Anda di halaman 1dari 6

TUGAS LBHK

HUBUNGAN BISNIS PENYIARAN TELEVISI DENGAN PERATURAN


PEMERINTAH

Nama Kelompok

Aditya Arisudhana 14/MPA-XXIXB/39


Agustina Eka Harjanti 14/MPA-XXIXB/03
Sifa Fauziah 14/MPA-XXXC/27
Siti Nestiti L 14/MPA-XXIXB/34

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015
Media massa, khususnya Industri televisi, seharusnya mampu menjadi agen perubahan
sosial dengan cara memberikan informasi dan edukasi politik kepada rakyat secara independen,
objektif, berimbang dan mendahulukan kepentingan publik dalam menyampaikan informasi
mengenai perkembangan negara, baik itu dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan bahkan
dalam bidang budaya. Dengan adanya keterbukaan informasi publik, maka diharapkan tingkat
partisipasi masyarakat dalam mengawasi dan membantu kinerja pemerintah semakin meningkat.
Disahkannya Undang - Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dapat
memberikan ruang hukum demi tegaknya keterbukaan informasi. Namun pada kenyataannya,
media di Indonesia belum menunjukkan independensi dan masih berpihak pada kepentingan
golongan tertentu. Hal ini dapat dilihat pada proses pemilu tahun 2014 yang lalu, dimana para
konglomerasi media nasional membuat pemberitaan di berbagai media yang cenderung kurang
netral, seperti ditunjukkan data riset yang dipaparkan di gedung Dewan Pers hari Rabu (26/03).
Hasil penelitian empat lembaga masyarakat sipil yakni PR2media, Remotivi, Masyarakat Peduli
Media dan Inmark Digital menemukan bahwa media digunakan oleh pemilik untuk publikasi dan
kepentingan pribadinya, bahkan terdapat kelompok media yang memiliki tendensi untuk
menyembunyikan kebenaran.
Dua tokoh besar nasional mencalonkan diri sebagai presiden (bersama cawapres-nya)
telah menjadi sorotan seluruh rakyat Indonesia dan dunia internasional. Namun, pesta demokrasi
ini berubah menjadi ajang kontes adu kekuasaan dan kompetesi win-lose. Mulai dari kritik yang
dicover oleh debat dan dialog, black campaign yang menjadi pendekatan kampanye, sampai luka
masa lalu bangsa ini yang diangkat kembali dan diperdebatkan secara tidak bijaksana.
Pada akhirnya, kondisi ini hanya akan melahirkan potensi disintegrasi bangsa. Di mana industri
televisi seharusnya bersifat independen atau netral, sebagai salah satu sarana perubahan sosial
yang memiliki social power yang besar, tidak memihak.
Contoh ketidakindependensian televisi, Metro TV dan TV One, dikarenakan pemilik
kedua TV swasta tersebut merupakan petinggi parpol yang berkoalisi dengan parpol dari kedua
capres. Dari sinilah terlihat adanya kepentingan & hubungan antara pengusaha, partai politik,
dan pemerintahan. Yang mana hal ini telah melanggar PP Nomor 50 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta, pasal 14 ayat 4 dan 5, yang berisi; isi
siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu
dan isi siaran dilarang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong.
Sebelumnya juga ada program televisi swasta yang menyimpang dari fungsi utama
penyiaran yaitu acara talkshow Empat Mata oleh Tukul Arwana di Trans 7. Sebab pada selasa 04
November 2008 KPI telah memutuskan untuk menghentikan acara talkshow tersebut.
Penghentian penayangan acara talkshow oleh KPI disebabkan ada episode acara Empat Mata
yang menghadirkan Sumanto. Karena pada episode tersebut, ada ditayangkan adegan memakan
kodok dan ikan hidup-hidup, hal ini menurut KPI tidak sesuai dengan standar pedoman
penyiaran. Beberapa undang-undang penyiaran yang dilanggar oleh acara Empat Mata di Trans 7
yaitu :
Pasal 28 ayat 3 mengenai Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program dan
promo program yang mengandung adegan di luar perikemanusiaan dan sadistis.
Pasal 28 ayat 4 mengenai Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program yang
mengagung-agungkan kekerasan.
Pasal 36 mengenai Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan program yang
mendorong atau mengajarkan tindakan kekerasan.
Lalu menurut catatan KPI Pusat, bukan kali ini saja tayangan Empat Mata di Trans 7
mendapat peringatan, karena sebelumnya KPI telah memberikan teguran sebanyak tiga kali
terhadap tayangan itu. Teguran yang diberikan oleh KPI kepada program acara Empat Mata di
Trans 7 tersebut sudah dilayangkan pada 05 Mei 2007, selanjutnya 27 September 2007, serta 25
Agustus 2008. Namun teguran itu tidak ditanggapi positif oleh tim kreatif Empat Mata Trans 7.
Jadi berdasarkan pemantauan oleh KPI Pusat untuk program Empat Mata yang tayang
ada 29 Oktober 2008 episode Sumanto (mantan pemakan mayat) telah ditemukan adanya
pelanggaran. Maka dari itu sesuai dengan undang-undang penyiaran, akhirnya pihak KPI
memutuskan untuk menghentikan sementara acara talkshow Empat Mata, disebabkan adanya
adegan dalam program itu yang sangat tidak pantas ditonton dan juga telah melanggar SPS yang
diterapkan KPI.
Selain itu, KPI juga belum lama ini pada tanggal 23 Maret 2015 menerbitkan surat
penghentian sementara program siaran KOMPAS PETANG, dimana program jurnalistik tersebut
menayangkan dialong secara live dengan Gubernur DKI Jakarta terkait kisruh dengan DPRD
DKI Jakarta yang menampilkan perkataan kasar dan kotor. Segmen dialong live pada program
ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan, perlindungan anak-anak dan
remaja, pelarangan ungkapan kasar dan makian, serta melanggar prinsip-prinsip jurnaslistik.
Menurut Undang-Undang Pers Nomer 40 Tahun 1999. Dinyatakan bahwa pers
merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melakasanakan kegiatan
jurnalistik. Pers sebagai kontrol social, minimal harus memiliki 4 pilar, yaitu: (1) social
participation (ikut sertanya rakyat dalam pemerintahan), social responsibility (bentuk
pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat), social support (dukungan rakyat terhadap
pemerintah), dan social control (kontrol masyarakat terhadap kegiatan pemerintah). Sebagai
kontrol sosial maka diharapkan pers dapat mengawal jalannya pemerintahan agar berjalan sesuai
dengan peraturan yang intinya untuk mensejahterakan rakyat. Tanpa adanya kontrol sosial dari
masyarakat, maka besar kemungkinan pemerintah akan bertindak sesuai dengan keingan
individu maupun golongan.
Di lihat dari undang undang, maka dapat disimpulkan televisi juga merupakan salah satu
control social atas kegiatan dan kinerja pemerintah. Televisi merupakan salah satu media yang
dapat digunakan untuk control social yang efektif dan efisien, karena Televisi dapat dilihat
siapapun dan kapan saja tanpa ada biaya lebih setiap ingin menggunakan. Industri televisi
merupakan media yang mampu menjangkau masyarakat kelas atas sampai kelas bawah. Siaran
televise langsung dapat diterima oleh semua kalangan
Industri televisi saat ini mempengaruhi jalannya pemerintahan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Hal terbaru yang dapat kita saksikan adalah pemberitaan mengenai dana
pengadaan UPS di DKI Jakarta dengan dana yang cukup besar dan berita tentang tunjangan
mobil anggota dewan sebesar 210 juta, padahal rakyat masih mengeluh akibat naiknya harga
BBM dan kebutuhan sehari-hari. Seandainya berita tersebut tidak diangkat ke media, tidak
disaksikan di televisi oleh masyarakat, maka besar kemungkinan untuk lolos pengajuan dana
tersebut, terlebih pada kasus tunjangan mobil anggota dewan. Tunjangan anggota dewan sudah
mendapat persetujuan (tanda tangan dari Presiden RI) sehingga besar kemungkinan akan
dilaksanakan. Penayangan pada televisi atas pemberitaan tersebut menimbulkan gejolak pada
masyarakat luas, akhirnya penggunaan dana dana tersebut mendapat peninjauan kembali. Dana
untuk APBD mendapat peninjauan kembali dan dana untuk tunjangan mobil jabatan anggota
dewan di tinjau kembali oleh menteri keuangan. Gejolak yang timbul pada masyarakat
merupakan hal yang wajar melihat kondisi masyarakat yang masih kesulitan beradaptasi dengan
perubahan harga. Dari beberapa ulasan diatas, adapun kelebihan dan kelemahan media televisi
yaitu antara lain :
Kelebihan media televisi:
Dapat dinikmati oleh siapa saja. Dapat menjangkau daerah yang luas. Waktu siarannya sudah
tertentu. Memiliki daya penyampaian dan pengaruh yang kuat karena dapat memberikan
kombinasi antara suara dengan gambar ( yang bergerak ). Memudahkan para audiensnya untuk
memahami yang diiklankan. Tidak memerlukan keahlian dan kemampuan membaca seperti pada
media cetak. Dengan gambar-gambar, semua orang sudah cukup mengerti maknanya.
Kekurangan:

a) Produksi media televisi masih tergolong mahal, baik dari peralatan dan skill dari SDM nya
pun juga harus yang benar- benar mengetahui tentang televisi. Belum lagi untuk biaya
operasional media ini cukup mahal.

b) Proses penyampaian berita ke masyarakat ada kalanya membutuhkan waktu lama karena harus
melewati proses pengambilan gambar, editing dan baru bisa disiarkan ke khalayak.
REFERENSI

http://gnupi.com/penghentian-empat-mata-kpi-tukul-arwana/
https://duarasa.wordpress.com/2008/11/12/gara-gara-kodok-empat-mata-dicekal/
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/24-dunia-penyiaran/31875-menyikapi-iklan-politik
http://www.sorotnews.com/berita/view/kpi-metrotv-nasdem-diduga.6377.html
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/32585-penghentian-sementara-segmen-wawancara-
pada-program-jurnalistik-kompas-petang-kompas-tv
UU Pers Nomer 40 Tahun 1999
UU Penyiaran No.32 Tahun 2002

Anda mungkin juga menyukai