Anda di halaman 1dari 18

Hepatitis Akut

Pendahuluan

Jaundis atau ikterus adalah kekuningan warna kulit, membran kojungtiva di


sklera dan beberapa cairan mukus badan disebabkan oleh hiperbilirubinemia
atau kenaikan kadar bilrubin dalam darah. Selalunya kosentrasi bilirubin darah
harus mencapai 1.5 mg/dL atau tiga kali ganda nilai normal yaitu 0.5 mg/dL,
untuk berlaku perubahan warna tadi.

Antara tisu badan yang pertama berubah menjadi warna kuning apabila kadar
bilirubin darah meningkat adalah kojungtiva mata. Keadaan ini disebut sklera
ikterik. Namun, sklera itu sendiri tidak mengalami ikterus tetapi kojungtiva yang
melapisinya saja.

Masalah yang menyebabkan kenaikan bilirubin dalam darah dapat dibahagi


seperti berikut.

Pre-hepatik : masalah terjadi sebelum memasuki hati. Pre hepatik jaundis bida
disebabkan meningkatnya hemolisis darah merah. Sesetengah penyakit genetik
seperti sickle cell anemia, defensiensi glucose 6-phosphate dehydrogenase .
defek metabolisme bilirubin jga cenderung menimbulkan jaundis.Selalunya jika
masalah pre-hepatik, kadar bilirubin total bisa meningkat atau normal sedangkan
kadar bilirubin direk dan indirek keduanya meningkat dan tiada bilirubin
terdeteksi dalam urin pasien.

Hepatik : disebabkan hepatitis akut, hepatotoksik dan penyakit hati disebabkan


alkohol. Dimana sel yang nekrosis menururnkan kebolehan metabolisma dan
eksresi bilirubin mendorong kearah penimbunan bilirubin dalam darah. Penyebab
lain termasuk siross biliar primer, Sindrom gilbert (masalah genetik dalam
metabolisma bilirubin yang menyebabkan jaundis), Sindrom Crigler-Najjar ,
metastatse karsinoma. Pada hepatik jaundis total bilirubin meningkat, bilirubin
direk normal sedangkan bilirubin indirek bisa meningkat atau normal.
Past-hepatik : post hepatik jaundis atau jaundis obstruksi disebabkan oleh
hambatan aliran empedu dari kandung empedu. Penyebab yan sering adalah
batu empedu di salur empedu atau kanker pankreatik. Penyebab lain termasuk
strktur di duktus empedu, atresia saluran empedu, pankreastitis. Terdapatnya
feses yang pucat dan urin bewarna gelap mencadangkan obstruksi post hepatik.
Pada pasien post hepatik menunjukakn kadar bilirubin total dan bilirubin dire
meningkat sedangkan bilirubin indirek normal. Post hepatic jaundis sering
disebut kolestasis.

1. Etiologi

Jaundis adalah akibat peningkatan bilirubin dalam darah atau penyakit hati.
Penyakit hati ini dapat disebabkan oleh disfungsi hati atau kolestasis.

Meningkatnya pembentukan dan penyakit hepar yang menghalang empedu


diambil atau menurunkan konjugasi menyebabkan hiperbilirubinemia bilirubin
indirek manakala hambatan pada eksresi bilirubin menyebabkan
hiperbilirubinemia bilirubin direk .

Konjugasi hiperbilirubinemia merujuk kepada intrahepatik kolestasis dapat


disebabkan oleh hepatitis, intoksikasi obat dan penyakit hati disebabkan oleh
alkohol. Penyebab lain termasuk sirosis bilier primer, kehamilan kolestasis dan
kanker metastase. Manakala ekstrahepatik kolestasis pula disebabkan oleh batu
atau kanker pankreas. Sedangkan penyebab jaundis tanpa kolestasis adalah
hemolisis sel darah merah yang berlebihan, penyakit genetik seperti Gilbert
Sindrom, Sindrom Dubin Johnson. Dimana mengalami masalah metabolism
bilirubin di hati berkaitan dengan kekurangan enzim Glukorulonidasetransferase
yaitu enzim yang menukarkan bilirubin indirek kepada bilirubin direk.

Kolestasis dapat disebabkan oleh terdapatnya massa di abdomen yang


menghalang aliran empedu keluar, kelainan congenital biliari atresia, batu
empedu, intrahepatik kolestasis pada waktu kehamilan, sirosis bilier primer,
primary sklerosing kolngitis dan beberapa jenis obat.
2. Patofisiologi

Mekanisme untuk terjadinya jaundis tergantung kepada dimana berlakunya


masalah atau hambatan. Untuk kasus prehepatik jika disebabkan hemolisis
darah yang berlebihan atau pada kasus anemia, sel eritrosit akan banyak dilisis
di limpa menyebabkan banyak molekul molekul heme yang terhasil. Molekul
heme ini akan ditukarkan kepada biliverdin dan bilirubin indirek seterusnya
bilirubin direk. Peningkatan hemolisis menyebabkan peningkatan kadar bilirubin
ini. Pada setengah kasus hati tidak sempat menukarkan semua bilrubin indirek
kepada yang direk menyebabkan berlakunya penumpukan di pembuluh darah.

Bagi kasus intrahepatik. Lebih berkaitan dengan aktivitas enzim


Glukoraniltransferase yang menkonjugasi bilirubin indirek kepada bilirubin direk.
Selalunye penyebab di hepatic akan menganggu kerja enzim ini. Contohnya pada
hepatitis virus akan menrangsang sel T sitotosik untuk merosakkan hati kerana
terdapat virus yang dianggap benda asing melekat di sel hati. Apabila
kebanyakan sel hatii rosak menyebabkan enzim ini tidak dapat dihasilkan,maka
bilirubin indirek tidak dapat dikonjugasi kepada bilirubin direk menyebabakan
penimbunan bilirubin indirek . Begitu juga dengan alkohol dan penyakit hepar
yang lain kebanyakan akan menganggu aktivitas enzim tersebut.

Patofisiologi bagi kasus kolestasis adalah apabila terdapat hambatan aliran


empedu masuk ke papilla vateri. Hambatan ini dapat disebabkan terdapatnya
massa yang menghalang contohnya batu empedu yang terbentuk akibat
endapan oleh bahan seperti kolesterol, tumor atau peradangan organ-organ
sekitar salur empedu dan duktus empedu yang melebar dan mendorong salur
empedu tadi terjepit sehingga empedu tidak dapat dialirkan ke duodenum.
Keadaan ini dapat terjadi apabila pasien menghidap panckeatitis, hepatitis atau
terdapat tumor dalam salur empedu.
Proses konjugasi bilirubin indirek kepada bilirubin direk terus berlaku tetapi
eksresi bilirubin direk menurun disebabkn terdapatnya hambatan atau obstruksi.
Pembendungan bilirubin direk ini akibat hambatan kelamaan akan meyebabkan
reflux bilirubin direk akan masuk ke se ruang antara sel hepatosis atau ke dalam
aliran darah. Kenaikan kadar bilirubin direk dalam darah ini jika melebihi nilai
normal akan menyebabkan gejala klinis seperti kekuningan kulit dan sklera mata
menjadi kekuningan mula timbul. Gejala klinis ini dikenali sebagai ikterus.
Bilirubin direk yang berlebihan dalam darah dieksresikan melalui ginjal,kadar
bilirubin direk dalam urin menyebabkan warna gelap pada urin timbul dan
kekurangan bilirubin normal di duodenum yang ditukar kepada sternobilirubin
menyebabkan feses menjadi warna pucat.

Retensi garam empedu di salur empedu yang menyebabkan terdapat garam


empedu yang masuk ke dalam aliran sistemik selalunya akan menimbulkan
gejala seperti pruritus kepda penderita kolestasis. Dipercayai pengumpulan
garam empedu dalam pembuluh darah menyebabkan terdapat protein dibawah
kulit yang merosak menimbulkan kegatalan pada pasien kolestasis ini.

3. Pemeriksaan

3.1.Anamnesis

Pada pasien kolestasis selalunya datang dengan keluhan kulit dan mata kuning
akibat kadar bilirubin direk yang meningkat dalam darah. Terdapat keluhan
penyerta lain seperti urin bewarna gelap, feses bewarna pucat,nyeri pada ulu
hati pada kanan atas abdomen,mual atau muntah. Bias terdapat juga kegatalan
atau pruritus. Untuk memudahkan diagnosis dapat ditanyakan riwayat penyakit
terdahulu, riwayat penyakit keluarga, keadaan pasien sendiri sama ada peminum
alkohol, mengkomsumsi obat tertentu dan sebaginya untuk memudahkan
mencari punca ikterus dan kolesatasis yang berlaku pada pasien tersebut.

3.2.Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik juga penting dalam menentukan penyebab ikterus.

Ikterus ringan bisa diketahui dengan melihat warna sklera; menjadi kuning jika
jumlah bilirubin dalam darah mencapai 2 2,5 mg/dL.
Ikterus sedang tanpa perubahan warna urin merupakan tanda dari unconjugated
hyperbilirubinemia, ikterus sedang dengan warna urin yang lebih gelap
menunjukkan adanya gangguan pada sistem hepatobilier.

Pertimbangkan penyakit kronik hepar jika adaya tanda hipertensi portal dan
portal-systemic encephalopahty.

Pasien dengan hepatomegali dan asites, adanya pelebaran vena jugularis


menandakan adanya gagal jantung atau perikarditis.

Bagi pasien yang kakeksia dan terabanya hepar yang keras dan membesar
menandakan adanya metastase.

3.3 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pada kasus ikterus yang di sangka akibat kolestasis,bebrapa pemeriksaan


laboratorium diperlukan untk mengesahkan diagnose awal. Antaranya

Uji bilirubin direk dan indirek

Untuk menetukan kadar bilirubin dalam darah pasien. Selalunya jika kasus
kolestasis bilrubin direk atau B2 akan meningkat lebih berbanding bilirubin
indire,B1 akibat masalah eksresi bilirubin direk ke duodenum. Jika nilai bilirubin
direk dan dbilirubin indirek selalunya pada pasien maslah hati sperti infeksi
hepatitis virus termasuk Hepatitis A, Hepatitis B dan sebagainya.

Alanine transaminase (ALT)

Juga dikenali sebagai Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT) merupakan


enzim yang ada dalam sel hati. Apabila berlaku kerusakan sel hati, enzim ini
akan keluar lebih dari normal maka kadar enzim ini dalam darah juga meningkat.
ALT meningkat pada kasus hepatitis virus, alkoholik hepatitis dan destruksi ahti
yang lain.
Aspartate transaminase (AST)

Juga dikenali sebagai Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) sama


seperti ALT enzim yang hadir dalam sel hati digunakan untuk mendeteksi
kerusakan sel hati tetapi tidak spesifik untuk penyebab kerusakan hati tetapi
selalunya disertakan dengan ujian laboratorium lain dapat membantu diagnosis.

Alkaline phosphatase (ALP)

Merupakan enzim yang terdapat di duktus empedu yang terdapat di sel hati.
Kadar ALP di plasma akan meningkat apabila terdapat obstruksi garam empedu
yang banyak, intrahepatik kolestasis dan penyakit hati infitratif. Jadi pada kasus
kolestasis biasnya tes laboratorium menunjukkan peningkatan kadar enzim
Alkaline fosfatase.

Gamma glutamyl transpeptidase (GGT)

Lebih sensitif dengan kerusakan hati kolestasis. Juga meningkat pada


pemeriksaan laboratorium pada penderita masalah kolestasis.

4. Diagnosa Kerja

Kolestasis disebabkan oleh Hepatitis

Berdasarkan kasus, pemeriksaan laboratorium pasien menunjukkan jumlah SGOT


dan SGPT yang sangat meningkat dan jumlah bilirubin direk (conjugated) yang
lebih tinggi daripada bilirubin indirek (unconjugated). Hal ini sudah cukup
menunjukkan bahawa ikterus yang timbul disebabkan gangguan di post-hepatik,
cuma yang tidak diketahui ialah sama intrahepatik ataupun ekstrahepatik.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Kolestasis merupakan kondisi dimana
garam empedu tidak dapat disalurkan ke dalam duodenum yang dapat
disebabkan masalah obstruksi, sumbatan salaur empedu, masalah penghasilan
garam empedu di hati akibat kerosakan sel hati yang dapat berpunca dari
alkohol, obatan, peradanag atau infeksi virus. Dalam kasus ini diagnose kerja
diambil adalah kolestasis yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis.

Berdasarkan kasus peningkatan kadar bilirubin direk dalam darah melebihi kadar
bilirubin indirek apabila sel hati tidak dapat mengeksresi bilirubin direk dari hati
ke kandung empedu disebabkan kerosakan sel hati akibat virus hepatitis yang
menyerang hati pasien. Nilai enzim hati yaitu SGOT dan SGPT juga meningkat
dalam kasus ini. Seperti yang kita tahu enzim hati akan meningkat apabila
berlaku destruksi sel hati. Untuk kasus ini sel hati rosak akibat virus hepatitis.

Hepatits

Hepatitis merupakan suatu proses peradangan pada jaringan hati. Peradangan


hati dapat disebabkan oleh infeksi berbagai mikroorganisme seperti virus,
bakteri, dan protozoa. Namun pada umumnya disebabkan oleh virus (hepatitis
virus). Radang hati juga dapat terjadi akibat bahan-bahan kimia yang meracuni
hati, obat-obatan, dan alkohol, yang disebut juga dengan hepatitis non-virus.
Hepatitis akibat obat-obatan hanya menyerang orang yang sensitif. Pada
umumnya hepatitis virus akut mempunyai gejala-gejala sebagai berikut:

Tingkat awal merasa cepat lelah, tidak napsu makan, sakit kepala, pegal-pegal di
seluruh badan, lemah, mual, dan kadang disertai muntah, dan selanjutnya
demam.

Fase kuning (ikterik) : ditandai dengan urin berwarna kuning kehitaman seperti
air teh dan feses berwarna hitam kemerahan. Bagian putih dari bola mata,
langit-langit mulut dan kulit menjadi berwarna kekuning-kuningan. Fase ini
berlangsung kurang lebih selama 2-3 minggu;

Fase penyembuhan : ditandai dengan berkurangnya gejala dan warna kuning


menghilang. Umumnya penyembuhan sempurna memerlukan waktu sekitar 6
bulan.
Tidak semua penderita hepatitis menunjukan gejala seperti di atas, ada juga
yang tidak menunjukan warna kuning. Selain melihat gejala klinis diperlukan juga
pemeriksaan laboratorium seperti SGOT, SGPT, bilirubin, dan asam empedu.

Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati


mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit
kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan
diet dan istirahat yang baik.

Hepatitis virus dibagi menjadi 5 berdasarkan jenis virus penyebabnya, yaitu:

virus hepatitis A (VHA)

virus hepatitis B (VHB)

virus hepatitis C (VHC)

virus hepatitis D (VHD)

virus hepatitis E (VHE).

Hepatitis virus dapat menjadi kronis dan bisa berlanjut menjadi sirosis hati dan
kanker hati.

Hepatitis A

Hepatitis A lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Disebabkan
oleh infeksi virus hepatitis A, pada umumnya menular melalui
makanan/minuman yang terkontaminasi oleh feses penderita, bisa juga melalui
konsumsi kerang yang terkontaminasi virus. Penyakit ini jarang menjadi kronis.
Gejala yang timbul ringan dan tidak selalu timbul fase kuning/ikterik. Langkah
pencegahannya, yaitu:

cuci tangan setelah dari toilet, sebelum makan dan sebelum menyiapkan
makanan;

disarankan tidak makan dengan menggunakan alat-alat makan secara


bergantian atau memakai sikat gigi bersama-sama;

memperhatikan kebersihan lingkungan dan sanitasi;

Imunisasi
Hepatitis B

Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan


jenis hepatitis lainnya. Penularannya melalui transfusi darah, penggunaan jarum
suntik yang tidak steril, alat tato, hubungan seksual, air liur, feses, juga dapat
ditularkan dari ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya. Hepatitis virus yang
akut dapat sembuh dengan sendirinya, namun sejumlah besar penderita
hepatitis B akan menjadi kronis. Semakin muda usis terinfeksi virus hepatitis B
semakin besar kemungkinan menjadi kronis. Hepatitis kronis akan meningkatkan
risiko terjadinya sirosis dan hepatoma (kanker hati) di kemudian hari. Upaya
pencegahan terhadap hepatitis B, antara lain yaitu:

Imunisasi hepatitis B

hindarkan pemakaian jarum suntik bekas, dan peralatan tato yang tidak steril.

Hindarkan pemakaian bersama sikat gigi, pisau cukur dan alat lainnya yang
dapat menimbulkan luka.

Penderita hepatitis B dilarang minum alkohol untuk mencegah rangsangan


selanjutnya pada hati.

Hepatitis C

Pada hepatitis C sebagian besar penderitanya berlanjut menjadi hepatitis kronis.


Seperti halnya hepatitis B kronis, hepatitis C yang kronis juga akan berkembang
menjadi sirosis hati dan dapat berpotensi menjadi hepatoma. Sebagian besar
penderita hepatitis C tidak menunjukan gejala. Seperti halnya hepatitis B,
penularan hepatitis C umumnya terjadi melalui transfusi darah, selain itu
mungkin juga melalui hubungan seksual, penggunaan sikat gigi secara
bersamaan, dan dari ibu pengidap hepatitis C kepada bayinya.

Hepatitis D
Virus hepatitis D hanya dapat ditemukan pada penderita hepatitis B, karena
untuk hidupnya memerlukan virus pembantu yaitu virus hepatitis B. Upaya
pencegahan terhadap hepatitis B secara tidak langsung juga mencegah hepatitis
D.

Hepatitis E

Tipe penularannya sama dengan virus hepatitis A yaitu melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi oleh feses. Infeksi virus hepatitis E terutama
terjadi di daerah yang tingkat kesehatan dan sanitasinya buruk, dan lebih
banyak diderita oleh anak-anak dan wanita hamil.

5. Diagnosa Banding

Diagnosa banding untuk kolestasis dibahagi kepada dua yaitu:

Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu :

Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti


Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan
fibrosis, sirosis dekompensata serta hepatitis karena obat.

Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik:

- Batu empedu

- Carsinoma pancreas dan ampula

- Striktur saluran empedu


- Cholangiocarsinoma

- Sklerosing Cholangitis primer atau sekunder

5.1 intrahepatik

Sirosis Bilier Primer

Biasanya gejala sirosis bilier primer dimulai secara bertahap. Pada sekitar 50%
penderita, gejala awalnya berupa gatal-gatal dan kadang kelelahan, yang timbul
beberapa bulan atau beberapa tahun sebelum gejala lainnya muncul.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan pembesaran hati pada sekitar 50% penderita
dan pembesaran limpa pada sekitar 25% penderita. Sekitar 25% penderita
memiliki endapan kuning kecil di kulitnya (xantoma) atau pada kelopak matanya
(xantelasma). 10% akan berkembang menjadi pigmentasi kulit. Kurang dari 10%
penderita mengalami jaundice.

Gejala lainnya berupa pembengkakan ujung jari (clubbing/jari tabuh) dan


kelainan pada tulang, saraf dan ginjal. Tinja tampak pucat, berminyak dan
berbau busuk. Selanjutnya bisa terjadi semua gejala dan komplikasi dari sirosis.

Setidaknya 30% penderita terdiagnosis sebelum gejalanya timbul karena


ditemukannya kelainan pada pemeriksan darah rutin. Antibodi terhadap
mitokondria ditemukan dalam darah pada lebih dari 90% penderita. Jika terdapat
jaundice atau kelainan pada pemeriksaan hati, dilakukan pemeriksaan
kolangiopankreatografi endoskopik retrograd. Foto rontgen dilakukan setelah
penyuntikan zat radioopak ke dalam saluran empedu melalui endoskopi. Hal ini
akan menunjukkan bahwa tidak terdapat penyumbatan di dalam saluran empedu
dan kelainan terletak di hati. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan
mikroskopik dari jaringan hati yang diperoleh melalui biopsi.

5.2. Kolestatik ektrahepatik


Tumor Saluran Empedu

Penyebab

Sebagian besar kanker berasal dari kepala pankreas, yang dilewati oleh saluran
empedu. Yang lebih jarang, kanker berasal dari saluran empedu sendiri, yaitu:

pada pertemuan antara saluran empedu dan saluran pankreas

di dalam kandung empedu

di hati.

Yang lebih jarang lagi, saluran empedu tersumbat oleh kanker yang berasal dari
bagian tubuh lainnya (kanker metastatik), atau tertekan oleh kelenjar getah
bening yang terkena limfoma.

Gejala dari penyumbatan saluran empedu adalah:

jaundice (sakit kuning)

rasa tidak enak di perut

hilangnya nafsu makan

penurunan berat badan

gatal-gatal.

Biasanya tanpa demam dan menggigil. Gejala-gejala tersebut akan memburuk


secara bertahap.

Diagnosis kanker sebagai penyebab penyumbatan, ditegakkan berdasarkan hasil


pemeriksaan USG, CT scan atau kolangiografi langsung. Untuk memperkuat
diagnosis, bisa dilakukan biopsi (pengambilan contoh jaringan untuk diperiksa
dibawah mikroskop).

Batu Empedu

Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut
kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis.

Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah:

usia lanjut

kegemukan (obesitas)

diet tinggi lemak


faktor keturunan.

Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya
terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan diluar empedu.

Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian
besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu
empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan
kandung empedu. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan
infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau
infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan
dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar
melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.

GejalaSebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak
menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu. Kadang-
kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung
empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan
penyumbatan usus (ileus batu empedu). Yang lebih sering terjadi adalah batu
empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran empedu.

Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada
di dalam saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun
gejala. Jika batu empedu secara tiba-tiba menyumbat saluran empedu, maka
penderita akan merasakan nyeri. Nyeri cenderung hilang-timbul dan dikenal
sebagai nyeri kolik. Nyeri timbul secara perlahan dan mencapai puncaknya,
kemudian berkurang secara bertahap. Nyeri bersifat tajam dan hilang-timbul,
bisa berlangsung sampai beberapa jam. Lokasi nyeri berlainan, tetapi paling
banyak dirasakan di perut atas sebelah kanan dan bisa menjalar ke bahu kanan.
Penderita seringkali merasakan mual dan muntah. Jika terjadi infeksi bersamaan
dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam, menggigil dan sakit
kuning (jaundice). Biasanya penyumbatan bersifat sementara dan jarang terjadi
infeksi. Nyeri akibat penyumbatan saluran tidak dapat dibedakan dengan nyeri
akibat penyumbatan kandung empedu. Penyumbatan menetap pada duktus
sistikus menyebabkan terjadinya peradangan kandung empedu (kolesistitis
akut). Batu empedu yang menyumbat duktus pankreatikus menyebabkan
terjadinya peradangan pankreas (pankreatitis), nyeri, jaundice dan mungkin juga
infeksi. Kadang nyeri yang hilang-timbul kambuh kembali setelah kandung
empedu diangkat, nyeri ini mungkin disebabkan oleh adanya batu empedu di
dalam saluran empedu utama.

Pemeriksaan terbaik untuk menemukan batu empedu adalah dengan


pemeriksaan USG dan kolesistografi. Pada kolesistografi, foto rontgen akan
menunjukkan jalur dari zat kontras radioopak yang telah ditelan, diserap di usus,
dibuang ke dalam empedu dan disimpan di dalam kandung empedu. Jika
kandung empedu tidak berfungsi, zat kontras tidak akan tampak di dalam
kandung empedu. Jika kandung empedu berfungsi, maka batas luar dari kandung
empedu akan tampak pada foto rontgen.

Diagnosis batu di dalam saluran empedu ditegakkan berdasarkan adanya nyeri


perut, jaundice, menggigil dan demam. Hasil pemeriksaan darah biasanya
menunjukkan pola fungsi hati yang abnormal, yang menunjukkan adanya
penyumbatan saluran empedu. Beberapa pemeriksaan lainnya yang bisa
memberikan informasi tambahan untuk membuat diagnosis yang pasti adalah:

USG

CT scan

berbagai teknik foto rontgen yang menggunakan zat kontras radioopak untuk
menggambarkan saluran empedu.

Batu Kandung Empedu

Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun


telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi).

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang


ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Jenis pembedahan ini memiliki keuntungan sebagai berikut:
mengurangi rasa tidak nyaman pasca pembedahan

memperpendek masa perawatan di rumah sakit.

Teknik lainnya untuk menghilangkan batu kandung empedu adalah:

pelarutan dengan metil-butil-eter

pemecahan dengan gelombang suara (litotripsi)

pelarutan dengan terapi asam empedu menahun (asam kenodiol dan asam
ursodeoksikolik).

Batu Saluran Empedu

Batu saluran empedu bisa menyebabkan masalah yang serius, karena itu harus
dikeluarkan baik melalui pembedahan perut maupun melalui suatu prosedur
yang disebut endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP).

Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung


dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran
empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter Oddi. Pada sfingterotomi, otot
sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus.

ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4
dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.

Komplikasi yang mungkin segera terjadi adalah:

perdarahan

peradangan pankreas (pankreatitis)

perforasi atau infeksi saluran empedu.

Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi.
Batu kandung empedu tidak dapat diangkat melalui prosedur ERCP. ERCP saja
biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua,
yang kandung empedunya telah diangkat.

6. Pengobatan

6.1.Medika Mentosa

Pengobatan kolestasis sangat tergantung penyebabnya. Jika sumbatan berlaku di


luar hati pembedahan dan terapi endoskopi boleh dilakukan. Namun jika maslah
di hati haus mengatasi punca msalah di hati.

Untuk kasus hepatitis virus, harus diberikan anti hepatitis seperti berikut:

1. Interferon Alfa

- Memperlihatkan eefek antiviral, imunodilasi dan anti profelirasi.

- Diberikan secara suntikan subkutan atau intramuscular terutama untuk


hepatitis B dan C.

- Mempunyai efek samping seperti sindroma flu temasuk sakit kepala,


demam,malgia dan malaise.

2. Lamivudin

- Analog sitosin

- Menghambat HBV DNA polymerase

- Efek samping sakit kepala dan dizziness.


3. Ribavirin

- Analog guanosisn

- Aktivitas meningkat bila diberi bersama makanan tinggi lemak.

- Efek samping depresi, lelah, irritable, rash, batuk dan insomnia.

Obatan untuk menghilangkan gejala juga diberi sementara menunggu diagnosa


pasti. Antaranya:

- Untuk kasus batu empedu diberikan obat peluruh batu seperti Asam
Ursodeoxykolat

- Bagi pasien yang mengalami kesakitan dapat diberi obat analgetik derivat
opiod seperti meperidin

- Antibiotik seperti rifampisisn juga digalakan untuk mengelakkan berlaku sepsis


atau infeksi lain

- Jika pasien mengalami pruritus dapat diberikan obat kolesiteramin untuk


menghilangkan gatal-gatal..

6.2.Non medika mentosa

Pengobatan secara non farmako termasuk pencegahan tehadap punca berlaku


kolestasis. Untuk kasus hepatitis,elakkan kontak dengan penderita
hepatitis,mengambil vaksinasi seperti yang disyaratkan.

Jika disebabkan oleh batu empedu,kurangkan kosumsi kolesterol karena batu


banyak terbentuk dari penumpukan kolesterol.

7. Komplikasi

Dapat terjadi komplikasi ringan, misalnya kolestasis berkepanjangan, relapsing


hepatitis, atau hepatitis kronis persisten dengan gejala asimtomatik dan AST
fluktuatif. Komplikasi berat yang dapat terjadi adalah hepatitis kronis aktif,
sironis hati, hepatitis fulminan atau karsinoma hepatoselular. Selain itu, dapat
pula terjadi anemia aplatik, glomerulonefritis, mecrotizing vasculitis, atau mixed
cryoglobulinemia.

8. Prognosis
Biasanya prognosis kolestasis bergantung terapi dan kondisi pasien. Jika
dilakukan terapi menyeluruh menghilangkan penyebab maka prognosis menjadi
baik. Dengan berkembangnya alternatif pengobatan maka diharapkan prognosis
hepatitis menjadi lebih baik. Hepatitis A biasanya mempunyai prognosis baik
kecuali yang fulminan, sedangkan hepatitis B prognosisnya semakin buruk bila
infeksi terjadi semakin dini.

Anda mungkin juga menyukai