Anda di halaman 1dari 7

BATUAN KARBONAT

1. Klasifikasi batuan karbonat menurut Embry dan klovan ini merupakan modifikasi dari
klasifikasi yang diusulkan oleh Dunham (1962).
Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi Dunham (1962 dengan membagi
batugamping menjadi dua kelompok besar yaitu autochtonous limestone dan allochtonous
limestone berupa batugamping yang komponen-komponen penyusunnya tidak terikat secara
organis selama proses deposisi.
Pembagian allochtonous dan autochtonous limestone oleh Embry dan Klovan (1971)
telah dilakukan oleh Dunham (1%2) hanya saja tidak terperinci. Dunham hanya
memakainya sebagai dasar penglasifikasiannya saja antara batugamping yang tidak terikat
(packstone, mudstone, wackestone, grainstone) dan terikat (boundstone) ditegaskan.
Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi boundstone menjadi tiga kelompok
yaitu framestone, bindstone,dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama terumbu
yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu juga ditambahkan nama kelompok
batuan yang mengandung komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10 %. Nama yang
mereka berikan adalah rudstone untuk component-supported dan floatstone untuk matrix
supported. Klasifikasi Embry & Klovan (1971).

Pembagian klasifikasi Embry & Klovan (1971) terbagi menjadi 2 yaitu:


A. Allochthonous limestone
Allochtonus berarti jika komponen atau material terlihat terikat secara organis tidak
selama proses deposisi. Dan pada batuan mengandung material-material yang
berukuran lebih dari 2 mm sebanyak lebih dari 10%, batuan yang
bersifat allochtonus oleh Embry & Klovan (1971) dibagi lagi menjadi 6, yaitu
1. Mudstone
Fasies ini memiliki karakteristik dari ukuran butiran yang halus, keterdapatan
fragmen tidak lebih dari sepuluh persen (<10%).
2. Wackestone
Fasies ini memiliki karakteristik terdiri dari ukuran butir yang sangat (lumpur
atau kalsilutit) tetapi masih memiliki asosiasi dengan fragmen klastik yang
lebih besar tetapi tidak dominan.

3. Packstone
Fasies ini memeiliki karakteristik mulai melimpahnya lumpur karbonat
(>15%) tetapi fasies ini masih tetap didominasi oleh butiran.
4. Grainstone
Fasies ini merupakan batugamping klastik yang penyusun utamanya
merupakan butiran yang ukurannya lebih besar 2 mm, keterdapatan matriks
di fasies ini tidak ada.
5. Floatstone
Fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari fragmen kerangka
organik tidak lebih dari sepuluh persen (< 10%) yang tertanam dalam
matriks karbonat.
6. Rudstone
Fasies ini merupakan batugamping klastik yang memiliki ukuran butir paling
kasar dimana merupakan rombakan dari batugamping kerangka yang
mengalami transportasi dan terakumulasi di tempat tertentu. Fasies ini tidak
dimasukkan pada fasies batugamping terumbu tetapi berasosiasi dengan
dengan terumbu.

B. Autochtonus
Berbeda dengan allochtonus, Autochtonus merupakan material-material yang terikat
secara organis selama proses deposisi. Hal ini lebih dikarenakan adanya aktivitas
organisme pada saat proses deposisi sedimen yang mengakibatkan material-material
terikat dan terkompaksi menjadi batuan. Berdasarkan sifat pengikat batuan oleh
aktivitas organisme dibedakan menjadi 3 macam antara lain :

1. Bafflestone
Fasies ini memiliki karakteristik butiran terdiri dari kerangka organik seperti
koral yang sedang dalam posisi tumbuh berdiri (growth position) dan
diselimuti oleh lumpur karbonat yang mengisi rongga-rongga pada koral.
Koral tersebut berperan sebagai (baffle) yang menjebak lumpur karbonat.
2. Bindstone
Fasies ini memiliki karakteristik butiran yang terdiri dari kerangka ataupun
pecahan yang telah mengalami pengikatan oleh kerak-kerak lapisan
gamping (encrusting) yang dikeluarkan oleh ganggang merah dan lainnya.
3. Framestone
Fasies ini memiliki karakteristik hampir seluruhnya terdiri dari kerangka
organik seperti koral, alga dan lainnya. Sedangkan komposisi matriksnya
kurang dari 10%, antara kerangka tersebut biasanya terisi oleh (sparry
calcite).
Gambar 1. Klasifikasi Batuan Karbonat Menurut Embry & Klovan (1971)

2. Lingkungan Pengendapan dan Tingkat Energi Pengedapan Batuan Karbonat


Mekanisme dari pengendapan batuan karbonat memerlukan lingkungan pengendapan
yang khusus seperti lingkungan air laut yang hangat, dangkal, memiliki air yang jernih, dan
bebas dari pengaruh sedimen klastik terrigenous. Untuk terbentuknya produksi karbonat
yang maksimum lingkungan pengendapannya memiliki beberapa komponen pengontrolnya
seperti:
1. Organisme Biologis
Kebanyakan sedimen karbonat berasal dari produksi baik secara biologis
maupun biokimia, maka keterdapatan partikel-partikel tersebut sangat
mempengaruhi proses pembentukan batuan karbonatnya tersendiri.
2. Iklim
Iklim sangat mempengaruhi proses tumbuh dan perkembangan dari batuan
karbonat itu sendiri dimana batuan ini hanya dapat bertahan hidup pada laut yang
hangat sehingga iklim yang ekstrim akan mempengaruhi.

3. Oseanografi
Terdapat beberapa atribut yang mempengaruhi proses berkembangnya batuan
karbonat diantaranya tingkat penetrasi cahaya, sirkulasi air dan temperatur air.
4. Suplai Oksigen
Suplai oksigen sangat penting bagi perkembangan organisme biologis yang
nantinya akan berperan sebagai sedimen yang diperlukan dalam pembentukan batuan
karbonat itu sendiri (fragmen skeletal).
5. Salinitas
Peningkatan salinitas akan mengurangi jumlah keanekaragaman organisme
biologis yang hidup pada daerah tersebut.
6. Aktivitas Tektonik
Kondisi paleotektonik juga mempengaruhi, ini terkait nantinya dengan suplai
sedimen klastik terrigenous yang kita ketahui akan sangat berpengaruh terhadap
proses perkembangan batuan karbonat.
Secara garis besar sistem pengendapan karbonat dapat diperoleh dari persamaan
berikut ini :
CO2 + H2O H2CO3 .........(i)
+ -
H2CO3 H + HCO3 .........(ii)

+ 2- -
H + CO3 HCO3 .........(iii)

2+ 2-
CaCO3 Ca + CO3 .........(iv)

2+ -
CO2 + H2O + CaCO3 Ca + 2HCO3 .........(v)

Berdasarkan reaksi diatas, peningkatan konsentrasi CO 2 pada larutan


menyebabkan kesetimbangan bergerak ke arah kanan dan menyebabkan pelarutan
kalsium karbonat. Peningkatan konsentrasi ini dapat diakibatkan oleh bertambahnya
kedalaman dan pengaruh air meteorik atau penambahan CO 2 akibat penguraian dari
material organik. Sebaliknya apabila terjadi penurunan konsentrasi CO2 pada
larutan menyebabkan kesetimbangan bergerak ke arah kiri yang akan menghasilkan
pengendapan kalsium karbonat. Penurunan ini diantaranya diakibatkan oleh
evaporasi, kenaikan suhu air laut karena pengaruh sinar matahari yang terjadi pada
lingkungan laut dangkal, pengikatan CO 2 oleh organisme khususnya alga
untuk
fotosintesis, influks dari air sangat jenuh menuju ke area dengan CaCO 3 yang
tinggi atau hadirnya katalisator, marine upwelling dari area tekanan tinggi ke area

2+
tekanan rendah, percampuran air dengan kandungan CO3 yang tinggi dan Ca
yang rendah dengan air laut, proses organik di dalam larutan, bakteri pembusuk
yang menghasilkan amonia, meningkatnya pH dan peningkatan konsentrasi
karbonat.

Gambar 2. Kontrol lingkungan terhadap pembentukan karbonat.

Kebanyakan reef tumbuh di air dangkal dan kedalamannya terkontrol


dengan baik. Dua hal ini rentan terhadap pergantian muka air laut, yang bisa
disebabkan oleh eustasi dan proses tektonisme, dan rasio penurunan cekungan.
Kenaikan muka air laut identik dengan pertumbuhan reef, namun jika kenaikan
muka air laut lebih cepat dari pertumbuhan reef, maka reef tersebut akan berhenti
tumbuh (give up reef). Kenaikan muka air laut juga mempengaruhi suplai nutrisi
pada reef tersebut. Namun jika kondisi muka air laut turun maka karbonat akan
berpindah atau akan mati karena tersingkap, dan memungkinkan terjadinya
proses diagenesis. (Luis Pomar, 2004).
1. Back Reef Lagoon
Lagoon adalah suatu tempat yang dibatasi oleh pembatas, area dengan
energi yang endah dibelakang reef crest / reef core. Tidak semua reef
memiliki lagoon, untuk jika reef rim tidak berkelanjutan, sirkulasi lebih terbuka
akan hadir dan back reef akan mempunyai aspek dari sebuah open shelf atau
bay. Dibeberapa sistem patch reef mungkin dipisahkan oleh fasies inter-reef dari
karakter yang lebih ke open marine, dari pembatasnya, endapan lagoonal.
Lagoonal memiliki variasi ukuran, secara relatif dari kecil berkembang
didalam atol hingga besar zona di belakang barier reef utama. Dicirikan oleh
endapan mudstone dan wackestone dengan lapisan yang horisontal dan dibatasi
dengan erosional pada permukaannya, mengandung fosil berupa moluska,
miliolid, ostracoda, stromatolit dan mangrove serta sering juga terdapat sea grass
bagian ini sering disebut inner back reef lagoon. Sementara pada bagian outer
back reef lagoon dicirikan dengan endapan skeletal grainstone dan packstone
dengan dominasi koral, fosil yang sering dijumpai berupa koral, moluska,
foraminifera, alga merah, rhodolite, echinodermata, cacing, dan halimeda, dan
terdapat juga pellet.
2. Reef Core
Reef core merupakan endapan yang tertinggi (puncak reef) hampir
tersingkap ke permukaan dan merupakan diperlakukan pada aktivitas gelombang.
Hasil morfologi reef dan komposisinya bergantung pada rezim energi yang
berkembang (Adey, 1978). Pada energi yang tinggi dominasi encrusting
organism khususnya low encrusting growths of coralline algae. Pada energi
yang rendah sering ditemukan hydrozoan atau robust coral. Dicirikan oleh
endapan kerangka koral (boundstone) dengan skeletal grainstone dan packstone,
endapan berbentuk sigmnoidal, fosil yang sering dijumpai koral, alga merah,
foraminifera, bryozoa, cacing, moluska.
3. Fore Reef / Fore Reef - slope
Merupakan morfologi yang berkembang dari reef core, membentuk lereng
o o
kira-kira 5 10 dan 10 30 . Dicirikan dengan endapan skeletal kasar
seperti packstone dan wackestone, terkadang juga didominasi oleh endapan
gravitasi dan sedimen pelagik. Kehadiran fosil seringkali berupa pecahan koral,
moluska, rhodolit, alga merah, biostrome, halimeda dan, foram plankton.
4. Off Reef / Open Shelf
Morfologi hampir datar seperti halnya back reef lagoon, endapan yang
sering dijumpai adalah endapan halus seperti packstone dan wackestone, dan
endapan kasar seperti packstone dan grainstone. Endapan horisontal dan sedikit
sekali dijumpai bioturbasi, fosil yang sering dijumpai adalah foram plankton,
oyster laut dalam, echinodermata, pectinid, rhodolit, pecahan alga merah, dan
koral.

Gambar 3. Model Capitan/Barrier Reef linier ( Pomar et al, 2004).

3. Penampang Reef

Gambar 4. Penampang melintang kompleks terumbu yang menggambarkan perbedaan zona dan
batuan penyusun setiap zona menurut Embry & Klovan (1971)

Anda mungkin juga menyukai