Kelompok 5 :
1. Desy Khaerunnisa 1715121307
2. Dwi Kus Aristyani 1715120067
3. Lulu Arini Debasari 1715121281
BK Reguler 2012
B. Konsep Dasar
Definisi Terapi Puisi
Terapi puisi berkaitan dengan dua hal, yaitu proses terapi dan puisi. Terapi
merupakan perlakuan yang diberikan untuk mengatasi masalah psikologis dimana
terapis dan klien bekerjasama untuk memahami masalah dan mengadakan pertemuan
untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Puisi merupakan bagian dari ragam
bahasa tersusun dari beberapa kata-kata. Menurut Christopher Fry puisi adalah bahasa
dimana seseorang mengeksplorasi rasa kagum atau heran atau takjub. Sedangkan
William Wordsworth mengatakan bahwa puisi merupakan luapan perasaan yang kuat
secara spontan; berawal dari emosi yang coba diingat kembali dalam ketenangan.
Puisi diibaratkan kaca, sebuah penyamaran, sesuatu yang berkesinambungan dan
sebuah perubahan.
Berdasarkan pernyataan di atas, terapi puisi merupakan usaha untuk
memulihkan kondisi diri seseorang dengan menggunakan kata-kata sebagai luapan
perasaan (emosi) akibat dari mengingat sesuatu atau peristiwa yang pernah terjadi
dalam situasi yang tenang.
Terapi puisi sudah mulai digunakan pada awal abad ke-19 untuk keperluan
penyembuhan pasien-pasien yang mengalami gangguan kesehatan mental. Terapi
puisi merupakan bentuk terbaru dari interview kreatif pada terapi seni dan terapi
ekspresif. Penggunaan puisi sebagai bentuk psikoterapi dan konseling masih relatif
baru. Namun, penggunaannya mulai dipertimbangkan saat banyak sekali pasien-
pasien yang mendapat manfaat dari efek penggunaan terapi puisi. Walaupun pada
awalnya puisi dinikmati hanya sebagai sebuah karya sastra, saat ini puisi dilihat
banyak mengandung unsur-unsur terapeutik tersendiri.
Mazza mendefinisikan puisi sebagai genre sastra atau kualitas atau aspek
bahasa yang menciptakan reaksi emosional. Penekanannya adalah pada bahasa yang
menggugah. Terapi puisi melibatkan penggunaan seni bahasa dalam kapasitas
terapeutik. Terapi puisi menggunakan puisi dan media sejenis untuk memfasilitasi
diskusi mengenai isu-isu personal, biasanya dalam seting kelompok. Lerner
menyatakan bahwa dalam terapi puisi fokus adalah pada manusia bukan pada puisi.
Klien tidak diminta untuk menganalisis makna yang benar dari sebuah puisi, namun
lebih pada penghayatan personal.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa terapi puisi
merupakan intervensi kreatif dalam proses konseling yang menggunakan media puisi
sebagai alat untuk menyampaikan isu-isu personal yang berfokus pada penghayatan
dalam diri.
2. Tahap pertengahan
Insight dan pemahaman pada tahap pertama diperluas di tahap ini. pada tahap
ini penulis membaca ulang puisi yang dibuatnya dan menanyakan dalam dirinya
apakah aku benar-benar maerasakan/memikirkan hal ini?. Beberapa pertanyaan
dasar yang dapat digunakan untuk memeriksa kebenaran makna dari puisi adalah
siapa, apa, kapan, mengapa, bagaimana, seberapa besar/banyak, dan karena apa.
Terapis dapat meminta anggota untuk menggarisbawahi kata-kata dan mendorong
kesadaran maksimum atas pikiran, perasaan, gambaran yang tampak, persepsi, sikap
dan emosi.
Pada tahap ini, partisipasi anggota kelompok mulai dilibatkan. Terapis dapat
memulai mengundang respon dengan pertanyaan, Apa yang paling kamu
perhatikan?, pada saat ini diskusi kelompok dianjurkan. Tidak ada penilaian
kelompok berupa interpretasi yang bersifat benar atau salah.
Setiap anghota menjajarkan apa yang ia pikirkan dengan tanggapan dari
anggota lain. pengambilan sudut pandang yang berlainan dapat mendorong kesadaran
baru yang dapat menginspirasi perilaku baru, sikap atau nilai-nilai. Pada tahap ini,
konselor berperan untuk membantu konseli membuat koneksi antara puisi dengan
pengalaman pribadi mereka, membuat insight dan membuat perubahan yang
diinginkan.
3. Tahap akhir
Tahap terakhir adalah penulisan ulang naskah atau peroses re-drafting. Tahap
ini lebih bersifat kogniti, dimana penulis memberikan makna ulang atas apa yang
telah mereka tuliskan pada tahap menulis. Makna yang terbangun mendorong anggota
untuk mulai menyusun kehidupan barunya. Pada akhir sesi, terapis membantu anggota
mengintegrasikan apa yang telah mereka pelajari. Anggota merenungkan apa yang
perlu diubah dan apa yang perlu tetap sama untuk saat ini.
Sesi ditutup dengan menciptakan puisi kolaboratif sebagai gambaran kondisi
kelompok di akhir sesi. Kemudian terapis memastikan apakah ada anggota yang
merasa tidak nyaman dan membutuhkan penanganan lanjutan atau tidak.
Terdapat beberapa hal yang mungkin bisa terjadi saat proses terapi berlangsung.
Agar tidak membatasi konseli untuk mengeksplorasi perasaannya, konselor
mempersilakan para anggota kelompok yang ingin menuliskan kembali kejadian-
kejadian lainnya dalam puisi baru. Puisi boleh ditulis saat anggota berada di luar sesi
untuk kemudian diproses kemudian seseuai dengan prosedur yang dilakukan saat sesi
berlangsung. Seluruh anggota juga diperbolehkan untuk menulis lebih dari satu puisi.
H. Kesimpulan
Terapi puisi ini populer digunkan oleh para terapis karena terapi yang termasuk ke
dalam jenis art therapy ini sangat sederhana dan mudah untuk digunakan. Terapi yang
bermula digunakan untuk orang yang terkena gangguan kesehatan mental pada abad ke-
19 karena terapi yang ternyata menyeluruh, maka menjadikan terapi ini menjadi terapi
tambahan pada saat itu. Hingga kini terapi puisi populer dikalangan terapis karena selain
dapat meringankan gangguan jiwa, terapi ini juga ternyata dapat mereduksi depresi, juga
untuk konseling pernikahan, pasangan yang akan bercerai, trauma, penderita kanker,
karena terapi ini dapat menjadi cerminan diri konseli untuk melihat kembali dirinya
sebagai manusia yang memiliki masalah, sama seperti manusia lainnya.
Terapi yang memiliki tujuan mengembangkan pemahaman tentang diri dan
meningkatkan kreativitas dalam hal menulis puisi memiliki banyak manfaat yakni
menjadikan jembatan diri untuk refleksi, sebagai hal yang pribadi terapi puisi dapat
meningkatkan rasa percaya diri.
Tahap yang digunakan dalam terpai menulis ini terbagi menjadi tiga, yaitu tahap
menulis puisi, dimana konseli dapat menuliskan semua yang terlintas dalam pikirannya
untuk pemanasan dalam menulis puisi. Tahap kedua, yaitu tahap pertengahan, konseli
kembali membaca tulisan puisi dan meredeksikan ke dalam pikirannya bahwa puisi yang
ia tulis benar adanya yang ia rasakan saat ini. tahap terakhir yaitu pengakhiran, konseli
menuliskan kembali puisi yang sudah ditulis dengan makna yang lebih baru.
DAFTAR PUSTAKA