Anda di halaman 1dari 40

V.

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk studi observasional analitik, dengan
menggunakan pendekatan cross sectional.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh orang dewasa usia
21-44 tahun di Kecamatan Sumpiuh
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah orang dewasa usia 21-
44 tahun di Desa Kemiri Kecamatan Sumpiuh
2. Sampel
a. Kriteria pemilihan sampel
1) Kriteria inklusi
a) Seorang warga yang berusia 21-44 tahun yang menderita
demam tifoid atau tidak menderita demam tifoid pada tahun
2016
b) Bertempat tinggal di Desa Kemiri
c) Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan menjadi subjek penelitian setelah membaca
lembar informed consent
2) Kriteria eksklusi
Tidak kooperatif dalam melakukan tahap wawancara dan
pengisian kuisioner
b. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling
c. Besar sampel

39
N = jumlah sampel minimal
Z = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat
kemaknaan (untuk = 0.05 adalah 1.96)
P = proporsi kategori variabel yang di teliti 3/21= 0.14
Q = 1-P 1 - 0,14 = 0,86
d = presisi 10%

Sehingga besar sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini


sebesar 47 responden.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah status sosial ekonomi,
tingkat pengetahuan, kebiasaan hidup bersih dan sehat, sumber air bersih,
jamban sehat, dan pengelolaan sampah. Variabel bebas termasuk skala
kategorik nominal.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kejadian demam tifoid
pada orang dewasa. Variabel terikat termasuk skala kategorik nominal.

40
D. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dijelaskan pada Tabel 5.1
Variabel Definisi Operasional Skala
Variabel terikat
Demam tifoid Demam yang diikuti gejala pencernaan Nominal
dan gejala sistemik, didiagnosis demam
tifoid di Puskesmas I Sumpiuh pada tahun
2016.
Ya : demam tifoid
Tidak : tidak demam tifoid
Alat Ukur : Kuesioner
Varibel Bebas
1. Karakteristik individu
a. Sosial Ekonomi Pendapatan yang diperoleh suami dan istri Nominal
dari mata pencaharian pokok maupun
sampingan untuk memehi kebutuhan
hidup sekeluarga selama satu bulan
dibandingkan de ngan UMK Banyumas
Tahun 2016. Adapun UMK Banyumas
Tahun 2016 adalah Rp 1.350.000,00
Kategori :
Tinggi : Ketika pendapatan Rp
1.350.000,00
Rendah : Ketika pendapatan < Rp
1.350.000,00
Alat Ukur : Kuesioner
b. Tingkat pengetahuan Kemampuan responden menjawab Nominal
pertanyaan mengenai definisi demam
tifoid, penyebab demam tifoid, pengobatan
dan pencegahan demam tifoid. Skor yang
didapatkan adalah nilai total pada masing-
masing kategori. Kategori :
Baik ( Skor > 6)
Kurang (Skor 6)
2. Faktor Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
b. Kebiasaan mencuci Kebiasaan responden mencuci tangan Nominal
tangan setelah buang dengan sabun setelah buang air besar,
air besar menggunakan sabun, serta cara
menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku
Kategori :
Baik: dilakukan semua
Kurang baik: tidak
dilakukan semua
Alat Ukur : Kuesioner

41
c. Kebiasaan mencuci Kebiasaan responden mencuci tangan Nominal
tangan sebelum dengan sabun sebelum makan,
makan menggunakan sabun, serta cara
menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku
Kategori :
Baik: dilakukan semua
Kurang baik: tidak
dilakukan semua
Alat Ukur : Kuesioner
d. Kebiasaan jajan di Kebiasaan responden membeli dan Nominal
warung mengkonsumsi makanan atau minuman di
warung, rumah makan ataupun pedagang
keliling
Kategori :
Buruk: tiap hari minimal 1 x atau 3 kali
seminggu
baik: <3 kali seminggu
Alat Ukur : Kuesioner
e. Kebiasaan mencuci Kebiasaan responden mengkonsumsi Nominal
bahan makanan bahan makanan mentah dengan mencuci
mentah yang akan terlebih dahulu menggunakan air bersih
dimakan langsusng dan mengalir. Skor yang didapatkan
adalah nilai total pada masing-masing
kategori. Kategori:
Baik : ya, dilakukan
Buruk : tidak dilakukan
Alat Ukur : Kuesioner

3. Faktor Lingkungan
a. Sumber air bersih Responden menggunakan sumber air Nominal
bersih yang tidak berwarna, tidak berbau,
tidak berasa dengan jarak 10 meter dari
septic tank,
Kategori :
Baik: nomer 4 dan 5
Tidak memenuhi syarat :nomer 1, 2 dan 3
Alat Ukur : Kuesioner
b. Jamban sehat Definisi : Responden menggunakan Nominal
jamban keluarga yang memenuhi syarat
kesehatan di dalam rumah dan selalu
digunakan untuk buang air besar.
Kategori :
Sehat : Nomer 5
Tidak sehat : nomer 1-4
Alat Ukur : Kuesioner
c. Pengelolaan sampah Responden mengelola sampah sehari-hari Nominal
yang telah dibuangdibuang

42
Kategori :
Baik : nomer 2 dan 3
Buruk : Nomer 1, 4, 5
Alat Ukur : Kuesioner

E. Instrumen Pengambilan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah datar primer yang
diperoleh dari instrumen terstruktur. Data yang diambil berupa sosial
ekonomi, pengetahuan, perlaku hidup bersih dan sehat, sumber air bersih,
pengelolaan sampah dan jamban sehat. Sumber data adalah data primer yang
diperoleh dari wawancara terstruktur. Metode pengambilan data yaitu
observasi dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner.
Wawancara dilakukan di rumah responden pada bulan Desember 2016.

F. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden dengan mendeskripsikan tiap variabel hasil penelitian,
kemudian dihitung frekuensi dan persentasinya.
2. Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan
variabel terikat menggunakan uji Chi Square. Jika data tidak memenuhi
syarat uji Chi Square, maka analisis dilakukan dengan menggunakan uji
Fisher Exact Test sebagai alternatif.

G. Tata Urutan Kerja


1. Tahap persiapan
a. Analisis situasi.
b. Identifikasi dan analisis penyebab masalah.
c. Pencarian responden yang sesuai dengan kriteria ekslusi dan inklusi.

2. Tahap pelaksanaan
a. Mencatat dan menentukan nama responden.
b. Pengambilan data primer.
c. Menyusun alternatif pemecahan masalah sesuai hasil pengolahan data
d. Melakukan pemecahan masalah
e. Penyusunan laporan CHA
f. Tahap pengolahan dan analisis data.

43
g. Tahap penyusunan laporan.

H. Waktu dan Tempat Kegiatan


Waktu : 22 Desember 2016
Tempat : Desa Kemiri, Kecamatan Sumpiuh, Banyumas

44
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Analisis Univariat
Penelitian analitik observasional ini ditujukan untuk mengetahui faktor-
faktor risiko demam tifoid di Desa Purwodadi, Kecamatan Tambak, Kabupaten
Banyumas. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan cross
sectional. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara berkunjung ke Sekolah
Dasar (SD), kemudian mengambil beberapa sampel siswa SD dan mencari
alamat tempat tinggal responden untuk mewawancarai orangtuanya. Penelitian
ini menggunakan metode wawancara langsung serta pengisian kuisioner yang
dipandu langsung oleh peneliti. Besar sampel minimal dengan menggunakan
rumus besar sampel untuk penelitian cross sectional didapatkan jumlah sampel
sebesar 41 siswa SD. Analisis univariat yang digunakan adalah distribusi
frekuensi pada masing-masing variabel dan persentasenya. Adapun distribusi
variabel beserta persentase masing-masing kategori telah tersaji pada tabel 6.1.
Tabel 6.1 Distribusi Frekuensi
No Variabel Kategori Frekuensi Persentase Total
1. Jenis kelamin Laki-laki 19 46.34%
100%
Perempuan 22 53.66%
2. Tingkat sosial ekonomi Rendah 32 78%
100%
Tinggi 9 22%
3. Tingkat pengetahuan Kurang 24 58.5%
100%
Baik 17 41.5%
4. Kebiasaan mencuci tangan Buruk 18 43.9%
100%
Baik 23 56.1%
5. Kebiasaan jajan di warung Sering 37 90.2%
100%
Jarang 4 9.8%
6. Kebiasaan mencuci bahan Buruk 8 19.5%
makanan mentah 100%
Baik 33 80.5%
7. Sumber air bersih Tidak 20 48.8%
memenuhi 100%
Memenuhi 21 51.2%
8. Kepemilikan jamban Tidak sehat 11 26.8%
keluarga 100%
Sehat 30 73.2%
9. Pengelolaan sampah dan Buruk 11 26.83%
air limbah 100%
Baik 30 73.17%
10. Riwayat demam tifoid Ada 12 29.3%
keluarga/lingkungan 100%
Tidak 29 70.7%
(Sumber: data primer yang diolah)

45
Pada Tabel 6.1 dapat dilihat bahwa sebanyak 22 (53.66%) sampel adalah
anak perempuan, dengan 19 (46.34%) anak laki-laki. Sampel penelitian
terbanyak didapatkan pada anak kelas 2 SD (usia 7 tahun) sebanyak 10 (24%)
orang dan pendidikan orangtua terbanyak merupakan tamatan SD sebanyak 16
(39%) orang. Usia sampel dan tingkat pendidikan orangtua dapat dilihat di
diagram 1 dan 2.

Diagram 1. Persentase Usia Sampel

Diagram 2. Persentase Pendidikan Orangtua

2. Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat antara variabel bebas (status sosial ekonomi, tingkat
pengetahuan, kebiasaan mencuci bahan makanan, sumber air bersih,
kepemilikan jamban sehat, pengelolaan sampah, dan riwayat demam tifoid
pada keluarga atau lingkungan) dan variabel terikat (kejadian demam tifoid)
disajikan dalam tabel 6.2-6.10. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji
Chi Square, apabila tidak memenuhi syarat dengan nilai expected count kurang
dari 5 sebanyak 50% maka dilakukan uji Fischer Exact Test.

46
Tabel 6.2 Hasil Uji Chi Square Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian
Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Rendah 12 (29,30%) 20 (48,80%)
Sosial-Ekonomi 0,331
Tinggi 5 (12,20%) 4 (9,8%)
Total 17 (41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
sosial-ekonomi dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel 6.2
menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik antara tingkat
sosial-ekonomi dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden karena
faktor peluang tidak adanya hubungan antara tingkat sosial-ekonomi dengan
kejadian demam tifoid pada seluruh responden adalah 33,1 % (p=0,331). Nilai
Prevalence ratio (PR) adalah 0,675 dan Interval Kepercayaan 95% (IK95%)
adalah 0,323 sampai 1,409, karena PR < 1 serta rentang IK95% mencakup
angka 1, interpretasinya adalah status sosial ekonomi tidak memiliki hubungan
signifikan secara statistik dengan kejadian demam tifoid pada anak di Desa
Purwodadi, Tambak, Banyumas.
Tabel 6.3 Hasil Uji Chi Square Tingkat Pengetahuan Demam Tifoid dengan
Kejadian Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Kurang 14 (34,10%) 10 (24,40%)
Tingkat Pengetahuan 0,009*
Baik 3 (7,30%) 14 (34,10%)
Total 17 (41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi-Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
pengetahuan demam tifoid dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel
6.3 menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan demam
tifoid dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden karena faktor
peluang tidak adanya hubungan antara tingkat pengetahuan demam tifoid
dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden adalah 0,9 % (p=0,009).

47
Hasil tersebut bermakna karena faktor peluang kurang dari 5% dengan PR
adalah 3,306 dan Interval Kepercayaan 95% (IK95%) adalah 1,121 sampai
9,745. Karena PR > 1 dan rentang IK95% tidak mencakup angka 1,
interpretasinya adalah tingkat pengetahuan demam tifoid merupakan salah satu
risiko untuk terjadinya peningkatan kejadian demam tifoid, yakni seseorang
yang tingkat pengetahuan demam tifoidnya kurang mempunyai peluang
terkena demam tifoid 3,306 kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang
yang tingkat pengetahuan demam tifoidnya baik.
Tabel 6.4 Hasil Uji Chi Square Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Kejadian
Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Kurang 13 (31,70%) 5 (12,20%)
Mencuci tangan <0,001*
Baik 4 (9,80%) 19 (13,50%)
Total 17 (41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tingkat
sosial-ekonomi dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel 6.4
kebiasaan mencuci tangan yang kurang mengalami demam tifoid berjumlah
lebih banyak (31,70%) daripada yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan
baik (9,80%). Nilai p=<0,001 (p<0,05) menunjukkan hubungan yang
signifikan secara statistik antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
demam tifoid pada anak-anak di Desa Purwodadi, Tambak, Banyumas. Nilai
Prevalence ratio (PR) 4,153 (PR>1) menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci
tangan yang buruk merupakan faktor yang dapat menyebabkan kejadian
demam tifoid sebanyak 4,153 kali lebih tinggi dibandingkan orang tua yang
mempunyai kebiasaan mencuci tangan baik. Nilai 95% CI tidak mencakup
angka 1, sehingga kebiasaan mencuci tangan buruk secara statistik signifikan
dapat menyebabkan kejadian demam tifoid.

48
Tabel 6.5 Hasil Uji Fischer Exact Test Kebiasaan Jajan dengan Kejadian
Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Sering 15 (36,60%) 22 (53,70%)
Kebiasaan Jajan 0,555
Jarang 2 (1,70%) 2 (4,90%)
Total 17 (41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Fischer Exact Test dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
kebiasaan jajan dengan kejadian demam tifoid, karena teradapat dua sel yang
memiliki expected count kurang dari 5 sebanyak 50%. Berdasarkan Tabel 6.5
menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik antara kebiasaan
jajan dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden karena faktor
peluang tidak adanya hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian demam
tifoid pada seluruh responden adalah 55,5% (p=0,555). Nilai Prevalence ratio
(PR) adalah 0,811 dan Interval Kepercayaan 95% (IK95%) adalah 0,282
sampai 2,328, karena PR<1 serta rentang IK95% mencakup angka 1,
interpretasinya adalah kebiasaan jajan tidak memiliki hubungan yang
signifikan secara statistik dengan kejadian demam tifoid pada anak di Desa
Purwodadi, Tambak, Banyumas.
Tabel 6.6 Hasil Uji Fischer Exact Test Mencuci Bahan Makanan dengan
Kejadian Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


P
Tifoid Tidak Tifoid
Buruk 4 (9,80%) 4 (9,8%)
Mencuci Bahan Makanan 0,698
Baik 13 (31,70%) 20 (48,80%)
Total 17 (41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Fischer Exact Test dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
mencuci bahan makanan dengan kejadian demam tifoid, karena terdapat dua
sel yang memiliki expected count kurang dari 5 sebanyak 50%. Berdasarkan
Tabel 6.6 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik antara
mencuci bahan makanan dengan kejadian demam tifoid pada seluruh

49
responden karena faktor peluang tidak adanya hubungan antara mencuci bahan
makanan mentah dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden adalah
69,8% (p=0,698). Nilai Prevalence ratio (PR) adalah 1,269 dan Interval
Kepercayaan 95% (IK95%) adalah 0,564 sampai 2,859, karena PR > 1
menunjukkan bahwa kebiasaan yang buruk dalam mencuci bahan makanan
mentah merupakan faktor yang dapat menyebabkan kejadian demam tifoid
pada anak-anak sebanyak 1,269 kali lebih tinggi dibandingkan orang tua yang
memiliki kebiasaan yang baik dalam mencuci bahan makanan mentah di Desa
Purwodadi, Tambak, Banyumas.
Tabel 6.7 Hasil Uji Chi Square Sumber Air dengan Kejadian Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Memenuhi syarat 8 (19,50%) 12 (29,30%)
Sumber Air 0,853
Tidak memenuhi syarat 9 (22,00%) 12 (29,30%)
Total 17(41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara sumber air
dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel 6.7 menunjukan bahwa
tidak terdapat hubungan secara statistik antara sumber air dengan kejadian
demam tifoid pada seluruh responden karena faktor peluang tidak adanya
hubungan antara sumber air dengan kejadian demam tifoid pada seluruh
responden adalah 85,3 % (p=0,853). Nilai Prevalence ratio (PR) adalah 0,933
dan Interval Kepercayaan 95% (IK95%) adalah 0,450 sampai 1,936, karena
PR<1 serta rentang IK95% mencakup angka 1, interpretasinya adalah sumber
air tidak memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan kejadian demam
tifoid pada anak di Desa Purwodadi, Tambak, Banyumas.
Tabel 6.8 Hasil Uji Chi Square Jamban dengan Kejadian Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Tidak sehat 8 (19,50%) 3 (7,30%)
Jamban 0,014*
Sehat 9 (22,00%) 21 (51,20%)
Total 17(41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah

50
Uji Chi-Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jamban
dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel 6.8 menunjukan bahwa
terdapat hubungan antara jamban dengan kejadian demam tifoid pada seluruh
responden karena faktor peluang tidak adanya hubungan antara jamban dengan
kejadian demam tifoid pada seluruh responden adalah 1,4 % (p=0,014). Hasil
tersebut bermakna karena faktor peluang kurang dari 5% dengan PR adalah
2,424 dan Interval Kepercayaan 95% (IK95%) adalah 1,259 sampai 4,670.
Karena PR > 1 dan rentang IK95% tidak mencakup angka 1, interpretasinya
adalah jamban merupakan salah satu risiko untuk terjadinya peningkatan
kejadian demam tifoid, yakni seseorang yang memiliki jamban tidak sehat
mempunyai peluang terkena demam tifoid 2,424 kali lebih besar dibandingkan
dengan seseorang yang memiliki jamban sehat.
Tabel 6.9 Hasil Uji Chi Square Pengelolaan Sampah dengan Kejadian Demam
Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tifoid Tidak Tifoid
Buruk 3 (7,30%) 8 (19,5%)
Pengelolaan Sampah 0,264
Baik 14 (34,10%) 16 (39,00%)
Total 17(41,50%) 24 (58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pengelolaan
sampah dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel 6.9 menunjukan
bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik antara pengelolaan sampah
dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden karena faktor peluang
tidak adanya hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian demam
tifoid pada seluruh responden adalah 26,4 % (p=0,264). Nilai Prevalence ratio
(PR) adalah 0,584 dan Interval Kepercayaan 95% (IK95%) adalah 0,207
sampai 1,650, karena PR<1 serta rentang IK95% mencakup angka 1,
interpretasinya adalah pengelolaan sampah tidak memiliki hubungan signifikan
secara statistik dengan kejadian demam tifoid pada anak di Desa Purwodadi,
Tambak, Banyumas.

51
Tabel 6.10 Hasil Uji Chi Square Riwayat Tifoid Keluarga/Lingkungan dengan
Kejadian Demam Tifoid

Kejadian Demam Tifoid


p
Tidak
Tifoid
Tifoid
Ada 5 (12,20%) 7 (17,1%)
Riwayat Tifoid
Tidak 0,986
Keluarga/Lingkungan 12(29,30%) 17(41,50%)
Ada
Total 17(41,50%) 24(58,50%)
Sumber: data primer yang diolah
Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan antara riwayat
tifoid keluarga/lingkungan dengan kejadian demam tifoid. Berdasarkan Tabel
6.10 menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik antara riwayat
tifoid keluarga/lingkungan dengan kejadian demam tifoid pada seluruh
responden karena faktor peluang tidak adanya hubungan antara riwayat tifoid
keluarga/lingkungan dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden
adalah 98,6 % (p=0,986). Nilai Prevalence ratio (PR) adalah 1,007 (PR>1)
menunjukkan bahwa riwayat tifoid keluarga/lingkungan merupakan faktor
yang dapat menyebabkan kejadian demam tifoid pada anak-anak sebanyak
1,007 kali lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak memiliki riwayat tifoid
keluarga/lingkungan di Desa Purwodadi, Tambak, Banyumas.
Rekapitulasi hasil penelitian mengenai Faktor Risiko Demam Tifoid pada
Anak-Anak di Desa Purwodadi Kecamatan Tambak (Tabel 6.11)
p
No. Variabel Bebas PR IK95% Keterangan
value
1. Sosial Ekonomi 0,331 0,675 0,323-1,409 Tidak ada hubungan
2. Tingkat Pengetahuan 0,009* 3,306 1,121-9,745 Ada hubungan
3. Kebiasaan Mencuci
0,001* 4,153 1,629-10,585 Ada hubungan
tangan
4. Kebiasaan Jajan 0,555 0,811 0,282-2,328 Tidak ada hubungan
5. Mencuci Bahan
0,689 1,269 0,564-2,859 Tidak ada hubungan
Makanan Mentah
6. Sumber Air 0,853 0,933 0,450-1,936 Tidak ada hubungan
7. Jamban 0,014* 2,424 1,259-4,670 Ada hubungan
8. Pengelolaan Sampah 0,264 0,584 0,207-1,650 Tidak ada hubungan
9. Riwayat Tifoid
0,986 1,007 0,454-2,235 Tidak ada hubungan
Keluarga/lingkungan

52
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
sosial-ekonomi dengan kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi Kecamatan
Tambak. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,331 (p>0,05) dengan nilai PR
sebesar 0,675, sehingga sosial-ekonomi bukan merupakan faktor risiko
kejadian demam tifoid. Dari hasil penelitian di lapangan sebagian besar
responden kurang terbuka akan penghasilan yang didapatkan keluarga nya
dalam satu bulan karena jumlahnya yang tidak menentu. Terkadang didapatkan
ketidaksesuaian antara jumlah penghasilan yang disebutkan dengan bentuk
fisik mulai dari rumah, kendaraan, dan tempat usaha. Menurut Srikandi Fardiaz
(2001) bahwa sistem pangan dalam dalam memproduksi, mengolah,
mendistribusikan, menyiapkan, dan mengkonsumsi makanan berkaitan erat
dengan tingkat perkembangan, pendapatan, dan karakteristik sosiokultural
masyarakat. Penduduk Desa Purwodadi yang berpenghasilan rendah tetap
dapat memperoleh bahan makanan yang bersih dan sehat karena
lingkungannya masih dapat digunakan untuk bercocok tanam.
Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan demam tifoid dengan kejadian demam tifoid pada seluruh
responden di Desa Purwodadi Kecamatan Tambak dengan nilai p=0,009
(p<0,05) dengan PR adalah 3,306, maka tingkat pengetahuan demam tifoid
merupakan salah satu risiko untuk terjadinya peningkatan kejadian demam
tifoid, yakni seseorang yang tingkat pengetahuan demam tifoidnya kurang
mempunyai peluang terkena demam tifoid 3,306 kali lebih besar dibandingkan
dengan seseorang yang tingkat pengetahuan demam tifoidnya baik.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu seseorang dilihat dari cara menjawab
responden baik benar atau salah terhadap jumlah soal dengan materi pengertian
demam tifoid, penyebab demam tifoid, gejala demam tifoid dan
pencegahannya. Pengetahuan ibu terhadap kejadian demam tifoid dapat
dikatakan masih kurang karena kurang dari 50 % responden yang pengetahuan
tentang demam tifoidnya baik. Sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2012)
yang mengemukakan bahwa terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada

53
orang dewasa dimulai dari awareness dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui kejadian demam tifoid pada anak, mengetahui terhadap
stimulus atau obyek atau materi demam tifoid yang disampaikan terlebih
dahulu, kemudian subjek akan mulai tertarik terhadap stimulus atau obyek
yang disampaikan. Dengan begitu, subyek akan mulai mencoba.
Notoadmodjo (2012) menjelaskan dalam bukunya bahwa pengetahuan
subjek mengenai Kejadian demam tifoid dapat diperoleh melalui penyuluhan
oleh petugas kesehatan, karena penyuluhan cukup efektif sebagai salah satu
cara untuk mengubah pengetahuan responden. Dalam penelitian ini bukan saja
menilai pengetahuan responden sampai tingkatan tahu saja, tatapi sampai pada
tingkatan memahami tentang demam tifoid. Apabila penerimaan perilaku baru
melalui proses seperti ini dimana di dasari oleh pengetahuan, kesadaran dan
sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila
perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan
berlangsung lama.
Tingkat pengetahuan responden ini diukur melalui daftar pertanyaan atau
kuesioner yang diberikan. Karena menurut Notoadmodjo (2012) pengetahuan
merupakan sekumpulan informasi yang diperoleh subyek selama hidup dan
dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri maupun
lingkungannya. Kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
memberikan tindakan seseorang. Hasil penelitian Evan (2007) dalam
penelitiannya dengan kesimpulan bahwa diperlukan upaya advokasi dan
komunikasi kepada masyarakat yang miskin untuk meningkatkan kesadaran
pengetahuan tentang demam tifoid, dan pengenalan vaksin yang bermanfaat
bagi peningkatan pengetahuan.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
kebiasaan cuci tangan dengan kejadian demam tifoid pada seluruh responden di
Desa Purwodadi Kecamatan Tambak dengan nilai p=0,001 (p<0,05) dengan PR
adalah 4,153. Penelitian oleh Herliani 2015 tentang Hubungan antara Faktor
Risiko dengan Kejadian Demam Tifoid pada Pasien yang di Rawat di Rumah
Sakit Al-Islam Bandung Periode Februari - Juni 2015 menyatakan bahwa 80%
pasien dengan kebiasaan cuci tangan yang tidak baik mengalami demam tifoid.

54
Perilaku hidup sehat ditandai dengan mencuci tangan menggunakan sabun.
Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat menjadi media berpindahnya
bakteri atau virus dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Hal ini
membuat kebersihan tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
perlu mendapat prioritas tinggi walaupun hal tersebut sering dihiraukan.
Penularan bakteri Salmonella typhi salah satunya melalui jari tangan atau kuku.
Apabila seseorang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan sebelum makan maka kuman Salmonella typhi dapat masuk ke tubuh
orang sehat melalui mulut, yang selanjutnya dapat menyebabkan penyakit
demam tifoid (Herliani, 2015).
Menurut WHO, pencucian tangan dengan benar telah terbukti berhasil
menurunkan angka kejadian kontaminasi dan KLB pada penyakit menular.
Cara mencuci tangan yang benar bisa dilakukan dengan cara mencuci tangan
dengan air yang mengalir dengan menggunakan sabun, tidak perlu harus sabun
khusus anti bakteri namun lebih disarankan sabun yang berbentuk cairan,
menggosok tangan setidaknya selama 15-20 detik, bersihkan bagian
pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku, basuh tangan
sampai bersih dengan air yang mengalir, kemudian keringkan dengan handuk
bersih atau alat pengering lain (Herliani, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
kebiasaan jajan dengan kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi Kecamatan
Tambak. Hasil uji Fischer Exact Test diperoleh nilai p=0,555 (p>0,05) dengan
nilai PR sebesar 0,811, sehingga kebiasaan jajan bukan merupakan faktor
risiko kejadian demam tifoid. Pada variabel kebiasaan jajan dengan kejadian
demam tifoid pada penelitian ini tidak bermakna dikarenakan hampir semua
reponden memiliki kebiasaan jajan di warung, sehingga membuat persebaran
data antara yang terjadi demam tifoid dengan tidak terjadinya demam tifoid
tidak dapat teranalisis. Dalam menunjang upaya pencegahan tertular penyakit
demam tifoid sangatlah diperlukan pengawasan dari orang tua terutama ibu
terhadap kebiasaan jajan anak di sekolah. Dan hal ini perlu didukung oleh
pengetahuan ibu yang cukup tentang demam tifoid. Hal ini sesuai dengan teori
yang dijelaskan oleh Gunarsa (2004), bahwa ibu memiliki tingkat partisipasi

55
yang tinggi terhadap kebiasaan anak, karena ibu merupakan orang yang paling
dekat dan menjadi guru pertama bagi anak. Sehingga ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi tentang demam tifoid terutama tentang mekanisme
penularannya, memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kebiasaan jajan
anak sekolah dasar. Hal ini ini juga didukung oleh karena sebagian besar ibu
bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga atau tidak bekerja, sehingga ibu memiliki
waktu yang lebih untuk memperhatikan kebiasaan jajan anak dan mendidik
anak dalam perilaku jajan seperti mencuci tangan sebelum makan dan
memperhatikan kebersihan tempat jajan sebelum membeli jajanan.
Hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara mencuci
bahan makanan mentah dengan kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi
Kecamatan Tambak. Hasil uji Fischer Exact Test diperoleh nilai p=0,698
(p>0,05) dengan nilai PR sebesar 1,269 sehingga kebiasaan jajan bukan
merupakan faktor risiko kejadian demam tifoid. Akan tetapi dengan nilai PR>1
maka orang yang tidak mencuci bahan makanan mentah akan berisiko terkena
demam tifoid 1,269 kali lebih besar daripada orang yang mencuci bahan
makanan mentah. Menurut penelitian oleh Suprapto tentang Faktor Risiko
Pejamu yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid (Studi Kasus Di RSUP
Dr. Kariadi Semarang) tahun 2012, penularan demam tifoid terjadi karena
mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-
buahan, sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan
produk susu yang terkontaminasi. Orang yang mempunyai kebiasaan tidak
mencuci bahan makanan mentah langsung konsumsi berisiko 5,200 kali lebih
besar menderita demam tifoid dibandingkan orang yang memiliki kebiasaan
mencuci bahan makan mentah langsung konsumsi (Risani et al., 2015). Pada
penelitian didapati hasil tidak signifikan antara kebiasaan mencuci bahan
makanan mentah dengan kejadian demam tifoid. Hal ini disebabkan karena
sedikitnya responden yang mengondumsi bahan makanan mentah. Bahan
makanan mentah yang biasa dikomsumsi berupa timun, buah buahan seperti
pisang dan jeruk. Namun buah buahan tersebut tidak bisa dicuci sebelum
dikomsumsi sehingga jumlah resonden yang mencuci bahan makanan mentah
tidak signifikan terhadap penyakit demam tifoid.

56
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
sumber air dengan kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi Kecamatan
Tambak. Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,853 (p>0,05) dengan nilai PR
sebesar 0,933, sehingga sumber air bukan merupakan faktor risiko kejadian
demam tifoid. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Artanti
(2013) yang sebagian besar responden memiliki sumber air bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan. Beberapa alasan yang menjadi penyebab
sumber air bersih pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan kesehatan
yaitu responden menggunakan sumur yang jaraknya 10 meter dari septic tank,
lantai sumur kedap air, tidak retak atau bocor, dan bahkan terdapat tutup pada
sumurnya. Hal ini menyebabkan sumber air bersih dalam penelitian ini bukan
merupakan faktor risiko kejadian demam tifoid.
Penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan antara jamban dengan
kejadian demam tifoid pada seluruh responden di Desa Purwodadi Kecamatan
Tambak memiliki nilai p=0,014 (p<0,05) dan PR sebesar 4,422, maka jamban
merupakan salah satu risiko untuk terjadinya peningkatan kejadian demam
tifoid, yakni seseorang yang memiliki jamban tidak sehat mempunyai peluang
terkena demam tifoid sebesar 4,422 kali lebih besar dibandingkan dengan
seseorang yang memiliki jamban sehat. Penelitian ini didukung oleh Artanti
(2013) yang menggunakan metode case control dengan OR sebesar 5,333
(IK95%=0,968-29,393) memaparkan bahwa responden yang memiliki sarana
pembuangan tinja tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 5,333 kali lebih
besar menderita demam tifoid daripada responden yang memiliki sarana
pembuangan tinja memenuhi syarat.
Penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara pengelolaan
sampah dengan kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi Kecamatan Tambak.
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p=0,264 (p>0,05) dengan nilai PR sebesar
0,584, sehingga pengelolaan sampah bukan merupakan faktor risiko kejadian
demam tifoid di Desa Purwodadi, Tambak. Keadaan di lapangan menunjukkan
bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengelolaan sampah yang baik
sebesar 73,2%. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yonathan
(2013) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengolahan sampah

57
dengan kejadian demam tifoid dengan nilai p=0,706. Selain itu, pada penelitian
ini didapatkan pengolahan sampah responden paling banyak adalah dibakar
dimana pemusnahan sampah dengan cara dibakar yang dilakukan responden
menyebabkan bakteri S.typhii yang kemungkinan terdapat di tumpukan sampah
ikut musnah karena proses pembakaran.
Pengolahan sampah yang baik terdiri dari pengumpulan dan
pengangkutan. Awalnya pengolahan sampah dimulai dari sumber penghasil
sampah kemudian dikumpulkan dan diangkut serta diolah untuk pemanfaatan
kembali. Penanganan sampah yang tidak hanya sampai di bak sampah saja
tetapi lebih dari itu. Apabila sampah dibiarkan menumpuk akan menyebabkan
masalah estetika (bau, kotor) dan menjadi sarang serangga pengganggu (lalat,
nyamuk, lipas) dan tikus akan mengakibatkan gangguan kesehatan. Lalat
menyukai tempat yang basah dan lembab, tikus menyukai tempat yang kering
dan hangat untuk sarangnya, semua itu tersedia pada timbunan sampah.
Penyakit yang ditimbulkan oleh sampah berkaitan dengan serangga sebagai
vektor penyakit demam tifoid (Febriana et al., 2014).
Hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara riwayat
penyakit tifoid keluarga/lingkungan dengan kejadian demam tifoid di Desa
Purwodadi Kecamatan Tambak. Hasil uji Chi square diperoleh nilai p=0,986
(p>0,05) dengan nilai PR sebesar 1,007 sehingga riwayat tifoid
keluarga/lingkungan bukan merupakan faktor risiko kejadian demam tifoid.
Akan tetapi dengan nilai PR>1 maka orang yang memiliki riwayat tifoid
keluarga/lingkungan akan berisiko terkena demam tifoid 1,007 kali lebih besar
daripada orang yang tidak memiliki riwayat tifoid keluarga/lingkungan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rakhman et al. (2009), Santoso
(2007) dan penelitian Vollard et al. (2004) yang menemukan adanya hubungan
riwayat tifoid anggota keluarga dengan demam tifoid. Hal ini karena orang
yang baru sembuh dari demam tifoid masih terus mengekskresi S. typhi dalam
tinja dan air kemih sampai tiga bulan (fase konvalesen) dan hanya 3%
penderita yang mengekskresi lebih dari satu tahun.
Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier)
demam tifoid, tanpa menunjukkan tanda gejala, tetapi mampu menulari orang

58
lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier
kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang
dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Yang bersangkutan dapat
dibebaskan dari larangan ini apabila sudah memenuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan yang berlaku yaitu tiga kali berturut-turut sampel tinja yang
diperiksa menunjukkan hasil negatif. Sampel diambil dengan interval satu
bulan dan 48 jam setelah pemberian antibiotika terakhir. Sampel yang baik
adalah tinja segar. Feses penderita/carrier merupakan sumber utama bagi
penularan demam tifoid (Volard et al., 2004; Santoso, 2007).

59
VII. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah


Berdasarkan penjelasan di atas, faktor risiko yang paling berpengaruh
terhadap kejadian demam tifoid pada masyarakat di Desa Purwodadi
Kecamatan Tambak adalah tingakat pengetahuan tentang demam tifoid yang
masih rendah, kebiasaan cuci tangan yang masih kurang, dan kepemilikan
jamban keluarga yang tidak sehat. Pemecahan masalah yang terkait
penegtahuan tentang demam tifoid, kebiasaan cuci tangan, dan kepemilikan
jamban keluarga dengan kejadian demam tifoid maka dapat dibuat beberapa
alternatif. Metode yang digunakan adalah metode Rinke. Metode ini
menggunakan dua kriteria yaitu efektifitas dan efisiensi jalan keluar.
Efektifitas jalan keluar meliputi besarnya masalah yang dapat diatasi,
pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan
biaya yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1) Kriteria efektifitas jalan keluar
a. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang diatasi besar
5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar
b. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan
selesainya masalah):
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
c. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan
penyelesaian masalah):
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
1) Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam menyelesaikan masalah)
1. Biaya sangat murah
2. Biaya murah
3. Biaya cukup murah

60
4. Biaya mahal
5. Biaya sangat mahal
Prioritas pemecahan masalah dengan menggunakan metode Rinke untuk
masalah di Desa Pesantren Kecamatan Tambak adalah sebagai berikut :

Tabel 7. 1. Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke


Efektivitas Urutan
Daftar Alternatif Jalan M I V Efisiensi MxIxV/ Prioritas
No
Keluar (C) C Pemecahan
Masalah
1 Penyuluhan dan simulasi 4 3 4 4 20 1
mengenai cara cuci
tangan yang baik dan
benar serta pembagian
leaflet kepada anak
anak SDN 2 Purwodadi,
Tambak
2 Penyuluhan penyakit 4 2 3 4 6 2
demam tifoid dan
simulasi mengenai cara
cuci tangan yang baik
dan benar kepada Kader
3 Kader Posyandu di desa 4 1 2 3 2,6 4
Purwodadi, Tambak
Pemberian leaflet di pada
4 ibu ibu PKK warga RW 4 3 2 5 4,8 3
2 desa Purwodadi,
Tambak Pembuatan dan
pemasangan poster
mengenai cuci tangan di
SDN 2 Purwodadi,
Tambak
Berdasarkan hasil perhitungan prioritas pemecahan masalah tingakat
pengetahuan tentang demam tifoid yang masih rendah, kebiasaan cuci
tangan yang masih kurang, dan kepemilikan jamban keluarga yang tidak
sehat menggunakan metode Rinke, maka didapati prioritas pemecahan
masalah, yaitu melakukan penyuluhan dan simulasi mengenai cara cuci
tangan yang baik dan benar serta pembagian leaflet kepada anak anak
SDN 2 Purwodadi, Tambak.

61
VIII. RENCANA KEGIATAN

A. Latar Belakang
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang dapat
dijumpai secara luas di seluruh dunia, terutama di negara berkembang
beriklim tropis dan subtropis dengan kondisi sanitasi yang buruk (Abro et al.,
2009).
Di Indonesia demam tifoid merupakan penyakit endemik yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan Profil Kesehatan
Indonesia (2012), demam tifoid atau paratifoid menempati urutan ke-3 dari 10
penyakit terbanyak dari pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2010 yaitu
sebanyak 41.081 kasus dan sebanyak 274 orang meninggal dunia (Case
Fatality Rate 0,67 %) (Depkes RI, 2012).
Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa
demam tifoid termasuk dalam kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2008
dengan attack rate sebesar 0,37% yang menyerang 4 desa di 4 kecamatan
dengan jumlah penderita 51 jiwa. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah
penderita Demam Tifoid sebesar 150 jiwa yang menyerang 3 desa di 3
kecamatan dengan attack rate sebesar 2,69%. Tahun 2010 kasus KLB demam

62
Tifoid kembali terjadi dengan attack rate sebesar 1,36% yang menyerang 1
desa dengan jumlah penderita sebanyak 26 jiwa (Dinkes Jateng, 2010).
Kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi, Kecamatan Tambak
memiliki hubungan signifikan dengan tingkat pengetahuan, kebiasaan
mencuci tangan, dan kepemilikan jamban keluarga. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa sebanyak 58,5% responden memiliki tingkat
pengetahuan yang kurang mengenai demam tifoid dan faktor cuci tangan
yang buruk dapat menyebabkan kejadian demam tifoid 4,135 kali lebih besar
di bandingkan dengan yang yang memiliki kebiasaan cuci tangan baik.

B. Tujuan
1. Umum
Menekan angka kejadian atau kekambuhan demam tifoid pada anak-anak
di Desa Purwodadi Kecamatan Tambak.
2. Khusus
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan cuci
tangan yang baik dan benar melalui penyuluhan dan simulasi kepada
anak-anak SDN 2 Purwodadi di Desa Purwodadi Kecamatan Tambak.

C. Bentuk Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk penyuluhan
tentang demam tifoid dan simulasi cara cuci tangan yang benar serta
pembagian leaflet kepada anak-anak SDN 2 Purwodadi di Desa Purwodadi,
Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas.

D. Sasaran
Anak-anak SDN 2 Purwodadi di Desa Purwodadi Kecamatan Tambak
Kabupaten Banyumas.

E. Pelaksanaan
1. Personil
a) Kepala Puskesmas : Ari Purwoko Widji Utomo, S.KM, M.PH
b) Pembimbing : dr. Kuntoro
c) Pelaksana : Ismail Satrio Wibowo
Immanuel Jeffri P.
Diana Rizki R.
2. Waktu dan Tempat Penyuluhan:
a) Hari : Selasa

63
b) Tanggal : 22 November2016
c) Tempat : SDN 2 Purwodadi
d) Waktu : 09.00 WIB 10.00 WIB

F. Rencana Anggaran
Leaflet : 190 x Rp 500,00 = Rp 95.000,00
Hadiah : 6 x Rp 5.000,00 = Rp 30.000,00
Sabun Cuci Tangan : 5 x Rp 8.300,00 = Rp 41.500,00
Alkohol Hands Scrub : 5 x RP 20.000,00 = Rp 100.000,00 +
Total Rp 266.500,00

G. Rencana Evaluasi Program


1. Input
a. Sasaran : 70% dari keseluruhan siswa siswi SDN 2 Purwodadi
b. Sumber Daya : ruang kelas, pemateri, dan leaflet.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Evaluasi keberlangsungan acara meliputi kehadiran para pengisi
acara yaitu pelaksanaan kegiatan, serta antusiasme peserta yang
dinilai dari kehadiran peserta. Materi disampaikan dalam bentuk
penyuluhan terbuka yang meliputi definisi demam tifoid, penyebab
demam tifoid, penularan demam tifoid, tanda dan gejala demam
tifoid, pencegahan demam tifoid dengan cuci tangan, definisi cuci
tangan, manfaat cuci tangan, kapan harus mencuci tangan, disertai
simulasi cara cuci tangan yang baik dan benar dan pembagian
leaflet mengenai demam tifoid, 6 langkah cuci tangan, serta
penggunaan jamban sehat.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Evaluasi jadwal pelaksanaan kegiatan dinilai dari ketepatan
tanggal, waktu, serta alokasi waktu pada saat berlangsungnya
acara. Kegiatan direncanakan berlangsung pada hari Selasa, 22
November pukul 09.00 WIB di SDN 2 Purwodadi Desa Purwodadi
Kecamatan Tambak, Banyumas. Adapun alokasi waktu serta
rincian kegiatan yang akan dilakukan dicantumkan dalam Tabel 8.1

Tabel 8.1 Jadwal Kegiatan


Jam Alokasi Kegiatan
09.00-09.30 30 menit Pembukaan, penyampaian materi

64
demam tifoid dan cuci tangan,
serta simulasi cuci tangan
09.30-09.45 15 menit Tanya jawab dan diskusi
09.45-10.00 10 menit Mini games dan pembagian hadiah

65
IX. PELAKSANAAN DAN EVALUASI PROGRAM

A. Pelaksanaan
Setelah dilakukan penyuluhan, diharapkan warga dapat membantu
mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan demam tifoid di
Desa Purwodadi. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan dilaksanakan melalui 3
tahap, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Perizinan
Perizinan diajukan dalam bentuk lisan oleh dokter muda kepada
Kepala Puskesmas II Tambak, Preseptor Lapangan, dan surat pengantar
dari Puskesmas II Tambak kepada Kepala SDN 2 Purwodadi.
b. Materi
Materi yang disiapkan adalah materi penyuluhan tentang demam
tifoid dan cuci tangan dalam bentuk leaflet dan simulasi.
b. Sarana
Sarana yang digunakan yaitu SDN 2 Purwodadi sebagai tempat
penyuluhan tentang demam tifoid dan cuci tangan dalam bentuk leaflet
dan simulasi.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Judul Kegiatan
Penyuluhan Demam Tifoid dan Simulasi Cuci Tangan
b. Waktu
Selasa, 22 November 2016 pukul 09.00 WIB
c. Tempat
SDN 2 Purwodadi, Kecamatan Tambak
d. Penanggung Jawab
1) dr. Madya Ardi Wicaksono M.Si selaku pembimbing fakultas
2) Ari Purwoko W. S.KM M.PH selaku kepala Puskesmas II
Tambak
3) dr. Kuntoro selaku pembimbing lapangan

66
4) Pelaksana Immanuel Jeffri Paian P, Diana Rizki Ramadhany, dan
Ismail Satrio Wibowo
5) Siswa Siwi SDN 2 Purwodadi, Kecamatan Tambak
6) Penyampaian Materi
Penyuluhan materi demam tifoid diberikan kepada siswa
siswi SDN 2 Purwodadi Kecamatan Tambak, yang mencakup
definisi demam tifoid, penyebab demam tifoid, penularan demam
tifoid, tanda dan gejala demam tifoid, pencegahan demam tifoid
pengobatan demam tioid, definisi cuci tangan, kapan harus
mencuci tangan, langkah cuci tangan, dan simulasi cara cuci tangan
yang baik dan benar.
B. Evaluasi
1. Input
a. Sasaran
Sebanyak 180 (97,3%) dari total 185 peserta siswa siswi SDN 2
Purwodadi Kecamatan Tambak mengikuti kegiatan penyuluhan. Maka
target penyuluhan terpenuhi, yaitu minimal 130 orang (70%) dari
peserta siswa siswi SDN 2 Purwodadi Kecamatan Tambak yang
menghadiri penyuluhan. Sasaran yang mengikuti kegiatan penyuluhan
terlihat antusias dalam mengikuti kegiatan. Hal ini dapat dilihat dari
pertanyaan yang diajukan oleh sasaran serta sasaran yang ikut
berinteraksi aktif menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan
oleh pemateri.
b. Sumber Daya
Ruang kelas siswa siswi SDN 2 Purwodadi Kecamatan Tambak.
Pemateri yaitu Immanuel, Diana, dan Ismail menyampaikan materi yang
berisi definisi demam tifoid, penyebab demam tifoid, penularan demam
tifoid, tanda dan gejala demam tifoid, pencegahan demam tifoid dengan
cuci tangan, definisi cuci tangan, manfaat cuci tangan, kapan harus
mencuci tangan, penyakit yang dapat terjangkit karena cuci tangan yang
tidak baik, cara cuci tangan yang benar. Pelaksana kegiatan juga
memberikan leaflet ringkasan materi. Hand sanitizer disediakan oleh

67
pelaksana dalam simulasi cuci tangan. Kemudian diberikan sabun cair
untuk mencuci tangan di kran masing masing kelas. Sumber
pembiayaan yang digunakan cukup untuk menunjang
terlaksananya kegiatan. Anggaran yang dihabiskan adalah sejumlah
Rp. 214.000,00 yang digunakan untuk leaflet, hand sanitizer dan sabun
cuci tangan.
2. Proses
a. Keberlangsungan acara
Acara diselenggarakan di setiap kelas yang ada di SDN 2
Purwodadi, Tambak dan berlangsung kondusif. Semua rangkaian
kegiatan terlaksana dengan baik dan antusiasme peserta baik dibuktikan
dengan jumlah pertanyaan yang diajukan peserta ada sebanyak tiga
pertanyaan mengenai demam tifoid. Materi disampaikan dengan metode
presentasi yang meliputi definisi demam tifoid, penyebab demam tifoid,
penularan demam tifoid, tanda dan gejala demam tifoid, pencegahan
demam tifoid dengan cuci tangan, definisi cuci tangan, manfaat cuci
tangan, kapan harus mencuci tangan, disertai simulasi cara cuci tangan
yang baik dan benar.
b. Jadwal pelaksanaan kegiatan
Kegiatan berhasil dilaksanakan pada hari Selasa, 22 November
2016. Acara dimulai pukul 09.00 WIB 11.30 WIB dan berlangsung
selama 45 menit di setiap kelas. Masing-masing pemateri masuk ke dua
kelas dan memulai kegiatan penyuluhan serta dilanjutkan simulasi cuci
tangan. Semua rangkaian acara terlaksana meskipun waktu berakhirnya
kegiatan tidak sesuai dengan yang direncanakan, hal ini dikarenakan
waktu jam pulang sekolah atau jam kosong di tiap kelas berbeda-beda.
3. Output
Setiap siswa-siswi terlihat antusias dengan dilihat dari kehadiran,
tanya jawab, dan mempraktikkan cuci tangan secara benar. Bahkan setiap
kelas ada siswa yang berani untuk memimpin rekan-rekannya mencuci
tangan di depan kelas.

68
X. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Hasil analisis kesehatan komunitas (Community Health Analysis) di Desa
Purwodadi wilayah kerja Puskesmas II Tambak Kabupaten Banyumas
menunjukkan bahwa demam tifoid menjadi prioritas masalah yang
diambil.
2. Faktor risiko yang berhubungan signifikan secara statistik dengan
kejadian demam tifoid di Desa Purwodadi, Kecamatan Tambak adalah
tingkat pengetahuan yang rendah, kebiasaan cuci tangan yang kurang,
dan kepemilikan jamban yang tidak sehat. Ketiga faktor tersebut menjadi
permasalahan yang akan dilakukan intervensi.
3. Alternatif pemecahan masalah yang dipilih adalah melakukan
penyuluhan mengenai demam tifoid, simulasi mengenai cuci tangan, dan
pembagian leaflet kepada siswa-siswi SDN 2 Purwodadi, Tambak.
Harapannya leaflet tersebut
4. Penyuluhan berjalan lancar pada hari Selasa, 22 November 2016 pukul
09.00 dan memenuhi target minimal yaitu 70% (130) siswa-siswi hadir
serta antusias dalam pelaksanaan program.

B. Saran
1. Perlu dilakukan survei lanjutan mengenai perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) dalam rumah tangga, serta kebiasaan keluarga dalam
mencuci tangan yang baik dan benar dalam 3 bulan kedepan untuk
melihat apakah keluarga menerapkan cuci tangan dalam kehidupan sehari-
hari.
2. Perlu dilakukan evaluasi mengenai prevalensi demam tifoid di desa
Purwodadi, Tambak 3-4 bulan kedepan.

69
DAFTAR PUSTAKA

Abro, A.H., Abdou, A.M.S, Gangwani, J.L., Younis, N.J, Hussaini, H.S. 2009.
Hematological and Biochemical Changes in Typhoid Fever. Pak J Med Sci.
Vol.25(2): 166-17

Artanti, N.W. 2013. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan, Higiene Perorangan,


dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2012. Skripsi. Available
at : http://lib.unnes.ac.id/18354/1/6450408002.pdf. Diakses pada 30
September 2016.

Bhutta ZA. 2006. Typhoid fever: current concept. Infect Dis Clin Pract; 14: 266-
72.

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. KMK No. 364/SK/V/2006


Tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta : Direktorat Jenderal
PP dan PL.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia


tahun 2011. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2010. Profil Kesehatan Jawa Tengah.
Semarang.

Febriana, D, Yuiaji S, Puji P. 2014. Hubungan antara Sanitasi Lingkungan dengan


Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Lerep Kabupaten
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat; 13(1): 1-8.

Grassl, G.A dan Finlay, B.B. 2008. Pathogenesis of Enteric Salmonella Infections.
Curr Opin Gastroenterol. Vol. 24(1): 22-26.

Haraga, A et al. 2008. Salmonella Interplay with Host Cells. Nat Rev Micobiol;
6:53.

Henry, Santoso. 2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada Kasus


Demam Tifoid yang Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP
DR.Kariadi Semarang Tahun 2008.
http://eprints.undip.ac.id/8069/1/Henry_Sanrtoso.pdf. Diakses 9 November
2016.

Herliani, D., Usep, A.H., Rika, N. 2015. Hubungan antara Faktor Risiko dengan
Kejadian Demam Tifoid pada Pasien yang di Rawat di Rumah Sakit AlIslam
Bandung Periode Februari - Juni 2015. Bandung : Universitas Islam.
Kristina, R.T., Andi, Z.A, Ansariadi. 2014. Faktor Risiko Demam Tifoid di
Wilayah Kerja Puskesmas Galesong Utara Kabupaten Takalar. Skripsi.
Makasar : Unversitas Hasanudin.

70
Kurniasih. 2011. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Demam Tifoid di
Rumah Sakit Jasa Kartini Kecamatan Rancah Kabupaten Tasikmalaya.
Skripsi. Bandung : Universitas Siliwangi.

Kurniasih. 2011. Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Demam Tifoid di


Rumah Sakit Jasa Kartini Kecamatan Rancah Kabupaten Tasikmalaya.
Skripsi. Bandung : Universitas Siliwangi.

Maria, H.W. 2007. Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian Demam Tifoid
di Indonesia Tahun 2006. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Vol. 19 (4) : 165-173.

Mehta KK. 2008. Changing trends in typhoid fever. Medicine Update; 18: 201-
204.

Nelwan. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Cermin Dunia Kedokteran;
39(4): 247-250.

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :


Rineka Cipta

Okky, P.P. 2013. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid pada Penderita
yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Vol 2 (1) : 108-117.

Pegues, D.A, Miller, S.I. 2011. Salmonellosis. Dalam Harrison's Principles of


Internal Medicine 18th edition. New York: McGraw and Hill.

Rakhman A, Rizka H, Dibyo P. 2009. Faktor Faktor Risiko yang Berpengaruh


terhadap Kejadian Demam Tifoid pada Orang Dewasa. Berita Kedokteran
Masyarakat. Vol. 25 (4) : 167-175.

Risani, E.S., Henry, P., Vandry, D.K. 2015. Hubungan Personal Hygiene dengan
Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. Ejournal.
Vol. 3(2) : 1-8.

Santoso. 2007. Faktor-faktor risiko kejadian demam tifoid di Kabupaten


Purworejo. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Seran, E.R, Henry R., Vaundry D.K. 2015. Hubungan Personal Hygiene dengan
Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. E-Journal
Keperawatan. 3(2): 1-8.

Srikandi, Fardiaz. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor: Sagung Seto.


Suprapto. 2012. Faktor Risiko Pejamu yang Mempengaruhi Kejadian Demam
Tifoid (Studi Kasus Di RSUP Dr. Kariadi Semarang). Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro

Vollaard, Albert M., et. al. 2004. Risk Factors for Typhoid and Paratyphoid Fever
in Jakarta, Indonesia. JAMA. 291; 2607-2615.

71
Wardhani, Puspa. 2005. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan Antigen
Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1, Nov 2005: 3137

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.

Wulan YS. 2013. Faktor Kebiasaan dan Sanitasi Lingkungan Hubunganya dengan
Kejadian Demam Thypoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak
Kabupaten Boyolali. Skripsi. Avilable at:
http://eprints.ums.ac.id/27257/11/02._NASKAH_PUBLIKASI.pdf, diakses
pada 20 Juni 2016.

Yonathan, Yerisa Daniel. 2013. Hubungan Antara Kualitas Sarana & Prasarana
Rumah dan Perilaku Sehat dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja
Puskesmas Ngaliyan Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume
2 No 1 Tahun 2013. FKM UNDIP

72
Lampiran 1. Lembar Inform Consent dan Kuisioner
KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDRAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
Kampus Unsoed RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Jl.
Gumbreg no.1
Tlp (0281) 641522 Fax (0281) 635208 Purwokerto 53123

Informed Consent

Kami mahasiswa Fakultas Kedokteran UniversitasJenderal Soedirman


Purwokerto, saat ini sedang melakukan penelitian dengan judul Faktor Risiko
yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid pada orang dewasa di Desa Kemiri,
Kecamatan Sumpiuh. Penelitian ini diselenggarakkan dalam rangka
penatalaksanaan Community Health Analysis pada Kepaniteraan Ilmu Kedokteran
Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman. Kesediaan anda sangat bearti dalam penyusunan penelitian
ini. Atas kesediaan anda dan anak anda menjadi responden, kami ucapkan
terimakasih.
Sumpiuh, Desember 2016
Tim Peneliti
Mochamad Rifqie Nugraha Kamal, Firman Pranoto

Lembar Persetujuan Partisipasi dalam Penelitian


Setelah membaca surat pemberitahuan dan mendengar penjelasan
sebelumnya, maka saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Alamat :
Secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian Faktor Risiko
yang Mempengaruhi Kejadian Demam Tifoid pada orang dewasa di Desa Kemiri,
Kecamatan Sumpiuh.
Kemiri, Desember 2016

Responden

73
KUESIONER ANALISIS FAKTOR RISIKO DEMAM TIFOID
PADA ORANG DEWASA
DESA KEMIRI PUSKESMAS I SUMPIUH
KABUPATEN BANYUMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Identitas Responden :
1. Nama : ........................................................................

2. Alamat : ........................................................................

.........................................................................

3. Umur : ...............................................................tahun

4. Jenis Kelamin : ........................................................................

5. Pendidikan Terakhir : ........................................................................

I. Pertanyaan Karakterisik Individu


a. Status Sosial Ekonomi

Jumlah pendapatan suami per bulan Rp


Jumlah pendapatan istri per bulan Rp
Total pendapatan keluarga Rp
Jumlah anggota keluarga yang menjadi ....... orang
tanggungan keluarga
Pendapatan perkapita Rp
Kategori a. Tinggi ( Rp. 1.350.000,00)
b. Rendah (di bawah Rp. 1.350.000,00)

b. Tingkat Pengetahuan
Apakah saudara tahu apa itu demam a. Ya Skor 1
tifoid? b. Tidak Skor 0
Menurut saudara, apa yang menyebabkan a. Bakteri Skor 1
penyakit demam tifoid? b. Virus Skor 0
c. Lain-lain: ............... Skor 0
Menurut saudara, media apa saja yang a. Makanan dan air Skor 1
menularkan penyakit demam tifoid? b. Udara Skor 0
Menurut saudara apa yang menjadi a. Lalat Skor 1
vektor ( pembawa) yang menularkan b. Nyamuk Skor 0
penyakit demam tifoid?
Menurut saudara, bagaiaman gejala orang a. Demam disertai Skor 1
yang terkena demam tifoid mual muntah Skor 0
b. Demam tinggi
disertai bintik-bintik
merah
Menurut saudara, apakah penderita a. Ya Skor 1

74
demam tifoid membutuhkan b. Tidak Skor 0
pengobatan ?
Menurut saudara, apakah demam tifoid a. Ya Skor 1
dapat menyebabkan kematian? b. Tidak Skor 0
Menurut saudara, apakah penyakit a. Ya Skor 1
demam tifoid dapat dicegah? b. Tidak Skor 0
Menurut saudara,apakah cara pencegahan a. Menerapkan Skor 1
yang paling efektif untuk demam tifoid? PHBS Skor 0
b. Vaksinasi
Kategori a. Baik ( Skor >
6)
b. Kurang (Skor
6)

II. PERTANYAAN HIGIENE PERORANGAN YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN DEMAM TIFOID

1. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun Setelah Buang Air Besar

Pertanyaan Jawaban Keterangan


Ya Tidak
1.Apakah anda mencuci tangan setelah
buang air besar ?
2.Apakah anda mencuci tangan dengan Baik/ Kurang
menggunakan sabun? Baik
3.Apakah anda mencuci tangan dengan
menggosok tangan, sela-sela jaru dan
kuku?

2. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun Sebelum Makan

Pertanyaan Jawaban Keterangan


Ya Tidak
1. Apakah anda mencuci tangan sebelum
makan?
2. Apakah anda mencuci tangan dengan Baik/ Kurang
menggunakan sabun? Baik
3. Apakah anda mencuci tangan dengan
menggosok tangan, sela-sela jaru dan
kuku?

3. Kebiasaan Makan di Luar Rumah (warung/pedagang keliling).

75
Pertanyaan Jawaban Keterangan
Ya Tidak
Apakah anda suka makan diluar rumah
seperti di warung, rumah makan, ataupun
pedagang keliling 3 kali dalam Ya/Tidak
seminggu?

Jika jawaban Ya, jenis makanan apa yang sering anda beli ?(sebutkan)
Jawab: ......................................................................................................
.............................................................................................................

4. Kebiasaan Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan Mentah yang Akan


Dimakan Langsung

Pertanyaan Jawaban Keterangan


Ya Tidak
1. Ketika anda makan buah-buahan,
apakah buah tersebut di cuci sebelum
dimakan? Kurang Baik/
2. Ketika anda makan sayuran mentah Baik
(lalapan), apakah sayuran tersebut
dicuci sebelum dimakan?

76
77

III. LEMBAR OBSERVASI SANITASI LINGKUNGAN


No Sanitasi Lingkungan Rumah Ya Tidak
1. Sarana Air Bersih
Sarana air bersih yang digunakan keluarga :
1. Tidak ada
2. Ada, bukan milik sendiri, tidak memenuhi syarat
3. Ada, milik sendiri, tidak memenuhi syarat
4. Ada, bukan milik sendiri, memenuhi syarat
5. Ada, milik sendiri, memenuhi syarat
2. Jamban Sehat
Sarana pembuangan kotoran yang digunakan keluarga :
1. Tidak ada
Ada, bukan leher angsa, tidak ada tutup, disalurkan ke
2. kolam/sungai
Ada, bukan leher angsa, ada tutup, disalurkan ke
3. kolam/sungai
4. Ada, bukan leher angsa, ada tutup, septik tank
5. Ada, leher angsa, septik tank
3. Sarana pengelolaan sampah
1. Tidak ada
2. Ada, ditimbun
3. Ada, Dibakar
4. Ada, dibiarkan
5. Ada, dialirkan ke sungai/kolam
Keterangan : Persyaratan Kesehatan Sarana Air Bersih
a. Sumur gali :
1. Jarak sumur dengan septic tank, SPAL, pembuangan sampah, kandang
ternak minimal 10 m.
2. Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, kuat dan rapat air
3. Lantai sumur kedap air, tidak bocor atau retak dan tidak tergenang air
4. Terdapat tutup sumur
b. Sumur Artetis dan PDAM (Perpipaan) :
1. Air baku yang didistribusikan harus memenuhi syarat air bersih seperti
syarat fisika air bersih yaitu air tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau.
2. Pipa kuat dan tidak boleh terendam air kotor
3. Pengambilan air dari sarana perpipaan harus melalui kran

77
78

Lampiran 4. Leaflet

78

Anda mungkin juga menyukai