Anda di halaman 1dari 26

WRAP UP SKENARIO 2

MENCRET BERKEPANJANGAN

Oleh : A7

Ketua : Bendit Setiawan 1102013056

Sekretaris : Annisa Rahmadhania 1102013038

Anggota : Annisa Nadya Pradita 1102013037

Bening Irhamna 1102013057

Darayani Amalia 1102013070

Dea Melinda Sabila 1102013072

Dyas Modesty 1102013090

Faisal Muhammad 1102013104

UNIVERSITAS YARSI

FAKULTAS KEDOKTERAN

TAHUN PELAJARAN 2013-2014


Reaksi Alergi

Seorang perempuan berusia 20 tahun, datang ke dokter dengan keluhan gatal-gatal serta
bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuh, timbul bengkak pada kelopak mata
dan bibir sesudah minum obat penurun panas (Parasetamol). Pada pemeriksaan fisik didapatkan
angioedema di mata dan bibir serta urtikaria di seluruh tubuh. Dokter menjelaskan keadaan ini
diakibatkan oleh ani histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati
hati dalam meminum obat serta berkonsultasi dulu dengan dokter.
Kata kata sulit

1. Edema : Pembengkakan
2. Angiodema : Pembengkakan dermis pada jaringan subkutan atau mukosa karena
pembocoran pembuluh darah
3. Urtikaria : Reaksi pembuluh darah berupa erupsi pada kulit, bekas tegas dan timbul,
warna merah, putih bila ditekan, gatal
4. Hipersensitivitas : peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang
pernah dipajan sebelumnya
5. Antihistamin : zat yang menurunkan efek histamine terhadap tubuh dengan cara
memblok reseptor histamine. Histamine adalah zat yang dikeluarkan sel mast
6. Kortikosteroid : kelompok hormone yang dihasilkan sel mast oleh kelenjar adrenal dan
korteks
7. Alergi : Akuisi aktivitas imun spesifik yang tidak sesuai terhadap bahan
lingkungan yang biasanya tidak berbahaya

Analisa Pertanyaan

1. Apa yang menyebabkan timbulnya bengkak pada mata?


2. Bagaiman terjadinya alergi?
3. Apa saja tipe hipersensitivitas?
4. Bagaiman cara mencegah alergi terhadap obat?
5. Apakah ada cara penanganan selain antihistamin dan kortikosteroid?
6. Bagaimana cara kerja antihistamin?
7. Apakah semua golongan kortikosteroid dapat mengatasi reaksi alaergi?
8. Apakah pemberian anti alergi menurunkan reaksi alergi?
9. Bagaimana terjadinya urtikaria?
10. Apa yang menyebabkan hipersensitivitas tipe cepat?
11. Bagaimana cara memilih obat yang sesuai dengan anjuran islam?
12. Apa ayat yang berhubungan dengan scenario 2?

Jawaban

1. Karena terjadinya vasodilatasi yang menyerang mukosa dan submucosa


2. Tubuh mengenali alergen sebagai benda asing, berat molekul >1000 dalton, susunan
kimia menjadi semakin kompleks -> imunogen
3. Hipersensitivitas tipe 1 : Reaksi cepat (IgE)
Hipersensitivitas tipe 2 : Reaksi sitotoksik (IgG atau IgM)
Hipersensitivitas tipe 3 : Reaksi kompleks imun
Hipersensitivitas tipe 4 : Reaksi lambat
4. Konsultasi ke dokter sebelum minum obat
5. Ada
6. Memblok reseptor histamine
7. Bisa, tergantung indikasi dan kontraindikasi
8. Iya
9. Alergen merangsang APC -> merangsang sel T helper -> mengeluarkan sitokin ->
pembentukan sel B -> sel plasma -> Antibodi -> sel mast mengeluarkan histamin :
menyebabkan vasodilatasi sehingga kulit berwarna merah, gatal gatal, bentol
10. Ikatan silang anatara alergen dan IgE pada sel mast
11. Konsultasi dengan ahlinya, sesuai dengan indikasinya, tawakal, memilih yang
mudaratnya lebih sedikit
12. Surah At- Thagabun ayat 11

Hipotesis sementara

Minum obat paracetamol (alergen) menyebabkan angioedema kelopak mata dan bibir, gatal gatal
dan urtikaria seluruh tubuh akibat dari pelepasn histamin oleh sel mast yang menyebabkan
terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 1 (macam- macam reaksi: Hipersensitivitas 1,
Hipersensitivitas 2, Hipersensitivitas 3, Hipersensitivitas 4) sehingga diberikan obat
Antihistamin dan kortikosteroid yang penggunaannya berdasarkan ajaran islam.

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan menjelskan reaksi hipersensitivitas


1.1 Definisi
1.2 Etiologi
1.3 Klasifikasi
LI.2. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe I
2.1 Definisi
2.2 Mekanisme
2.3 Manifestasi klinik
LI.3. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe II
3.1 Definisi
3.2 Mekanisme
3.3 Manifestasi klinik
LI.4. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe III
4.1 Definisi
4.2 Mekanisme
4.3 Manifestasi klinik
LI.5. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe IV
5.1 Definisi
5.2 Mekanisme
5.3 Manifestasi klinik
LI.6. Memahami dan menjelaskan peranan anti histamin dan kortikosteroid
6.1 Farmakodinamik
6.2 Farmakokinetik
6.3 Indikasi
6.4 Kontraindikasi
6.5 Efek samping
LI.7. Memahami dan menjelaskan batasan hukum Islam untuk menentukan alternatif
terbaik dari dua pilihan sulit

LI.1. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas


1.1 Definisi
Peningkatan reaktivitas atau sensitifitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau
dikenal sebelumnya. Reaksi hipersensitivitas terdiri atas berbagai kelainan yang heterogen
yang dapat dibagi menurut berbagai cara (Baratawidjaja,2012)
Atau respon imun ayng berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh. (Buku IPD)
1.2 Etiologi
- Benda asing pada lingkungan (dapat berupa pakaian, makanan)
- Perbedaan keadaan fisik tiap bahan, misalnya berat molekul tiap bahan berbeda. Apabila
berat molekulnya besar maka daya sensitivitasnya juga lebih besar
- Kekerapan pajanan
- Daya tahan tubuh seseorang, contohnya org tersebut penderita imunodefesiensi atau tidak
- Daya reaksi silang antar bahan akan berpengaruh terhadap timbulnya alergi.
(Retno W Soebaryo,2002)

1.3 Klasifikasi
a. Menurut waktu timbulnya reaksi
- Reaksi cepat
Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan
silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi
penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis
sistemik atau anafilaksis berat.
- Reaksi intermediet
Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24
jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu
yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi
intermediet berupa :
Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik
autoimun).
Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis
nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).
- Reaksi lambat
Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan
antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas
sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan
jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M.
Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

Perbedaan Reaksi cepat Reaksi intermediet Reaksi lambat


Waktu timbul Terjadi setelah Terjadi setelah 48
Hitungan detik
reaksi beberapa jam terpajan jam terpajan
b. Menurut Gell dan Coombs

Tabel 1. Reaksi hipersensitivitas Tipe I,II,III,IV menurut Gell dan Coombs

Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV


Reaksi IgE Reaksi Sitotoksik Reaksi Kompleks Reaksi selular
(IgG atau IgM) Imun
Ikatan silang anatara Ab terhadap antigen Kompleks Ag-Ab Sel Th1 yang disensitasi
antigen dan IgE yang permukaan sel mengaktifkan melepas sitokin yang
diikat sel mast yang menimbulkan destruksi komplemen dan mengaktifkan makrofag
basofil melepas sel dengan bantuan respons inflamasi atau sel Tc yang
mediator vasoaktif komplemen atau melalui infiltrasi masib berperan dalam
ADCC neutrofil kerusakan jaringan. Sel
Th2 dan Tc
menimbulkan respons
sama
Manifestasi khas: Manifestasi khas: Manifestasi khas: Manifestasi khas:
Anafilaksis sistemik Reaksi transfuse, Reaksi local seperti Dermatis kontak, lesi
dan local seperti eritroblastosis fetalis, Arthus dan sistemik tuberculosis dan
rhinitis, asma, urtikaria, anemia hemolitik seperti serum sickness, penolakan tandur
alergi makanan dan autoimun vaskulitis dengan
ekzem nekrosis,
glomerulonephritis, AR
dan LES

.Tabel 2. Klasifikasi Gell dan Coombs yang telah dimodifikasi


Tipe/mekanisme Gejala Contoh
Penisilin dan -laktam
Anafilaksis, urtikaria,
lainnya, enzim, antiserum,
angioedema, mengi,
I / IgE protamin, heparin antibodi
hipotensi, nausea, muntah,
monoklonal, ekstrak
sakit abdomen, diare
alergen, insulin
Metamizol, fenotiazin

Penisilin, sefalosporin, -
Agranulositosis
laktam, kinidin, metildopa
II / sitotoksik (IgG dan Anemia hemolitik
Karbamazepin, fenotiazin,
IgM)
tiourasil, sulfonamid,
antikonvulsan, kinin,
Trombositopenia
kinidin, parasetol,
sulfonamid, propil,
tiourasil, preparat emas
-laktam, sulfonamid,
Panas, urtikaria, atralgia, fenotiazin, streptomisin
III / kompleks imun (IgG limfadenopati
dan IgM) serum xenogenik,
Serum sickness penisilin, globulin anti-
timosit
Penisilin, anestetik lokal,
antihistamin topikal,
neomisin, pengawet,
Eksim (juga sistemik)
eksipien (lanolin, paraben),
eritema, lepuh, pruritus
desinfekstan
IV / hipersensitivitas Fotoalergi
Salislanilid (halogeneted),
selular
asam nalidilik
Fixed drug eruption
Barbiturat, kinin
Lesi makulopapular
Penisilin, emas, barbiturat,
-blocker
Ekstrak alergen, kolagen
V / reaksi granuloma Granuloma
larut
Hidralazin, prokainamid
VI / hipersensitivitas (LE yang diinduksi obat?)
Antibodi terhadap insulin
stimulasi Resistensi insulin
(IgG)

LI.2. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe I


2.1 Definisi
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau
reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi
yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

2.2 Mekanisme

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat
silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.
b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.
c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Gambar 2. Mekanisme reaksi Tipe 1

Pajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang merangsang sel B berkembang menjadi
sel plasma yang memproduksi IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast
dan basofil (banyak molekul IgE dengan berbagai spesisitas dapat diikat FceR1). Pajanan kedua
dengan alergen menimbulkan ikatan silang Antara antigen dan IgE yang diikat sel mast,
memeacu penglepasan mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan basofil.
Mediator- mediator tersebut menimbulkan konstraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas
vascular dan vasodilatasi, kerusakan jaringan dan anafilaksis.

a. Histamin
Histamin merupakan kompenen utama granul sel mast dan sekitar 10% dari berat
granul. Histamine yang merupakan mediator primer yang dilepas akan diikat oleh
reseptornya. Ada 4 reseptor histamine ( H1,H2,H3,H4 ) dengan distribui yang berbeda
dalam jaringan dan bila berikatan dengan histamine, menunjukkan berbagai efek.

b. PG dan LT

PG dan LT dihasilkan dari metabolism asam arakidonat serta berbagai sitokin


berperan pada fase lambat reaksi tipe 1. PG dan LT merupakan mediator sekunder
yang kemudian dibentuk dari metabolism asam arakidonat atas pengaruh fosfolipase
A2. Efek biologisnya timbul lebih lambat, namun lebih menonjol dan berlangsung
lebih lama disbanding dengan histamine

c. Sitokin

Sitokin dilepas sel mast dan basofil (IL-3,IL-4,IL-5,IL-6,IL-10,IL-13,GM-CSF dan


TNF-). Beberapa berperan dalam reaksi tipe 1. Sitokin tersebut mengubah
lingkungan mikro dan dapat mengerahkan sel inflamasi seperti

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1


Mediator Efek
Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot
Histamin
polos, sekresi mukosa gaster
ECF-A Kemotaksis eosinofil
NCF-A Kemotaksis neutrofil
Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh
Protease
darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1


Mediator Efek
Sitokin Aktivasi berbagai sel radang
Peningkatan permebilitas kapiler,
Bradikinin vasodilatasi, kontraksi otot polos,
stimulasi ujung saraf nyeri
Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi,
Prostaglandin D2
agregasi trombosit
Kontraksi otot polos, peningkatan
Leukotrien
permeabilitas, kemotaksis

2.3 Manifestasi klinik

Manifestasi reaksi tipe I dapat bervariasi dari local, ringan sampai berat dan keadaan
yang mengancam nyawa seperti anafilaksis dan asma berat.

a. Reaksi lokal
Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik
yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan
untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20%
populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma
dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat
oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap
untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah)
orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi
yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas.

b. Reaksi sistemik anafilaksisi


Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa
menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau
reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan
basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu
berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan
serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya
tidak dapat diidentifikasi.

c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid


Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang
melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE.
Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis
reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis,
pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa,
sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan
terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan
antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan
pelemas otot.

Reaksi Alergi
Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran
Anafilaksis Obat, serum, kacang-kacangan Edema dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, okulasi
trakea , koleps sirkulasi yang dapat
menyebabkan kematian
Urtikaris akut Sengatan serangga Bentol, merah
Rinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal
Konstriksi bronkial, peningkatan
Asma Polen, tungau debu rumah produksi mukus, inflamasi saluran
nafas
Kerang, susu, telur, ikan, bahan Urtikaria yang gatal dan potensial
Makanan
asal gandum menjadi anafilaksis
Inflamasi pada kulit yang terasa
Polen, tungau debu runah,
Ekzem atopi gatal, biasanya merah dan ada
beberapa makanan
kalanya vesikular

LI.3. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe II


3.1 Definisi
. Reaksi hipersensitivitas tipe II atau sitotoksik atau sitoliktik terjadi akibat di bentuk
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen IgM yang merupakan bagian sel pejamu.
Reaksi.diawali oleh reaksi terhadap antibodi dan determinan antigen yang merupakan bagian dari
membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel
dilihatkan.
Reaksi sitotoksik lebih tepat mengingat reaksi oleh lisis bukan efek toksik. Antibodi tersebut
dapat mengaktifkan sel yang memilik reseptor Fcy-R dan Juga sel NK yang dapat berperan
sebagai sel efektor dan menimbulkan kerusakan melalui ADCC. Reaksi tipe II mengambarkan
dan menunjukkan manisfestasi klinik.

(KarnenGarna Baratwidjaja IrisRengganis :Imunologi Dasar,Edisi 10 ,2012)

3.2 Mekanisme

Reaksi diawali oleh reaksi antara ab dan determinan antigen yang merupakan bagian dari
membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel
dilibatkan. Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan
komplemen atau ADCC.

3.3 Manifestasi klinik


Reaksi transfusi
a. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh
berbagai gen.
b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi,
karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yang menimbulkan
kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular
- Reaksi dapat cepat/ lambat
- Reaksi cepat:
Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh
IgM.
Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma
dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria.
Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi
bersifat toksik.
Gejala khas:
Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri
pinggang bawah, dan hemoglobinuria.
- Reaksi lambat:
Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang
kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain.
Terjadi 2-6 hari setelah transfusi.
Darah yang ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai
antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd,
Kell, dan Duffy

Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir


Ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan
golongan darah rhesus dn janin dengan rhesus (+).
Anemia hemolitik
a. Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi
non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa
kompleks molekul hapten pembawa
b. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat
pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia
progresif.

LI.4. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe III


4.1 Definisi
Reaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah
reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen
sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.
4.2 Mekanisme
Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk akan diikat dan diangkut oleh
eritrosit ke hati, limpa dan paru untuk dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN. Kompleks imun
yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati. Namun, yang menjadi masalah
pada reaksi hipersensitivitas tipe III adalah kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit
dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.

1. Komleks Imun Mengendap di Dinding Pembuluh Darah


Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun sehingga
makrofag dirangsang terus menerus untuk melepas berbagai bahan yang dapat merusak
jaringan. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan:
Agregasi trombosit
Aktivasi makrofag
Perubahan permeabilitas vaskuler
Aktivasi sel mast
Produksi dan pelepasan mediator inflamasi
Pelepasan bahan kemotaksis
Influks neutrofil

2. Kompleks Imun Mengendap di Jaringan


Hal yang memungkinkan kompleks imun mengendap di jaringan adalah ukuran kompleks
imun yang kecil dan permeabilitas vaskuler yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena
histamin yang dilepas oleh sel mast.

4.3 Manifestasi klinik


Reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh hipersensitivitas tipe III memiliki dua bentuk reaksi,
yaitu lokal dan sistemik.
A. Reaksi Lokal atau Fenomena Arthus
Pada mulanya, Arthus menyuntikkan serum kuda ke kelinci secara berulang di tempat
yang sama. Dalam waktu 2-4 jam, terdapat eritema ringan dan edem pada kelinci. Lalu
setelah sekitar 5-6 suntikan, terdapat perdarahan dan nekrosis di tempat suntikan. Hal
tersebut adalah fenomena Arthus yang merupakan bentuk reaksi kompleks imun.
Antibodi yang ditemukan adalah presipitin. Reaksi Arthus dalam kilinis dapat berupa
vaskulitis dengan nekrosis.

Mekanisme pada reaksi arthus adalah sebaga berikut:

1. Neutrofil menempel pada endotel vaskular kemudian bermigrasi ke jaringan tempat


kompleks imun diendapkan. Reaksi yang timbul yaitu berupa pengumpulan cairan di
jaringan (edema) dan sel darah merah (eritema) sampai nekrosis.

2. C3a dan C5a yag terbentuk saat aktivasi komplemen meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah sehingga memperparah edema. C3a dan C5a juga bekerja sebagai
faktor kemotaktik sehingga menarik neutrofil dan trombosit ke tempat reaksi.
Neutrofil dan trombosit ini kemudian menimbulkan statis dan obstruksi total aliran
darah.
3. Neutrofil akan memakan kompleks imun kemudian akan melepas bahan-bahan
seperti protease, kolagenase dan bahan-bahan vasoaktif bersama trombosit sehingga
akan menyebabkan perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

B. Reaksi Sistemik atau Serum Sickness


Antibodi yang berperan dalam reaksi ini adalah IgG atau IgM dengan mekanisme
sebagai berikut:

1. Komplemen yang telah teraktivasi melepaskan anafilatoksin (C3a dan C5a) yang
memacu sel mast dan basofil melepas histamin.
2. Kompleks imun lebih mudah diendapkan di daerah dengan tekanan darah yang tinggi
dengan putaran arus (contoh: kapiler glomerulus, bifurkasi pembuluh darah, plexus
koroid, dan korpus silier mata)
3. Komplemen juga menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mkrotrombi
kemudian melepas amin vasoaktif. Bahan-bahan vasoaktiv tersebut mengakibatkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan inflamasi.
4. Neutrofil deikerahkan untuk menghancurkan kompleks imun. Neutrofil yang
terperangkap di jaringan akan sulit untuk memakan kompleks tetapi akan tetap
melepaskan granulnya (angry cell) sehingga menyebabkan lebih banyak kerusakan
jaringan.
5. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut juga meleaskan mediator-mediator
antara lain enzim-enzim yang dapat merusak jaringan

Dari mekanisme diatas, beberapa hari minggu setelah pemberian serum asing akan
mulai terlihat manifestasi panas, gatal, bengkak-bengkak, kemerahan dan rasa sakit di
beberapa bagian tubuh sendi dan kelenjar getah bening yang dapat berupa vaskulitis
sistemik (arteritis), glomerulonefritis, dan artiritis. Reaksi tersebut dinamakan reaksi
Pirquet dan Schick.

LI.5. Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensitivitas tipe IV


5.1 Definisi
Baik CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi Tipe IV. Sel T melepas
sitokin, bersama dengan produksi mediator sitotoksik lainnya menimbulkan respon
inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. Contohnya
dermatitis kontak yang diinduksi oleh etilendiamine, neomisin, anestesi topikan,
antihistamin topical dan steroid topical.

Dewasa ini reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH yang terjadi melalui sel
CD4+ dan T cell Mediated Cytolisis yang terjadi melalui sel CD8+
5.2 Mekanisme
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
a. Fase sensitasi
Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th
diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit
dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional
untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektor
Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan
melepas sitokin yang menyebabkan :
- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel
inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan
sekitar.
- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan
menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.
Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang
teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan
pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi.
Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :

Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasel


a. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh
antibodi.
b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.
c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang
akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh
darah.

Respon pada infeksi M. tuberkulosis


a. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang
merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)
b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan
menimbulkan nekrosis jaringan.

Granuloma terbentuk pada :


a. TB
b. Lepra
c. Skistosomiasis
d. Lesmaniasis
e. Sarkoidasis

5.3 Manifestasi klinik


1. Dermatitis Kontak
Penyakit CD4+ yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan tidak berbahaya,
merupakan contoh reaksi DTH. Kontak dengan bahan seperti formaldehid, nikel,
terpenting dan berbagai bahan aktif dalam cat rambut yang menimbulkan dermatitis
kontak terjadi melalui sel Th1.

2. Hipersensitivitas Tuberkulin
Bentuk alergi bacterial spesifik terhadap produk filtrate biakan M. Tuberkulosis yang bila
disuntikan ke kulit, akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Yang
berperan dalam reaksi ini adalah sel limfosit CD4+ T. Setelah suntikan intrakutan ekstrak
tuberculin atau derivate protein yang dimurnikan (PPD), daerah kemerahan dan indurasi
timbul di tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M.
Tuberkulosis, kulit bengkak terjadi pada hari 7-10 pasca induksi. Reaksi dapat
dipindahkan melalui sel T.

3. Reaksi Jones Mote


Reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang berhubungan dengan
infiltrasi basophil mencolok di kulit di bawah dermis. Reaksi juga disebut
hipersensitivitas basophil kutan. Dibanding dengan hipersensitivitas tipe IV lainnya,
reaksi ini adalah lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam
jumlah kecil. Tidak terjadi nekrosis dan reaksi dapat diinduksi dengan suntikan antigen
larut seperti ovalbumin dengan ajuvan Freund.

4. T Cell Mediated Cytolisis (Penyakit CD8+)


Dalam T Cell Mediated Cytolisis, kerusakan terjadi melalui sel CD8+/ CTL/ Tc yang
langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan hipersensitivitas selular
cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik. Pada
penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh
respons CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi.

LI.6. Memahami dan menjelaskan peranan anti histamin dan kortikosteroid


6.1 Antihistamin
Antihistamin atau antagonis histamin adalah zat yang mampu mencegah pelepasan
atau kerja histamin. Ada banyak golongan obat yang termasuk dalam antihistamin, yaitu
antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati
edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid,
dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis
antihistamin, yaitu Antagonis reseptor H1 (AH1) dan Antagonis reseptor H2 (AH2).

1) Antagonis reseptor H1 (AH1)


a. Farmakodinamik :
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot
polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau
keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.
b. Farmakokinetik :
Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan
maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi
terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit
kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1
disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya
c. Indikasi :
AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi dan
mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.
d. Efek samping :
Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan
dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur,
diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual,
muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria,
palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

2) Antagonis reseptor H2 (AH2)


Antagonis reseptor H2 bekerja menghambat sekresi asam lambung. Antagonis reseptor
H2 yang ada dewasa ini adalah simetidin, ranitidin, famotidine, dan nizatidin.
Simetidin dan Ranitidin
a. Farmakodinamik :
Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible.
Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga
mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.
b. Farmakokinetik :
Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan
bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek
pada periode pasca makan. Ranitidin mengalami metabolisme lintas pertama di
hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya
diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.
c. Indikasi :
Efektif untuk mengatasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat
penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan
mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks
lambung-esofagus.
d. Efek samping :
Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri
kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus,
kehilangan libido dan impoten.

Famotidin
a. Farmakodinamik :
Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung
pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3
kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
b. Farmakokinetik :
Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah
penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah
famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat
melibihi 20 jam.
c. Indikasi :
Efektifitas obat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis,
dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.
d. Efek samping :
Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi
dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

Nizatidin
a. Farmakodinamik :
Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.
b. Farmakokinetik :
Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa
paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengan 10 jam, disekresi
melalui ginjal.
c. Indikasi :
Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8
minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.
d. Efek samping :
Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek
antiandrogenik

6.2 Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di kulit
kelenjar adrenal. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh,
misalnya tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan
inflamasi, metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta
tingkah laku. Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.
Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.
a. Farmakodinamik :
Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot
lurik, sistem saraf dan organ lain.
Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar
yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
1. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek
anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil.
2. Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit,
sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa
kerjanya.
1. Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.
2. Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.
3. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

b. Farmakokinetik :
Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan
lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang
sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat
menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

c. Indikasi :
Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat
ini digunakan:
Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan
trial dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan
perubahan penyakit.
Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.
Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi
spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.
Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis
melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial
akan bertambah.
Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan
merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena
efek anti-inflamasinya.
Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis
besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat
mengancam jiwa pasien.

d. Kontraindikasi :
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid.
Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan
yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama
pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu,
kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat,
hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.

e. Efek samping :
Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba
atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.
Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat
menimbulkan insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia,
artralgia dan malaise.
Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan
elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama
tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau
perforasi, osteoporosis dll.
Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat
kortikosteroid sintetik.
Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan
dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum
obat diberikan.

LI.7. Memahami dan menjelaskan batasan hukum Islam untuk menentukan alternatif
terbaik dari dua pilihan sulit
Maslahah
Kitab al-Mustashfa, Imam al-Ghazali mengemukakan penjelasan tentang al-
maslahah yaitu: Pada dasarnya al-maslahah adalah suatu gambaran untuk mengabil
manfaat atau menghindarkan kemudaratan, tapi bukan itu yang kami maksudkan, sebab
meraih manfaat dan menghindarkan kemudaratan terseut bukanlah tujuan
kemasalahatan manusia dalam mencapai maksudnya. Yang kami maksud dengan
maslahah adalah memelihara tujuan syara.
Ungkapan al-Ghazali ini memberikan isyarat bahwa ada dua bentuk
kemaslahatan, yaitu
Kemasalahatan menurut manusia, dan
Kemaslahatan menurut syariat.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah dikisahkan bahwa seorang Anshar
terluka di perang Uhud. Rasulullah pun memanggil dua orang dokter yang ada di kota
Madinah, lalu bersabda, Obatilah dia.
Dalam riwayat lain ada seorang sahabat bertanya,Wahai Rasulullah, apakah ada
kebaikan dalam ilmu kedokteran? Rasullah menjawab, Ya,
Begitu pula yang diriwayatkan dari Hilal bin Yasaf bahwa seorang lelaki
menderita sakit di zaman Rasulullah. Mengetahui hal itu, beliau bersabda, Panggilkan
dokter. Lalu Hilal bertanya, Wahai Rasulullah, apakah dokter bisa melakukan sesuatu
untuknya? Ya, jawab beliau. (HR Ahmad dalam Musnad: V/371 dan Ibnu Abi Syaibah
dalam Mushannaf: V/21)
Hilal meriwayatkan bahwa Rasulullah mnjenguk orang sakit lalu bersabda,
Panggilkan dokter! kemudian ada yang bertanya, Bahkan engkau mengatakan hal itu,
wahai Rasulullah? Ya, jawab beliau.
Berdasarkan pemaparan di atas, tampak jelas bagaimana Rasulullah
menganjurkan kita untuk berobat dan berusaha menggunakan ilmu kedokteran yang
diciptakan Allah untuk kita. Kita juga ditekankan agar tidak menyerah pada penyakit
karena Rasulullah bersabda, Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mukmin yang lemah. (HR Muslim (34) dan Ahmad: II/380)
Di antaranya yang ada di Musnad Ahmad. Hadits Ziyadah bin Alaqah dari
Usamah bin Syuraik menuturkan,Aku berada bersama Nabi lalu datanglah sekelompok
orang Badui dan bertanya,Wahai Rasulullah, apakah kita boleh berobat? Rasulullah
menjawab, Ya, wahai hamba Allah, berobatlah. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan
penyakit kecuali Allah menciptakan obatnya, kecuali satu macam penyakit. Mereka
bertanya,Apa itu? Rasulullah menjawab,Penyakit tua.(HR Ahmad dalam Musnad :
IV/278, Tirmidzi dalam Sunan (2038))
Nabi bersabda,Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jika obat tepat pada
penyakitnya maka ia akan sembuh dengan izin Allah. (HR Muslim: I/191)
Abu Hurairah meriwayatkan secara marfu, Tidaklah Allah menurunkan panyakit
kecuali menurunkan obatnya.(HR Bukhari: VII/158)
Dari Ibnu Abbas, Nabi bersabda, Kesembuhan ada pada tiga hal, minum madu,
pisau bekam, dan sengatan api. Aku melarang umatku menyengatkan api. (HR Bukhari
dan Muslim)

Dari firman Allah disini dapat dipahami: bahwasanya agama islam di bagun untuk
kemaslahatan artinya : semua syariat dalam perintah dan larangannya serta hukum-
hukumnya adalah untuk mashoolihi (manfaat-manfaat) dan makna masholihi adalah :
jamak dari maslahat artinya : manfaat dan kebaikan.

Misal : Allah melarang minuman keras dan judi karena mudharat (bahayanya) lebih
besar dari pada manfaatnya, sebagaimana dikatakan dalam QS : Al-Baqorah :219



2:219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada
keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya.

1. Firman Allah taala :

(157 : )

Dan dia menghalalkan yang baik bagi mereka serta mengharamankan bagi mereka
segala sesuatu yang buruk ( al araf : 157 )

Rokok termasuk hal yang buruk dan membahayakan diri sendiri , dan orang lain serta
tak sedap baunya.

2. ( 195 : )

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan ( al baqoroh :


195)

Rokok mengakibatkan penyakit yang bisa membinasakan seperti kanker, penyakir paru-
paru dan lain sebagainya.

3. ( 29 : )

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah terhadap kalian Maha
menyayangi ( an nisa : 29 )

Rokok bisa membunuh penghisapnya secara perlahan-lahan

4. ( 19 : )

Dosa keduanya ( minuman keras dan judi ) lebih besar dari pada manfaatnya. (QS Al-
Baqoroh : 219 )

Rokok bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya baik bagi dirinya sendiri ataupun
orang lain.

5. ( 26 : )

Janganlah menghambur-hamburkan ( hartamu ) dengan boros, sesungguhnya


pemborosan itu adalah saudaranya syaithon. (QS Al-Isra : 26 )

Membeli rokok adalah merupakan pemborosan dan pemborosan termasuk perbuatannya


syaithon.

6. Rasulullah Shallallahualaihi wasallam bersabda :


tidak boleh membahayakan diri sendiri ataupun orang lain

Merokok membahayakan si perokok, menganggu orang lain dan membuang-buang


harta.

7. Sabda Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam :

( ) ( )

Allah membenci untukmu perbuatan menyia-yiakan harta. ( HR bukhari-muslim ).

Merokok adalah menyia-nyiakan harta dan dibenci Allah.

8. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam :

( )

Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek ialah seperti
pembawa minyak wangi dengan peniup api (tukang pandai besi) (HR Bukhari-
Muslim)

Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api yang bisa membakar orang di
sekitarnya ataupun menyebabkan bau yang tidak sedap.

9. ( )

Barang siapa menghirup (meminum) racun hingga mati maka racun itu akan berada di
tangannya lalu dihirupkan slama-lamanya di neraka jahannam. (HR Muslim).

Rokok mengandung racun (nikotin) yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan dan


menyiksanya.

10. Sabda Rasulullah Shallallahualaihi wasallam :

( )

Barang siapa makan bawang putih atau bawang merah hendaknya menyingkir
(menjauh) dari kita dan menjauhi masjid kami dan duduklah dirumah. (HR Bukhari-
Muslim).

Rokok lebih busuk baunya dari pada bawang putih ataupun bawang merah .
11. Sebagian besar ahli fiqh mengharamkan rokok, sedang yang tidak mengaharamkan
rokok belum melihat bahayanya yang nyata yaitu penyakit kanker dan paru-paru yang
bisa membunun penghisapnya.
Al-Quran obat terbaik
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman. Dan Al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang
zalim selain kerugian. (Al-Isra:82)
Dalam hal ini Rasulullah bersabda, Di dalam tubuh terdapat segumpal darah, jika
ia baik maka seluruh tubuh akan menjadi baik.(HR Bukhari: I/153 (53) dalam Fathul
Bari)

Mafsadah
Al-mafsadah, yaitu sesuatu yang banyak keburukkannya.

Daftar Pustaka

Baratawidjaja, Karnen Garna, Iris Rengganis. (2014). Imunologi Dasar. Ed. 11. FKUI : Jakarta.

Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. (2011). Farmakologi dan Terapi. Edisi V,
Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.
http://thifalblog.wordpress.com/2011/02/11/agama-ini-dibangun-untuk-kebaikan-dan-maslahat-
dalam-penetapan-syariatnya-dan-untuk-menolak-kerusakan/

Anda mungkin juga menyukai