Wahyu Pratiwi - Fkik
Wahyu Pratiwi - Fkik
Oleh:
WAHYU PRATIWI
109104000005
JAKARTA
1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi saya ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
(Wahyu Pratiwi)
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA
ABSTRAK
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULAH JAKARTA
ABSTRACT
Gastritis disease occurs in people who have irregular eating patterns and
food that stimulates the production of stomach acid. Prevalence about incidencing
of gastritis according to WHO (2009) in several regions in Indonesia is quite high
with a prevalence of 274.396 cases in 238,452,952 inhabitants. The purpose of
this study is to examine the relationship between diet and gastritis of teenage at
Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti, Tangerang. This is a
quantitative research with Cross Sectional design study. The samples of the
research from the students of Daar El-Qolam Boarding School Gintung, Jayanti,
Tangerang with 60 respondents drawn by Stratified random sampling method.
Then, the data obtained was performed chi-square statistical test. The results of
Univariate analysis showed 55% majority of respondents have gastritis. The
results of Bivariate analysis with chi-square test, in the analysis, there is a
relationship of the age and gastritis (P value = 0.003), sex and gastritis (P value =
0.0004), the kind of food and gastritis (P value = 0.023), diet and gastritis (P value
= 0.000), but there is no relationship meal frequency and gastritis (P value =
0.165), and no relationship food and gastritis (P value = 0.436). Supposed Daar
El-Qolam Boarding School can provide the students to increase their knowledge
about controlling and preventing of gastritis structured and gradual.
Key Words: Gastritis, Diet
iv
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN G
REMAJA DI PONDOK PESANTREN DAAR EL-QOLAM G
Disusun Oleh:
WAHYU PRATIWI
109104000005
Pembimbing II
Pembimbing I
WAHYU PRATIWI
NIM: 109104000005
Pembimbing I Pembimbing II
Penguji I Penguji II
Mengetahui,
NIP : 197905202009011012
Agama : Islam
Hp : 08561409595
Email : yoe_whie@yahoo.com
Riwayat Pendidikan :
Segala puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah Dzat yang memiliki
Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-Qolam
Hidayatulah Jakarta.
berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur, rahmatan lilalamin baginda Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Semoga kita
Selanjutnya ribuan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada semua pihak
khususnya pada:
1. Prof. Dr (hc). Dr. M.K. Tajudin, Sp. And dan Drs. H. Achmad Gholib, MA, selaku
Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM dan Ns. Eni Nuraini Agustini, S. Kep,
MSc selaku Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Ilmu Keperawatan
Hidayatulah Jakarta.
3. Ernawati, Skp,M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen pembimbing pertama skripsi, yang telah membimbing dengan sabar dan
4. Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, MSc selaku dosen pembimbing kedua yang telah
5. Segenap Bapak/Ibu dosen atau staf pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu
6. Segenap jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang
skripsi.
Kangen...rasa kangen ini yang memberikan semangat bagi penulis untuk tetap tegar
dalam melangkah, dan rasa rindu ini yang memberikan inspirasi penulis untuk
tetap semangat dalam meraih cita-cita. Seiring ketegaran kaki melangkah, ditemani
mencukupi segala kebutuhan material, dan yang selalu memberikan kasih sayang,
perhatian, dukungan, baik moril maupun spiritual serta mengajarkan penulis untuk
10. Ka Hendrik, Mba Vica, keponakanku Adik Khalila yang imut-imut, terima
kasih atas dukungan dan bimbingannya, dan inspirasi untuk tetap semangat dalam
meraih cita-cita.
11. Some one spesial, Mr. Satrio, kehadiranmu membuat semangat tersendiri
12. Bapak, Ibu dan adeku patria di Magelang terima kasih atas perhatian, kasih
sayang, dukungan serta doanya, sehingga penulis termotivasi menjadi lebih baik.
13. Untuk sahabat terbaik : Sumi, Yanti, Inggar, Ryani, K Ayu, Arum, Anggi,
Winda, dan Shelly, tetap berjuang, jangan mudah putus asa. Terima kasih untuk
kenangan selama 4 tahun yang tak akan penulis lupakan. SEMANGAT kawan!!
14. Rekan rekan Angkatan 2009 Keperawatan Universitas Negeri Islam Syarif
Hidayatulah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Thanks for youre
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya, terutama mahasiswa Universitas Negri Islam
Wahyu Pratiwi
DAFTAR ISI
JUDUL HAL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................. i
ABSTRAK.......................................................................................................... ii
ABSTRACT........................................................................................................iii
LEMBAR PERSETUJUAN...............................................................................iv
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. v
KATA PENGANTAR......................................................................................... vi
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN..............................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Pola Makan
B. Remaja
C. Gastritis
2. Etiologi ..................................................................................... 30
3. Klasifikasi ................................................................................ 31
5. Komplikasi ............................................................................... 32
B. Analisis Univariat
1. Gambaran Umur................................................................................62
C. Analisis Bivariat
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Usia....................................................................................................73
2. Jenis Kelamin.....................................................................................74
3. Frekuensi Makan.................................................................................75
4. Jenis Makan.........................................................................................76
5. Porsi Makan........................................................................................77
7. Gastritis ......................................................................................... 78
B. Analisis Bivariat
A. Kesimpulan................................................................................................88
B. Saran..........................................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
negara dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia,
diantaranya Inggris 22%, China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Perancis
29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap
tahun. Insiden terjadinya gastritis di Asia Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah
pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substantial lebih tinggi dari pada
populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Gastritis biasanya
dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal dari sebuah
2009 adalah 40,8%. Angka kejadian gastritis pada beberapa daerah di Indonesia
cukup tinggi dengan prevalensi 274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk.
31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di Medan angka kejadian infeksi cukup tinggi
merupakan salah satu penyakit di dalam sepuluh penyakit terbanyak pada pasien
rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%).
gastritis menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 7.729
kasus (12,26%) dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 9.773 kasus (12,20%).
Pondok Pesantren Daar El-Qolam merupakan salah satu Pondok Pesantren di kota
Tangerang dengan kasus gastritis yang meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan
data tahun 2009 terdapat sebanyak 220 santri menderita gastritis dan pada tahun 2010
meningkat menjadi 300 santri. Kasus gastritis tersebut mengalami peningkatan lagi
pada tahun 2011 menjadi 320 santri. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang
termasuk dalam kelima penyakit terbanyak di Pondok Pesatren Daar El-Qolam pada
tahun 2011, dengan usia tersering penderita gastritis ialah antara 15-2 tahun. Jumlah
Santri dengan keluhan gastritis pada bulan Januari tahun 2012 sebanyak 70 orang,
bulan Februari 121 orang, bulan Maret 141 orang, dan bulan April 112 orang.
merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktifitas dan bila tidak ditangani
dengan baik dapat juga berakibat fatal. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada orang-
orang yang memiliki pola makan tidak teratur dan memakan makanan yang
ulu hati adalah mual, muntah lemas kembung dan terasa sesak, nafsu makan menurun,
wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing dan selalu bersendawa
dan pada kondisi yang lebih parah, bisa muntah darah (Wijoyo, 2009).
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor internal yaitu
adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Beberapa faktor risiko gastritis adalah
menggunakan obat aspirin atau antiradang non steroid, infeksi kuman Helicobacter
merokok, sering mengalami stres, kebiasaan makan yaitu waktu makan yang tidak
teratur, serta terlalu banyak makan makanan yang pedas dan asam (Purnomo, 2009).
Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak teratur sehingga lambung
menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Pola makan adalah berbagai informasi
yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi
setiap hari, pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makan.
Dengan menu seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan
terbentuk kebiasaan makan makanan seimbang dikemudian hari. Pola makan yang
baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga
pencernaan. Pola makan atau pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu
(Baliwati, 2009).
Dampak dari penyakit gastritis dapat mengganggu Keadaan gizi atau status
gizi. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang, baik atau normal maupun gizi lebih.
Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan penyakit berupa penyakit
kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan prestasi belajar, selain
turunnya ketahanan tubuh terhadap infeksi sehingga mudah untuk terserang penyakit.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneiliti delapan dari
sepuluh santri memiliki pola makan yang kurang sehat seperti telat makan, suka
gorengan yang dapat menyebabkan gastritis. Dari sepuluh santri yang diwawancarai,
ada tujuh orang yang mengalami gejala gastritis. Peneliti memilih para santri karena
fakta yang saya temukan banyak pada usia ini mereka umumnya memiliki gaya hidup
yang kurang sehat seperti kurang memperhatiakn makanan yang dikonsumsi baik pola
makanan cepat saji. Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-
beberapa santri yang sering telat makan, suka makan-makanan pedas, dan
menarik, seperti rasa dan jenis makanan yang kurang baik, sehingga para santri lebih
menyukai makan-makanan siap saji (fast food). Adapun pola makan yang terdiri dari
frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan yang tidak baik sangat mempengaruhi
terjadinya gastritis, tidak jarang kondisi seperti ini menimbukan luka pada dinding
Adakah hubungn pola makan dengan gastritis pada remaja di Pondok Pesantren Daar
Tujuan Umum:
Tujuan Khusus:
Untuk Mengidentifikasi :
1. Kejadian Gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti,
Tangerang.
2. Demografi (Usia dan Jenis kelamin) pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam
3. Pola makan (Frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi makan)
4. Hubungan demografi (usia dan jenis kelamin) dengan gastritis pada santri Pondok
5. Hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi
makan) dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung,
Jayanti, Tangerang.
D. Manfaat Penelitian
penyakit gastritis.
2. Bagi institusi pelayanan kesehatan
pada usia remaja sehingga dapat menjadi masukan dalam memberikan pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian yang akan
Dalam ruang lingkup penelitian ini, penulis hanya membatasi pada pola makan yang
terdiri dari frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan terhadap terjadinya
gastritis. Adapun tempat yang akan dilakukan penelitian tersebut di Pondok Pesantren
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pola Makan
a. Definisi
macam dan jumlah makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan
mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu
orang dan merupakan ciri khas untuk sutu kelompok masyarakat tertentu
(Soegeng, 2004).
Pendapat dari berbagai sumber dapat diartikan secara umum bahwa pola
makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atas sekelompok orang
setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan
Pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan
adalah faktor ekonomi, sosial budaya, agama, pendidikan dan lingkungan, umur
1) Faktor ekonomi
impor, terutama jenis siap santap (fast food), seperti ayam goreng, pizza,
bagaimana pengolahan, persiapan, dan penyajian serta untuk siapa dan dalam
kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (dikenal
dengan istilah tabu), meskipun tidak semua hal yang tabu masuk akal dan baik
dari sisi kesehatan. tidak sedikit hal yang ditabukan merupakan hal yang baik
jika ditinjau dari kesehatan, salah satu contohnya adalah anak balita tabu
baik bagi balita karena memiliki kandungan protein yang sangat dibutuhkan
memiliki pantangan makanan tertentu yaitu balita, ibu hamil, dan ibu
menyusui.
3)Agama
4)Pendidikan
gizi. Salah satu contoh prinsip yang dimiliki seseorang dengan pendidikan
5)Lingkungan
termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan
sehat dari para gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin dan tempat jajan
yang menjual makanan yang sehat akan membentuk pola makan yang baik
pada anak. Sekolah diluar negeri menerapkan kegiatan makan siang bersama
di sekolah. Hal ini akan membentuk pola makan yang positif pada anak,
makan. Tidak sedikit orang tertarik untuk mengonsumsi atau membeli jenis
6)Faktor usia
remaja adalah masa mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat
diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan
Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja menghindari sarapan dan makan
7)Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah karakteristik remaja yang terdiri dari laki-laki dan
protein daripada wanita, karena secara kodrat pria diciptakan untuk tampil
lebih aktif dan lebih kuat dari pada wanita (Baliwati, 2004).
untuk hampir semua zat gizi, walaupun pilihan makanannya bukanlah yang
vitamin dan mineral yang cukup dalam selang kalori yang dibutuhkan (Moore,
2005).
c. Pola Makan
Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau
konsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan, dan
jenis makan yang berdasarkan faktor faktor sosial, budaya dimana mereka
terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial. Sehingga kajian yang
mempengaruhi pola makan dapat meliputi kegiatan dalam memilih pangan, cara
Pola yang dianut oleh remaja dimiliki melalui proses belajar yang
menghasilkan kebiasaan makan yang terjadi sejak dini sampai dewasa dan akan
masih bertahan sampai ada pengaruh yang dapat mengubahnya. Usia remaja
merupakan peralihan pola masa anak, namun pada usia remaja telah mendapatkan
berbagai pengarahan dan bimbingan orang tua tentang makanan yang harus
sekolah maupun dirumah. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang
1) Frekuensi makan
makan dalam sehari baik makanan utama maupun makanan selingan. Menurut
Suhardjo (2002) dalam Hudha (2006) frekuensi makan dikatakan baik bila
frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan
utama dengan 1 kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi
makan pagi, makan siang, dan makan malam atau sore. Ketiga waktu makan
tersebut yang paling penting adalah makan pagi, sebab dapat membekali
tubuh dengan berbagai zat makanan terutama kalori dan protein berguna
yang makan pagi dapat mengendalikan nafsu makan mereka lebih sepanjang
hari itu. Itu juga dapat mencegah mereka makan secara berlebihan saat makan
rasa lapar, sebab jarak waktu makan yang lama. Pola makan yang tidak
banyak, tetapi tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah
malam harinya.
2) Jenis makanan
dua yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama adalah
makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi, makan siang, dan
makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan
minuman.
sebagai sumber energi (kalori) dalam tubuh dan memberi rasa kenyang
(Sediaoetama, 2004). Makanan pokok yang biasa dikonsumsi yaitu nasi, roti,
3) Porsi makan
yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) makanan sesuai dengan
berupa nasi, roti tawar, dan mie instant. Jumlah atau porsi makanan pokok
antara lain : nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant untuk ukuran besar
100 gram dan ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk mempunyai dua golongan
lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi makanan antara lain : daging
50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua potong), tahu 100
gram (dua potong). Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari
sayuran antara lain : sayur 100 gram. Buah merupakan suatu hidangan yang
makanan, karena nilai gizi setiap bahan makanan tiap kelompok tidak sama
kadar protein lebih tinggi dari umbi-umbian. Jika bahan makanan pokok
yang digunakan berasal dari umbi-umbian maka harus disertai lauk dalam
jumlah yang lebih besar. Porsi makanan pokok yang dianjurkan dalam
sehari untuk remaja adalah sebanyak 300-500 gram beras atau sebanyak 3-
b) Golongan protein
Lauk sebaiknya terdiri dari campuran hewani dan nabati. Lauk hewani
memiliki nilai biologi yang tinggi dibandingkan nabati. Porsi lauk yang
dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah sebanyak 100 gram atau dua
potong ikan daging atau ayam, sedangkan porsi nabati dalam sehari
sebanyak 100-150 gram atau 4-6 potong tempe. Tempe dapat diganti
c) Golongan sayuran-sayuran
itu sayuran berwarna hijau juga kaya kalsium, zat besi, asam folat, dan
sehari 150-200 gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan matang.
d) Golongan buah-buahan
buah yang kecut pada umumnya kaya vitamin C. porsi buah yang
dianjurkan untuk remaja dalam sehari adalah 2-3 potong, dapat berupa
e) Lain-lain
penyedap dan pemberi rasa gurih. Penggunaan gula biasanya sebanyak 25-
Dalam menu indonesia pada umumnya makanan dapat diolah dengan cara
sebagai berikut :
cairan bisa berupa air saja atau air kaldu dalam panci sampai mencapai titik
0
didih (100 C).
sedikit cairan pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan tehnik ini adalah
daging.
Pola makan yang seimbang, yaitu sesuai dengan kebutuhan yang disertai
pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik
menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain yang disebabkan oleh
kelebihan zat gizi. Sebaliknya asupan makanan kurang dari kebutuhan akan
menyebabkan tubuh menjadi kurus dan rentan terhadap penyakit. Kedua keadaan
Keadaan gizi salah akibat kurang makan atau berat badan yang kurang
merupakan hal yang banyak terjadi di berbagai daerah atau negara miskin.
fenomena baru yang semakin lama semakin meluas. Keadaan ini terutama
dialami oleh lapisan menengah keatas, yakni munculnya obesitas pada anak dan
2. Remaja
a. Definisi
Istilah remaja atau adolesence berasal dari bahasa latin adolesscere (kata
bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang artinya tumbuh atau tumbuh
biasanya antara usia 13 dan 20 tahun (potter&perry, 2005). Remaja berada dalam
setatus interim sebagai akibat dari posisi yang diberikan oleh orang tua dan
tertentu bagi dirinya (Soetjiningsih, 2005). Masa peralihan dari yang sangat
bergantung dengan orang tua ke masa yang penuh tanggung jawab serta keharusan
dimana dapat menjadi sebuah titik awal sebagai sebuah usaha mencapai
kemandirian.
sekundaer. Rentang usia 11-13 tahun pada perempuan dan 12-14 tahun pada
laki-laki.
2)Remaja pertengahan (midle adolesence), kira-kira 14-16 tahun pada
perempuan dan 15-17 tahun pada laki-laki, ditandai dengan usaha mencapai
kemandirian.
3)Remaja akhir (late adolesence), sekitar 19 tahun, relatif stabil dalam hubungan
dengan teman sebaya, akademik dan aktifitas waktu senggang, dan tanggung
jawab keuangan.
Selain Carson (2008), ahli lain juga membagi masa remaja menjadi tiga periode
membagi masa remaja menjadi remaja awal (12-13 tahun), remaja tengah (14-16
menjadi remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-16 tahun), remaja akhir (17-
21 tahun).
Menurut Potter & Perry (2005) Masa remaja adalah masa mencari identitas
diri, adanya keinginan untuk dapat menerima oleh teman sebaya dan mulai tertarik
oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan. Semua itu
sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan makanan dan
sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali. Hal itu menyebabkan
2)Gadis remaja sering terjebak dengan pola makan tak sehat, menginginkan
penurunan berat badan secara drastis, bahkan sampai gangguan pola makan.
Hal ini dikarenakan remaja memiliki body image (citra diri) yang
mengacu
pada idola mereka yang biasanya adalah para artis, pragawati, selebritis yang
3)Kebiasaan ngemil yang rendah gizi (kurang kalori, protein, vitamin dan
4)Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) yang komposisi gizinya tidak
yang berlebihan.
Terpenuhinya kebutuhan zat gizi adalah hal yang mutlak diperlukan untuk
melahirkan, kesulitan pada saat hamil, serta produksi ASI tidak bagus.
Perempuan yang fisiknya tidak pernah tumbuh sempurna karena kurang zat
gizi juga beresiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.
konsumsi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Bila konsumsi gizi selalu
kurang dari kecukupan maka seseorang akan mengalami gizi kurang. Sebaliknya
jika konsumsi melebihi kecukupan akan menderita gizi lebih dan obesitas.
Keadaan gizi atau setatus gizi merupakan gambaran apa yang dikonsumsi
dalam jangka waktu yang cukup lama. Keadaan gizi dapat berupa gizi kurang,
baik atau normal maupun gizi lebih. Kekurangan salah satu zat gizi dapat
badan cepat lelah, kekurangan zat besi dapat menurunkan prestasi kerja dan
Timbulnya kebiasaan makan yang buruk pada remaja bisa dikarenakan kebiasaan
Remaja sering memiliki pemahaman bahwa tubuh yang menjadi idaman adalah
kebutuhan gizi.
Usia remaja merupakan usia yang mudah tertarik dengan hal-hal baru, termasuk
Jenis makanan siap saji seperti hotdog, hamburger, fried chicken, dan frenchfries
semakin banyak di pasaran. Secara nilai gizi makanan tersebut tidak terlalu
bagus kerena memiliki kolesterol, lemak jenuh, dan kadar natrium yang tinggi
Menurut Hurlock (2006) Beberapa masalah yang berkaitan dengan gizi yang
ditemukan pada remaja antara lain indeks masa tubuh (IMT) kurang dari batas
normal atau sebaliknya, memiliki IMT yang berlebihan (obesitas), dan anemia dan
1) Kurus
Menurut Susenas 1999-2003, sebesar 35-40% wanita usia subur (WUS) 15-19
tahun beresiko kekurangan energi kronis. Salah satunya cara yang dilakukan
Tubuh (IMT). Hasil analisis terhadap data SKRT 2001 dan data SUSENAS
2002 menunjukan bahwa pravalensi gizi kurang pada remaja dengan IMT < 5
persentil, sebesar 17, 4% . prevalensi IMT kurang atu kurus berkisar antara
katagori kurus. Jika dilihat dari resiko kurang energi protein, hasil penelitian
memiliki lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm, yang berarti resiko kurang
energi kronis. Hasil penelitian yang dilakukan Rini Santi (2006) di Bukit
Tinggi menunjukan bahwa rata-rata IMT remaja putri adalah 20,69 kg/m2 + 2,
63. Proporsi siswi yang mempunyai IMT < 18, 5 kg/m2 sebesar 19,9% dengan
penyebaran 14,1% kekurangan gizi tingkat ringan dan 5,8% kekurangan gizi
tingkat berat.
perempuan memiliki motto bahwa kurus itu indah sehingga mereka sering
melakukan diet tanpa pengawasan dari dokter atau ahli gizi sehingga zat-zat
gizi penting tidak dapat dipenuhi. Remaja yang kurus penampilannya malah
cenderung kurang menarik, mudah letih dan resiko sakit pun tinggi. Selain itu
2) Obesitas
standar BBI (Berat Badan Ideal), atau juga keadaan jika seseorang mempunyai
berat badan 120% lebih berat dari berat badan seharusnya pada usianya
prevalensinya sangat meningkat pada orang dewasa dan anak, baik di negara
maju maupun negara sedang berkembang. Jumlah anak dengan usia sekolah
dengan overweight terbanyak berada di kawasan Asia yaitu 60% populasi atau
sekitar 10,6 juta jiwa. Penelitian di semarang pada tahun 2004 memperlihatkan
bahwa pravalensi overweight pada anak 6-7 tahun adalah 9,1% sedangkan
obesitas 10,6%. Penderita obesitas lebih banyak ditemukan pada remaja dan
penderita obesitas juga kurang menarik, gerakan tidak lincah dan cenderung
lamban.
terjadi karena binge eating disorder, yaitu keadaan seseorang yang makan
dalam jumlah yang besar secara terus menerus dan cepat tanpa terkontrol.
Setelah menyadarinya baru merasa bersalah tapi jika keadaan binge datang
lagi dia akan kembali melakukannya tanpa sadar. Hal ini yang akhirnya akan
putri yang melakukan diet untuk mengurangi berat badannya sejak dini akan
membawa resiko kegemukan pada saat mereka dewasa nanti. Semakin keras
mereka melakukan diet, semakin besar resiko kegemukan yang akan dialami.
adalah mengembangkan diet yang sehat, olahraga secara bertahap, dan untuk
menderita obesitas yang luar biasa gemuk sehingga bisa mengancam hidupnya
gastroplasti
atau prosedur penjepitan lambung. Setelah operasi pasien hanya makan
3) Anemia
pada remaja khususnya remaja perempuan adalah kurangnya zat besi atau
anemia. Anemia merupakan kelanjutan dampak dari kurang zat gizi makro
(karbohidrat, protein dan lemak) dan kurang zat makro (vitamin, mineral).
adalah sebesar 57,1%. Prevalensi anemia pada kelompok usia 5-14 tahun
cukup tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain yaitu sebesar 28,3%.
pada saat akan menjadi calon ibu maka akan menjadi calon ibu yang beresiko
tinggi untuk kehamilan dan melahirkan. Dampak anemia pada ibu hamil
hewani seperti daging, produk laut dan sumber nabati seperti kacang-
kacangan. Adanya suplementasi besi/zinc pada remaja perempuan diharapkan
akan menjadi salah satu cara untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan
pada remaja perempuan. Selain itu juga diharapkan menjadi salah satu cara
untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan calon ibu sehingga dapat
pola makan yang biasanya lebih sering terjadi pada perempuan. Kelainan
dihasilkan oleh ketakutan bahwa tubuh akan menjadi gemuk setelah makan
dan ketakutan mental ini akan terpancar melalui penyiksaan fisik. Angka
terakhir. Sekitar 1 dari 100 remaja perempuan umur antara 16 sampai 18 tahun
nafsu makan. Hal ini disebabkan oleh konsep yang terputar balik mengenai
melakukan diet yang sangat ketat sehingga berat badannya turun secara drastis
dalam waktu yang singkat. Kelainan ini juga bisa dikarenakan sakit seperti
demam, pilek, malaria, tipes, dan peradangan. Selain itu penyakit itu muncul
karena emosi, gelisah, dan kebingungan. Bila disebabkan demam, pilek, dan
penyakit lain biasanya bila sudah sembuh selera makan kembali normal.
Akibat berat badan yang turun jauh dibawah batas normal, fungsi normal
Hal yang paling berbahaya adalah kelainan jantung serta kekurangan cairan
dan elektrolit (nastrium, kalium, klorida). Jantung menjadi semakin lemah dan
dehidrasi dan cenderung mengalami pingsan. Darah menjadi asam dan kadar
kemungkinan disebabkan irama jantung yang abnormal. Selain itu terjadi juga
penderita anoreksia, namun pada bulimia penderita lebih sulit dideteksi karena
berat tubuh mereka bisa saja melebihi batas normal,di bawah batas normal
atau bahkan normal. Ciri utamanya adalah makan dalam jumlah yang banyak
merasa tidak lapar dan tidak cemas terhadap kondisinya. Penyakit ini
serta terapi psikis yang sering dibarengi dengan pemberian obat-obatan. Jika
berat badan turun sangan cepat atau sangat berat (sampai 20% dibawah berat
badan normal) maka sangat penting untuk mengembalikan berat badan karena
infus atau selang nasogastrik. Jika status gizinya sudah baik maka mulai
diterapi jangka panjang oleh ahli gizi. Jika ditemukan depresi maka diberikan
3. GASTRITIS
a. Definisi
kronik difus atau lokal, dengan karakteristik anoreksia, perasaan penuh di perut
(begah), tidak nyaman pada epigastrium, mual, dan muntah (Suratun SKM, 2010).
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung sering akibat diet yang sembarangan.
Biasanya individu ini makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang
peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor
iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu
banyak, cepat, telat makan. Makan-makanan yang terlalu banyak bumbu dan
b. Etiologi
pada mukosa lambung. NSAIDS (Non Steroid Anti Inflamasi Drugs) dan
3)Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka dan lada) dapat
pendarahan.
4)Kondisi stres atau tertekan (trauma, luka bakar, kemoterapi, dan kerusakan
dan lain-lain.
Pada
pasien yang sistem imunnya baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur.
Sama dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah terkenan
infeksi parasit.
c. Klasifikasi Gastritis
Keparahannya :
1)Gastritis Akut
oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak
lebih dalam dari pada mukosa muskularis. Erosinya juga tidak mengenai
2)Gastritis Kronis
disebabkan karena ulkus lambung jinak maupun ulkus lambung ganas, bisa
juga karena bakteri Helicobacter pylori. Gastritis ini dapat pula terkait dengan
pencernaan).
d. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gangguan ini cukup bervariasi, mulai dari keluhan
ringan hingga muncul pendarahan pada saluran cerna bagian atas. Pada beberapa
pasien, gangguan ini tidak menimbulkan gejala yang khas (brunner &suddarth
2002) . Manifestasi gastritis akut dan kronis hampir sama. Berikut penjelasannya :
a) Anoreksia
b) Anoreksia
c) Naucea
e. Komplikasi
1)Gastritis Akut
cerna bagian atas (SCBA), berupa hematemesis dan melena, yang berakhir
dengan shock hemoragik. Apabila prosesnya hebat, sering juga terjadi ulkus,
dan penyempitan daerah pilorus (pelepasan dari lambung ke usus dua belas
jari).
Menurut Brunner & Suddarth (2002) Faktor - faktor resiko yang sering
1) Pola makan
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit ini.
Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya,
asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa
nyeri.
2) Rokok
Akibat negatif dari rokok, sesungguhnya sudah mulai terasa pada waktu orang
baru mulai menghisap rokok. Dalam asap rokok diisap, terdapat kurang lebih
300 macam bahan kimia, diantaranya acrolein, nikotin, asap rokok, gas CO.
Nikotin itulah yang menghalangi terjadinya rasa lapar. Itu sebabnya seseorang
3) Kopi
Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein, kafein ternyata dapat
setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar,
bergairah, daya pikir lebih cepet, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin.
Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada
4) Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah kuman gram negatif, basil yang berbentuk kurva
H.pylori ini sering diketahui sebagai penyebab utama terjadi ulkus peptikum
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
6) Alkohol
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan
membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walupun pada
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu
dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar
glokosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan
merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila
seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi
semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
8) Makanan pedas
pencernaan, terutama lambung dan usus kontraksi. Hal ini akan mengakibatkan
rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala
9) Usia
Usia tua memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita gastritis dibanding
dengan usia muda. Hal ini menunjukan dengan seiring bertambah usia mukosa
Pylori atau gangguan autoimun dari pada orang yang lebih muda. Sebaliknya,
jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stres, misalnya pada
beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang
meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal itu dibiarkan, lama-
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluk empedu
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus dan pendarahan
pada lambung.
mempunyai hubungan yang erat. Pemberian diet untuk penderita gastritis antara
tetapi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Jumlah energi pun harus
tinggi (20-25% dari total jumlah energi yang biasa diberikan), sedangkan
lemak perlu dibatasi. Protein ini berperan dalam menetralisir asam lambung,
bila dipaksa menggunakan lemak, pilih jenis lemak yang mengandung asam
secara teliti. Lemak berlebihan dapat menimbulkan rasa mual, rasa tidak enak
jenuh secara cukup merupakan pilihan yang tepat, sebab lemak jenis ini lebih
mudah dicerna. Porsi makanan yang diberikan dalam porsi kecil tapi sering,
hindari makan secara berlebihan. Demikian pula jumlah vitamin dan mineral
yang diberikan pun harus dalam jumlah cukup. Akan tetapi, karena
umur, jenis kelamin, aktivitas dan jenis penyakit. Kebutuhan energi bagi
pengetahuan klien tentang gastritis di RSU. Dr. FI. Tobing Sibolga tahun
2008. Dari hasil penelitian para pakar, didapatkan jumlah gastritis antara pria
dan wanita, ternyata gastritis lebih banyak pada wanita dan dapet menyerang
sejak usia dewasa muda hingga lanjut usia. Di Indonesia 6-20% menderita
kelompok umur 45-64 tahun. Insiden sepanjang usia untuk gastritis adalah
10%. Berdasarkan hasil survey awal di lokasi penelitian yaitu di RSU. Dr. FI.
Tobing Sibolga tahun 2008 masih cukup banyak yaitu setiap bulannya kurang
lebih 40.
2)Penelitian yang dilakukan oleh Wati Oktaviani dengan judul Hubungan pola
UPN Veteran Jakarta tahun 2008. Dari hasil penelitian yang menggunakan
yang dapat ditarik kesimpulan tidak ada hubungan bermakna antara umur,
jenis kelamin dan porsi makan dengan gastritis, dan adanya hubungan
gastritis dan hubungannya dengan pola makan, gaya hidup, dan status gizi
pada pralansia dan lansia di posbindu kelurahan bantar jati Bogor tahun 2010
cross sectional. Sampel penelitian ini adalah para pralansia dan lansia di
berumur
45-75 tahun. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univ
i.Kerangka Teori
Kerangka Teori menurut Brunner &Suddarth (2002), Huha (2006), dan Soetjiningsih (2005).
Bagan 2.1 Kerangka Teori
TERJADINYA
GASTRITIS
Penatalaksanaan :
A. Kerangka Konsep
Frekuensi makan
Jenis makan
Porsi makan
Terjadinya Gastritis
Karakteristik responden :
Usia
Jenis kelamin
Keterangan :
Dihubungkan
Alasan diambil :
1. Pola makan
gastritis. Pada saat perut yang harusnya diisi, tetapi dibiarkan kosong atau ditunda
pengisiannya. Maka asam lambung akan meningkat dan mencerna lapisan mukosa
2. Usia
Permasalahan yang timbul pada saat remaja yaitu kebiasaan makan yang
buruk seperti kebiasaan tidak makan pagi, terjebak dengan pola makan tidak sehat
pengaturan makan/diet yang salah. selain itu usia remaja memiliki kebiasaan ngemil
yang rendah gizi dan makan-makanan siap saji (fast food) dan biasanya disertai
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin menentukan pula besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorng.
Laki-laki lebih banyak membutuhkan kebutuhan zat tenaga dan protein dari pada
perempuan sehingga porsi makan laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. remaja
perempuan kesulitan lebih banyak untuk mendapatkan vitamin dan mineral yang
1. Rokok
Para santri laki-laki tidak diperbolehkan untuk merokok saat berada di Pondok
Minum kopi dalam jumlah yang tidak wajar ( > 3 cangkir/ hari) dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung, sehingga dapat
menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung dan menjadi gastritis
(Smeltzer, suzanne. 2002). Hampir jarang sekali santri yang meminum kopi.
3. Alkohol
mengkonsumsi alkohol.
Stress fisik dan psikis beresiko terjadi iritasi mukosa lambung karena produksi asam
lambung akan meningkat pada saat keadaan stress, dan jika hal itu lama-kelamaan akan
menyebabkan terjadinya gastritis (Smeltzer, suzanne. 2002). Tingkat stress fisik maupun
B. Hipotesis
1. Ada hubungan demografi (usia dan jenis kelamin) dengan gastritis pada santri pondok
2. Ada hubungan pola makan (frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan atau porsi
makan) dengan gastritis pada santri pondok pesantren Daar El-Qolam Gintung,
Jayanti, Tangerang.
C. Definisi Operasional
Likert 2. Frekuensi
dengan mengiritasi =
Untuk pernyataan
positif 2. Jenis makan,
Ya (Y) = 0
Tidak (T) = 1
Ordinal
Usia Usia adalah Survey Koesioner Data numeric Rasio
yang diukur
dengan tahun
(Harlock, 2007)
membedakan
manusia
berdasarkan
kelompok.
karakteristik (median=12).
anoreksia,
perasaan penuh di
perut (begah),
epigastrium, mual,
dan muntah
(Suratun SKM, 2010).
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
menggunakan desain Cross Sectional. Pada penelitian ini dimana seluruh variabel
yang diamati, diukur pada saat bersamaan ketika penelitian berlangsung. Penelitian
ini menggunakan data primer untuk mengetahui hubungan pola makan dengan
Tangerang tahun 2013. dimana variable bebas yaitu pola makan dan variable terikat
penelitian, sederhana, ekonomis dalam hal waktu dan hasilnya dapat diperoleh
dengan cepat. Penelitian ini dilakukan melalui tahap penyebaran kuesioner kepada
1. Lokasi
Tangerang.
Adapun pertimbangan memilih lokasi ini adalah :
a. Tingginya angka penyakit gastritis pada santri pada 1 bulan terakhir meningkat
2. Waktu
atau objek yang diteliti, sedangkan Dahlan (2010) mendefinisikan populasi sebagai
semua elemen (individu, objek atau substansi) yang memenuhi kriteria yang
diberikan secara umum. Jadi yang dimaksud dengan populasi adalah seluruh objek
elemen lain yang berhubungan dengan penelitian. Definisi sampel adalah bagian dari
populasi yang dipilih untuk menjadi subjek sebuah penelitian. Peneliti menggunakan
Sampel penelitian ini adalah para santri laki-laki dan perempuan tingkat MA I
Perhitungan sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi yaitu:
( ( )) ( ( ))
( ( ))
[ ]
Keterangan :
sebesar 5%)
( ) ( )
= = = 0,267
( ( )) ( ( )) ( (
))
[ ]
( ( )) ( ( )) (
( ))
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
Setelah dilakukan penghitungan, maka didapat n (sampel) = 54 responden. Selanjutnya
yang dilakukan pada santri MA tingkat I dan II di Pondok Pesantren Daar El-Qolam.
(Dahlan, 2010).
169
169
E. Etika penelitian
tujuan, manfaat, dan segala hal yang berkaitan dengan penelitian sehingga
responden dapat memutuskan apakah akan berperan atau tidak dan semua responden
identitas lain responden. Data yang diperoleh hanya dapat diolah peneliti dan segera
F. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau angket yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu pada kerangka konsep dan teori
yang telah dibuat. Instrumen pengumpulan data terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Data demografi
Identitas meliputi tanggal pengisian, nama inisial, usia dan jenis kelamin.
Bagian kedua koesioner untuk mengetahui kebiasaan frekuensi makan, jenis makan,
dan porsi makan. Untuk mengukur frekuensi makan (makan utama dan makan
makan yaitu :
Selalu =5
Sering =4
Kadang-kadang =3
Jarang =2
Tidak pernah = 1
Skoring alat ukur frekuensi makan dilakukan dengan cara menghitung skor
mean dengan cara menjumlah nilai pertanyaan, lalu dari jumlah tersebut dicari
nilainya. Sedangkan jenis makan dan porsi makan menggunakan skala Gutman.
menjawab dengan jawaban benar atau salah (Hidayat, 2007). Pernyataan positif,
pada responden menjawab benardiberi nilai 1, dan jika salah diberi nilai 0.
Pernyataan negatif pada responden menjawab benar diberi nilai 0, jika salah
diberi nilai 1.
3. Kuesioner gastritis
Instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat penting, yaitu valid dan
reliable (Arikunto, 2006). Uji instrumen dilakukan untuk mengukur validitas dan
penelitian. Untuk mendapatkan data yang valid dan reliable, kuesioner harus diuji
mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Uji ini dilakukan dengan
menghitung korelasi masing-masing skor item dari tiap variable dengan skor
variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi Product Moment dan hasilnya
nanti dikatakan valid jika tiap pertanyaan mempunyai nilai Corrected Item-Total
Correlation adalah 0,3 dan apabila dibawah nilai 0,3 dinyatakan tidak valid
( Hidayat, 2008).
Uji validitas dikatakan valid apabila r hitung > r tabel, uji validitas ini
df = n-2 (28) maka r tabel = 0,374. Dari 33 item di kuesioner dengan judul
Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Remaja di Pondok Pesantren Daar El-
Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang Dari uji validitas diketahui pernyataan yang
tidak valid adalah pernyataan nomer 4 dan 8, untuk item nomer 8 tersebut
dihilangkan sedangkan item nomer 4 dirubah kuesionernya dengan tata bahasa tanpa
mengurangi makna.
dan dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Hal ini berarti sejauh mana hasil pengukuran
tetap konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama.
Alpha Croncbac. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha
Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2008). Dari hasil uji reliabilitas didapatkan Alpha
Cronbach 0,905 yang berarti sangat Reliabel dan layak untuk disebarkan kepada
responden.
tentang cara-cara pengisian instrumen. Secara ringkas proses pengumpulan data ada
lima yaitu :
1) Pengumpulan data (data collecting)
Sebelum pengumpulan data, peneliti melakukan uji coba kuesioner pada santri
Pondok Pesantren Latansa sebanyak 30 santri dari seluruh tingkat MA, hal ini
bertujuan untuk mengetahui kekurangan dari kuesioner dan sebagai bahan masukan
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan untuk mengambil dari setiap angkatan
secara Stratified random sampling dengan melihat tingkatan peringkat nilai para
santri, dari MA tingkat I diambil sebanyak 31 orang dan dari MA tingkat II diambil
sebanyak 29 orang, Pemilihan sampel diambil dari Kelas A menurut absebsi kelas.
penjelasan pada calon responden mengenai penelitian ini, kemudian calon responden
Data yang didapatkan harus diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah data
digolongkan menjadi :
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau dikumpulkan dan dilakukan setelah data terkumpul. Pada tahapan ini
jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap (semua pertanyaan sudah terisi
2. Coding
yang terdiri atas beberapa kategori. Coding juga merupakan kegiatan merubah
3. Entry data
makanan.
yang sudah dimasukan apakah ada kesalahan atau tidak (Hastono, 2006). Proses
yang dilakukan setelah data masuk ke dalam computer. Data akan diperiksa
apakah ada kesalahan atau tidak, jika terdapat data yang salah, diperiksa oleh
5. Tabulasi Langsung
Sistem pengolahan data langsung yang ditabulasi oleh kuesioner. Ini juga
metode paling sederhana bila dibandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi
ini dilakukan dengan memasukkan data dari kuesioner ke dalam kerangka table
yang telah disiapkan, tanpa proses perantara yang lain. Tabulasi langsung
biasannya dilakukan dengan system tally yaitu cara menghitung data menurut
6. Komputer
menggunakan program tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang
tes statistic.
Penyajian data :
a. Tulisan atau narasi, dibuat dalam bentuk narasi mulai dari pengambilan data
sampai kesimpulan.
b. Tabel atau daftar penyajian dalam bentuk angka yang disusun dalam kolom dan
baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi kejadian dalam kategori yang
berbeda.
J. Analisa Data
Data yang ada setelah dilakukan proses pengolahan setelah itu dilakukan tehnik
analisa data. Analisa data yang digunakan adalah uji statistik dengan melalui 2 tahap
yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisa data dengan univariat yang dilakukan
pada setiap variable hasil penelitian, dan analisa bivariat dilakukan terhadap dua
1. Analisa univariat, yaitu variabel yang ada dalam penelitian ini disusun secara
deskriptif dengan tabel distribusi pola makan. Tabel distribusi pola makan
memuat karakteristik responden meliputi, yaitu usia, jenis kelamin, pola makan
terdiri atas frekuensi makan, jenis makan, jumlah makan dan terjadinya gastritis.
2. Analisa bivariat yaitu melihat hubungan antara variable bebas dengan variable
terikat menggunakan uji statistik Chi Square dengan tingkat kemaknaan P0.05
dengan cinfidence interval 9CI) 95%. Ada beberapa tahap dalam analisis
bivariat, yaitu :
a. Menetapkan hipotesis
(Ha) karena peneliti mempunyai jawaban sementara dari hasil penelitian ini
yaitu adanya hubungan antara karakteristik remaja (usia dan jenis kelamain)
pada pola makan (frekuensi makan, porsi makan dan jenis makan) dengan
gastritis.
Arah uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah two tail karena
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pola makan dengan gastritis
makan, jenis makan, dan porsi makan) dan gastritis pada remaja (usia dan jenis
kelamin).
Batas/tingkat kemaknaan, sering juga disebut dengan nilai , pada penelitian ini
Perhitungan uji statistik adalah menghitung data sampel ke dalam uji hipotesis yang
makan dengan gastritis pada remaja, maka data hasil pengukuran dimasukan ke
nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan
tidak ada hubungan yang bermakna (signifikan), sebaliknya bila tidak sama,
menolak hipotesis nol (Ho) dan gagal menolak hipotesis nol (Ho) (Hastono,
2006). Peneliti mencari nilai p (value) dalam uji statisti. Nilai p tersebut
Penelitian ini menggunakan 5% sehingga jika didapat nilai p> maka hasil
pola makan dengan gastritis pada remaja. Sebaliknya, jika didapatkan nilai p
maka hasil perhitungan statistik menjadi bermakna artinya ada hubungan yang
adanya hubungan yang bermakna yaitu variabel usia, jenis kelamin, jenis
makanan dan pola makan dengan gastritis. Serta ada beberapa variabel yang
menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna yaitu frekueni makan dan
HASIL PENELITIAN
Tangerang, Banten. Jumlah seluruh santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam yaitu
3.510 santri. Pondok Pesantren Daar El-Qolam berdiri pada tanggal 27 Ramadhan
alternatif yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas mutu dan kualifikasi
lulusan MTS / MA yang ada. Adapun model yang diterapkan adalah Full day
karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara aktual dan cermat. Analisa
univariat ini terdiri dari : usia reponden, jenis kelamin responden, pola makan yaitu
frekuensi makan, jenis atau ragam makan, porsi makan dan kejadian gastritis.
Jumlah total sampel yang terdiri dari seluruh santri Pondok Pesantren Daar El-
Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang adalah sebesar 60 responden dan tidak ada data
yang hilang (missing) baik umur responden, jenis kelamin responden, pola makan
yaitu frekuensi makan, jenis atau ragam makan, porsi makan, dan kejadian gastritis.
1. Usia
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia pada Santri Pondok Pesantren
Daar El-Qolam Gintung, Jayanti Tangerang
Usia Frekuensis
Jumlah ( n ) Persen ( %)
< 16 40 66,7
Tahun
>16 Tahun 20 33,3
Total 60 100
Gambaran distribusi frekuensi jenis kelamin santri Pondok Pesantren Daar El-
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Santri
Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Jenis kelamin Frekuensi
Jumlah ( n ) Persen ( %)
Laki-laki 18 30
Perempuan 42 70
Total 60 100
3. Frekuensi Makan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan terhadap
Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Frekuensi makan Frekuensi
Jumlah ( n ) Persen ( %)
> 2 kali sehari 21 35,0
< 2 kali sehari 39 65,0
Total 60 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa dari 60 responden yang diteliti,
responden yang memiliki frekuensi makan < 2 kali sehari sebanyak 39 responden
(65,0%).
4. Jenis Makan
Gambaran distribusi frekuensi jenis makan santri Pondok Pesantren Daar El-
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis atau Ragam Makanan
Pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Jenis makan Frekuensi
Jumlah ( n ) Persen ( %)
Tidak rasa asam dan pedas 14 23,3
Rasa asam dan pedas 46 76,7
Total 60 100
responden yang menyukai jenis atau ragam makan rasa asam dan pedas sebanyak
46 responden (76,7%).
5. Porsi Makan
Gambaran distribusi frekuensi porsi makan santri Pondok Pesantren Daar El-
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Porsi makan Pada Santri Pondok
Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Porsi makan Frekuensi
Jumlah ( n ) Persen ( %)
Kurang dari 300-500 30 50
gram (<3-5 piring
nasi/hari)
30 50
Sebanyak 300-500 gram
(> 3-5 piring nasi)
Total 60 100
Pada tabel 5.5 menunjukan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah porsi
makannya sama antara responden yang porsi makannya kurang dari 300-500
6. Gastritis
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Grastritis Pada Santri Pondok
Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Gastritis Frekuensi
Jumlah ( n ) Persen ( %)
Terjadi gastritis 33 55
Tidak terjadi gastritis 27 45
Total 60 100
Untuk mengetahui hubungan antara usia dengan gastritis pada santri Pondok
Tabel 5.8
Hubungan Umur Dengan Gastritis Pada Santri Pondok Pesantren Daar El-
Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Gastritis
OR
Usia Terjadinya Tidak terjadi Total P
95%
gastritis gastritis value
CI
N % N % N %
< 16
21 52,5% 19 47,5% 40 100%
tahun 0,737
>16 (0,248- 0,003
12 60% 8 40% 20 100%
tahun 2,189)
Total 33 55% 27 45% 60 100%
Pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa analisa hubungan usia dengan gastritis
pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah 40 responden pada usia < 16
yang tidak terjadi gastritis sedangkan dari 20 responden pada usia < 16 tahun
terdapat 12 responden (60%) terjadi gastritis dan 8 responden (40%) tidak terjadi
gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,003 berarti < 0,05. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan
gastritis. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa usia responden < 16 tahun
berpeluang 0,737 kali terjadi gastritis daripada usia responden > 16 tahun.
2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Gastritis
Untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan gastritis pada santri
Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang digunakan uji chi-
Tabel 5.9
Hubungan jenis kelamin dengan gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar
El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Gastritis
Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa analisa hubungan jenis kelamin dengan
gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah 18 responden pada
responden (57,1%) terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0.004
berarti < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin dengan gastritis. Untuk uji odd ratio menunnjukkan bahwa
Tabel 5.10
Hubungan frekuensi makan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren
Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Gastritis
Terjadinya Tidak OR P
Total 95
%
Frekuensi gastritis terjadi value
CI
makan gastriti
s
0,469 0,165
Kurang (0,159-
24 61,5% 15 38,5% 39
100%
1,378)
Total 33 55% 27 45% 60 100%
dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah dari 21
responden pada frekuensi makan > 2 kali sehari terdapat 9 responden (42,8%)
terjadi gastritis dan 15 responden (38,5%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik
didapatkan nilai p = 0,165 berarti > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis. Untuk uji
odd ratio menunjukkan bahwa responden frekuensi makan < 2 kali sehari
berpeluang 0,469 kali terjadi gastritis dari pada responden frekuensi makan > 2 kali
sehari.
N % N % N %
Baik 9 42,8% 12 57,1% 21 100%
4. Hubungan Jenis Makan dengan Gastritis
Untuk mengetahui hubungan antara jenis makan dengan gastritis pada santri
Tabel 5.11
Hubungan jenis makanan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar
El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang
Gastritis
Terjadinya Tidak OR P
Total 95
%
Jenis gastritis terjadi value
CI
makan gastriti
s
N % N % N %
Tidak 0,234
4 28,6% 10 71,4% 14 100%
mengiritasi
Mengiritasi 29 63,0% 17 36,9% 46 100% (0,064- 0,023
Total 0,865)
33 55% 27 45% 60 100%
Pada tabel 5.11 menunjukkan bahwa analisa hubungan jenis atau ragam
makanan dengan gastritis pada Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam adalah 14
responden pada jenis atau ragam makanan yang tidak menyukai rasa asam dan
yang tidak terjadi gastritis. sedangkan dari 46 responden jenis atau ragam makanan
yang menyukai rasa asam dan pedas terdapat 29 responden (63,0%) terjadi gastritis
dan 17 responden (36,9%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan nilai
p = 0,023 berarti < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara jenis makan dengan gastritis. Untuk uji odd ratio menunjukkan
bahwa responden jenis makan rasa asam dan pedas berpeluang 0,234 kali terjadi
gastritis daripada responden jenis makan tidak rasa asam dan pedas.
5. Hubungan Porsi Makan dengan Gastritis
Untuk mengetahui hubungan antara porsi makan dengan gastritis pada santri
Tabel 5.12
Gastritis
Terjadinya Tidak terjadi OR
Total P
Porsi makan gastritis gastritis 95
% value
CI
N % N % N %
Sebanyak 300-
500gr 60% 12 40% 30 100%
18
( Baik ) 1,500
Kurang dari (0,539- 0,436
300-500gr 15 50% 15 50% 30 4,171)
(Kurang) 100%
Total 33 55% 27 45% 60 100%
Pada tabel 5.12 menunjukkan bahwa analisa hubungan porsi makan dengan
gastritis pada Santri adalah dari 30 responden pada porsi makan yang Sebanyak
yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan dari 30 responden pada porsi makan
responden (50%) tidak terjadi gastritis. hasil uji statistik didapatkan nilai p =
0,436 berarti > 0.05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis. Untuk uji odd ratio jumlah
makan kurang dari 300-500gr berpeluang 1,500 kali terjadi gastritis daripada
PEMBAHASAN
kemudian melakukan perbandingan antara teori dengan hasil penelitian. Penelitian ini
berjudul Hubungan Pola Makan Dengan Gatritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar
El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Sampel dari penelitian ini diambil dari santri
A. Hasil Penelitian
1. Analisa univariat
a. Usia
Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan usia terhadap santri
Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa dari 60
responden (66,7%) dan responden yang berusia > 16 tahun sebanyak 20 responden
(33,3%). Jadi mayoritas usia responden lebih banyak yang berusia < 16 tahun
Usia adalah salah satu faktor resiko terjadinya penyakit gastritis, terutama pada masa
remaja adalah Masa peralihan dari yang sangat bergantung dengan orang tua ke masa
yang penuh tanggung jawab serta keharusan untuk sanggup berdiri sendiri. Menurut
Soetjiningsih (2005) Permasalahan pola makan yang timbul pada masa remaja yang
mampu memicu timbulnya gastritis disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu
para remaja memiliki kebiasaan tidak sarapan pagi dan biasanya gadis remaja sering
terjebak dengan pola makan tidak sehat, menginginkan penurunan berat badan secara
drastis bahkan sampai menganggu pola makan. Hal ini dikarenakan remaja memiliki
body image (citra diri) yang mengacu pada idola mereka yang biasanya adalah para artis,
pragawati, selebritis yang cenderung memiliki tubuh kurus, tinggi, dan semampai.
Kebiasaan makan makanan siap saji (fast food) juga sangat mempengaruhi terjadinya
gastritis yang mana komposisi gizinya tidak seimbang yaitu terlalu tinggi kandungan
energinya, seperti pasta, fried chicken, dan biasanya juga disertai dengan mengkonsumsi
minuman bersoda yang berlebihan maupun kebiasaan ngemil yang rendah gizi (kurang
kalori, protein, vitamin dan mineral) seperti makanan ringan, krupuk, chips dll.
b. Jenis Kelamin
Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin terhadap
santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa
dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 42 responden (70%). Jadi mayoritas jenis kelamin responden lebih banyak
berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Ini sesuai dengan jumlah
Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga
ada hubungan antara jenis kelamin dengan terjadinya gastritis (Apriajdi, 1986). Jenis
kelamin menentukan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pertumbuhan dan
2000).
Menurut potter&perry (2005) pola makan yang salah dapat mempengaruhi masalah
gizi lain yang banyak terjadi pada remaja khususnya remaja perempuan adalah
kurangnya zat besi atau anemia. Anemia merupakan kelanjutan dampak dari kurang zat
gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) dan kurang zat makro (vitamin, mineral).
Prevalensi anemia pada remaja di indonesia masih cukup tinggi. Berdasarkan survey
nasional tahun 2000, prevalensi anemia pada remaja perempuan adalah sebesar 57,1%
c. Frekuensi makan
didapatkan bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang memiliki
frekuensi makan baik sebanyak 39 responden (65,0%) dan responden yang memiliki
makan responden lebih banyak frekuensi makan yang kurang dibandingkan dengan
Pondok Pesantren Daar El-Qolam beresiko terjadinya gastritis. Hal ini dikarenakan
kebanyakan Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam memiliki frekuensi makan kurang
dan memiliki kebiasaan ngemil yang rendah gizi. Frekuensi makan yang dimaksud
adalah frekuensi makan utama atau frekuensi makan yang setiap harinya 3 kali makan
utama, yaitu makan pagi, makan siang dan makan malam atau sore. Frekuensi makan ini
Menurut Suhardjo, (2002) dalam Hudha (2006) frekuensi makan dikatakan baik bila
frekuensi makan setiap harinya 3 kali makanan utama atau 2 kali makanan utama dengan
1 kali makanan selingan, dan dinilai kurang bila frekuensi makan setiap harinya 2 kali
asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan
biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh
akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila seseorang
telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan
berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di
sekitar epigastrium.
d. Jenis makan
Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis makan terhadap
santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa
dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang jenis makanan tidak mengiritasi
sebanyak 46 responden (76,7%). Jadi mayoritas jenis atau ragam makanan responden
lebih banyak yang menyukai jenis atau ragam makanan mengiritasi dibandingkan dengan
jenis atau ragam makanan yang tidak mengiritasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa di
mengiritasi
Menurut Bruner dan Suddarth (2001) menyatakan bahwa jenis makanan yang
sembarangan seperti, makanan yang pedas dan asam-asam akan merangsang dinding
lambung untuk mengeluarkan asam lambung, pada akhirnya kekuatan dinding lambung
menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada dinding lambung
Dilihat dari hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan porsi makan terhadap
santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang didapatkan bahwa
dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang porsi makannya kurang sebanyak
30 responden (50%) dan responden yang porsi makannya baik sebanyak 30 responden
(50%). Jadi tidak ada perbedaan antara porsi makan yang baik dengan porsi makan
Kurang.
Menurut Depkes (2005) dilihat dari porsi bahan makanan yang dimakan tiap hari
harus mengikuti pedoman umum gizi seimbang yaitu hidangan tersusun atas makanan
pokok (3-5 porsi/hari), lauk (2-3 porsi/hari), sayuran (2-3 porsi/hari), dan buah (3-5
porsi/hari), sedangkan porsi makan santri di Pondok Pesantren Daar El-Qolam, dilihat
dari jenis bahan makanan yang dimakan tiap hari belum mengikuti pedoman umum gizi
f. Gastritis
Dilihat dari kejadian gastritis reponden santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam
Gintung, Jayanti, Tangerang tentang gastritis berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui
bahwa dari 60 responden yang diteliti, jumlah responden yang ada gastritis sebanyak 33
responden (55%) dan responden yang tidak ada gastritis sebanyak 27 responden (45%).
Mayoritas gastritis responden lebih banyak yang ada gastritis dibandingkan dengan
tidak ada gastritis. Jadi dapat disimpulkan bahwa santri Pondok Pesantren Daar El-
Qolam kebanyakan santri memiliki sakit gastritis. Hal ini disebabkan santri yang sering
terlambat makan dan suka makan makanan asam dan pedas, selain itu juga pola makan
Dari hasil analisis hubungan usia dengan gastritis adalah 40 responden pada
usia < 16 tahun, terdapat 21 responden (52,5%) terjadi gastritis dan 19 responden
(47,5%) yang tidak terjadi gastritis sedangkan dari 20 responden pada usia < 16 tahun
terdapat 12 responden (60%) terjadi gastritis dan 8 responden (40%) tidak terjadi
gastritis. Hasil uji statistik didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara usia
dengan gastritis, didapatkan P value = 0,003. Untuk uji odd ratio menunjukkan
bahwa usia responden < 16 tahun berpeluang 0,737 kali terjadi gastritis dari pada usia
yang bermakna dengan gastritis, Menurut Baliwati (2004) Masa remaja adalah masa
mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan
mulai tertarik oleh lawan jenis menyebabkan remaja sangat menjaga penampilan.
Semua itu sangat mempengaruhi pola makan remaja, termasuk pemilihan bahan
makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga remaja
menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan sehari sekali, Hal itu
kejadian anoreksia pada remaja terjadi pada usia 17 tahun, dan remaja perempuan
lebih banyak mengalami gangguan pola makan dibandingkan dengan remaja laki-laki
tubuh akan menjadi gemuk setelah makan dan ketakutan mental ini akan terpancar
melalui penyiksaan fisik. Penelitian maupun teori diatas dapat disimpulkan bahwa
usia dapat mempengaruhi terjadinya gastritis terutama terhadap pola makan. Usia
yang bermakna antara usia dengan gastritis, dapat dikarenakan para santri Pondok
Pesantren Daar El-Qolam mayoritas masuk ke dalam usia remaja yaitu masa mencari
identitas diri dan para santri mulai tertarik dengan lawan jenis menyebabkan santri
sangat menjaga penampilan dan terjebak terhadap pola makan yang salah, hal ini
sesuai dengan teori Soetjiningsih (2005), yang menyatakan permasalahan gizi yang
timbul pada masa remaja dipicu oleh pemahaman gizi yang salah, yang mana remaja
sering memiliki pemahaman bahwa tubuh menjadi idaman adalah tubuh yang
pengaturan makan yang salah dan usia remaja merupakan usia yang mudah tertarik
dengan hal-hal baru, termasuk produk makanan yang diiklankan, padahal makanan
Dari hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan gastritis adalah 18 responden
pada jenis kelamin laki-laki terdapat 15 responden (83,3%) terjadi gastritis dan 3
responden (16,7%) yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan 42 responden pada jenis
(57,1%) terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan bahwa adanya hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis, didapatkan P value = 0,004. Untuk
uji odd ratio menunnjukkan bahwa perempuan berpeluang 6,667 kali terjadi gastritis
bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis. hasil ini dapat diartikan bahwa
adanya perbedaan pola makan dengan jenis kelamin antara perempuan dengan laki-
laki yang dapat menimbulkan terjadinya gastritis. pada penelitian ini juga
didapatkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami gastritis dari pada laki-laki.
antara jenis kelamin dengan gastritis, dapat dikarenakan mayoritas santri memiliki
pola makan kurang baik dan santri memiliki kecenderungan yang berbeda pada
masing-masing jenis kelamin terhadap pola makan. Selain itu dapat diasumsikan
dengan santri laki-laki, hal ini sesuai dengan teori Apriadji (1986) yang
menurut Depkes (2005) bahwa kebutuhan zat gizi antara laki-laki dan perempuan
Dari hasil analisis hubungan frekuensi makan dengan gastritis adalah dari 21
responden (38,5%) tidak terjadi gastritis. Hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis, didapatkan P
value = 0,165. Sehingga dapat disimpulkan Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa
gastritis pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam. Dapat disimpulkan sesuai
dengan teori Hudha (2006), yang menyatakan bahwa responden yang memiliki
dibandingkan dengan responden yang memiliki frekuensi makan > 2 kali sehari.
Sedangkan frekuensi makan yang dimaksud adalah frekuensi makan utama atau
frekuensi makan yang setiap harinya 3 kali makan utama, yaitu makan pagi, makan
siang dan makan malam atau sore. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh
melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus (Brunner dan
Suddarth,2001). Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan.
Jika rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam (Urip, 2002). Frekuensi
makan yang < 2 kali sehari dapat menyebabkan gastritis, seseorang akan terserang
Hasil penelitian Nasution (2001) yang menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis. Hasil dapat diartikan bahwa tidak
ada perbedaan frekuensi makan antara > 2 kali sehari dengan < 2 kali sehari.
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian ini, bahwa tidak ada hubungan antara
frekuensi makan dengan gastritis. Sesuai dengan teori Bruner dan Suddarth (2001)
secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam
darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan
pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila seseorang telat makan 2 sampai
3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih. Akan
tetapi walaupun frekuensi makan utama > 2 kali sehari, apabila diselangi dengan
Dari hasil analisis hubungan jenis atau ragam makanan dengan gastritis adalah
responden (59,1%) tidak terjadi gastritis dan 9 responden (40,9%) terjadi gastritis.
Sedangkan 146 responden menyukai jenis atau ragam makanan yang mengiritasi, 24
responden (16,4%) tidak terjadi gastritis dan 122 responden (83,6%) terjadi gastritis.
Hasil uji statistik didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jenis
makan dengan gastritis. didapatkan P value = 0,023. Dari nilai odd ratio dapat
7,343 kali terjadi gastritis dari pada responden yang menyukai jenis makanan tidak
mengiritasi.
Adapun jenis makanan yang yang mengiritasi seperti makanan pedas, zat-zat
korosif (cuka dan lada) dapat menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan
menimbulkan edema serta pendarahan, tidak jarang kondisi seperti ini menimbukan
luka pada dinding lambung (Sediaotama, 2004). Hasil penelitian Nasution (2001)
Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini, yang mendapatkan bahwa
terdapat hubungan jenis makanan dengan gastritis. Selain itu dapat diasumsikan
pencernaan, terutama lambung dan usus. Asumsi tersebut sesuai dengan teori
berlebihan dapat mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai mual
dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya.
Dari hasil analisis hubungan porsi makan dengan gastritis adalah dari 30
responden pada porsi makannya baik terdapat 18 responden (60%) terjadi gastritis
dan 12 responden (40%) yang tidak terjadi gastritis. Sedangkan dari 30 responden
pada porsi makannya kurang terdapat 15 responden (50%) terjadi gastritis dan 15
responden (50%) tidak terjadi gastritis. hasil uji statistik didapatkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis, didapatkan P value =
0,436. Untuk uji odd ratio menunjukkan bahwa responden jumlah makannya kurang
berpeluang 1,500 kali terjadi gastritis dari pada responden jumlah makannya baik.
pada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam. Dapat disimpulkan sesuai dengan teori
Soediotama (2004), bahwa responden yang memiliki porsi makan kurang dari 300-
500gr ( < 3-5 piring nasi/hari) maupun sebanyak 300-500gr ( > 3-5 piring nasi/hari)
bermakna antara porsi makan dengan gastritis. Hasil ini dapat diartikan bahwa ada
tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian ini, yang didapatkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara porsi makan dengan gastritis. Sesuai dengan teori Bruner
dan Suddarth (2001) secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung
setiap waktu dalam jumlah yang kecil setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar
glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan
merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. bila ses
B. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian
ini. Keterbatasan ini dapat berasal dari peneliti sendiri maupun keterbatasan istrument
yang ada. berikut ini adalah keterbatasan yang ada pada penelitian :
1. Segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian Cross-sectional (potong
lintang) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat,
karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu dan biaya.
2. Secara teoritis banyak sekali masalah yang harus diteliti dalam masalah gastritis di
kalangan remaja, tetapi karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana peneliti, maka
penelitian ini hanya meneliti beberapa variabel yang terkait dengan gastritis yaitu pola
makan (frekuensi makan, jenis makan dan porsi makan), usia dan jenis kelamin.
BAB VII
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitan dan pembahasan pada BAB sebelumnya maka peneliti dapat menarik
terdapat gastritis lebih banyak dengan persentase sebesar 55% dibandingkan santri
berusia < 16 tahun lebih banyak dengan persentase sebesar 66% dibandingkan
menyukai jenis atau ragam makan mengiritasi lebih banyak dengan persentase
sebesar 76,7% dibandingkan santri yang tidak menyukai jenis atau ragam makan
tidak mengiritasi.
6. Santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang yang
7. Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan gastritis pada remaja di Pondok
8. Ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan gastritis pada remaja
9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan dengan gastritis pada
10. Ada hubungan yang bermakna antara jenis makan dengan gastritis pada remaja di
11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara porsi makan dengan gastritis pada
lain yang diduga berhubungan dengan terjadinya gastritis yang belum dapat
c. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar penelitian dengan topik yang
b. Peran serta guru dan orangtua sangat diharapkan dalam memberikan informasi
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Umum.
Andi. 2010. Yanmed Depkes RI, Diakses di http://bank data depkes. Go.id/data
depkes.go.id/data. Diakses tanggal 5 Mei 2013.
Andry, Hartono. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC.
Anne Lies Ranti Santoso Soegeng. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT. Asdi
Mahasatya.
DepKes, RI. 2002. Program Perbaikan Gizi Makro. Jakarta : Direktorat Gizi
Masyarakat.
DepKes RI. 2005. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.
Jakarta.
DepKes, RI. 2008b. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta: Ditjen Pembinaan
Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat.
Doenges, Marlylin. Et. Al. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Harun Rianto. 2008. Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis di RSU Dr. FI
Tobing Sibolga. Depok : FKMUI.
Hayati, Larasati. 2009. Hubungan Status Gizi, Frekuensi Makan, Dan Aktifitas Fisik
Dengan Gastritis Pada Mahasiswa Program Studi Gizi FKMUI. Skripsi.
FKMUI.
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis
data. Jakarta : Salemba Medika.
Hirlan, Sp. Pd. 2005. Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi IV. Jakarta : FKUI.
Koesmardini, S. 2006. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat.
Ditjen Dikti. Jakarta. DepartemenPendidikan Nasional.
Luthfiana, Ariful Hudha. 2007. Hubungan antara stress, Kebiasaan Makan dengan
Frekuensi Kekambuhan Gastritis di Puskesmas Ngenep Kecamatan
Karang Ploso Kab. Malang. Depok : FKM UI.
Oktaviani Wati. 2011. Hubungan Pola Makan dengan Gastritis pada Mahasiswa S.1
Keperawatan Program A Fikes UPN Veteran. Jakarta : Skripsi, FKIK
UPN Veteran.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8. Jakrta : EGC.
Soetjiningsih. 2005. Usia Remaja Di Tinjau Dari Kebutuhan Aspek Zat Gizi.
Majalah Kesehatan Indonesia Departemant Kesehatan AKZI.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. PAU Pangan & Gizi. IPB : Bogor.
Sulistyoningsih, Heryati. 2010. Zat Gizi Untuk Diet. Jakarta : Bumi Aksara.
Suratun. 2010. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 11, Ed. 3. Jakarta : FKUI.
Syamsir, Salam, dkk. 2006. Metodologi Penelitian. UIN Jakarta Press. Jakarta.
Indonesia : Jakarta.
Yayuk Farida Baliwati. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi
swadaya.
Yuni Retnowati. 2010. Gambaran Gastritis dah Hubungannya dengan Pola Mak
Gaya Hidup, dan Status Gizi pada Pralansia dan Lansia di Posbindu kelurahan B
LEMBAR KOESIONER PENELITIAN
Oleh :
WAHYU PRATIWI NIM: 109104000005
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah Wahyu Pratiwi, mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta. Dengan Nomer
Induk Mahasiswa (NIM) 109104000005. Saya akan melakukan penelitian dengan judul
Hubungan Pola Makan dengan Gastritis Pada Remaja di Pondok Pesantren Daar ElQolam
Gintung, Jayanti, Tangerang yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola makan
dengan gastritis khususnya pada Remaja tingkat MA. Penelitian ini merupakan bagian dari
persyaratan untuk program pendidikan S1 yang sedang saya tempuh di Universitas Negeri
Islam Syarif Hidayatulah Jakarta. Dosen pembimbing saya dalam penelitian ini adalah
Ernawati, Skp,M.Kep, Sp.KMB dan Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, MSc dari Universitas
Saya mengharapkan kesediaan anda untuk berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian
ini. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian bagi anda sebagai responden. Penelitian ini
akan tetap menjaga hak-hak anda sebagai responden, dengan tidak akan memaksa untuk
berpartisipasi dan menjaga kerahasiaan jawaban serta identitas yang anda berikan. Jawaban
yang diberikan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini, data akan segera peneliti
Saya mohon ketersediaan anda untuk menandatangani lembar persetujuan sesuai dengan
petunjuk yang ada. Demikian permohonan saya, atas perhatian dan ketersediaan anda, saya
Judul Penelitian : Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Di Pondok
Pesantren Daar El-Qolam Gintung, Jayanti, Tanggerang.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu
Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir
untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Saya akan
melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Makan Dengan Gastritis Pada Remaja Di
Pondok Pesantren Daar El-Qolam Gintung Jayanti Tangerang. Tujuan Penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara pola makan dengan gastritis pada remaja.
Untuk keperluan tersebut saya harap dengan kerendahan hati agar kiranya anda
bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan
jawaban anda akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi
dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat
memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini.
Demikian surat ini saya buat dengan sebenarnya, dengan menandatangani pernyataan ini
bersedia menjadi responden dengan penuh kesadaran dan tanpa ada paksaan dari pihak mana
pun.
Tanggerang,
Responden
LEMBAR KUESIONER
Inisial nama :
b. Pilihlah salah satu jawaban anda dengan cara memberi tanda check list () pada
e. Harap mengisi seluruh jawaban yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak ada yang
dilewati.
A. Data Demografi
1. Tanggal pengisian :
2. Nama (inisial) :
3. Usia :
[ ] perempuan
B. Pola Makan
Frekuensi Makan
1. Apakah setiap hari anda biasa sarapan?
1. Selalu
2. Sering
3. Kadang-kadang
4. Jarang
5. Tidak pernah
Porsi makan
9. Apakah porsi karbohidrat yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 300-
500 gram atau sebanyak 3-5 piring nasi?
[ ] Ya
[ ] Tidak
10. Apakah jumlah protein hewani yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak
100 gram atau 2 potong ikan, daging atau ayam ?
[ ] Ya
[ ] Tidak
11. Apakah jumlah protein nabati yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak
100-150 gram atau 4-6 potong tempe dan tahu?
[ ] Ya
[ ] Tidak
12. Apakah porsi sayuran yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 150-200
gram atau sebanyak 1,5-2 mangkok dalam keadaan matang ?
[ ] Ya
[ ] Tidak
13. Apakah porsi buah yang anda konsumsi dalam sehari sebanyak 2-3 potong,
dapat berupa pepaya atau buah-buahan lain?
[ ] Ya
[ ] Tidak
C. Gastritis ( Maag )
maag.
Terima Kasih
Lampiran 2
Reliability
N %
Case Processing Summary
Cases Valid 30 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 30 100.0
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.905 33
Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Deleted
Nilai r tabel untuk n = 30 adalah 0,374 jadi untuk nilai Corrected Item-Total Correlation di bawah nil
Uji Reliabilitas
2.
Uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach alpha 0,905 sehingga menurut tabel diatas
nilai ini berarti Sangat Reliabel dan layak untuk disebarkan kepada responden.
Lampiran 3
UJI NORMALITAS
N 60 60 60 60
a
Normal Parameters Mean 19.4500 2.4667 2.9667 11.2667
Statistics
Usia
N Valid 60
Missing 42
Mean 16.5000
Median 16.0000
Mode 16.00
Minimum 15.00
Maximum 20.00
Sum 990.00
Statistics
Jenis kelamin
N Valid 60
Missing 0
Mean 16.5000
Median 16.0000
Mode 16.00
Maximum 20.00
Statistics
Jenis makan
N Valid 60
Missing 0
Mean 2.9667
Median 3.0000
Mode 3.00
Minimum 1.00
Maximum 4.00
Statistics
Porsi makan
N Valid 60
Missing 0
Mean 2.4667
Median 2.5000
Mode 3.00
Minimum .00
Maximum 5.00
Kejadian gastritis
N Valid
Missing 0
Mean
11.2667
Median 12.0000
Mode 13.00
Maximum 15.00
1. Hasil Analisis Univariat
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frekuensi makan
Frekuensi Makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Jenis makan
Jenis Makan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Kejadian gastritis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
> 16 th Count 12 8 20
Total Count 33 27 60
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .303 1 .003
b
Continuity Correction .076 1 .005
Risk Estimate
Estimate .737
ln(Estimate) -.305
P Count 18 24 42
Total Count 33 27 60
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 8.341 1 .004
b
Continuity Correction 6.785 1 .009
Risk Estimate
Estimate 6.667
ln(Estimate) 1.897
Expected
11.6 9.4 21.0
Count
Kurang Count 24 15 39
Expected
21.4 17.6 39.0
Count
Total Count 33 27 60
Expected
33.0 27.0 60.0
Count
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1.925 1 .165
b
Continuity Correction 1.244 1 .265
Risk Estimate
Estimate .469
ln(Estimate) -.758
Mengiritasi Count 29 17 46
Expected
25.3 20.7 46.0
Count
Total Count 33 27 60
Expected
33.0 27.0 60.0
Count
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5.153 1 .023
b
Continuity Correction 3.855 1 .050
Risk Estimate
Estimate .234
ln(Estimate) -1.450
Expected
16.5 13.5 30.0
Count
Baik Count 15 15 30
Expected
16.5 13.5 30.0
Count
Total Count 33 27 60
Expected
33.0 27.0 60.0
Count
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .606 1 .436
b
Continuity Correction .269 1 .604
Risk Estimate
Estimate 1.500
ln(Estimate) .405