagnosis
Approach of Optic Neuritis. J Neurol Neurophysiol 6: 345. doi:10.4172/2155-9562.1000345
Hipertensi retinopati
Gejala: asimptomatik/penglihatan
kabur, sakit kepala.
Pemeriksaan fundus: edema
diskus optikus, arteriolosclerosis,
copper wiring & silver wiring,
arteriovenous nicking, perdarahan
retina, mikroaneurisma, cotton
wool spots
http://emedicine.medscape.com/article/1217204-overview
http://emedicine.medscape.com/article/1201779-overview#a1
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview
Diseases
Neuritis optik (1)
Definition/characteristics
Ophthalmoscopic findings
Neuropati optik
iskemik (2)
(1)
(2)
(3)
Papilledema
Retrobulbar neuritis
Unilateral/bilateral
Vision impairment
Inflammation of orbital
portion of optic nerve
Unilateral
Central/paracentral scotoma
to complete blindness
Fundus appearance
Hyperemic disk
Inflammation or infarction
of optic nerve head
Unilateral
Central/paracentral
scotoma to complete
blindness
Hyperemic disk
Vessel appearance
Engorged vessels
Normal
Hemorrhages?
Normal
Not affected
Hemorrhages near or on
optic head
Depressed
Treatment
Normalize ICP
Corticosteroids if cause
known
Definition
Normal
Depressed
N EU R OLOGI
Etiologi
Penyebab paling umum:
arthritis degeneratif dan
penyakit degeneratif
diskus, HNP.
Penyebab lain: tumor,
infeksi, gangguan
metanolisme tulang, mis:
Pagets disease
Diagnosis
Penatalaksanaan
Apabila tidak terdapat keterlibatan saraf berat atau progresif:
NSAID
Analgesik untuk menghilangkan nyeri.
Blok akar saraf
Fisioterapi
Mempertahankan gerakan tulang belakang, memperkuat otot perut dan
punggung, serta membangun stamina
Membantu menstabilkan tulang belakang.
Korset lumbal
Akupunktur
Menstimulasi lokasi-lokasi tertentu pada kulit melalui berbagai teknik
Memanipulasi jarum tipis dan keras dari bahan metal yang memenetrasi kulit.
Operasi
Dipertimbangkan dilakukan sesegera mungkin apabila ada rasa baal atau
kelemahan yang mengganggu proses berjalan, gangguan fungsi usus besar
(buang air besar) atau kandung kemih (buang air kecil).
Doktrin Monro-Kellie
Insult sekunder
Elevasi kepala 30
Hiperventilasi ringan
Pertahankan normovolemia
Pertahankan normothermia
Pencegahan kejang
Diphenil hidantoin loading
dose 13-18mg/kgBB diikuti
dosis pemeliharaan 68mg/kgBB/hari
Diuretika
Menurunkan produksi CSS
Tidak efektif dalam jangka
lama
Kortikosteroid
Tidak dianjurkan untuk
cedera otak
Bermanfaat untuk anti
edema pada peningkatan
TIK non trauma, misal
tumor/abses otak
PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006
Manitol
Osmotik diuresis, bekerja
intravaskuler pada BBB yang
utuh
Efek
Dehidrasi (osmotik diuresis)
Rheologis
Antioksidan (free radical
scavenger)
Drainase CSS
Dengan ventrikulostomi
100-200 cc/hari
HEMATOM EPIDURAL
HEMATOM SUBDURAL
Lucid interval
Kesadaran makin
menurun
Late hemiparesis
kontralateral lesi
Pupil anisokor
Babinsky (+)
kontralateral lesi
Fraktur daerah
temporal
* akibat pecah a.
meningea media
SDH akut : 1- 3 hr
pasca trauma.
SDH subakut : 4-21 hr
pasca trauma.
SDH khronis : > 21
hari.
Gejala: sakit kepala
disertai /tidak disertai
penurunan kesadaran
* akibat robekan
bridging vein
HEMATOM
SUBARAKHNOID
Kaku kuduk
Nyeri kepala
Bisa didapati
gangguan kesadaran
Akibat pecah
aneurisme berry
Aneurysm
CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery
10/3/2016 2009, American Heart Association. All rights
reserved.
Korea sydenham
Manifestasi utama dari
demam
rematik
akut
(kriteria JONES pada tahun
1992)
Korea rematik
ditandai
dengan kelemahan otot
dan terjadinya korea
Pasien
menunjukkan
milkman grip sign, gaya
berjalan
kaku
dan
gangguan bicara.
Korea huntington
secara umum ditandai
adanya kedutan pada jarijari dan pada wajah.
Seiring waktu, amplitudo
meningkat,
pergerkan
seperti
menari
mengganggu pergerakan
voluntar dari ekstremitas
dan berlawanan dengan
gaya berjalan. Berbicara
menjadi tidak teratur.
(menyertai pasien dengan
huntington disease)
4. Distonia
Kerusakan besar ekstrapiramidal melibatkan ganglia
basal. Gejalanya kompleks, dimulai dgn gerak otot
(atetose) pada lengan / anggota gerak lain, dapat
terjadi jg di otot leher dan punggung.
5. Balismus (hemibalismus)
Gerak otot yg datang tiba-tiba, kasar, cepat. Terjadi pada otot
proksimal
6. Tik (tic)
Tik merupakan suatu gerakan terkoordinir, berulang, dan melibatkan
sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tik yang
menyerupai spasme klonik, dan disebutkan sebagai spasme-kebiasaan
(habit spasm).
7. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari 1 berkas (fasikulus)
serabut otot / 1 unit motorik (kedutan kulit)
8. Spasme
Gerakan abnormal tjd karena kontraksi otot-otot yg dipersarafi satu
saraf
Tjd karena iritasi saraf perifer / otot atau iritasi di suatu tempat (dari
korteks serabut otot)
Klonik; tiba-tiba, sebentar dan dapat berulang-ulang
Tonik ; lama dan terus menerus
9. Miokloni
Gerakan timbul karena kontraksi otot secara cepat,
sekonyong2, sebentar aritmik, asinergik atau tidak
terkendali
Meliputi sebagian satu otot, seluruh otot / sekelompok otot
Pada otot2 ekstemitas dan badan, pada otot muka, rahang,
lidah faring dan laring
Miokloni hebat; rangsang emosional, mental, taktil, visual /
auditorial
Berkurang; gerakan volunter bertambah, dapat timbul pada
saat pasien tidur dan hilang saat setelah tidur
86. Radikulopati
Radikulopati adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan gangguan
fungsi dan struktur radiks akibat proses patologik yang dapat mengenai
satu atau lebih radiks saraf dengan pola gangguan bersifat dermatomal.
Etiologi
Proses kompresif, Kelainan-kelainan yang bersifat kompresif sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti : hernia nucleus pulposus
(HNP) atau herniasi diskus, tumor medulla spinalis, neoplasma tulang,
spondilolisis dan spondilolithesis, stenosis spinal, traumatic dislokasi,
kompresif fraktur, scoliosis dan spondilitis tuberkulosa, cervical
spondilosis
Proses inflammatori, Kelainan-kelainan inflamatori sehingga
mengakibatkan radikulopati adalah seperti: Gullain-Barre Syndrome
dan Herpes Zoster
Proses degeneratif, Kelainan-kelainan yang bersifat degeneratif
sehingga mengakibatkan radikulopati adalah seperti Diabetes Mellitus
Tipe-tipe Radikulopati
Radikulopati lumbar
Radikulopati lumbar merupakan problema yang sering terjadi yang disebabkan oleh
iritasi atau kompresi radiks saraf daerah lumbal.
sering disebut sciatica.
Gejala jarang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa sebab seperti bulging diskus (disk
bulges), spinal stenosis, deformitas vertebra atau herniasi nukleus pulposus.
Radikulopati dengan keluhan nyeri pinggang bawah sering didapatkan (low back pain)
Radikulopati cervical
Radikulopati cervical umunya dikenal dengan pinched nerve atau saraf terjepit
merupakan kompresi pada satu atau lebih radix saraf uang halus pada leher
Gejala pada radikulopati cervical seringnya disebabkan oleh spondilosis cervical.
Radikulopati torakal
Radikulopati torakal merupakan bentuk yang relative jarang dari kompresi saraf pada
punggung tengah. Daerah ini tidak didesain untuk membengkok sebanyak lumbal atau
cervical. Hal ini menyebabkan area thoraks lebih jarang menyebabkan sakit pada spinal.
Namun, kasus yang sering yang ditemukan pada bagian ini adalah nyeri pada infeksi
herpes zoster.
Lasegues Test
Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Bragards Test
Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
Nyeri dengan dorsiflexion 0 to
35 extradural sciatic nerve
irritation.
Nyeri dengan dorsiflexion from
35 70 intradural problem
(usually IVD lesion).
Nyeri tumpul paha posterior tight hamstring.
Patrick Test
Contra-patrick Test
Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Interaksi obat:
Serangan tonik-klonik
Kejang parsial
Mekanisme kerja:
Efek samping:
Dosis:
Golongan Suksinimida
Dosis:
1-2 dd 250-500 mg sebagai tablet e.c. ( enterik coated ) berhubung rasanya tidak enak dan
bersifat merangsang.
Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Ganiswarna, S. 1981. Farmakologi dan Terapi, edisi 2 Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.
Asam Valproat
Mekanisme kerja:
Keluhan saluran cerna, rambut rontok, gangguan pembekuan darah dan kerusakan hati.
Interaksi obat:
Efek samping:
absence piknoleptik
serangan grand mal
mioklonik.
Dosis:
Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. Dari garam natriumnya tablet ( tablet e.c )
kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 gram
sehari.
Anak-anak 20-30 mg/kg sehari.
Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15 % lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase
natrium dalam Na-valproat ) tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan.
Golongan Barbiturat
Memiliki sifat anti konvulsi yang baik terlepas dari sifat hipnotiknya
Digunakan terutama senyawa kerja panjang untuk memberikan jaminan yang
lebih kontinu terhadap serangan grand mal.
Salah Satu contohnya adalah Fenobarbital
Mekanisme kerja:
Efek samping:
Interaksi obat:
Bersifat menginduksi enzim, antara lain mempercepat penguraian kalsiferol ( Vitamin D2 ) dengan
kemungkinan timbulnya rachitas ( penyakit inggris pada anak kecil )
Penggunaannya bersama dengan valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat
ditingkatkan.
Dosis:
1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali), pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kgBB sehari,
pada status epileptikus, dewasa 200-300 mg.
Karbamazepin
Efek samping:
Pemberian kronik stupor, koma dan depresi pernapasan bersamaan dengan rasa pusing, vertigo, ataksia dan
pandangan kabur
merangsang lambung timbul mual dan muntah
Anemia aplastik, agranulositosis dan trombositopenia telah terjadi pada beberapa penderita.
Interaksi obat:
Mengurangi perambatan impuls abnormal didalam otak dengan cara menghambat kanal natrium, sehingga
menghambat timbulnya potensial kerja yang berulang-ulang didalam fokus epilepsi.
Dosis:
Golongan Benzodiazepin
Contohdiazepam, dan nitrazepam
Terutama digunakan pada epilepsi petit-mal pada bayi dan anak-anak.
Efektivitas pada:
Absence piknoileptik
serangan mioklonik astatik
serangan propulsif.
Mekanisme Kerja:
Efek samping:
Dosis:
2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 dengan perlahan-lahan (1-2 menit), bila perlu diulang setelah 30
menit
pada anak-anak 2-5 mg
Pada status epilepticus dewasa dan anak diatas usia 5 tahun 10 mg
Pada anak-anak dibawah 5 tahun 5 mg sekali
Pada konvulsi karena demam: anak-anak 0,25-0,5 mg/kg berat badan bayi
anak-anak dibawah 5 tahun5 mg
setelah 5 tahun 10 mg.
88. Koma
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling
rendah atau keadaan unarousable unresponsiveness,
yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan,
penderita tidak dapat dibangunkan.
Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat
daruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai.
Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu
keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai
faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang
cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja.
Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management
Head Trauma
Biots breathing (aka cluster
respiration)
A respiratory pattern
characterized by periods or
clusters of rapid respirations
of near equal depth or VT
followed by regular periods of
apnea.
Causes:
Biots breathing can be caused by
damage to the medulla oblongata by
stroke (CVA) or trauma,
pressure on the medulla due to uncal
or tentorial herniation
can also be caused by prolonged
opioid abuse.
Cheyne-stokes
Tidal volume waxes and
wanes cyclically with
recurrent periods of
apnea.
Causes include CNS
dysfunction, cardiac
failure with low cardiac
output, sleep, hypoxia,
profound hypocapnia
Apneustic
End-inspiration pause before
expiration.
Reflection of Pontine damage
Central Neurogenic
Exhibits very deep and rapid
respirations
Usually seen with lesions of
the midbrain and upper pons
Respirations are generally
regular and the PaCO2
decrease due to the
hyperventilation
Cluster Breathing
Groups of irregular breathing
with periods of apnea that
occurs at irregular intervals
reflection of lesions in the low
pons or upper medulla
Kussmaul
Deep, rapid respiration with no endexpiratory pause.
Causes profound hypocapnia
Seen in profound metabolic acidosis,
i.e. diabetic ketoacidosis
http://www.georgiahealth.edu/itss/edtoolbo
x/7370/pulmonary/abnormbreathing.swf
Pola Pernapasan
Biots breathing (aka cluster
respiration)
A respiratory pattern
characterized by periods or
clusters of rapid respirations
of near equal depth or VT
followed by regular periods of
apnea.
Causes:
Biots breathing can be caused by
damage to the medulla oblongata by
stroke (CVA) or trauma,
pressure on the medulla due to uncal
or tentorial herniation
can also be caused by prolonged
opioid abuse.
89. Dementia
Definition
acquired loss of multiple cognitive abilities significant
enough to interfere with typical daily activities
stroke
amyloid angiopathy
traumatic brain injury
normal pressure hydrocephalus
other medical conditions (e.g., thyroid disorder, low vit B12)
toxin exposure
infection
neurodegeneration
Neurodegenerative Diseases
Alzheimers disease
frontotemporal dementia (FTD)
behavioral variant (Picks disease)
primary progressive aphasias
predominantly
cognitive
symptoms
Parkinsons disease
ALS (Lou Gehrigs disease)
cognitive &
motor
symptoms
predominantly
motor
symptoms
Brain Anatomy
Lobe
Function
frontal
temporal
memory
face and object identification
language comprehension (left)
parietal
spatial processing
occipital
visual processing
Frontotemporal Dementia
Definition
clinicopathologic condition consisting of
deterioration of personality and cognition
assoc. with prominent frontal and temporal
lobe atrophy
Apathy
loss of interest, drive, motivation
Frontotemporal Dementia
Established clinical consensus criteria (The Lund and Manchester Groups, J
Neurol Neurosurg Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology 1998;51:1546-1554):
Core features
o Insidious onset and
slow progression
o Early decline of
Social interpersonal
conduct
Regulation of
personal conduct
Insight
o Early emotional
blunting
Supportive features:
Decline in personal
hygiene and grooming
Mental rigidity and
inflexibility
Distractibility and
impersistence
Hyperorality
Perseverative behavior
Speech and language
Diagnosis
Neuropsychology:
Impaired frontal lobe tests in absence of
severe amnesia, aphasia, or visuospatial
deficits
Imaging:
Atrophy or decreased uptake in the
frontal or anterior temporal lobes
(bilateral or unilateral) by MRI, CT, PET,
SPECT
(The Lund and Manchester Groups, J Neurol Neurosurg
Psychiatry 1994;57:416-418; Neary et. al, Neurology
1998;51:1546-1554)
89.Alzheimer Disease
Suatu gangguan psikiatri yang merupakan bentuk
progresifitas dari dementia, yang berefek pada
gangguan kognitif, behavior, dan fungsional
penyakit penurunan fungsi otak yang kompleks dan
progresif sehingga daya ingat seseorang merosot
tajam dan tidak dapat disembuhkan.
Etiologi
Belum diketahui secara pasti
Kemungkinan faktor genetik dan lingkungan
sedang diteliti (gen ApoE atau -secretase)
Faktor Resiko
Usia
Riwayat keluarga
Hipertensi
Peningkatan LDL
Penurunan HDL
Diabetes
Patogenesis
1. Atrofi kortikal
2. Neurofibrillary Tangles
(NFTs)
3. Plaque Amyloid
4. Kerusakan saraf kolinergik
5. Penurunan sintesis
asetilkolin
1. Atrophy
3. Neurofibrillary tangles
2. Amyloid Plaques
Beta-amyloid Plaques
dense deposits of protein and cellular
material that accumulate outside and around
nerve cells
Amyloid precursor protein (APP) is the
precursor to amyloid plaque.
1. APP sticks through the neuron membrane.
2. Enzymes cut the APP into fragments
protein, including beta-amyloid.
of
Diagnosis
a detailed patient history
information from family and
friends
physical and neurological
exams and lab tests
neuropsychological tests
imaging tools such as CT
scan, or magnetic resonance
imaging (MRI). PET scans
are used primarily for
research purposes
MMSE
Mild
(MMSE score
2618)
Moderate
(MMSE score
1710)
family and friends. Functioning may fluctuate from day to day. Patient
generally denies problems. May become suspicious or tearful. Loses ability to
drive safely. Agitation, paranoia, and delusions are common.
Severe
(MMSE score
Patient loses ability to speak, walk, and feed self. Incontinent of urine and
feces. Requires care 24 hours a day and 7 days a week.
90)
Gejala Alzheimer
Tujuan Terapi
Menjaga fungsi-fungsi pasien selama mungkin
Menunda perkembangan penyakit
Strategi Terapi
Non farmakologi
Terapi non-farmakologi melibatkan pasien, keluarga,
atau pengasuh khusus untuk mensupport,
menghadapi dan memahami kondisi pasien
Farmakologi
Terapi untuk mengatasi gejala penurunan kognisi
atau menunda progresivitas penyakit
Terapi simptomatik
Terapi Farmakologi
inhibitor kolinesterase akan meningkatkan kadar
asetilkolin (takrin, donepezil, rivastigmin, galantamin)
Antagonis reseptor NMDA : Memantine
Antioksidan dapat memperlambat progresivitas
penyakit ( Vit E, selegilin (MAO inhibitor))
Alternatif terapi : ekstrak gingko biloba sebagai
neuroprotektif --- mengurangi kerapuhan kapiler,
efek antioksidan, dan menghambat agregasi platelet
tetapi masih perlu evidence yang lebih banyak.
Moderate - Severe AD
Antagonis NMDA (Memantine)
Terapi simptomatik
Selain gejala gangguan kognitif juga terdapat gejala
gangguan non kognitif seperti depresi,seperti gelisah,
pelupa, dan insomnia
Gejala depresi --- antidepresan (SSRI,TCA)
Insomnia --- perlu hipnotik, atau antidepresan yang
bersifat sedatif
Delusi --- curiga, menduga-duga yang salah, paranoid
--- antipsikotik (dicari yang paling kurang efek
sampingnya) --- atipikal (klozapin, quetiapin,
risperidon)
PATOFISIOLOGI
Kompresi karena tulang,
ligamen,herniasi diskus
intervertebralis & hematom
paling berat akibat kompresi tulang,
trauma hiperekstensi corpus
dislokasi ke posterior.
Regangan jaringan.biasanya terjadi
pada hiperpleksi, toleransi medula
spinalis terhadap regangan
tergantung usia
Edema.timbul segera setelah
trauma
Sirkulasi terganggu.
KLASIFIKASI
ASIA (American Spinal Injury Association) dan
IMSOP (International Medical Society of
Paraplegia) pada tahun 1990 dan 1991.
Berdasarkan fungsi:
Berdasarkan tipe dan lokasi:
Berdasarkan fungsi:
Grade A complete
tidak ada fungsi
motorik atau sensorik
sampai sefmen S4-S5
Grade B incomplete
tidak ada fungsi
sensorik tapi fingsi
motorik masik ada di
bawah level cedera
spinal sampai segmen
S4-S5
Grade C incomplete
fungsi motorik masih ada
dibawah level cedera spinal dan
sebagian besar 10 otot
ektrimitas dibawah level cedera
spinal mempunyai kekuatan
motorik <3
Grade D incomplete :
seperti grade C, tapi kekuatan
motorik 3
Grade E normal
fungsi motorik dan sensorik
normal
GEJALA KLINIK
Cervico-Medullary
Syndrome
Respiratory arrest,
hipotensi, tetraplegia.
C1 C4
ggn sensibilitas wajah,
Lengan lebih berat dari
tungkai
Sacral sparing
GEJALA KLINIK
Anterior Cord Syndrome
Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
GEJALA KLINIK
Brown-sequard syndrome
Gangguan motorik dan
propioseptik sisi ipsilateral
dan gangguan sensasi rasa
suhu dan nyeri pada sisi
kontralateral
Cedera hiperekstensi
Conus Medullaris
syndrome
Daerah T11-T12 dan T12-L1
24% dari kasus
Gangguan lower motor
neuron, flaksid tungkai &
sfingter ani,
spastisitas(kronik).
PENATALAKSANAAN
1.Tentukan cedera medula spinalis akut?
2.Lakukan stabilisasi medula spinalis
3. Atasi gangguan fungsi vital yaitu airways, breathing
4.Perhatikan perdarahan dan sirkulasi,
hipotensi, shok neurogenik
5.Medical:
methylprednisolon 30mg/kgBB iv bolus dalam 15
menit
dilanjutkan 5,4mg/kgBB iv hingga 24 jam bila dosis
inisial diberikan <3jam setelah trauma
Atau dilanjutkan hingga 48 jam bila dosis inisial
diberikan 3-8jam post trauma
Di atas 8 jam tidak ada pengaruh pemberian steroid.
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
B. Brudzinski II
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
Memfleksikan salah satu kaki lurus pada sendi panggul maksimal
Brudzinski tungkai II(+) : jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral (yang tidak
mengalami parese)
C. Brudzinski III
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
Menekan kadua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
Brudzinski III(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terdapat fleksi pada kedua
lengan
D. Brudzinski IV
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki diliruskan
serta berikan bantal bila ada
Menekan tulang pubis penderita dengan tangan pemeriksa
Brudzinski IV(+) : jika bersamaan dengan pemeriksaan terlihat fleksi pada kedua
tungkai bawah
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
E. Kernig
Memposisikan pasien tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki
diliruskan serta berikan bantal bila ada
Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 90 derajat
Ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut, normalnya dapat mencapai
135 derajat
Kernig (+) : jika ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mancapai 135
derajat
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
F. Tanda laseque
Pasien berbaring lurus,
Lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau
tahanan.
Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
G. Kaku kuduk:
Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala
tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu
menekukkan kepala.
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
Refleks Patologis
Keterangan
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Hoffman
Tromner
Juwono T. Dr, Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek, EGC, Jakarta, 1996.
Alexia
hilangnya kemampuan untuk membaca akibat suatu kelainan pada
otak
Disebut juga sebagai kebutaan membaca atau afasia visual
Agnosia
Hilangnya kemampuan untuk mengenali bentuk, suara, atau bau
dimana indera yang berperan tidak mengalami kelainan
Biasanya disebabkan oleh cedera pada otak
Aphasia
gangguan untuk memformulasikan kata-kata atau berbicara akibat
adanya gangguan pada region otak yang berperan
Agraphia
ketidakmampuan untuk menulis akibat penyakit otak
Gangguan ini dapat muncul sendiri saja atau bersamaan dengan
alexia, agnosia, aphasia dan apraxia.
ILM U
PSIK IATR I
Gangguan
mood
1 atau lebih
episode
mania atau
hipomania
1 atau lebih
episode
depresi
Dengan/ tanpa
psikosis?
Gangguan
afektif
bipolar
Episode kini
manik/ depresi?
MAINTENANCE
Lithium atau Asam valproat,
setidaknya selama 6 bulan.
Lithium, atau
Asam valproat
Depresi
Lithium, atau
Lamotrigine
Monoterapi dengan
antidepresan tidak
direkomendasikan
Gejala psikotik
Antipsikotik, diutamakan
golongan atipikal
American Psychiatric Association, 2010
97. DEPRESI
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
Depresi
Episode depresif ringan: 2 gejala utama + 2 gejala lain > 2
minggu
Episode depresif sedang: 2 gejala utama + 3 gejala lain, >2
minggu.
DSM-IV Criteria
Terapi Depresi
Sasarannya adalah perubahan biologis/efek
berupa mood pasien.
Karena mood pasien dipengaruhi kadar
serotonin dan nor-epinefrin di otak, maka
tujuan pengobatan depresi adalah modulasi
serotonin dan norepinefrin otak dengan agenagen yang sesuai.
Dapat berupa terapi farmakologis dan non
farmakologis.
Terapi Farmakologis
Gejala Depresi
Gejala utama:
1. afek depresif,
2. hilang minat &
kegembiraan,
3. mudah lelah &
menurunnya
aktivitas.
Gejala lainnya:
1. konsentrasi menurun,
2. harga diri & kepercayaan diri
berkurang,
3. rasa bersalah & tidak berguna
yang tidak beralasan,
4. merasa masa depan suram &
pesimistis,
5. gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh
diri,
6. tidur terganggu,
7. perubahan nafsu makan (naik
atau turun).
PPDGJ
(APA, 2000)
Orgasmic disorders
Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm)
Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm)
Premature Ejaculation
100. DEMENSIA
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan
Demensia
MCI - Demensia
Postpartum Psychosis
Kondisi ini jarang terjadi
1 dari 1000 ibu yang melahirkan
Gejala timbul beberapa hari dan berlangsung
beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah
melahirkan
Agitasi, kebingungan, hiperaktif, perasaan hilang
harapan dan malu, insomnia, paranoia, delusi,
halusinasi, bicara cepat, mania
Tatalaksanaharus segera dilakukan, dapat
membahayakan diri dan bayi
BABY BLUES
POSTPARTUM MAJOR
DEPRESSION
Duration
Onset
Prevalence
80 percent
5 to 7 percent
Severity
Mild dysfunction
Moderate to severe
dysfunction
Suicidal ideation
Not present
May be present
DRUG
USUAL
TREATMENT
DOSAGE
MAXIMAL
DOSAGE
ADVERSE
EFFECTS
60 mg
Headache,
nausea,
diarrhea,
sedation,
insomnia,
tremor,
nervousness,
loss of libido,
delayed
orgasm
Escitalopram
(Lexapro)
5 mg
10 to 20 mg
20 mg
Fluoxetine
(Prozac)
10 mg
20 to 40 mg
80 mg
Paroxetine
(Paxil)
Sertraline
(Zoloft)
10 mg
20 to 40 mg
50 mg
25 mg
50 to 100 mg
20
102. Ansietas
Diagnosis
Characteristic
Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya
provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari
gejala di antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
Gangguan fobik
Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.
Gangguan
penyesuaian
Gangguan cemas
menyeluruh
Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan
yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik
Tanda fisis:
Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang
melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
PPDGJ
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.
Cognitive-Behavioral Therapy
SSRIs
Oral benzodiazepine
Iv medication, e.x. Lorazepam
Sometimes beta blockers are used to
reduce anxiety
http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html
Tricyclic antidepressants
High-potency benzodiazepines
Medication
Ex: Clonazepam
may cause depression and are associated with
adverse effects during use and after
discontinuation of therapy
Poorer outcome and global functioning than
antidepresant
Combination Therapy
Psychodynamic therapy
help to relieve the stress that contributes to
panic attacks, they do not seem to stop the
attacks directly
http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panicdisorder-break-the-fearcircuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html
Skizofrenia vs Skizoafektif vs
Gangguan Mood dengan Gejala Psikotik
Skizofrenia
Skizoafektif
Gejala
psikotik
Gangguan
mood
Lama
penyakit
Kronik
Kronik
Episodik
3.
4.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
Psikofarmaka
Key points for using antipsychotic therapy:
5.
6.
7.
8.
9.
Western Australian Psychotropic Drugs Committee. Antipsychotic Drug Guidelines Version 3 August 2006
PPDGJ
Karakteristik
Skizofrenia
Skizofrenia Paranoid
merasa terancam/dikendalikan
Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia Katatonik
Skizotipal
Waham menetap
hanya waham
Psikotik akut
Skizoafektif
Residual
Simpleks
Ringan
Sedang
Berat
Sangat
Berat
Mental Retardation
http://pedsinreview.aappublications.org/content/27/6/204.full
PPDGJ-III
Ketentuan subtipe retardasi mental meliputi:
F70: Ringan (IQ 50-69)
F71: Sedang (IQ 35-49)
F72: Berat (IQ 20-34)
F73: Sangat Berat (<20)
Klasifikasi Insomnia
Early insomnia (initial insomnia/ sleep onset insomnia), yaitu
kesulitan untuk memulai tidur yang ditandai dengan perpanjangan
masa laten tidur (waktu dari berbaring hingga tertidur). Gangguan
ini sering berkaitan dengan gangguan cemas.
Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 10 menit.
Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga
awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi,
bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat
episode.
Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak
seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
ADHD
Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD)
a pattern of diminished sustained attention and
higher levels of impulsivity in a child or adolescent
Jenis-jenis ADHD
Gejala klinis:
Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes Simpleks
Pemeriksaan
Ditemukan pada sel dan dibiak,
antibodi, percobaan Tzanck
(ditemukan sel datia berinti
banyak dan badan inklusi
intranuklear, glass cell)
Pengobatan
doksuridin topikal (pada lesi dini),
asiklovir 5 x 200 mg PO selama 5
hari
Komplikasi
Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada janin
dengan ibu herpes genitalis
Tipe II
111. Pioderma
Selulitis
Etiologi
Stafilokokus, streptokokus
Klinis
Infiltrat difus (batas tidak
tegas/tidak meninggi) di
subkutan, tanda inflamasi (+)
Predileksi
Tungkai bawah
Lab
Leukositosis
Terapi
Ampisilin 200 mg/kgBB/hari
selama 7-10 hari
Erisipelas
Etiologi
Streptokokus, stafilokokus
Klinis
Eritema merah cerah, batas
tegas, tepi meninggi, tanda
inflamasi (+), jika residif dpt
terjadi elefantiasis
Predileksi
Tungkai bawah
Lab
Leukositosis
Terapi
ProcainePenicilline G 600.0002.000.000 IU selama 6 hari
112.
Keratosis Seboroik
Penuaan kulit, disebut juga papiloma sel basal
Etiologi
Paparan sinar matahari (utama), genetik
Histologi
Proliferasi epitel papilomatosa yang berisi kista sel tanduk
tanpa tanda keganasan
Beberapa mengandung melanin
Tatalaksana
AHA, tazarotene cream 0,1%
2x/hari selama 16 minggu,
terapi laser
113. Paronikia
Merupakan infeksi jaringan lunak sekitar kuku yang dimulai dari selulitis
dan dapat berkembang menjadi abses
Jenis
Akut: Nyeri & purulen, et causa stafilokokus
Kronik: Biasanya disebabkan infeksi jamur
Diagnosis
Pewarnaan Gram, KOH, Tzanck Smear
Tatalaksana
Rendam air hangat 3-4 x/hari
Insisi dan drainase
114. Skrofuloderma
Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)
Lokasi
Leher: dari tonsil atau paru
Ketiak: dari apeks pleura
Lipat paha: dari ekstrimitas bawa KGB inguinal lateral
Perjalanan Penyakit
Diagnosis Banding
Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV
KARAKTERISTIK
Hidradenitis Supurativa
Limfogranuloma Venerum
Dermatitis Kontak
115.
117. Skabies
Etiologi
Infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabiei var.
hominis
Transmisi: kontak langsung skin to skin, tidak langsung
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI: 2007
Tatalaksana
Memutus rantai penularan: pengobatan kelompok yang
terkena bersamaan, merebus pakaian dengan
air panas, menjemur kasur
Obat: sulfur presipitat 4-20%, benzil
benzoat 20-25%, gameksan 1%, krotamiton
10%, permetrin 5%
Antiskabies
Drugs
Efektif
All stadium
Permethrine 5%
All stadium
Gameksan 1%
All stadium
Krotamiton 10%
Sulfur precipitate
6%
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Melanoma Maligna
SCC
Etiologi
Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
Prognosis buruk
BCC
MM
Aktinik Keratosis
Disebut juga solar keratosis
Predisposisi kearah karsinoma sel skuamosa, keilitis aktinik,
KSB, atau melanoma
Klinis
Lesi berisisik timbul akibat paparan sinar matahari berulang/
terbakar matahari
Papul atau plak datar/meninggi dengan permukaan kasar
putih/kekuningan/merah/pigmentasi yang sedikit nyeri atau
asimptomatik
Pemeriksaan
Biopsi untuk bedakan dengan KSS
Terapi
Krioterapi dan elektrokauterisasi
http://www.dermnetnz.org/topics/actinic-keratosis/
Gejala
Masa inkubasi 14-21 hari
Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
Disusul erupsi berupa papul eritematosa vesikel tetesan air (tear drops)
pustul krusta
Predileksi: badan menyebar secara sentrifugal
Pemeriksaan
Percobaan Tzanck
Pengobatan
Simptomatik (antipiretik, analgesik, antipruritus), acyclovir
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster
Herpes Zoster
Komplikasi
Neuralgia pasca herpes, herpes zoster
oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster
Gejala
Gejala prodromal sistemik (demam, pusing,
malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal)
Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar eritematosa & edema
pustul & krusta
Pembesaran KGB regional
Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis &
otikus
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Etiologi
Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis
yang biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii
Klinis
Dimulai dengan luka kecil papula
meluas menjadi vesikel pecah ulkus kecil
terinfeksi kuman meluas ke
samping dan dalam
Ulkus Tropikum
Predileksi terutama di tungkai bawah
Efloresensi:
Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat
autoinokulasi, nyeri, tanpa gejala konstitusi
Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung
berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta
kehijauan), berbau
Tatalaksana
Perbaikan gizi dan higiene
Pengobatan Topikal: salep salisilat 0,1-2%, kompres KMnO4
Pengobatan sistemik:
Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari
Leg ulcer
Penyakit
Keterangan
Ektima
Ulkus tropikum
Ulkus Varikosum/stasis
vena
Ulkus varikosum
Ectima
Ulkus tropikum
Specific Indication/advantage
Gel/Jelly
More liquid than salve and transparent, good use for mucosa, can
easily washed by water.
Cream/Cremores
Salve/Zalf/unguenta
Powder
Injection
Bedak
Penetrasi sedikit
Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah
Salep
Diberikan pada dermatosis yang kering dan kronik, berkrusta
Penetrasi paling kuat
Kontraindikasi pada dermatitis madidans (dengan eksudasi), tidak
dianjurkan pada bagian tubuh yang berambut
Krim
Indikasi kosmetik
Dermatosis subakut yang luas, penetrasi >> bedah kocok
Boleh digunakan di daerah berambut
Kontaindikasi: dermatitis madidans
Keterangan
Solusio
Bedak
Salep/ointment
Krim
MacConkey (MCK)
Sama seperti EMB
Agar Lowenstein-Jensen
Sebagai media pertumbuhan bakteri
mycobacterium, terutama mycobacterium
tuberculosis
Tampak seperti koloni coklat bergranular
http://www.microbelibrary.org
Media kultur
Media Kultur
Kegunaan
Mc-Conkey
TCBS (Thiosulfate-citrate-bile
salts-sucrose)
Agar Darah
Saboroud Agar
Thayer-Martin agar
V. cholerae
Large yellow
colonies.
Trichophyton rubrum
Candida albicans
Swarming Phenomenon
Swarming adalah terbentuknya zona konsentrik pada
pertumbuhan bakteri yang menutupi permukaan media
pertumbuhan agar darah
Ditemukan pada P. mirabilis dan P. vulgaris
Bakteri tsb memiliki flagela dan bersifat sangat motil sehingga
menimbulkan pola pertumbuhan yang khas dan aroma ikan asin
123. Fascioliasis
Biasanya menginfeksi duktus biliaris dan hati,
namun dapat mengenai bagian tubuh yang
lain
Fase Akut: gejala muncul akibat migrasi parasit
dari intestinal ke dan melewati hati
http://web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2001/fascioliasis/Fasciola.htm
Fase Infeksi
Acute Phase
Rarely seen in humans
Occurs only when a large number of metacercariae are ingested at once.
After 4-7 days after ingestion: Fever, tender hepatomegaly, and abdominal pain the most frequent
symptoms
vomiting, diarrhea, urticaria (hives), anemia, and may all be present.
Caused by the migration of the F. hepatica larvae throughout the liver parenchyma., the larvae
penetrate the liver capsule
Migration continues for 6-8 weeks until the larvae mature and settle in the bile ducts.
Chronic Phase
Much more common in human populations
Biliary cholic, abdominal pain, tender hepatomegaly, and jaundice, severe anemia (In children)
These symptoms reflect the biliary obstruction and inflammation caused by the presence of the large
adult worms and their metabolic waste in the bile ducts.
Inflammation of the bile ducts eventually leads to fibrosis and a condition called "pipestem liver", a
term describing the white appearance of the biliary ducts after fibrosis portal cirrhosis and death.
Halzoun
a type of Fasciola hepatica infection in which the worm settles in the pharynx
This occurs when an individual consumes infected raw liver.
The young adult worms then attach themselves to the pharyngeal mucosa which causes considerable
pain, edema, and bleeding that can interfere with respiration
The adults can live in the biliary ducts, causing symptoms for up to 10 years.
Ectopic Infection
Ectopic infections through normal transmission are infrequent but can occur in the peritoneal cavity,
intestinal wall, lungs, subcutaneous tissue, and very rarely in other locations.
Nama cacing
Gejala Klinis
Morfologi
Fasciola
hepatika
Gangguan GIT
mual, muntah, nyeri
abdomen, demam
Peradangan,
penebalan,sumbatan
sal.empedusiroris
periporta
Fasciolopsis
buski
Sebagian besar
asimptomatik.
Nyeri perut
(epigastrium),diare kronik
diselingi konstipasi,tinja
berisi makanan yang tidak
tercerna,anemia akibat
perdarahan
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus
Bentuk
Morfologi
Cacing dewasa4-12 m
Skoleks
Leher
Strobilaproglotid
Proglotid gravid15-30
cabang
TelurTelur bulat
berdinding tebal, memiliki
stria radial
Gandahusada S, et al. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2004
http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/gen_info/faqs.html
Gejala klinisringan
Perut tidak nyaman
nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Nafsu makan turun
Berat badan turun
Diagnosis
Ditemukan proglotid
bergerak aktif dlm tinja
Eosinofilia
Th/: Prazikuantel
http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/biology.html
Taenia Saginata
Taenia Solium
PERBEDAAN KARAKTERISTIK
T. s a g i n a t a
T. s o l i u m
Penyakit
Taeniasis
4-12 m
2-4 m & 8 m
proglotid
1000-2000
800-1000
Skolek
Proglotid
Matang
Ovarium 2 lobus
Ovarium trilobus
Gravid
telur/proglotid
100.000
30.000-50.000
Larva
Cystisercus bovis
Cystisercus cellulose
Hospes perantara
Sapi
Cara infeksi
Antikonvulsan
Fenitoin: 300-400 mg/hari, 3x/hari ATAU
Karbamazepin 2x200 mg PO
Steroid
Prednison 5-60 mg/hari PO SD
http://reference.medscape.com/drug/albenza-albendazole-342648#1
ILMU
K E S E H ATAN
ANAK
125. Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit
Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268overview
10/3/2016
712
1. ASI Eksklusif :
Pada periode tersebut hanya ASI yang boleh diberikan
pada bayi, tidak termasuk air sekalipun apalagi makanan
padat
Resiko tertular HIV pada mixed feeding 2-6 x lipat
dibandingkan dengan ASI eksklusif
Perlu diusahakan agar puting jangan sampai luka karena
virus HIV dapat menular melalui luka.
Jangan pula diberikan ASI bersama susu formula karena
susu formula akan menyebabkan luka di dinding usus yang
menyebabkan virus dalam ASI lebih mudah masuk
2. Pemberian Antiretrovirus
Ibu dengan HIV yang mengkonsumsi ARV menurunkan
resiko transmisi HIV melalui ASI angka penularan
0,9%
3. Memanaskan ASI
Bila ingin memberikan ASI, dapat dilakukan dengan
memerah ASI lalu memanaskannya sehingga virus HIV mati
Metode flash heating ASI ditaruh dalam tempat
kemudian ditaruh di panci kecil berisi air kemudian
dipanaskan mendidih segera diangkat dan dibiarkan
dingin sampai suhu tubuh
Cara ini tidak mengganggu kadar vitamin A, mnurunkan
kadar vitamin B2 dan B6
2. Pencegahan sekunder
Pemberian antiretrovirus secara profilaksis
Pertolongan persalinan pada bayi baru lahir dari ibu yang mengidap
HIV/AIDS seperti pada pertolongan persalinan normal dengan
menerapkan universal precaution.
Bila ARV tersedia dapat diberikan kepada bayi.
Obat yang dianjurkan untuk mengurangi transmisi vertikal pada neonatus
adalah Zidovudine selama 6 minggu atau Niverapine sebanyak satu kali
pemberian.
Characteristic
Early HDN
Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic HDN
Vit K deficiency
Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.
Diagnosis APCD
Diagnosis
Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI
Tatalaksana APCD
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol,
berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan
Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
Transfusi PRC sesuai Hb
Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
(Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
Konsultasi bedah syaraf
Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi
baru lahir
Buku PPM Anak IDAI
Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap dan kultur darah
Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
etiologi
Pada kasus berat sebaiknya ditunda
Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan
intrakranial
Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain
(eg. GBS)
Protokol pertama pada kasus kejang pada anak usia < 1 tahun
sangat dianjurkan; 12-18 bln dianjurkan; > 18 bln tidak rutin
dilakukan
CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai
adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural
EEG jika ditemukan perlambatan umum
Biochemistry
Neutrophils
(x 106 /L)
Lymphocytes
(x 106/L)
Protein
(g/L)
Glucose
(CSF:blood ratio)
Normal
(>1 month of
age)
< 0.4
Normal
neonate
(<1 month of
age)
< 20
<1.0
http://www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_index/CSF_Interpretation/
Viral men
Tekanan
Normal/
Makros.
Keruh
Jernih
Xantokrom
Jernih
Jernih
Lekosit
> 1000
10-1000
500-1000
10-500
< 10
+++
MN (%)
+++
+++
++
Protein
Normal/
Normal
Normal
Glukosa
Normal
Normal
Normal
Positif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
PMN (%)
Gram
/Rapid T.
TBC men
Encephali
tis
Encephal
opathy
Penatalaksanaan
Terapi empirik antibiotik
Usia 1-3 bulan
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibai dalam 4 dosis +
sefotaksim 200-300 mgkgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis
atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
Perdarahan Subgaleal
Sindrom disfungsi
multiorgan
Skrining
Kecurigaan besar sepsis bila :
Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B
Kategori B
Tremor
Kejang
Tidak sadar
Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik
dengan gejala:
Proteinuria massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik 2+)
Hipoalbuminemia 2,5 g/dL
Edema
Dapat disertai hiperkolesterolemia
Filtration
Pc
Pi
Absorption
Edema : Accumulation of fluid in interstitial space (due to filtration out of the capillaries)
Usually caused by a disruption in Starling forces, that exceeds the ability of lymphatic
system to return it to the circulation
Increased capillary
pressure (failure of
venous pumps,
heart failure)
parasitic infection of
lymph nodes
(filariasis)
EDEMA
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis
Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin.
Urin dapat keruh/kemerahan
Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites,
edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif 2+, rasio
albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria.
Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200
mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.
Tatalaksana
133. Imunisasi
Guide to Contraindications1 and Precautions1 to Commonly Used Vaccines*,
Vaccine
Contraindications1
Hepatitis B
(HepB)
Rotavirus
(RV5
[RotaTeq],
RV1 [Rotarix])
Haemophilus
influenza
type b (Hib)
Precautions1
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html
Contraindications1
Diphtheria,
tetanus,
pertussis (DTaP)
Tetanus,
diphtheria,
pertussis (Tdap)
Tetanus,
diphtheria (DT,
Td)
Precautions 1
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html
Contraindications 1
Precautions 1
Inactivated
Severe allergic reaction (e.g., anaphylaxis) after a
poliovirus vaccine
previous dose or to a vaccine component
(IPV)
Pneumococcal
For PCV13, severe allergic reaction (e.g.,
(PCV13 or PPSV23)
anaphylaxis) after a previous dose of PCV7 or
PCV13 or to a vaccine component, including to
any vaccine containing diphtheria toxoid
For PPSV23, severe allergic reaction (e.g.,
anaphylaxis) after a previous dose or to a
vaccine component
Measles, mumps,
rubella (MMR)4
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html
Contraindications 1
Precautions 1
Varicella (Var)4
Hepatitis A
(HepA)
Influenza,
inactivated
injectable (IIV)
Influenza,
recombinant
(RIV)
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html
Contraindications 1
Influenza, live
attenuated
(LAIV)4, 9
Human
papillomavirus
(HPV)
Precautions 1
Meningococcal:
conjugate
(MCV4),
polysaccharide
(MPSV4)
Zoster (HZV) 4
http://www.cdc.gov/vaccines/hcp/admin/contraindications-vacc.html
134. Croup
Croup (laringotrakeobronkitis
viral) adalah infeksi virus di
saluran nafas atas yang
menyebabkan penyumbatan
Merupakan penyebab stridor
tersering pada anak
Gejala: batuk menggonggong
(barking cough), stridor,
demam, suara serak, nafas
cepat disertai tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam
Steeple sign
Pemeriksaan
Croup is primarily a clinical diagnosis
Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign),
which signifies subglottic narrowing
Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration
Berat
Gejala:
Gejala:
Terapi:
Demam
Suara serak
Batuk menggonggong
Stridor bila anak gelisah
Terapi:
Rawat jalan
Pemberian cairan oral,
ASI/makanan yang sesuai
Simtomatik
WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru
Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif
Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)
Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test
Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)
136. Tetrasklin
Tetracycline is a broad-spectrum antibiotic that crosses
placental barrier
It has a wide range of adverse effects and is known for a
unique property of being incorporated into skeletal and
dental tissues at sites of active mineralization and staining
of these tissues.
Under ultraviolet irradiation, the tissues exhibit
fluorescence, a characteristic feature of tetracycline
molecule.
Because of these adverse effects, its administration is
contraindicated during pregnancy
Discoloration of teeth was reported in children who were
on long-term tetracycline therapy
Venilla v et.al. Tetracycline-Induced Discoloration of Deciduous Teeth: Case Series. Journal of International Oral Health 2014; 6(3):115-119
Sindrom
Klinefelter
47,XXY
noninherited
Sindrom
Edward
Trisomi 18
Noninherited
Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability
It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
Sindrom
Down
Trisomi 21
noninherited Physical development is often slower than normal (Most never
reach their average adult height), delayed mental and social
development (Impulsive behavior, Poor judgment, Short attention
span, Slow learning)
Sindrom
turner
45 + XO
noninherited
Jacob Syndrome
47, XYY
Marfan syndrome Mutasi pada fibrillin (protein pada jaringan ikat tubuh).
3 dari 4 kasus
A tall, thin build, Long arms, legs, fingers, and toes and
bersifat diturunkan flexible joints, skoliosis, pektus karinatum/ ekskavatum,
Teeth that are too crowded, Flat feet.
Patogenesis &
Pathology
Prekurson wilms tumor (nephrogenic
rest-NR)
Perilobar NR dan intralobar
NR
NR dormant untuk beberapa tahun
Karakteristik
tumor
Wilms tumor :
large, multi lobular, gray or tan in
color, focal area of hemorrhage
and necrosis, biasanya terdapat
fibrous pseudocapsule
Penyebarannya :
1. Direct extension renal
capsule
2. hematogenously renal vein
atau vena cava
3. lymphatic
Metastasis : 85-95% ke paru, 1015% ke liver, 25% ke limf node
regional
Staging tumor
Menurut NWTS (National
Wilms Tumor Study)
Stage I : Tumor terbatas
pada ginjal. Tidak ada
penetrasi ke kapsul
renalis atau keterlibatan
renal sinus vessel. Tumor
tidak rupture pada saat
pengangkatan, tidak ada
residual tumor di batas
pengangkatan tumor.
Stage IV : Terdapat
metastasis
hematogenous ke paru,
liver, tulang, dan otak
Stage V: Keterlibatan
bilateral renal
Gejala Klinis
Massa dan rasa sakit pada
abdominal
Macroscopic haematuria
Hypertension
Anorexia, nausea, vomit
Pemeriksaan penunjang
Lab : Urinalisis : hematuria,
anemia, subcapsular
hemorrhage. Jika sudah
metastasis ke liver terdapat
peningkatan creatinin
CT abdominal lihat
ekstensi tumor
Chest xray lihat
metastasis ke paru
Biopsi
CT scan in a patient
with a right-sided
Wilms tumor with
favorable histology.
Gross nephrectomy
specimen shows a Wilms
tumor pushing the
normal renal
parenchyma to the side.
Manajemen
Surgical :
- Keterlibatan kidney unilateral
- Tumor tidak melibatkan organ visceral
Chemotherapy
Radiasi
disease
Renal cell
carcinoma
neuroblastoma
Wilms tumor
Wilms tumor is the most common renal malignancy in children and the
fourth most common childhood cancer
Most children with Wilms tumor present with an abdominal mass or
swelling, without other signs or symptoms. Other symptoms can include
abdominal pain (30 %), hematuria (12 to 25 %), and hypertension (25 %)
PF reveals a firm, nontender, smooth mass that rarely crosses the midline
and generally does not move with respiration. In contrast, neuroblastoma
and splenomegaly often will extend across the midline and move with
respiration
disease
Burkit limfoma
Patients with BL present with rapidly growing tumor masses and often have
evidence of tumor lysis with a very high serum lactate dehydrogenase (LDH)
concentration and elevated uric acid levels
The endemic (African) form usually presents as a jaw or facial bone tumor that
spreads to extranodal sites including the mesentery, ovary, testis, kidney, breast,
and especially to the bone marrow and meninges
The nonendemic (sporadic) form usually has an abdominal presentation
Immunodeficiency-related cases more often involve lymph nodes
BL tumor cells are monomorphic, medium-sized cells with round nuclei, multiple
nucleoli, and basophilic cytoplasm
A "starry-sky" pattern is usually present, imparted by numerous benign
macrophages that have ingested apoptotic tumor cells
hodgkin
limfoma
Activity
(tonus otot)
Tidak ada
Pulse
Tidak ada
Grimace
(reflex
irritability)
Tidak ada
respon
Appearance Sianosis
(warna kulit) seluruh
tubuh
Respiration Tidak ada
(napas)
1
tangan dan
kaki fleksi
sedikit
<
100x/menit
Menyeringai
lemah,
gerakan
sedikit
Kebiruan
pada
ekstremitas
Lambat dan
ireguler
2
aktif
Kemerahan di seluruh
tubuh
Baik, menangis kuat
Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia
KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Fig. 1. DV-induced cytokine cascade. DV replicates in macrophage and is presented to recruit CD4 cells which produce hCF. hCF induces a cytokine
cascade that may lead to Th1-type response causing a mild illness, the DF or to a Th2-type response resulting in various grades of severe illness, the
DHF. Thin
line, positive induction; Interrupted line, inhibition; Thick line, damaging effect.
Pemeriksaan Penunjang
Pemantauan Rawat
Alur
Perawatan
Jenis GGA
GGA prarenal: dehidrasi, syok, perdarahan, gagal jantung, sepsis
GGA renal: pielonefritis, glomerulonefritis, nefrotoksisitas karena obat
atau kemoterapi, lupus nefritis, nekrosis tubular akut, SHU, HSP
GGA pascarenal: keracunan jengkol, batu saluran kemih, obstruksi
saluran kemih, sindrom tumor lisis, buli-buli neurogenik
Morbili/Rubeola/Campak
Pre-eruptive Stage
Demam
Catarrhal Symptoms coryza, conjunctivitis
Respiratory Symptoms cough
Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
Exanthem sign
Maculopapular Rashes Muncul 2-7
hari setelah onset
Demam tinggi yang menetap
Anoreksia dan iritabilitas
Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
Stage of Convalescence
Rash menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
membekas kecoklatan
Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar
Tindakan Pencegahan :
Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi
Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)
Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.
Morbili
KOMPLIKASI
Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2
x 200.000 IU dengan interval 24
jam.
Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:
Rubella
Togavirus
Yg rentan: orang dewasa
yang belum divaksinasi
Musim: akhir musim
dingin/ awal musim semi.
Inkubasi 14-21 hari
Masa infeksius: 5-7 hari
sblm ruam s.d. 3-5 hari
setelah ruam muncul
Asymptomatik hingga
50%
Prodromal
Anak-anak: tidak bergejala
s.d. gejala ringan
Dewasa: demam, malaside,
nyeri tenggorokan, mual,
anoreksia, limfadenitis
oksipital yg nyeri.
Enanthem
Forschheimers spots
petekie pada hard
palate
Rubella - komplikasi
Arthralgias/arthritis pada
org dewasa
Peripheral neuritis
encephalitis
thrombocytopenic purpura
(jarang)
Congenital rubella
syndrome
Infeksi pada trimester
pertama
IUGR, kelainan mata, tuli,
kelainan jantung, anemia,
trombositopenia, nodul kulit.
Scarlet Fever
Sindrom yang memiliki
karakteristik: faringitis
eksudatif, demam, dan rash.
Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci
(GABHS)
Masa inkubasi 1-4 hari.
Manifestasi pada kulit diawali
oleh infeksi streptokokus
(umumnya pada
tonsillopharynx) : nyeri
tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala,
mual, muntah, nyeri perut,
myalgia, dan malaise.
Inkompatibilitas ABO
Inkompatibilitas Rh
144. ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut
juga autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus
Wirlhof, atau purpura hemorrhagica, merupakan
kelainan perdarahan akibat destruksi prematur
trombosit yang meningkat akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan
insiden 4-8 kasus per 100.000 anak per tahun.
Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer,
biasanya pasien memiliki antibodi yang spesifik
terhadap glikoprotein membran platelet (IgG
autoantibodi pada permukaan platelet)
Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.
ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan
Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi
rubella, rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi
dengan virus hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit
berupa petekie hingga lebam.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan
risiko timbulnya perdarahan.
Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :
Tatalaksana
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan
rawat inap bila:
Medikamentosa
Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan
pelahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan
sekitar 30.000 - 50.000/L.
Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4
mg/kgBB/hari selama 4 hari.
Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam
waktu 2-4 minggu dan paling lama 6 bulan.
Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/L dan tidak memiliki
keluhan umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.
Medikamentosa
Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :
Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ L.
Paresthesias
Memory loss
Numbness
Weakness
Loss of dexterity due to loss
of vibration and position
sense
Symmetric neuropathy
legs>arms
Severe weakness, spasticity,
clonus, paraplegia and
incontinence
Subacute combined
degeneration of the dorsal
(posterior) and lateral spinal
columns
Due to a defect in
myelination
NOT ALL PATIENTS WITH B12
DEFICIENCY RELATED
NEUROLOGIC ABNORMALITIES
ARE ANEMIA OR MACROCYTOSIS
Gejala hipotermia
Vasokonstriksi perifer
Akrosianosis
Ekstremitas dingin
Perfusi perifer
Depresi SSP
Letargi
Bradikardia
Apnea
Poor feeding
Peningkatan
metabolisme
Hipoglikemia
Hipoksia
Asidosis metabolik
Peningkatan tekanan
arteri pulmonal
Respiratory distress
Takipnea
Tanda kronik
Penurunan BB
BB tidak bertambah
Kontraindikasi KMC
Milk Allergy
Definisi
Manifestasi
klinis
Pemeriksaan
Klinis
Analisis tinja :
Metode klini test
Kromatografi tinja
pH tinja tinja bersifat
asam
Pemeriksaan radiologis
lactosa-barium meal
Ekskresi galaktosa pada urin
Uji hidrogen napas
Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
Faktor risiko
FAKTOR RISIKO
1.
Bedah caesar
2.
3.
4.
Polihidramnion
DIAGNOSIS
Cukup bulan/kurang bulan
Sesak napas saat atau
segera setelah lahir
Sesak akan membaik dalam
24 jam pertama,
menghilang dalam 72 jam
Foto torak
Foto toraks usia <6 jam ~
PMH
855
Tatalaksana
Tidak ada penanganan khusus
Jarang perlu perawatan level 2 atau 3
Makanan per oral setiap 3 jam melalui sonde
lebih dianjurkan
856
(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial
dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan
dengan perbaikan klinis.
OBSTETRI &
GINEKOLOGI
Uterotonika
1 menit setelah bayi
lahir
Oksitosin 10 unit IM di
sepertiga paha atas
bagian distal lateral
Dapat diulangi setelah
15 menit jika plasenta
belum lahir
Peregangan Tali
Pusat Terkendali
Tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke
arah dorso-kranial secara
hati-hati
Massase
Uterus
Letakkan telapak
tangan di fundus
masase dengan
gerakan melingkar
secara lembut hingga
uterus berkontraksi
(fundus teraba keras).
Pelepasan Plasenta
Pelepasan Plasenta
Retensio plasenta
Plasenta atau bagian-bagiannya
dapat tetap berada dalam uterus >
30 menit setelah bayi lahir
Etiologi
Plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi
belum dilahirkan
Inversio Uteri
Syok hipovolemik
Perdarahan post partum
Sepsis purpura
Subinvolusi uteri
http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf
Karakteristik
Gonorrhea
Trikomoniasis
Vaginosis bakterial
Kandidosis vaginalis
153. TRIKOMONIASIS
Oval, panjang 4-32 m dan
lebar 2,4-14,4 m, memiliki
flagella
Tidak memiliki bentuk kista
Terapi Metronidazole
2 gram, dosis sekali minum
(single dose)
250 mg 3 kali sehari selama 710 hari
500 mg 2 kali sehari selama 5-7
hari
Dapat digunakan untuk
kehamilan trimester
berapapun (CDC)
Indikasi
Kesalahan penggunaan kontrasepsi
Wanita korban perkosaan kurang dari 72 jam
Cara Kerja
Merubah endometrium sehingga tidak memungkinkan implantasi
hasil pembuahan
Mencegah ovulasi / menunda ovulasi dengan mencegah
pengeluaran LH
Mengganggu pergerakan saluran telur (tuba fallopi)
Efek Samping
mual, muntah (bila terjadi dalam 2 jam pertama sesudah minum pil
pertama atau kedua, berikan dosis ulangan), perdarahan/bercak.
Anemia
Hydramnion
Preeklampsia
Kelahiran prematur
Perdarahan postpartum
SC
Fetal
Malpresensi
Plasenta previa
Solusio Plasenta
KPD
Prematuritas
Prolaps plasenta
IUGR
Malformasi kongenital
NUR 352
GYNAECOLOGY NURSING
883
NUR 352
GYNAECOLOGY NURSING
884
Anatomy
Ampulla
Isthmus
Infundibulum
Fimbria
Laparoscopic
Pomeroy
Parkland
Irving
Uchida
Electrocoagulation (Mono
and Bi -Polar)
Falope Ring
Hulka Clip
Filshie Tubal Ligation
System
Hysteroscopy
Essure
Adiana
Timing
Post Partum
Post Abortion
Interval
Laparoscopy
Interval Only
Technique
Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Tubal Ligation or Excision
Electrocoagulation
(Unipolar, Bipolar)
Mechanical Devices (Clips,
Rings)
Laparotomy
Female Sterilization In: Landry E, ed. Contraceptive Sterilization: Global Issues and Trends. New York: Engender Health; 2002: 139-160
Tied
Cut
Final result
Pregnancy After Tubal Sterilization with Bi-Polar Electrocoagulation. Obstetrics and GYN. August 1999 Volume
94. Herbert B Petterson et al for the CREST Working Group
VASECTOMY
Kontrasepsi Mantap
Keuntungan
Kerugian
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Kompresi bimanual
Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis
Berhasil
ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
Identifikasi sumber
perdarahan lain
Laserasi jalan
lahir
Hematoma
parametrial
Ruptur uteri
Inversio uteri
Sisa fragmen
plasenta
Tidak berhasil
Terkontrol
Transfusi
HISTEREKTOMI
Perdarahan masih
Transfusi
Patofisiologi
Kadar estrogen terlalu tinggi/rendah pembengkakan
gusi, proliferasi selular, >> inflamasi
Progesteron >> pelebaran pembuluh darah
Perubahan hormon dalam saliva pertumbuhan bakteri
>> plak gigi
Bakteri penyebab: Porphyromonas gingivalis,
Fusobacterium nucleatum,
Treponema denticola
http://www.hindawi.com/journals/mi/2015/623427/
Tatalaksana
Sebaiknya dimulai sedini mungkin
Pada pasien dengan riwayat prematuritas atau BBLR
diberikan antibiotik
Antibiotik spektrum luas, DOC: antibiotik beta laktam dan
penisilin
Alergi penisilin: makrolida (eritromisin, klindamisin,
azitromisin)
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/20295.pdf
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Kehamilan
Presumptive
sign
Probable
sign
Positive
Diagnostic
test
Amenorrhea
Breast fullness, nause & vomiting
Uterine enlargement
Hegar sign: softening of uterine isthmus, occurs by 6-8 weeks.
Chadwick sign: vaginal & servical cyanosis
Beta HCG: 1 week after embryio implantation or within days of
the 1st missed menstrual period
Fetal heart tones: can be detected 9-10 weeks by Doppler
Fetal movement are first felt at 16-18 weeks
USG: gestational sac at 5-6 weeks
Evans AT, Le Hew HW. Prenatal care. Manual of obstetrics. 7th ed. Lipincott Williams & Wilkins; 2007.
Further reading: DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecol ogy. McGraw-Hill; 2007.
1. http://www.glowm.com/?p=glowm.cml/section_view&articleid=310
2. DeCHerney AH, et al. Normal pregnancy & prenatal care. Current diagnosis & treatment in obstetrics & gynecology. McGraw -Hill; 2007.
Fungsi Hormon
Fungsi estrogen dalam kehamilan :
1.Pembesaran uterus
2.Pembesaran payudara dan pertumbuhan struktur duktus payudara
3.Pembesaran genitalia eksterna wanita
Progresteron
Prolaktin
LH
HCG
PLANO TEST
Di laboratorium
Bentuk: Kit neo planotest
duoclon
Sampel: urin
Metode: melihat adanya
aglutinasi saat
pencampuran (positif)
Alat tes kehamilan terdiri dari membran yang dilapisi oleh antibodi anti HCG pada
daerah tesnya
Adanya hormon HCG pada urin akan terikat pada antibodi anti HCG dan
menimbulkan perubahan warna
Testpack: Keterbatasan
Peningkatan kadar hCG dapat muncul selain pada kehamilan (mis.
Penyakit trofoblastik)
Positif palsu dapat muncul, terutama bila tidak mengikuti petunjuk
penggunaan
Tidak bisa membedakan kehamilan biasa dnegan kehamilan ektopik
Abortus spontan dapat menunjukkan hasil yang tidak pasti pada testpack
Diagnosis pasti tidak boleh ditegakkan hanya dari satu kali tes, namun
harus ditegakkan oleh dokter setelah pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang menyeluruh
Hasil negatif dari sampel wanita diawal masa kehamilan dapat terjadi
akibat konsentrasi hCG yag masih rendah. Pada kasus ini, tes harus
diulang dengan sampel urin segar sekitar min. 2 hari setelah tes pertama
Manuver
McRobert
Penekanan
Suprasimfisis
Manuver Lain
Manuver
Manuver Brandt Andrew
Manuver Lovset
Manuver Simpson
Manuver Kristeller
Manuver McRoberts
Kegunaan
Penarikan tali pusat secara terkendali saat ada
kontraksi uterus dan menahan bagian bawah
uterus kearah kepala pasien
Termasuk salah satu prosedur partial breech
extraction
Suatu tindakan mendorong perut ibu saat
persalinan untuk membantu kekuatan kontraksi
agar bayi bisa lahir
Digunakan saat terjadi distosia bahu dengan cara
hiperfleksi tungkai bawah ibu kearah abdomen
Cara Muller
Cara Lovset
Perasat Bracht
Bokong janin dipegang hingga kedua ibu jari penolong
ada pada bagian belakang pangkal paha & empat jarijari lain berada pada bokong janin (gambar 1)
Ibu meneran arahkan punggung anak ke perut ibu
(hiperlordosis )sampai kedua kaki lahir pegangan
dirubah sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada
lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari
berada pada pinggang janin (gambar 2)
Dengan pegangan tersebut gerakan hiperlordosis
dilanjutkan sedikit kearah kiri/kanan sesuai dengan
posisi punggung anak dilakukan sampai lahir muluthidung-dahi & seluruh kepala anak
Saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin
Perasat Muller
Perasat Lovset
Perasat Klasik
Waktu Pascapersalinan
Ciri Khusus
Catatan
MAL
Mulai segera
Kontrasepsi
Kombinasi
Dapat dipasang
langsung
pascapersalinan
Kontrasepsi
Progestin
AKDR
Kondom/Sper
misida
Insersi postplasental
memerlukan petugas terlatih
khusus
Waktu
Pascapersalinan
Diafrag
ma
Tunggu sampai
6mg
pascapersalinan
KB
Tidak
Alamiah
dianjurkan
sampai siklus
haid kembali
teratur
Ciri Khusus
Catatan
Tidak ada
Perlu pemeriksaan
pengaruh
dalam oleh
terhadap laktasi
petugas
Tidak ada
Suhu basal tubuh
pengaruh
kurang akurat jika
terhadap laktasi
klien sering
terbangun malam
untuk menyusui
< 1,2 cm/jam pada primigravida dan < 1,5 cm per jam pada
multipara
Faktor predisposisi
Primigravida, terutama primi tua
Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks
Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion
HIS NORMAL
Selama kehamilan: kontraksi ringan (Braxton-Hicks)
Kehamilan > 30 minggu: kontraksi lebih sering
Kehamilan > 36 minggu: kontraksi lebih meningkat dan lebih kuat
Awal Kala I
Tiap 10 menit sekali, lama 20-40 detik
Selama Kala I
Meningkat 2-4 kali/10 menit, lama 60-90 detik
Kala II
4-5 kali/10 menit, lama 90 detik, disertai periode relaksasi
Pemantauan Manual
Pantau his selama 10 menit, telapak tangan ditelakkan di fundus untuk
mengetahui kekuatan dan lama kontraksi
Pantau DJJ dan lihat tanda-tanda hipoksia
Lakukan pencatatan pada partograf
http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234
2.
3.
a.
b.
Oksitosin drips 5-10 IU dalam 500 cc dextrose 5%, dimulai dengan 12 tpm,
dinaikkan 10-15 menit sampai 40-50 tpm. Tujuan: agar serviks dapat
membuka
Bila his tidak >> kuat setelah pemberian oksitosin stop istirahat
Pada malam hari berikan obat penenang (valium 10 mg) ulang lagi
pemberian oksitosin drips
Bila inersia uteri + CPD seksio sesaria
Bila semula his kuat inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips
tidak berguna Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria)
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
DIAGNOSIS
PERDARAHAN
SERVIKS
BESAR UTERUS
GEJALA LAIN
Abortus imminens
Sedikit-sedang
Tertutup lunak
Sesuai usia
kehamilan
Tes kehamilan +
Nyeri perut
Uterus lunak
Abortus insipiens
Sedang-banyak
Terbuka lunak
Abortus inkomplit
Sedikit-banyak
Terbuka lunak
Abortus komplit
Sedikit-tidak ada
Tertutup atau
terbuka lunak
Sedikit atau
tanpa nyeri
perut
Jaringan keluar
Uterus kenyal
Abortus septik
Perdarahan berbau
Lunak
Membesar, nyeri
tekan
Demam
leukositosis
Missed abortion
Tidak ada
Tertutup
Tidak terdapat
gejala nyeri
perut
Tidak disertai
ekspulsi jaringan
konsepsi
165.
Abortus Imminens
Abortus Komplit
Abortus Insipiens
Abortus Inkomplit
Missed Abortion
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Tatalaksana
Abortus Inkomplit
Abortus Komplit
Hydatidiform Mole
Extremely high hCG level mimic TSH
Hyperthyroidism
blocker (propanolol)
Mengurangi gejala akut hipertiroid
Efek samping pada kehamilan akhir: hipoglikemia pada
neonatus, apnea, dan bradikardia yang biasanya bersifat
transien dan tidak lebih dari 48 jam
Dibatasi sesingkat mungkin dan dalam dosis rendah (10-15
mg per hari)
Abalovich M, Amino N, Barbour LA, Cobin RH, Leslie J, Glinoer D, et al. Management of Thyroid Dysfunction during Pregnancy and
Postpartum. J. Endocrinol. Metabolism. 2007; 92(8): S1-S47
Indikasi Pembedahan
Dibutuhkannya obat anti tiroid dosis besar
(PTU >450 mg atau methimazole >300 mg)
Timbul efek samping serius penggunaan obat
anti tiroid
Struma yang menimbulkan gejala disfagia,
atau obstruksi jalan napas
Tidak dapat memenuhi terapi medis (misalnya
pada pasien gangguan jiwa)
Mola Hidatidosa:
Tatalaksana
Pemeriksaan His
Sifat kontraksi otot rahim
Setelah kontraksi tidak berelaksasi kembali ke keadaan
sebelum kontraksi, tetapi menjadi sedikit lebih pendek
tonusnya dibanding sebelum kontraksi (retraksi)
membantu rongga rahim mengecil dan anak secara perlahan
didorong ke bawah dan tidak naik lagi keatas setelah his
hilang segmen atas makin tebal dengan majunya
persalinan, juga setelah bayi lahir
Kontraksi tidak sama kuatnya,
tetapi paling kuat didaerah fundus
uteri dan berangsur berkurang
kebawah. Kontraksi yang paling
lemah terjadi pada segmen bawah
rahim
Pemeriksaan His
Awal persalinan kontraksi uterus selama 15-20 detik
Fase aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata
60 detik
Dalam satu kali kontraksi selama 3 fase, yaitu fase naik,
puncak dan turun
Pada saat fase naik lamanya 2 kali fase lainnya
Faktor Predisposisi
Multiparitas
Kehamilan multipel
Ketuban pecah dini
Hidramnion
Tali pusat yang panjang
Malpresentasi
171. Partograf
Tujuan Utama
Partograf: Umum
Denyut jantung janin: setiap 12 jam
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap
12 jam
Nadi: setiap 12 jam
Pembukaan serviks: setiap 4 jam
Penurunan: setiap 4 jam
Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4
jam
Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2-4 jam
Garis waspada
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada waspadai
kemungkinan adanya penyulit persalinan
Jika persalinan telah berada di sebelah kanan garis bertindak yang sejajar dengan
garis waspada perlu segera dilakukan tindakan penyelesaian persalinan
Partograf
Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Catat obat dan cairan yang diberikan di kolom yang
sesuai. Untuk oksitosin dicantumkan jumlah tetesan
dan unit yang diberikan
Kondisi Ibu
Catat nadi ibu setiap 30 menit dan beri tanda titik
pada kolom yang sesuai. Ukur tekanan darah ibu tiap
10 menit dan beri tanda pada kolom yang sesuai.
Temperatur dinilai setiap dua jam dan catat di tempat
yang sesuai
Jadwal ANC:
Royal College of Obstetric & Gynaecologist
Faktor Predisposisi
Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Hidramnion
Gemelli
Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Plasenta: Tata
Laksana
Solusio
Tatalaksana
Tatalaksana
Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
Lengkap ekstraksi vakum
Belum ada/ lengkap SC
Kenyal, tebal, dan tertutup SC
Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
DJJ normal, lakukan seksio sesarea
DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
pecahkan ketuban dengan kokher:
Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
174. TORCH
Infeksi TORCH
T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus (CMV)
H=herpes simplex (HSV)
Famcyclovir
Valacyclovir
Famcyclovir
Valacyclovir
(1 gm BID for 1
day)
1 gram once
daily for 5 days
Tipe Tenggelam
Secondary drowning/near drowning
Korban masih hidup atau masih bisa diselamatkan
saat hampir tenggelam. Namun setelah dilakukan
resusitasi selama beberapa jam, akhirnya korban
meninggal.
Immersion syndrome
Korban meninggal tiba-tiba saat tenggelam pada air
yang sangat dingin
Akibat refleks vagal
PEMERIKSAAN KHUSUS
PADA KASUS TENGGELAM
Terdapat pemeriksaan khusus pada kasus mati
tenggelam (drowning), yaitu :
Percobaan getah paru (lonset proef)
Pemeriksaan diatome (destruction test)
Pemeriksaan kimia darah (gettler test & Durlacher
test).
Tes Diatom
TES DIATOM
Diatom adalah alga atau ganggang
bersel satu dengan dinding terdiri
dari silikat (SiO2) yang tahan panas
dan asam kuat.
Breach of duty
Ada kegagalan atau kelalaian dokter dalam memenuhi
kewajibannya dalam merawat atau mengobati pasien.
Injury
Ada kerusakan atau kerugian materi dan imateriil yang
timbul dari kelalaian tersebut, misalnya biaya, hilangnya
kesempatan mendapat penghasilan.
Proximated cause
Ada hubungan langsung atau sebab akibat yang jelas
antara tindakan dokter dengan kerugian yang dialami
pasien.
Breach of Duty
Breach of duty dapat berupa:
Nonfeasance: Tidak melakukan tindakan medis yang
merupakan kewajiban baginya. Misalnya: pasien syok
tetapi tidak ditangani syoknya.
Misfeasanse : Melakukan pilihan tindakan medis yang
tepat tetapi prosedurnya tidak tepat. Misalnya: pasien
apendisitis akut dioperasi, tetapi gunting tertinggal di
abdomen pasien.
Malfeasanse : melakukan tindakan yang jelas melanggar
hukum. Misalnya: dokter melakukan abortus provokatus
kriminalis.
177. ASFIKSIA
Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan
berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan
berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan
tubuh akibat gangguan pertukaran antara
oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru
dengan karbon dioksida dalam darah kapiler
paru-paru.
Asfiksia Mekanik
Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (gagging dan choking)
Pembekapan
Obstruksi mekanik aliran udara dari
lingkungan sekitar ke dalam mulut dan atau
rongga hidung, yang menghambat pemasukan
udara ke paru-paru, dengan cara menutup
mulut dan hidung. Penutupan lubang hidung
dan mulut bisa menggunakan tangan, bantal,
atau kantong plastik.
178. KODEKI
Pasal 4: Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat
memuji diri.
Pasal 5: Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 7:Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a: Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion)
dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b: Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien
Pasal 7c: Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d: Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 9: Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Penjelasan
KODEKI
pasal 3
Penjelasan
KODEKI
pasal 3
Dead born child, di sini bayi memang sudah mati dalam kandungan.
Bila kematian dalam kandungan telah lebih dari 2 3 hari akan
terjadi maserasi pada bayi. Ini terlihat dari tanda-tanda:
WEWENANG PENYIDIK
TERTULIS (RESMI)
TERHADAP KORBAN, BUKAN TERSANGKA
ADA DUGAAN AKIBAT PERISTIWA PIDANA
BILA MAYAT :
IDENTITAS PADA LABEL
JENIS PEMERIKSAAN YANG DIMINTA
DITUJUKAN KEPADA : AHLI KEDOKTERAN FORENSIK /
DOKTER DI RUMAH SAKIT
Pengantar Medikolegal, Budi Sampurna
Luka Berat
Pasal 90 KUHP menyatakan bahwa luka berat, adalah:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan
akan sembuh sama sekali, atau
Yang menimbulkan bahaya maut
Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas
jabatan atau pekerjaan pencarian
Kehilangan salah satu pancaindera
Mendapat cacat berat
Menderita sakit lumpuh
Terganggunya daya pikir selama lebih dari empat minggu
Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan
Luka yang memenuhi salah satu kriteria pada pasal 90 KUHP
merupakan luka derajat tiga atau luka berat. Jika luka tersebut
tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka lukanya termasuk
derajat satu atau dua.
Idris, A. Munim. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan, 2011
Non-probability Sampling
Purposive/ judgmental Sampling: sampel yang dipilih
secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.
Snowball Sampling: Dari sampel yang sedikit tersebut
peneliti mencari informasi sampel lain dari yang
dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama
jumlah sampelnya makin banyak
Quota Sampling:anggota sampel pada suatu tingkat
dipilih dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri
tertentu
Convenience sampling:mengambil sampel sesuka
peneliti (kapanpun dan siapapun yang dijumpai
peneliti)
Keluarga inti (nuclear family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak kandung.
Keluarga besar (extended family): Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak
kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu,
cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak suami atau
pihak isteri.
Keluarga campuran (blended family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung
serta anak-anak tiri.
Keluarga orang tua tunggal (single parent family): Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita,
mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anakanak mereka tinggal bersama.
Keluarga hidup bersama (commune family): Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak
yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.
Keluarga serial (serial family): Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan
mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing menikah lagi serta
memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu
keluarga.
Keluarga komposit ( composite family): keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.
Keluarga kohabitasi (Cohabitation): dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan, bisa
memiliki anak atau tidak.
Puskesmas
Dinkes
Kabupaten
Dinkes
Propinsi
Kementerian
Kesehatan
Laporan W2
Laporan mingguan KLB.
Isi laporan : jumlah penderita dan
kematian PMTKLB selama satu
minggu yang tercatat di
Puskesmas.
Pembuatan laporan setiap
minggu.
Pengiriman laporan : setiap
Senin/Selasa.
Pembuat laporan : Kepala
Puskesmas.
KRITERIA KLB
(Permenkes 1501, tahun 2010)
Posyandu Pratama
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu
yang masih belum mantap, kegiatannya belum
bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya
terbatas.
Keadaan ini dinilai gawat sehingga
intervensinya adalah pelatihan kader ulang.
Artinya kader yang ada perlu ditambah dan
dilakukan pelatihan dasar lagi.
Posyandu Madya
Rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih.
Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi,
dan Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%.
Kelestarian posyandu sudah baik tetapi masih rendah
cakupannya.
Intervensi untuk posyandu madya ada 2 yaitu :
Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang
sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD)
untuk menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya,
termasuk menentukan program tambahan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi setempat.
Posyandu Purnama
Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8 kali per tahun,
rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan
Imunisasi) lebih dari 50%.
Sudah ada program tambahan.
Intervensi pada posyandu di tingkat ini adalah :
Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk
mengarahkan masyarakat menetukan sendiri
pengembangan program di posyandu
Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh
Dana Sehat yang kuat dengan cakupan anggota minimal
50% KK atau lebih.
Posyandu Mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan
kegiatan secara teratur, cakupan 5 program
utama sudah bagus, ada program tambahan
dan Dana Sehat telah menjangkau lebih dari
50% KK.
Intervensinya adalah pembinaan Dana Sehat.
Definisi
Soal
Case fatality rate = jumlah meninggal karena
suatu penyakit/ jumlah kasus penyakit
tersebut.
Dalam hal ini, jumlah kasus tetanus
neonatorum sebesar 20 kasus, sedangkan
yang meninggal sebesar 15 kasus.
Maka case fatality ratenya adalah 15/20.
Selection Bias
Kesalahan sistematis dalam pemilihan subjek penelitian.
Misalnya:
Subjek penelitian tidak merepresentasikan kondisi populasi
sebenarnya (contoh: penelitian tentang ca paru di mana subyek
yang direkrut lebih banyak ca paru stadium awal karena subyek ca
paru stadium lanjut kebanyakan cepat meninggal. Sedangkan yang
banyak dijumpai di populasi pada umumnya adalah pasien ca paru
stadium lanjut).
Pemilihan subyek kasus dan kontrol tidak sebanding (contoh: di
kelompok kasus, subyek usianya lebih tua daripada di kelompok
kontrol, sehingga outcome di kelompok kasus lebih buruk )
Banyak subjek yang loss to follow up (contoh: awal penelitian ada
100 subyek, tapi di akhir hanya ada 40 subyek pengambilan
kesimpulan menjadi tidak valid)
Backlog fighting
Crash program
Imunisasi dalam penanganan KLB (Outbreak Response Imunization/ORI)
Imunisasi massal
Imunisasi Massal
PIN (Pekan Imunisasi Nasional)Polio: tanpa mempertimbangkan status
imunisasi polio sebelumnya, pemberian imunisasi dilakukan 2 (dua) kali
masing-masing 2 (dua) tetes dengan selang waktu 1 (satu) bulan.
Sub PIN: upaya untuk memutuskan rantai penularan polio bila ditemukan
satu kasus polio dalam wilayah terbatas (kabupaten) dengan pemberian
dua kali imunisasi polio dalam interval satu bulan secara serentak pada
seluruh sasaran berumur kurang dari satu tahun.
Catch Up Campaign Campak: dilakukan untuk pemutusan transmisi
penularan virus campak pada anak sekolah dan balita. Kegiatan ini
dilakukan dengan pemberian imunisasi campak secara serentak pada anak
sekolah dasar dari kelas satu hingga kelas enam, tanpa
mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya.
THT-KL
http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1185.html
http://www.aafp.org/afp/2007/1015/p1185.html
Tes Weber
Tes Swabach
Diagnosis
Positif
Tidak ada
lateralisasi
Sama dengan
pemeriksa
normal
Negatif
Lateralisasi ke
telinga yang sakit
memanjang
Tuli konduktif
Positif
Lateralisasi ke
telinga yang sehat
memendek
Tuli sensorineural
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
194. Otosklerosis
Penyakit pada kapsul tulang labirin yang
mengalami spongiosis di daerah kaki stapes,
stapes kaku suara tidak dapat
dihantarkan dengan baik
Insidens: paling tinggi pada kulit putih (8-10%)
Etiologi : belum pasti, namun ada keterlibatan
faktor keturunan dan gangguan perdarahan
pada stapes
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
194. Otosklerosis
Manifestasi klinis
Perempuan > laki-laki
Umumnya pada usia 11-45 tahun
Awal : tuli konduktif, dapat menjadi tuli campur
maupun tuli saraf bila menyebar ke koklea
Gangguan tinitus
Sering terjadi bilateral
Pendengaran lebih baik dalam ruangan bising
(Paracusis Willisii)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
194. Otosklerosis
Diagnosis:
Membran timpani utuh, normal, mungkin
berwarna kemerahan akibat pelebaran pembuluh
darah promontium (Schwartes sign)
Tuba paten tanpa riwayat penyakit telinga/trauma
telinga sebelumnya
Diperkuat dengan pemeriksaan audiometri nada
murni dan impedance
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Terapi
Aspirasi jarum bila pus (-) selulitis antibiotik. Bila pus (+) abses
Bila pus ada pada aspirasi jarum disedot sebanyak mungkin
Abses Retrofaring
Biasanya pada anak < 5 tahun ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa yang
menampung aliran dari hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba Eustachius & telinga
tengah > usia 6 tahun atrofi
Etiologi
ISPA limfadenitis retrofaring
Trauma dinding belakang faring (tulang ikan, tindakan medis)
TB vertebra servikalis atas (abses dingin)
Diagnosis
Berdasarkan riwayat ISPA, trauma
Foto rontgen: pelebaran ruang retrofaring > 7 mm pada anak dan dewasa,
dan pelebaran retrotrakeal > 14 mm pada anak dan > 22 mm pada dewasa
Berkurangnya lordosis vertebra servikal
Terapi
Medikamentosa dengan antibiotika dosis tinggi, parenteral
Tindakan bedah pungsi dan insisi abses dengan laringoskopi langsung
Abses Parafaring
Etiologi
Langsung, akibat tusukan jarum saat tonsilektomi
Supurasi kel. Limfa leher dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid, dan
vertebra servikal
Penjalaran infeksi ruang peritonsil, retrofaring, atau submandibula
Diagnosis
Riwayat penyakit, foto rontgen jaringan lunak AP
atau CT scan
Terapi
Antibiotika dosis tinggi parenteral untuk aerob &
anaerob
Evakuasi abses (insisi dari luar dan intra oral)
Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Abses Submandibula
Ruang Submandinbula tdd: ruang sublingual dan ruang
submaksila
Etiologi
Sumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur, kel. Limfa
submandibula
Terapi
Antibiotika dosis tinggi utk aerob &
anaerob
Evakuasi abses
Angina Ludovici
Infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa
pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses,
keras pada perabaan submandibula
Etiologi
Infeksi dari gigi atau dasar mulut
Terapi
Antibiotika dosis tinggi untuk aerob &
anaerob secara parenteral
Eksplorasi dan evakuasi jaringan
nekrosis
Serumen Obturans
Serumen obturans adalah serumen yang tidak
berhasil dikeluarkan dan menyebabkan
sumbatan pada kanalis akustikus eksternus.
Menimbulkan tuli konduktif.
Serumen dilunakkan terlebih dahulu dengan
tetes karbogliserin 10% selama 3 hari.
197. Rhinosinusitis
Diagnosis
Clinical Findings
Rinosinusitis akut 2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan
disebut subakut.
Sinusitis kronik
Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari
gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada
anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.
Sinusitis
dentogen
Sinusitis jamur
197. Rhinosinusitis
Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:
1.
2.
3.
common cold;
influenza;
measles, whooping cough, etc.
Abses apikal,
Cabut gigi.
197. Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan untuk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
197. Rhinosinusitis
198.Epistaksis
Epistaksis anterior:
Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior
Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan.
Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
Jika sumber perdarahan terlihat kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti tampon anterior 2 x 24 jam.
198. Epistaksis
Epistaksis Posterior
Perdarahan berasal dari
a. ethmoidalis posterior
atau a. sphenopalatina,
sering sulit dihentikan.
Terjadi pada pasien
dengan hipertensi atau
arteriosklerosis.
Terapi: tampon
bellocq/posterior selama
2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Pseudokista
Benjolan di daun teling yang
disebabkan oleh kumpulan cairan
kekuningan di antara lapisan
perikondrium & tulang rawan
telinga.
Biasanya pasien datang karena
benjolan di daun telinga yang
tidak nyeri & tidak diketahui
penyebabnya.
Terapi: cairan dikeluarkan secara
steril, lalu dibalut tekan sengan
semen gips selama 1 minggu
supaya perikondrium melekat
pada tulang rawan kembali.
Keloid
May develop at the same piercing site on the lobe.
Diagnosis
Clinical Findings
Rinitis alergi
Rinitis
vasomotor
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor.
Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak
& mukopurulen.
Rinitis atrofi /
ozaena
Rinitis
Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.