Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KELOMPOK

Disorder of sex development

C3

Ruth P. Thauladan 10.2009.263


Sugiarto Saputra 102011022
Yolanda Kesuma 10.2011.048
Jesica The 10.2011. 159
Ricard kevin 10.2011.190
Givela 10.2011.244
Aditya wicaksono Putra 10.2011 372
Maria Priscilla 10.2011.352

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

2014

1
PENDAHULUAN
Perkembangan seks terdiri dari 2 komponen yaitu perkembangan fisik organ seksual
(internal dan eksternal) dan perkembangan psikoseksual. Perkembangan fisik organ seksual
meliputi sex determination dan sex differentiation pada organ genital dan sistem hormonal.
Sedangkan perkembangan psikoseksual meliputi identitas gender seseorang, yang tampak
dalam perilaku seseorang sehari-hari dalam masyarakat umum serta orientasi seksual.

Penyimpangan dapat terjadi pada kedua komponen ini. Penyimpangan klinis dari
perkembangan seksual dikenal sebagai Disorders of sex development (DSD). Insidens DSD
antara 1:4.500 hingga 1:5.000. Definisi DSD adalah kelainan perkembangan seks kongenital
ditandai oleh perkembangan kromosomal, gonadal dan anatomi seksual yang atipikal. 3. Pada
DSD terjadi diskrepansi antara organ genital interna dan eksterna. DSD menarik untuk
ditangani, melihat manusia seutuhnya tidak hanya sebatas memilih jenis kelamin namun
bagaimana mencapai identitas seksual yang optimal didukung dengan fungsi organ seksual
dan meminimalkan risiko pada fisik, psikis, mempertahankan fertilitas, memberi kualitas
dalam menikmati kehidupan seksual yang baik tanpa merasa dikucilkan dalam masyarakat.

SKENARIO

Seorang bayi umur 3 minggu dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan analisis kromosom
dengan indikasi disorder of sex delompment (DSD). Pada pemeriksan fisik ditemukan
ekterna dengan kelamin yang meragukan (sex ambigu) yaitu berupa suatu penoscrotal
hypospadias. Dengan uretha di daerah perenium. Pemeriksaan USG abdomen tidak
menunjukan sesuatu yang jelas karena bayi masih terlalu kecil.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau dengan keluarga
pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan
wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan
pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu
penyakit serta berhubungan dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien. Berdasarkan
anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut :2

Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)

Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kondisi tersebut (faktor


predisposisi dan faktor risiko)

Kemungkinan penyebab dari kondisi yang dalami (kausa/etiologi)

Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien


(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk


menentukan diagnosisnya

Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai


kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi yang baik dengan pasien dan
keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap
artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis,
sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang
diperoleh.3

Dalam praktik ilmu kesehatan anak, tidak mungkin membuat diagnosis atau
perencanaan program perawatan yang memadai tanpa data mengenai anak, umur, ukuran
tubuh, kemampuan, dan kepribadiannya. Lebih lanjut, seorang anak adalah bagian dari
sebuah keluarga. Maka untuk memahami anak, kita harus tahu tentang keluarganya, orang
tuanya, gaya hidupnya, kehidupan keluarganya, kemampuan keluarga memelihara anak, dan
terutama hubungan keluarga dengan pasien serta sikap keluarga terhadap penyakitnya. 2-4

Setiap dokter mengembangkan caranya sendiri dalam mengumpulkan informasi.


Dalam memulai anamnesis sebaiknya diawali dengan menanyakan nama, umur dan keluhan
utama pasien. jika terdapat banyak masalah, maka kita perlu menyusun suatu daftar maslaah
singkat yang dapat mempermudah. Tahap selanjutnya adalah mengembangkan dan
menetapkan setiap masalah, serta menanyakan masalah-masalah yang berhubungan. 2-4

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam anamnesis tumbuh kembang anak adalah
sebagai berikut.2,4

1.Identitas Pasien

3
Berisi biodata dasar pasien yang meliputi nama, umur, pekerjaan, jenis
kelamin, alamat tempat tinggal, tempat dan tanggal lahir, agama, suku, status
perkawinan, serta pendidikan terakhir pasien.2,4

2.Anamnesis faktor pranatal dan perinatal

Merupakan faktor yang penting untuk mengetahui perkembangan anak.


Anamnesis harus menyangkut tentang usia kehamilan, sakit yang pernah diderita
selama hamil, tempat kelahirannya, jenis kelahirannya apakah spontan, normal, atau
bedah sesar, berat bayi yang baru lahir. Anamnesis juga menyangkut apakah ada
perkawinan antar keluarga.2,4

3.Kelahiran prematur

Harus dibedakan antara bayi prematur (SMK = Sesuai Masa Kehamilan) dan
bayi dismatur (KMK = Kecil Masa Kehamilan) dimana telah terjadi retardasi
pertumbuhan intrauterin.

Pada bayi prematur (lahir lebih cepat dari kelahiran normal) maka harus
diperhitungkan periode pertumbuhan intrauterin yang tidak sempat dilalui bayi
tersebut. Misalkan, bayi lahir 3 bulan prematur (umur kehamilan 6 bulan), jika bayi
ini dilakukan pemeriksaan 6 bulan setelah lahir, maka dia tidak bisa dibandingkan
dengan bayi usia 6 bulan tetapi harus dengan bayi usia 3 bulan.2,4

Dalam pengukuran antropometri anak yang lahir prematur, koreksi umur tidak
diperlukan pada pengukuran lingkar kepala mulai umur 18 bulan, berat badan mulai
umur 24 bulan, dan tinggi badan mulai umur 3,5 tahun dikarenakan mulai umur
tersebut tidak ada perbedaan yang bermakna antara umur yang dikoreksi dengan yang
tidak dikoreksi.2,4

4. Riwayat Keluarga

Untuk mengetahui bagaimana keluarga pasien perlu ditanyakan usia orang tua,
ada berapa anggota keluarga, berapa saudara kandung atau saudara dekat, bagaimana
kondisi kesehatan keluarga, apa saja penyakit yang pernah di derita oleh orang tua
atau anggota keluarga. Hal ini untuk mengetahui apakah keluarga dalam keadaan baik
dan mampu untuk mengurus anak atau bayi yang baru lahir. Riwayat keluarga juga
dapat mendiagnosis adakah penyakit genetik atau penyakit keturunan dalam keluarga

4
dan menerangkan kekhawatiran yang berlebihan yang dirasakan oleh keluarga karena
kurangnya pengetahuan.2,4

5. Riwayat Sosial

Setelah membina hubungan dengan orangtua, berbicaralah tentang kehidupan


mereka, pekerjaan mereka, tempat tinggal mereka dan masalah-masalah yang sedang
dihadapi. Hal tersebut dapat digunakkan sebagai petunjuk keadaan keuangan dalam
keluarga, apakah keluarga tersebut sudah mandiri atau memerlukan bantuan pihak
lain, bagaimana sanitasi dan higine tempat tinggal keluarga tersebut dan apakah
keluarga tersebut dalam keadaan harmonis atau tidak.2,4

6. Penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang dan


malnutrisi

Setelah anamnesis mengenai faktor-faktor prenatal dan perinatal, riwayat


keluarga, riwayat sosial, dan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
telah dilakukan dan diagnosa sudah dapat ditegakkan, pemeriksaan fisik dapat
dilakukan selanjutnya.2,4

Penyelidikan pada kemungkinan penderita kelainan genetik dimulai dengan


riwayat keluarga. Langkah pertama untuk memperoleh informasi tertentu propositus
atau kasus indeks (misalnya orang yang menderita secara klinis sehingga menarik
perhatian keluarga) dan pada tiap-tiap keluarga tingkat pertama (misalnya orang tua,
saudara kandung, dan keturunan dari propositus. Keterangan ini meliputi nama
panggilan, nama keluarga, tanggal lahir atau usia kini, usia waktu meninggal,
penyebab kematian, dan nama atau penjelasan tentang penyakit atau cacat apa pun.1,2,4

Langkah kedua adalah menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang


untuk menyelidiki keluarga akan adanya penyakit atau cacat. Pertanyaan dapat
ditanyakan seperti berikut ini: 1,2,4

Adakah keluarga yang menderita trait yang diketahui ditentukan secara genetik?
Tujuan pertnyaan ini adalah untuk memastikan adanya penyakit herediter dalam
keluarga walaupun penderita tertentu tidak terserang.

Adakah keluarga yang mengalami penyakit luar biasa, atau mempunyai keluarga
yang meninggal akibat keadaan yang langka? Tujuan pertayaan ini adalah untuk

5
mengidentifikasikan keadaan yang ditentukan secara genetik walaupun tidak
diketahui oleh pemberi informasi.

Adakah konsanguinitas dalam keluarga? Penyelidikan ini harus dilakukan langsung.


Di samping itu, harus menanyakan nama kelurga yang terdapat dalam keluarga
pasangan suami dan istri. Perkawinan dalam keluarga dapatmenjadi sumber sindrom
resesif autosom yang langka, dan kadang-kadang terdapat dalam keluarga yang tidak
diketahui oleh propositus.

Apakah asal etnik keluarga? Orang yang berasal dari etnik tertentu, misalnya kulit
hitam, Yahudi, dan Yunani, mempunyai kemungkinan yang tinggi penyakit genetik
tertentu.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemerikasaan fisik harus dapat menentukan keadaan apakah ada suatu bentuk
dismorfik dan keadaan kesehatan bayi. Genitalia eksterna harus diperiksa secara teliti, dengan
sistematika sebagai berikut :

1. Kesadaran umum
2. Keadaan spesifik : kulit, mata, kepala, thorak, abdomen.
3. Status lokalisasi khusus : genitalia eksterna

-Tentukan teraba gonad, posisi, ukuran, dan teksturnya

-Pengukuran panjang fallus

-Tentukan posisi meatus dari uretra, adanya hipospadia dan korda

-Tentukan derajat dari fusilabioscrotal folds

-Tentukan apakah terdapat orifisium vagina?

Tanda-tanda lain :

-Hiperpigmentasi, dehdrasi, hipoglikemia, atau hipertensi

-Webbed neck ,low hairline

- Kelainan kongenital lainnya

6
- Tanda virilisasi menggunakan skala Prade

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Laboratorium

Analisis kromosom.

Pemeriksaan hormonal disesuaikan dengan keperluannya seperti testosteron, uji


HCG, 17 OH progesteron.

Pemeriksaan elektrolit seperti Natriurn dan Kalium.

Karyotyping (analisis kromosom)

Karyotyping adalah satu tes untuk memeriksa kromosom dalam satu sel
sampel yang mana kita dapat mengetahui kelainan kromosom yang menyebabkan
suatu penyakit. Dengan pemeriksaan ini kita bisa menghitung jumlah kromosom dan
juga melihat struktur kromosom dan menilai ada atau tidak perubahan pada
strukturnya. Sampel untuk tes ini bisa dari berbagai jaringan termasuk:1

Cairan amnion
Darah
Sum-sum tulang
Plasenta
Sampel ditempatkan ke dalam piring khusus dan dibiarkan tumbuh di dalam
laboratorium. Kemudian sel yang telah tumbuh diambil sampelnya dan dibuat sediaan
dengan pewarnaan. Dengan menggunakan mikroskop, spesialis laboratorium akan
memeriksa ukuran, bentuk, dan jumlah kromosom dalam sel sampel. Seterusnya
sediaan tadi akan difoto untuk menghasilkan karyotype yang menunjukkan susunan
kromosom-kromosm. Beberapa kelainan termasuk sindroma klinefelter dapat
diidentifikasi melalui jumlah atau susunan kromosom.1

Nilai normal adalah:1

Wanita : 44 autosome dan 2 sex kromosom (XX) ditulis sebagai 46,XX

Laki-laki : 44 autosome dan 2 sex kromosom (XY) ditulis sebagai 46,XY

7
Hibridisasi in situ fluorescent (FISH)

FISH adalah menggunakan teknologi DNA probeneon berlabel untuk


mendeteksi atau mengkonfirmasi kelainan gen atau kromosom yang umumnya di luar
resolusi sitogenetik konvensional. Ketika indeks mitosis rendah,atau persiapan
Sitogenetika suboptimal, diagnosis akurat sering tidak tercapai dengan menggunakan
teknik banding . Dalam situasi tertentu FISH dapat berguna karena metodologi FISH
memungkinkan deteksi target tertentu yang menyebar tidak hanya dimetafase. Hal ini
membuat FISH menjadi alat yang kuat, cepat, dan sensitif terhadap kelainan
kromosom.

b) Pencitraan

USG pelvis : untuk memeriksa keadaan genital interna.

Genitografi untuk menentukan apakah saluran genital interna perempuan ada atau
tidak. Jika ada, lengkap atau tidak. Jadi pencitraan ini ditujukan terutama untuk
menentukan ada/ tidaknya organ yang berasal dari dari saluran Muller.

DIANGNOSIS KERJA

Segala gangguan perkembangan seks dimulai dari tingkat kromosom, gonad maupun
anatomi disebut disorders of sex development (DSD). Dahulu gangguan ini disebut sebagai
kelamin ganda, interseks, genitalia ambiguous atau pseudohermafrodit. Namun istilah ini
sudah dianjurkan untuk tidak digunakan lagi dan digantikan dengan istilah DSD, karena
istilah-istilah tersebut sering menimbulkan masalah sosial pada pasien.

Klasifikasi Disorders of Sexual Development (DSD)

Interseksualitas dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok,yaitu .

1) Gangguan pada gonad dan atau kromosom.

Yang termasuk dalamn klasifikasi ini antara lain hermafrodit sejati, disgenesis gonad
campuran, disgenesis gonad yang berhubungan dengan kromosom Y, dan testes rudimenter
atau sindrom anorkia.

8
Hermafrodit sejati.

Pada hermafrodit sejati, jaringan ovarium dan testes dapat ditemukan sebagai pasangan yang
terpisah atau kombinasi keduanya di dalam gonad yang sama dan disebut sebagai ovotestis.

Disgenesis gonad campuran.

Pada disgenesis gonad campuran ini biasanya ditemukan testes unilateral dan fungsional
abnormal.

Disgeriesis gonad dengan translokasi kromosom Y.

Pada kelainan ini ditemukan disgenesis gonad, namun dari hasil pemeriksaan analisis
kromosom menunjukkan adanya translokasi kromosom Y.

Testes rudimenter atau sindrom anorkia.

Ditemukan pada lelaki 46 XY dengan diferensiasi seksual normal sejak minggu ke-8 s/d 13,
tetapi kemudian testes menjadi sangat kecil atau anorkia komplit. Struktur saluran interna
adalah lelaki. Terjadi kegagalan pada proses virilisasi. 3

2) Maskulinisasi dengan genetik perempuan (Female pseudohermaphroditism)

Terdapat pada seseorang dengan kromosom 46 XX, ovarium tidak ambiguous dan tidak
ditemukan komponen testis di gonad, sehingga struktur saluran Muller tidak mengalami
regressi. Terjadinya maskulinisasi akibat terdapatnya androgen dalarn jumlah berlebihan dari
sumber endogen atau eksogen, yang merangsang janin perempuan terutama sebelum minggu
ke-12 masa kehamilan, sehingga genitalia eksterna mengalami virilisasi.

Sebab-sebab paling umum dari kelainan ini adalah Congenital adrenal hyperplasia (CAH)
yang menyebabkan kekurangan/ ketidakhadiran ensim 21-hidroksilase, 11-hidroksilase
dan 3-hidroksilase dehidrogenase.

Congenital adrenal hyperplasia (CAH) merupakan penyebab terbesar kasus interseksual dan
kelainan ini diturunkan lewat ayah dan ibu yang sebagai pembawa separo sifat menurun dan
penderitanya bisa laki-laki dan perempuan yang mendapatkan kedua paroan gen abnormal
tersebut dari kedua orang tuanya.

Penyakit ini digolongkan menjadi tipe yang klasik dan non klasik. Tipe yang klasik ini bisa
menunjukkan gejala kehilangan garam tubuh (natrium) sampai terjadi syok, sehingga sering

9
meninggal pada bulan pertama setelah lahir, sebelum diagnosis bisa ditegakkan. Sedang yang
tidak menununjukan gejala kekurangan garam bisa bertahan hidup yaitu pada wanita disertai
gejala maskulinisasi dan pada laki-laki dengan gejala pubertas dini tanpa disertai gejala
keraguan alat kelamin sehingga laki-laki sering tidak datang berobat. Pada pengalaman di
klinik kenyataanya hampir tidak pernah tertangkap penderita laki-laki. Penderita perempuan
menunjukkan gejala pembesaran kelentit (klitoris) yang mirip penis sejak lahir atau pada
yang lebih ringan akan muncul setelah lahir. Anak-anak penderita CAH akan tumbuh cepat
tapi kemudian pertumbuhan akan berhenti lebih awal, sehingga pada keadaan dewasa mereka
akan lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal. Pada tipe yang non klasik gejala muncul
setelah 5-6 tahun dengan maskulinisasi yang lebih ringan, pembesaran klitoris akan muncul
belakangan.

Maskulinisasi pada penderita CAH dengan genetik wanita hanya mungkin terjadi akibat
adanya hormon androgen ekstragonad (dari luar gonad) yang dapat berasal dari endogen mau
pun eksogen, karena pada penderita ini tidak ditemukan testis yang merupakan penghasil
utama hormon androgen. Manifestasi klinik dari hormon androgen yang berlebihan ini
terbatas pada alat genital bagian luar dan derajat berat-ringannya kelainan tergantung pada
tahap pertumbuhan seksual saat terjadinya paparan hormon androgen tersebut. Pada penderita
kelainan ini tidak akan ditemukan organ laki-laki bagian dalam. Pada keadaan ringan sering
munculnya pembesaran kelentit (menjadi seperti penis) pada wanita setelah lahir, sehingga
masyarakat menganggap alat kelaminnya berubah dari wanita menjadi laki-laki. Penyakit ini
bisa diobati, untuk menghindari gejala yang lebih berat pengobatan harus dilakukan sedini
mungkin dan seumur hidup. Penapisan pada bayi baru lahir seharusnya dilakukan di
Indonesia karena prevalensi penyakit ini cukup tinggi.

Paparan hormon androgen eksogen bisa disebabkan bahan hormonal yang bersifat androgenik
yang dikonsumsi ibu saat mengandung janin wanita, misalnya preparat hormonal yang
mengandung progestogen, testosteron atau danazol. Berat ringannya kelainan alat genital
janin tergantung dari usia kehamilan, potensi, dosis serta lama pemakaian obat. Paparan
hormon androgen dan progestogen saat usia kehamilan 6-10 minggu dapat berakibat
perlekatan pada bagian belakang vagina, skrotalisasi labia dan pembesaran klitoris. Kelainan
organ genitalia yang disebabkan oleh paparan hormon androgen eksogen mempunyai ciri
khas yaitu proses maskulinisasi tidak berjalan progresif dan tidak didapatkan kelainan
biokimiawi. Yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain Hiperplasia Adrenal Kongenital,

10
Androgen berlebihan bersumber dari Ibu atau obat-obatan yang diperoleh Ibu semasa
kehamilan, dan Defisiensi Aromatase. 3

3) Maskulinisasi tak lengkap pada genetik lelaki (Male pseudohermaphroditism)

Terdapat pada seseorang dengan kromosom 46 XY dan mempunyai testes. Maskulinisasi tak
lengkap disebabkan oleh adanya gangguan sintesis atau sekresi testosteron janin, atau
gangguan konversi testosteron menjadi dihidrotestosteron, kekurangan atau kerusakan
aktivitas reseptor androgen atau kerusakan produksi dan aksi lokal dari Mullerian inhibiting
factor. Ada beberapa jenis cacat hormon laki-laki yang menimbulkan gejala hermaprodit
semu laki-laki antara lain: yang paling sering adalah Sindrom Resistensi Androgen atau
Androgen Insensitivity Syndrome (AIS) atau Testicular Feminization Syndrome.

Penyakit ini merupakan penampilan hermaprodit semu laki-laki yang paling sering dijumpai
di klinik. AIS merupakan kelompok kelainan yang sangat heterogen yang disebabkan tidak
atau kurang tanggapnya reseptor androgen atau sel target terhadap rangsangan hormon
testosteron. AIS diturunkan melalui jalur perempuan (ibu), perempuan adalah pembawa sifat
yang menurunkan, penderita hanya pada laki-laki. Kejadian AIS dalam satu keluarga adalah
hal yang sering dijumpai tetapi ternyata 1/3 kasus AIS tidak mempunyai riwayat keluarga
yang positif. AIS dapat terjadi dalam bentuk complete Androgen Insensitivity Syndrome
(CAIS) atau incomplete/partial Androgen Insensitivity Syndrome (PAIS).

Penderita PAIS adalah laki-laki dengan kelainan alat kelamin luar yang sangat bervariasi,
kadang-kadang bahkan terdapat pada beberapa pria normal yang tidak subur. Penderita PAIS
mempunyai penis yang kecil yang tampak seperti pembesaran cltoris, disertai dengan
hipospadia berat (jalan kencing bocor ditengah tidak melewati penis) yang membelah
skrotum sehingga tampak seperti lubang vagina. Skrotum kadang tidak menggantung dengan
testis umumnya berukuran normal dan terletak pada abdomen, selakangan atau sudah turun
kedalam skrotum. Pada usia dewasa sering tumbuh payudara dan keluarnya jakun, walaupun
tidak disertai perubahan suara

Pada CAIS, penderita dengan penampilan seperti perempuan normal, dengan alat kelamin
luar seperti wanita, mempunyai vagina yang lebih pendek dari normal,dan payudara akan
tumbuh mulai masa prepubetas dengan hasil pemeriksaan kromosom menunjukkan 46,XY
(sesuai kromosom pada laki-laki) dan kadar hormon testosteron normal atau sedikit
meningkat. Pada pemeriksaan fisik dan USG akan teraba atau tampak 2 testis yang umumnya

11
tidak berkembang dan terletak dalam rongga perut atau selakangan, tanpa struktur alat genital
dalam wanita. Individu dengan CAIS sering menunjukkan gejala seperti hernia inguinalis
(hernia pada selakangan), oleh karena itu pada anak perempuan prapubertas yang mengalami
hernia inguinalis (benjolan pada selakangan) dan gejala tidak menstruasi sejak lahir, perlu
pemeriksaan kromosom.

4) Gangguan pada embriogenesis yang tidak melibatkan gonad ataupun hormon

Kelainan genitalia eksterna dapat terjadi sebagai bagian dari suatu defek dari embriogenesis.
Contoh dari kelainan ini ialah epispadia glandular, transposisi penoskrotal, penis yang
dihubungkan dengan ahus imperforata, dan klitoromegali pada neurofibromatosis.

DIANGNOSIS BANDING

1. Klinefelter stndrome (47 XXY karyotype)

Karotipe XXY pada sindrom klinfelter terjadi dengan insidensi 1 dari 600
kelahiran hidpu bayi laki-laki. Kariotipe XXY pada sindrom Klinefelter diakibatkan
oleh nondisjunction dan tambahan kromosom X didapatkan dari ayah atau ibu. Tidak
ada peingkatan risiko keguguran yang berhubungan dengan kariotip ini. Banyak kasus
sindrom ini yang tidak terdiagnosis. Pada saat lahir, bayi dengan XXY lebih kecil
dalam hal berat dan panjang bedan serta lingkar kepala. Namun selama kanak-kanak
terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan tinggi badan. Gabaran utama dari sindrom
ini adalah hipogonadisme. Puberitas biasanya terjadi namun ukuran testis menurun
sejak pertengan puberitas dan terjadi hipoganadisme. Laki-laki yang memiliki kariotip
tersebut biasanya infertile. Pertumbuhan rambut pada muka tidak terjadi dengan baik.
Perawakan tinggi dan ginekomastia biasanya terjadi. Risiko terjadinya kanker
payudara meningkat dibandingkan dengan laki-laki dengan kariotup XY. Intelejensi
umunya dalam batas normal, tetapi 10-15 poin lebih rendah daripada saudara
kasnudngnya. Kesulitan belajar dan gangguan tingkah laku umunya berhubungan
dengan tekanan lingkungan. Rasa malu, imaturitas dan frustasi cendrung membaik
dengan terapi penganti hormone testoteron. 4

2. Turner syndrome (45 XO karyotype)

12
Penderita sindroma Turner biasanya sudah meperlihatkan tanda-tanda diwaktu
masih bayi, yaitu adanya kulit tambahan pada leher. Sindroma Turner terdapat kira-kira 1:
3000 kelahiran hidup dan lebih dari 90% mengalami abortus spontan.

Penyelidikan mikroskopis dari ovarium hanya menunjukkan beberapa gores


jaringan sisa-sisa ovarium. Karena itu ia steril. Pembuatan karyotipe dari penderita
menunjukkan adanya sebuah kromosom-X saja, sehingga ia hanya memiliki 45
kromosom. Oleh karena wanita normal biasanya disebut juga XX, maka penderita
sindroma Turner disebut juga XO. Ia tak perlu rendah intelegensianya, kecuali memang
sangat lemah dalam matematika. Kurangnya hormone kelamin yang dibentuk
menyebabkan ia berkurang perhatian terhadap kehidupan seksual, tetapi dengan
perlakuan esterogen maka kekurangan ini dapat ditingkatkan

3. Mixed gonadal dysgenesis (45XO/46 XY karyotype)

Merupakan suatu kondisi berupa ketidaksimbangan perkembangan gonad akibat


ketidaksesuaian differensiasi seks. Kelainan yang ditandai dengan adanya sel germ pada
tumor atau testis pada satu sisi tetapi sisi lain hanya berupa streak. Karena perkembangan
gonad yang tidak simetris ini maka perkembangan duktus wolfi dan mulleri juga
mengalami hal yang sama. Biasanya ditemukan kromosom mosik dengan 45 X/46XY.
Mixed gonodal dysgenesis dapat di interpretasikan sebagai variasi dari tuner syndrome.
Ekspresi fenotip pada penderita ini berupa ambigiuous genitilia, intersex, laki-laki atau
wanita tergantung pada pola mosaicism yang muncul. Karena keberadaan jaringan
disgenesis gonad dan kromosom Y maka resiko tinggi terkena gonadoblastma, oleh
karena diidikasikan pengangkatan gonad.

4. Tetragametic Chimerism

Tetragametic Chimerism adalah bentuk chimerism bawaan. Kondisi ini terjadi


melalui pembuahan dua ovum yang terpisah oleh dua sperma, diikuti oleh fusi dari dua di
blastokista atau tahapan zigot. Ini hasil dalam pengembangan organisme dengan garis sel
bercampur. Dengan kata lain, chimera dibentuk dari penggabungan dua kembar

13
nonidentical (meskipun mungkin penggabungan serupa terjadi dengan kembar identik,
tetapi sebagai DNA mereka hampir identik, kehadiran tidak akan segera terdeteksi dalam
sangat awal (zigot atau blastosis) fase. Dengan demikian, mereka dapat laki-laki,
perempuan, atau hermafrodit . Sebagai organisme berkembang, ia dapat datang ke
memiliki organ yang memiliki set yang berbeda dari kromosom . Sebagai contoh, chimera
mungkin memiliki hati yang terdiri dari sel dengan satu set kromosom dan memiliki
ginjal terdiri dari sel dengan kromosom set kedua. Hal ini telah terjadi pada manusia, dan
pada satu waktu dianggap sangat langka, meskipun bukti lebih baru menunjukkan bahwa
tidak jarang sebagai diyakini sebelumnya.6,9,10

Orang yang terkena dampak dapat diidentifikasi dengan ditemukannya dua


populasi sel darah merah atau, jika zigot adalah dari dua lawan jenis, alat kelamin ambigu
dan hermaphroditism; kadang-kadang juga memiliki kulit tambal sulam, rambut, atau
pigmentasi mata ( heterokromia ). Jika blastosis adalah dari jenis kelamin, alat kelamin
dari kedua jenis kelamin dapat dibentuk, baik ovarium dan testis , atau dikombinasikan
ovotestes , dalam satu bentuk yang jarang dari intersexuality , kondisi sebelumnya dikenal
sebagai hermaphroditism yang sebenarnya.6,9,10

GEJALA KLINIS

Gejala dari kelamin ganda (ambigous genitalia), pada bayi yang secara genetika
seorang perempuan (kedua chromosome XX), maka:

1. Terlihat clitoris yang membesar yang sering dikira sebagai penis

2. Bibir bawah yang tertutup atau seperti lipatan hingga dikira sebagai scrotum

3. Benjolan dibawah kelamin yang dikira sebagai testis.

Pada bayi yang secara genetis adalah laki laki, maka gejalanya adalah:

1. Saluran kencing tidak sampai ke depan penis (berhenti dan keluar ditengah atau
dipangkal penis)

2. Penis sangat kecil dengan lubang saluran kencing dekat dari scrotum

14
3. Testis tidak ada atau hanya ada satu buah.

PATOFISIOLOGI

Untuk mengetahui patofisiologi ambigius genitalia, harus memahami diferensiasi


seksual normal dan abnormal yang merupakan pengertian dasar pada kelainan ini.

Embrio Diferensiasi Seksual

Penentuan fenotip seks di mulai dari seks genetik yang kemudian di ikuti oleh
kaskade: kromosom seks menentukan seks gonad, akhirnya menentukan fenotip seks. Tipe
gonad menentukan diferensiasi atau regresi duktus internal (milleri dan wolfii). Indentitas
gender tidak hanya di tentukan oleh fenotip individu, tetapi juga oleh perkembangan otak
prenatal dan posnatal.

Diferensiasi Gonad

Dalam bulan ke dua kehidupan fetus, gonad indeferen di pandu menjadi tetes
informasi genetik yang ada pada lengan pendek kromosom Y disebut tetes determining faktor
(DTF) merupakan rangkaian 35-kbp dalam subband 11,3, area ini disebut daerah penentu
seks pada kromosom Y (SRY), bila mana daerah ini tidak ada atau berubah, maka gonad
dalam perkembangan tetes antara lain DAX I pada pada kromosom X. SFI pada gq33,WTI
pada 11p 13,SOX 9 pada 17q24-q25, dan AMH pada 19q 13.5

Diferensiasi Duktus Internal

Perkembangan duktus internal pada akibat efek parakrin gonad ipsilateral. Penelitian
klasik Jost pada tahun 1942 dengan kelinci menjelaskan dengan sangat baik peran gonad
dalam mengendalikan perkembangan duktus internal dan fenotip genetalia eksternal. Bila ada
jaringan tetes, maka ada 2 subtansi produk internal laki-laki yaitu testosteron substansi
penghambat milleri (MIS) atau hormon anti milleri (AMH).

Testosteron di produksi sel leydig testes, merangsang duktus wolfi menjadi


epididunis, vas deferens dan vesikula seminalis. Struktur wolfi paling dekat dengan sumber
testosteron, duktus wolfi tidak berkembang seperti yang diharapkan bila testes atau gonad
disgenetik sehingga tidak memproduksi testosteron. Kadar testosteron lokal yang tinggi
penting untuk diferensiasi duktus wolfi namun pada fetus perempuan androgen ibu saja yang
tinggi tidak dapat menyebabkan deferensiasi duktus internal laki-laki, hal ini juga tidak

15
terjadi pada bayi perempuan dengan congenital adrenal hiperplasia (CAH). MIS diproduksi
oleh sel sertoli testes, penting untuk perkembangan duktus internal laki-laki normal,
merupakan suatu protein dengan berat molekul dengan 15.000 yang disekresi mulai minggu
ke-8. Peran utamanya adalah represi perkembangan pasif duktus milleri (tuba fallopi, uterus,
vagina atas). Testosteron dan estrogen tidak mempengaruhi peran MIS.

Deferensiasi genetalia eksternal

Genitalia kedua jenis kelamin masih identik sampai 7 minggu pertama masa gestasi.
Tanpa hormon endrogen (testosteron dan dihidrotestesteron-DHT), genitalia eksterna secara
fenotip perempuan. Bila ada gonad laki-laki, diferensiasi terjadi secara aktif setelah minggu
ke-8 menjadi fenotip laki-laki. Diferensi ini dipengaruhi oleh testosteron, yang berubah
menjadi DHT karena pengaruh enzim 5-alfa reduktase dalam sitoplasma sel genitalia eksterna
dan sinusurogenital. DHT di berikan dengan reseptor androgen dalam sitoplasma kemudian
ditranspor ke nukleus. Menyebabkan translasi dan transkripsi material genetik. Akhirnya
menyebabkan perkembangan genetalia eksterna laki-laki normal. Bagian primordial
membentuk skrotum, dari pembengkakan genetalia membentuk batang penis dari lipatan
tuberkel membentuk glans penis. Dari sinus urogenitalis menjadi prostal maskulisasi tidak
sempurna bila testosteron gagal berubah menjadi DHT atau DHT gagal bekerja dalam
sitosplasma atau genetalia eksterna dan sinus urogenital kadar testosteron tetap tinggi sampai
minggu ke-14. Setelah minggu ke-14, kadar testosteron fetus menetap pada kadar yang lebih
rendah dan di pertahankan oleh stimulasi human chorionic gonadotropin (HCG) maternal
daripada oleh LH. Kemudian pada fase gestasi selanjutnya testosteron bertanggung jawab
terhadap pertumbuhan falus yang responsif terhadap testosteron dan DHT.5

ETIOLOGI

Penyebab penyakit interseksualitas sangat kompleks, terbanyak oleh karena kelainan


genetik. Namun pengaruh lingkungan terutama pengunaan obat-obat hormonal pada masa
kehamilan merupakan salah satu yang diduga. Paparan pada masa kehamilan yang
mengakibatkan ambiguitas seksual pada bayi perempuan dengan kromosom 46XX.
Semestinya dipertimbangkan dengan hati-hati pada ibu hamil, pemakian obat hormonal yang
tidak perlu.

EPIDEMIOLOGI

16
DSD merupakan ketidaksesuaian karakteristik yang menentukan jenis kelamin
seseorang, secara umum tingkat kejadiannya untuk mendapatkan penyakit ini adalah 1: 2000.

Data mengenai insidens dan prevalensi penyakit ambiguous genitalia sangat terbatas.
Meskipun tidak ada jumlah pasti prevalensi penyakit ambiguous genitalia, pada akhir tahun
2006, di Jerman telah ditemukan 2 kasus dari 10.000 kelahiran.

Kasus DSD secara umum dapat dialami baik laki-laki, maupun perempuan dan biasanya
didiagnosis pada kelahiran bayi dengan ambiguous genitalia.

PENATALAKSANA

A. Pengobatan endokrin

Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah mendorong
perkembangan maskulinisasi dan menekan berkembangannya tanda-tanda seks
feminisasi(memebesarkan ukuran penis, menyempurkan distribusi rambut dan masa
tubuh)dengan memberikan tertoteron. Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan
pengobatan adalah mendorong secara simultan perkembangan karakteristik seksual kearah
feminine dan menekan perkembangan maskulin (perkembangan payudara dan mestruasi yang
dapat timbul pada beberapa individu setelah pengobatan estrogen.

Pengobatan hormone seks biasanya mulai diberikan pada saat puberitas dan
glukortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada saat diagnosis
ditegakan. Bilaman pasien diberikan seks laki-laki , hormone seks perempuan atau
glukortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan selama hidup. Misalnya hormone seks laki-
laki dibutuhkan pasa saat dewasa untuk pertahankan karateristik maskulin, hormone seks
perempuan untuk mencegah osteoporosis dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stress.6

B. Pengobatan pembedahan

Tujuan pembedahan rekontruksi pada genitalia permpuan adalah agar mempunyai


genitalia ekterna feminism. Sedapat mungkin seperti normal dan mengkoreksi agar fungsi
seksualnya normal. Tahap pertama adalah menguragi ukuran klitoris yang membesar dengan
tetap mempertahankan pesyarafan pada klitoris dan menempatkan tidak terlihat seperti posisi

17
pada wanita normal. Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada diluar badan di
daerah bawah glitoris. Tahap pertama biasanya dilakuakan pada awal kehidupan.

Sedangkan tahap kedua mungkin lebih berhasil bilaman dilakukan pada saat paisen
siap memulai kehidupan seksual.

Pada laki-laki tujuan pembedahan rekontruksi adalah meluruskan penis dan merubah
letak utera yang tidak berada ditempat normal ke ujung penis. Hal ini dpat dilakukan pada
satu tahap saja. Namun, demikian pada banyak kasus hal ini harusnya dilakukan lebih dari
satu tahapan. Khususnya bilamana jumlah jaringan kulit yang dapat digunakan terbatas.
Lakukan pada penis terlalu berat dan semua keadaan-keadaan tersebut bersaman sehingga
mempersulit terknik operasi. Bilama pengaushan seks sudah jelas kearah laki-laki, maka
dapat dilakukan operasi rekontruksi antara usia 6 bulan sampai 11 tahun. Secara umum
sebaiknya operasi, sudah selesai sebelum anak berusia 2 tahun, jangan sampai dirtunda
sampai usia puberitas.

Bilamana pengasuhan seks susah jelas kearah perempuan,bilaman pembukaan vagina


mudah dilakukan dan glitoris tidka terlalu besar. Maka rekontruksi vagina dapat dilakukan
pada awal kehidupan tanpda koreksi glitoris. Bilamana maskulinisasi mmenuat klitoris sangat
besar dan vagina tertutup (atau lokasi vagina dangat tinggi dan sangat posterior )maka
dianjurkan untuk menunda rekontruksi vagina sampai usia remaja. Namun hal ini masih
merupakan perdebatan, nenerapa ahli menganjurkan agar rekontruksi dilaukan sewal
mungkin atau setidaknya sebelum usia dua tahun, namun ahli yang lain menganjurkan
ditunda sampai usia puberitas agar kadar estrogennya tinggi sehingga vagina dapat ditarik
kebawaah lebih mudah.

Chordectomi

Melepaskan chordee sehingga penis bisa lurus kedepan saat ereksi.


Chordectomi komplit dilakukan untuk mengerahkan korpora kavernosum dan
memperpanjang uretra serta membawa lubang uretra ke ujung glans.7

18
Urethroplasty

Urethroplasty dilakukan dengan Membuat osteum urethra externa diujung


gland penis sehingga pancaran urin dan semen bisa lurus ke depan. Tahap kedua ini
dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Urethroplasty
yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan
dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap
pertama. Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah
penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan
untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi
canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde
yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang
dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai
kandung kemih.7

Apabila chordectomi dan urethroplasty dilakukan dalam satu waktu operasi


yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan dalam waktu berbeda disebut dua tahap
Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan perbaikan pada
hipospadia agar tujuan operasi bisa tercapai yaitu usia, tipe hipospadia dan besarnya
penis dan ada tidaknya chordee. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan
sampai usia belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak
terhadap tindakan operasi dan kelainannya itu sendiri, sehingga tahapan perbaikan
hipospadia sudah tercapai sebelum anak sekolah.7

KONSELING GENETIK

Konseling genetik atau orang lain dimana anggota kelurga lebih dapat berbicara
terbuka. Yang sangat penting adalah bahwa yang memeberikan konseling harus sangat

19
familier dengan hal-hal yang berhubungan dengan diangnosis dan pengolahan interaksi.
Sebagai tambahan, sangat membantu bilamana koselor mempunyai latar belakang terapi seks
atau konseling seks.

Topik yang harus diberikan selama konseling adalah pengetahuan tentang keadaan
anak dan pengobatannya, infertilitas, oritenasi seks, fungsi seksual dan koseling genetic.
Bilamana pada suatu saat di sepanjang hidupnya, pasien dan orangtuanya mempunyai
masalah dengan topic tersebut, maka dianjurkan untuk konsultasi.7

KONSULTASI MEDIKOLEGAL

Penatalaksanaan genitalia ambigua meliputi penentuan jenis kelamin (sex


assessment), pola asuh seksual (sex rearing), pengobatan hormonal, koreksi secara
pembedahan, dan psikologis. Oleh karena itu pelibatan multi-disiplin ilmu harus sudah
dilakukan sejak tahap awal diagnosis yang meliputi bidang : Ilmu Kesehatan Anak, Bedah
Urologi, Bedah plastik, Kandungan dan Kebidanan, Psikiatri, Genetika klinik, Rehabilitasi
medik, Patologi klinik, Patologi anatomi, dan Bagian hukum Rumah Sakit/Kedokteran
forensik.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan :

1) Potensi fertilitas

2) Kapasistas fungsi seksual

3) Fungsi endokrin.

4) Perubahan keganasan

5) Testosteron imprinting dan waktu saat pembedahan

6) Faktor psikoseksual: gender identity (identitas gender), gender role (peran gender) dan
gender orientation (orientasi gender)

7) Aspek kultural

8) Informed consent dari keluarga.

PROGNOSIS

20
Dengan pemeriksaan dan penanganan yang tepat pada bayi berusia 3 minggu tersebut,
maka jenis kelamin yang sudah dapat dipastikan dari pemeriksaan kromosom menggunakan
metode karyotyping dapat di implementasikan dalam prosedur penanganan genitalia eksterna
bayi tersebut sedini mungkin sesuai prosedur yang tersedia. Prognosis yang dialami sangat
baik.

KESIMPULAN

Gangguan perkembangan alat kelamin atau yang lebih dikenal dengan istilah
Disorders of Sex Development (DSD) adalah kelainan kongenital di mana perkembangan alat
kelamin di tingkat kromosom, gonad, atau anatomi yang terjadi secara atipikal. Dengan
melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat untuk menentukan kelainan pada
struktur dan jumlah kromosom yang ada maka dapat dipastikan dan di tegakkan diagnosis
berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut sehingga penatalaksanaan yang tepat dapat diberikan
pada bayi tersebut dengan memperhatikan aspek mediolegal. Konseling genetik yang
dilandaskan pada pemeriksaan kromosom juga penting untuk dilakukan guna mencegah
kasus tersebut terjadi dan berulang pada generasi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Suryo. Abnormalitas akibat kelainan kromosom dalam Genetika manusia. Jogjakarta:
Universitas Gadjah Mada press; 2005.h.241-54.

2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.10-


20

3. Hidayat AAA. Asuhan neonatus, bayi, dan balita. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007.h.1-22.

4. Berhman E, Arvin AM, Kliegman RM. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15.
Jakarta: EGC; 2000.h.532-43.

5. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 2002.h.1-31.

6. Effendi SH, Indrasanto E. Kelainan kongenital buku ajar neonatologi. Edisi ke-1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI;2008.h.63-9.

7. Sudjatmiko G. Hipospadia petunjuk praktis ilmu bedah plastik rekonstruksi. Jakarta :


EGC; 2011. hal 124-7.

8. Miller OJ, Therman E. Human chromosomes. 4th ed. New York: Springer Verlag;
2005.p.157-170.

9. Strauss J, Barbieri R. Yen & Jaffes reproductive endocrinology. 6th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2009.p.777-800.

10. Sperling. Pediatric endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: Saunder Elsevier;


2008.p.610-40.

22

Anda mungkin juga menyukai