Anda di halaman 1dari 21

GERD

DEFINISI
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal refluks disease / GERD ) adalah
suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus,
dengan berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran
nafas1
Refluks gastroesofageal adalah fenomena biasa yang dapat timbul pada setiap orang
sewaktu-waktu, pada orang normal refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan,
karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung
yang mengalir ke esofagus segera kembali ke lambung, refluks sejenak ini tidak merusak
mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan. Keadaan ini dikatakan patologis bila
refluks terjadi berulang-ulang dan dalam waktu yang lama.
GERD terdiri dari dua tipe, yakni : NERD ( Non-erosive Reflux disease ) dan ERD
( Erosive Reflux Disease )6
ETIOLOGI
Refluks gastroesofageal terjadi sebagai konsekuensi berbagai kelainan fisiologi dan
anatomi yang berperan dalam mekanisme antirefluks di lambung dan esofagus. Mekanisme
patofisiologis meliputi relaksasi transien dan tonus Lower Esophageal Sphincter (LES) yang
menurun, gangguan clearance esofagus, resistensi mukosa yang menurun dan jenis reluksat
dari lambung dan duodenum, baik asam lambung maupun bahan-bahan agresif lain seperti
pepsin, tripsin, dan cairan empedu serta faktor-faktor pengosongan lambung. Asam lambung
merupakan salah satu faktor utama etiologi penyakit refluks esofageal, kontak asam lambung
yang lama dapat mengakibatkan kematian sel, nekrosis, dan kerusakan mukosa pada pasien
GERD.
Ada 4 faktor penting yang memegang peran untuk terjadinya GERD 5:
1. Rintangan Anti-refluks (Anti Refluks Barrier)
Kontraksi tonus Lower Esofageal Sphincter (LES) memegang peranan penting
untuk mencegah terjadinya GERD, tekanan LES < 6 mmHg hampir selalu disertai

GERD yang cukup berarti, namun refluks bisa saja terjadi pada tekanan LES yang
normal, ini dinamakan inappropriate atau transient sphincter relaxation, yaitu
pengendoran sfingter yang terjadi di luar proses menelan. Akhir-akhir ini
dikemukakan bahwa radang kardia oleh infeksi kuman Helicobacter pylori
mempengaruhi faal LES denagn akibat memperberat keadaan.Faktor hormonal,
makanan berlemak, juga menyebabkan turunnya tonus LES.5
2. Mekanisme pembersihan esofagus
Pada keadaan normal bersih diri esofagus terdiri dari 4 macam mekanisme,
yaitu gaya gravitasi, peristaltik, salivasi dan pembentukan bikarbonat intrinsik oleh
esofagus. Proses membersihkan esofagus dari asam (esophageal acid clearance) ini
sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer
yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian
air liur yang alkalis dan dibentuk sebanyak 0,5 mL/menit serta bikarbonat yang
dibentuk oleh mukosa esofagus sendiri, menetralisasi asam yang masih tersisa.
Sebagian besar asam yang masuk esofagus akan turun kembali ke lambung oleh
karena gaya gravitasi dan peristaltik. Refluks yang terjadi pada malam hari waktu
tidur paling merugikan oleh karena dalam posisi tidur gaya gravitasi tidak membantu,
salivasi dan proses menelan boleh dikatakan terhenti dan oleh karena itu peristaltik
primer dan saliva tidak berfungsi untuk proses pembersihan asam di esofagus.
Selanjutnya kehadiran hernia hiatal juga menggangu proses pembersihan tersebut.5
3. Daya perusak bahan refluks
Asam pepsin dan mungkin juga empedu yang ada dalam cairan refluks
mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus. Beberapa jenis makanan tertentu
seperti air jeruk nipis, tomat dan kopi menambah keluhan pada pasien GERD.5
4. Isi lambung dan pengosongannya
Reluks gastroesofagus lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada
keadaan puasa, oleh karena isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks.
Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan
lambung yang lamban akan menambah kemungkinan refluks tadi.5

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat


terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila1:
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan
mukosa esofagus
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak
antara bahan refluksat dengan esofagus tidak lama.
PATOGENESIS
Esofagus dan Gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah
ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat
menelan, atau aliran retrogard yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah (<3 mmHg)1
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:1
1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES (Lower esophageal sphincter) yang
tidak adekuat
2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen

Terjadinya aliran balik/ refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah . Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur ( sfingter ) disebut LES , yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran
cerna dalam satu arah dari atas kebawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi
relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi
arus balik atau refluks cairan/ asam lambung, dari bawah keatas ataupun sebaliknya.5

Gambar 3 : Patogenesis Terjadinya GERD

Faktor faktor yang mempengaruhi LES 5 :


Menaikkan tekanan
Hormon

Menurunkan tekanan

Gastrin

Secretin

Motilin

Colesistokinin

Substance P

Somastotatin
Glukagon
Polipeptida
Progesteron

Makanan

Protein

Lemak
Coklat
Pepermint

Lain-lain

Histamin

Kafein

Antasida

Rokok

Meticlopramid

Kehamilan

Domperidone

Prostaglandin

Cisapride

Morpin

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah, rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heart
burn ), bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah, gejala
ini dapat lebih buruk pada malam hari.1
Heart burn kadang-kadang dijumpai pada orang sehat, namun bila terjadi berulangulang, hal ini mempunyai nilai ramal diagnostik 60%. Yang dimaksud dengan heart burn
adalah rasa panas/ membakar yang dirasakan di daerah epigastrium dan bergerak naik ke
daerah retrosternal sampai ke tenggorok. Keluhan ini terutama timbul malam hari pada waktu
berbaring atau setelah makan. Keluhan bertambah pada waktu membungkuk, atau setelah
minum minuman beralkohol, sari buah, kopi, minuman panas atau dingin. Sebaliknya
antasida dapat mengurangi rasa sakit tadi.
Rasa tidak enak pada retrosternal ini mirip dengan keluhan pada serangan angina
pektoris. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena striktur
atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus . Odinofagia (rasa sakit saat
menelan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.
GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstra esofageal yang atipik dan
sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak ( Non Cardiac Chestpain) , suara serak
( hoarseness ) , mulut terasa asam , laringitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya
bronkiektasis atau asma. Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa
DIAGNOSIS
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, beberapa pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD, yaitu :

Endoskopi saluran cerna bagian atas


Merupakan standart baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal
break di esofagus, jika tidak ditemukan keadaan ini disebut sebagai non erosive
refluks disease (NERD). Pada kebanyakan kasus hasil pemeriksaan ini normal, atau
bisa tampak esofagitis / eppitellium barret, yang merupakan suatu keadaan praganas
dan predisposisi adenokarsinoma di sepertiga bawah esofagus. Biopsi diperlukan

untuk memastikan diagnosis, menyingkirkan etiologi radang lainnya seperti


kandidiasis atau virus (herper simpleks, Cytomegalo virus), selanjutnya endoskopi
menetapkan tempat asal perdarahan, striktur dan berguna pula untuk pengobatan
(dilatasi endoskopik)1
Tabel 1. Klasifikasi Los Angeles1
Derajat Kerusakan

Gambaran Endoskopi

Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter < 5 mm

Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm


tanpa saling berhubungan

Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh


lumen

Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi


seluruh lumen esofagus)

Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan ini diberikan kontras barium, diamati secara fluoroskopi jalannya
barium dalam esofagus, peristaltik terutama bagian distal, bila ditemukan refluks
barium dari lambung kembali ke esofagus maka hal itu dinyatakan sebagai GERD.
Sering tidak menunjukkan kelainan pada kasus esofagitis ringan. Namun pada
keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada :
1. Stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia
2. Hiatus hernia1
Pemantauan PH 24 jam
Pengukuran PH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. PH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik
untuk refluks gastroesofageal. 1

Tes Provokatif
- Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transanal dan
melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCL 0,1 M dalam waktu kurang
dari 1 jam. Bila larutan ini menimbulkan nyeri dada seperti yang biasa dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif
1

- Tes farmakologik/edrofonium
Menggunakan obat edrophorium yang disuntikkan IV untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus
secara manometri untuk memastikan nyeri dada berasal dari esofagus.1

Manometri esofagus
Tes ini akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala
nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata.1

Sintigrafi Gastroesofageal
Tes ini menggunakan cairan atau campuran makanan cair dan padat yang di label
dengan radio isitop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium . Sensitivitas dan
spesifitas tes ini masih diragukan.1
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik.
Tujuan terapi GERD adalah menghilangkan gejala, menyembuhkan esofagitis (jika
terjadi) dan untuk mencegah terjadinya komplikasi.1
Sasaran terapinya adalah asam lambung, lapisan mukosa lambung. Strategi terapinya
dengan menurunkan sekresi asam di lambung, mengurangi keasaman pada lambung, melapisi
mukosa lambung, menaikkan pH dan mengurangi terjadinya reflux, mempercepat
pengosongan lambung, memperkuat LES, faktor barier antirefluks terpenting.

Terapi untuk GERD dapat dibedakan menjadi terapi tanpa nonfarmakologi atau
modifikasi gaya hidup, terapi farmakologis atau medikamentosa, terapi bedah, terapi
endoskopik.
Berikut ini merupakan terapi non farmakologi :

Modifikasi Gaya Hidup


o Mengurangi berat badan pada pasien yang kegemukan
o menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen.
o Meninggikan posisi kepala saat tidur
o menghindari makan sebelum tidur, dengan tujuan untuk meningkatkan
bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esofagus.
o Berhenti merokok dan konsumsi alkohol, karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel.
o Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi jumlah makanan yang di
makan, karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung.
o Menghindari makanan seperti coklat, pepermint, teh, kopi, dan minuman
bersoda, karena dapat menstimulasi sekresi asam.
o Menghindari konsumsi obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti
anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiat, antagonis kalsium, agonis beta
adrenergik, progesteron1

Rekomendasi makanan dan gaya hidup pada pengobatan penyakit Refluks Esofageal
Makanan yang harus dihindari :
1. Jeruk nipis
2. Tomat
3. Bawang
4. Makanan pedas
Makanan yang dapat menyeabkan refluks :
1. Makanan yang berlemak
2. Kopi, teh, coklat, permen
Gaya hidup

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Berhenti merokok
Hindari kegemukan
Tidak mengkonsumsi alkohol
Hindari makan 3 jam sebelum tidur
Meninggikan bantal
Mengkonsumsi sedikit tetapi lebih sering makanan
Hindari tidur setelah makan
Hindari pakaian yang ketat
Tabel : rekomendasi diet dan gaya hidup dalam pengobatan GERD4

Berikut ini merupakan terapi medikamentosa 1:


Dengan 2 pendekatan yaitu step up dan step down,
1. Metode step up menggunakan obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan
sekresi asam (antagonis reseptor H2 ) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan
golongan obat penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/ PPI ).
2. Metode step down pengobatan dimulai dengan PPI dan apabila berhasil dapat
dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.

Gambar 3. Strategi pengobatan GERD

Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa :

Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman, dapat memperkuat tekanan sfingter
esofagus bagian bawah tapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis

Antagonis reseptor H2

Sebagai penekan sekresi asam, golongan ini efektif dalam pengobatan GERD jika
diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus, golongan ini hanya
efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa
komplikasi.
(1) Simetidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg
(2) Ranitidin : 4 x 150 mg
(3) Famotidin : 2 x 20 mg
(4) Nizatidin : 2 x 150 mg

Obat-obat prokinetik :
(1) Metoklopramid : 3 x 10 mg
(2) Domperidon : 3 x 10-20 mg
(3) Cisapride : 3 x 10 mg

Sukralfat ( aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat )


Obat ini tidak punya efek langsung terhadap asam lambung, obat ini bekerja dengan
cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap HCl di
esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu, cukup aman diberikan
karena bekerja secara topikal
Dosis 4x1 gram.

Penghambat pompa proton / PPI


Golongan ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD, obat ini bekerja
langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase
yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.
- Omeprazole : 2 x 20 mg.
- Lansoprazole : 2 x 30 mg.
- Pantoprazole : 2 x 40 mg.
- Rabeprazole : 2 x 10 mg.

- Esomeprazole : 2 x 40 mg.
Table 2 : Efektifitas terapi obat-obatan

Golongan obat

Mengurangi
gejala

Penyembuhan
lesi esofafitis

Mencegah
komplikasi

Mencegah
kekambuhan

Antasid

+1

Prokinetik

+2

+1

+1

Antagonis
reseptor H2

+2

+2

+1

+1

Antagois
reseptor H2 +
prokinetik

+3

+3

+1

+1

Antagonis
reseptor H2
dosis tinggi

+3

+3

+2

+2

Penghambat
pompa proton

+4

+4

+3

+4

Pembedahan

+4

+4

+3

+4

Berikut ini merupakan terapi bedah:


Pembedahan antirefluks, yaitu fundus lambung dibungkus mengelilingi esofagus
(

fundoplikasi

),

meningkatkan

tekanan

sfingter

bagian

bawah

dan

sebaiknya

dipertimbangkan pada kasus resisten dan kasus refluks esofagitis dengan komplikasi yang
tidak secara penuh responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan terapi medis
jangka panjang yang tidak menguntungkan dan gagal. Juga diindikasikan apabila terjadi
striktur yang berulang.

Gambar 5: nissen fundoplication

Berikut ini merupakan terapi endoskopi :


-

Penggunaan energi radiofrekwensi

Plikasi gastrik endoluminal

Implantasi endoskopik, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah


mukosa esofagus bagian distal, sehingga lumen esofagus bagian menjadi lebih
kecil

Indikasi terapi endoskopi pada GERD


Penderita GERD yang tidak mmerlukan terapi pembedahan yang mengalami
keadaan :
-

Peristaltik yang buruk dengan refluks yang banyak

Pasien muda yang gagal dengan terapi medikamentosa

Volume refluxate

KOMPLIKASI GERD
Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :
a. Esofagitis dan sekuelenya striktur, Barret Esofagus, adenocarcinomaEsofagitis bisa
bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan,nyeri pada dada atau
epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadihematemesis, anemia, atau
sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangandan parah dapat menyebabkan
pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus, yang
menhasilkan disfagia, dan membutuhkandilatasi esophagus yang berulang dan
fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan
metaplasia dari epitelskuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor
untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus.
b. NutrisiEsofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal
tumbuhkarena deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik
ataunasoyeyunal

atau

perkutaneus

gastric

atau

yeyunal)

atau

pemberian

melalui parenteral terkadang dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.


c. Extra esophagusGERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak
langsungterhadap refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi
ataumikroaspirasi). Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit
primer saluran

pernapasan,

dan

terciptalah

lingkaran

setan

yang

semakinmemperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi untuk GERD harus lebih


intens(biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3 sampai 6 bulan)
PROGNOSIS10
Prognosis GERD sangat baik, sekitar 80-90% yang terkena dapat sembuh dengan
bantuan antasid. Beberapa lainnya butuh pengobatan lain, teapi tidak terlalu jelas berapa lama
untuk sembuh.

FARINGITIS

Definisi
Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. 1
Etiologi
Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri
(5-40%). Respiratory viruses

merupakan penyebab faringitis yang paling banyak

teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada
Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie
virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat
menyebabkan terjadinya faringitis. 1
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab
faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak
berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica
dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. 1
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Patogenesis
Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang
berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri
ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin
ini menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil.
Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring. 10 Periode
inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam.11
Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan
bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai
akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin.10
Faktor risiko dari faringitis yaitu:12

Cuaca dingin dan musim flu

Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui
udara

Merokok, atau terpajan oleh asap rokok

Infeksi sinus yang berulang

Alergi

Klasifikasi Faringitis
1. Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan
cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi
vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. 1

Gambar 2.4. Viral Pharyngitis


Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang
disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di
seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan
HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada

pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan
pasien tampak lemah. 1
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul
bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal
dan nyeri pada penekanan. 1

Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis


Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki
kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki
kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.5
c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih
di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis. 1
2. Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik,
sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa
faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang
bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat. 1
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan
tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular. 1
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering. 1
Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti
demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil
membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba
dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan
laju endap darah dan leukosit.1,2
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung
dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang
membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose
antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri
streptococcus group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
Penatalaksanaan

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol
(isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi
dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari. 1
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group
A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi
inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada
anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri
dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan
menggunakan air hangat atau antiseptik. 1
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada
faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis
kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan
mulut. 1
Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
Komplikasi
Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler.
Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis,
otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada
pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya
paparan baru.
Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis,
dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses
Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr syndrome,
encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring. 7

TONSILITIS

Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin waldeyer.
Cincin waldeyer terdiri atas
susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid),
tonsil palatine, tonsil lingual, tonsil tuba eustachius. Penyebaran infeksi melalui udara (air
borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
Tonsilitis Kronis
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan , hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan dan
pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis
akut (Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes)
tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi golongan Gram negatif.
Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid
terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang
akan mengalami pengerutan sehingga kripiti melebar. Secara klinik kripiti ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya

menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini
disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula.
Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus
melebar dan beberapa kripiti terisi oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok,
dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.
Terapi
Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat isap.
Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis
kronik, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limfogen dan dapat terjadi endokarditis, artitis miositis, nefritis, uveitis,
ridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta
kecuriagaan neoplasama.
Indikasi tonsilektomi
The Academy of Otolaryngology Head and Surgery Clinical Indicators Compendium tahun
1995 menetapkan :
1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi
yang adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan oroasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep
apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pelmonale.
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil hilang
dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus hemoliticus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa / otitis media supurativa.
Kontra Indikasi Tonsilektomi (Ballenger, 1993):
1. Kelainan perdarahan
2. Resiko bius atau penyakit medis tak terkontrol
3. Anemia
4. Infeksi akut
Standar Derajat Klasifikasi berdasarkan rasio tonsil terhadap orofaring yang diukur diantara
pilar anterior:
0 : jika tonsil didalam fossa
+1 : jika tonsil menempati 25% orofaring
+2 : jika tonsil menempati 25-50% orofaring
+3 : jika tonsil menempati 50-75% orofaring
+4 : jika tonsil menempati >75% orofaring
Tonsilitis Akut

Etiologi
Kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan Streptococcus pyogenes
adalah penyebab terbanyak. Dapat juga disebabkan oleh virus.
Patofisiologi
Penularan terjadi melalui droplet. Terdapat peradangan umum dan pembengkakan dari
jaringan tonsila dengan pengumpulan leukosit,sel-sel epitel mati,dan bakteri patogen dalam
kripta.Mungkin adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat menjelaskan
variasi dari fase-fase patologis berikut :
1.
Peradangan biasa daerah tonsila saja.
2.
Pembentukan eksudat.
3.
Selulitis tonsila dan daerah sekitarnya.
4.
Pembentukan abses peritonsilaris.
5.
Nekrosis Jaringan.
Manifestasi Klinis
Suhu tubuh naik sampai 40 derajat celsius, rasa gatal / kering di tenggorokan, lesu, nyeri
sendi, odinofagia, anoreksia, dan otalgia. Bila laring terkena, suara akan menjadi serak. Pada
pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis; terdapat detritus
(tonsilitis folikularis), kadang detritus berdekatan menjadi satu (tonsilitis lakunaris), atau
berupa membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada
anak-anak.
Komplikasi
Otitis media akut, abses peritonsil, abses paratonsil, toksemia, septikemia, bronkitis, nefritis
akut, miokarditis, dan artritis.
Pemeriksaan Penunjang
Kultur dan uji resistensi bila perlu.
Diagnosa Banding
Angina plant vincent
tonsilitis difteri
scarlett fever
angina granulositosis.
Penatalaksanaan
Pada umumnya,penderita dengan tonsilitis akut sebaiknya tirah baring. Cairan harus
diberikan dalam jumlah yang cukup, serta makan makanan yang bergizi namun tidak terlalu
padat dan merangsang tenggorokan.Analgetik diberikan untuk menurunkan demam dan
mengurangi sakit kepala. Jika penyebab tonsilitis adalah bakteri maka antibiotik harus
diberikan. Obat pilihan adalah penisilin. Kadang-kadang juga digunakan eritromisin.
Idealnya, jenis antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil biakan. Antibiotik diberikan
antara 5 sampai 10 hari.Jika melalui biakan diketahui bahwa sumber infeksi adalah
Streptokokus beta hemolitkus grup A, terapi antibiotik harus digenapkan 10 hari untuk
mencegah kemungkinan komplikasi nefritis dan penyakit jantung rematik. Kadang-kadang
dibutuhkan suntikan benzatin penisilin 1,2 juta unit intramuskuler jika diperkirakan
pengobatan orang tidak adekuat.

Anda mungkin juga menyukai