Anda di halaman 1dari 6

Sintesis ZnO Nanopartikel yang Dapat Terdispersi Pada Pelarut Organik

Annisa Aprilia*, Trisa Apriani, Tuti Susilawati, dan Lusi Safriani

Abstrak

ZnO nanopartikel telah berhasil dipreparasi dengan menggunakan teknik sederhana yaitu
metode sol-gel, dengan ukuran partikel yang dihasilkan sekitar 20-50 nm. ZnO nanopartikel tersebut
terdispersi dengan baik pada pelarut organik, sehingga dapat diaplikasikan sebagai partikel penerima
elektron pada sel surya hibrida struktur komposit. Prekursor yang digunakan berasal dari zinc acetat
dihidrate dengan methanol dan natrium hidroksida sebagai pelarut dan katalis. Proses pencampuran
menggunakan teknik refluks untuk mengkontrol laju reaksi serta mengisolasi proses sontesis dari
kelembaban udara luar. Berdasarkan hasil pengukuran difraksi sinar-x, diketahui bahwa teknik
pencucian yang lengkap mencakup proses pengendapan menggunakan sentrifugasi dan pengeringan
dalam kondisi vakum dapat menghilangkan senyawa organik seperti asam dan air. Hal ini
menyebabkan Kristal ZnO dapat terbentuk pada suhu rendah yaitu 150C, dimana pada umumnya
Kristal ZnO baru akan terbentuk pada suhu relatif tinggi (>500C). Kata-kata kunci: ZnO nanopartikel,
Metode sol-gel, Difraksi sinar-X

Pendahuluan

Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid berstruktur komposit dengan polimer
MODMO-PPV dan P3HT telah dilaporkan beberapa tahun belakangan ini [1,2]. Berkaitan dengan
panjang difusi eksiton dan sifat transport muatan pada polimer yang digunakan, maka ukuran partikel
ZnO merupakan parameter penting dalam menentukan kinerja sel surya. Ukuran partikel ZnO yang
digunakan untuk aplikasi sel surya komposit, setidaknya memiliki ukuran berkisar antara 10 nm [3].
Hal ini berkaitan dengan panjang difusi eksiton pada polimer P3HT, yaitu sebesar 10-15 nm [4]. Untuk
mengurangi proses rekombinasi yang dapat terjadi pada persambungan antara P3HT dan ZnO sebagai
partikel penerima elektron, maka diperlukan pencampuran yang baik antar keduanya, dengan kata
lain ZnO nano partikel harus berada pada matriks P3HT dengan sebaran merata (homogen). Pada
dasarnya tidak mudah mendapatkan ZnO berukuran nano dan dapat tercampur sempurna dengan
P3HT, hal ini berkaitan dengan sifat kelarutan ZnO yang sangat rendah pada pelarut organik.
Dibutuhkan teknik preparasi khusus untuk menghasilkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut dengan
baik pada pelarut organik. Permasalahan lain yang perlu diperhatikan adalah temperatur
pembentukan kristal ZnO yang sangat tinggi (> 500C) bila dibandingkan dengan titik leleh kristal
polimer P3HT (~233,7C) [5]. Dengan menggunakan teknik pencucian yang dapat membuang sisa-sisa
reaksi, maka proses pembentukan ZnO nanopartikel dapat dihasilkan hanya dengan menggunakan
temperatur sintesis kurang dari 200C [6]. Maka dari itu pada penelitian kali ini akan dilakukan proses
preparasi bersuhu rendah ZnO nanopartikel dan dapat terdispersi/larut pada pelarut organik, sehingga
memungkinkan untuk digunakan sebagai material penerima elektron pada sel surya hibrid.

Eksperimen

ZnO nanopartikel telah berhasil di sintesis menggunakan metoda sol gel bersuhu rendah
(150oC). Metode yang digunakan merupakan adaptasi dengan sedikit memodifikasi percobaan yang
telah dilakukan oleh Meunlenkap dan Spanhel [7,8]. Bahan yang digunakan adalah prekursor Zinc
acetat dihidrat (Zn(CH3COOH)2.2H2O) dengan konsentrasi sebesar 5 mmol produksi Merck Jerman,
dengan katalis berupa NaOH (7,2 mmol), pelarut alkohol yang digunakan adalah metanol. Sedangkan
untuk proses pencucian, senyawa heksana dipilih untuk menghilangkan supernatant, seperti gugus
asam, ion Na+, dan air. Proses pembentukan ZnO sol dilakukan dengan menggunakan teknik refluks.
Zn asetat dihidrat dilarutkan oleh metanol menggunakan pengaduk magnetik dengan pemanasan
pada suhu 64C. NaOH yang sebelumnya telah dilarutkan oleh metanol di tambahkan setetes demi
setetes menggunakan buret. Pengadukan dilakukan selama 1 jam hingga didapatkan larutan yang
bening sempurna. Selanjutnya adalah tahap pengendapan, larutan dibiarkan selama kurang lebih 2-3
hari agar didapatkan endapan putih. Selanjutnya endapan tersebut dilarutkan oleh metanol dan
heksana dengan perbandingan 1:1. Selanjutnya adalah pemisahan menggunakan perangkat
sentrifugasi. Pencucian dilakukan berulang yang dilanjutkan pada pemanasan dalam kondisi udara
terbuka dan vakum. Untuk pembuatan lapisan tipis komposit antara P3HT dan ZnO, setelah dilakukan
pencucian, kemudian endapan tersebut dilarutkan menggunakan kloroform ditambah dengan metanol
sebanyak 3 % volume, selanjutnya dapat dicampur dengan P3HT yang sebelumnya telah dilarutkan di
kloroform. Untuk mengetahui ukuran dari ZnO nanopartikel yang dihasilkan, dilakukan karakterisasi
TEM (transmission electron microscopy). Sedangkan karakterisasi difraksi sinar-X (X-ray diffraction
XRD) dilakukan untuk mengetahui struktur Kristal ZnO dalam fasa padat (serbuk). Pengukuran
spektrum emisi pada lapisan komposit antara P3HT dan ZnO, dilakukan sebagai tahap awal untuk
mengetahui ada atau tidaknya proses transfer muatan antar keduanya.

Hasil dan diskusi

Pada tahap eksperimen telah dijelaskan bahwa Zinc acetate dihidrat digunakan sebagai
prekusor, dan metanol sebagai pelarutnya, sedangkan penambahan NaOH berperan sebagai katalis
ketika pembentukan ZnO. Setelah mengalami proses pencucian dengan heksana dan metanol, ZnO gel
dapat larut (terdispersi) di kloroform dengan penambahan metanol. Pada sintesis ini tidak
menggunakan stabilizer, dengan tujuan agar partikel yang terbentuk masih berada pada area kuantum
confinement, yaitu kurang dari 10 nm [9]. Pada dasarnya penambahan stabilizer berfungsi untuk
memperlambat pertumbuhan partikel, tetapi dikarenakan dapat meningkatkan PH larutan prekursor,
maka ukuran partikel yang dihasilkan menjadi lebih besar (>15 nm) [7]. Proses pencucian ZnO sol
dengan heksana berfungsi untuk membuang supernatant yang terbentuk ketika proses reaksi
pembentukan ZnO berlangsung, yaitu kandungan asetat dan ion-ion. Pertumbuhan partikel ZnO
sebenarnya dapat diatur dengan waktu penuaan prekursor, dan dapat diperlambat dengan kondisi
temperatur yang rendah <5C, selain itu kandungan asetat dan air sangat mempengaruhi ukuran ZnO
dan mempercepat pertumbuhan partikel, selain itu kandungan asetat dan air yang berlebih dapat
mereduksi kuantitas/jumlah ZnO yang dihasilkan. Selanjutnya ZnO sol yang telah mengalami proses
pencucian, dapat dengan mudah membentuk kristal ZnO hanya dengan suhu pemanasan 150C, hasil
ini telah diklarifikasi dengan hasil XRD dan dibandingkan dengan ZnO larutan prekursor (tanpa
dilakukan pencucian).

Gambar 1. Kurva absorbansi prekursor ZnO prekursor terlarut di kloroform.


Gambar 1 merupakan spektrum absorbansi dari ZnO nanopertikel yang terlarut di kloroform dan
sudah mengalami pencucian secara lengkap dengan menggunakan heksana dan metanol, tetapi
belum mengalami pemanasan/kalsinasi. Berdasarkan spektrum absorbansi tersebut dapat terlihat
bahwa ukuran partikel berada pada daerah kuantum confinement, diketahui dari nilai onset absorbsi
berada pada panjang gelombang 380 nm, dan puncak serapan pada 335,81 nm [9]. Jika dilakukan
perhitungan ukuran partikel dengan menggunakan band-gap optikal, yaitu perhitungan dengan
memperkirakan ukuran diameter partikel (D) dikaitkan dengan setengah panjang gelombang dari
puncak eksitonik (), menggunakan persamaan [3],

1240 = 3,301 + 294 D2 -1,09 D (1)


1/2

Nilai sebesar 355,08 nm, maka dengan menggunakan persamaan (1) diameter partikel
yang dihasilkan sekitar 3,7 nm. Tentu saja hasil perhitungan ini perlu diklarifikasi dengan metoda
perhitungan dan pengukuran lainnya, seperti XRD dan TEM. Tetapi untuk mengetahui ukuran partikel
dari dengan metoda scherrer pada spektrum XRD tidak dapat dibandingkan, dikarenakan ZnO yang
diukur berbeda fasa. Ada kemungkinan aglomerasi ZnO nanospheres dengan bulir yang lebih besar,
ketika proses kalsinasi untuk menghasilkan ZnO dalam bentuk serbuk. Berdasarkan kurva absorbansi,
dapat pula diketahui koefisien absorbsi ZnO nanopartikel yang terbentuk. Perlu diketahui bahwa
seiring dengan penurunan ukuran partikel di daerah kuantum confinement maka akan terjadi
peningkatan koefisien absorpsi dibandingkan dalam bentuk bulk [9]. Dengan ukuran partikel yang
sekecil itu dan dibandingkan dengan panjang difusi eksiton pada P3HT yang berkisar antara 10 nm.
Sehingga dapat diasumsikan dapat dibentuk persambungan bulk yang baik antara P3HT dan ZnO,
dimana ZnO partikel dapat terjebak di matriks P3HT. Berdasarkan hasil perhitungan dari onset absorbsi
maka dapat diketahui nilai energi gap sebesar 3,37eV.

Gambar 2. Pola XRD pada ZnO serbuk dengan variasi perlakukan.

Gambar 2 merupakan pola difraksi sinar-X serbuk ZnO hasil sintesis dengan variasi perlakuan
pencucian dan pemanasan. Dapat diketahui bahwa tahap pencucian yang lengkap serta pemanasan
dalam kondisi vakum dapat memfasilitasi pembentukan Kristal ZnO. Pada serbuk yang mengalami
pemanasan di udara terbuka, difraksi yang diperankan oleh senyawa organik masih dominan (difraksi
pada sudut 2<30). Tetapi ketika proses pemanasan dilakukan dalam keadaan vakum, maka pola
difraksi pada daerah senyawa organik dapat dipastikan telah hilang. Produk reaksi ketika proses sol-
gel berlangsung adalah ZnOH dan ZnO-asetat, yang dapat berubah menjadi ZnO ketika mengalami
proses kondensasi dan hidrolisis. Proses kondensasi berlangsung ketika ZnO-asetat bereaksi dengan H-
O-H membentuk ZnOH, dan proses hidrolisis ketika ZnOH bereaksi dengan ZnO-asetat menghasilkan
Zn-OZn dengan produk lain berupa O-asetat dan H-asetat yang dapat menghilang ketika proses
pemanasan berlangsung. Dapat diketahui, untuk mendapatkan ZnO nanopartikel yang dapat terlarut
di pelarut organik seperti kloroform, metode sol-gel dengan teknik pencucian yang tepat sangat
diperlukan. Sedangkan untuk mendapatkan serbuk ZnO dengan ukuran yang lebih kecil dari 10 nm
setelah mengalami proses kalsinasi (pemanasan), diperlukan pengkajian lebih lanjut. Untuk lebih
memperjelas ukuran dan bentuk partikel yang dihasilkan, maka selanjutnya adalah karakterisasi TEM,
yang diperlihatkan pada gambar 3. Serbuk yang dihasilkan setelah proses pencucian dengan heksana
dan metanol dilanjutkan dengan pemanasan dalam keadaan vakum. Hasil endapan sebelum dilakukan
pemanasan, yaitu berupa gel dan dapat terlarut dengan baik di kloroform dengan sedikit penambahan
metanol sebesar 3% volume. konsentrasi ZnO yang terdispersi.

Gambar 3. Hasil karakterisasi TEM, ZnO nanopartikel struktur Kristal wurtzite telah terbentuk.
Gambar 4. Penurunan intensitas emisi pada lapisan tipis P3HT:ZnO dengan variasi

Salah satu cara untuk mengetahui apakah lapisan komposit antara P3HT dan ZnO telah
terbentuk dengan baik, adalah dengan mengamati penurunan intensitas emisi dari lapisan komposit
tersebut. Gambar 4 merupakan spektrum emisi dari lapisan komposit P3HT:ZnO, dan terlihat adanya
penurunan intensitas emisi seiring dengan peningkatan konsentrasi ZnO. Pada aplikasi sel surya,
pengamatan spectrum emisi tersebut berkaitan dengan terjadinya proses rekombinasi eksiton dan
dapat berkontribusi pada arus foto yang dihasilkan oleh divais [2].

Kesimpulan

Proses pencucian dan pemanasan ZnO sol memegang peranan penting dalam menghasilkan
ZnO nanopartikel yang dapat terlarut pada pelarut organik. Dengan pencucian lengkap dan
pemanasan dalam kondisi vakum maka dapat dipastikan senyawa organik dapat dihilangkan walaupun
pemanasan dilakukan pada suhu relative rendah (150C). Hal ini dapat terlihat dari hasil pengukuran
difraksi sinar-x. Penggunaan ZnO nanopartikel pada sel surya hibrid dimungkinkan dapat dilakukan,
berdasarkan hasil pengukuran emisi terjadi penurunan intensitas emisi. Penurunan intensitas ini
berasal dari adanya proses transfer muatan antara P3HT dengan ZnO nanopartikel.

Ucapan terima kasih

Peneliti mengucapkan terimakasih kepada DIPA BLU Unpad Nomor kontrak 1139/UN6.R/PL/2012,
tanggal 17 April 2012 atas sumber dana penelitian hibah kompetitif. Selain itu ucapan terimakasih
tertuju kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM Unpad) sebagai fasilitator
dalam penyediaan dana penelitian.

Referensi

[1] W. J. E. Beek, M. M. Wienk, M. Kemerink, X. Yang, and R. A. J. Janssen, Hybrid Zinc Oxide
Conjugated Polymer Bulk Heterojunction Solar Cells, J. Phys. Chem. B, 109, 9505-9516, 2005

[2] W. J. E. Beek, M. M. Wienk, and R. A. J. Janssen, Hybrid solar cells from regioregular polythiophene
and ZnO nanoparticle, Adv. Func. Mater., 16.1112- 1116, 2006

[3] I. Tikhonov, A study of nanoparticles size effect in P3HT-ZnO bulk heterojunction solar cells,
papers ADP/TSF-P3HT-ZnO, 2008.

[4] Gnes, H. Neugebauer, and N. S. Sariciftci, Conjugated polymer-based organic solar cells, Chem.
Rev., 107 (4), pp 1324-1338, 2007.

[5] Trinh Tung Ngo, Duc Nghia Nguyen and Van Tuyen Nguyen, Glass transition of PCBM, P3HT, and
their blends in quenched state, Adv. Nat. Sci.: Nanosci. Nanotechnol. 3, 045001 (4pp), 2012.

[6] . zgr, Ya. I. Alivov, C. Liu, A. Teke, M. A. Reshchikov, S. Doan, V. Avrutin, S.-J. Cho and H.
Morko, A comprehensive review of ZnO materials and devices, Journal of applied physics 98,
041301, 2005.

[7] A. Eric Meuleunkamp., Synthesis and Growth of ZnO Nanoparticles, J. Phys.Chem. B, 102, 5566-
5572, 1998.

[8] L. Spanhel, Semiconductor cluster in Sol-Gel Process: Quantuzes Agregation. Gelation, and Crystal
Growth in concentrated ZnO colloids, J. A,. Chem. Soc. 113, 2826-2833, 1991.

[9] N. S. Pesika, K. J. Stebe, and P. C. Searson, Relationship between absorbance spectra and particle
size distribution for Quantum-sized Nanocrystals, J. Phys. Chem. B, 107, 10412-10415, 2003.

Anda mungkin juga menyukai