UNIVERSITAS PANCASILA
PROPOSAL TESIS
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FORMULASI MASKER GEL Peel-off
EKSTRAK ETANOL, ETIL ASETAT DAN N-HEKSANA BIJI ASAM JAWA
(TAMARINDUS INDICA L) TERHADAP BAKTERI PENYEBAB JERAWAT
(Propionibacterium acnes DAN Staphylococcus epidermidis)
Oleh
Weri Veranita
NPM : 5416220066
DAFTAR ISI
43
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................
TINJAUAN PUSTAKA...........................................
BAB II
B. Xyloglucan
C. Metode Ekstraksi................................................
10
12
14
F. Sterilisasi .......................................................
16
G. Antibiotik.......................................................
17
18
I. Gel..................................................................
22
25
25
M. Evaluasi...........................................................
26
N. Monografi Bahan...............................................
31
35
35
B. Kerangka konsep...............................................
35
C.
35
D. jenis Penelitian..................................................
36
36
36
37
37
39
A. Bahan................................................................
39
B. alat ...................................................................
39
41
DAFTAR PUSTAKa
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kosmetik merupakan salah satu bagian terpenting dari penampilan dengan
beragam jenis dan merknya diantaranya bedak, krim muka dan masker (1).
Masalah kulit wajah seringkali menjadi sorotan. Salah satu masalah kulit wajah
yang sering dijumpai, yaitu timbulnya jerawat. Jerawat adalah suatu keadaan poripori kulit yang tersumbat sehingga menimbulkan kantung nanah. Peradangan
yang terjadi pada jerawat dapat dipicu oleh bakteri Propionibacterium acne,
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (2)
Munculnya jerawat sangat mengganggu penampilan seseorang sehingga akan
segera mencari solusi untuk menghilangkan jerawat. Salah satunya penggunaan
antibiotik sebagai solusi untuk jerawat yang beberapa dekade ini masih banyak
diresepkan Akan tetapi penggunaan antibiotik sebagai pilihan pertama
penyembuhan jerawat harus ditinjau kembali untuk membatasi perkembangan
resistensi antibiotik (1) Saat ini mulai banyak yang memilih back to nature dalam
pengobatan jerawat karena efek samping lebih ringan dari pengobatan secara
medis. Salah satu tanaman yang berpotensi untuk mneghilangkan jerawat adalah
asam jawa.
Asam Jawa tumbuhan dengan batang pohon pendek dan besar, serta bunga
yang kuning dan buah yang bewarna kecoklatan dengan buah yang berwarna
kecoklatan. Tumbuhan ini banyak dijumpai di beberapa negara sekitar Afrika dan
di Asia Tenggara (seperti Thailand, Malaysia dan Indonesia). Tumbuhan ini
khususnya di Indonesia, didapat di daerah Madura, Mojokerto, Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara Timur. Secara umum, daging buah asam jawa digunakan
sebagai bahan bumbu masakan, sedangkan bijinya merupakan limbah. Biji asam
jawa mempunyai bagian 30% dari buah asam jawa keseluruhan (1) Biji asam
mengandung dengan kandungan tinggi polisakarida yang digunakan untuk
menyimpan energi.
menjaga kekencangan dan keremajaan kulit (7) Lamb dan Cushnie (2005)
menyatakan bahwa flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antifungi, antiviral dan
antibakteri.
Tamarindus indica juga terbukti memiliki aktivitas antibakteri pada penelitian
yang dilakukan oleh Doughari (2006). Pada penelitian tersebut, ekstrak air, aseton
dan etanol dari buah asam jawa diujikan pada beberapa bakteri Gram negatif
meliputi Escherichia coli, Proteus mirabilis, Pseudomonas aerugenosa, Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi, Shigella flexnerri, serta kebeberapa bakteri Gram
positif yang meliputi Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan Streptococcus
pyogenes. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan ekstrak aseton buah asam
jawa memiliki daya hambat pertumbuhan yang besar pada Staphylococcus aureus
dengan zona diameter inhibisi sebesar 11 cm. Berdasarkan data penelitian tersebut
disimpulkan bahwa Tamarindus indica memiliki aktivitas antibakteri spektrum
luas .
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian mengenai uji
antibakteri formulasi masker gel ekstrak etanol, etil asetat dan n-heksana biji asam
jawa (Tamarindus indica L) terhadap bakteri Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus epidermidis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ekstrak biji asam jawa (Tamarindus indica L.) dapat
diformulasikan menjadi sediaan masker dalam bentuk gel peel-off?
2. Apakah sediaan masker gel peel-off ekstrak biji asam jawa memiliki
aktivitas antiacne?
3. Apakah sediaan masker gel peel-off antioksidan ekstrak biji asam jawa
(Tamarindus indica L.) stabil dalam penyimpanan?
4. Dari ketiga ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana biji asam jawa
(Tamarindus indica L.) formulasi menakah yang meberikan efek antiacne
paling besar terhadap bakteri penyebab jerawat Propionibacterium acnes
dan Staphylococcus epidermidis.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui apakah ekstrak biji asam jawa dapat dibentuk menjadi masker
gel peel-off.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan masker gel peel-off dengan uji DPPH.
3. Mengetahui kestabilan dari sediaan masker gel peel-off antioksidan ekstrak
biji asam jawa (Tamarindus indica L.).
4. Mengetahui antiacne paling besar terhadap bakteri penyebab jerawat
Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan
biji asam jawa (Tamarindus indica L.) sebagai masker wajah. Masyarakat dapat
menggunakan masker yang nilainya ekonomis karena terbuat dari bahan alam.
Penelitian ini juga bisa menjadi referensi untuk produsen kosmetik yang ingin
memproduksi masker gel peel-off dari bahan alam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TAKSONOMI ASAM JAWA (Tamarindus indica L.)
: Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Leguminosales
Famili
: Leguminoceae (Fabaceae)
Subfamili : Caesalpinioideae
Genus
: Tamarindus
Spesies
.
Gambar II.1 Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
2. Morfologi (9)
Tinggi pohon antara 25-30 m dengan lingkar batang lebih dan 7 m. Pohon kuat
dan kekar, kulit batang berwarna cokelat keabu-abuan dan tidak rata
permukaannya. Cabang-cabang tanaman tidak mudah patah oleh angin dan badai.
7
Tanaman ini selalu menghijau dengan bentuk habitus (kanopi) yang indah dan
tajuk seperti kubah besar, berdaun lebat, halus, dan ringan. Tanaman asam
memenuhi syarat untuk dikerdilkan sebagai bonsai. Banyak para hobils tanaman
mengoleksi bonsai asam.
Daun asam disebut sinom. Bentuk daun mirip dengan daun petai, yakni bulat
memanjang, kecil, dan tipis. Warna daun hijau muda sampal hijau tua. Helaian
daun tersusun dalam tangkai daun. Duduk daun berhadap-hadapan seperti
berpasang-pasangan. Bunga tanaman asam termasuk bunga majemuk (cluster),
berwarna kuning pucat dan kemerah-merahan. Bunga akan membentuk buah
setelah melalui proses penyerbukan sendin atau penyerbukan silang dengan
bantuan angin dan serangga. Tanaman asam dapat berbuah pada umur 13 tahun,
meskipun ada juga yang dapat berbuah pada umur 6-8 tahun. Tanaman asam yang
sudah tua dapat menghasilkan buah sebanyak 180-225 kg per pohon.
Buah asam berbentuk polong tipis, berukuran panjang 12-15 cm, dengan bobot
(berat) antara 15-20 g. Polong (buah) asam pada umumnya bengkok. Kulit polong
berwama seperti karat besi, tipis, dan mudah pecah retak. Di dalam polong
terdapat biji (pulp) yang membungkus biji. Biji berwarna cokelat sampai cokelat
tua atau merah. Buah berukuran panjang mencapai 15 cm dan dapat berisi banyak
biji, yaitu sampai 15 butir. Buah asam yang telah masak disebut asam kawak. Biji
asam disebut klungsu, berbentuk bulat telur dan gepeng, serta bertekstur keras.
Biji berukuran panjang 15 mm dan berwarna hitam mengilap.
3. Kandungan Kimia
Buah asam jawa mengandung asam apel, asam sitrat, asam anggur. asam
tartrat, asam suksinat, pektin, dan gula invert. Buah asam jawa yang masak di
pohon per 100 gramnya mengandung nilai kalori sebanyak 239 kalori; protein 2,8
gram; lemalc 0,6 gram; karbohidrat 62,5 gram; kalsium 74 mg fosfor 113 mg Zat
besi 0,6 mg vitamin A 30 SI; vitamin B 1 0,34 mg serta vitamin C 2 mg. Kulit
bijinya mengandung phlobatanin serta bijinya mengandung albumin dan pati
(9)
Pada biji asam jawa terdapat kandungan polisakarida yang cukup besar, yaitu
sekitar 50%-60%. Polisakarida merupakan polimer alami yang berasal dari
tumbuhan (10). Dari polimer alami biji tamarind tersebut mengandung DGalactose, Xyloglucan dan D-Glucose (11)
4. Kegunaan
Zat kimia yang terkandung dalam buah asam jawa bersitat antiradang, penurun
panas. antibiotik, dan untuk menghilangkan bengkak. Berkhasiat mengobati asma,
batuk, demam, panas, rematik, sakit perut, morbili, dan biduren .Selain itu, juga
bisa mengatasi sariawan, eksim dan bisul (9) Limbah biji asam dapat
dimanfaatkan dengan mengambil polisakarida yang terkandung di dalamnya.
Polisakarida sangatlah penting bagi kebutuhan obat-obatan. Disamping itu
polisakarida dari biji tamarind dapat digunakan sebagai stabilizer, pengental, dan
gelling agent. Selain itu, polisakarida dari biji tamarind juga dapat dipakai untuk
formulasi obat yang bersifat sustained release, karena polisakarida dari biji
tamarind bersifat non carcinogenic.(3,4) Polisakarida dapat pula digunakan pada
industri tekstil yang berguna sebagai perekat atau penguat serat kain. Ekstrak biji
asam jawa signifikan meningkatkan elastisitas kulit.(1)
B. XYLOGLUCAN (2)
Xyloglucan adalah anggota kelompok polisakarida yang biasanya disebut
sebagai hemiselulosa. Xyloglucan merupakan bagian yang paling banyak terdapat
pada tumbuhan dan tergolong bahan yang fleksible. Polisakarida yang berasal dari
biji tamarin dapat diekstraksi dengan air panas pada suhu sekitar 70C.
Xyloglucan terdapat sekitar 20-30% dari daging biji sampel.
Kesamaan struktur antara hemiselulosa dan selulosa hasil yang paling
mungkin dalam homologi konformasi yang dapat menyebabkan sebuah asosiasi
non-kovalen yang kuat dari hemiselulosa dengan mikrofibril selulosa. Xyloglucan
adalah polisakarida hemicellulosic kuantitatif dominan di dinding utama dikotil
dan monokotil non-graminaceous. Xyloglucan mungkin memiliki nilai hingga
20% dari berat kering dinding primer. Gambar struktur xyloglucan dapat dilihat
dibawah ini:
10
dilakukan dengan meningkatkan kepolaran pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah
pelarut nonpolar seperti n-heksan, petroleum eter, pelarut semi polar seperti etil asetat,
kloroforom, dan terakhir pelarut polar seperti butanol dan etanol, sehingga diperoleh
fraksi yang mengandung senyawa nonpolar, semipolar, dan polar.
Propionibacterium
acnes
termasuk
dalam
kelompok
bakteri
12
Kingdom
:Bacteria
Phylum
:Actinobacteria
Class
:Actinobacteridae
Order
:Actinomycetales
Family
:Propionibacteriaceae
Genus
:Propionibacterium
Spesies
:Propionibacterium acnes
: Eukariota
Kelas (Classis)
: Schizomycetes
Bangsa (ordo)
: Eubacteriales
Suku (Familia)
: Micrococcaceae
13
Marga (Genus)
: Staphylococcus
Jenis (Spesies)
: Staphylococcus epidermidis
Metode Difusi
Metode difusi adalah suatu metode menentukan mikroorganisme dalam medium
agar dengan cara mencampurkan media agar yang cair dengan kultur bakteri. Cara
kerjanya dengan cara mengamati posisi yang berwarna bening disekeliling pencadang dan
mengukur luas area hambatan pertumbuhan mikroba uji yang disebabkan oleh zat baku
standar dan zat yang diuji (Jawetz et al, 1996). Dalam range konsentrasi tertentu, terdapat
hubungan yang linier antara peningkatan konsentrasi dengan luas daerah hambatan
pertumbuhan mikroba uji (Pelezar, 1988).
Adapun metode difusi ini dibagi atas beberapa cara (Pratiwi, 2008):
1. Cara silinder plat
Cara ini memakai alat pencadang berupa silinder tahan karat. Pada permukaan media
pembenihan dibiakkan media indikator secara merata lalu diletakkan pencadang
silinder yang berisi sejumlah sampel uji tertentu. Pencadang silinder harus benarbenar melekat pada media, kemudian diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu.
14
Setelah selesai diinkubasi, pencadang silinder diangkat dan diukur daerah hambat
pertumbuhan mikroba.
2. Cara cup plat.
Cara ini sama dengan silinder plat, hanya saja pada cara ini zat ditempatkan pada
lubang didalam media yang dilubangi dengan pelubang khusus yang mempunyai
diameter 7 mm.
3. Cara cakram
Cara ini sama juga dengan silinder plat, hanya saja plat silinder diganti dengan cara
cakram kertas. Cakram ditetesi dengan larutan sampel dan letakkan pada permukaan
media yang mengandung mikroba indikator.
2. Metode dilusi
Metode dilusi sangat penting dalam analisis mikrobiologi karena hampir semua
metode perhitungan jumlah sel mikroba mempergunakan teknik ini, seperti TPC (Total
Plat Count). Prinsip kerjanya yaitu sejumlah antimikroba diencerkan sehingga diperoleh
beberapa konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi diberikan pada suspensi
kuman dalam media. Setelah diinkubasi, diamati ada atau tidak pertumbuhan bakteri yang
ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Konsentrasi terendah yang menghambat
pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) (Pratiwi, 2008).
3. Metoda Autobiografi
Suatu metoda yang digunakan untuk melokalisasi aktivitas antimikroba pada
kromatogram. Daerah hambatnya ditandai dengan bercak pada kromatogramnya.
Konsentrasi bercak pada kromatogram ini tidak teratur dan mudah terkontaminasi oleh
mikroba udara dan membuat metoda ini rumit dalam pengerjaan. Cara lain yang bisa
digunakan untuk teknik ini adalah mengidentifikasi senyawa simulator dengan mutan
15
defisiensi sebagai uji coba organisme. Pada uji ini ditemukan zona hambatan, dimana
pertumbuhan ini akan dihasilkan secara sempurna. (Pratiwi, 2008)
Diameter zona hambatan merupakan pengukuran jumlah konsentrasi minimum
hambatan secara langsung dari antibiotik terhadap mikroba.
Tabel 1. Klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri
Diameter zona terang
>17mm
12-16 mm
7-11 mm
0
Sumber: (Ortongo and Dayap, 1996)
F. STERILISASI
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua jenis
organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri,
mycoplasma, virus) yang terdapat pada suatu benda. Metode sterilisasi dibagi menjadi
dua, yaitu metode fisik dan metode kimia. Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan
bahanbahan kimia, sedangkan metode strelisasi fisik dapat dilakukan dengan cara panas
kering maupun panas basah, radiasi, dan filter. (Hadioetomo dan Siri, 1993)
1. Sterilisasi Dengan Panas
Merupakan metode yang paling dapat dipercaya dan banyak digunakan. Metode
sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tahan panas.
-
16
dilakukan
sterilisasi
dengan
menggunakan
radiasi
dilakukan
dengan
menggunakan sinar UV. Sinar UV dengan panjang gelombang 260 nm memiliki daya
penetrasi yang rendah sehingga tidak mematikan mikroorganisme namun dapat
mempenetrasi gelas, air, dan substansi lainnya.
3. Bahan Kimia
Metode sterilisasi bahan kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia
yang mampu membunuh mikroba. Cara ini dilakukan untuk mensterilkan objek padat
yang yang sensitif terhadap panas (misalnya bahan-bahan dari
plastik).
Contoh: fenol, klorin, iodin, dan lain-lain (Hadioetomo dan Siri, 1993).
G. Antibiotika
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi (jamur) yang
dapat membasmi dan menghambat pertumbuhan mikroba jenis lain (Ganiswara, 2001).
Penisilin merupakan antibiotik pertama yang ditemukan secara kebetulan oleh
dr.
Alexander fleming (Inggris, 1938), tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan
digunakan pada permulaan perang dunia II ditahun 1941, ketika itu obat-obat antibakteri
17
sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dan luka pada saat pertempuran (Tjay,
2002).
1. Kloramfenikol
Kloramfenikol berkerja dengan cara menghambat sintesa protein kuman.
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik terhadap kuman tertentu seperti bakteri
Gram positif dan negatif, antibiotik ini dihasilkan oleh Stremptomyces venezule dan
merupakan antibiotik terpilih untuk mengobati penyakit tifus. Efek samping yang dapat
ditimbulkan berupa kelainan darah seperti anemia dan dapat berkelanjutan menjadi
leukemia, mual, muntah dan diare, kontra indikasi terjadi pada ibu hamil dan menyusui
(Ganiswara, 2001).
18
Pigmen melanin yang memberi warna pada kulit terdapat di lapisan ini.
Untuk mencapai lapisan paling atas, sel-sel ini mem butuhkan waktu sekitar 5-6
minggu. Dengan demikian, setiap 4-5 minggu manusia sebenarnya mengalami
pergantian kulit. Itu berarti juga bahwa obat jamur yang dimakan, yang akan
melekai pada lapisan basal baru akan membunuh semua jamur setelah sekitar 5
minggu, sesudah lapisan itu menjadi lapisan corneum.
Pada lapisan dermis di bawah lapisan basal terdapat ujung saraf peraba, dan
pembiluh darah kapiler. Di sini juga dapat ditemukan kelenjar keringat dan
kelenjar minyak kulit. Pada lapisan subcutis dapat ditemukan banyak pembuluh
darah, saraf, dan folikel atau akar rambut beserta otot arektor pili. Pada orang
yang gemuk, di lapisan ini juga dapat ditemukan banyak jaringan lemak.
Pengukuran kegemukan seseorang dapat dilakukan dengan memanfaatkan
pengukuran tebal lapisan ini di sekitar tulang belikat dan bagian belakang lengan
atas. Pada wanita hamil, bagian ini juga sering menampung cairan.
Kulit yang mengalami kerusakan mudah mengalami regenerasi atau
perbaikan, tetapi jika kerusakan lebih dalam dan lapisan dermis, biasanya tempat
yang rusak akan diisi oleh jaringan ikat. Untuk mempercepat penyembuhan luka
yang terbuka, biasanya kedua pinggiran luka didekatkan melalui penjahitan atau
dijepit.
Adakalanya kerusakan kulit sedemikian lebar sehingga diperlukan operasi
plastik. Pada operasi ini lapisan epidermis kulit yang baik diiris dengan
dermatome dan dilekatkan pada bagian yang akan ditutup. Pembuluh darah di
tempat luka akan mempertahankan kulit yang ditempel (skin-graft) sehingga
tumbuh menutup luka di pihak lain lapisan basal yang masih tersisa di bagian
yang diris akan tumbuh kembali sehingga di bagian ini pun kulit akan menutup
menjadi seperti semula. Keseluruhan proses dapat berlangsung selama sekitar 6
minggu.
2. Permeabilitas dan Penetrasi Kulit (18)
Reaksi positif kulit terhadap pemakaian kosmetik merupakah hal yang sangat
diinginkan oleh pembuat dan pemakai kosmetik. Untuk dapat memberikan reaksi,
kulit harus sedikit banyak dipenetrasi oleh kosmetik. Untuk itu permeabilitas dan
cara penetrasi kulit perlu dipelajari.
19
20
Perbedaan ras warna kulit, misalnya antara Asia yang cokiat dan Eropa
(Kaukasia) yang putih serta pandangan mengenai kecantikan (aesthetic
behavior) yang berbeda menyebabkan efek kosmetik yang berbeda.
b. Faktor kosmetika.
21
c. Faktor lingkungan
Di negara-negara tropis seperti Indonesia, matahari yang bersinar
terik praktis sepanjang hari sepanjang tahun menyebabkan kulit lebili
berkeringat dan berminyak. Karena itu, jika kosmetik pelembab
(moisturizer) yang lengket berminyak untuk kulit orang Eropa yang
kering di iklim dingin digunakan oleh orang Asia, kosmetik ini dapat
merangsang terjadinya jerawat (acnegenic). Begitu pula tabir surya
yang mengandung PABA (Para Amino Benzoic Acid) yang populer
untuk mencoklatkan kulit di Eropa, di Indonesia tidak disukai dan
berbahaya karena PABA bersifat photosensitizer jika terkena sinar
matahari terik.
d. Interaksi ketiga faktor tersebut
I. GEL (12, 14, 16)
Sediaan Gel atau Jeli merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi
yang terbuat dari partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan. Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan
sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika
masa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel
ini dikelompokkan dalam sistem dua fase. Polimer-polimer yang biasa digunakan
untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen,
agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti metil
selulosa,
hidroksietilselulosa,
karboksimetilselulosa,
dan
karbopol
yang
merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel
dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan
dengan sifat mengembang dari gel.
1. Keuntungan Gel (20 21)
Keuntungan dari sediaan gel diantaranya adalah memberi efek pendinginan
pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang jernih dan elegan, pada
pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis,
22
topical.
Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi
atau BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan
atau digunakan.
Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga
pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu.
Contoh polimer seperti HPMC dapat terlarut hanya pada air yang
dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada
Zat Aktif
Gelling Agent
23
Carbopol (Carbomer)
Membentuk
Alginat
Terdiri rantai linier asam uronik yang larut dalam air. Dipasarkan dalam
bentuk
sodium,
potasium,
ammonium
alginat,
digunakan
dengan
konsentrasi 5-10%
Humektan
Substansi yang mengasorbsi atau membantu substansi lain agar dapat
mempertahankan kelembaban. Sifatnya higroskopis . Contohnya gliserin,
propilenglikol, litiumklorida, xylitol, sorbitol, dll.
Stabilizer
Basis dan obat yang sensitif terhadap logam berat perlu diproteksi
dengan chelating agent seperti EDTA.
5. Syarat Gel yang Baik (12, 20)
24
saat
masker
didiamkan
selama
10-20
menit
sebelum
diangkat.
Bagi yang memiliki kulit sensitif sebaiknya memakai yang berbahan gel, sedang
untuk yang berkulit normal bisa memakai dua-duanya.
K. METODE PEMBUATAN MASKER GEL
Metode
pencampuran.
umum yang
Pencampuran
digunakan
dilakukan
adalah
pada
metode
suhu
penembangan
kamar
dan
menggunakan
homogenizer atau stamper dan mortir. Jika dalam formula terdapat serbuk, maka
serbuk harus dilarutkan dengan pelarut yang sesuai lalu campur dengan gelling
agent yang telah dikembangkan. Pengembangan gelling agent dalam pelarut yang
sesuai lalu aduk menggunakan stirrer. (12,14)
25
viskometer. Ukuran
spindel dan kecepatan putaran yang akan digunakan diatur, dan selanjutnya
alat dinyalakan, dan viskositas dari masker wajah gel akan terbaca. Satuan
viskositas adalah poise, dinyatakan sebagai shearing force yang dibutuhkan
untuk menghasilkan kecepatan 1 cm/detik antara dua bidang cairan yang
pararel dimana luas masing-masing adalah 1cm2 dan dipisahkan oleh jarak
1cm. Satuan cgs untuk poise adalah dyne detik cm -2 (yakni, dyne detik/cm2 )
atau g cm-1 detik-1 (yakni, g/cm detik). Satuan yang digunakan adalah
centipoises (cPs) 1 cp sama dengan 0.01 poise istilah fluiditas.
Ketergantungan suhu dan teori viskositas, bila viskositas gas meningkat
dengan meningkatnya suhu, maka viskositas cairan justru menurun jika
temperatur dinaikkan. Fluiditas dari suatu cairan yang merupakan kebalikan
dari viskostas akan meningkat dengan makin tingginya temperature.
Penggolongan tipe aliran adalah sebagai berikut:
a. Sistem Newton
Hukum aliran dari Newton. Bagaikan sebuah cairan di dalam balok yang
terdiri dari lapisan-lapisan molekul pararel, yang dianalogikan bagaikan
setumpuk kartu, lapisan dasar di anggap menempel pada tempatnya. Jika
bidang cairan paling atas bergerak dengan sutu kecepatan konstan, setiap
lapisan dibawahnya akan bergerak dengan kecepatan yang berbanding lurus
dengan jarak dengan lapisan dasar yang diam. Perbedaan kecepatan (dv)
26
antara dua bidang cairan dipisahkan oleh suatu jarak yang kecil sekali (dx)
adalah perbedaan kecepatan atau rate of shear (dv/dx).
b. Sistem Non-Newton
Cairan non-Newton terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
o Cairan yang sifat aliran nya tidak dipengaruhi waktu (kurva naik
berhimpik dengan kurva turun). Kelompok ini terbagi atas tiga jenis,
yakni:
-
Aliran plastis
Adanya partikel-partikel yang terflokulasi dalam suspense pekat.
Akibatnya terbentuk struktur kontinu di seluruh siitem. Adanya yield
value disebabkan oleh adanya kontak antara partikel-partikel yang
berdekatan disebabkan gaya van der waals yang harus dipecah
sebelum aliran dapat terjadi, akibatnya yield value merupakan
indikasi dari kekuatan flokulasi. Makin banyak suspense yang
terflokulasi makin tinggi yield value. Kekuatan friksi antara partikelpartikel yang bergerak dapat juga memberi andil pada yield value
tersebut.
Aliran pseudoplastik
Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis,
misalnya dispersi cair dari tragacanth, natrium alginat, metilselulosa,
dan
natrium
pseudoplastik.
karboksimetil
Sebagai
aturan
selulosa,
umum
menunjukkan
aliran
aliran
pseudoplastik
Aliran dilatan.
Pada Aliran dilatan suspensi-suspensi tertentu dengan presentasi
zat padat terdispersi yang tinggi menujukkan peningkatan dalam
daya hambat untuk mengalir dengan meningkatnya rate of shear,
pada sistem ini sebenarnya volumenya meningkat jika terjadi shear
oleh karena itu diberi istilah dilatan. Tipe aliran ini kebalikan dari
27
Aliran Tiksotropik
Aliranini didefinisikan sebagai suatu pemulihan yang isotherm
dan lambat pada pendiaman suatu bahan yang kehilangan
konsistensinya karna shearing. Seperti yang di definisikan tersebut,
tiksotropik hanya bisa diterapkan untuk shear-thinning system.
Sistem tiksotropik biasanya mengandung partikel-partikel asimetris
yang melalui berbagai titik hubungan menyusun kerangka tiga
dimensi di seluruh sampel tersebut. Pada keadaan diam struktur ini
mengakibatkan suatu derajat kekakuan pada system dan akan
menyerupai gel.
Aliran rheopeksi.
Aliran terbentuknya gel menjadi sol, pada saat stress ditiadakan,
struktur tersebut mulai terbentuk kembali, proses ini tidak akan
timbul dengan cepat, tetapi secara bertahap dan terjadi restorasi dari
konsistensi pada saat partikel-partikel asimetris berhubungan satu
dengan lainya disebabkan terjadi gerak Brown. Karena itu rheogram
yang didapat dari tiksotropik sangat bergantung pada laju yang
meningkatkan dan yang mengurangi shear serta lamanya waktu
sampel tersebut mengalami rate of shear. Dengan kata lain riwayat
sampel tersebut mempunyai efek terhadap sifat rheologi dari suatu
sitem tiksotropik. Ketika digunakan shear dan aliran dimulai,
struktur ini mulai memecah apabila titik hubungan tersebut memisah
dan partikel-parikel menjadi lurus, maka bahan tersebut akan
28
Aliran Antitiksotropik.
Gejala kenaikan dalam hal kekentalan atau hambatan (resistensi)
mengalir dengan bertambahnya waktu shear ini telah diselidiki oleh
dalam analisis rheologi dari magma magnesia. Dari penyelidikan
bahwa magma magnesia di shear berganti-ganti pada rate of shear
yang meningkat, kemudian menurun, magma tersebut akan terus
mengental (suatu peningkatan dalam shearing stress per unit shear
rate). Tetapi pada laju yang menuun dan akhirnya mencapai suatu
keadaan seimbang, di mana putaran selanjutnya dari laju shear yang
menaik-menurun tidak lagi meningkatkan konsitensi dari bahan
tersebut. Karakteristik antitiksotropik sistem keseimbangan yang
didapat seperti gel dan mempunyai kemampuan tersusupensi dengan
baik, namun mudah di tuang. Tetapi jika didiamkan, bahan tersebut
kembali ke sifat sol nya.
29
dengan alat tensile strength tester (alat uji kekuatan tarikan). Hasil percobaan
dinyatakan dalam presentase terhadap panjang permulaan untuk mengetahui
perpanjangan dan tegangan saat putus dihitung dalam dekanewton.
b. Stabilitas (24, 26, 27)
Stabilitas produk farmasi didefinisikan sebagai kemampuan dari formulasi
tertentu dalam wadah tertentu untuk mempertahankan sifat-sifat fisika,
kimiawi, mikrobiologi, terapis dan toksikologi. Definisi sediaan kosmetik
yang stabil adalah suatu sdiaan yang masih berada dalam batas yang dapat
diterima selama periode waktu penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat
dan karakteristik sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Pengukuran stabilitas produk farmasi adalah untuk memastikan bahwa
produk mempunyai karakteristik yang seragam sehingga menjamin keamanan
klinik dan efikasi dari formula. Dan dapat pula untuk menetapkan waktu
kadaluarsa suatu produk farmasi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
stabilitas dari produk farmasi meliputi stabilitas dari bahan aktif, interaksi
antar bahan aktif dan bahan inaktif pada formula, proses pembuatan , bentuk
sediaan, wadah, kondisi lingkungan selama pengangkutan, penyimpanan,
penanganan dan waktu antara pembuatan dengan penggunaan.
Stabilitas fisik dari sediaan semisolid seperti gel, penting untuk dievaluasi.
Formuasi gel yang tidak stabil dalam kondisi atau keadaan normal dapat
mengalami perubahan yang irreversible pada sifat rheologinya. Beberapa
contoh gel yang tidak stabil yaitu gel yang mengalami perubahan selama
penyimpanan dan tidak dapat lagi dikeluarkan dari wadah, gel yang
mengalami pemisahan fase baik fase cair seperti pada sineresis ataupun fase
padat pada sedimentasi dan gel yang mengalami perubahan viskositas dan
konsistensi sehingga bentuknya berubah dari semisolid menjadi cairan.
Evaluasi stabilitas produk farmasi dapat dibagi menjadi evaluasi fisik dan
evaluasi kimiawi dari formulasi, pada kenyataannya tidak dapat dipisahkan
antara keduanya karena pada faktor fisika seperti panas , cahaya, kelembaban;
dapat mempengaruhi reaksi kimiawi atau sebaliknya adanya perubahan
senyawa kimiawi menyebabkan perubahan fisik. Untuk memperoleh nilai
kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu yang
singkat, maka dapat dilakukan uji stabilitas dipercepat. Pengujian
30
membutuhkan tiga titik waktu. Jika potensi suatu formula tetap diatas 90%
dari kadarnya semula setelah penyimpanan pada berbagai temperatur selama
jangka waktu tertentu, ada kepastian yang cukup bahwa formula tersebut
memenuhi persyaratan waktu kadaluwarsa dua tahun. Waktu maksimum dan
minimum potensi sediaan sekurang-kurangnya harus 90 % dari persyaratan
label ketika disimpan pada temperatur yang disebut pada Tabel II.1 agar dapat
diperkirakan waktu kadaluwarsa selama dua tahun pada temperatur ruangan.
Tabel II.1 Waktu dan Temperatur Uji Stabilitas
Temperatur (oC)
Minimum
37
6,4 bulan
45
2,9 bulan
60
3 minggu
85
2,5 hari
Lama Pengujian
Maksimum
12 bulan
8,3 bulan
4,1 bulan
6 minggu
M. MONOGRAFI BAHAN
1. Polivinil Alkohol (PVA) (26)
Nama lain
Rumus Molekul
: (C2H4O)n
Kelarutan
: Larut dalam air panas atau air dingin. Sangat sedikit larut
dalam komponen polihidroksi yang mengandung amda
dan amina. Praktis tidak larut dalam hidrokarbon alifatik,
aromatik, klorinasi, ester, keton, propilenglikol dan
minyak.
Bobot molekul
: 30.000-200.000
Pemerian
Penggunaan
Konsentrasi
Inkompatibilitas
: Methylis parabenum
31
Nama lain
Pemerian
Kelarutan
3. Propilenglikol (11)
Nama resmi
Nama lain
Pemerian
: Propylenglycolum
: Propilenglikol
: Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa
Kelarutan
lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Penggunaan
Nama resmi
: Propylis Parabenum
Nama lain
Pemerian
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol
(95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol
P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam
larutan alkali hidroksida.
32
Suhu lebur
: Zat pengawet
5. Etanol
Nama lain
Rumus molekul
: C2H3OH
Bobot molekul
: 40,07
Pemerian
Kelarutan
Penggunaan
Konsentrasi
Inkompatibilitas
: Bahan pengoksidasi
6. Dinatrium EDTA
Nama lain
Rumus molekul
: C10H14N2Na2O82H20
Bobot molekul
: 372,24
Pemerian
Kegunaan
: Zat
pengomplek,
membentuk
antioksidan
komplek
dengan
sinergis
logam
dengan
berat
yang
dan
garamnya
juga
memberikan
: 0,005-0,1%
Inkompatibitas
7. Natrium Metabisulfit
Sinonim
33
aktivitas
Nama Kimia
: Natrium pirisulfit
Rumus molokul
: Na2S2O5
Bobot molekul
: 190,1
Pemerian
Kelarutan
dalam gliserin.
Kegunaan
Inkompatibitas
8. Air Suling
Nama lain
Rumus molekul
: H2O
Bobot molekul
: 18,02
Pemerian
Kelarutan
Kegunaan
Inkompatibitas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.METODE PENELITIAN
34
3. variable control
a. control positif adalah variabel kendali positif yang mengendalikan atau sebagai
pembanding yang berkaitan dengan variabel bebas. kontrol positif sebagai
pembanding menggunakan produk masker gel pell-off.
35
36
Data
dikumpulkan
dengan
cara
pengamatan/pemeriksaan
dengan
kestabilan sediaan, homogenitas, viskositas dan sifat alir, uji pH, kecepatan
mengering, pemeriksaan kekuatan tarikan, uji keamanan dan efektifitas
sediaan terhadap bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus epidermidis). Yang diperlihatkan melalui Diameter Daerah
Hambat (DDH) terhadap waktu penyimpanan selama 3 minggu. Untuk
melihat apakah ada perbedaan bermakna dari hasil evaluasi tersebut.
J. Tahap penelitian
1.Tinjauan pustaka (meliputi penelaahan pustaka)
2. pengumpulan dan penyiapan bahan penelitian
3. Determinasi Tanaman Asal
4. Ekstrak Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
5. pembuatan profil/identitas ekstak etanol, etil asetat dan n-heksana Biji Asam
Jawa (Tamarindus indica L.) yaitu meliputi pemeriksaan organoleptis,
ketercampuran ekstrak dan profil (bobot jenis, ph, kadar air, kadar abu, kadar abu
tak larut asam, kadar sari larut dalam alkohol dan kadungan fitokimia.
6. pemeriksaan diameter daerah hambat (DDH) ekstrak etanol, etil asetat dan n
heksana Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
7. pemeriksan bahan tambahan
8. formulasi sediaan masker gel pell-off Biji Asam Jawa (Tamarindus indica
9. Optimasi Homogenitas Sediaan Masker Gel Peel-Off
10. Evaluasi Sediaan Masker Gel peel-off
37
BAB IV
Bahan, Alat dan prosedur penelitian
38
A. Bahan Penelitian
1. Biji asam jawa
2. Etanol 96%
3. Etil asetat
4. N-heksana
5. Media perbenihan agar Mueller-Hinton (Oxoid)
6. DMSO 1%
7. bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
8. NaOH 1%
9. Bakteri Propionibacterium acnes dan Staphylococcus epidermidis
10. Polivinil alkohol
11. Propilenglikol
12. Dinatrium EDTA
13. Etanol
14. Propil paraben
15. Metil paraben
16. Akuades
B. Alat Peneltian
1. Alat gelas laboratorium (Gelas ukur, gelas piala, erlenmeyer, dll)
2. Timbangan digital
3. botol berwarna gelap (Maserasi)
4. rotary evaporator
5. alumunium foil
6. timbangan analitik
7. autoclave
8. oven
9. cawan petri
10. kasa steril
26
39
C. Prosedur penelitian
40
Ekstrak kental etanol, etil setat dan n-heksana biji asam jawa (Tamarindus
indica L.) dilakukan uji fitokimia terlebih dahulu sebelum dilakukan uji
aktivitas antibakteri mengunakan metode difusi dan agar untuk menentukan
diameter daerah hambat (DDH) untuk menentukan dosis yang akan digunakan
pada fomula masker gel pell-off. Sediaan masker gel peel-off dilakukan
pengamatan dengan uji organoleptis, homogenitas, viskositas dan sifat alir, uji
pH, kecepatan mengering, pemeriksaan kekuatan tarikan, uji keamanan dan
efektifitas sediaan terhadap bakteri penyebab jerawat (Propionibacterium
acnes dan Staphylococcus epidermidis). uji stabilitas selama 3 minggu.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Soebagio, B. S., et. Al. 2014. Ekstraksi Polisakarida Pada Biji Tamarind
(Tamarindus Indica L). Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Surabaya :
Universitas Katolik Widya Mandala hal. 1
2. Gidley, M. J. 1991. Structure and solution properties of tamarind-seed
polysaccharide. Carbohydr. Res. 214 (2), 299-314
3. V.Gupta, R.Puri, S.Gupta, S.Jain, G.K.Rao. 2009. Tamarind Kernel Gum
An Upcoming Natural Polysaccharide. India: Al-ameen College of
Pharmacy Bangalore.
4. Joseph, Joshny., SN Kanchalochama, dkk. 2012. Tamarrind seed
polysaccharide: A Promising natural excipient for pharmaceuticals.
India : Department of Pharmacy SASTRA University Nadu.
http://greenpharmacy.info/index.php/ijgp/article/view/273. Diakses 27
Maret 2015
5. Kotadiya, Rajendra. Tamarind seed polysaccharides : A novel carrier for
drug delivery systems.Vol.6, http://www.pharmainfo.net/reviews/tamarndseed-polysaccharides-novel-carrier-drug-. Diakses 28 Maret 2015
6. Tsuda, T. et. al. 1994. Antioxidative Components Isolated from the Seed of
Tamarind (Tamarindus indica, L.), J. Agric. Food Chem. 42, 2671-4.
7. Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alam dan Radikal Bebas. Yogyakarta :
Kanisius. Hal: 7, 212
8. Rukmana, Rahmat. 2005. ASAM, Budi Daya dan Pascapanen.
Yogyakarta : Kanisisus
9. Redaksi Agromedia. 2008. Buku pintar tanaman obat: 431 jenis tanaman
penggempur aneka penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka. Hal: 14
10. Sumathi.S. dan Ray, Alok.R., Release behavior of drugs from Tamarind
Seed Polysaccharide tablets.Centre for Biomedical Engineering, Indian
Institute of Technology, Delhi and All India Indtitute of Medical Sciences,
New Delhi,india. 7 Maret 2002.
11. Kotadiya, Rajendra. Tamarind seed polysaccharides : A novel carrier for
drug delivery systems.Vol.6, http://www.pharmainfo.net/reviews/tamarndseed-polysaccharides-novel-carrier-drug-... Diakses 29 Mei 2015.
42
12. Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV. Terj. Dari
Introduction to Pharmacetical Dosage Form oleh Farida Ibrahim. Jakarta:
University Indonesia Press.
13. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
14. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
15. Youngson, Robert. 1988. Antioxidant: Vitamins C and E for Health.
Terjemahan Susi Purwoko. Jakarta :Arcan
16. Titik S. et. al. 2007. Flavonoid Antioksidan Penangkap Radikal Bebas
dari Dan Kepel (Stlechocarpus burahol (B. I) Majalah Farmasi Indonesia.
18 (3). 111-6.
17. Wibowo, Daniel S. 2005 . Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta : Grasindo
18. Trenggono, Retno., Latifah, Fatma. 2007. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
19. Nadesul, Hendrawan. 2010. Cantik Cerdas Feminin: Kesehatan
Perempuan sepanjang Usia. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
20. Lachman, L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke-3.
Penerjemah Siti Suyatmi. Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1528-1529
21. Martin, A., Swarick, J., Cammarata, A. 1993. Farmasi Fisik. Edisi III Jilid
2. Terjemahan Yoshita. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
22. Winarti, Lina. 2013. Diktat Kuliah Formulasi Sediaan Semisolid
(Formulasi Salep, Krim, Gel, Pasta, Dan Suppositoria). Jember : Fakultas
Farmasi Universitas Jember
23. Jin-yao, ZHAO., et al. 2014. Human Plasma Protein Binding of Water
Soluble Flavonoids Extracted From Citrus Peels. J. Cent. South Univ.
24. Harry, Ralph G. 1973. Harrys Cosmeticology. Edisi Keenam. New York.
Chemical Publishing Co., Inc. Hal: 103-109.
25. Sinko PJ. Martins physical pharmacy and pharmaceutical sciences.
Physical chemical and biopharmaceutical principles in the
pharmaceutical science. Fifth edition. Philedelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2003, p. 5019-30, 561-9
26. Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah
Noerono, S. Edisi V. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
43
44