AKALASIA
Membedakan Primer dan Sekunder
Oleh :
dr. Ana Basirotul Alawiyah
Pembimbing :
dr. Bambang Purwanto Utomo, Sp Rad
0
DAFTAR ISI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kasus akalasia pertama kali dilaporkan oleh Sir Thomas Willis di tahun 1674.
Selanjunya Von Mikulicz pada tahun 1882 dan Einhorn pada tahun 1888 memberikan
hipotesis bahwa akalasia disebabkan karena tidak adanya pembukaan pada cardia
merupakan gangguan motilitas yang berasal dari defek dalam sistem saraf enterik.
lemahnya relaksasi sfingter esofagus bagian bawah. Akalasia terjadi di segala usia
dengan gejala terutama sulit menelan makanan padat / cair dan adanya regurgitasi.
perkembangan megaesofagus.1
Terapi yang paling sukses adalah pelebaran pneumatik dan bedah myotomi.
87 %.1
Alasan penulisan referat ini adalah Penulis sering menemukan kasus dengan
curiga akalasia selama stase GI, dan Penulis masih kesulitan membedakan apakah
2
penulisan referet ini adalah mengetahui gambaran akalasia dan membedakan antara
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
kali di kenalkan oleh Arthur Hurst di awal tahun 1927. Akalasia didefinisikan sebagai
esofagus dan relaksasi yang inadekuat pada sfingter esofagus bagian bawah (lower
myenterikus.2,3
B. Epidemiologi
Akalasia merupakan kasus yang jarang. Insidensi akalasia sekitar 1-
predileksi berdasarkan ras. Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian dari
lahir sampai dekade 7-8 dan puncak kejadian pada umur 30-60 tahun. Pada anak
yang terdiri atas bagian servikal, torakal, dan abdominal. Dinding esofagus terdiri
dari otot lurik di bagian atas, otot polos di bagian bawah, dan campuran keduanya
dibagian tengah. Lapisan otot (muskulus propria) terdiri dari lapisan internal berupa
serat sirkuler dan lapisan luar berupa serat longitudinal (gambar 1 dan 2). Terdapat
4
lapisan otot kurang prominen yang mempunyai arah longitudinal terdapat diantara
bagian esofagus yang menyatu dengan perut. LES adalah spingter fungsional terdiri
dari komponen intrinsik dan ekstrinsik. Komponen ekstrinsik terdiri dari otot
diafragma yang berfungsi sebagai ajuvan spingter eksternal. Saraf motorik esofagus
Otot polos esofagus distal dan LES dipersarafi oleh preganglionik, serat
kolinergik yang berasal dari inti motorik dorsal (Dorsal Motorik Neuron/DMN) di
myenterikus terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkuler dan neuron
melepaskan oksida nitrat (NO) dan polipeptida vasoaktif intestinal (VIP). Dalam
kondisi istirahat (diantara menelan) LES dalam keadaan kontraksi tonik. Menelan
berkaitan dengan aktivasi refleks telan paksa. Setelah diaktifkan oleh refleks ini,
pusat neuron telan mengirim debit bermotif inhibisi dan dan eksitasi ke inti motor
dari saraf kranial. Pertama jalur inhibisi neuron diaktifkan dan mengakibatkan
LES. Peristaltik merupakan hasil dari relaksasi terkoordinasi dan kontraksi yang
esophagus.6 (Gambar 5)
5
D. Patofisiologi
Selama 75 tahun terakhir, penelitian terhadap patologi akalasia menunjukkan
oleh Goldblum pada 42 pasien akalasia yang menjalani esofagectomy, 64% tidak
terhadap pasien akalasia yang diobati di stadium awal menunjukkan adanya sel
ganglion yang intak, namun dengan jumlah sel berkurang. Pasien pada stadium awal
tersebut memiliki lama gejala yang lebih singkat dan tidak terjadi pelebaran
LES pada pasien akalasia digambarkan oleh Adams pada tahun 1961.
signifikan meningkatkan tekanan LES pada pasien dengan akalasia. Temuan ini
utuh. Penelitian lain menunjukkan adanya efek agen antikolinergik atropin pada
pasien akalasia. Terjadi penurunan 30 % sampai 60 % pada tekanan LES pada pasien
6
dengan akalasia yang diberikan atropin. Penurunan serupa ditemukan pada kelompok
kontrol relawan sehat. Namun sisa tekanan setelah pemberian atropin secara
signifikan lebih tinggi pada pasien akalasia (17 mmHg) dibandingkan dengan subyek
normal (5 mmHg).1,5,7
2. Hilangnya inervasi inhibitor (penghambat)
Pada akalasia terjadi hilangnya neuron di persarafan kolinergik esofagus saat
eksitasi dan neuron tersebut selektif pada neuron penghambat. Pada pasien akalasia,
LES pada subyek sehat, sehingga membuktikan adanya gangguan saraf penghambat
postganglionik1.
Bukti yang mendukung konsep hilangnya neuron inhibitor berasal dari
defek adrenergik saraf inhibitor esofagus pada pasien akalasia. Vasoaktif Intestinal
penurunan neuron yang mengandung VIP terdapat pada pasien akalasia. Penelitian
lain menunjukkan tidak adanya nitric oxide synthase pada neuron di spesimen LES
pada pasien akalasia. Penelitian tersebut menunjukkan inhibitor nitrat oksida sintase
meningkatkan fase istirahat LES dan hampir meniadakan relaksasi LES. Di esofagus
inflamasi myentericus pada sebagian besar pasien akalasia. Hal ini mendukung bahwa
7
akalasia disebabkan oleh karena adanya eksitasi saraf kolinergik dan tidaka adanya
inhibitor nitrat oksida (Gambar). Dalam keadaan seperti itu, obstruksi fungsional
aktivitas peristaltik esofagus merupakan hasil dari tidak adanya persarafan neural
enteric.1,3,7
E. Etiopatogenesis
Cacat neurologis utama yang bertanggung jawab terjadinya akalasia primer
tidak diketahui. Namun, temuan patologis yang paling konsisten adalah penurunan
atau tidak adanya degenerasi dari sel-sel ganglion dalam pleksus myentericus
(Auerbach) di LES. Hal ini menyebabkan tidak adanya inhibitor persarafan yang
akalasia lahir dari orang tua atau kerabat dengan akalasia telah dilaporkan. Hanya ada
satu laporan kasus kembar monozigot dengan akalasia yaitu Sindrom Allgrove.
8
b. Teori hipotesis viral
Sejumlah penelitian mengaitkan agen virus dalam patogenesis akalasia.
Etiologi ini tampaknya masuk akal mengingat distribusi usia pasien akalasia seragam.
Selain itu, penyakit Chagas merupakan contoh patogen menular yang dapat
statistik pada titer antibodi terhadap virus campak pada pasien dengan akalasia
dibandingkan dengan kontrol, namun penelitian ini belum dibuktikan. Virus lain yang
di duga bearkaitan dengan akalasia adalah virus varicella zoster. Penelitian terbaru
campak, herpes atau virus papiloma pada spesimen myotomy pasien akalasia.
Penelian dengan hasil yang negatif tidak mengesampingkan adanya specimen virus
yang lain sebagai etiologi dari akalasia. Kemungkinan yang mendukung etiologi ini
akalasia sebagai respon terhadap antigen virus meskipun peneliti tidak dapat
terdapat pada 100% specimen. Adanya infiltrasi sel pada imunohistokimiawi ditandai
dengan adanya sel T positif CD3 dan CD8. Infiltrasi eosinofilik yang signifikan juga
antibody yang melawan pleksus myentericus di serum 37 dari 58 pasien akalasia dan
hanya ada empat dari 54 kontrol pada serum pasien sehat. Penelitian ini gagal
9
mendeteksi antibodi dalam serum pasien dengan penyakit Hirschsprung atau kanker
esofagus dan hanya satu dari 11 pasien dengan esofagitis peptikum. Namun, karena
defek dalam akalasia primer cukup spesifik di esophagus, makna antibodi yang
beredar mempunyai target tidak hanya esofagus tetapi juga neuron di usus. Namun,
terdeteksi mungkin merupakan fenomena yang tidak spesifik atau fenomena sekunder
akalasia primer. Pada akalasia disebutkan terjadi hilangnya neuron dalam inti motorik
vagal dan terjadi perubahan degeneratif dari serabut saraf vagal. Lesi yang dibuat
secara eksperimental di batang otak dan saraf vagus pada hewan menghasilkan
tempat yang berkaitan dengan akalasia primer adalah di inti motorik dorsal dan saraf
dengan ditandai adanya berkurangnya atau tidak adanya sel ganglion serta adanya
lambung, yang jarang terlihat pada pasien akalasia. Sangat mungkin adanya
10
perubahan neurodegeneratif di akalasia merupakan sekunder dari adnaya virus atau
pseudoakalasia sekitar 2% -4% dari pasien dengan curiga akalasia. Secara umum,
pasien dengan pseudoakalasia lebih tua dengan riwayat disfagia lebih singkat dan
disertai penurunan berat badan. Namun, tiga tanda ini memiliki spesifitas yang
gastroesophageal junction. Oleh karena itu, pasien dengan dugaan akalasia perlu
mempunyai gejala klinis yang hampir sama. Gejalanya antara lain kelainan menelan /
disfagia progresif, odynofagia, regurgitasi, nyeri dada, dan penurunan berat badan.
Diagnosis akalasia harusnya disuspekkan pada tiap pasien yang mempunyai keluhan
disfagia makanan padat dan cair disertai regurgitasi makanan dan saliva. Terjadinya
disfagia biasanya bertahap, awalnya digambarkan sebagai "rasa penuh di dada" atau
"sticking sensation" dan terjadi setiap hari atau setiap kali makan. Awalnya, disfagia
11
terutama pada makanan padat, namun seiring waktu terjadi disfagia pada makanan
padat dan cair terutama minuman dingin. Adanya "power swallow" dan minuman
penyakit, terutama saat esofagus melebar. Regurgitasi, makanan yang tertahan dan
akumulasi air liur, kadang-kadang salah didiagnosis dengan postnasal dahak atau
bronkitis. Biasanya terjadi ketika setelah makan pada malam hari pasien sering
terbangun karena batuk dan tersedak. Aspirasi pneumonia merupakan masalah yang
jarang. Nyeri dada terjadi pada beberapa pasien, terutama pada malam dan terlihat
pada pasien dengan penyakit yang masih ringan atau esofagus masih melebar
minimal. Mekanisme nyeri dada tidak diketahui, tetapi gejala ini bukan hanya
dapat mengurangi disfagia dan regurgitasi. Heartburn atau rasa seperti terbakar di
dada merupakan keluhan yang sering terjadi di akalasia, meskipun faktanya akalasia
tidak berhubungan dengan peningkatan episode refluks asam. Penyebab gejala ini
adalah spekulatif, mungkin berhubungan dengan retensi minuman asam seperti soda
atau minuman buah dan beberapa kasus disebabkan karena produksi asam laktat dari
makanan yang tertahan dalam esofagus yang melebar. Kebanyakan pasien akalasia
memiliki beberapa derajat penurunan berat badan namun biasanya dalam jangka lama
12
Diagnosis akalasia sering dibingungkan dengan entitas yang lebih umum
seperti gastroesophageal reflux disease. Diagnosis biasanya terlambat 2-3 tahun dari
gejala awal. Pemeriksaan akalasia antara lain endoskopi gastrointestinal bagian atas,
esofagus.
1. Endoskopi gastrointestinal bagian atas
dilatasi esofagus dengan mukosa yang normal. Terdapat adanya cairan atau makanan
yang tersisa. Selain itu pada akalasia dapat menunjukkan adanya infeksi kandida yang
merupakan infeksi sekunder karena esofagus statis. Saat endoskop masuk melewati
LES tekanan yang di berikan mudah dan lancar, tidak ada striktur yang disebabkan
Kesan adanya peristaltik esofagus dan LES pada pemeriksaan endoskopi tidak
akurat. Kesan berkurangnya peristalsis dan LES tidak sensitif maupun spesifik.
Retensi makanan di esofagus dapat dianggap sebagai parameter yang lebih spesifik
dalam mendiagnosis akalasia, tetapi hanya terjadi pada pasien dengan penyakit lanjut
dan gangguan transit yang berat. Candida esofagitis pada pasien kekebalan yang
13
Pemeriksaan dada x-ray merupakan pemeriksaan awal pada pasien dengan
akalasia. Meskipun bukan pemeriksaan untuk tujuan diagnosis dan evaluasi, akalasia
kadang-kadang terdeteksi pada pemeriksaan dada x-ray terutama pada kasus yang
gambaran air fluid level di setinggi arkus aorta atau diatasnya disertai adanya sisa
makanan dan cairan di esofagus yang melebar. Selain itu pada akalasia tidak
LES.9 (gambar 7)
akalasis 95%. Pada stadium awal tak tampak adanya gelombang peristaltik primer,
ditemukan gelombang sekunder sampai tersier (gambar 8a). Pada akalasia progresif
14
gastroesofageal junction terbuka. Esofagus yang mengalami dilatasi dan berliku-liku
Pada akalasia berat esofagus biasanya tampak melebar secara signifikan dan
kadang-kadang berliku-liku, tidak kosong, dan terdapat makanan dan air liur yang
tertahan menyebabkan gambaran air fluid level di bagian atas barium (gambar 8c).
Esofagus distal ditandai adanya LES yang tertutup secara bertahap bentuk lonjong
mengalami atonik.9
akalasia bersifat individu untuk masing masing pasien terutama dalam melihat
pengosongan esofagus dari barium pada posisi tegak (bisa lebih dari 5 menit).
Pemeriksaan dapat diulang secara serial setelah terapi untuk evaluasi pengosongan
ditandai dengan adanya retensi barium di atas LES selama lebih dari 2,5 detik setelah
adanya aliran media kontras ke dalam perut. Jika esofagus sangat melebar, dapat
15
sederhana dan dilakukan secara luas untuk pemeriksaan pre dan post terapi akalasia
sejak tahun 1960. Namun beberapa peneliti berpendapat pemeriksaan ini hanya untuk
mengevaluasi pasien post terapi dengan dilatasi. Peneliti lain menunjukkan adanya
hubungan yang kurang baik antara perbaikan gejala dan temuan radiografi.10
merupakan metode yang sederhana dan obyektif untuk menilai pengosongan esofagus
secara kuantitatif dan kualitatif. Teknik TBE sama dengan esofagogram / barium
gambar secara sekuen diantara interval waktu sesudah dilakukan barium esofagogram
dengan volume tertentu. Pada TBE dilakukan pengukuran tinggi dikali lebar dari
Teknik pemeriksaan TBE sebagai berikut : pasien pada posisi berdiri minum
suspensi barium sulfat low-density (berat 45 % dalam kurang lebih 250 cc). Pasien
diinstruksikan minum larutan barium dalam waktu satu menit. Volume barium yang
ditelan didasarkan pada toleransi pasien (pasien tidak mengalami regurgitasi maupun
aspirasi, selain itu dilatasi esofagus harus dapat di diisi secara adekuat). Volume yang
di minum harus dicatat. Pasien berdiri dengan posisi left posterior oblique untuk
menghindari proyeksi berlebih esofagus dan tulang belakang. Biasanya diambil spot
radiografi three on one dengan ukuran film 14inc x 14inc atau 14inc x 17inc. Jarak
fluoroskopi dari pasien dijaga konstan selama pemeriksaan. Pasien di ambil gambar
radiografi pada tiga posisi anteroposterior dan diambil pada menit 1, 2, dan 5 setelah
16
fluoroskopi tetap dilakukan pada menit ke 2 untuk menentukan pengosongan
esofagus. Jika diameter esophagus lebih besar dari 7-9 cm, pengambilan gambar
Penilaian kuantitatif dengan cara mengukur tinggi barium yang diukur dari level
superior esofagogastric junction dan diukur pada menit 1 dan 5. Pada pasien akalasia
appearance. Dua garis pararel horizontal, satu di level paling rendah dan yang lain di
level paling tinggi serta jarak diantara keduanya diukur. Diameter esofagus juga
diukur pada bagian yang paling lebar dari barium yang tegak lurus dengan esophagus
(gambar 10 dan 11). Pada pasien normal barium di esofagus akan kosong secara
gambar pada menit 1 - 5 secara subyektif dan disesuaikan dengan hasil pengukuran
secara kuantitatif. Metode subjektif lebih mudah dan lebih cepat dan dianjurkan
esophagus.6,10
stasis di esofagus. Barium akan bertahan pada beberapa waktu yang lama
dibandingkan orang sehat. Terjadi obstruksi dan esofagus mengalami dilatasi pada
waktu yang lama (dekompensata). Barium yang persisten di esofagus dan LES
17
inkomplet atau mengalami pengosongan parsial lebih dari 5 menit disertai gambaran
birds beak atau rat tail appearance membantu diagnosis akalasia yang selanjutnya di
tinggi barium pada foto menit ke lima sebesar 50% atau lebih dibandingkan dengan
4. Pemeriksaan CT scan
sebagai konfirmasi diagnosis atau untuk mengetahui tanda lain yang mengarah
minimal di dinding esofagus dan tidak adanya massa di cardia pada pasien akalasia
pasien non tumor yang menyebabkan distensi di daerah tersebut. Selain itu CT dapat
lunak di kardia, atau adenopati mediastinum pada pasien dengan akalasia sekunder.
CT juga dapat membantu mengidentifikasi letak tumor primer pada pasien dengan
akalasia sekunder.13
18
Temuan akalasia pada pemeriksaan CT antara lain adanya struktur luminal
5. Pemeriksaan sonografi
Sonografi di lakukan jika pada pasien akalasia berat. Modalitas ini baik digunakan
untuk evaluasi tebal dinding esofagus. Sedang temuan pada akalasia primer
esofagus bagian distal, dan gambaran birds peak. Sonografi dapat membantu
junction yang sulit di bedakan dengan modalitas yang lain.14 Adanya tebal dinding
6. Manometri esofagus
akalasia dan harus dilakukan pada setiap pasien yang akan dilakukan perawatan
invasif seperti pelebaran pneumatik atau myotomy bedah. Karena akalasia hanya
melibatkan otot polos esofagus, kelainan manometri terbatas pada 2/3 esofagus
bagian distal3. Diagnosis akalasia diperlukan jika ditemukan tekanan LES yang
meningkat pada fase istirahat, relaksasi LES inkomplet dan tidak adanya peristaltik 6.
19
Menurut Ritcher et al, sekurangnya ditemukan 2 abnormalitas patognomonik pada
dapat berupa tidak adanya relaksasi LES atau relaksasi inkomplet saat menelan (70%-
80%) dan relaksasi komplet namun lebih pendek (< 6 detik). Tekanan LES istirahat
LES yang tidak mengalami relaksasi biasanya mempunyai tekanan LES > 8
Adanya manometri resolusi tinggi membantu membuat diagnosis akalasia secara teliti
esofagus dan Type III Adanya kontraksi spastik di segmen esofagus distal.5,15,16
H. Penatalaksanaan akalasia
gradien tekanan di LES. Tujuan terapi tersebut antara lain: 1. menghilangkan gejala
20
dengan memperbaiki relaksasi LES yang terganggu. 3. Mencegah perkembangan
megaesofagus.5
farmakologis. Terapi terhadap gangguan gradien LES yang paling sukses adalah
keseluruhan dengan pelebaran pneumatik adalah 78%, dengan wanita dan pasien
yang lebih tua mempunyai respon yang bagus. Myotomi laparoskopi dikombinasikan
dengan fundoplikasi parsial memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi kurang lebih
87 %. Bedah myotomi lebih banyak dikerjakan pada pasien muda terutama laki-laki.
Pasien yang lebih tua diberikan injeksi toksin botulinum ke sfingter esofagus bagian
Pengobatan regurgitasi dan disfagia sangat mudah, tetapi nyeri dada dapat
menjadi masalah dalam beberapa pasien. Secara keseluruhan terapi tunggal atau
gabungan akan memberikan perbaikan lebih dari 90 %. Namun, akalasia tidak pernah
dapat disembuhkan sehingga terapi touch-up setelah pelebaran pneumatik atau bedah
myotomi Heller sering dibutuhkan. Oleh karena itu diperlukan tindak lanjut setiap 1
menelan barium sangat membantu dalam evaluasi pasien akalasia. Namun beberapa
Prognosis untuk pasien akalasia untuk kembali menelan normal baik, tetapi
21
I. Diagnosis Banding
1. Diffuse spasme esofagus (DES).
DES adalah kejadian yang jarang dan pertama kali dijelaskan oleh Osgood di
tahun 1889. Diagnosis didasarkan pada temuan adanya kontraksi simultan di badan
esofagus simultan dan tidak spesifik pada DES dilaporkan pada pasien diabetes,
menjadi bentuk akalasia klasik dengan tidak adanya peristaltik di esofagus dan
kegagalan relaksasi LES. Hal itu didasarkan pada postulasi bahwa degenerasi nervus
vagus pada system parasimpatis yang merupakan jalur umum yang mendasari
2. Proses keganasan
dari tiga mekanisme. Pertama dan paling umum karena obstruksi mekanik langsung
endoskopi.1
22
Selain itu, beberapa tumor jauh dari esofagus distal dapat menyebabkan
mana tumor mengekspresikan antigen saraf dan host mengakui sebagai bukan dirinya.
Sel T aktif serta antibodi sel plasma diarahkan pada tindakan antigen untuk
saraf luar barrier darah-otak. Sindrom paraneoplastik yang paling sering adalah small
woodwield, proses keganasan yang merupakan akalasia sekunder yang paling serin
adalah karsinoma gaster bagian cardia dan fundus serta metastasis dari ca paru dan ca
satu sisi, dan asimetris. Beberapa kasus menunjukkan adanya penyempitan didistal
esophagus yang simetris dan halus namun disertai adanya penyempitan diatas GEJ
3. Penyakit chagas
cruzi yang merupakan penyakit endemik di Amerika selatan dan tengah dan juga di
23
Meksiko. T.cruzi di tularkan dari orang ke orang melalui gigitan serangga. Sekiar 10-
30% individu yang terinfeksi berkembang menjadi infeksi kronis dan berada di tubuh
penderita sampai bertahun tahun sesudah infeksi awal. Saluran gastroentistinal yang
paling sering terkena adalah esophagus. Manifestasi penyakit chagas menjadi aklasia
sekunder 7%-10%.1
menyebabkan akalasia lebih banyak dibanding pasien chagas tanpa akalasia, akalasia
idiopatik, dan pasien sehat.1 Pemeriksaan esophagus dengan barium pada pasien
chagas disease dan akalasia primer hamper mirip. Tanda yang mungkin membantu
cardiomegali pada akalasia primer yang mungkin tampak pada pemeriksaan dengan
24
BAB III
PEMBAHASAN
peristaltik primer dan relaksasi inkomplet dari lower esophageal sphincter / LES.
atau pada beberapa kasus disebabkan karena kondisi jinak seperti penyakit chagas,
kardia lambung, yang lain disebabkan karsinoma esofagus atau metastasis dari
karsinoma paru, payudara, pankreas, rahim, dan kelenjar prostat ke mediastinum atau
ke gastroesophageal junction.13
25
Tiga kriteria yang digunakan oleh radiologist untuk diagnosis akalasia adalah
rat tail appearance dan adanya bukti stasis dari sisa makanan dan air liur. Sedangkan
menurut penelitian amaravadi dkk, temuan secara radiologi diagnosis akalasia adalah
barium berguna untuk membedakan akalasia primer dari sekunder. Pada pemeriksaan
barium hallmark akalasia primer ditandai tidak adanya peristaltik primer dan adanya
halus, simetris dengan panjang sekitar 1-3 cm (Gambar 19). Gambaran tersebut
(gastroesophageal junction). Selain itu pada akalasia primer segmen esofagus lentur,
kontur mukosa mulus tanpa nodul, tanpa perubahan kontur yang tiba-tiba, dan tanpa
penyempitan segmen yang sifatnya eksentris, nodular, angulasi yang lurus, atau
esofagus dan lebar diameter esofagus yang mengalami dilatasi dapat membedakan
26
akalasia primer dari sekunder. Pada akalasia sekunder penyempitan segmen didistal
esofagus lebih panjang (>3,5 cm) dan diameter esofagus mengalami dilatasi lebih
pendek (<4 cm) dibanding akalasia primer8 (gambar 17 dan 18). Meskipun
pengukuran tersebut sering bias akibat adanya magnifikasi yang tergantung dari
penting dilakukan evaluasi terhadap lambung bagian fundus dan kardia untuk
pasien dan onset disfagia dapat digunakan sebagai poin untuk membedakan akalasia
primer dari sekunder. Akalasia primer cenderung lebih muda (rata-rata 53 tahun)
dibanding umur pasien akalasia sekunder (rata-rata 69 tahun) dan onset disfagia pada
akalasia primer cenderung lebih lama rata-rata 4,5 tahun dibanding akalasia sekunder
(kurang dari satu tahun). Selain itu penurunan berat badan yang signifikan (lebih
inhalasi amil nitrat, bubuk seidlitz atau mecholyl. Pemberian agen ini harus dibawah
27
peningkatan peristaltik oleh karena hipersensitifitas denervasi pada pasien akalasia
primer (gambar 21). Pada akalasia sekunder pemberian agen ini tidak berpengaruh
penyempitan yang tidak teratur atau asimetris. Karsinoma kardia lambung merupakan
penyebab paling sering akalasia sekunder dan sering terdiagnosis pada pemeriksaan
barium. Adanya protusio atau lesi eksofitik yang menetap saat barium melewati
esofagus merupakan indikasi kuat akalasia sekunder. Temuan lain meliputi kekakuan
jaringan lunak antara fundus dan diafragma. Adanya distorsi, obliterasi, atau
adanya efek massa dan pelebaran esofagus proksimal tanpa adanya invasi ke esofagus
hampir sama. Ciri yang membantu membedakan akalasia primer dan penyakit chagas
adalah adanya penyakit yang menyertai pada akalsia primer misalnya megacolon dan
akalasia sekunder bervariasi dari 25% sampai 87%. Ketika temuan pada pemeriksaan
28
barium meragukan namun terdapat kecurigaan secara klinis, maka diperlukan
esofagus, peningkatan tekanan LES lebih besar dari 45 mmHg (normal 15-30 mmg
Hg) dan gangguan relaksasi LES saat menelan. Endoskopi pada pasien dengan
akalasia bukan sebagai alat diagnosis, namun untuk mengecualikan adanya entitas
penyakit lain dan mengetahui adanya komplikasi. Temuan endoskopi pada akalasia
primer adalah mukosa esofagus normal dengan tingkat resistensi tekanan endoskopi
29
BAB IV
KESIMPULAN
antara keduanya sangat berbeda. Akalasia primer dapat secara efektif di terapi dengan
akalasia primer dan sekunder. Temuan klinis akalasia primer antara lain usia pasien
lebih muda rata-rata 53 tahun dan onset disfagia lebih lama rata-rata lebih dari satu
didapatkan adanya dilatasi esofagus di bagian proksimal dengan diameter lebih dari 4
cm, penyempitan di esofagus distal yang mengerucut bertahap dan sifat simetris
(birds beak appearance) dengan panjang penyempitan diatas EGJ lebih pendek
30
(kurang dari 3,5 cm). Sebaliknya pasien akalasia sekunder rata rata umur lebih tua
(>65 tahun) dan onset disfagia lebih pendek kurang dari satu tahun serta adanya
DAFTAR PUSTAKA
31
6. Anderson M. Radiological evaluation of esophageal function in dysphagia
with special emphasis on achalasia. Thesis. Department of Radiology-Institute
of Clinical Sciences University of Gothenburg Sweden. 2008: 10-4
7. Farrokhi F, Vaezi MF. Idiophaic (primary) achalasia. Orphanet Journal of Rare
Disease, 2007; 2(38):1-9
8. Pohl D, Tutuian R. Achalasia: an overview of diagnosis and treatment. J
gastrointestin Liver Dis. September, 2007; 16(3): 297-03
9. Berke SE. Achalasia. Learning radiologi. [cited 2014 March 09]. Available
from http://www.learningradiology.com/achalasia.htm
10. Neyaz Z, Gupta M, Ghoshal UC. How to perform and interpret timed barium
esophagogram. J Neurogastroenterol Motil. April, 2013; 19(12): 251-56
11. Baker, ME. Einstein DM. Herts BR. Remer EM. Ramirez, GAM. Ehrenwald
E. et al. Gastroesophageal reflux disease: integrating the barium esophagram
before and after antireflux surgery. RSNA. May, 2007; 243(2): 329-39
12. Rabushka LS, Fishman EK, Kuhlman JE. CT evaluation of achalasia.
Abstract. J Comput Assist Tomogr. May-Jun, 1991; 15(3): 434-39
13. Woodfiel CA, Levine MS, Rubesin SE, Langlotz CP, Laufer I. Diagnosis of
primary versus secondary achalasia: reassessment of clinical and radiographic
criteria. AJR: September, 2000; 175: 723-31
14. Sezgin O, Ulker A, Temucin G. Sonographic findings in achalasia. Abstract. J
Clin Ultrasound. January, 2001; 29(1): 31-40
15. Eckardt AJ, Eckardt VF. Current clinic approach to achalasia. World J
Gastroenterol: August, 2009; 15(32): 3969-75
16. Chuah SK, Hsu PI, Wu KL, Wu DC, Tai WC, Cangchien CS. 2011 update on
esophageal achalasia. World J Gastroenterol. April, 2012; 18(14): 1573-78
17. Levine S. Achalasia and diffuse esophageal spasm: spectrum of finding and
complementary roles of barium studies and manometry. Aplied radiology, The
journal of practical medical imaging and management. [cited 2014 Juni 06].
Available from https://www.appliedradiology.com/articles/achalasia-and-
diffuse-esophageal-spasme-spectrum-of-finding-and-complementary-roles-of-
barium-studies-and-manometry.
32
18. Amaravadi R, Levine MS, Rubesin SE, Laufer I, Redfern RO, Katzka DA.
Achalasia with complete relaxation of lower esophageal spincter:
radiographic-manometric correlation. RSNA. 2005; 235(3): 886-91
19. Dodds WJ, Stewart ET, Kish SM, Kahrilas PJ, Hogan WJ. Radiologic amyl
nitrite test for distinguishing pseudoachalasia from idiopathic achalasia. AJR.
January, 1986; 146: 21-23
20. Champman AHA, Spencer JA, Guthrie JA, Robinson PJA, Sutton D, editor.
Text book of radiology and imaging. 7th ed. Churchill livingstones. Elsevier
science Ltd; 2003.
33