Anda di halaman 1dari 2

Taufik Fauzan (15/378677/SP/26631)

Filosofi Batik Purworejo

Purworejo merupakan salah satu kota produksi batik yang khas baik batik tradisional
ataupun batik kontemporernya. Sebagai kota yang berdekatan dengan Kerajaan Mataram Kuno,
Purworejo hingga saat ini masih banyak meneruskan adat dan budaya yang diwariskan oleh
Kerajaan Mataram Kuno mulai abad XI diantaranya adalah budaya membatik.
Pengembangan batik tulis di Kabupaten Purworejo merupakan turun temurun dari nenek,
namun sempat mati suri hingga dikembangkan kembali tahun 2006. Waktu itu dibuat kelompok
pengrajin laras ndriyo. Laras ndriyo yang terdiri dari Desa Sumber Agung yang berjumlah
kurang lebih ada sepuluh orang dan di desa lainnya yaitu Desa Grabag, Rejo Sari, Baku Rejo,
dan Kudu kulon. Sentra batik yang terdapat di Kabupaten Purworejo tersebar di beberapa
Kecamatan yaitu di Kecamatan Banyuurip, Bruno, Purworejo, dan Bagelen.
Kondisi dan potensi yang ada di Purworejo sangat beragam. Potensi seni dan budaya
ditampilkan dalam gambar penari dolalak dan Bedug Pendowo. Potensi pertanian dan
perkebunan berupa manggis, durian dan empon-empon. Potensi peternakan berupa kambing
peranakan Ettawa. Potensi industri rakyat berupa makanan klanting, kue clorot, gula kelapa.
Semua potensi tersebut dijadikan inspirasi dalam pembuatan motif batik khas Purworejo. Motif-
motif batik khas Purworejo sering disebut motif Adi Purwo. Motif Adi Purwo adalah batik
kontemporer.
Yang membedakan motif Adi Purwo dengan batik lainnya ialah pada ragam hiasnya.
Pada batik tradisonal, dikenal dengan motif Melati secontong, Lung Kenongo, Nam Kepang,
Laras Driyo, Pisang Bali, Limaran, Lung Semongko, Buntal Kampuh, Menyan Kobar, Sidoluhur,
Sidomukti, Leler Mengeng, Parang Kawung dan masih banyak corak dengan kekhasan masing-
masing. Sedangkan pada batik Adi Purwo, ragam gambar sebagai motifnya terdiri atas gula
kelapa, padi, manggis dan durian, empon-empon, kambing PE (Ettawa), klanting dan kue clorot,
dan modang.
Penamaan ragam hias yang terinspirasi potensi daerah mempuyai makna. Misalnya, motif
gula kelapa merupakan industri rakyat di beberapa wilayah Kabupaten Purworejo. Produksinya
mencapai 2-3 kwintal per hari. Pemasarannya hingga kota besar seperti Semarang, Yogya, Solo
dan lain-lain. Motif padi, bermakna bahwa Purworejo merupakan lumbung padi di eks
Karesidenan Kedu. Areal penanaman luas ditunjang sistem irigasi teknis dan non teknis,
menggambarkan kemakmuran. Motif buah manggis dan durian, merupakan produk unggulan
dari bidang pertanian dan perkebunan di pegunungan. Motif empon-empon, yang berupa kencur,
jahe, kunyit, kapulaga, dan temulawak, merupakan bahan membuat jamu, merupakan potensi
yang dimilki masyarakat perbukitan. Motif Kambing Ettawa, merupakan potensi besar yang
dimiliki Kabupaten Purworejo. Motif Klanting dan kue clorot, merupakan makanan khas
Purworejo. Motif Modang menggambarkan tata pemerintahan di Purworejo yang utuh. Terdapat
alun-alun di tengah kota, di keilingi kantor bupati, rumah dinas bupati, Masjid, Polres, Kodim,
Gereja.
Selain itu, ragam hias pada bagian tumpal, biasanya dihiasi dengan motif penari dolalak
yaitu kesenian yang tumbuh sebagai hasil akulturasi budaya barat dan timur. Motif Bedug
Pendowo, sebagai makna potensi budaya Purworejo yang sudah dikenal di dunia. Motif bunga
cengkeh merupakan aksesoris yang terdapat pada kostum penari dolalak. Sedangkan latar dari
motif ini diberi hiasan pasiran, yang mengandung makna, bahwa Purworejo mempunyai potensi
sumber daya alam yaitu pasir besi.
Terdapat juga motif Jatayu dari Kecamatan Banyuurip dengan berbagai flora dengan
warna babaran kelengan latar putih. Lung Semongko, motif ini terdiri dari ragam hias buntal dan
lung (daun) semangka dengan warga sogan latar hitam. Mlati Secontong dari Kecamatan Grabag
yang menggunakan perpaduan ragam hias bunga dan capung, dibuat corak tirtotejo dengan
warna sogan coklat hitam dan putih. Motif Parang yang merupakan motif dari daerah Keraton
Surakarta, biasa dipakai sebagai ageman leluhur dan hanya boleh dipakai oleh raja dan sentana
dalem saja, motif ini banyak macamnya salah satunya Parang Parikesit, banyak dikerjakan oleh
pengrajin Kecamatan Bayan dengan warna dominan putih dan ungu. Warna ungu identik
Purworejo, sebuah representasi kata wungu dalam bahasa Jawa yang berarti bangun

Anda mungkin juga menyukai