Contoh Kasus 2 - Stroke
Contoh Kasus 2 - Stroke
STROKE ISKEMIK
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama Pasien : Tn. MS
2. Tanggal Lahir : 3 Juni 1954 (60 tahun)
3. No. RM :
4. Tinggi Badan : 165 cm
5. Berat Badan : 65 kg
6. Tanggal Masuk RS :
a. 07 Desember 2014 jam 22:59 Masuk IGD
b. 08 Desember 2014 jam 06:35 Masuk Rawat Inap Lantai 6 PU
7. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi
8. Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu dan adik menderita hipertensi dan adik meninggal
karena stroke
9. Riwayat Pengobatan : Minum obat hipertensi tapi tidak tahu nama obatnya
10. Ketergantungan/kebiasaan : Makan gorengan, sate kambing dan minum teh
11. Riwayat Alergi : -
12. Anamnesa :
Pasien datang dengan keluhan lemah pada sisi kiri badan kurang lebih 5 jam
sebelum masuk rumah sakit.
13. Diagnosa : Stroke infark + pleuropneumonia
20
B. DATA SUBJEKTIF PASIEN
Keterangan :
- Tanggal 08/12 jam 09:10 Nyeri akut di kepala, nyeri hilang jika minum obat, istirahat dan berubah posisi tidur
21
1. Data Fisiologi
TD 150/100 170/100 160/87 150/100 159/104 150/100 185/98 134/98 154/98 167/101 147/100 155/102 mmHg
Nadi 80 78 77 80 99 80 105 90 93 94 86 x/menit
Pernafasan 24 20 20 20 18 20 24 20 22 20 20 x/menit
0
Suhu 36,7 36 36 36 36,5 36 36,5 36 36,5 36 36 C
Keterangan :
- Pengukuran tanda vital pada tanggal 18/12, dilakukan saat pasien dari fisioterapi
22
2. Hasil Pemeriksaan Penunjang Lain
3. Data Laboratorium
Keterangan :
* Hasil laboratorium < dari nilai normal
** Hasil laboratorium > dari nilai normal
Implikasi Klinik :
- Peningkatan eritrosit Terjadi pada keadaan dehidrasi, kerusakan paru-paru kronik,
polisitemia dan syok (Kemkes, 2011:9)
- Penurunan MCV dan MCH Terjadi pada keadaan anemia kekurangan zat besi (Kemkes,
2011:13-14)
- Peningkatan natrium Terjadi pada keadaan dehidrasi, aldosteronism, diabetes insipidus
dan diuretic osmotic (Kemkes, 2011:28)
24
4. Profil Pengobatan
Piracetam 3000 mg IV 3 x sehari 12.00 18.00 01.00 12.00 24.00 12.00 18.00 24.00
Neurodex Oral 2 x sehari 06.00 18.00 06.00 18.00 06.00 18.00 06.00 18.00
Citicolin 1000 mg IV 2 x sehari 12.00 24.00 12.00 24.00 12.00 24.00 12.00 24.00
Ranitidin 50 mg IV 2 x sehari 06.00 17.00 06.00 17.00 06.00 17.00 06.00 17.00
Piracetam 3000 mg IV 2 x sehari 12.00 18.00 24.00 12.00 18.00 24.00 12.00 18.00 24.00 12.00 18.00 24.00
25
Amlodipin 5 mg Oral 1 x sehari 06.00 06.00 06.00 06.00
Continu tabel...
Piracetam 3000 mg IV 2 x sehari 12.00 18.00 24.00 12.00 18.00 24.00 12.00 18.00 24.00
Keterangan :
- Sediaan ranitidin 2 mL untuk 1 ampul dengan kekuatan 25 mg/mL 1 ampul = 50 mg/2 mL
-
26
Obat Pulang (18/12 Jam 12.00)
- - - P 1.4 C 1.8 Obat yang I 1.2 Penulis resep O 1.0 Masalah benar-benar terpecahkan Intervensi
Indikasi sinergis/ pencegahan dilakukan
tidak yang diperlukan dan Melakukan Menurut DPJP pada pasien stroke fase akut pada dokter
diobati tidak diberikan penambahan antibiotik dapat memperburuk penanggung
diskusi dengan
outcome klinis pasien. jawab pasien
DPJP mengenai (DPJP)
Berdasarkan diagnosa pneumonia yang Hal ini coba diatasi secara non farmakologi,
dokter paru bahwa pasien belum diobati dengan mempertimbangkan kondisi pasien.
mengalami pneumonia, Setelah kondisi pasien pasca stroke membaik,
namun tidak diobati. dapat diperiksa lagi mengenai pneumonia tersebut
untuk diterapi.
27
Simvastatin Oral 1 x 20 mg P 1.2 Efek C 1.7 Lebih cost-effective I 1.2 Penulis resep O 1.0 Masalah benar-benar terpecahkan Intervensi
terapi obat obat yang tersedia dilakukan
tidak Melakukan diskusi Menurut DPJP penggunaan atorvastatin memang pada dokter
optimal Penggunaan atorvastatin lebih baik, namun kemungkinan tidak didukung penanggung
dengan DPJP
lebih baik pada pasien oleh manajemen (pasien peserta BPJS). Oleh jawab pasien
mengenai (DPJP)
troke dibanding penggunaan karena itu digunakan simvastatin. Simvastatin juga
simvastatin (PERDOSSI, memiliki manfaat pada pasien stroke.
atorvastatin pada
2011; AHA, 2013).
pasien stroke.
(Dalam PERDOSSI, 2011:107, pada studi SARCL
(Stroke Prevention by Aggressive Reduction in
Cholesterol Levels), terapi dengan atorvastatin
akan mengurangi kejadian stroke berulang,
sementara pada HEART Protection Study,
simvastatin mengurangi kejadian gangguan
vaskuler pada pasien dengan riwayat stroke, dan
mengurangi kejadian stroke pada pasien dengan
riwayat vaskuler lainnya).
Continu tabel
Obat Assessment (Identifikasi DRP) Plan / Rekomendasi
Aturan Keterangan
Nama Obat Rute Problem Causes Intervensi Outcome
Pakai
28
Citicolin Oral 2 x 1000 P 3.2 Tidak C 1.6 Terlalu banyak obat yang I 1.2 Penulis resep O 1.0 Masalah benar-benar terpecahkan Intervensi
Piracetam Oral mg perlu obat - diresepkan dilakukan
3 x 3000 pengobatan Melakukan diskusi Menurut DPJP penggunaan dua agen pada dokter
mg Citicolin dan Piracetam dengan DPJP neuroprotektif lebih menguntungkan dan penanggung
merupakan agen neuroprotektif mengenai penggunaan memberi efek sinergis daripada jawab pasien
pada pasien stroke. Penggunaan kedua agen digunakan salah satu saja terlebih pada (DPJP)
agen neuroprotektif masih neuroprotektif secara pasien yang pertama mengalami stroke.
kontroversi karena belum bersamaan pada Outcome pasien akan lebih baik.
memiliki cukup bukti pasien selama
(PERDOSSI, 2007; PERDOSSI,
perawatan di rumah Pasien pulang tanggal 18/12 dan hanya
2011; AHA, 2013). diresepkan salah satu agen
sakit (07/12 sampai
17/12). neuroprotektif yaitu citikolin.
29
E. PEMBAHASAN
30
Penatalaksanaan Stroke Iskemik Akut
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin
tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk outcome neurologis.
Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24
jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA, 2007
dan ESO, 2009) merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada
stroke akut agar dilakukan secara hati-hati.
Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD) > 120 mmHg.
Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA), tekanan
darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110 mmHg (AHA/ASA,
Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga
TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena. Untuk menghindari kerusakan organ lain, maka
target tekanan darah dapat diturunkan sampai 160/90 mmHg pada 6 jam pertama
(PERDOSSI, 2011:42-44).
31
(Sumber : JNC 8, 2013:88)
(Sumber JNC
: 8,2013:
52)
32
( Sumber : JNC
8, 2013:52)
Pada diskusi dengan dokter penanggung jawab pasien, dikatakan bahwa pada
kasus stroke tekanan darah tidak boleh diturunkan secara mendadak dan berlebih
bahkan bila tekanan darah sistolik < 160 mmHg tidak perlu diturunkan lagi karena
pada pasien stroke peningkatan tekanan darah merupakan respon untuk menyalurkan
oksigen pada daerah penumbra agar tidak mengalami kematian sel.
Terapi antikoagulan urgent pada pasien stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan karena akan meningkatkan risiko komplikasi perdarahan
intrakranial. Terapi antiplatelet aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 jam
sampai 48 jam setelah awitan stroke iskemik akut dianjurkan. Sedangkan kombinasi
aspirin dengan trombolitik tidak dianjurkan atau aspirin dengan clopidogrel pun
tidak dianjurkan kecuali pasien mempunyai indikasi angina pektoris tidak stabil,
STEMI dan NSTEMI (PERDOSSI, 2011:78-79).
Pasien ini menerima terapi antiplatelet aspirin dengan dosis 2 x 80 mg sehari.
Dosis antiplatelet untuk stroke iskemik yaitu 75 mg 1 x sehari dalam BNF edisi 61
(2009:153) sedangkan dalam PERDOSSI 2004 dan 2011 direkomendasikan 50-325
mg tiap hari.
Terapi inhibitor reseptor H2 (ranitidin) diberikan untuk mencegah timbunya
perdarahan lambung (PERDOSSI, 2011:61). Pasien ini memperoleh terapi ranitidin
dengan dosis 2 x 50 mg (injeksi IV). Dosis yang digunakan termasuk adekuat, dalam
BNF edisi 61 (2009:53) untuk mereduksi asam lambung (mencegah pengeluaran
asam lambung), injeksi intravena lambat (2 menit), 50 mg diencerkan dengan 20 mL
diberikan tiap 8 jam. Dapat dilanjutkan dengan penggunaan oral 2 x sehari 150 mg.
Dosis yang digunakan pasien 2 x 1 ampul, sediaan ranitidin 2 mL untuk 1 ampul
dengan kekuatan 25 mg/mL jadi 1 ampul = 50 mg/2 mL. Setelah pasien pulang
33
diganti dengan ranitidin tablet 2 x 150 mg. Penyesuaian dosis ranitidin diperlukan
pada pasien dengan eGFR < 50 mL/minute/1.73m2 (BNF edisi 61, 2009:53). Pada
pasien ini dosis ranitidin tidak disesuaikan karena pasien tidak mengalami gangguan
ginjal, berdasarkan hasil serum kreatinin 0,8 mg/dL, usia 60 tahun, berat badan 65
kg, maka dihitung klirens kreatinin = 90,28 (stage 1/normal; KDIGO, 2012:5).
Penggunaan statin dengan efek penurunan lipid yang efektif direkomendasikan
untuk mengurangi risiko stroke dan penyakit kardiovaskuler untuk pasien yang
menderita stroke iskemik dan TIA yang juga disertai aterosklerosis, Low Density
Lipoprotein Cholesterol (LDL C) 100 mg/dl, dan tanpa menderita penyakit
jantung koroner (AHA/ASA, Class IIA, Level of evidence B). Untuk pasien dengan
stroke iskemik aterosklerosis atau TIA tanpa penyakit jantung koroner, target
penurunan LCL C sekurang-kurangnya 50% atau sasaran tingkat LDL C <70 mg/dl,
untuk mencapai manfaat yang optimum (AHA/ASA, Class IIA, Level of evidence
B). Pasien dengan stroke iskemik atau TIA disertai dengan peninggian kadar
kolesterol atau menderita penyakit jantung koroner harus ditanggulangi sesuai
dengan guideline NCEP III, termasuk didalamnya modifikasi gaya hidup, tuntutan
diit dan obat-obatan yang direkomendasikan (AHA/ASA, Class I, Level of evidence
A). Pasien dengan stroke atau TIA dengan High Density Lilpoprotein Cholesterol
(HDL C) rendah dapat dipertimbangkan pengobatan dengan niasin atau gemfibrozil
(AHA/ASA, Class IIA, Level of evidence B). Terapi dengan statin
direkomendasikan pada subjek dengan stroke nor kardioemboli (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence A). Pada studi SPARCL (Stroke Prevention by Aggresive
Reduction in Cholesterol Level ), terapi statin dengan atorvastatin akan mengurangi
kejadian stroke berulang (HR 0,84; CI 0,71-0,99), sementara pada HEART
protection study, simvastatin mengurangi kejadian gangguan vaskuler pada pasien
riwayat stroke, dan mengurangi stroke pada pasien dengan penyakit vaskuler lainnya
(RR 0,76) (PERDOSSI, 2011:106-107).
Pasien ini menerima terapi simvastatin 1 x 20 mg (malam). Dalam BNF edisi
61 (2009:164) dosis yang direkomendasikan untuk pencegahan kejadian
kardiovaskular, dosis inisial 20-40 mg 1 x malam hari, penyesuaian dalam 4
minggu, maksimum 80 mg 1 x malam hari.
Diagnosa yang tidak diobati pada pasien ini yaitu pneumonia. Selama
perawatan di rumah sakit, pasien ini direkomendasikan oleh dokter penanggung
34
jawab pasien untuk dilakukan pemeriksaan paru, hasilnya pasien ini memiliki
indikasi pneumonia. Dokter paru telah menginstruksikan untuk menggunakan terapi
ceftriaxone, tapi tidak dikerjakan. Dokter penanggung jawab pasien berpendapat
bahwa apabila terapi antibiotik tersebut akan ditambahkan dalam pengobatan stroke
maka hal tesebut akan mengganggu outcome klinis neurologi pasien pada stroke fase
akut dan dapat diminimalkan dengan penatalaksanaan non farmakologis,
pertimbangan lainnya jumlah leukosit dalam batas normal dan pasien tidak ada
keluhan badan terasa panas.
Menurut PERDOSSI (2011:58-60) pemberian antibiotik profilaksis tidak
dianjurkan karena dapat memperburuk kondisi pasien saat fase akut stroke. Adapun
pneumonia akibat disfagia atau gangguan reflex menelan, erat hubungannya dengan
aspirasi pneumonia.
F. ASUHAN KEFARMASIAN
35
G. DAFTAR PUSKATA
Adams HP., Bendixen BH., Kappelle LJ., Biller J., Love BB., Gordon DL., Marsh
EE. Classification of Subtype of Acute Ischemic Stroke. Definitions for Use
in a Multicenter Clinical Trial. TOAST. Trial of Org 10172 in Acute Stroke
Treatment. Stroke. 1993;24:35-41. Doi: 10.1161/01.STR.24.1.35. Diakses
melalui http://stroke.ahajournals.org/ by guest on September 14, 2014.
British National Formulary 61th Edition March 2011. Royal Pharmaceutical Society.
James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler .
Supplement to 2014 EvidenceBased Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults: Report by the Panel Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). http://jama.jamanetwork.com.
KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Kidney International. Supplements (2013) 3, 514;
doi:10.1038/kisup.2012.77.
Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP and Lance LL. 2008-2009. Drug Information
Handbook. 17th Edition. American Pharmacists Association.
Sacco RL., Kasner SE., Broderick JP., Caplan LR., Connors JJ., Culebras A., Elkind
MSV., George MG., Hamdan AD., Higashida RT., Hoh BL., Janis LS., Kase
36
CS., Kleindorfer DO., Lee JM., Moseley ME., Peterson ED., Turan TN.,
Valderrama AL., Vinters HV. An Updated Definition of Stroke for the 21st
Century: A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2013;44:2064-2089;
Originally Published Online May 7, 2013; DOI:
10.1161/STR.0b013e318296aeca. Diakses melalui http://stroke.ahajournals.
org/by guest on September 14, 2014.
Taler SJ, Agarwal R, Bakris GL, Flynn JT, Nilsson PM, Rahman M, Sanders PW,
Textor SC, Weir MR, Townsend RR. KDOQI US Commentary on the 2012
KDIGO Clinical Practice Guideline for Management of Blood Pressure in
CKD. Am J Kidney Dis. 62(2):201-213. 2013 by the National Kidney
Foundation, Inc
37